Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur merupakan masalah kesehatan akut sehari- hari yang sering kita jumpai. Terapi
awal yang salah pada fraktur dapat meningkatkan morbiditas jangka panjang yang signifikan
dan, berpotensi meningkatkan mortilitas.1 Menurut World Health Organization, kasus fraktur
terjadi di dunia kurang lebih 13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka prevalensi sebesar
2,7%. Sementara pada tahun 2009 terdapat kurang lebih 18 juta orang mengalami fraktur
dengan angka prevalensi 4,2%. Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang dengan angkat
prevalensi sebesar 3,5%. Terjadinya fraktur tersebut termasuk di dalamnya insiden kecelakaan,
cedera olahraga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain sebagainya.
Fraktur adalah pecah atau rusaknya kontinuitas struktur dari tulang. Hal ini dapat saja
hanya sekedar retak, remahan atau pecahan dari cortex; seringkali pecahnya komplit dan
pecahan tulang tergusur. Fraktur dapat disebabkan karena adanya cedera, penekanan dan dapat
juga terjadi secara patologis.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah
pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga
epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan
berhenti.
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian
paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang
panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian
tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung
sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari
pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu
tulang yang patah.

2
2.2 FRAKTUR
2.2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang. Hal ini dapat saja
hanya berupa retakan atau serpihan dari kortex, namun lebih sering putusnya
kontinuitas ini komplit dan fragmen tulang berpindah.2
2.2.2 Etiologi
Fraktur dapat terjadi karena 3 hal: (1) cedera; (2) stres yang berulang; atau (3)
patologis. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh gaya yang tiba- tiba dan berlebihan,
yang dapat terjadi secara langsung (direct force) ataupun tidak langsung (indirect
force). Dengan direct force tulang putus pada titik impaksi; jaringan lunak pun ikut
rusak. Dengan indirect force tulang putus dengan jarak dari tempat impaksi;
kerusakan jaringan pada area fraktur tidak dapat dihindari.2
Walaupun kebanyakan fraktur terjadi karena kombinasi gaya (twisting, bending,
compressing atau tension), pola x-ray dapat memberitahu mekanisme yang paling
dominan:2
 Twisting menyebabkan fraktur spiral
 Bending menghasilkan fraktur dengan fragmen triangular ‘butterfly’
 Compression menyebabkan fraktur obliq yang pendek
 Tension cenderung menyebabkan tulang putus secara transverse; pada beberapa situasi
hal ini dapet mengalvusi fragmen kecil dari tulang di tempat insersi ligamen atau
tendon

3
Gambar . Mekanisme Cedera

4
Fraktur karena stress berulang terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek tumpuan berat
berulang, seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani program berat. Beban
ini menciptakan perubahan bentuk yang memicu proses normal remodeling, kombinasi dari
resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru menurut hukum Wolff. Ketika pajanan terjadap
stress dan perubahan bentuk terjadi berulang dan dalam jangka panjang, resorpsi terjadi lebih
cepat dari pergantian tulang, mengakibatkan daerah tersebut rentan terjadi fraktur. Masalah
yang sama terjadi pada individu dengan pengobatan yang mengganggu keseimbangan normal
resorpsi dan pergantian tulang; stress fracture meningkat pada penyakit inflamasi kronik dan
pasien dengan pengobatan steroid atau methotrexate.2
Fraktur patologis dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena perubahan
strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta, atau Paget’s disease) atau
melalui lesi litik (contoh: kista tulang, atau metastasis).2
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
2.2.2 Klasifikasi
Pembagian fraktur menjadi tergantung pada:7
a. Site
Diafisis
Metafisis
Epifisis

5
Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis dibagi menjadi lima
tipe :
Tipe 1 (Slipped / Separation)

Fraktur transversus pada zona hipertrofi atau kalsifikasi pada epiphysis. Fraktur ini memanjang
searah dengan lempeng epiphysis. Fraktur tipe ini menyebabkan terpisahnya lempeng epiphysis
dari metafisis. Fraktur tipe ini tidak menyebabkan cedera yang serius pada lempeng epifisis dan
tidak menganggu pertumbuhan. Fraktur tipe ini sering terjadi pada anak dengan lempeng epifisis
yang tebal seperti pada neonates dan infant.

h Tipe 2 (Above)

Menyerupai tipe 1 tapi ujung dari fraktur mengalami deviasi dari lempeng epifisis dan mencapai
metafisis. Pemisahan fragmen fraktur membentuk daerah triangular pada metafisis. Fraktur ini
paling sering terjadi, sekitar 74% dari seluruh fraktur lempeng epifisis (fragmen Thurston-
Holland).

6
Tipe 3 (Lower)

Fraktur pada lempeng epifisis kemudian berbelok menjauhi lempeng epifisis menuju area
hipertrofi pada epifisis sehingga menyebabkan fraktur intraarticular. Fraktur pada lempeng
epifisis kemudian berbelok menjauhi lempeng epifisis menuju area hipertrofi pada epifisis
sehingga menyebabkan fraktur intraarticular. Fraktur tipe 3 lebih jarang dibanding fraktur tipe 2,
namun memiliki risiko sequelae yang lebih tinggi yaitu posttraumatic arthritis dan gangguan
pertumbuhan.

Tipe 4 (Through)

Sama seperti tipe 3, dimana fraktur menyebabkan gangguan pada lempeng pertumbuhan tapi
memanjang hingga mencapai epifisis dan metafisis dan permukaan sendi. Fraktur ini dapat
terjadi pergeseran dan gangguan pada lempeng epifisis sehingga menyebabkan pertumbuhan
asimetris tulang dan angulasi.

7
Tipe 5 (Raised)

Fraktur longitudinal kompresi pada lempeng epiphysis melalui mekanisme abduksi, adduksi atau
axial load. Fraktur tipe ini sering sulit terlihat pada pemeriksaan X-ray sehingga sulit di
diagnosis, namun lempeng epiphysis tertekan dan hancur sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan angulasi.

Salter-Harris

Salter-Harris

8
Salter Harris type I Salter Harris type II

Salter Harris type IV


b. Tipe fraktur:
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto, terdiri dari :

i. Transverse : yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.

9
Transverse diaphyseal tibial fracture Transverse diaphyseal tibial fracture

ii. Oblique : yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk


sudut melintasi tulang.

Oblique fracture of the tibial shaft

iii. Spiral : yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.

10
Spiral fracture of femur Spiral fracture of femur

iv. Comminute : fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa


bagian.

Comminuted humeral shaft fracture Comminuted humeral shaft fracture

v. Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi


tidak berhubungan.

11
Segmental femoral shaft fracture
b. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
1. Hair Line Fraktur

2. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

12
Torus fraktur

3. Greenstick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks


lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

Green Stick Fraktur

c. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

Calcaneal tuberosity avulsion


fracture

d. Fraktur tertutup
Dikatakan fraktur tertutup jika kulit masih intak.
Terdapat klasifikasi Tscherne untuk fraktur tertutup yaitu:2
a. Grade 0 : fraktur sederhana dengan sedikit atau tidak ada

13
sama sekali cedera jaringan lunak
b. Grade 1 : fraktur dengan abrasi superfisial atau memar pada
kulit dan jaringan subkutan
c. Grade 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio dan
pembengkakan pada jaringan lunak dalam
d. Grade 3 : cedera berat dengan tanda kerusakan
e. Fraktur terbuka
Dikatakan fraktur terbuka jika ada kontak dengan
dunia luar, dapat karena fragmen fraktur telah melewati kulit
dari dalam ataupun karena benda tajam yang telah menembus
kulit ke dalam fraktur tulang. Fraktur terbuka membawa risiko
serius untuk sampai menjadi infeksi.
Terdapat klasifikasi Gustilo-Anderson untuk fraktur terbuka
yaitu:2
o Tipe I : luka biasanya kecil, penusukan tulang
bersih. Terdapat sedikit kerusakan
jaringan lunak tanpa penekanan dan
fraktur tidak comminuted.
o Tipe II : luka biasanya lebih dari 1cm, namun
tidak ada flap kulit. Tidak banyak
jaringan lunak yang rusak dan
penekanan atau comminution dari
fraktur sedang.
o Tipe III : terdapat laserasi besar, kerusaan pada
kulit dan jaringan lunak yang mendasar
luas dan, pada contoh berat, terdapat
gangguan vaskular. Cedera diakibatkan
oleh high-energy transfer ke tulang dan
jaringan lunak. Kontaminasi terlihat
jelas.
 IIIa : tulang fraktur dapat cukup ditutup
dengan jaringan lunak walaupun ada laserasi
14
 IIIb : terdapat stripping periosteal yang luas
dan menutupi fraktur tidak mungkin tanpa
menggunakan flap lokal ataupun yang jauh
 IIIc : terdapat cedera arteri yang perlu
diperbaiki dan banyaknya kerusakan jaringan
lunak
f. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
i. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
ii. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang.

2.3 Proses penyembuhan tulang

Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha
tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari
fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal:
a. Lokasi fraktur
b. Jenis tulang yang mengalami fraktur.
c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
d. Adanya kontak antar fragmen.
e. Ada tidaknya infeksi.
f. Tingkatan dari fraktur.

Adapun faktor sistemik adalah :


a. Keadaan umum pasien
b. Umur
c. Malnutrisi
d. Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :


1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
15
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula

Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas


penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
1. Proses penyembuhan Fraktur Primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya
langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas
terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks
harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk
membangun kontinuitas mekanis.
2. Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder.
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-
jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar
dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi,
fase kalus, osifikasi dan remodelling.

Fase Inflamasi:
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan
hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena
terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen
dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai
penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat
membuat kondisi mikro yang sesuai untuk :
(1) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran
pada tempat fraktur,
(2) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
(3) Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan
osifikasi endokondral yang mengiringinya. (Kaiser 1996).

16
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan pembuluh darah
lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya
hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan pembuluh darah tetapi juga berperan
faktor- faktor inflamasi yang menimbulkan kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya
proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.

Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin
dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan
osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel
periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari
periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh
gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan
merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial
elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 – 8.

Fase Pembentukan Kalus

Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk jaringan tulang
yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai
jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang
lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus
dan volume dibutuhkanuntuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen
tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan
fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang
paling dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth

17
Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan
differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu:
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses
angiogenesis selama penyembuhan fraktur. Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous
yang kemudian bersama osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai
osteosit, hal ini menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan
mekanis.
Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai fase
remodelling
adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur.
Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada terbentuk
kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu Bridging
(soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak bersambung. Medullary
(hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara perlahan-lahan. Kalus
eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah periosteum periosteal callus
terbentuk di antara periosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary callus
merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di antara tulang yang
fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar daerah
fraktur.

Stadium Konsolidasi

Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang immature
(woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih
kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti
osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru.
Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk
menerima beban yang normal.

18
Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang berbeda
dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses
pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk
pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan
diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati
bentuk semulanya, terutama pada anak-anak.
Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.

Fase Inflamasi

Fase Proliferasi

Fase Pembentukan

Fase Remodelling

19
A: Acute fracture of the humeral shaft. B: At 6 weeks, calcified callus is visible and the
fracture lines are becoming obscured. C: At 12 weeks, the fracture has almost completely
healed.

waktu penyembuhan rata-rata patah tulang untuk setiap jenis tulang, yaitu:
 tulang jari : 3 minggu
 tulang metacarpals (telapak tangan) : 4 - 6 minggu
 Distal radius : 4 - 6 minggu
 tulang lengan bawah: 8 - 10 minggu
 humerus (tulang lengan atas) : 6 - 8 minggu
 femoralis neck (tulang paha bagian leher): 12 minggu
 femoral shaft (tulang paha bagian poros): 12 minggu
 tibia dan fibula (tulang tungkai bawah dan tulang kering): 10 minggu

Penyembuhan dari fraktur dapat terjadi abnormal dalam 3 cara dibawah ini:7
a) Fraktur dapat sembuh dalam waktu yang diharapkan namun posisi tidak
memuaskan degan adanya deformitas sisa dari tulang (mal- union)

b) Fraktur dapat sembuh pada akhirnya namun memakan waktu lebih lama dengan
yang sudah diharapkan (delayed union)
c) Fraktur dapat gagal sepenuhnya untuk sembuh oleh tulang dengan bentuk yang
dihasilkan adalah fibrous union atau false joint (pseudoarthritis).

BAB III
KESIMPULAN

1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang.


2. Fraktur dapat terjadi karena 3 hal: (1) cedera; (2) stres yang berulang; atau (3) patologis
3. Klasifikasi fraktur : lokasi, jenis, pergeseran fragmen tulang.
4. Proses penyembuhan fraktur : reaktif, reparative, remodeling.
Daftar Pustaka
1. Islam O, Soboleski D, Symons S et-al. Development and duration of radiographic signs
of bone healing in children. AJR Am J Roentgenol. 2000;175 (1): 75-8. (fracture healing)
2. Johnson KJ, Bache E. Imaging in Pediatric Skeletal Trauma (Medical Radiology).
Springer Berlin Heidelberg. ISBN:B001A8H1RG.
3. Little JT, Klionsky NB, Chaturvedi A et-al. Pediatric distal forearm and wrist injury: an
imaging review. Radiographics. 2014;34 (2): 472-
90. doi:10.1148/rg.342135073 - Pubmed citation.
4. Marshall RA, Mandell JC, Weaver MJ, Ferrone M, Sodickson A, Khurana B. Imaging
Features and Management of Stress, Atypical, and Pathologic Fractures. (2018)
Radiographics : a review publication of the Radiological Society of North America, Inc.
38 (7): 2173-2192. doi:10.1148/rg.2018180073 - Pubmed.
5. Narayanasamy S, Krishna S, Sathiadoss P, Althobaity W, Koujok K, Sheikh AM.
Radiographic Review of Avulsion Fractures RadioGraphics Fundamentals | Online
Presentation. (2018) Radiographics : a review publication of the Radiological Society of
North America, Inc. 38 (5): 1496-1497. doi:10.1148/rg.2018180064 - Pubmed.
6. Salter R, Harris WR. Injuries Involving the Epiphyseal Plate. J Bone Joint Surg Am 1963.
45 (3) 587-622.
7. Weissleder R, Wittenberg J, Harisinghani MG. Primer of diagnostic imaging. Mosby Inc.
(2003) ISBN:0323023282.
8. Wenger DR, Pring ME, Rang M. Rang's Children's Fractures, 3e. Lippincott Williams &
Wilkins. (2005) ISBN:0781752868.
9. Buckley Richard. General Principles of Fracture Care. Medscape. 2015 Jan 25. Available
from https://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview
10. Solomon Louis, Warwick David, Nayagam Selvadurai. Apley’s System of Orthopaedics
and Fractures. 9th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
11. Vanputte Cinnamon, Regan Jennifer, Russo Andrew. Seeley’s Anatomy and Physiology.
10th ed. New York: McGraw Hill; 2014.

Anda mungkin juga menyukai