Menurut para peneliti, tidak sedikit orang-orang yang berkecimpung di dunia
akuntansi yang tidak memperhatikan etika profesi akuntansi sehingga moral yang dimiliki sangat memprihatinkan daripada profesi lain. Akan tetapi, dibalik rendahnya moral dan etika akuntan tersebut, terdapat juga pertumbuhan minat dalam perubahan sifat profesi akuntansi baik khusus dan umum yang diakibatkan karena pergeseran sosial budaya pada masyarakat. Menurur Roberts (2001), bagi profesi akuntansi, intelektual yang bersifat komersial lebih penting daripada profesionalitas. Sejak terjadinya kasus Enron yang menyeret perusahaan besar dan Kantor Akuntan Publik Big Four yang popular pada saat itu, tingkat kepercayaan menjadi berkurang sehingga setelah kasus tersebut, profesionalitas dalam mematuhi etika akuntan menjadi hal yang penting bagi para akademisi dan praktisi. Peran penting akuntansi adalah dalam kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan perkembangan ekonomi melalui lembaga-lembaga moneter internasional seperti Bank Dunia. Penyebab dari kebingungan moral berpengaruh signifikan pada etika akuntansi baik dalam hal pemahaman ketika akuntan dihadapkan dengan dilemma etika tertentu dan kinerja intitusi yang berkaitan denga akuntansi. Menurut Grenz (1997), pertimbangan tentang filosofi moral dibagi menjadi empat perspektif yang luas tapi berbeda yaitu : 1. Perspektif Deskriptif dalam Etika Akuntansi Perspektif ini menjelaskan tentang bagaimana cara seseorang berperilaku dalam menanggapi dilema etika pada kasus sebenarnya. Selain kasus Enron yang terkenal juga ada contoh kasus lain yang membawa nama akuntan individu yaitu bernama Peter Abbott yang telah melakukan penipuan dengan membawa lari dana kliennya yang diperoleh dengan cara yang curang. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya moral dan etika akuntan dibanding profesi lain. Berdasarkan penilaian publik di Amerika Serikat pada tahun 2005 tentang profesi yang memiliki standar etika yang tinggi, menyatakan bahwa akuntan berada pada urutan kesembilan dengan rasio 39% dari total objek 21 jenis profesi. Terdapat dua model perkembangan moral yaitu Model Kohlberg dan Model Gilligan. Model Kohlberg digunakan untuk mengukur tingkat kedewasaan individu yang didasarkan dari respon objek terhadap dilema hipotesis yang diberikan. Sedangkan Model Gilligan lebih terfokus dan terempatik pada pandangan dalam pengembangan etika. Untuk mengetahui pengaruh gender, telah banyak penelitian salah satunya yang dilakukan oleh Radtke (2008), menyatakan bahwa masalah etika yang muncul dalam profesi akuntansi kebanyakan dilakukan oleh laki-laki. Untuk itu salah satu penyelesaian masalah etika adalah dengan mempekerjakan banyak perempuan pada perusahaan besar. Pada pemodelan etika professional yang mempengaruhi atribut individu adalah faktor Kematangan Moral, Umur, dan Jenis Kelamin. Organisasi Federasi Internasioanl Akuntan dalam kode etiknya mengemukakan bahwa budaya serta tingkat pembangunan ekonomi berperan penting dalam profesionalitas di suatu negara. Kedudukan seseorang pada sebuah organisasi juga berpengaruh pada etika individu. Intensitas moral dipengaruhi oleh faktor sifat konsekuensi, konsensus sosial, kemungkinan efek, kedekatan temporal, kedekatan dan konsentrasi efek. 2. Perspektif Normatif dalam Etika Akuntansi Perspektif ini membahas tentang bagaimana cara seseorang seharusnya berperilaku. Etika Deontologis didukung oleh Immanuel Kant yang berprinsip dasar pada dua prinsip yaitu alasan dan rasa hormat. Etika tersebut berfokus pada benar atau salahnya perbuatan yang dilakukannya sendiri. Selain itu terdapat juga Etika Teleologi yang menetapkan tindakan moralitas tertentu yang mengacu pada akibat dari tindakan tersebut. Etika profesionalitas adalah tentang bagaimana mengimplementasikan peran tersebut dengan semestinya dan bukan tentang yang menurutnya benar. Dalam audit perusahaan kemandirian adalah kualitas yang sulit dipahami oleh akuntan dalam kaitannya dengan pekerjaan sebagai auditor perusahaan. Auditor seharusnya tetap berkelanjutan dari tekanan untuk fokus pada objek sehingga independensi menjadi karakteristik umum dari kejujuran auditor. Menurut Goleman (1995), ada berbagai kategori kecerdasan yang terkait dengan kecerdasan emosional, misalnya emosional kesadaran diri, kesadaran emosi orang lain dan kemampuan imajinatif untuk masuk dalam perasaan orang lain, dapat diajarkan dengan cara yang sama dalam penalaran deduktif, atau logika, juga dapat dikembangkan. 3. Filosofi Moral Politik dan Etika Akuntansi Filosofi ini membahas tentang pengaruh sosial politik bagi individu dalam berperilaku etis. Tujuannya adalah untuk memperluas pertanyaan etis yang dilakukan oleh akuntan ketika menerapkan etika profesional. Seorang filsuf terkenal bernama Jean-Jacques yang berasal dari Swiss mengemukakan bahwa tidak penting dengan tindakan individu tertentu, melainkan kita adalah anggota yang memiliki hubungan dengan komunitas. Maka perlu diketahui bagaimana cara kita berperilaku dan beretika di dalam lingkungan masyarakat. Poinnya adalah seseorang tidak boleh memandang dirinya sebagai individu yang terisolasi tetapi sebagai warna negara yang memiliki tanggung jawab terhadap individu lain secara keseluruhan dalam kewarganegaraan umum. Banyak pendidikan akuntansi yang kita pelajari didasarkan pada asumsi bahwa akuntansi memeberikan pengaruh terhadap pengembangan masyarakat karena dapat memaksimalkan utilitas keuangan dan membantu mempertahankan pasar bebas dalam sistem ekonomi. Perspektif yang dikemukakan Rousseau dikaitkan dengan pembahasan mengenai hak dan kewajiban. Hubungan antara Rousseau dan hak berada pada asumsi bahwa cara terbaik untuk mempertahankan masyarakat adalah mengakui bahwa masyarakat memiliki hak-hak tertentu. Dalam akuntansi keuangan, menyediakan laporan keuangan didasarkan pada hak. Seorang investor adalah pemilik perusahaan yang berarti bahwa mereke berhak mendapat informasi mengenai keadaan operasional dan financial perusahaan. Hobbes berpendapat bahwa masyarakat menyadari bahwa cara terbaik mengamankan kebebasan individu adalah paradoks untuk tunduk pada kekuasaan negara. Sedangkan John Locke mengartikulasikan argumen mengapa individu yang terlibat ingin menyerahkan kekuasaan pada pemerintahan. Inti dari pendapat para sastrawan diatas adalah sastra mengajarkan kita pada fakta bahwa akuntansi adalah praktik kelembagaan. 4. Perspektif Baru dan Modern dalam Etika Akuntansi Perspektif baru dan modern membahas tentang pengembangan analisis yang lebih penting dari hubungan antara identitas individu etis dan kekuasaan. Jurgen Habermas mengkritik cara perspektif modern muncul untuk meninggalkan pemikiran rasional, dan mencoba untuk menyelamatkan peran akuntansi dengan alasan mengatasi tantangan yang kita hadapi sebagai masyarakat. Seorang filsuf Friedrich Nietzsche menyatakan bahwa ide moralitas itu berbahaya, daripada perilaku yang tidak etis, Nietzsche sebenarnya menantang fokus dari banyak analisis etis konvensional. Etika dipandang bukan yang utama dalam hal esensialis atau normative. Perspektif modern mengeksplorasi bagaimana gagasan etika, dalam hal apa yang dapat diterima dan tidak dapat diterima dapat didefinisikan Foucault berpikir tentang kerangka etika yang mendasari ini dalam hal empat elemen utama (McPhail 1999): 1. Sarana mengubah diri kita sendiri agar menjadi pelajaran etika: disiplin diri; 2. Telos: tipe orang yang kita inginkan ketika kita berperilaku secara moral; 3. Substansi etis: bagian dari diri kita sendiri yang diambil menjadi domain yang relevan untuk penilaian etika; 4. Modus tunduk: cara di mana individu mengakui kewajiban moral mereka. Seorang individu sebenarnya merasakan kebaikan moral atau kejujuran melalui jenis kekuatan diri yang dilakukan oleh individu terhadap diri mereka. Sementara kekuasaan semacam ini mungkin akan jauh lebih efektif dalam melayani kepentingan-kepentingan tertentu, Foucault tidak menyarankan bahwa ada kelompok kontrol individu sengaja merencanakan tentang bagaimana cara terbaik untuk mendisiplinkan diri kita sendiri. Habermas menyajikan cukup perspektif yang berbeda tentang etika dengan yang Foucault. Namun, posisi kedua pemikir ini akan membantu dalam menerangi perdebatan besar di kalangan akademisi tentang kemungkinan bentuk yang lebih etis dari akuntansi dan juga tentang apa arti berbuat baik. . Habermas, pertama ingin berfokus pada struktur sosial-ekonomi dan hubungan kekuasaan yang mempengaruhi cara kita memperoleh makna dan pemahaman dari aksi sosial. Outhwaite (1994) mencerminkan keprihatinan ketika ia mengatakan bahwa bahasa bukan hanya sarana komunikasi tetapi juga 'Habermas media dominasi dan kekuatan sosial'. Jadi Habermas berpendapat bahwa kita harus bekerja bersama-sama melalui beberapa bentuk proses komunikatif, tapi ini bermasalah karena Bahasa. Sementara komunikasi terdistorsi oleh kekuasaan, hal itu tetap bisa berfungsi sebagai arena untuk kritik dan saling pengertian. Oleh karena itu Habermas menunjukkan bahwa mungkin untuk mengatasi komunikasi terdistorsi dan mencapai posisi lebih baik. Komunikasi adalah upaya untuk menjawab tantangan hermeneutik diangkat oleh teori kritis sebelumnya dan oleh filsuf hermeneutika. Habermas berpendapat bahwa argumen yang paling masuk akal harus menang. Secara teknis ini disebut rasionalitas komunikatif. Habermas berfokus pada tindakan dan proses. Menurutnya, sebuah tindakan tertentu tidak dapat dibenarkan kecuali telah muncul dari tindakan semacam komunikatif kolektif, sebuah proses yang ia sebut situasi pidato yang ideal. Menurut Gare (1995) istilah postmodernity merupakan deskripsi dari masa kita hidup. Postmodernity pada dasarnya istilah deskriptif yang bukan fase setelah modernitas, tetapi bukan hasil akhir dari modernitas. Ini menggambarkan masyarakat di mana kita hidup, tidak menentukan jenis masyarakat di mana kita harus hidup. Gare (1995: 34) berpendapat bahwa budaya postmodern adalah budaya di mana 'kritik rasional dan protes telah menjadi tidak mungkin'. Oleh karena perbedaan antara modernisme dan postmodernisme tidak sesederhana itu, namun tidak ingin terjebak dalam argumen yang tidak akan membantu untuk menyimpulkan apa inti dari perdebatan tersebut. Jadi, dalam kontras dengan harapan kemajuan dan alasan terkait dengan modernitas, perspektif postmodern menunjukkan bahwa penerapan teknologi, ilmu pengetahuan dan akal dan hal lain yang dikaitkan dengan kemajuan sering mengakibatkan kurangnya kebebasan, demokrasi, keadilan, dan sebagainya.