Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah sesak napas. Selain itu,
ada gejala lain yaitu nyeri dada, batuk dahak putih kekuningan sejak 1 bulan yang lalu,
suara napas grok–grok, demam, penurunan napsu makan, penurunan berat badan,
keringat malam, riwayat pengobatan TB kategori I 5 tahun yang lalu, dan di keluarga ibu
sakit batuk lama.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan dyspnea, takikardi, nyeri dada kanan di area
tusukam WSD skala nyeri 4, konjungtiva anemis, gerak dada kanan tertinggal, fremitus
raba kanan menurun, suara ketok hipersonor di 1/3 atas paru kanan, suara ketok redup
di 2/3 bawah paru kanan, kronig isthmus menyempit, dan suara napas vesikuler
menurun di hemithorax kanan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gerak dada kanan tertinggal yang menunjukkan
adanya kelainan misalnya efusi pleura, pneumothorax, fluidopneumothorax, dan
atelektasis. Suara ketok hipersonor 1/3 atas paru kanan menunjukkan adanya udara
pada rongga thorax, curiga pneumothorax. Namun, juga didapatkan redup di 2/3 bawah
paru kanan menunjukkan adanya cairan yang mengisi rongga dada.

Dari data diatas, diagnosa banding yang memenuhi adalah efusi pleura, TB Paru,
infeksi saluran napas bawah, asma, PPOK. Diagnosis asma dapat disingkirkan karena
tidak didapatkan gejala pada usia muda, riwayat atopi, sesak dan mengi berulang.
Diagnosis PPOK dapat disingkirkan pula karena tidak didapatkan riwayat merokok dan
riwayat infeksi saluran napas bawah berulang.

Dari hasil darah lengkap didapatkan leukositosis yang menandakan infeksi,


peningkatan neutrofil yang menandakan proses akut, anemia hipokromik mikrositer,
hipoalbumin, peningkatan SGOT SGPT.

Dari hasil foto thorax AP/Lateral kanan didapatkan gambaran airfluid level pada
hemithorax kanan masih tampak fluidopneumothorax kanan (dengan komponen efusi
yang sebagian terorganisasi) yang telah terpasang chest tube dengan tip distal yang
terproyeksi setinggi VTh 4 sisi kanan. Selain itu, didapatkan paru kanan kolaps
Dari data diatas, penyebab sesak napas mengarah ke fluidopneumothorax dextra.
Fluidopneumothorax adalah terdapatnya cairan dan udara bersama–sama dalam
rongga pleura. Keadaan ini dapat terjadi karena pneumothorax yang berlangsung lama
kemudian timbul cairan, dapat pula efusi pleura yang pada waktu dilakukan pungsi,
udara masuk dengan tidak sengaja (iatrogenic) atau suatu proses infeksi kuman yang
menghasilkan gas. Pada kasus ini, fluidopneumothorax curiga berasal dari proses
iatrogenic saat pungsi atau pemasangan WSD. Dari hasil pungsi pleura, didapatkan
cairan berupa pus yang menandakan adanya kumpulan cairan eksudatif di rongga
pleura yang berhubungan dengan terjadinya infeksi paru.

Efusi pleura terjadi karena keseimbangan antara produksi dan pengeluaran cairan
pleura terganggu. Perkembangan proses empiema dibagi menjadi tiga tahap yaitu
eksudatif sederhana, fibrinopurulen dan organisasi. Pada tahap organisasi terdapat
proliferasi fibroblast dan penebalan pleura yang diperantarai oleh beberapa faktor
seperti platelet derived growth factor-like growth factor (PDGF) dan transforming growth
factor beta (TGF-ß). Pada tahap ini lapisan dikedua permukaan pleura menjadi tebal
dan tidak elastis serta jaringan yang bersepta akan semakin fibrotik, sehingga ekspansi
paru menjadi terhambat, fungsi paru menurun dan rongga pleura yang bersepta-septa
akan membuat risiko infeksi semakin tinggi. Selanjutnya tahap organisasi bervariasi,
pada tiap individu ada yang mengalami penyembuhan secara spontan dalam 12
minggu sementara yang lainnya menjadi kronik sepsis dan terjadi defisit fungsi paru.

Hasil pungsi pleura didapatkan cairan berwarna coklat susu yang bisa menunjukkan
adanya efusi perdarahan lama. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan kultur sensitivitas
empyema didapatkan BTA negative, kuman batang gram +. Hasil kultur sensitivitas
sputum: BTA negative, Streptococcus mitis. Untuk planning terapinya akan dipasang
chest tube, WSD, dan untuk memperingan sesaknya diberikan O2 nasal kanul 3 lpm.

Selain itu, dari klinis pasien mengarah ke TB paru. Gejala pasien mengarah ke TB Paru
adalah batuk berdahak selama lebih dari 2 minggu. Batuk dapat diikuti dengan gejala
pernapasan yakni sesak nafas, dan nyeri dada. Gejala sistemik seperti demam, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, dan berkeringat malam hari yang menunjukkan
proses metabolisme yang meningkat tanpa adanya aktivitas fisik karena proses
inflamasi. Untuk menegakkan diagnosi ini, telah dilakukan pemeriksaan Gene Xpert
(16/08/2019) dengan hasil MTB non-detected. Hasil foto thorax
Diagnosa pasien saat ini yaitu TB Paru kasus relaps karena pasien sebelumnya pernah
mendapat pengobatan TB lengkap, dan saat ini kembali dengan klinis TB.

Dari hasil lab didapatkan transaminitif reaktif yaitu adanya peningkatan kadar
transaminase (SGOT dan SGPT) yang bisa disebabkan karena infeksi virus hepatitis
atau obat–obatan. Planning terapi akan ….

––––––––––––––––––––––––––––––––––

Empiema secara definisi adalah pus didalam rongga pleura (Light RW et al., 2008).
Definisi menurut Vianna, empiema adalah efusi pleura dengan kultur bakteri yang positif
atau jumlah leukosit lebih besar dari 15,000/mm3 dan level protein diatas 3.0 g/dL
(Vianna., 1971).

Empiema adalah kumpulan cairan eksudatif di rongga pleura yang berhubungan


dengan terjadinya infeksi paru. Empiema sering disebabkan karena komplikasi dari
pneumonia tetapi dapat juga disebabkan karena adanya infeksi dari tempat lain.
Empiema dapat juga disebabkan oleh suatu trauma, tindakan operasi, keganasan,
kelainan vaskuler, penyakit imunodefisiensi, dan adanya infeksi di tempat yang
berdekatan seperti di orofaring, esophagus, mediastinum atau jaringan di subdiafragma
yang memberikan manifestasi klinik bermacam-macam, tergantung dari organ utama
atau tempat yang terinfeksi, mikroba pathogen dan penurunan daya tahan tubuh
(Davies HE et al., 2010).

Diagnosis empiema ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis dan


pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan radiologis diantaranya foto toraks, USG dan
CT Scan toraks (Sharma et al., 2008 dan Garrido et al., 2006)

Dari hasil pemeriksaan kultur sensitifitas empiema didapatkan BTA – dan kuman
batang gram +.
Penelitian Hellen dkk menyatakan bahwa 434 pasien dari 40 pusat kesehatan di UK
dengan infeksi pleura, bakteri aerob Gram-positif yang paling sering ditemukan pada
infeksi pneumonia komunitas. Enam puluh persen berasal dari streptococcus spp
termasuk kelompok S. milleri dan S. aureus. Sedangkan, bakteri Gram-negatif
misalnya, Enterobacteriaceae, Escherichia coli dan Haemophilus influenza jarang
teridentifikasi pada kultur dan terlihat lebih sering pada pasien dengan faktor komorbid.
Bakteri Escherichia coli, Enterobacter spp dan Pseudomonas spp adalah bakteri gram
negatif yang paling sering dilaporkan terdapat pada pasien yang dirawat di unit
perawatan intensif (Helen E et al., 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Davies HE, Davies RJ, Davies CW. Management of pleural infection in adults: British
Thoracic Society pleural disease guideline 2010. Thorax. 2010; 65(suppl 2): 41-53

Sharma S. Empyema, pleuropulmonary. Available at: http://www.


emedicine.com/med/topic659.htm. Accesed on June 23 rd, 2008.

Garrido VV, Sancho JF, Blasco LH, Gafas AP, et al. Diagnosis and treatment of pleural
effusion. Arch Bronkoneumol. 2006; 42(7): 349-372.

Light RW, Lee YG. Textbook of Pleural Disease. 2nd edition. UK. Hudder Arnold. 2008:
26; 341-362.

Vianna NS. Non tuberculous bacterial empyema in patient with and without underlying
diseases. J. Am. Med Assoc. 1971: 215: 69-75

Helen E Davies, Robert J O Davies, on behalf of the BTS Pleural Disease Guidline
Group. Management of pleural infection in adults: British Thoracic Society pleural
disease guideline 2010. Thorax 2010;65(Suppl 2): 41-53. Garrido VV, Sancho JF,
Blasco LH, Gafas AP, et al. Diagnosis and treatment of pleural effusion. Arch
Bronkoneumol. 2006; 42: 349-372

Anda mungkin juga menyukai