Anda di halaman 1dari 35

AKHLAK KEPADA ALLAH, RASULULLAH, ORANG TUA,

DAN DIRI SENDIRI

Dosen Dr. Khalimi, M.Ag.


(Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok)

Disusun Oeh:
Kelompok 5

Aisyah Nursa’adah 11190162000046


Windi Puji Astuti 11190162000049

Semester 1

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KAJIAN MATERI

1.1. Pengertian Akhlak

Akhlak menurut bahasa diartikan sebagai budi pekerti atau tingkah laku. Pada dasarnya
akhlak merupakan institusi yang bersemayam di hati, sebagai tempat munculnya tindakan-
tindakan yang sukarela dan antara tindakan yang benar dan salah. 1Tabiat dari institusi tersebut
adalah siap menerima pembinaan yang baik dan buruk padanya. Meskipun tidak menyebut
istilah akhlaq (akhlak) secara eksplisit selain bentuk tunggalnya khuluq, Al-Qur’an berkali-kali
menyebutkan konsep yang berkaitan dengan nilai kualitas mental dan perilaku manusia, seperti
khair, birr, salih, ma’ruf, hassan, qist, sayyiah, dan fasad.

Abu Ali Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih menyumbangkan karyanya yang sangat
berharga mengenai akhlak dalam bukunya yang berjudul Tahzib al-Akhlaq, Ibnu Maskawaih
menyebutkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan tanpa memerlukan pemikiran. Sejalan dengan definisi ini, Al-Ghazali juga
menyatakan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan sesuatu perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran.2

Ahmad Amin menambahkan bahwa akhlak sebagai manifestasi dari menangnya


keinginan dari beberapa keinginan manusia secara langsung dan berlaku dengan terus-menerus.
Karena budi perkerti sendiri merupakan sifat jiwa yang tidak kelihatan, sedangkan akhlak adalah
yang nampak dan melahirkan kelakuan dan muamalah.3

1
Abu Bakar Jabir al-Jaziri, Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim, Penerjemah: Fadhli
Bahri, (Jakarta: Darul Falah, 2005), hal. 217.
2
Ibid., hal. 326.
3
Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak, Penerjemah: Farid Ma’ruf, (Jakarta: Bulan Bintang,
1985), hal. 76.
Namun demikian, Aristoteles juga mengungkapkan pembentukan adat kebiasaan yang baik,
yaitu membentuk akhlak yang tetap dan dari padanya akan timbul perbuatan-perbuatan yang
baik dan terus-menerus. Sebagaimana pohon akan dikenal berkat buahnya. Begitupun akhlak
yang baik dapat diketahui dengan perbuatan yang baik dan akan timbul secara terus-menerus
serta berlangsung dengan teratur.4

Pendidikan akhlak menjadi perangsang bagi tumbuh dan berkembangnya ruh moralitas,
untuk mencapai kesadaran kemanusiaan, hikmah dan prinsip-prinsip akhlak.5 Prinsip ini harus
diajarkan, agar seseorang dapat membedakan antara jalan yang baik dan buruk serta mampu
membedakan perbuatan yang memberikan dampak positif dan negatif.

Hal pokok dalam belajar menjadi orang yang bermoral adalah pengembangan hati nurani
sebagai kendali internal bagi perilaku individu. Hati nurani juga dikenal dengan sebutan cahaya
dari dalam (super ego).6 Sedangkan dalam ajaran Islam, manusia dilahirkan dengan hati nurani
atau kemampuan untuk mengetahui antara yang benar dan salah. Hal ini sesuai dengan Hadist
Nabi Saw yang menegaskan: “Setiap anak dilahirkan dalamkeadaan suci (fitrah).
Orangtuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi”. (HR. Imam Bukhari).7

Menurut islam Muhammadiyah, akhlak dalam pandangan mereka dan penerapannya adalah
sebagai berikut :

a. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam


mempraktikkan akhlaq mulia8, sehingga menjadi uswah hasanah9 yang diteladani oleh
sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.

4Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak..., hal. 79.


5Miqdad Yaljan, Kecerdasan Moral..., hal. 77.
6Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak,Penerjemah: Med Meitasari Tjandra,
(Jakarta: Erlangga, 1993), hal. 77.
7Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an..., hal. 225.
8
Q.S. Al-Qalam/68 : 4
9
Q.S. Al Ahzab/33: 21
b. Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus
senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas10 dalam wujud amalamal shalih dan
ihsan, serta menjauhkan diri dari perilaku riya’, sombong, ishraf, fasad, fahsya, dan
kemunkaran.

c. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq
al-karimah) sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan diri dari akhlaq yang tercela
(akhlaq al-madzmumah) yang membuat dibenci dan dijauhi sesama.

d. Setiap warga Muhammadiyah di mana pun bekerja dan menunaikan tugas maupun
dalam kehidupan sehari-hari harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan korupsi
dan kolusi serta praktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-hak publik dan
membawa kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.

Menurut ajaran syi’ah akhlak termasuk kedalam tasawuf amali. Berbeda dengan tasawuf
falsafi. Tasawuf amali bertujuan untuk meninggikan amalan atau akhlak manusia. Imam
Al Ghazali adalah tokoh dari Tasawuf Amali ini.

Dalam hal ini Imam Ghazali berpendapat bahwa ibadah, harus memiliki makna terdalam,
dan hal ini adalah soal tasawuf. Imam Aghazalli juga berpendapat bahwa ibadah tidak
hanya dilakukan karena ingin memenuhi kebutuhan. Shalat harus dipahmi tujuannya
tersendiri yang paling dalam. Jika tidak tentu tidak akan dapat mencapai tujuan.11

2.1 Akhlak Kepada Allah


Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk Tuhan sebagai khalik.Menurut Prof. Dr. Abudin Nata
lewat bukunya “Akhlak Tasawuf”, sekurang-kurangnya ada empat alasan kenapa manusia
perlu berakhlak kepada Allah. 12

10
Q.S. Al-Bayinah/98: 5, Hadist Nabi riwayat Bukhari-Muslim dari Umar bin Khattab
Finastri Annisa, “Tasawuf Syiah:Pengertian, Konsep, dan Ajarannya,
11

https://dalamislam.com/fatwa-ulama/tasawuf-syiah, 8 September 2019 pukul 23.14


12
Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2010, cet ke-10, hal 149
Pertama, karena Allah-lah yang telah menciptakan manusia. Menciptakan manusia
dari tanah yang kemudian berproses menjadi sempurna di dalam janin.

ٍ ‫س ََللَ ٍة ِم ْن ِط‬
‫ين‬ ِ ْ ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا‬
َ ‫اْل ْن‬
ُ ‫سانَ ِم ْن‬
Artinya: “dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah”.(QS. Al-Mukminun:12)

ْ ُ‫ث ُ َّم َجعَ ْلنَاهُ ن‬


ٍ ‫طفَةً فِي قَ َر ٍار َم ِك‬
‫ين‬
Artinya: “kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim)”.(QS. Al-Mukminun:13)

Kedua, karena Allah telah memberikan perlengkapan pancaindra kepada manusia, berupa
pendengaran, penglihatan, akal pikiran, dan sanubari, disamping anggota badan yang kokoh
dan sempurna kepada manusia. (Q.S. an-Nahl ayat, 16:78)

‫ار‬
َ ‫ص‬َ ‫س ْم َع َو ْاْل َ ْب‬ َ َ‫ون أ ُ َّم َهاتِ ُك ْم ََل ت َ ْعلَ ُمون‬
َّ ‫ش ْيئًا َو َج َع َل لَ ُك ُم ال‬ ِ ‫ط‬ُ ُ‫َّللاُ أ َ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن ب‬ َّ ‫َو‬
َ‫َو ْاْل َ ْفئِدَة َ ۙ لَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬
Artinya: “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur”.

Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan
bagi kelangsungan hidup manusia, baik berasal dari air, udara, tanah, tumbuhan dll. (Q.S. Al-
Jatsiyah, 45:12-13)

ْ َ‫ي ْالفُ ْلكُ فِي ِه ِبأ َ ْم ِر ِه َو ِلت َ ْبتَغُوا ِم ْن ف‬


‫ض ِل ِه َولَ َعلَّ ُك ْم‬ َ ‫س َّخ َر لَ ُك ُم ْالبَ ْح َر ِلت َ ْج ِر‬
َ ‫َّللاُ الَّذِي‬
َّ ۞
َ‫ت َ ْش ُك ُرون‬
Artinya: ”Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar
padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-
mudahan kamu bersyukur”.(QS. Al-Jatsiyah:12)
‫ت ِلقَ ْو ٍم‬ ِ ‫ت َو َما فِي ْاْل َ ْر‬
ٍ ‫ض َج ِميعًا ِم ْنهُ ِإِ َّن فِي َٰذَ ِل َك َآَلَيَا‬ َّ ‫س َّخ َر لَ ُك ْم َما فِي ال‬
ِ ‫س َم َاوا‬ َ ‫َو‬
َ‫ََيتَفَ َّك ُرون‬

Artinya; “dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.(QS. Al-Jatsiyah:13)

Keempat, karena Allah telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuannya


menguasai daratan dan lautan. Liihat (Lihat Q.S. al-Isra, 17:70).

‫ت َوفَض َّْلنَا ُه ْم‬ َّ َ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا َب ِني آدَ َم َو َح َم ْلنَا ُه ْم ِفي ْال َب ِر َو ْال َب ْح ِر َو َرَزَ ْقنَا ُه ْم ِمن‬
ِ ‫الطيِ َبا‬
‫يَل‬ً ‫ض‬ ِ ‫ير ِم َّم ْن َخ َل ْقنَا ت َ ْف‬
ٍ ِ‫َع َلى َكث‬
Artinya: “dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Manusia sebagai bagian terkecil dari ciptaannya, sangat berhutang budi dengan segala
yang hidup di dunia ini. Manusia dilebihkan olehnya berupa akal pikiran dibanding makhluk
lainnya.di samping juga kenikmatan yang diberikan oleh Sang pencipta kepada manusia
tentang hidup ini, kesehatan, perasaan, dan kesenangan yang bermacam-macam.13

Semua kenikmatan tersebut, bukan berarti sang pecipta mempunyai maksud pada
manusia supaya membalas dengan sesuatu, itu tidak, tetapi Allah SWT. Memerintahkan
manusia agar senantiasa beribadah kepadanya

Pokok Ketergantungan manusia adalah ketergantungan Yang Maha Kuasa, Yang Maha
Perkasa, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Sempurna, ialah Allah Rabbul ‘alamin, Allah
Tuhan Maha Esa. Ketergantungan manusia kepada Allah ini, difirmankan Allah :

13
Mustofa,H.A, Akhlak Tasawuf, (Bandung:PUSTAKA SETIA, 1997), P.159
َّ ‫ٱللَّ ُهٱل‬
٢ ُ‫ص َمد‬
Artinya:“Allah tempat meminta segala sesuatu”.(QS. Al-Ikhlas:2)

Kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, tergantung kepada izin dan ridha. Dan untuk
itu Allah memberikan ketentuan-ketentuan agar manusia dapat mencapainya. Maka untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat itu dengan sendirinya kita harus mengikuti ketentuan-
ketentuan dari Allah SWT.

Sungguh tak dapat dihitung dan tak dapat dinilai dengan banyaknya materi. Dan kalau
kita mau menghitungnya, karena terlalu amat sangat banyaknya. Firman Allah Surah An-Nahl
Ayat 18 :

َّ ‫صوه َۗٓا ِِإ َّن‬


ٞ ُ‫ٱّللَ لَغَف‬
١٨ ‫يم‬ٞ ‫ور َّر ِح‬ َّ َ‫َو ِِإن تَعُدُّواْ نِعۡ َمة‬
ُ ‫ٱّللِ ََل ت ُ ۡح‬

Dalam al-qur’anul karim kewajiban manusia ini diformulasikan dengan:

1. Iman
2. Amal Saleh

Sebagaimana tercantum pada firman Allah:

٧ ‫ت أ ُ ْولَئِ َك ُه ۡم خ َۡي ُر ۡٱلبَ ِرَيَّ ِة‬ َّ ‫ِإِنَّٱلَّذَِينَ َءا َمنُواْ َو َع ِملُواْ ٱل‬
ِ ‫ص ِل َح‬

ُ ‫ٱّللُ َع ۡن ُه ۡم َو َر‬
ْ‫ضوا‬ َّ ‫ي‬ ِ ‫ع ۡد ٖن تَ ۡج ِري ِمن تَ ۡح ِت َها ۡٱْل َ ۡن َه ُر َخ ِلدَِينَ فِي َها أَبَدٗ ۖا َّر‬
َ ‫ض‬ َ ُ‫َجزَ ا ُؤ ُه ۡم ِعندَ َر ِب ِه ۡم َجنَّت‬
َ ‫ع ۡنهُ َٰذَ ِل َك ِل َم ۡن َخش‬
٨ ُ‫ِي َربَّهۥ‬ َ

Artinya:“sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk. Balasan mereka disisi tuhan mereka adalah surga ‘Adn yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai; mereka di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang
takut kepada tuhannya”. (QS. Al-bayyinah 7-8)

Beriman dan beramal shaleh itu dalam istilah lain disebut taqwa, yang diperintahkan Allah
kepada hamba-Nya, sebagaimana firman Allah :
١٠٢ َ‫ٱّللَ َح َّق تُقَاتِ ِهۦ َو ََل ت َ ُموت ُ َّن ِِإ ََّل َوأَنتُم ُّم ۡس ِل ُمون‬
َّ ْ‫َيَأََيُّ َهاٱلَّذَِينَ َءا َمنُواْ ٱتَّقُوا‬

Artinya:

“Hai orang-orang yyang beriman, bertakwalah kalian kepada allah sebenar-benarnya takwa
kepada-Nya; dan janganlah kamu sekali-kali mati melainkan dalam keadaan beragama
islam”. (QS Ali-Imran 102)14

Akan di kemukakan beberapa akhlak kepada Allah SWT, secara lebih rinci yaitu:

1. Mensucikan Allah dan memuji-Nya, Q.S.Al-Isra’: 44.

َ‫س ِب ُح ِب َح ۡم ِد ِۦه َولَ ِكن ََّل ت َ ۡف َق ُهون‬ ُ ‫س ۡب ُع َو ۡٱْل َ ۡر‬


َ ُ‫ض َو َمن ِفي ِه َّن َو ِِإن ِمن ش َۡيءٍ ِِإ ََّل َي‬ َّ ‫س ِب ُح لَهُ ٱل‬
َّ ‫س َم َوتُٱل‬ َ ُ‫ت‬
ٗ ُ‫ت َ ۡس ِبي َح ُه ۡم ِِإنَّهۥُ َكانَ َح ِلي ًما َغف‬
٤٤ ‫ورا‬

Artinya: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.
Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak
mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”

2. Bertawaakkal, berserah diri, kepada Allah. Dalam Al-Qur’an perintah tawakkal kepada
Allah terulang dalam bentuk tunggal sebanyak sembilan kali dan bentuk jamak sebanyak
dua kali. Semua didahului oleh perintah untuk melakukan sesuatu. Dalam konteks tawakkal
kepada Allah, manusia harus mempercayakan diri kepada-Nya dalam melaksanakan sesuatu
pekerjan yang telah direncanakan secara matang dan mantap. (Q.S Al-Anfal ayat 61).

٦١ ‫س ِميعُ ۡٱل َع ِلي ُم‬ َّ ‫علَى‬


َّ ‫ٱّللِ ِِإنَّۥهُ ُه َو ٱل‬ ۡ َ‫س ۡل ِم ف‬
َ ‫ٱجن َۡح لَ َها َوتَ َو َّك ۡل‬ َّ ‫۞و ِِإن َج َن ُحواْ ِلل‬
َ
3. Berbaik sangka kepada Allah, bahwa yang datang dari Allah kepada makhluknya hanya
kebaikan, Q.S. An-Nisa’: 79.

ٗ ‫س‬
‫وَل َو َك َفى‬ ِ َّ‫س ۡلنَ َك ِللن‬
ُ ‫اِس َر‬ َ ‫س ِيئ َ ٖة فَ ِمن نَّ ۡفس‬
َ ‫ِك َوأ َ ۡر‬ َ َ ‫ٱّللِ َو َما أ‬
َ ‫صابَ َك ِمن‬ َ َ ‫َّما أ‬
َ ‫صابَ َك ِم ۡن َح‬
ۖ َّ َ‫سن َٖة فَ ِمن‬
٧٩ ‫ش ِهيدٗ ا‬ َّ ‫ِب‬
َ ِ‫ٱّلل‬

14
Mustofa,H.A, Akhlak Tasawuf, (Bandung:PUSTAKA SETIA, 1997), P.159
Artinya: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada
segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”.

4. Beribadah hanya kepada Allah, Q.S. Al-An’am: 162.

١٦٢ َ‫ِّب ۡٱلعَلَ ِمين‬ َ َ‫س ِكي َو َم ۡحي‬


ِ َّ ِ ‫اي َو َم َماتِي‬
ِ ‫ّلل َر‬ َ ‫قُ ۡل ِِإ َّن‬
ُ ُ‫ص ََل ِتي َون‬

Artinya: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku


hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

5. Berdo’a khusus kepada Allah, Berdo’a artinya meminta sesuatu kepada Sang Pencipta, agar
apa yang diupayakan atau sesuatu yang diinginkan tercapai. Adapun diantara syarat-syarat
diijabahnya do’a seseorang oleh Allah sebagai berikut; bersungguh dalam memanjatkan
do’a; penuh keyakinan do’anya diterima; berdo’a khusyuk, memohon yang masuk akal,
dilakukan secara ikhlas, menjauhkan diri dari segala hal yang dilarang oleh Allah.

6. Zikrullah, yaitu ingat kepada Allah. Dalam Islam, manusia diperintahkan untuk selalu ingat
kepada Allah baik waktu lapang maupun waktu sempit, baik waktu sendirian maupun waktu
bersama-sama, baik waktu sehat maupun waktu sakit, Zikir yang disuruh dalam Islam tidak
terbatas jumlahnya atau zikir yang sebanyak-banyaknya. Menurut Ibn Atha’, zikir itu dapat
dibagi kepada tiga bagian/bentuk, yaitu zikir jail, mengingat Allah dalam bentuk ucapan
lisan yang mengandung arti pujian, syukur dan do’a kepada Allah.yang lebih menampakkan
suara jelas untuk menuntun gerak hati, misalnya dengan membaca kalimat tahlil, tahmid,
takbir dan tasybih. Kedua, zikir Kafi, zikir yang dilakukan secara khusyuk,oleh ingatan
hati, baik lisan maupun tidak. Ketiga, zikir haqiqi, yaitu tingkatan zikir yang paling tinggi
yang dilakukan oleh seluruh jiwa dan raga, lahiriah dan batiniah, kapan dan dimana saja,
dengan memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah dan
mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.15

7. Bersyukur kepada Allah, yaitu menyadari bahwa segala nikmat yang ada merupakan karunia
Allah dan anugerah dari Allah semata. Sehingga, kalau manusia mendapatkan nikmat, maka

15
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya. 9Dahlan, Abdul Aziz, dkk (eds), Ensiklopedi Hukum Islam.
Vol. 6 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1997), h. 2016.
pergunakan sesuai dengan yang diperintahkan Allah.16 Adapun syukur itu dapat
dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu

-Pertama, syukur dengan hati, yaitu manusia harus menyadari dengan kesadaran mendalam
bahwa seluruh nikmat datangnya dari Allah, seraya memuji kebesaran Allah
dengan hatinya.

- Kedua, syukur dengan lisan, yaitu dengan cara beramal shaleh, sesuai dengan Firman-Nya,
Q.S. An-Nahl: 53.

َّ ‫ٱّلل ث ُ َّم ِِإَٰذَا َم‬


٥٣ َ‫س ُك ُم ٱلض ُُّّر فَإِلَ ۡي ِه ت َ ۡج ُرون‬ ِ ۖ َّ َ‫َو َما بِ ُكم ِمن ِنعۡ َم ٖة فَ ِمن‬

8. Bertaqwa kepada Allah

Maksudya adalah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk dapat melaksanakan apa-
apa yang telah Allah perintahkan dan meninggalkan apa-apa yang dilarang-Nya.

a) Hakekat taqwa dan kriteria orang bertaqwa


Bila ajaran Islam dibagi menjadi Iman, Islam, dan Ihsan, maka pada hakikatnya taqwa
adalah integralisasi ketiga dimensi tersebut. Dalam surah Al- Baqarah ayat 2-4
disebutkan empat kriteria orang- orang yang bertaqwa, yaitu:
1). Beriman kepada yang ghoib,
2). Mendirikan sholat,
3). Menafkahkan sebagian rizki yang diterima dari Allah,
4). Beriman dengan kitab suci Al- Qur’an dan kitab- kitab sebelumnya dan
5). Beriman dengan hari akhir.
Dalam dua ayat ini taqwa dicirikan dengan iman (no.1,4 dan 5), Islam (no.2), dan ihsan
(no.3).

Sementara itu dalam surah Ali Imron 134-135 disebutkan empat diantara ciri- ciri orang
yang bertaqwa, yakni:
1). Dermawan ( menafkahkan hartanya baik waktu lapang maupun sempit),
2). Mampu menahan marah,
3). Pemaaf dan

16
departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya. 9Dahlan, Abdul Aziz, dkk (eds), Ensiklopedi Hukum Islam.
Vol. 6 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1997), h. 2016.
4). Istighfar dan taubat dari kesalahan- kesalahannya.
Dalam dua ayat ini taqwa dicirikan dengan aspek ihsan.

b) Buah dari taqwa


1. Mendapatkan sikap furqan yaitu tegas membedakan antara hak dan batil (Al- anfal
: 29)
2. Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan (At-thalaq : 2)
3. Mendapat rezeki yang tidak diduga- duga (At-thalaq : 3)
4. Mendapat limpahan berkah dari langit dan bumi (Al- A’raf : 96)
5. Mendapatkan kemudahan dalam urusannya (At-thalaq : 4)
6. Menerima penghapusan dosa dan pengampunan dosa serta mendapat pahala besar
(Al- anfal : 29 & Al- anfal : 5)17.

9. Beribadah kepada Allah

Allah berfirman dalam Surah Al- An’am : 162 yang artinya :”Sesungguhnya sholatku,
ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

Dapat juga dilihat dalam Surah Al- Mu’min : 11 & 65 dan Al- Bayyinah : 7-8.18

10. Taubat

Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan
lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itu, ketika kita
sedang terjerumus dalam kelupaan sehingga berbuat kemaksiatan, hendaklah segera
bertaubat kepada-Nya. Hal ini dijelaskan dalam Surah Ali-Imron : 135.

11. Membaca Al-Qur’an

Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering


menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin yang mencintai Allah, tentulah ia akan
selalu menyebut asma-Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firman-Nya.

17
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, hal. 18-24.
18
Ibid.1
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW berkata yang artinya : “Bacalah Al-Qur’an,
karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafaat dihari kiamat kepada
para pembacanya”.

12. Ikhlas

Secara terminologis yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal semata-mata


mengharapkan ridha Allah SWT. Dalam bahasa populernya ikhlas adalah berbuat
tanpa pamrih, hanya semata-mata karena Allah SWT.

a.Tiga unsur keikhlasan:

1. Niat yang ikhlas ( semata-semata hanya mencari ridho Allah )

2. Beramal dengan tulus dan sebaik-baiknya

Setelah memiliki niat yang ikhlas, seorang muslim yang mengaku ikhlas melakukan
sesuatu harus membuktikannya dengan melakukan perbuatan itu dengan sebaik-
baiknya.

b. Keutamaan Ikhlas19
Hanya dengan ikhlas, semua amal ibadah kita akan diterima oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :”Selamatlah para mukhlisin. Yaitu orang-
orang yang bila hadir tidak dikenal, bila tidak hadir tidak dicari- cari. Mereka pelita
hidayah, mereka selalu selamat dari fitnah kegelapan…”( HR. Baihaqi ).

13. Khauf dan Raja’

Khauf dan Raja’ atau takut dan harap adalah sepasang sikap batin yang harus dimiliki
secara seimbang oleh setiap muslim. Khauf didahulukan dari raja’ karena khauf dari bab
takhalliyyah (mengosongkan hati dari segala sifat jelek), sedangkan raja’ dari bab
tahalliyah (menghias hati dengan sifat-sifat yang baik). Takhalliyyah menuntut tarku al-

19
Ibid 2
mukhalafah (meninggalkan segala pelanggaran), dan tahalliyyah mendorong seseorang
untuk beramal.

2.2 Akhlak Kepada Rasulullah

Mencintai dan memuliakan Rasulullah SAW.Pertama-tama wajib bagi setiap hambanya


mencintai Allah SWT, dan ini merupakan bentuk ibadah yang paling agung. Allah berfirman
dalam Surat Al-Baqarah ayat: 165,

‫ّللِ َولَ ۡو َيَ َرى‬ َ َ ‫ٱّللِ َوٱلَّذَِينَ َءا َمنُواْ أ‬


ٓۗ َّ ِ ‫شدُّ ُح ٗبا‬ ِ ‫ٱّللِ أَندَادٗ ا َي ُِحبُّو َن ُه ۡم َك ُح‬
ۖ َّ ‫ب‬ ِ ‫اِس َمن َيَت َّ ِخذ ُ ِمن د‬
َّ ‫ُون‬ ِ َّ‫َو ِمنَٱلن‬
ِ ‫شدَِيد ُ ۡٱل َعذَا‬
١٦٥ ‫ِّب‬ َّ ‫اِّب أ َ َّن ۡٱلقُ َّوة َ ِ َّّللِ َج ِمي ٗعا َوأ َ َّن‬
َ َ‫ٱّلل‬ َ َ‫ظلَ ُمواْ ِِإ َٰۡذ َيَ َر ۡونَ ۡٱل َعذ‬
َ َ‫ٱلَّذَِين‬

Terjemahnya: “dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-


tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-
orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya
(niscaya mereka menyesal)”(165). Karena dialah Rabb yang memberi anugerah kepada
segenap hamba-Nya dengan berbagai nikmat, baik lahir maupun batin.

Selanjutnya, setelah mencintai Allah SWT, kita wajib pula mencintai Rasul-Nya, Muhammad
sallallahu alaihi wa sallam; sebab beliau adalah orang yang menyeru Kepada Allah, yang
mengenalkan kepadaNya, menyampaikan syari’atNya, dan yang menjelaskan hukum-
hukumNya. Karena itu, kebaikannya yang diperoleh kaum mukmin, baik dunia maupun
akhirat, adalah dari usaha Rasulullahu alaihi wa sallam. “Dan tidaklah seseorang masuk surga
kecuali mentaati dan mengikutinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Dalam suatu hadits disebutkan bahwa ada tiga (3) perkara yang jika seseorang
memilikinya akan merasakan manisnya iman, yaitu bila Allah dan RasulNya lebih ia cintai
daripada selain keduanya, dan tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah serta benci
kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya daripadanya, sebagaimana ia
benci untuk dilemparkan ke Neraka.” (Muttafakun Alaih).
Maka mencintai Rasul berarti mencintai Allah, bahkan suatu keharusan dalam
mencintai Allah serta ia memiliki kedudukan kedua setelah mencintai-Nya.20wajibnya
mendahulukan kecintaan kepadanya dari pada kecintaan kepada yang lain selain Allah.
Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari iman. Semua orang Islam
mengimani bahwa Rasulullah adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Makna mengimani ajaran
Rasulullah SAW adalah menjalankan ajarannya, mentaati perintahnya dan berhukum
dengannya.Ahlus sunnah mencintai Rasulullah SAW dan mengagungkannya sebagaimana
para sahabat beliau mencintai beliau lebih dari kecintaan mereka kepada diri mereka sendiri
dan keluarga mereka, sebagimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya, “Tidak beriman salah
seorang diantara kamu, sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri, orang
tuanya, anaknya dan manusia semuanya.” (HR. Bukhari Muslim).

MENTAATI DAN MENELADANI RASULULLAH SAW.

Kita wajib mentaati Nabi SAW. Dengan menjalankan apa yang diperintahkannya dan
meninggalkan apa yang yang dilarangnya . Hal ini merupakan konsekuensi dari syahadat
(kesaksian) bahwa beliau adalah utusan Allah SWT. Dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah
memerintahkan kita untuk mentaati Rasulullah saw. Di antaranya ada yang diikuti dengan
perintah ta’at kepada Allah. Sebagaimana firman Allah surat An-Nisa’ ayat 59

َ ‫سو َل َوأ ُ ْو ِلي ۡٱْل َ ۡم ِر ِمن ُك ۡ ۖم فَإِن تَنَزَ ۡعت ُ ۡم فِي‬


ُ‫ش ۡي ٖء فَ ُردُّوه‬ ُ ‫ٱلر‬ َّ ْ‫ٱّللَ َوأ َ ِطيعُوا‬
َّ ْ‫ََيأََيُّ َهاٱلَّذَِينَ َءا َمنُواْ أ َ ِطيعُوا‬
٥٩ ‫ر َوأَ ۡح َس ُن تَ ۡأ ِو ًَيَل‬ٞ ‫ٱّللِ َو ۡٱليَ ۡو ِم ۡٱْل ِخ ِر َٰذَ ِل َك خ َۡي‬
َّ ِ‫سو ِل ِإِن ُكنت ُ ۡم ت ُ ۡؤ ِمنُونَ ب‬
ُ ‫ٱلر‬ َّ ‫ِإِلَى‬
َّ ‫ٱّللِ َو‬

Terjemahnya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
Ulil Amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya”.

Jadi, jelaslah bagi kita bahwa tidak ada dosa yang tidak terampuni kalau kita memohon
kepada Allah SWT dan tidak ada kata terlambat untuk bertaubat sebelum nyawa sampai
ditenggorokan.Oleh sebab itu, bersegeralah bertaubat sebelum maut datang menjemput yang

20
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. 5Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya.
6Fauzan, Abdullah, Kitab Tauhid, Cet. III. Terj. oleh Ainul Haris Arifin (Jakarta: Darul Haq, 1999), h. 97.
kita tidak ketahui kapan datangnya dan dimana tempatnya. Karena mencintai dan memuliakan
Rasulullah SAW, bagi setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah SWT, tentulah harus
beriman bahwa Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasulullah yang terakhir, penutup para
Nabi dan Rasul. Tidak ada lagi nabi apalagi rasul sesudah beliau. Al-Qur’an surat Al-Ahzab :
40,

َّ َ‫ٱّللِ َوخَات َ َم ٱلنَّ ِب ِيۧ ۗٓنَ َو َكان‬


َ ٍ‫ٱّللُ بِ ُك ِل ش َۡيء‬
٤٠ ‫ع ِل ٗيما‬ ُ ‫َّما َكانَ ُم َح َّمد ٌ أَبَا أ َ َح ٖد ِمن ِر َجا ِل ُك ۡم َولَ ِكن َّر‬
َّ ‫سو َل‬

Terjemahnya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu., tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha
mengetahui segala sesuatu”. Maksudnya, Muhammad SAW bukanlah ayah dari salah seorang
sahabat. Karena itu, janda milik Zaid dapat dikawini oleh Rasulullah.21Beliau diutus oleh
Allah SWT untuk seluruh umat manusia sampai hari kiamat nanti sebagai rahmat bagi alam
semesta, Q.S.Al-Anbiya’: 107 mengatakan:

١٠٧ َ‫س ۡلنَ َك ِِإ ََّل َر ۡح َم ٗة ِل ۡل َعلَ ِمين‬


َ ‫َو َما أ َ ۡر‬

Artinya: “dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam”. Nabi Muhammad SAW telah berjuang selama lebih kurang 23 tahun membawa umat
manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Beliau sangat berjasa
dalam membebaskan umat manusia dari belenggu kemusyrikan, kekufuran dan kebodohan.
Berbagai penderitaan beliau alami dalam perjuangan itu, dihina, dikatakan gila, tukang sihir,
tukang tenung, penyair, disakiti, diusir, dan hendak dibunuh. Tetapi, semua itu tidak sedikitpun
menyurutkan hati beliau untuk tetap berjuang membebaskan umat manusia . Nabi sangat
mencintai umatnya. Beliau hidup dan bergaul serta dapat merasakan denyut nadi mereka.
Beliau sangat menyayangi umatnya. Beliau ikut menderita dengan penderitaan umat dan
sangat menginginkan kebaikan untuk mereka. Tentang sikap beliau ini, Allah SWT berfirman
dalam (Q.S. At-Taubah: 128).

ٞ ‫علَ ۡي ُكم ِب ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ َر ُء‬


١٢٨ ‫يم‬ٞ ‫وف َّر ِح‬ ٌ ‫علَ ۡي ِه َما َعنِت ُّ ۡم َح ِر‬
َ ‫َيص‬ َ ‫ول ِم ۡن أَنفُ ِس ُك ۡم‬
ٌ ‫ع ِز‬
َ ‫َيز‬ ٞ ‫س‬ُ ‫لَقَ ۡد َجا َء ُك ۡم َر‬

21
Kasmuri, Selamat, Akhlak Tasawuf (t.t: t.th), h. 73-76. 13Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.
14 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Terjemahnya: ”Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”.

Sebagaimana yang diriwayatkan mengenai perilaku rasulullah SAW, bahwa baginda


tidak pernah sama sekali memukul seorang pun dengan tangannya, melainkan dipukulnya
karena fi-sabilillah Ta’ala. Baginda juga tidak pernah menyimpan dendam karena sesuatu yang
dilakukan terhadap dirinya. Melainkan melihat kehormatan Allah SWT. Jika baginda memilih
antara dua perkara, tanpa ragu-ragu lagi baginda akan memilih yang paling ringan dan mudah
antara keduanya, kecuali jika pada perkara itu ada dosa, ataupun akan menyebabkan
terputusnya hubungan silaturrahim, maka baginda akan menjdi orang yang paling jauh sekali
darinya.

Tiada pernah seseorang yang pernah datang kepada nabi SAW. Baik mereka merdeka
atau hamba sahaya ( hamba sahaya perempuan ) mengadukan keperluannya, melainkan
baginda akan memenuhi hajat masing-masing. Anas r.a berkata : demi dzat yang mengutusnya
dengan kebenaran. Ia ( nabi ) tiada pernah berkata padaku dalam perkara yang tiada
diinginkanya, mengapa engkau lakukan itu. Dan apabila istri-istri memarahiku atau sesuatu
yang aku lakukan, maka ia berkata kepada mereka: biarakanlah si Ana situ, dan jangan
dimarahi, sebenarnya tiap-tiap sesuatu itu berlaku menurut ketentuan dan kadar.

Temasuk ahklaknya yang mulia, ia memulai member salam kepada siapasaja yang bdi
temuinya. Jika ada orang yang mengasarinya karena sesuatu keperluan, ia menyebarkannya
sehingga ornag itu memalingkan muka daripada baginda, bila berjumpa salah seorang
sahabatnya, segera dia akan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Baginda tidak pernah
bangun atau duduk, melainkan lidahnya senantiasa menyebut nama Allah SWT. Sering kali
bila sedang sembahnyang. Lalu ada tamu yang datang karena sesuatu keperluan, maka
segeralah meringkaskan sembahnyangnya untuk menyambut tadi.

Bila baginda berada didalam suatu majelis antara para sahabatnya maka tidak pernah
di khususkan satu tempat baginya, melainkan dimana saja sesuai baginda datang di sutulah dia
akan duduk. Baginda rasulullah SAW adalah seorang yang amat jarang marahnya, teapi jika ia
marah segera ingat dengan Allah SWT.
Baginda adalah orang yang paling banyak memberikan manfaat kepada seluruh
manusia. Rasulullah saw adalah seorang yang amat lapang dada dan suka memaafkan orang
lain meskipun banginda mampu membalas dendam. Dalam peristiwa-peristiwa yang lain
banyak sekali parah sabat meminta izin membunuh orang-orang yang berbuat jahat kepada
dirinya, rasul tidak setujuh dan melarannya. Beliau bersabda:

“Jangan sampai ada seorang dari kamu yang menyampaikan sesuatu berita tentang
seorang dari sahabtku, sesungguhnya aku ingin keluar kepadamu sedangkan aku dalam
keadaan berlapan dada”. Rasulullah saw adalah seorang yang berwatak lemah lemah lembut
pada segala hal, lemah lembut laihr dan batin.

Sering sekali rasulullah bersikap merendah diri memperkecil kedudukannya, rasulullah


senantiasa memohon kepada Allah swt agar memperhiaskan dirrinya dengan tata sopan yang
mulian dan budi pekrti yang luhur, Allah swt berfirman “ jadilah engkau pemaaf dan surulah
ornag mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh” (QS.
Al-A’raf; 199).

Alquran juga mendidik baginda supaya melaksanakan keadilan, melakukan kebaikan


terhadap orang banyak, ingat kepada kaum kerabat, melarang para kaum kerabat, segala macam
kemungkaran, dan kekejihan. Firman Allah swt : “Seungguhnya Allah menyuruh” (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, member kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan kejih, kemungkaran dan permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengabil pelajaran’ (QS. An-Nahl : 90).

Penerapan Akhlak kepada Rasulullah bisa melalui cara-cara berikut :

 Adab Shalawat dan Salam kepada Rasulullah


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia, yang
artinya,“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai, orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya.” (Qs. Al-Ahzaab: 56)

َ ‫صلُّوا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
‫س ِل ُموا ت َ ْس ِلي ًما‬ َ ‫علَى النَّ ِبي ِ ۚ َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا‬
َ َ‫صلُّون‬
َ ُ‫َّللا َو َم ََل ِئ َكتَهُ ي‬
َ َّ ‫ِإ َّن‬

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi
wa sallam, baik di masa hidup maupun sepeninggal beliau. Allah Subhanahu wa
Ta’ala menyebutkan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi-Nya dan
membersihkan beliau dari tindakan atau pikiran jahat orang-orang yang berinteraksi
dengan beliau.Yang dimaksud shalawat Allah adalah puji-pujian-Nya kepada Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan yang dimaksud shalawat para malaikat adalah do’a dan istighfar. Sedangkan
yang dimaksud shalawat dari ummat beliau adalah do’a dan mengagungkan perintah
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam kitab
Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin Bab Shalawat Kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Dalam sebuah riwayat dari Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib disebutkan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
“Orang yang bakhil (kikir/pelit) itu ialah orang yang (apabila) namaku disebut
disisinya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal no. 1736, dengan sanad shahih)

Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali mengatakan bahwa disunnahkan bagi para penulis
agar menulis shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara utuh, tidak
disingkat (seperti SAW, penyingkatan dalam bahasa Indonesia – pent) setiap kali
menulis nama beliau.

Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat juga mengatakan dalam kitab Sifat Shalawat
dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa disukai apabila
seseorang menulis nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bershalawatlah
dengan lisan dan tulisan.

Ketahuilah saudariku, shalawat ummat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


adalah bentuk dari sebuah do’a. Demikian pula dengan makna salam kita kepada
sesama muslim. Dan do’a merupakan bagian dari ibadah. Dan tidaklah ibadah itu
akan mendatangkan sesuatu selain pahala dari Allah Jalla wa ‘Ala. Maka apakah kita
akan berlaku kikir dalam beribadah dengan menyingkat salam dan shalawat, terutama
kepada kekasih Allah yang telah mengajarkan kita berbagai ilmu tentang dien ini?
 Adab dalam berdzikir.
Berdzikir memiliki adab-adab yang perlu diperhatikan dan diamalkan, diantaranya:
1. Ikhlas dalam berdzikir mengharap ridho Allah.
Berdzikir dengan dzikir dan wirid yang telah dicontohkan Rasululloh, karena
dzikir adalah ibadah. Telah lalu penjelasan Ibnu Taimiyah tentang hal
tersebut.Memahami makna dan penunjukkannya dan khusu’ dalam
melakukannya.
Ibnul Qayim berkata: ‘Dzikir yang paling utama dan manfaat adalah yang sesuai
lisan dengan hati dan merupakan dzikir yang telah dicontohkan Rasululloh serta
orang yang berdzikir memahami makna dan tujuan kandungannya [Dinukil
dari Fiqh Al Ad’iyah wal Azkar hal. 9]

Memperhatikan tujuh adab yang telah dijelaskan Allah dalam firmanNya:

َ ‫عا َو ِخيفَةً َودُونَ ْال َج ْه ِر ِمنَ ْالقَ ْو ِل ِب ْالغُد ُِو َو ْاْل‬


‫صا ِل‬ َ َ‫َوا ْذ ُك ْر َرب ََّك فِي نَ ْف ِس َك ت‬
ً ‫ض ُّر‬
َ‫َو ََل ت َ ُك ْن ِمنَ ْالغَافِلِين‬

Artinya: “Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri
dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang,
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Surat Al A’raf:205)

Ayat yang mulia ini menunjukkan tujuh adab penting dalam berdzikir, yaitu:

a. Dzikir dilakukan dalam hati, karena hal itu lebih dekat kepada ikhlash.
b. Dilakukan dengan merendahkan diri agar terwujud sikap penyembahan yang
sempurna kepada Allah.

2. Dilakukan dengan rasa takut dari siksaan Allah akibat kelalaian dalam beramal
dan tidak diterimanay dzikir tersebut. Oleh karena itulah Allah mensifati kaum
mukminin dengan firmanNya:

ِ ‫َوالَّذِينَ يُؤْ تُونَ َما آت َ ْوا َوقُلُوبُ ُه ْم َو ِجلَةٌ أَنَّ ُه ْم ِإلَ ٰى َر ِب ِه ْم َر‬
َ‫اجعُون‬
Artinya: “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan,
dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan
kembali kepada Rabb mereka.” (Surat Al Mu’minun:60)

3. Dilakukan tanpa mengeraskan suara, karena hal itu lebih dekat kepada tafakkur
yang baik.
4. Dilakukan dengan lisan dan hati.
5. Dilakukan diwaktu pagi dan petang. Memang dua waktu ini memiliki
keistimewaan, sehingga Allah sebut dalam ayat ini, ditambah lagi keistimewaan
lainnya yaitu keistimewaan yang disampaikan rasulullah dalam sabdanya:
ْ َ‫ص ََلةِ ْالع‬
‫ص ِر‬ َ ‫ص ََلةِ ْالفَجْ ِر َو‬ َ ‫ار َوَيَجْ ت َِمعُونَ فِي‬ ِ ‫َيَتَعَاقَبُونَ فِي ُك ْم َم ََلئِ َكةٌ بِاللَّ ْي ِل َو َم ََلئِ َكةٌ بِالنَّ َه‬
َ ‫ث ُ َّم َيَ ْع ُر ُج الَّذَِينَ بَاتُوا فِي ُك ْم فَيَسْأَلُ ُه ْم َربُّ ُه ْم َو ُه َو أ َ ْعلَ ُم بِ ِه ْم َكي‬
‫ْف ت ََر ْكت ُ ْم ِعبَادِي فَيَقُولُونَ ت ََر ْكنَا ُه ْم‬
َ‫صلُّون‬
َ ُ‫صلُّونَ َوأَت َ ْينَا ُه ْم َو ُه ْم َي‬
َ ُ‫َو ُه ْم َي‬
Artinya: “Bergantian pada kalian malaikat di malam dan malaikat di waktu
siang. Mereka berjumpa diwaktu sholat fajr dan ashr kemudian naiklah malaikat
yang mendatangi kalian dan Rabb merreka menanyakan mereka dan Allah lebih
tahu dengan mereka: “Bagaimana keadaan hambaKu ketika kamu tinggalkan?”
mereka menjawab: ‘Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat dan kami
datangi mereka dalam keadaan sholat”

 Adab –Adab Shalat

Sebagai seorang muslim, wajiblah ia menjalankan rukun islam yang lima itu.
Salah satunya yakni mendirikan shalat. Ibadah ini merupakan ibadah harian yang
didirikan oleh setiap muslim sebagai fasilitas menghadap Allah SWT dengan syarat dan
rukun tertentu. Baik ia dalam keadaan sehat maupun sakit, menetap atau bepergian. Jika
tidak didirikan tanpa adanya udzur, tentu dapat dikatakan ada sesuatu yang salah
dengan ruhani muslim tersebut.

‫صَلَََ ة ُ ِع َماد ُ ال ِدَيْن‬


َّ ‫ال‬
Selain syarat dan rukun tertentu, dalam pengerjaan ibadah shalat patut juga
diperhatikan adab-adab saat shalat. Pentingnya adab-adab shalat ini membantu muslim
untuk lebih khusyu’ dalam mendirikan shalat dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya.
Di antara sekian banyak adab, di bawah ini merupakan beberapa adab shalat munfarid
(sendiri) antara lain,

1. Menghadaplah kepada-Nya dengan kondisi terbaikmu


Bersihkanlah kotoran yang ada di badan, pakaian, dan tempat shalatmu.
Sucikanlah dirimu dari segala hadats kemudian tutuplah auratmu dengan sempurna.
Berdirilah menghadap kiblat, renggangkanlah kedua telapak kakimu, kemudian bacalah
surat An-Naas sebagai bentuk doa untuk melindungi diri dari godaan setan.

2. Hadirkan hatimu dalam keadaan tenang dan khusyu’


Jauhkanlah hatimu dari keadaan lalai, kosongkan hatimu dari urusan duniawi
serta keinginan-keinginan yang buruk. Penuhilah hatimu dengan urusan-urusan akhirat
seperti surga dan neraka. Beribadahlah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya.
Jika engkau tidak bisa, maka sesungguhnya Allah melihat-Mu.

Tiang shalat adalah khusyu’ dan kehadiran hati disertai bacaan dan dzikir. Sesung-
guhnya Allah menerima shalat seorang muslim sesuai dengan kadar kekhusyu’an,
ketun-dukan, dan kerendahan diri serta doanya yang tulus. Selain itu, menjauhkan hati
dari sifat riya’ juga merupakan hal yang utama dalam adab-adab shalat.22

Rasulullah saw bersabda:

‫اعبد هللا كانك تراه وان لم تكن تراه فانه َيراك‬

“Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya,


maka Dia melihatmu.”

Hadits ini mengisyaratkan adanya dua tingkatan kehadiran hati. Tingkat yang
tertinggi adalah orang yang beribadah dapat menyaksikan keindahan Sang

22Nawawi, Muhammad Al Jawi. (2000). Maraqil Ubudiayh: Syarah Bidayah al-Hidayah. (Terj. Zaid
Husein Al-Hamid). Surabaya: Mutiara Ilmu.
Mahaindah, tenggelam dalam tajalli Sang Kekasih, sehingga telinga hatinya tuli dari
segala maujud yang lain, mata hatinya melihat keindahan murni Sang Mahaagung,
sehingga tidak melihat selain-Nya, konsentrasi sepenuhnya pada Yang Mahahadir
sehingga dia tidak merasakan kehadiran dirinya dan tempat kehadirannya.

Tingkat yang di bawahnya adalah tingkat pelaku ibadah yang merasakan


kehadiran dirinya di hadapan kehadiran Tuhan, tapi dia menjaga adab kehadiran dan
tempat kehadirannya.Rasulullah saw menerangkan bahwa jika engkau mampu, jadilah
orang yang meraih tingkatan pertama dan laksanakanlah ibadah dengan cara seperti
itu.

Jika tidak, maka janganlah engkaulupa, bahwa pada saat beribadah, engkau
hadir di hadapan Tuhan, dan kehadiran ini menuntut adab. Melalaikan adab ini sama
dengan menjauhi keyakinan akan kehambaan dirimu di hadapan Tuhan.

Diceritakan di dalam hadits dari Ali bin Husain bahwa beliau mendirikan shalat, lalu
sorbannya jatuh dari pundaknya, dan beliau tidak mengambil sorban itu sampai
shalatnya selesai. Beliau ditanya tentang hal itu. Beliau menjawab:

‫وَيحك اتدري بين َيدي من كنت‬

“Celakalah engkau, tahukah engkau di hadapan Siapa aku tadi?”

Diriwayatkan dari Rasulullah saw:

‫ان الرجلين من امتي ليقومان الى الصَلة وكوعهما وسجودهما واحد وان بين صَلتهما ما بين السماء واَلرض‬

“Dua orang dari umatku mengerjakan shalat. Ruku dan sujud mereka sama. Tapi,
perbedaan shalat mereka seperti jarak antara langit dengan bumi.”

Dalam hadits lain:

‫من صلى ركعتين لم َيحدث نفسه بشيء من الدنيا غفر هللا له َٰذنوبه‬

“Orang yang shalat dua rakaat dalam keadaan tidak membisikkan kepada dirinya
dengan sesuatu dari urusan dunia, Allah mengampuni dosa-dosanya.”

Dalam hadits lain:


‫اَٰذا قام العبد المؤمن في صَلته نظر هللا اليه حتى َينصرف واظلته الرحمة من فوق رأسه الى افق السماء والمَلئمة تحفه‬
‫الى افق السماء ووكل هللا به ملكا قائما على رأسه َيقول‬: ‫اَيها المصلى لو تعلم من َينظر اليك ومن تناجي مالتفت وَل َزلت‬
‫في موضعك ابدا‬

“Jika seorang mukmin mendirikan shalat, maka Allah memperhatikannya sampai dia
selesai. Rahmat menaunginya dari atas kepalanya hingga ke ufuq langit. Malaikat
menaunginya di sekitarnya sampai ke ufuq langit. Allah memerintahkan malaikat
berdiri di hadapannya dan berkata, ‘Wahai orang yang sedang shalat, jika engkau
tahu Siapa yang memperhatikanmu, maka engkau tidak akan mengalihkan perhatian
dan engkau tidak akan berpaling dari tempatmu selama-lamanya”.23

Bagi seorang mukmin, sudah seharusnya dan sepantasnya kita mencintai beliau
melebihi cinta kita kepada siapapun selain Allah SWT. Bila iman kita tulus, lahir dari lubuk
hati yang paling dalam, tentulah kita akan mencintai beliau, karena cinta itulah yang
membuktikan kita betul-betul beriman atau tidak kepada beliau.

Sedangkan, berakhlak kepada Rasul-Nya pada intinya adalah sejauh mana manusia mau
mengikuti tuntunan beliau sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Semakin
manusia mendekatkan dirinya kepada Allah dengan jalan mengikuti perintah dan menjauhi
larangan-Nya, berarti semakin kuat bukti manusia berakhlak kepada Rasul-Nya.

Begitu pula sebaliknya, semakin jauh manusia dari Al-Qur’an dan Sunnah, berarti
semakin tidak mengikuti tuntunan Nabi SAW, yang berarti semakin tidak berakhlak kepada
Rasulullah SAW.

Berikut akan dikemukakan secara lebih spesifik akhlak kepada Rasul yaitu :

- Membenarkan apa yang disampaikan (dikabarkannya).

- Ramah, Suka Mengalah, dan menahan amarah.24

- Mengikuti syari’atnya.

23
Khomeini Imam, Kitab Adab Shalat karya, http://af4machtum.wordpress.com/2010/05/01/
24
Altha, Abdul Qadir Ahmad Syamsudin TU : Adabun Nabi : Akhlak Rasulullah SAW/
Abdul Qadir Ahmad Atha; penerjemah, Syamsudin TU.
- Mencintai Rasulullah SAW. Dan mengikuti jejak langkahnya. Firman Allah Q.S Ali-Imran:
31.

- Memperbanyak shalawat kepada Rasulullah, (Q.S.Al-Ahzab: 56)

- Mewarisi risalahnya, Q.S. Al-Fath : 28).25

2.3 Akhlak kepada Orang Tua

Betapa berat tanggungan seorang ibu dikala mengandung dan melahirkan. Dengan
menyerahkan seluruh perhatian, jiwa, raga dan tenaga saat ibu melahirkan bayinya. Kasih
sayang ibu kepada anaknya seakan-akan tiada habisnya. Betapa seseorang harus memuliakan
ibunya karena jasa seorang ibu kepada anaknya tidak bisa dihitung dan tidak bisa ditimbang
dengan ukuran. Ibu mengasihi anaknya yang tiada ujung penghabisan bagaimanapun keadaan
sang anak.

Begitupun menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Al
Jami’ush-Shahihyang dikenal dengan nama Kitab Shahih Muslim. Dari Abu Hurairah bahwa
Nabi Saw bersabda yang artinya: “tidak akan (dapat) membalas seorang anak kepada orang
tuanya, kecuali anak itu mendapatkan orang tuanya sebagai hamba sahaya, kemudian sang
anak membelinya dan memerdekakannya”.

Ibu dan ayah adalah kedua orang tua yang sangat besar jasanya kepada anak, mereka
mempunyai tanggung jawab yang besar. Jasa mereka tidak dapat dihitung atau dibandingkan
dengan harta, kecuali mengembalikan menjadi orang yang merdeka sebagai manusia yang
mempunyai hak kemanusiaan yang penuh setelah menjadi budak/hamba sahaya karena sesuatu
keadaan yang tak diinginkan. Dimana pada zaman sekarang tidak ada lagi perbudakan.

Adapun hadist dari Abu Hurairah tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.

25
Fuad Kauma, Buah Hati Rasulullah: Mengasuh Anak Cara Nabi, (Bandung: Hikmah, 2003)Husain
Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, (Jakarta: Lentera Basritama)
َ ‫َع ْن اَبِي ُه َر‬
‫َيرة َ رضي هللا عنه قال َجا َء َر ُج ٌل الى رسو ِل هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ ث ُ َّم‬:‫ ث ُ َّم َم ْن؟ قال‬:‫ ا ُ ُّمك قال‬:‫ص َحا َب ِتي؟ قال‬ ِ ‫فقال ََيا رسو َل هللا َم ْن ا َ َح ًّق الن‬
َ ‫اِس ِب ُح ْس ِن‬
)‫ ثم اَبُ ْو َك (اخرجه البخاري‬: ‫ ثم من؟ قال‬:‫ثم ا ُّمك قال‬: ‫ ثم من؟ قال‬:‫ا ُ ُّمك قال‬
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku pergauli
dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “
Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu bertanya:
kemudian siapa? Rasulullah menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).

Berkata Halus dan Mulia Terhadap Ibu dan Ayah

Segala sikap otang tua memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap anak-anaknya, agar
anak berprilaku sopan kepada orang tuanya, haruslah mendidik dengan memberi contoh.
Adapun kewajiban-kewajiban anak kepada orang tua menurut ajaran Islam diantaranya
berbicara sopan, lemah lembut dan menggunakan kata-kata mulia.26

Firman Allah:

‫سانًا ِإِ َّما َيَ ْبلُغ ََّن ِع ْندَ َك ْال ِكبَ َر أ َ َحد ُ ُه َما أ َ ْو ِك ََل ُه َما فَ ََل‬
َ ‫ضى َرب َُّك أ َ ََّل تَ ْعبُدُوا ِإِ ََّل ِإَِيَّاهُ َوبِ ْال َوا ِلدََي ِْن ِإِ ْح‬
َ َ‫َوق‬
‫تَقُ ْل َل ُه َما أُفٍ َو ََل تَ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل َل ُه َما قَ ْو ًَل َك ِرَي ًما‬

‫ير‬ َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربَّيَانِي‬


ً ‫ص ِغ‬ ْ ‫ِّب‬ َّ َ‫ض لَ ُه َما َجنَا َح الذُّ ِل ِمن‬
ِ ‫الر ْح َم ِة َوقُ ْل َر‬ ْ ‫َو‬
ْ ‫اخ ِف‬

artinya: “ Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakankepada keduanya perkataan

26
Fuad Kauma, Buah Hati Rasulullah: Mengasuh Anak Cara Nabi, (Bandung: Hikmah, 2003)

Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, (Jakarta: Lentera Basritama)


‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil’.”

(Qs. Al Israa’ [17]:23-24)

Dari ayat-ayat tersebut, seorang anak wajib berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, yaitu
berkata dengan perkataan yang baik pula, jangan sampai membentak, bahkan sampai
menyinggung perasaan keduanya.

Berkata Lemah Lembut dan tidak Durhaka

Dalam surat Al-Isra ayat 23-24, Allah memerintahkan setiap manusia untuk berkata mulia dan
merendahkan diri. Dalam hadits diperjelas oleh Rasulullah bahwasannya seorang anak juga
harus berkata lemah lembut kepada keduanya. Dan jangan sampai durhaka kepada orang tua
atau yang disebut dengan Uquuqul Walidain.

Durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar. Sebagaiman dalam hadits Rasulullah
Saw. Dari Abdullah bin ’Amru radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

‫َط ْال َوا ِل ِد‬


ِ ‫سخ‬
َ ‫الر ِب ِفي‬
َّ ‫ط‬ُ ‫س َخ‬
َ ‫و‬،ِ
َ ‫ىالوا ِلد‬
َ ‫ض‬ َ ‫ير‬
ِ ‫ىالر ِب ِف‬
َّ ‫ض‬ َ ‫ِر‬
Artinya: “Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung
pada murka orang tua” (Hasan. at-Tirmidzi : 1899, HR. al-Hakim).

Dalam kandungan hadits tersebut dijelaskan bahwa:

Pertama: Seorang anak wajib berusaha membuat orang tuanya ridha. Dalam hadits di atas,
Rasulullah menyebutkan bahwa ridha Allah bergantung pada ridha orang tua. Sama halnya
dengan mencari ridha Allah yang merupakan suatu kewajiban, demikian pula dengan mencari
ridha orang tua;
Kedua: Haram melakukan segala sesuatu yang memancing kemarahan kedua orang tua. Sama
halnya dengan mengundang kemarahan Allah yang merupakan suatu keharaman, demikian
pula dengan melakukan sesuatu yang dapat memancing kemarahan mereka;27

Ketiga: Terdapat hubungan sebab-musabab. Berbakti kepada orang tua merupakan sebab.
Adapun ridha Allah dan ridha orang tua merupakan musabab.28

Keempat: Sebagian ulama berpendapat keridhaan orang tua wajib diprioritaskan ketimbang
melakukan amalan wajib yang hukumnya fardhu kifayah seperti jihad

2.4 Akhlak terhadap Diri Sendiri

Sedangkan akhlak sesama manusia terdiri dari :

1. Akhlak kepada diri sendiri, yaitu bagaimana seseorang bersikap dan berbuat yang
terbaik untuk dirinya terlebih dahulu, karena dari sinilah seseorang akan menentukan
sikap dan perbuatannya yang terbaik untuk orang lain, sebagaimana sudah dipesankan
Nabi, bahwa mulailah sesuatu itu dari diri sendri (ibda’binafsih). Begitu juga ayat
dalam Al-Qur’an, yang telah memerintahkan untuk memperhatikan diri terlebih dahulu
baru orang lain, “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka” (Q.S. Al-Tahrim: 6).
Bentuk aktualisasi akhlak manusia terhadap diri sendiri berdasarkan sumber ajaran
Islam adalah menjaga harga diri, menjaga makanan dan minuman dari hal-hal yang
diharamkan dan merusak, menjaga kehormatan seksual, mengembangkan sikap berani
dalam kebenaran serta bijaksana.

Adapun adab untuk dirinya sangat banyak, sebagiannya adalah tidak ‘ujub (heran pada
kemampuan diri sendiri), tawaddu’, jujur agar murid dicintai dan dipercaya, sopan saat
berjalan, menundukkan pandangan dari melihat yang haram-haram, terpercaya (tidak
membelot) dari ilmu yang diberikan kepadanya, maka dia tidak sembarangan menjawab
apa yang tidak diketahuinya.

27
Mustofa,H.A, Akhlak Tasawuf
28
Fuad Kauma, Buah Hati Rasulullah: Mengasuh Anak Cara Nabi, (Bandung: Hikmah, 2003)

Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, (Jakarta: Lentera Basritama)


Adapun adab dirinya bersama Ustadznya yaitu meyakini kelebihan Ustadznya lebih
besar dari kedua orang tuanya karena Ustadz mendidik ruhnya, dan merendahkan diri
dihadapan Ustadznya, dan duduk saat belajar penuh sopan santun serta mendengarkan
baik-baik apa yang dikatakan Ustadz, meninggalkan senda gurau dan tidak memuji
orang lain dihadapan Ustadznya daripada Ulama-Ulama karena dikhawatirkan
Ustadznya memahami itu sebagai celaan dan tidak malu bertanya hal yang tidak
diketahuinya.

Sedangkan adab bersama saudaranya adalah memuliakan mereka, tidak meremehkan dan tidak
sombong terhadap mereka, tidak mengolok-olok kelambatan pemahaman diantara mereka dan
tidak merasa senang apabila Uatadz menegur yang kurang perhatian, sebab itu akan
menimbulkan kemarahan dan permusuhan.

Akhlak terhadap diri sendiri secara lebih spesifik yaitu :

 Iffah Lisan
Wanita dan pria hendaknya tidak berbicara satu sama lain dengan kata-kata yang
mengakibatkan syahwat atau membawa mafsadat, kecuali suami istri. Tiada bedanya baik
perkataan-perkataan itu jorok maupun tidak,baik merpakan nyanyian maupun tidak, baik
wanita dan pria, mereka itu muhrim seperti saudari dan saudara (kandung) atau ibu dan anak
laki dan sebagainya maupun yang bukan muhrim. Jika ucapan wanita menarik yang hal itu
bisa memalingkan lelaki kepadanya, maka ucapan tersebut di hadapan bukan-muhrim
adalah haram.

 Iffah Berpakaian

Jika pakaian wanita dan laki-laki membangkitkan syahwat atau menyebabkan


kerusakan dan atau mengundang perhatian, maka mengenakannya di hadapan orang yang
bukan muhrim adalah haram. Entah itu mantel atau abayah atau kaos kaki atau celana,
baik itu ketat maupun tidak. Pakaian perempuan seperti kemeja dan rok yang khusus
untuk wanita, adalah haram bagi kaum lelaki. Demikian pula pakaian lelaki seperti
jaket(jas) dan celana yang khusus pria adalah haram bagi wanita.

 Iffah Berdandan
Wanita berdandan adalah untuk lelaki yang bukan-muhrim atau menonjolkan pada
yang bukan muhrim walaupun sekedar bau harum, cincin, jam, gelang-adalah haram, baik
itu membangkitkan syahwat dan menyebabkan kerusakan ataupun tidak. Demikian pula
lelaki berdandan untuk wanita yang bukan-muhrim, meski menampilkan perhiasan seperti
jam, cincin dan sebagainya tidaklah haram, kecuali itu membangkitkan syahwat dan atau
menimbulkan suatu mafsadat (kerusakan).29

Macam – macam akhlak terhadap diri sendiri:

1. Berakhlak terhadap jasmani.


a. Menjaga kebersihan dirinya
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Ia menekankan kebersihan secara
menyeluruh meliputi pakaian dan juga tubuh badan. Rasulullah memerintahkan
sahabat-sahabatnya supaya memakai pakaian yang bersih, baik dan rapi terutamanya
pada hari Jum’at, memakai wewangian dan selalu bersugi.

b. Menjaga makan minumnya.


Bersederhanalah dalam makan minum, berlebihan atau melampau di tegah dalam
Islam. Sebaiknya sepertiga dari perut dikhaskan untuk makanan, satu pertiga untuk
minuman, dan satu pertiga untuk bernafas.

c. Tidak mengabaikan latihan jasmaninya


Riyadhah atau latihan jasmani amat penting dalam penjagaan kesehatan, walau
bagaimnapun ia dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam tanpa
mengabaikan hak-hak Allah, diri, keluarga, masyarakat dan sebagainya, dalam
artikata ia tidak mengabaikan kewajiban sembahyang, sesuai kemampuan diri,
menjaga muruah, adat bermasyarakat dan seumpamanya.

29
H. Mazaheri : Akhlak Untuk Semua hal 7-9
d. Rupa diri
Seorang muslim mestilah mempunyai rupa diri yang baik. Islam tidak pernah
mengizinkan budaya tidak senonoh, compang-camping, kusut, dan seumpamanya.
Islam adalah agama yang mempunyai rupa diri dan tidak mengharamkan yang baik.
Sesetengah orang yang menghiraukan rupa diri memberikan alasan tindakannya
sebagai zuhud dan tawadhuk. Ini tidak dapat diterima karena Rasulullah yang bersifat
zuhud dan tawadhuk tidak melakukan begitu. Islam tidak melarang umatnya
menggunakan nikmat Allah kepadanya asalkan tidak melampau dan takabbur.

2. Berakhlak terhadap akalnya

a. Memenuhi akalnya dengan ilmu

Akhlak Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak dengan mengambi sesuatu yang
memabukkan dan menghayalkan. Islam menyuruh supaya membangun potensi akal
hingga ke tahap maksimum, salah satu cara memanfaatkan akal ialah mengisinya dengan
ilmu.

Ilmu fardh ‘ain yang menjadi asas bagi diri seseorang muslim hendaklah diutamakan
karena ilmu ini mampu dipelajari oleh siapa saja, asalkan dia berakal dan cukup umur.
Pengabaian ilmu ini seolah-olah tidak berakhlak terhadap akalnya.

b. Penguasaan ilmu

Sepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya


manusia dapat bertemu dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat) dan
kealfaan ummat terhadap pengabaian penguasaan ilmu ini.

Perkara utama yang patut diketahui ialah pengetahuan terhadap kitab Allah,
bacaannya, tajwidnya, dan tafsirnya. Kemudian hadits-hadits Rasul, sirah, sejarah
sahabat, ulama, dan juga sejarah Islam, hukum hakam ibadat serta muamalah.
Sementara itu umat islam hendaklah membuka tingkap pikirannya kepada segala
bentuk ilmu, termasuk juga bahasa asing supaya pemindahan ilmu berlaku dengan
cepat.
Rasulullah pernah menyuruh Zaid bin Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi
dan Syiria. Abdullah bin Zubair adalah antara sahabat yang memahami kepentingan
menguasai bahasa asing, beliau mempunyai seratus orang khadam yang masing-
masing bertutur kata berlainan, dan apabila berhubungan dengan mereka, dia
menggunakan bahasa yang dituturkan oleh mereka.

3.Berakhlak Terhadap Jiwa

Manusia pada umumnya tahu sadar bahwa jasad perlu disucikan selalu, begitu juga
dengan jiwa. Pembersihan jiwa beda dengan pembersihan jasad. Ada beberapa cara
membersihkan jiwa dari kotorannya, antaranya:
a. Bertaubat
b. Bermuqarabah
c. Bermuhasabah
d. Bermujahadah
e. Memperbanyak ibadah
f. Menghadiri majlis Iman

Cara Memelihara Akhlak Terhadap Diri Sendiri30


Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain :
1) Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian
nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika
melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.

2) Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung
banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan
adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan
dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.

30
Rizkifisthein,Akhlak Terhdap Diri Sendiri,https://rizkifisthein.wordpress.com/2011/06/23/akhlak-
terhadap-diri-sendiri/
3) Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua,
muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri
dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.

4) Shidiq, artinya benar atau jujur. Seorang muslim harus dituntut selalu berada dalam keadaan
benar lahir batin, yaitu benar hati, benar perkataan dan benar perbuatan.

5) Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin
menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya
terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rosulullah SAW bersabda bahwa “ tidaj (sempurna)
iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan
janji.” ( HR. Ahmad )

6) Istiqamah, yaitu sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun
menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah supaya beristiqamah dinyatakan
dalam Al-Quran pada surat Al- Fushshilat ayat 6 yang artinya “ Katakanlah bahwasanya aku
hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu
adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun
kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang bersekutukan-Nya.”

7) Pemaaf, yaitu sikap suka member maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun
rasa benci dan keinginan untuk membalas. Islam mengajarkan kita untuk dapat memaafkan
kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.

Manfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri

1. Berakhlak terhadap jasmani:


a. jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
b. tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
c. menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah

2. Berakhlak terhadap akalnya:


a. memperoleh banyak ilmu
b. dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
c. membantu orang lain
d. mendapat pahala dari Allah SWT

3. Berakhlak terhadap jiwa:


a. selalu dalam lindungan Allah SWT
b. jauh dari perbuatan yang buruk
c. selalu ingat kepada Allah SWT

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Dari paparan atau penjelasan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sesuai
dengan makalah “Akhlak kepada Allah, Rasulullah, OrangTua, dan Diri Sendiri” penulis
menyimpulkan bahwa berakhlak sangatlah penting dalam kehidupan, karenatanpan Akhlak
yang baik manusia bisa hidup sangat brutal dan kejam.

Hidup kita akan sia-sia jika kita hanya berakhlak kepada manusia tanpa memerhatikan
akhlak kita kepada Allah, sebab tuhan kitalah yang memberikan segala macam nikmat seperti
kesehatan, mudah menerima pelajaran, iman, harta benda dll. Dengan kita berwudhu sebelum
membaca Al-Qur’an, selalu berdzikir (mengingatAllah), adalah juga salah satu adab kepada
Allah.

Sedangkan, berakhlak kepada Rasul-Nya pada intinya adalah sejauhmana manusia mau
mengikuti tuntunan beliau sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Semakin
manusia mendekatkan dirinya kepada Allah dengan jalan mengikuti perintah dan menjauhi
larangan-Nya, berarti semakin kuat bukti manusia berakhlak kepadaRasul-Nya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu komponen utama agamaislam
adalah akhlak. Suatu perbuatan baru dapat disebut sebagai cerminan akhlak jikadilakukan
berulang-ulang sehingga hampir menjadi suatu kebiasaan dan timbul dengansendirinya tanpa
pertimbangan yang lama dan dipikir-pikir terlebih dahulu.

Berikut adalah nilai nilai Akhlak Kepada Allah yang dapat dijadikan amalan akhlak, antara lain
yaitu :

a.Cinta dan ikhlas kepada Allah SWT.

b.Berbaik sangka kepada Allah SWT

c.Rela terhadap kadar dan qada (takdir baik dan buruk) dari Allah SWT

d. Bersyukur atas nikmat Allah SWT.

e.Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT

f. Senantiasa mengingat Allah SWT

g. Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT

h. Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT

Selain Akhlak tehadap Allah, kita sebagai ummat Islam harus memiliki akhlak
kepadaRasulullaah, nilai-nilai Akhlakterhadap Rasul yang dapat dijadikan amalan:yaitu ,

.1Ridha Dalam Beriman Kepada Rasul

2. Mencintai dan Memuliakan Rasul

3. Mengikuti dan Mentaati Rasul

4. Mengucapkan Shawalat dan Salam Kepada Rasul

5. Menghidupkan Sunnah Rasul

6. Menghormati Pewaris Rasul

7. Melanjutkan Misi Rasul

Berakhlak kepada orangtua wajib hukumnya karena merekalah yang sangat berjasa
dalam hidup kita. Maka dari itu pentingnya kita sebagai manusia yang dibesarkan oleh beliau
untuk senantiasa berbuat halus juga dalam perkataan, menjaga perasaannya, tidak
membentaknya, dan selalu mendoakannya agar kita juga mendapatkan ridho dari Allah SWT.

Yang terakhir adalah kesimpulan akhlak terhadap diri sendiri yaitu dengan bersikap
percaya diri, menjaga harga diri, menjaga makanan dan minuman dari hal-hal yang diharamkan
dan merusak, menjaga kehormatan seksual, mengembangkan sikap berani dalam kebenaran
serta bijaksana.

3.2 SARAN

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.

Anda mungkin juga menyukai