5.1. PENDEKATAN
5.1.1. Pendekatan Penentuan Jenis Dokumen Lingkungan
Dalam melakukan usaha ataupun kegiatan, terdapat peraturan perundang-undangan
yang harus dipatuhi. Dalam konteks peraturan lingkungan hidup, terdapat beberapa
jenis dokumen yang harus dibuat oleh pelaku usaha dan/atau kegiatan. Inti tujuan
dokumen lingkungan adalah untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan
dari dampak yang ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan.
Dokumen Lingkungan adalah dokumen yang berisi informasi dan data mengenai
suatu usaha dan/atau kegiatan serta memuat langkah-langkah pengelolaan dan
pemantauan untuk mencegah pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan. Ada tiga
jenis dokumen Lingkungan yang disesuaikan berdasarkan skala usahanya, meliputi
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), atau Surat
Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
- tahap konstruksi;
- tahap pasca-konstruksi/ operasional dan pemeliharaan.
7. Merumuskan dokumen lingkungan yang meliputi masalah atau keadaan dan hasil
survei lapangan (survai kualitas air, tanah, udara, biologi, sosekbudkesmas) dan
dokumentasi, serta kemajuan dan segala kesimpulan penting yang ditemui selama
pelaksanaan pekerjaan.
b) Batas Ekologis
Batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari suatu rencana kegiatan
menurut media transportasi limbah (air, udara) dimana proses alami yang
berlangsung di dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan
mendasar.
c) Batas Sosial
Batas sosial adalah ruang disekitar rencana kegiatan yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai
tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial), sesuai dengan
proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat yang diperkirakan akan
mengalami perubahan mendasar akibat adanya rencana kegiatan. Batas sosial ini
ditentukan dengan memperhitungkan penduduk dalam wilayah mana saja yang
diprakirakan akan terkena dampak baik dari aspek fisik, ekonomi maupun dari
aspek sosial budayanya, sehingga dengan berdasarkan pertimbangan tersebut
dapat ditentukan batas sosial dari wilayah studi yang akan dikaji. Penentuan batas
sosial ini tetap mengacu/tidak bisa terlepas dari batas administratif dimana
penduduk yang diprakirakan akan terkena dampak itu tinggal.
d) Batas Administratif
Batas administrasi adalah ruang dimana kegiatan “Penyusunan Dokumen
Lingkungan Pengembangan Pusat Keunggulan Strategis Terpadu
Observatorium Tahura Wan Abdul Rahman” dan masyarakat melakukan
kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya atas dasar uraian batas proyek, batas
ekologis, batas sosial.
menuntun dan mengarahkan pola kajian dan penelitian, sehingga studi Penyusunan
Dokumen Lingkungan dapat terfokus pada dampak penting.
PROYEK
pemeriksaan UKL-UPL
Kerangka Acuan
atau pemeriksaan SPPL
Penyusunan ANDAL, Ya
Ya
Proyek Dilaksanakan
5.2. METODOLOGI
Kegiatan yang harus dilakukan oleh Konsultan dalam melaksanakan pekerjaan
tersebut di atas adalah :
Melakukan pengumpulan data mengenai kegiatan/rencana kegiatan yang telah dan
akan dilakukan meliputi tahap pra konstruksi, konstruksi, pasca konstruksi, operasi
dan pemeliharaan.
Melakukan pengumpulan dan analisis data Tanah, Fisik Kimia, Biologi, Sosekbud
dan Kesehatan Masyarakat yang relevan dengan daerah di sekitar Pelabuhan Luwuk
baik berupa data primer maupun data sekunder, untuk dapat menentukan rona
awal lingkungan, seperti yang tertuang di bawah ini yaitu :
Pengumpulan Data
Komponen iklim yang akan dikaji melalui data sekunder adalah tipe iklim, suhu udara,
curah hujan, kelembaban, kecepatan angin dan arah angin. Sumber data sekunder
berasal dari Badan Meteorologi dan geofisika setempat.
Analisis Data
Parameter-parameter iklim seperti curah hujan, temperatur udara, kelembaban udara,
kecepatan dan arah angin kemudian dikaji dan dianalisis untuk menentukan tipe iklim.
Penentuan tipe iklim di wilayah studi dan sekitarnya mengacu pada pembagian iklim
menurut Schmidt dan Ferguson. Penentuan jenis iklim tersebut berdasarkan nilai Q
(Quotient) yang perhitungannya :
Q= k/b
Dimana :
k = jumlah purata bulan kering, yaitu jumlah curah hujan < 60 mm
b = jumlah purata bulan basah, yaitu jumlah curah hujan > 100 mm
Dari nilai Q yang diperoleh, kemudian ditentukan tipe iklimnya yang dinyatakan dari
iklim A, yaitu paling basah sampai iklim H yang paling kering, dimana harga Q adalah
sebagai berikut :
Lokasi
Lokasi pengumpulan data iklim yaitu untuk wilayah di lokasi dan sekitar lokasi
kegiatan yang termasuk kedalam wilayah studi.
2. Fisiografi
a. Topografi bentuk lahan (morfologi), struktur geologi dan jenis tanah.
Analisis Data
Singkapan batuan dan tanah diamati untuk diklasifikasikan jenisnya guna dianalisis
lebih lanjut sifat batuan dan tanah, terutama secara visual. Warna, ukuran butir,
porositas, jenis fragmen batuan dan hubungannya antar lapisan batuan dan tanah
diamati untuk dijadikan data guna analisis geologi.
Lokasi
Lokasi pengumpulan data batuan dan tanah yaitu untuk wilayah di lokasi dan sekitar
lokasi kegiatan yang termasuk kedalam wilayah studi.
Analisis Data
Untuk menduga tingkat kepekaan tanah terhadap erosi digunakan pendekatan indeks
erodibilitas tanah (K) (Dangler dan El-Swaify, 1976 dalam Hardjowigeno, 1994) dan
jenis tanah (Hardjowigeno, 1994). Sedangkan untuk menduga tingkat erosi tanah
secara keseluruhan digunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dari
Weischmeier dan Smith (1978) dengan formula sebagai berikut :
A= R.K.L.S.C.P
Dimana:
A = dugaan jumlah tanah yang tererosi (ton/ha/tahun)
R = indeks erosivitas hujan
K = indeks erodibilitas tanah
L = faktor panjang lereng
S = faktor kemiringan (slope) lereng
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanah
P = faktor tindakan khusus konservasi tanah.
Dimana:
EI30 = Erosivitas hujan tahunan, EI30 tahunan adalah jumlah EI30
bulanan
RAIN = Curah hujan rata-rata bulanan (cm)
DAYS = Jumlah hari hujan rata-rata bulanan
MAXP = Curah hujan maksimal selama 24 jam setiap bulan (cm).
Data yang diperlukan untuk menghitung Indeks erosivitas hujan (R) dapat diperoleh
dari stasiun dari Stasiun Meteorologi terdekat bersamaan dengan pengumpulan data
iklim. Indeks erodibilitas tanah (K) dihitung menurut rumus Weischmeier dan Smith
(1978) :
Dimana :
Indeks panjang dan kemiringan lereng (L dan S) dihitung menurut Arsyad (1989)
dengan formula sebagai berikut :
LS = L0,3 (0,0138 + 0,00963 s + 0,00138 s2)
Dimana :
LS = nilai panjang dan kemiringan lereng
L = panjang lereng (m) dan s = kemiringan lereng (%)
Nilai indeks penutupan lahan (vegetasi) (C) diperoleh dari Hammer (1980) dan
Wischmeier dan Smith (1978), sedangkan indeks pengelolaan (konservasi) lahan (P)
diperoleh dari Hammer (1980). Nilai-nilai faktor C untuk vegetasi alang-alang
dianggap sama dengan 0,36 dan faktor pengelolaan lahan (P) untuk tanpa
pengelolaan (nihil) dinilai sama dengan 1.
Hasil analisis tanah dan data lapangan dinilai besarnya erosi, indeks bahaya erosi
(IBE) dan toleransi tanahnya terhadap erosi. Dari penggunaan rumus USLE, akan
diketahui besaran erosi potensial yang terjadi. Untuk memperkirakan tingkat erosi
tanah dikaitkan dengan kedalaman solum tanah, digunakan kriteria dari Direktorat
Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan (1983) Klasifikasi
Tingkat Bahaya Laju Erosi selengkapnya disajikan pada Tabel 3.1.
Nilai T untuk tanah-tanah di Indonesia diperoleh dari Arsyad (1989), dan interpretasi
nilai IBE dilakukan menurut Hammer (1981).
Dimana :
Qs = beban sedimen (ton/hari)
Q = debit sungai (m3/detik)
C = kandungan sedimentasi tersuspensi (mg/l)
Lokasi
Lokasi pengamatan erosi dan sedimentasi yaitu pada lokasi kegiatan yang termasuk
ke dalam wilayah studi.
3. Hidrologi
a. Karakteristik fisik sungai, pantai, danau/waduk, rawa, (rawa pasang surut, rawa
air tawar),
b. Rata-rata debit dekade, bulanan, tahunan,
c. Kadar sedimentasi (lumpur) dan tingkat erosi,
d. Kondisi fisik daerah resapan air permukaan dan air tanah
e. Fluktuasi dan potensi air tanah (dangkal dan dalam),
f. Tingkat penyediaan dan kebutuhan/pemanfaatan air untuk keperluan domestik
dan non domestik.
g. Tingkat penyediaan dan kebutuhan/pemanfaatan air untuk keperluan lainnya
seperti pertanian, industri, dan lain-lain.
h. Kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air mengacu pada baku mutu dan
parameter kualitas air yang terkait dengan limbah yang akan keluar.
i. Kajian mengenai hidrologi dilengkapi dengan analisis spasial peta-peta yang
terkait dengan kondisi hidrologi di wilayah rencana usaha dan/atau kegiatan dan
sekitarnya.
Air Permukaan
Pengumpulan Data
Pengumpulan data diawali dengan pengamatan karakteristik fisik sungai, pola
drainase, debit air sungai dan tingkat ketergantungan/ kebutuhan air sungai.
Analisis Data
Pengamatan karakteristik fisik sungai dan pola drainase yang ada dilakukan dengan
cara analisis Peta Topografi yang dipadukan dengan hasil observasi di lapangan.
Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran debit air sesaat sungai terdekat
dengan Metoda Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka SK SNI M-17-1989-F
Departemen Pekerjaan Umum untuk data primer. Selain itu debit air didapat dari data
sekunder. Tujuan pengukuran debit sesaat ini adalah untuk mendapatkan gambaran
debit air saat studi. Pengukuran debit dilakukan dengan cara mengukur kecepatan
aliran dengan peKabupaten Belu . Debit dihitung dengan rumus :
Q = Σ (A x V)
Dimana :
Q = debit (m3/det)
A = luas bagian penampang basah (m2)
V = Kecepatan rata-rata pada tiap bagian penampang basah (m/det)
Kecepatan aliran dihitung dengan rumus :
1 2/3 1/2
V= R S
n
Dimana :
V = Kecepatan aliran (m/det)
R = Jari-hari hidrolik (meter)
S = Kemiringan (m/m)
n = Faktor kekasaran Manning
Dimana :
Q = Kenaikan air larian maksimum (m3/hari-hujan)
Cr = Koefisien air larian rata-rata sesudah dibangun
Cp = Koefisien air larian sebelum dibangun
I = Intensitas curah hujan maksimum rata-rata (m/hari-hujan)
A = Luas daerah pengaliran (m2)
Harga Cr adalah :
Cr = (C1a + C2b + C3c + …) / (a + b + c + …)
Dimana :
C1 = Koefisien air larian untuk bangunan
a = Luas bangunan
C2 = Koefisien air larian untuk jalan
b = Luas jalan Dan seterusnya
Nilai koefisien air larian pada rumus rasional (Chow,1964: Gray, 1973).
Lokasi
Lokasi pengamatan dan pengukuran yaitu pada sungai yang ada di lokasi dan sekitar
lokasi kegiatan sebagai badan air penerima dari kegiatan yang termasuk ke dalam
wilayah studi.
Pengumpulan Data
Data hidrogeologi yang dibutuhkan dalam studi ini berasal dari data sekunder hasil
pengukuran dalam studi-studi terdahulu yang telah terkumpul pada pihak pemrakarsa
dan atau hasil-hasil studi yang pernah dilakukan oleh Direktorat Geologi dan Tata
Lingkungan di Kabupaten Banggai yang dipadukan dengan hasil observasi di lapangan.
Analisis Data
Data yang diperoleh dituangkan pada peta tematik, dianalisis dan ditampilkan
(overlay), untuk mendapatkan analisis secara akurat dan cukup lengkap.
Lokasi
Lokasi pengambilan data sekunder di Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan di
Bandung berupa peta hidrogeologi yang sebarannya yang tersingkap pada tapak
proyek dan sekitarnya yaitu pada lokasi dan sekitarnya yang termasuk ke dalam
wilayah studi.
Analisis Data
Untuk mengetahui kondisi kualias air tanah, maka hasil analisis laboratorium sampel
air tanah dibandingkan dengan baku mutu menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
Metode analisis kualitas air tanah dilakukan seperti pada Tabel 5.2.
Lokasi
Pengambilan sampel air tanah dilakukan pada sumur penduduk terdekat dari lokasi
kegiatan sebagai rona awal sebelum ada kegiatan sebanyak 3 (tiga) lokasi sampel .
meliputi, parameter fisik dan kimia. Lokasi pengambilan contoh air permukaan
dilakukan di sungai sebagai badan air yang ada di sekitar rencana lokasi kegiatan.
Analisis Data
Analsisis data dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian laboratorium
berdasarkan baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air atau menurut peraturan
daerah setempat.
Pengumpulan Data
Dalam studi Ruang dan Lahan, hasil pengamatan lapangan dibandingkan dengan
informasi yang diperoleh dari interpretasi Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/
Kabupaten, penggunaan lahan, kemampuan lahan serta fasilitas dan jaringan
prasarana transportasi, untuk dikembangkan dalam memprediksi kemungkinan
pemanfaatan ruang dan lahan.
Anaisis Data
Dalam studi ruang dan lahan, hasil pengamatan lapangan dibandingkan dengan
informasi yang diperoleh dari interpretasi Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/
Kabupaten, penggunaan lahan, kemampuan lahan serta fasilitas dan jaringan
Lokasi
Pengambilan data dilakukan pada lokasi yang telah ditetapkan sesuai batas proyek,
batas ekologis, batas sosial, dan batas administrasi.
B. KUALITAS AIR
1. Umum
Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan bidang pengairan, telah disusun standar-
standar dalam baku mutu sesuai dengan ketentuan-ketentuan dewan standardisasi
nasional (DSN) yang terdiri dari 3 kelompok, yaitu :
- Tata cara pelaksanaan pekerjaan
- Spesifikasi
- Metode Pengujian
- Parameter Kualitas Air Sesuai Keperutukannya
Untuk mendapatkan sampel air yang baik dan refresentatif diperlukan beberapa
persyaratan antara lain :
- Pemilihan lokasi yang tepat
- metode pengawetan sampel yang tepat
- metode pengambilan sampel yang memenuhi syarat
Besarnya kadar unsur-unsur yang dianalisis dari suatu sampel yang diambil
seharusnya sama dengan kadar unsur-unsur tersebut didalam sumber air pada
waktu sampling, keadaan itu dapat dicapai apabila persyaratan tersebut diatas
dipenuhi. Sistem pengambilan sampel air memegang peranan sangat penting
dalam pemantauan kualitas air. Ketelitian pengujian dan ketepatan sistem
pengambilan sampel air akan mempengaruhi data hasil pengujian. Bila terdapat
kesalahan dalam pengambilan sampel air, maka sampel yang diambil tidak
representative sehingga ketelitian dan teknik peralatan yang baik akan terbuang
percuma. Selain itu dikhawatirkan kesimpulan yang diambil juga akan salah.
terbagi dalam dua tujuan yaitu meliputi perencanaan dan penelitian, serta
pengawasan yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Lokasi pengambilan sampel air dilakukan pada 5 (lima) lokasi harus mewakili
area-area sebagai berikut :
1. Sumber air alamiah, yaitu lokasi dihulu sungai yang belum mengalami
perubahan oleh kegiatan manusia.
2. Sumber air tercemar, yaitu lokasi pada tempat yang telah mengalami
perubahan atau tercemar, atau setelah melalui suatu daerah pemukiman,
industri, pertanian, dan kegiatan Pekerjaan.
3. Sumber air yang dimanfaatkan, untuk perlindungan terhadap pemakai
sumber air diperlukan pula lokasi pengukuran pada setiap pemanfaatan
sumber air antara lain sumber air minum, industri, irigasi, perikanan, rekreasi
dan lain-lain.
Sebaran pengambilan sampel harus mendapat persetujuan dari direksi dan
setiap sampel dilakukan pengukuran titik koordinat.
3. Parameter Uji
Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, menetapkan kriteria mutu air yang terbagi atas
empat (4) klasifikasi mutu air sebagai berikut:
a. Kelas Satu (I): Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku, air
minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
b. Kelas Dua (II): Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar peternakan, air
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mepersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas Tiga (III): Air yang peruntukan dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang dengan kegunaan tersebut.
d. Kelas Empat (IV): Air yang peruntukan dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan yang lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
D. KUALITAS TANAH
Aspek-aspek yang dipelajari dalam hubungannya dengan komponen tanah meliputi
sifat, kimia tanah, tingkat bahaya erosi dan sedimentasi. Sifat fisik tanah yang
dianalisi adalah tekstur tanah, struktur tanah, porositas, warna tanah, permeabilitas,
konsistensi. Sedangkan sifat kimia tanah yang dianalisis adalah reaksi tanah (pH),
kapasitas tukar kation, bahan organic, tanah, kejenuhan basa, nitrogen, fosfor,
kalium, C/N Ratio, basa-basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, dan Na), kejenuhan
alumunium (Al), pirit, status kesuburan tanah, erosi tanah. Parameter lainya dapat
ditambahkan apabila dianggap perlu dan berhubungan langsung dengan jenis kegiatan
terkait.
Pengambilan sampel tanah sebanyak 5 titik pada lokasi yang harus mewakili area-
area kegiatan kontruksi.
Hasil analisis laboratorium dan dokumentasi dilampirkan dalam laporan.
E. BIOLOGI
1. Flora
a. Peta zona biogeoklimatik dari vegetasi alami yang meliputi tipe vegetasi, sifat-
sifat dan kerawanan berada dalam wilayah rencana usaha atau kegiatan.
b. Uraian tentang jenis-jenis vegetasi dan ekosistem yang dilindungi undang-
undang yang berada dalam wilayah rencana usaha atau kegiatan.
c. Uraian tentang keunikan dari vegetasi dan ekosistemnya yang berada pada
wilayah rencana usaha dan/atau kegiatan.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data aspek biologi (hayati) dilakukan dengan cara sampling yang
didasarkan pada beberapa komunitas sesuai dengan tipe habitatnya. Inventarisasi
vegetasi dan satwa liar dilakukan pada komunitas binaan (daerah pertanian),
sedangkan pencacahan dilakukan pada komunitas alami (hutan sekunder) pada dua
garis transek sepanjang 1000 m. Parameter dan metode pengumpulan data biologi
selengkapnya disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Parameter dan Metode Pengumpulan Data Biologi (Flora dan
Fauna)
No. Pedoman Pengumpulan Data Primer Data Sekunder
Data Komponen Teknik Lokasi
Lingkungan
I. Flora terrestrial
1.1 Alam Inventarisasi Di dalam dan Dinas Pertanian
a. Komposisi jenis atau di luar
b. Kerapatan proyek
Fauna Daratan
II. 1. Pola migrasi Inventarisasi Di dalam dan 1. Balai Sumber
2. Jenis langka dengan metoda atau di luar Daya Alam
random proyek 2. Penduduk
Biota Perairan (wilayah studi)
setempat
III Ikan
A. Benthos dan Plankton
B. 1. Kompoisis Jenis Di dalam dan
2. Kepadatan atau di luar
3. Jenis langka dilindungi proyek
4. Habitat (wilayah studi)
Analisis Data
Analisis jenis flora (vegetasi) dilakukan untuk mengetahui keberadaan jenis
tanaman baik yang bersifat ekonomis, langka maupun yang dilindungi undang-
undang di Indonesia. Rumus-rumus yang digunakan dalam analisis vegetasi dengan
metode garis berpetak adalah Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974: Cox, 1973;
Mechael, 1983; Soeranegara dan Indrawan, 1983, dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :
KN = Kerapatan Nisbi.
FN = Frekuensi Nisbi.
DON = Dominasi Nisbi.
Khusus untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah, Indeks Nilai Penting dihitung
berdasarkan formula :
Indeks Nilai Penting = KN + FN
Dimana :
KN = Kerapatan,
FN = Frekuensi Nisbi.
Lokasi
Lokasi pengamatan flora darat dilakukan pada beberapa titik pengamatan yang
termasuk ke dalam wilayah studi dan sekitarnya.
2. Fauna
a. Taksiran kelimpahan dan keragaman fauna, habitat, penyebaran, pola migrasi,
populasi hewan budidaya (ternak) serta satwa dan habitatnya yang dilindungi
undang-undang dalam wilayah rencana usaha atau kegiatan.
b. Taksiran penyebaran dan kepadatan populasi hewan invertebrata yang dianggap
penting karena memiliki peranan dan potensi sebagai bahan makanan, atau
sumber hama dan penyakit.
c. Perikehidupan hewan penting diatas, termasuk cara perkembangbiakan, siklus
dan neraca hidupnya, cara pemijahan, cara bertelur dan beranak, cara
memelihara anaknya, perilaku dalam daerah dan teritorialnya.
Vegetasi, parameter yang diamati di lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
adalah jenis dan keanekaragaman, kerapatan, dominasi, dan frekuensi.
Fauna darat, parameter yang diamati jenis dan keanekaragaman, jenis satwa
liar, langka, dan atau dilindungi.
F. KOMPONEN SOSIAL
Pengamatan terhadap aspek social, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat
dilakukan dalam wilayah rencana usaha dan/atau kegiatan yang berada dalam tapak
Pekerjaan atau disekitarnya. Adapun data komponen sosial yang diambil dalam studi
bersumber dari data primer dan data sekunder. Komponen sosial yang penting untuk
ditelaah diantaranya :
1. Demografi
a. Struktur penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, mata pencaharian,
pendidikan, dan agama.
b. Tingkat kepadatan dan sebaran kepadatan penduduk.
c. Angkatan kerja produktif
d. Tingkat kelahiran
e. Tingkat kematian kasar
f. Tingkat kematian bayi
g. Pola perkembangan penduduk
2. Ekonomi
a. Kesempatan, kerja dan berusaha
b. Pola pemilikan dan penguasaan sumberdaya alam
c. Tingkat pendapatan penduduk
d. Prasarana dan sarana perekonomian (jalan, pasar, pelabuhan, perbankan, pusat
pertokoan)
e. Pola pemenfaatan sumberdaya alam.
3. Budaya
a. Kepemilikan tanah (tanah pribadi, tanah adat,
b. Pranata sosial atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang tumbuh dikalangan
masyarakat.
c. Adat istiadat dan pola kebiasaan yang berlaku
d. Proses sosial (kerjasama, akomodasi, konflik) dikalangan masyarakat.
e. Akulturasi, asimilasi, dan integrasi dari berbagai kelompok masyarakat.
f. Kelompok-kelompok dan organisasi sosial
g. Pelapisan sosial dikalangan masyarakat
h. Perubahan sosial yang tengah berlangsung dikalangan masyarakat.
i. Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha atau kegiatan.
4. Kesehatan Masyarakat
a. Insidensi dan prevelensi penyakit yang terkait dengan rencana usaha atau
kegiatan.
b. Sanitasi lingkungan, khususnya ketersediaan air bersih (cakupan pelayanannya).
c. Status gizi dan kecukupan pangan.
d. Jenis dan jumlah fasilitas kesehatan
e. Cakupan pelayanan tenaga dokter dan paramedik.
Tabel 5.5. Metode Formal Yang Digunakan Dalam Prakiraan Dampak Penting
Komponen
No Metode Formal
Lingkungan
1 Penurunan Transportasi
kualitas udara
H 2
C x, z
2QL
Exp0,5
2
0,5
z z
dimana :
C(x,z) = Konsentrasi pencemar di udara ambient
(atmosfer), /m3
Komponen
No Metode Formal
Lingkungan
Dimana :
LP2 = Tingkat kebisingan pada jarak r1 (dBA)
LP1 = Tingkat kebisingan pada jarak r2 (dBA)
R1 = Jarak pengukuran kebisingan dan sumber
kebisingan 1
r2 = Jarak pengukuran kebisingan dan kebisingan 2
Sumber : Davis 2 Cornwell, 1998.
3. Perubahan Rumus :
kuantitas air Q = Σ (a x v)
permukaan
Komponen
No Metode Formal
Lingkungan
4. Perubahan debit
Air Larian Q = (Cp-Ca) x I x A
dimana :
Q = perubahan tata guna lahan (m3/hari
hujan)
Cp = koefisien air larian
Ca = koefisien air larian rona awal
I = Intensitas curah hujan (m/hari hujan)
A = luas daerah (m2)
pemantauan, metode dan cara pemantauan, lokasi, waktu dan frekuensi pemantauan,
serta instansi pemantauan lingkungan baik sebagai pelaksana, pengawas maupun
penerima laporan pemantauan lingkungan.
Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka dalam suatu dokumen RKL akan memuat
informasi dan ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan yang meliputi:
a. Jenis kegiatan yang menjadi sumber dampak penting.
b. Komponen lingkungan yang terkena dampak
c. Tolok ukur dampak
d. Tujuan pengelolaan lingkungan
e. Beberapa altematif penanggulangan dan pencegahan dampak negatif serta
pengembagan dampak positif
f. Lokasi pengelolaan lingkungan
g. Periode pengelolaan lingkungan
h. Institusi yang bertanggung jawab dalam melaksanakan, mengawasi dan
menerima pelaporan dari pengelolaan lingkungan tersebut.
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) ditulis dalam bentuk uraian dan ikhtisarnya
akan dimuat dalam matrik RKL dan disertai penjelasan singkat sehingga pelaksana
RKL dapat melaksanakannya secara mudah.
Pekerjaan ini adalah merupakan kegiatan yang terpadu. Terpadu di sini berarti bahwa
diperlukan tinjauan yang integral dari berbagai disiplin ilmu yang saling mendukung
dan melengkapi. Sedangkan, terkait dimaksudkan hasil proses pada suatu tahap akan
sangat mempengaruhi pelaksanaan tahap selanjutnya. Untuk maksud tersebut di
atas diperlukan suatu program kerja yang baik untuk dapat memperoleh hasil yang
baik pula.