Anda di halaman 1dari 113

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKPATUHAN

DIET PADA LANSIA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS MUARASIPONGI KABUPATEN
MANDAILING NATAL
TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
IRFAN
NIM. 16010083P

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AUFA ROYHAN
PADANGSIDIMPUAN
2018

43
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKPATUHAN
DIET PADA LANSIA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MUARASIPONGI KABUPATEN
MANDAILING NATAL
TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
IRFAN
NIM. 16010083P

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AUFA ROYHAN
PADANGSIDIMPUAN
2018
IDENTITAS PENULIS

Nama : IRFAN

NIM : 16010083P

Tempat/ Tgl Lahir : Kotanopan, 20 Juli 1979

Jenis Kelamin : Laki – Laki

Alamat : Pasar Kotanopan Kecamatan Kotanopan


Kabupaten Mandailing Natal

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 1 Kotanopan : Lulus Tahun 1989

2. SMP Negeri 1 Kotanopan : Lulus Tahun 1995

3. SMA Negeri 1 Kotanopan : Lulus Tahun 1998

4. Akper Yayasan Dr. Rusdi Medan : Lulus Tahun 2001


HALAMAN PENGESAHAN
(Hasil Skripsi)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKPATUHAN


DIET PADA LANSIA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MUARASIPONGI KABUPATEN
MANDAILING NATAL
TAHUN 2017

Laporan penelitian ini telah disetujui untuk diseminarkan dihadapan


tim penguji Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Aufa Royhan Padangsidimpuan

Padangsidimpuan, Maret 2018

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Hotma Royani Siregar, M.Kep) (Wiwi Wardani Tanjung, SST, M.K.M)
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, Karena atas berkat dan

Rahmat- Nya peneliti dapat menyusun Skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Ketidakpatuhan Diet Pada Lansia Penderita

Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Muarasipongi Kabupaten

Mandailing Natal Tahun 2017” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar S-I

Keperawatan Stikes Aufa Royhan Padangsisimpuan.

Dalam Proses penyusunan Skripsi lini peneliti banyak mendapatkan

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh Karena itu, pada kesempatan ini

peneliti menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada yang terhormat :

1. Ns. Sukhri Herianto Ritonga, M.Kep selaku Ketua STIKes Aufa Royhan

Padangsidimpuan

2. Ns. Nanda Masraini Daulay, M.Kep selaku ketua program studi

Keperawatan.

3. Ns. Hotma Royani Siregar, M.Kep selaku pembimbing I yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dalam menyelesaikan

skripsi ini.

4. Wiwi Wardani Tanjung, SST, M.K.M selaku pembimbing II yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dalam menyelesaikan

skripsi ini.
5. Bapak Sutan Martua Lubis, SKM selaku kepala Puskesmas Muarasipongi

yang telah memberikan waktu dan kesempatan kepada peneliti untuk

mengadakan penelitian.

6. Seluruh Dosen Program Studi Keperawatan STIkes AUFA ROYHAN

Padangsidimpuan.

7. Teristimewa kepada Alm. Ayahanda dan Ibunda tercinta, serta keluarga

saya yang telah banyak berkorban moril maupun materil dan melantunkan

doanya untuk kesuksesan saya. Serta kasih sayang yang mereka berikan

merupakan motivasi yang sangat berharga kepada saya.

8. Seluruh mahasiswa mahasiswi teman sejawat STIKES Aufa Royhan

Padangsidimpuan yang turut memberikan dukungan dalam rangka

penyelesaian perkuliahan dan penyusunan Skripsi ini peneliti ucapkan

terimakasih.

Kritik dan saran yang bersifat membangun peneliti harapkan guna

perbaikan di masa mendatang Mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat bagi

peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Amin

Padangsidimpuan,Mei 2018

Peneliti

IRFAN
NIM.16010083P
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES AUFA ROYHAN PADANGSIDEMPUAN

Laporan Penelitian, April 2018


Oby Suhardi Panjaitam
Pengaruh Tindakan Oral Hygiene Terhadap Pencegahan Infeksi Rongga Mulut
Pada Pasien Penurunan Kesadaran Di Ruang ICU RSUD Dr. Ferdinan
Lumbantobing Sibolga Tahun 2017

Abstrak

Oral Hygiene adalah tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan


mulut, gigi dan gusi. Untuk pasien yang tidak mampu mempertahankan
kebersihan mulut dan gigi secara mandiri harus dipantau sepenuhnya oleh
perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan
oral hygiene pada pasien penurunan kesadaran dengan kejadian infeksi pada
rongga mulut di RSUD Dr. Ferdinan Lumbantobing Sibolga. Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen Cross Sectional pada 30
responden pasien dengan penurunan kesadaran di RSUD Dr. Fedinan
Lumbantobing Sibolga. Variabel independen penelitian ini adalah infeksi rongga
mulut dan variabel dependen penelitian ini adalah pre dan post oral hygiene. Data
dikumpulkan melalui observasi dan menggunakan instrumen berupa checklist.
Hasil penelitian bahwa ada pengaruh secara signifikan antara infeksi rongga mulut
sebelum dan sesudah oral hygiene dengan batas kemaknaan α < 0.05. Didapatkan
p = 0,000, sehingga 0,00 < 0.05. Disarankan perawat meningkatkan pelaksanaan
oral hygiene dengan cara mengikuti SOP yang ada diruangan.

Kata kunci : Pengaruh Tindakan Oral Hygiene, Infeksi Rongga Mulut,


Penurunan Kesadaran
Daftar Pustaka : 38 (2007-2015)
STUDY OF NURSING PROGRAM
Aufa Royhan Health School Padangsidempuan

Research Report, April 2018


Oby Suhardi Panjaitan

Oral Hygiene is the act of cleansing and refreshing the mouth, teeth and Influence
of Oral Hygiene Precautions on the Prevention of Mouth Infections In Patient
Reduced Awareness In ICU Room Dr. Ferdinan Lumbantobing Sibolga Year 2017

Abstract

Oral Hygiene is an act of cleansing and refreshing the mouth, teeth and
gums. For patients who are unable to maintain oral hygiene independently should
be monitored fully by the nurse. This study aims to determine the relationship
between the implementation of oral hygiene in patients decreased awareness with
the incidence of infection in the oral cavity in RSUD Dr. Ferdinan Lumbantobing
Sibolga. The design used in this study was quasi Cross Sectional experiments on
30 respondents of patients with decreased awareness in RSUD Dr. Fedinan
Lumbantobing Sibolga. The independent variables of this study were oral
infections and the dependent variables of this study were pre and post oral
hygiene. Data is collected through observation and using instrument in the form
of checklist. The results showed that there was a significant influence between
oral infections before and after oral hygiene with a significance limit of α <0.05.
Obtained p = 0,000, so 0.00<0.05. It is suggested that nurses improve the
implementation of oral hygiene by following SOP in the room.

Keywords : Effects of Oral Hygiene, Mouth Infection, Decreased Awareness


References : 38 (2007-2015)
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ……………………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………... ii
IDENTITAS PENULIS ……………………………………………. iii
ABSTRAK INDONESIA ………………………………………….. iv
ABSTRAK INGGRIS ……………………………………………… v
KATA PENGANTAR ……………………………………………… vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………... vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………... viii
DAFTAR SKEMA ………………………………………………….. ix
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………... x

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.3.1 Tujuan Umum 5
1.3.2 Tujuan Khusus 5
1.4 Manfaat Penelitian 6
1.4.1 Bagi Penderita dan Masyarakat 6
1.4.2 Bagi Puskesmas 6
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Diabetes Melitus 7
2.1.1 Defenisi Diabetes Melitus 7
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus 8
2.1.3 Patofisiolgi Diabetes Melitus 10
2.1.4 Gejala Diabetes Melitus 11
2.1.5 Komplikasi Diabetes Melitus 12
2.1.6 Faktor Resiko Diabetes Melitus 16
2.1.7 Pencegahan Diabetes Melitus 17
2.2 Konsep Kepatuhan dan Diet Diabetes Melitus 18
2.2.1 Kepatuhan Diabetes Melitus 18
2.2.2 Diet Diabetes Melitus 18
2.2.3 Prinsip Pengelolaan Diet Diabetes Melitus 23
2.2.4 Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan
Ketidakpatuhan Diet Diabetes Melitus Pada
Lansia 25
2.3 Konsep Lansia 28
2.3.1 Pengertian Lansia 28
2.3.2 Batasan Umur Lanjut Usia 28
2.3.3 Klasifikasi Lansia 29
2.3.4 Karakteristi Lansia 30
2.3.4 Tipe Lansia 30
2.3.5 Proses Penuaan 31
2.3.6 Tugas Perkembangan Lansia 33
2.4 Kerangka Konsep 34
2.5 Hipotesis Penelitian 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian 36
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian 36
3.2.1 Waktu Penelitian 36
3.2.2 Tempat Penelitian 36
3.3 Populasi Dan Sampel 37
3.3.1 Populasi 37
3.3.2 Sampel 37
3.4 Etika Penelitian 37
3.5 Prosedur Pengumpulan Data 38
3.6 Defenisi Operasional 39
3.7 Alat Pengukuran Data 40
3.7.1 Uji Validitas 40
3.7.2 Uji Reliabilitas 41
3.8 Rencana Analisa 42
3.8.1 Analisa Univariat 42
3.8.2 Analisa Bivariat 42
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Data Geografi dan Demografi 43
4.1.1 Data Geografi 43
4.1.2 Data Demografi 43
4.2 Analisa Univariat 44
4.2.1 Karakteristik Responden 44
4.2.2 Pengetahuan 45
4.2.3 Dukungan Keluarga 45
4.2.4 Peran Tenaga Kesehatan 46
4.2.5 Pendapatan 46
4.2.6 Motivasi 46
4.3 Analisa Bivariat 47
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Analisis Univariat 49
5.1.1 Usia 49
5.1.2 Jenis Kelamin 50
5.1.3 Pendidikan 51
5.1.4 Pekerjaan 52
5.2 Analisis Bivariat 53
5.2.1 Pengetahuan 53
5.2.2 Dukungan Keluarga 54
5.2.3 Peran Tenaga Kesehatan 55
5.2.4 Pendapatan 56
5.2.5 Motivasi 57
5.3 Hambatan dan Kelemahan Penelitian 58
5.3.1 Hambatan Penelitian 58
5.3.2 Kelemahan Penelitian 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan 59
6.2 Saran 60
DAFTAR PUSTAKA x
LAMPIRAN
DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 2.1 Kerangka Konsep 34


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 Surat Izin Survey Pendahuluan

Lampiran 4 Surat Balasan Izin Survey Pendahuluan

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

Lampiran 6 Surat Balasan Izin Penelitian

Lampiran 7 Kuesioner Penelitian

Lampiran 8 Lembar Konsultasi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus merupakan suatu kondisi dimana kadar gula di

dalam darah lebih tinggi dari biasa atau normal (Potter & Perry, 2009).

Tingginya kadar gula darah pada penderita DM karena gula tidak dapat

memasuki sel-sel di dalam tubuh akibat tidak terdapat atau kekurangan

insulin (Smeltzer & Bare, 2008). Penyakit ini biasa berkomplikasi dengan

penyakit lain, seperti jantung koroner, stroke, ulkus, ginjal, gangguan mata

(katarak dan retinopati), dan disfungsi ereksi, dan sebagainya (Shahab, 2009).

Menurut Bilous & Richard (2014) insulin yang dihasilkan oleh

kelenjar pankreas sangat penting untuk menjaga keseimbangan glukosa darah

yaitu untuk orang normal (non diabetes) waktu puasa antara 60-120 mg/dL

dan dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dL. Bila terjadi gangguan pada

insulin, keseimbangan tersebut akan terganggu, sehingga kadar glukosa darah

cenderung naik. Gejala pada penderita diabetes melitus adalah dengan

keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan (poliphagia), banyak

buang air kecil (poliuri), badan lemas serta penurunan berat badan yang tidak

jelas penyebabnya (Waspadji S, 2007).

Salah satu penatalaksanaan untuk mencegah terjadinya komplikasi

bagi pasien DM adalah terapi diet atau pengelolaan pola makan (Shahab,

2009). Tujuan utama dari terapi diet pada penderita DM adalah

mempertahankan kadar gula darah agar mendekati normal. Pasien dengan

DM yang menjalani terapi diet secara rutin dan kadar gula darahnya
terkendali, dapat mengurangi resiko komplikasi jangka pendek maupun

jangka panjang. Harapannya dengan mengurangi resiko komplikasi dari DM,

maka pasien DM dapat memiliki harapan hidup yang lebih baik dibandingkan

dengan pasien DM yang tidak terkendali kadar gula darahnya (Arisman,

2011).

Pengaturan makan (diet) merupakan komponen utama keberhasilan

pengelolaan Diabetes Melitus, akan tetapi mempunyai kendala besar yaitu

kepatuhan seseorang untuk menjalaninya (Tandra H, 2008). Pengaturan diet

diabetes yang baik adalah dengan memilih bahan makanan yang memiliki

indeks glikemik yang rendah (Arisman, 2011). Indeks glikemik yang rendah

adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula darah dari

karbohidrat yang tersedia dari suatu pangan atau secara sederhana dapat

dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut efeknya terhadap

kadar glukosa darah (Kozier E, 2010).

Prinsip pengaturan makan pada penderita diabetes melitus hampir

sama dengan anjuran makan untuk orang sehat masyarakat umum, yaitu

makanan yang beragam bergizi dan berimbang atau dikenal dengan gizi

seimbang maksudnya adalah sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi

masing-masing individu (Basuki, 2007). Dengan memperbaiki diet dan

nutrisi, maka diharapkan kualitas hidup penderita diabetes melitus dapat

meningkat, resiko komplikasi dapat dihindari, dan nutrisi yang seimbang

dapat diserap oleh tubuh.


Menurut Almatsier & Sunita (2010) kepatuhan penderita dalam

mentaati diet DM angat berperan penting untuk menstabilkan kadar glukosa

pada penderita diabetes melitus, sedangkan kepatuhan itu sendiri merupakan

suatu hal yang penting untuk mengembangkan rutinitas yang dapat membantu

penderita dalam mengikuti jadwal diet penderita. Menurut Kariadi & Sri

Hastuti (2009) hal yang sangat penting ditekankan adalah pola makan yang

disiplin dalam jadwal makanan, jenis makanan, dan jumlah makanan atau

dikenal dengan istilah 3J. Pengaturan porsi makanan sedemikian rupa

sehingga asupan zat gizi tersebar sepanjang hari (Suyono S, 2007).

Global Status Report On Non Communization Disease tahun 2014

yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa

prevalensi DM diseluruh dunia diperkirakan sebesar 9%. Proporsi kematian

akibat penyakit DM dari seluruh kematia akibat penyakit tidak menular

adalah sebesar 4%. Kematian akibat DM terjadi pada negara yang pendapatan

rendah dan menegah dengan proporsi sebesar 80%. Pada tahun 2030

diperkirakan DM menempati urutan ke-7 penyebab kematian di dunia (WHO,

2014).

Menurut Internasional Of Diabetic Federation (IDF), diabetes

melitus merupakan suatu penyakit kronik dimana tubuh tidak dapat

meproduksi insulin atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif.

Internasional Of Diabetic Federation (2013) mengatakan bahwa 382 juta

penduduk dunia menderita diabetes melitus. Pada tahun 2014 IDF

mengatakan jumlah penderita diabetes melitus di dunia semakin bertambah


banyak dengan prevalensi 415 juta jiwa. Indonesia menjadi negara yang

menempati urutan ke-7 dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta setelah Cina,

India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Mexico.

Menurut hasil Riset Kesehatan Daerah (Riskesdas) tahun 2013

menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus terbesar di Indonesia

terdapat di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebanyak 2,6 % dari

jumlah populasi, sedangkan tingkat prevalensi terendah terdapat di provinsi

lampung berkisar 0.7%. Di Indonesia menurut survey prevalensi penyakit

diabetes melitus di kota-kota besar mencapai 0,26% pada usia 6-20 tahun,

1,43% pada usia di atas 20 tahun, 4,16 pada usia 40 tahun keatas.

Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Data Surveilans

Terpadu Penyakit (STP) tahun 2013 untuk provinsi Sumatera Utara sendiri

prevalensi DM berdasarkan diagnosis Dokter/Tenaga kesehatan sekitar 1,8%

atau sekitar 1,8 juta penduduk dan 2,3% prevalensi berdasarkan diagnosis

Dokter/Nakes dan berdasarkan gejala yang dialaminya atau sekitar 23 juta

penduduk. Sedangkan untuk Kabupaten Mandailing Natal prevalensi

Diabetes Melitus pada lansia dengan diagnosis sekitar 0,5% sedangkan

diagnosis dan gejala sekitar 1,3 %. Prevalensi ini meningkat seiring

bertambahnya umur dan hampir sama angka kejadiannya antara laki-laki dan

perempuan (Riskesdas Provsu, 2007).

Pada waktu kegiatan senam Pronalis yang diadakan setiap hari jumat

di Puskesmas Muarasipongi, dimana setelah melakukan senam Pronalis setiap

lansia akan periksa KGD, tetapi masih banyak ditemukan hasil KGD diatas
normal. Sehingga dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Ketidakpatuhan Diet Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas

Muarasipongi”.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apa saja faktor-faktor yang

berhubungan dengan ketidakpatuhan diet pada lansia penderita diabetes melitus di

Puskemas Muarasipongi?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara ketidakpatuhan

diet DM pada lansia dengan faktor pengetahuan,faktor dukungan keluarga

faktor peran tenaga kesehatan,faktor pendapatan dan faktor motivasi di

Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal.

1.3.2Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden dalam menjalani diet diabetes

melitus.

b. Mengetahui hubungan antara faktor pengetahuan dengan

ketidakpatuhan diet DM pada lansia.

c. Mengetahui hubungan antara faktor dukungan keluarga dengan

ketidakpatuhan diet DM pada lansia.

d. Mengetahui hubungan antara faktor pendapatan dengan ketidakpatuhan

diet DM pada lansia.


e. Mengetahui hubungan antara faktor peran tenaga kesehatan dengan

ketidakpatuhan diet DM pada lansia.

f. Mengetahui hubungan antara faktor motivasi dengan ketidakpatuhan

diet DM pada lansia.

g. Mengetahui kepatuhan diet pada lansia.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi penderita dan masyarakat

Sebagai dasar upaya individu atau masyarakat yang menderita DM

dapat mengetahui cara kepatuhan diet dan pengelolaan DM, sehingga tidak

menimbulkan komplikasi penyakit degeneratif lain.

1.4.2 Bagi Puskesmas

Sebagai acuan dalam pemberian pendidikan kesehatan/penyuluhan

kesehatan pada pasien DM agar dapat mencapai keberhasilan dalam

pengelolaan diet.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta untuk meningkatkan

kinerja peneliti dalam mengelola diet DM, sehingga dapat diterapkan pada

keluarga dan masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Diabaetes Melitus

2.1.1 Defenisi Diabetes Melitus

Menurut The World Health Organization (WHO), Diabetes Melitus

(DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi

etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan

gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat

insufisiensi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan

produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau

disebabkan oleh kurang reponsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes,

2008). Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes Melitus

adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi yang terjadi karena sekresi

insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya (Perkeni, 2011).

Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrenologi

Indonesia, 2011), seorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar

gula darah puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula

darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah

70-110 mg/dL darah dan 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau

minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya (Kozier E,

2010).
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

American Diabetes Association (ADA) mengklasifikaikan diabetes

melitus berdasarkan patogenesis sindrom diabetes melitus dan gangguan

toleransi glukosa. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi 4 yaitu diabetes

melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, dan diabetes melitus gestasional (ADA,

2010).

a) Diabetes Melitus tipe I/Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)

Diabetes yang terjadi akibat keruakan sel ᵝ (beta) pankreas yang

disebabkan oleh proses autoimun akibatnya terjadi defisiensi insulin absolut,

sehingga penderita mutlak memerlukan insulin dari luar (eksogen) untuk

mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal (Suiraoka, 2012).

Diabetes Melitus tipe I tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa

menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe I, diabetes melitus tipe ini

dapat diobati menggunakan insulin dengan pengawasan terhadap tingkat

glukosa darah melalui monitor pengujian darah. Tanpa insulin, ketosis dan

diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma, bahkan bisa mengakibatkan

kematian.

Perawatan diabetes melitus tipe I harus harus tetap dilakukan, perawatan

tidak akan mempengaruhi aktivitas normal apabila kesadaran penderitanya

cukup, perawatan tepat dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan

yang dijalankan. Tingkat glukosa rata-rata untuk penderita diabetes melitus


tipe I harus mendekati kadar glukosa normal (80-120 g/dL, 4-6 mmol/L)

(Maulana, 2009)

b) Diabetes Melitus tipe II

Menurut The National Diabetes Data Group dan The world Health

Organization, diabetes melitus tipe II adalah intoleransi karbohidrat yang

ditandai dengan resistensi insulin, defisiensi relatif (bukan absolut) insulin,

kelebihan produksi glukoa hepar dan hiperglikemia (Brashers, 2007).

DM tipe II terjadi karena resistensi insulin, jumlah reseptor insulin pada

permukaan berkurang alaupun jumlah insulin tidak berkurang, hal ini

menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel meskipun insulin

tersedia (Suiraoka, 2012).

Beberapa faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin adalah obesitas

sentral, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang aktifitas dan faktor

keturunan atau herediter (Waspadji, 2007). DM tipe II termasuk Silent Killer

Diseases karena penderita biasanya tidak menunjukkan gejala-gejala selama

beberapa tahun, sehingga jarang terdeteksi pada awal diderita (Kozier E,

2010).

c) Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes Melitus Gestasional adalah keadaan diabetes atau intoleransi

glukosa yang timbul selama masa kehamilan dan biasanya berlangsung hanya

sementara (Depkes, 2008). Sebagian besar wanita yang mengalami diabetes

selama hamil memiliki homeostatis yang normal pada paruh pertama

kehamilan, kemudian berkembang menjadi defisiensi insulin relatif sehingga


terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia akan menghilang setelah melahirkan,

namun mereka memiliki peningkatan resiko menyandang diabetes melitus

tipe 2 (Rubenstein, 2007).

2.1.3 Patofisiologi Diabetes Melitus

Tubuh manusia memerlukan energi untuk menjalankan berbagai fungsi

sel dengan baik. Proses pembentukan energi terutama yang bersumber dari

glukosa memerlukan proses metabolisme yang rumit. Dalam proses

metabolisme tersebut insulin memegang peranan penting yang bertugas

memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya diubah menjadi energi

(Suiraoka, 2012).

Awalnya patofisiologis diabetes melitus bukan disebabkan oleh

kurangnya sekresi insulin, tetapi karena resistensi insulin (sel-sel sasaran

insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal). Faktor yang

mempengaruhi resistensi insulin antara lain obesitas, kurang aktifitas dan

penuaan (Depkes, 2008). Pada kondisi resistensi insulin terjadi gangguan

insulin dan reseptor pada dinding sel sehingga insulin tidak efektik untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi

insulin dan peningkatan kadar glukosa dalam darah, sel beta pankreas akan

meningkatkan produksi insulin, sehingga kadar glukosa darah akan

dipertahankan dalam keadaan normal (Maulana, 2009). Namun lambat laun sel

beta akan mengalami kerusakan sehingga tidak mampu mengkompensasi

resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan


defisiensi insulin sehingga penderita memerlukan insulin eksogen (Depkes,

2008).

Pada keadaan normal, glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin yang

diproduksi oleh sel beta pankreas sehingga kadarnya dalam darah selalu dalam

batas normal, baik dalam keadaan sebelum maupun sesudah makan. Insulin

memegang peranan yang sangat penting dalam pengaturan kadar glukosa darah

dan koordinasi penggunaan energi oleh jaringan. Bila insulin tidak ada atau

tidak dikenali oleh reseptor pada permukaan sel, maka glukosa tidak dapat

masuk ke dalam darah sehingga kadarnya akan meningkat (Suiraoka, 2012).

2.1.4 Gejala Diabetes Melitus

Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes melitus adalah:

a) Pengeluaran Urin

Poliuria adalah suatu keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam

meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala diabetes

melitus karena kadar gula dalam tubuh relatif tinggi (>180 mg/dL) sehingga

tubuh tidak sanggup untuk menguranginya dan berusaha untuk

mengeluarkannya bersama urin. Untuk menjaga agar urin yang dikeluarkan

tidak terlalu pekat, maka tubuh akan menarik air sebanyak-banyaknya ke

dalam urin sehingga urin yang dikeluarkan menjadi banyak dan buang air

kecil akan lebih sering. Gejala pengeluaran urin ini lebih terjadi pada malam

hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa (Hartini, 2009).

b) Timbul rasa haus (polidipsia)


Polidipsia adalah rasa haus yang berlebihan yang timbul karena kadar

glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan

asupan cairan agar tubuh terhindar dari dehidrasi (Lanywati, 2011).

c) Timbul rasa lapar (polifagia)

Pasien diabetes melitus akan merasa cepat lapar, hal ini karena

disebabkan kadar glukosa dalam tubuh semakin habis, sedangkan kadar

glukosa darah cukup tinggi, sehingga tubuh berusaha untuk memperoleh

tambahan cadangan gula dan makanan yang diterima (Lanywati, 2011).

d) Berkeringat banyak

Glukosa yang tidak dapat terurai akan dikeluarkan oleh tubuh melalui

keringat, sehingga pada pasien diabetes melitus akan mudah berkeringat lebih

banyak (Lanywati, 2011).

e) Lesu

Pasien diabetes melitus akan mudah merasakan lesu. Hal ini disebabkan

karena pada glukosa dalam tubuh sudah banyak dibuang oleh tubuh melalui

keringat atau urin, sehingga tubuh merasa lesu dan mudah lelah (Mansjoer,

2007).

f) Penyusutan berat badan

Penyusustan berat badan pada pasien diabetes melitus disebabkan tubuh

terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan (Hartini, 2009).

2.1.5 Komplikasi Diabetes Melitus

Gula darah yang tinggi dapat menimbulkan berbagai masalah

kesehatan. Peningkatan kadar gula darah dapat merusak pembuluh darah,


saraf, dan struktur internal lainnya, terbentuk zat kompleks yang terdiri dari

gula di dalam dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal

dan mengalami kebocoran yang menyebabkan aliran darah akan berkurang

terutama yang menuju ke kulit dan saraf (Shahab, 2009). Menurut Suyono S

(2007) kadar gula darah yang tidak terkontrol juga menyebakan kadar zat

lemak yang ada dalam darah mengalami peningkatan yang dapat

mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak dalam darah).

Sirkulasi yang buruk melalui pembuluh darah besar dan kecil dapat

meluksi jantung otak, tungkai, mata, ginjal, saraf, kulit dan memperlambat

penyembuhan luka (Maulana, 2009). Menurut Adam J (2009) Komplikasi

Diabetes Melitus menjadi 2 kategori yaitu komplikasi akut dan komplikasi

kronik.

a) Komplikasi Akut

Komplikasi terjadi apabila kadar glukosa darah seseorang meningkat

atau menurun dengan tajam dalam waktu yang singkat (Maulana,

2009).

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar darah turun menjadi 50-

60 mg/dL. Hipoglikemia dapat terjadi akibat antidiabetes yang diminum

dengan dosis tinggi, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena

aktifitas fisik yang berlebihan (Martono, 2007). Gejala hipoglikemia

ditandai dengan munculnya rasa lapar, gemetar, mengeluarkan keringat,

pusing, gelisah, berdebar-debar, dan penderita dapat pula mengalami


koma (Maulana, 2009). Penderita hipoglikemia harus segera

mendapatkan penanganan dapat berupa pemberian 2-4 tablet glukosa,

4-6 ons sari buah, 6-10 butir permen manis, 2-3 sendok sirup atau madu

(Suyono S, 2007).

2. Diabetes Ketoasidosis

Diabetes Ketoasidosis merupakan keadaan tubuh yang sangat

kekurangan insulin dan bersifat mendadak akibat infeksi, lupa suntik

insulin, pola makan yang terlalu bebas, atau stres (Maulana, 2009). Ada

tiga gambaran klinis pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi,

kehilangan elektrolit dan asidosis. Pasien diabetes ketoasidosis dapat

kehilangan hingga 6,5 liter air dan 400-500 mEq natrium, kalium dan

klorida dalam aktu 24 jam (Suyono S, 2007).

3. Koma Hiperosmoler Non Ketotik

Koma Hiperosmoler Non Ketotik merupakan keadaan tubuh tanpa

penimbunan lemak yang menyebabkan penderita menunjukkan

pernafasan yang cepat dan dalam. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya

dehidrasi berat, hipotensi, dan shock (Maulana, 2009).

b) Komplikasi Kronik

1. Kerusakan Saraf

Kerusakan saraf terjadi apabila glukosa darah tidak berhasil

diturunkan menjadi normal dalam jangka waktu yang lama maka dapat

melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang

memberi makan ke saraf pusat sehingga terjadi kerusakan saraf yang


disebut dengan neuropati diabetic. Neuropati diabetic dapat

mengakibatkan saraf tidak dapat mengirim atau menghantar pesan

rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim (Ndraha,

2014).

Gangguan saraf (neuropati) yang menyebabkan rasa seprti ditusuk-

tusuk pada kaki dan tangan. Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai,

dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum) maka pada

lengan dan tungkai dapat dirasakan kesemutan dan nyeri. Kerusakan

pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami luka, karena

penderita tidak dapat meredakan perubahan tekanan maupun suhu

(Maulana, 2009).

2. Kerusakan Ginjal (Nefropati Diabetik)

Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya gagal

ginjal terminal. Apabila terjadi nefropati, racun tidak dapat dikeluarkan,

sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal akan bocor ke

dalam air kemih (Ndraha, 2014).

3. Kerusakan Mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (retinopati) adalah suatu mikroangiopati yang

ditandai dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil

(Pandelaki, 2009).

4. Penyakit Jantung Koroner

Iskemia atau Infark Miokard yang biasanya tidak disertai dengan

nyeri dada atau silent miocardial infarction akan menyebabkan


komplikasi penyakit jantung koroner. Diabetes merusak dinding

pembuluh darah yang dapat menyebabkan penumpukan lemak di

dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah, sehingga

suplai darah ke otot jantung berkurang (Nugroho, 2011).

2.1.6 Faktor Resiko Diabetes Melitus

Menurut Perkeni (2011) faktor resiko Diabetes Melitus

dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

a) Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Ras dan etnik

2. Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)

3. Umur. Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat

seiring meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan

pemeriksaan Diabetes Melitus.

4. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >400 gram

atau riwayat pernah menderita DM Gestasional.

5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.

b) Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

1. Berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh >23 kg)

2. Kurangnya aktivitas fisik

3. Hipertensi (>140/90 mmHg)

4. Dislipidemia (HDL/High Density Lipoprotein <35 mg/dL atau

trigliserida >250 mg/dl


2.1.7 Pencegahan Diabetes Melitus

a) Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada kelompok

yang memiliki faktor resiko, yakni orang-orang yang belum terkena akan

tetapi berpotensi untuk mendapatkan Diabetes Melitus dan intoleransi

glukosa .

Hal hal yang harus diperhatikan sebagai berikut:

1. Membiasakan makan dengan pola gizi seimbang

2. Olahraga secara teratur sesuai dengan umur dan kemampuan fisik

3. Mempertahankan berat badan dengan batas normal

4. Menghindari obat-obat lain yang memicu timbulnya diabetes

(Suiraoka, 2012)

b) Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat

timbulnya penyakit pada pasien yang telah menderita diabetes melitus

(Perkeni, 2011). Hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tetap melakukan pencegahan primer

2. Pengendalian gula darah dengan obat-obatan baik oral maupun

suntikan agar tidak terjadi komplikasi diabetes (Suiraoka, 2012)

c) Pencegahan Tersier

Upaya yang bertujuan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut dari

komplikasi yang sudah terjadi, seperti pemeriksaan pembuluh darah pada


mata (pemeriksaan funduscopy tiap 6-12 bulan), pemeriksaan otak, ginjal,

dan tungkai (Suiraoka, 2012).

Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan

terintegrasi antar disiplin yang terkait. Untuk menunjang keberhasilan

pencegahan tersier sangat dibutuhkan kolaborasi yang baik antar para ahli

dari berbagai disiplin ilmu jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah

vascular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, dan lain-lain (Perkeni, 2011).

2.2 Konsep Kepatuhan dan Diet Diabetes Melitus

2.2.1 Kepatuhan Diabetes Melitus

Menurut Darmowidjojo, dkk (2007) kepatuhan (Compliance) adalah

tingkat ketaatan pasien dalam melaksanakan cara pengobatan dan perilaku

yang disarankan oleh dokter atau oleh orang lain. Sedangkan menurut

Nugroho (2011) konsep kepatuhan (Compliance) dalam konteks medis adalah

tingkatan yang menunjukkan perilaku pasien dalam mentaati dan mengikuti

prosedur atau saran dari ahli medis.

Kepatuhan diet merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam

penatalakanaan penyakit Diabetes Melitus. Hal tersebut dikarenakan

perencanaan makan merupakan salah satu pilar utama dalam pengelolaaan

Diabete Melitus (Perkeni, 2011). Sedangkan, menurut Riyadi & Sukarmin

(2008), kepatuhan diet DM terhadap prinsip gizi dan perencanaan makan

merupakan kunci keberhasilan dalam penatalaksanaan penyakit Diabetes

Melitus, namun merupakan satu kendala pada pelayanan diabetes.

2.2.2 Diet Diabetes Melitus


Diet diabetes melitus merupakan pengaturan pola makan bagi penderita

diabetes melitus berdasarkan jumlah, jenis, dan jadwal pemberian makanan

(Arisman, 2011). Tujuan utama yang diharapkan dari pengaturan diet ini

adalah untuk membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga

untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik (Potter & Perry,

2009).Menurut Waspadji (2007), penderita diabetes harus memperhatikan 3J

(Jumlah, Jadwal, Jenis) dalam melaksanakan diet yaitu:

a) Jumlah kalori yang dibutuhkan

Jumlah energi yang dibutuhkan oleh penderita diabetes melitus berbeda

dengan orang yang tidak menderita diabetes melitus. Total energi yang

diperoleh dari karbohidrat, protein, dan lemak. Satu gram karbohidrat dan

protein masing-masing menghasilkan 4 kkal dan 1 gram lemak menghasilkan

9 kkal. Proporsi masing-maising dalam total energi adalah 55-60% dari

karbohidrat, 12-20% dari protein dan lemak kurang dari 30% (Supariasa,

2007).

Kebutuhan energi dapat ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan

metabolisme basal sebear 25-35 kkal per kg berat badan normal, ditambah

dengan kebutuhan aktifitas fisik dan keadaan khusus (misalnya kehamilan

atau laktasi serta ada tidaknya komplikasi).

Adapun faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:

1. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori

wanita sebesar 25 kal/kg dan kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg.


2. Umur

Untuk diabetes usia 40-59 tahun kebutuhan kalori dikurang 5%, untuk

diabetes usia 60-69 kebutuhan kalori dikurang 10% dan diabetes untuk

usia lebih dari 70 tahun kebutuhan kalori dikurang 20%.

3. Aktifitas Fisik

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktifitas

fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan dasar pada keadaan

istirahat, 20% pada pasien dengan aktifitas ringan, 30% dengan aktifitas

sedang, dan pada pasien dengan aktifitas berat dapat ditambahkan 50%.

4. Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung tingkat

kegemukan. Apabila kurus ditambah 20-30% sesuai dengan kebutuhan

untuk meningkatkan berat badan.

5. Kondisi Khusus

Penderita dengan kondisi khusus, misalnya dengan ulkus diabetika

atau infeksi dapat ditambah 10-20%.

b) Jadwal makanan yang harus diikuti

Menurut Perkumpulan Endokronologi Indonesia (2006) Prinsip dasar

pengaturan jadwal makan pada penderita Diabetes Melitus adalah tiga kali

makan utama dan tiga kali makan selingan yang diberikan dalam interval

kurang lebih 3 jam.


c) Jenis makanan yang harus diperhatikan

1. Karbohidrat

Jumlah asupan total karbohidrat pada penderita diabetes melitus tidak

boleh melebihi 45-60% dari total asupan energi. Jenis karbohidrat yang

diutamakan untuk dikonsumsi adalah jenis karbohidrat kompleks, karena

selain merupakan sumber serat juga banyak mengandung vitamin. Adapun

jenis karbohidrat kompleks antara lain nasi, roti tawar, jagung,

sereal,kentang, ubi, singkong, tepung terigu, sagu dan tepung singkong.

Jenis karbohidrat sederhana harus dibatasi oleh penderita diabetes karena

karbohidrat sederhana lebih cepat dicerna dan diserap, sehingga membuat

kadar glukosa darah meningkat dengan cepat dan tinggi mengakibatkan

keadaan hyperglikemia (Supariasa, 2007).

Selain itu, hal lain yang harus diperhatikan adalah indeks glikemik

makanan. Indeks glikemik makanan adalah efek langsung dari makanan

terhadap kadar gula darah. Makanan dengan indeks glikemik tinggi akan

cepat dipecah di saluran pencernaan dan akan melepaskan glukosa secara

langsung ke dalam darah, sehingga dapat terjadi peningkatan kadar

glukosa darah dengan cepat (Supariasa, 2007).

Beberapa faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan

adalah cara memasak, proses penyiapan makanan dan bentuk makanan

serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak, dan protein), yang


dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat. Jumlah

masukan kalori makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting

daripada sumber atau macam karbohidratnya (Supariasa, 2007)

2. Protein

Kecukupan protein yang dianjurkan untuk orang lansia adalah 0,8-1 g

per kg berat badan atau setara dengan 12-20% dari total energi. Apabila

diabetes melitus tidak ditangani dengan baik dan mengabaikan jumlah

asupan protein yang berlebihan akan mengakibatkan timbulnya komplikasi

pada organ ginjal (Supariasa, 2007). Rendahnya aktifitas insulin akan

menghambat sintesis protein, oleh karena itu kecukupan asupan protein

dibutuhkan untuk mempertahankan sintesin protein.

3. Lemak

Lemak total yang dianjurkan adalah tidak lebh dari 30% total energi

dengan komposisi 10% dari lemak tak jenuh ganda, 10% dari lemak tak

jenuh tunggal dan 10 dari lemak jenuh. Sumber asam lemak dari tak jenuh

adalah minyak zaitun, biji bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak

jagung, minyak kacang kedelai (Supariasa, 2007).

4. Serat

Serat larut air dapat mempengaruhi kadar glukosa dan insulin dengan

menaikkannya secara perlahan setelah makan. Makanan yang mengandung

20 gram serat larut air per hari ketika dikonsumsi bersamaan dengan

karbohidrat dapat menurunkan LDLn secara cepat. Asosiasi Diabetes


Amerika menganjurkan konsumsi serat per hari untuk penderita diabetes

melitus adalah 20-35 gram (Supariaa, 2007).

2.2.3 Prinsip Pengelolaan Diet Diabetes Melitus

Pengaturan gizi merupakan komponen penting dalam pengelolaan

diabetes. Penderita diabetes akan meningkat kesehatannya dengan

mengontrol berat badan, kadar glukosa darah, kadar lemak darah, dan

penggunaan insulin sebagai hormon pengatur kadar glukosa darah.

Pengaturan gizi ini meliputi modifikasi diet untuk asupan gizi yang normal

untuk mengontrol kadar glukosa darah dan lemak darah (Supariasa, 2007).

Tujuan diet Diabetes Melitus adalah mempertahankan atau mencapai

berat badan ideal, mempertahankan kadar gluksoa darah mendekati normal,

mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas hidup

penderita (Hasdianah, 2012). Komposisi makanan yang dianjurkan oleh

PERKENI sendiri yaitu:

a) Karbohidrat

1. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energi

2. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

3. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat

tinggi

4. Gula dalam bumbu diperbolehkan, sehingga penyandang diabetes

dapat makan dengan makanan keluarga yang lain

5. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi


6. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal

tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

7. Makan 3X sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam

sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan sebagai

bagian dari kebutuhan kalori sehari.

b) Lemak

1. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori

2. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi

3. Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori

4. Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh

tunggal

5. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak

mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging

berlemak dan susu penuh (whole milk)

6. Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari

c) Protein

1. Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi

2. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, cumi, udang, dll),

daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,

kacang-kacangan, tahu, dan tempe

3. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein

menjadi 0,8 g/kgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan

65% hendaknya bernilai biologik tinggi.


d) Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta

sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,

serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan .

e) Natrium

1 Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan

anjuran untuk mayarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau

sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur

2 Mereka yang hipertensi, pembataan natrium sampai 2400 mg

3 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan

bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit

2.2.4 Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Ketidakpatuhan Diet

Diabetes Melitus Pada Lansia Menurut Tera & Noer (2011) sebagai

berikut:

a) Faktor Pengetahuan

Faktor pengetahuan pasien yang rendah tentang kepatuhan pengobatan

dapat menimbulkan kesadaran yang rendah akan berdampak dan

berpengaruh pada pasien dalam mengikuti cara pengobatan, kedisiplinan

pemeriksaan yang akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut. Lansia

yang memiliki pengetahuan rendah akan mempengaruhi tingkat kepatuhan


dalam menjalani pengobatan. Hubungan antara pengetahuan dengan

kepatuhan dalam melakanakan diet DM adalah unsur yang penting untuk

membentuk seseorang dalam mengambil keputusan/tindakan pencegahan

maupun penyembuhan penyakit yang dideritanya.

b) Faktor Dukungan Keluarga

Faktor Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-beda dalam

berbagai tahap kehidupan. Keluarga sangat berperan dalam pengambilan

keputusan tentang perawatan anggota keluarga yang sakit untuk

menentukan keputusan mencari dan mematuhi pengobatan. Faktor

dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

ketaatan pasien yang menjalani diet, dimana dukungan tersebut berupa

dukungan emosional, materil, serta psikis. Pasien yang mendapat

dukungan dan komunikasi yang kurang baik cenderung memiliki tingkat

kepatuhan yang rendah.

c) Faktor Pendapatan

Faktor Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha

yang telah dilakukan,faktor pendapatan akan memperngaruhi gaya hidup

seseorang. Orang yang mempunyai status ekonomi atau pendapatan lebih

tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih

konsumtif karena mampu membeli semua yang dibutuhkan bila

dibandingkan dengan status ekonomi ke bawah.

d) Faktor Peran Petugas Kesehatan


Peran adalah suatu tingkah laku, kepercayaan, nilai, dan sikap yang

diharapkan dapat menggambarkan perilaku yang seharusnya diperlihatkan

oleh individu pemegang peran tersebut dalam situasi yang umumnya

terjadi. Faktor tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada

masyarakat, agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran, kemauan,

dan kemampuan hidup sehat sehingga mampu mewujudkan derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan

sumber daya manusia yang produktif secara pendapatan. Tenaga kesehatan

memiliki beberapa petugas yang dalam kerjanya saling berkaitan yaitu

dokter, perawat, bidan, dan ketenagaan medis lainnya. Dalam hal ini,

perilaku tenaga kesehatan dapat menyebabkan tidak patuhnya pasien

dalam menjalani diet secara teratur yang dikarenakan apabila tenaga

kesehatan tidak dapat memberikan suatu penyuluhan tentang cara

pengelolaan diet diabetes melitus dengan benar.

e) Faktor Motivasi

Faktor motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang

ditandai dengan timbulnya perasaaan dan reaksi untuk mencapai tujuan

(Hamalik, 2008). Sikap perilaku dalam kesehatan individu juga

dipengaruhi oleh motivasi dari individu untuk berperilaku yang sehat dan

menjaga kesehatan.Tanpa motivasi dalam pengaturan diet pasien DM akan

mengalami ketidakpatuhan dalam mengatur pola makan sehari-hari.

Kepatuhan pasien dalam melaksanakan diet DM merupakan salah satu hal


terpenting dalam pengendalian DM. Pasien DM harus bisa mengatur pola

makannya sesuai dengan prinsip diet DM yang dianjurkan oleh tenaga

kesehatan, karena dengan mengatur pola makan pasien bisa

mempertahankan gula darah mereka agar tetap terkontrol (Wade & Travis,

2008).

f) Kepatuhan Diet DM

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap

intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang

ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan

dengan dokter. Sedangkan diet merupakan pengaturan pola makan bagi

penderita diabetes melitus berdasarkan jumlah, jenis, dan jadwal

pemberian makanan. Jadi, kepatuhan diet adalah tingkat

perilaku/kesadaran penderita DM dalam melaksanakan program perawatan

DM seperti melakukan pola hidup sehat, melakukan pengobatan secara

rutin serta pengaturan pola makan sesuai jumlah, jenis, dan jadwal yang

ditentukan.

2.3 Konsep Lansia

2.3.1 Pengertian Lansia

Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik yang

dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup (Akmadi, 2008).

Sedangkan menurut Nugroho (2011) usia lanjut adalah sesuatu yang harus

diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis yang akan diakhiri

dengan proses penuaan berakhir dengan kematian.


2.3.2 Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan

umur lansia adalah sebagai berikut:

1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal

1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai

usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

2. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi

menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah

45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua

(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90

tahun.

3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :

pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities)

ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun,

keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia

(geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric

age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young

old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun).

2.3.3 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan

Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu seseorang

yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun

atau lebih, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia

tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.3.4 Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60

tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan),

kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari

kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga

kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk,

2008).

2.3.5 Tipe Lansia

Menurut Padilah (2013) beberapa tipe pada lansia bergantung pada

karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial,

dan ekonominya. Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut:

a) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,

sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

b) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

c) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan

banyak menuntut.

d) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,

dan melakukan pekerjaan apa saja.

e) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.Tipe lain dari lansia adalah tipe

optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe

defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi

(kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus

asa (benci pada diri sendiri).

2.3.3 Proses Penuaan

Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang

dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai

usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena

yang kompleks multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel

dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem (Stanley, 2007).


Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan

yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya

jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan

mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan

proses penuaan (Maryam dkk, 2008).

Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis

yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah

suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan

struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera, termasuk

adanya infeksi.

Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai

dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan

saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit.

Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan

seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh

yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut

maupun saat menurunnya (Nugroho, 2011) Umumnya fungsi fisiologis tubuh

mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi

alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian

menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak,

2009).
Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik

secara biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang,

maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat

mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher, 2009).

Oleh karena itu, perlu perlu membantu individu lansia untuk menjaga harkat

dan otonomi maksimal meskipun dalam keadaan kehilangan fisik, sosial dan

psikologis.

2.3.4 Tugas Perkembangan Lansia

Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi

seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap

individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan

fungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit

dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah

waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari

(Maryam dkk, 2008).

Adapun tugas perkembangan pada lansia adalah : beradaptasi terhadap

penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap masa pensiun

dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian pasangan,

menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan kehidupan

yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah

dewasa, menemukan cara mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry,

2009).
2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang

ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan

Dukungan
Faktor-faktor yang berhubungan Keluarga
dengan ketidakpatuhan diet DM pada
Pendapatan
lansia

Peran tenaga
kesehatan

Motivasi

Kepatuhan diet

Skema 2.1 Sumber: Lawrence Green Dalam Notoatmodjo (2007)

2.5 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah :

Ha: Ada hubungan faktor pengetahuan dengan ketidakpatuhan diet DM pada

lansia di Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017.

Ha: Ada hubungan faktor dukungan keluarga dengan ketidakpatuhan diet DM

pada lansia di Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal tahun

2017.

Ha: Ada hubungan faktor peran tenaga kesehatan dengan ketidakpatuhan diet DM

pada lansia di Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal tahun

2017.
Ha:Ada hubungan faktor pendapatan dengan ketidakpatuhan diet DM pada lansia

di Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017.

Ha:Ada hubungan faktor motivasi dengan ketidakpatuhan diet DM pada lansia di

Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017.

H0: Tidak ada hubungan faktor pengetahuan dengan ketidakpatuhan diet DM

pada lansia di Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal tahun

2017.

H0: Tidak ada hubungan faktor dukungan keluarga dengan ketidakpatuhan diet

DM pada lansia di Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal

tahun 2017.

H0:Tidak ada hubungan faktor peran tenaga kesehatan dengan ketidakpatuhan

diet DM pada lansia di Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing

Natal tahun 2017.

H0: Tidak ada hubungan faktor pendapatan dengan ketidakpatuhan diet DM pada

lansia di Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017.

H0: Tidak ada hubungan faktor motivasi dengan ketidakpatuhan diet DM pada

lansia di Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelasi yaitu

penelitian yang di arahkan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel ,

yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmojo,2002) Sedangkan

pendekatan yang digunakan adalah pendekatancross sectional, yaitu pengambilan

data pada suatu waktu tertentu yang bertujuan untuk mengetahui “Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Ketidakpatuhan Diet Pada Lansia Penderita Diabetes

Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal

Tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari bulan Juli 2017 sampai dengan selesai.

Berikut adalah tabel mengenai jadwal penelitian:

BULAN
NO KEGIATAN JULI AGU SEPT NOV FEB MEI
1. Pengajuan Judul

2. Pembuatan Proposal
3. Seminar Proposal
4. Pelaksanaan Penelitian
5. Seminar Hasil
3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Muarasipongi Kabupaten

Mandailing Natal dengan alasan masih banyak ditemukan lansia penderita

DiabetesMelitus tidak patuh terhadap diet DiabetesMelitus.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan lansia yang menderita diabetes

melitus. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang menderita

diabetes melitus di Puskemas Muarasipongi sebanyak 31 orang.

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, dimana

pengambilan sampel diambil secara keseluruhan dari populasi. Sampel dalam

penelitian ini adalah lansia penderita Diabetes Melitus yang melakukan rawat

jalan di Puskesmas Muarasipongi sebanyak 31 orang.

3.4 Etika Penelitian

Etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting,

karena keperawatan akan berhubungan dengan manusia dan manusia mempunyai

hak asasi dalam kegiatan penelitian. Etika dalam penelitian dapat meliputi:

A. Informed Consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti dan

memenuhi kriteria inklusi disertai judul dan manfaat penelitian, bila subjek

menolak maka penelitian tidak memaksa dan tetap menghormati.


B. Anonimity (tanpa nama)

Peneliti tetap menjaga kerahasiaan subjek peneliti, dalam pengumpulan data

baik dengan wawancara, observasi, ataupun ceklist tidak dicantumkan nama

informan ataupun pada saat menampilkan cuplikan hasil wawancara.

C. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari subyek penelitian dijamin

oleh peneliti.

3.5 Prosedur Pengumpulan Data

1. Setelah proposal disetujui oleh penguji, peneliti meminta surat

permohonan izin dari Stikes Aufa Royhan Padangsidimpuan.

2. Mengajukan surat permohonan izin tersebut kepada Kepala Puskesmas

Muarasipongi.

3. Peneliti menyeleksi calon responden yang sesuai dengan kriteria yang

telah ditentukan sebelumnya.

4. Setelah mendapatkan responden, peneliti menanyakan kepada calon

responden bersedia atau tidak menjadi responden.

5. Calon responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan

(informed consent) dan diminta untuk mengisi kuesioner dengan

memberikan waktu sekitar 20-30 menit.

6. Peneliti memberikan kesempatan bertanya jika dalam kuesioner terdapat

pertanyaan yang tidak dimengerti oleh responden.

7. Peneliti mengumpulkan kembali kuesioner dan memeriksa jika ada lembar

kuesioner yang tidak lengkap atau pertanyaan yang tidak diisi


seluruhnyaoleh responden. Jika tidak lengkap maka responden diminta

untuk melengkapi.

8. Setelah data terkumpul dari semua responden, maka dilakukan analisa data

dan pengolahan data.

3.6 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah defenisi karakteristik yang dapat diamati (diukur)

untuk diobservasi atau pengukuran secara cermat terhadap situasi obyek atau

fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2007).

Defenisi operasional pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan

dengan ketidakpatuhan diet pada lansia penderita diabetes melitus di wilayah

kerja Puskesmas Muarasipongi.

NO Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
1. Pengetahuan Pemahaman, Kuesioner 1. Baik: 75-100% Ordinal
pembelajaran dan sebanyak 2. Cukup: 50-74%
pengalaman yang 30 3. Kurang: <50%
terakumulasi pertanyaan
sehingga bisa
diaplikasikan ke
dalam
masalah/proses
bisnis tertentu .
2. Dukungan Jawaban responden Kuesioner 1. Mendukung: 50- Ordinal
Keluarga mengenai sikap sebanyak 100%
keluarga dalam satu 30 2. Tidak mendukung:
rumah terhadap diet pertanyaan <50%
DM yang sedang
dijalankan oleh
responden
3. Peran Pelayanan Kuesioner 1. Berperan: 50-100% Ordinal
Tenaga kesehatan yang sebanyak 2. Tidakberperan:
Kesehatan maksimal kepada 30 <50%
masyarakat untuk pertanyaan
hidup sehat
sehingga mampu
mewujudkan
derajat kesehatan.
4. Pendapatan Hasil yang Kuesioner 1. Golongan atas: Nominal
diperoleh dari kerja sebanyak 1 (Rp.2.500.00-
atau usaha yang pertanyaan 3.500.000/bulan)
telah dilakukan dan 2. Golongan
akan menengah:
memperngaruhi (Rp.1.500.000-
gaya hidup 2.500.000/bulan)
seseorang 3. Golongan bawah:
<Rp.1.500.000
5. Motivasi Suatu proses dalam Kuesioner 1. Tinggi:nilai Ordinal
diri manusia yang sebanyak 60-100%
menyebabkan 30 2. Rendah: nilai<60%
organisme tersebut pertanyaan
bergerak menuju
tujuan yang
dimiliki, atau
bergerak menjauh
dari situasi yang
tidak
menyenangkan.
6. Kepatuhan Tindakan yang Kuesioner Skor tertinggi 60, skor Interval
Diet DM dilakuan oleh sebanyak terendah 15
penderita diabetes 30 1. Patuh: 41-60
melitus untuk pertanyaan 2. Tidak patuh: 15-40
mengatur jenis
makanan dengan
tujuan untuk
menurunkan kadar
gula darah

3.7 Alat Pengukuran Data

3.7.1 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk menunjukkan tingkat validitas atau

kesalahan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrument dikatakan valid apabila


dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi

rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang

terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud

(Arikunto, 2010: 168). Uji validitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji

product moment person dan dinyatakan valid, jika korelasi tiap butir nilai

positif dan nilai rxy > r tabel (Sugiyono, 2013)

Pengukuran dikatakan valid bila rxy yang didapatkan hasil pengukuran

item soal lebih besar dari r tabel yang didapatkan dari r product moment

person dengan nilai α = 5%. Penilaian validitas dilakukan dengan ketentuan

sebagai berikut:

1. Jika nilai r hitung > r tabel maka pertanyaan tersebut valid

2. Jika nilai r hitung < r tabel maka pertanyaan tersebut tidak valid..

Uji coba dilakukan pada lansia penderita DiabetesMelitus di wilayah kerja

Puskesmas Kotanopansebanyak 31 orang.

3.7.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana instrumen dapat dipercaya

untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data. Reliabilitas menunjuk pada

tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat

diandalkan (Arikunto 2010: 178). Pertanyaan yang sudah dinyatakan valid

kemudian diukur reliabilitasnya. Uji reliabilitas dilakukan dengan

menggunakan metode alfa cronbach. Yaitu membandingkan antara r hasil

dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tidak signifikan 5%. Suatu
instrumen (kuesioner) dikatakan reliabel apabila r hasil (nilai cronbach’s

alpha) > 0,70 (Gozhali, 2011:48).

3.8 Rencana Analisa

3.8.1 Analisa Univariat

Analisis univariat adalah analisa yang menganalisis tiap variabel dari

hasil peneitian. Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data dianalisa

menggunakan statistik deskriptif untuk disajikan dalam bentuk tabulasi,

minimum, maksimum dan mean dengan cara memasukkan seluruh data

kemudian diolah secara statistik dekriptif untuk melaporkan hasil dalam

bentuk distribusi dari masing-masing variabel.

3.8.2 Analisa Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

bebas (faktor pengetahuan, faktor dukungan keluarga, faktor peran tenaga

kesehatan, faktor pendapatan dan faktor motivasi) dan variabel terikat

(ketidakpatuhan diet). Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan uji statistik odds ratio, yang artinya apabila p<0,05 maka

pada taraf kepercayaan 95% OR dinyatakan signifikan atau bermakna yang

berarti dapat mewakili keseluruhan populasi.


BABIV
HASIL PENELITIAN

4.1 Data Geografi dan Data Demografi

4.1.1 Data Geografi

Puskesmas Muarasipongi merupakan puskesmasyang terletak di desa

Muara Kumpulan Kecamatan Muarasipongi, Kabupaten Mandailing Natal,

provinsi Sumatera Utara. Adapun batas-batas wilayah Puskesmas

Muarasipongi sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kotanopan

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat

3. Sebelah Selatan berbataan dengan Provinsi Sumatera Barat

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pakantan

4.1.2 Data Demografi

Luas wilayah kerja Puskesmas Muarasipongi sekitar 82,98 𝑘𝑚2 yang

terdiri dari 16 desa dan 1 kelurahan.. Wilayah yang paling luas adalah

Kelurahan Pasar Muara Sipongi (17,2 𝑘𝑚2 ), dan luas wilayah terkecil adalah

desa Afgas atau Relokasi dengan luas (4 𝑘𝑚2 ). Jumlah penduduk pada tahun

2016 adalah 5.526 jiwa, terdiri dari 1.117 rumah tangga (RT). Wilayah

Puskesmas Muarasipongi cukup luas dibandingkan dengan jumlah

penduduknya, rata-rata per km2 terdapat 109 jiwa. Rata-rata per rumah tangga

terdiri dari 5 jiwa. Yang paling banyak penduduknya adalah Kelurahan Pasar

Muara Sipongi (1.354 jiwa), dan yang paling sedikit penduduknya adalah desa

Afgas atau Relokasi (259) jiwa.


Puskesmas Muarasipongiterletak di Jl. Medan-Padang desa Muara

Kumpulan Kecamatan Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal. Puskesmas

Muarasipongi mempunyai wilayah kerja 16 desa 1 kelurahan dan 3 Puskesmas

Pembantu.

4.2 Analisa Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden

Penelitian ini berdasarkan karakteristik responden pada lansia yang

menderita Diabetes Melitus mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan dan

pekerjaan.

Tabel 4.2.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karastersitik


Lansia Yang Mengalami Diabetes Mellitus di Puskesmas
Muara Sipongi Tahun 2017

Karasteristik Responden Frekuensi Persentase (%)


Usia
45-59 tahun 12 38.7
60-74 tahun 15 48.4
>75 tahun 4 12.9
Total 31 100.0
Jenis Kelamin
Laki-laki 15 48.4
Perempuan 16 51.6
Total 31 100.0
Pendidikan
SD 10 32.2
SMP 9 29.0
SMA 6 19.4
Perguruan Tinggi 6 19.4
Total 31 100.0
Pekerjaan
Tidak bekerja 12 38.6
Wiraswasta 8 25.8
Petani 4 12.8
PNS/TNI/POLRI 7 22.6
Total 31 100.0

1
2

Dari tabel 4.2.1 dapat dilihat bahwa dari 31 responden yang diteliti

berdasarkan usia yaitu mayoritas lansia berusia 60-74 tahun sebanyak 15 orang

(48,4%), berdasarkan jenis kelamin yaitu mayoritas lansiayang menderita

penyakit DM adalah perempuan sebanyak 16 responden (51,6%), berdasarkan

pendidikan mayoritas lansia memilki tingkat pendidikan SD sebanyak 10

responden (32,2%) dan berdasarkan pekerjaanmayoritas lansia tidak bekerja

sebanyak 12 responden (38,7%).

4.2.2 Faktor Pengetahuan

Tabel 4.2.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Pengetahuan di


Puskesmas Muarasipongi Tahun 2017

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)


Baik 7 22.6
Cukup 9 29.0
Kurang 15 48.4
Total 31 100.0

Berdasarkan tabel 4.2.2 dapat diketahui bahwa dari 31 responden yang

diteliti mayoritas lansia memiliki faktor pengetahuan kurang sebanyak 15 orang

(48,4%) dan minoritas lansia memiliki faktor pengetahuan baik sebanyak 7orang

(22,6%).

4.2.3 Faktor Dukungan Keluarga

Tabel 4.2.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Dukungan Keluarga di


Puskesmas Muarasipongi Tahun 2017

Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)


Mendukung 14 45.2
Tidak Mendukung 17 54.8
Total 31 100.0
3

Berdasarkan tabel 4.2.3 dapat diketahui bahwa dari 31 responden yang

diteliti mayoritas kurang faktor dukungan keluarga sebanyak 17 orang (54,8%)

dan minoritas adanyafaktor dukungan dari keluarga sebanyak 14orang (45,2%).

4.2.4 Faktor Peran Tenaga Kesehatan

Tabel 4.2.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Peran Tenaga


Kesehatan di Puskesmas Muarasipongi Tahun 2017

TenagaKesehatan Frekuensi Persentase (%)


Berperan 21 67.7
TidakBerperan 10 32.3
Total 31 100.0

Berdasarkan tabel 4.2.4 dapat diketahui bahwa dari 31 responden yang

diteliti mayoritas mendapatkan dukungan faktor petugas kesehatan sebanyak 21

orang (67,7%) dan minoritas kurang mendapat dukungan faktor petugas

kesehatansebanyak 10orang (32,3%).

4.2.5 Faktor Pendapatan

Tabel 4.2.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Pendapatandi


Puskesmas Muarasipongi Tahun 2017

Pendapatan Frekuensi Persentase (%)


Rp.2.500.00-3.500.000 11 35.5
Rp.1.500.000-2.500.000 7 22.6
<Rp.1.500.000 13 41.9
Total 31 100.0

Berdasarkan tabel 4.2.5 dapat diketahui bahwa dari 31 responden yang

diteliti mayoritas responden berpenghasilan rendah <Rp.1.500.000 sebanyak 13

orang (41,9%) dan minoritas responden berpenghasilan cukupRp.1.500.000-

2.500.000sebanyak 7orang (22,6%).


4

4.2.6 Faktor Motivasi

Tabel 4.2.6Distribusi Frekuensi Berdasarkan Motivasi Responden di


Puskesmas Muara Sipongi Tahun 2017

Motivasi Frekuensi Persentase (%)


Tinggi 15 48.4
Rendah 16 51.6
Total 31 100.0

Berdasarkan tabel 4.2.6 dapat diketahui bahwa dari 31 responden yang

diteliti mayoritas responden memiliki faktor motivasi rendah sebanyak 16 orang

(51,6%) dan minoritas responden memiliki faktor motivasi diri yang tinggi

sebanyak 15 orang (48,4%).

4.3 Analisis Bivariat

Tabel 4.3.1 Hasil Analisis Bivariat Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan


Ketidakpatuhan Diet DM Pada Lansia
NO Karakteristik p-value OR CI 95%
Reponden Min Max
1 Pengetahuan - - - -

2. Dukungan Keluarga 0,002 13,500 2,152 84,688

3. Tenaga Kesehatan 0,004 7,857 5,992 11,260

4. Pendapatan - - - -

5. Motivasi 0,001 10,667 3,034 73,574

a. Hubungan Pengetahuan dengan Ketidakpatuhan Diet

Berdasarkan tabel 4.3.1 tidak diperoleh hasil nilai p-value maupun OR,

dikarenakan tabel pengetahuan menggunakan tabel 3x2. Sehingga tidak ada

hubungan antara pengetahuan dengan ketidakpatuhan.


5

b. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Ketidakpatuhan Diet

Berdasarkan tabel 4.3.1 diperoleh hasil dukungan keluarga berpengaruh terhadap

ketidakpatuhan diet DM pada lansia dengan perolehan nilai p-value= 0,002 dan

nilai OR =13,500.

c. Hubungan Tenaga Kesehatan dengan Ketidakpatuhan Diet

Berdasarkan tabel 4.3.1 diperoleh hasil tenaga kesehatan berpengaruh terhadap

ketidakpatuhan diet DM pada lansia dengan perolehan nilai p-value= 0,004 dan

nilai OR =7,857

d. Hubungan Pendapatan dengan Ketidakpatuhan Diet

Berdasarkan tabel 4.3.1 tidak diperoleh hasil nilai p-value maupun OR,

dikarenakan tabel pengetahuan menggunakan tabel 3x2. Sehingga tidak ada

hubungan antara pendapatan dengan ketidakpatuhan.

e. Hubungan Motivasi dengan Ketidakpatuhan Diet

Berdasarkan tabel 4.3.1 diperoleh hasil motivasi berpengaruh terhadap

ketidakpatuhan diet DM pada lansia dengan perolehan nilai p-value= 0,001 dan

nilai OR =10,667.
6

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1.1 Faktor Pengetahuan dengan Ketidakpatuhan Lansia Menjalankan

Diet DM

Berdasarkan data karasteristik responden dimana mayoritas responden

memiliki pengetahuan yang kurang sebanyak 15 orang (48,4%) dan minoritas

responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 7 orang (22,6%).

Notoatmodjo mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Perilaku baru dari

sesorang dimulai pada domain kognitif dalam arti subjek tahu terlebih dahulu

terhadap stimulus yang berupa materi objek yang menimbulkan respon batin

dalam bentuk sikap kemudian objek yang telah diketahui dan disadari

sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa

tindakan terhadap stimulus atau objek, sehingga pengetahuan merupakan

langkah awal dari sesorang untuk menentukan sikap dan perilakunya (Juniarti

et al, 2014). Analisis hasil penelitian yang telah dilakukan menggunakan uji

regresi linear yang menunjukkan bahwa tidak ada faktor antara pengetahuan

dengan ketidakpatuhan dalam menjalankan diet dengan p value 0,159

(0.159>0,05).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Lestari (2012) di RSUP Fatmawati yang menujukkan bahwa

ada hubungan antara faktor pengetahuan dengan ketidapatuhan penderita DM


7

dalam menjalankan diet, dimana responden yang mempunyai tingkat

pengetahuan kuranglebih memilih untuk tidak patuh dalam mejalankan diet

dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan baik (Lestari,

2012).

5.1.2 Faktor Dukungan Keluarga dengan Ketidakpatuhan Lansia

Menjalankan Diet DM

Berdasarkan data karasteristik responden dimana mayoritas responden

kurang didukung oleh keluarganya dalam menjalankan diet yaitu sebanyak 17

orang (54,8%) dan minoritas responden yang didukung oleh keluarganya

sebanyak 14 orang (45,2%).

Menurut Niven (2002) dukungan keluarga merupakan salah atu faktor

yang mempengaruhi kepatuhan diet yang tidak dapat diabaikan karena

dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penguat yang mempengaruhi

kepatuhan pasien dalam menjalankan diet (Amelia et al, 2014). Dukungan

keluaraga secara nyata merupakan bentuk kepedulian keluarga untuk

memberikan dukungan, mengingatkan dan membantu penderita DM dalam

pengaturan makan (Hendro, 2010). Analisis hasil penelitian yang telah

dilakukan menggunakan uji regresi linear yang menunjukkan bahwa tidak ada

faktor antara dukungan keluarga dengan ketidakpatuhan dalam menjalankan

diet dengan p value 0,565 (0,565 > 0,05).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Lestari (2012) juga menunjukkan adanya hubungan yang

bermakna antara dukungan keluarga dengan ketidakpatuhan diet yaitu


8

responden yang mendapat dukungan negatif dari keluarga 5,5 kali lebih

memilih untuk tidak patuh dalam menjalankan diet dibandingkan dengan

responden yang mendapat dukungan positif dari keluarganya (Lestari, 2012).

5.1.3 Faktor Peran Tenaga Kesehatan dengan Ketidakpatuhan Lansia

Menjalankan Diet DM

Berdasarkan data karasteristik responden dimana mayoritas responden

mendapatkan dukungan petugas kesehatan dalam menjalankan diet yaitu

sebanyak 21 orang (67,7%) dan minoritas responden tidak mendapat dukungan

dari petugas kesehatan sebanyak 10 orang (37,3%).

Niven (2002) yang mengemukakan bahwa interaksi antara profisional

kesehatan dengan pasien merupakan bagian penting dalam menentukan derajat

kepatuhan, orang – orang yang merasa menerima perhatian dari seseorang atas

kelompok biasanya cenderung mengikuti nasehat medis daripada pasien yang

kurang mendapat dukungan sosial (Kamalludin dan Eva, 2009). Analisis hasil

penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear

menunjukkan bahwa tidak ada faktor antara peran tenaga kesehatan dengan

ketidakpatuhan dalam menjalankan diet dengan nilai p = 0,446 (0,446>0,05)

Penderita yang kurang mendapat dukungan dari petugas kesehatan

mempunyai risiko 2 kali tidak patuh dalam menjalani diet dibandingkan

dengan penderita yang mendapat dukungan baik dari petugas kesehatan.

Dukungan dari tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien sebagai

pemberi pelayanan kesehatan, penerimaan informasi bagi pasien dan keluarga

serta rencana pengoatan selanjutnya.Penelitian ini sesuai dengan penelitian


9

yang dilakukan oleh Runtukahu et al (2015) yang menunjukkan adanya faktor

antara peran dari petugas kesehatan dengan tingkat ketidakpatuhan diet. Hal ini

dikarenakan pada penelitian ini maupun penelitian yang dilakukan oleh

Runtukahu (2015), proporsi kepatuhan diet DM lebih tinggi pada responden

yang mendapat dukungan baik dari petugas kesehatan dibandingkan dengan

responden yang kurang mendapat dukungan dari petugas kesehatan.

5.1.4 Faktor Pendapatan/Penghasilan dengan Ketidakpatuhan Lansia

Menjalankan Diet DM

Berdasarkan data karasteristik responden dimana mayoritas responden

memiliki penghasilan <Rp.1.500.000 yaitu sebanyak 13 orang (41,9%) dan

minoritas responden memiliki penghasilan Rp.1.500.000-2.500.000 sebanyak 7

orang (22,6%). Menurut Rosenstock et al (1988), pendapatan adalah hasil yang

diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan, pendapatan akan

memperngaruhi gaya hidup seseorang. Semakin tinggi pedapatan seseorang

makin mudah ia memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang mempunyai

status ekonomi atau pendapatan lebih inggi akan mempraktikkan gaya hidup

yang mewah misalnya lebih konsumtif karena mampu membeli semua yang

dibutuhkan bila dibandingkan dengan status ekonomi ke bawah.

Analisis hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan uji

regresi linear menunjukkan bahwa tidak ada faktor antara pendapatan dengan

ketidakpatuhan dalam menjalankan diet dengan nilai p = 0,118 (0,118>0,05).


10

5.1.4 Faktor Motivasi Diri dengan Ketidakpatuhan Lansia Menjalankan

Diet DM

Berdasarkan data karasteristik responden dimana mayoritas responden

memiliki motivasi diri yang rendah yaitu sebanyak 16 orang (51,6%),dan

minoritas responden memiliki motivasi diri yang tinggi sebanyak 15 orang

(48,4%).

Motivasi merupakan arah dan internitas dari usaha seseorang, motivasi

dapat menggerakkan dan mengarahkan perilaku sesorang terhadap tujuan

(Ismail et al, 2012). Motivasi diri dapat mempengaruhi perilaku kesehatan

individu individu untuk berperilaku yang sehat dan menjaga kesehatannya.

Wahjosumido (1985) dalam Sarwono (2004) menyatakan bahwa motivasi

merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap,

kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, dan

motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri

seseorang itu sendiri dan faktor di luar dirinya.

Analisis hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan uji

regresi linear menunjukkan bahwa ada faktor antara motivasi diri dengan

ketidakpatuhan lansia dalam menjalankan diet DM di Puskesmas Muarasipongi

dengan nilai p = 0,035 (0,035< 0,05). Hasil Penelitian ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tri Suci Lestari (2012) yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi dengan ketidakpatuhan diet

pasien DM (p=0,000). Hal ini dikarenakan pada penelitian ini maupun

penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2012) menunjukkan proporsi


11

ketidakpatuhan diet DM lebih banyak pada responden yang memiliki motivasi

diri yang kurang dari pada responden yang memiliki motivasi diri yang tinggi.

5.2 HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN

5.2.1 Hambatan Penelitian

Ketika melakukan wawancara peneliti tidak menggunakan takaran baku

dan food model dalam pencatatan ukuran makanan yang dikonsumsi yang

memungkinkan mendapatkan informasi.

5.2.2 Kelemahan Penelitian

1. Pengambilan data variabel ketidakpatuhan diet dilakukan

denganpencatatan kebiasaan konsumsi makanan dalam satu bulan

terakhir sehingga data yang diperoleh mengandalkan daya ingat

responden responden sebagai subyek penelitian yang menyebabkan

kemungkinkan terjadinya recall bias.

2. Peneliti tidak menggunakan takaran baku konsumsi makanan sehingga

persepsi penghitungan takaran konsumsi makanan dan bahan makanan

oleh penderita DM mungkin berbeda dengan persepsi peneliti sehingga

memungkinkan terjadinya bias infomasi.


12

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

ketidakpatuhan diet pada lansia penderita diabetes melitus di Puskesmas

Muarasipongi dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang (48,4%),

berjenis kelamin perempuan (84,3%), kurangnya dukungan

keluarga(54,8%), memiliki penghasilan <Rp.1.500.000 (41,9%),

kurangnya motivasi diri (51,6%) .

2. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan ketidakpatuhan lansia

dalam menjalankan diet DM dikarenakan tabel pada pengetahuan

menggunakan tabel 3x2

3. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan ketidakpatuhan lansia

dalam menjalankan diet DM dengan p value = 0,002 dan OR=13,500

4. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dengan ketidakpatuhan lansia

dalam menjalankan diet DM dengan p value = 0,004 dan OR=7,857

5. Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan ketidakpatuhan lansia

dalam menjalankan diet DM dikarenakan tabel pada pendapatan

menggunakan tabel 3x2

6. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dengan ketidakpatuhan lansia

dalam menjalankan diet DM dengan p value = 0,001 dan OR=10,667


13

6.2 Saran

1. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi bagi ilmu kesehatan

keperawatan khususnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

ketidakpatuhan diet DM pada lansia.

2. Bagi Responden

Diharapkan responden lebih meningkatkan pengetahuan khususnya

tentang kepatuhan diet diabetes mellitus dan banyak melakukan kegiatan

ke hal positif untuk menghindari komplikasi penyakit lain.

3. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan bagi perawat di Puskesmas Muarasipongi agar membuat

program dan lebih memfasilitasi sarana dan prasarana untuk penyuluhan

kesehatan tentang kepatuhan diet DM khususnya pada lansia. Perawat

diharapkan lebih sering memberikan edukasi dan motivasi kepada pihak

keluarga dan pasien.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya mengembangkan variabel penelitian

sehingga ini akan berbeda hasil jika variabel-variabel lainnya diteliti dan

lebih didapatkan hasil penelitian yang lebih baik.


14

DAFTAR PUSTAKA

Adam, J.M.F. (2009). Dislipidemia. In: udoyo, A.W, Setiyohadi, B, Alwi,I.,


Simadibrata M, Setiasti S, editors. Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 5th
ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia pp 1984.
Akmadi. (2008). Pengertian Lansia dan Permasalahan Lanjut Usia. Dari
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/lanjutusia-lansia.html.
Almatsier, Sunita. (2010). Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
American Diabetes Association, (2010). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care Vol.33: 562-569.
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi
Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Arisman. (2011). Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas dan Diabetes Melitus dan
Dislipidemia.Jakarta: EGC.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
(2013). Riset Kesehatan Dasar 2013 (RISKESDAS 2013). Jakarta: Depkes
RI.Availablefrom:http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Ri
skesdas%2020 13.pdf(Accessed 28 Maret 2014).
Basuki, E. (2007). Teknik Penyuluhan Diabetes Mellitus dalam Penata laksanaan
Diabetes Mellitus Terpadu. FKUI.
Bilous, R.,Richard Donelly. (2014). Buku Pegangan Diabetes Edisi ke 4. Jakarta:
Bumi Medika.
Brashers, Valentina L..(2007). Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan &
Manajemen. Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
Data Surveilans Terpadu. (2013). Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jendral PPM-PLP Direktorat Epidemiologi dan Imunisasi. 2013.
Jakarta
Darmowidjojo,dkk. (2007). Hidup sehat dengan diabetes. FK UI Press

Depkes R.I. (2008). Pedoman Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit


Metabolik. Jakarta.
Dinas Kesehatan Sumatera Utara. (2009). Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun
2009.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus di
Indonesia. Jakarta.
15

Efendi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktek Dalam


Keperawatan Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Friedman, dkk. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga, Riset, Teori, dan
Praktik. Jakarta: EGC.
Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hartini, S. (2009). Diabetes Siapa Takut, Panduan Lengkap untuk Diabetes,
Keluarganya dan Profesional Medis. Jakarta: Penerbit Qanita. hal 90-93.
Hasdianah HR, Dr. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus pada Orang Dewasa dan
Anak- anak. Yogyakarta : Nuha Medika
IDF. (2014). Diabetes melitus prevalence in 7 region. Diunduh dari
http://www.idf.org/sites/default/files/DM%202010_7%20regions.xls pada
tanggal 30 september 2012.
Ip Suiraoka. (2012). Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kartini S, 2009. Penatalaksanaan Gizi Terpadu Diabetes Mellitus. Jakarta

Kozier, E& Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi 7.


Jakarta: EGC.
Lanywati. (2011). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta:
Kanisius.
Mansjoer, Arif. (2007). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius.
Martono H PK, Rahayu RA, Joni B, Huda IS, Murti Y. (2007). Diabetes melitus
pada lanjut usia. In: Darmono ST, dkk editor. Naskah lengkap diabetes
melitus. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Maryam, R. Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medik
Maulana HDJ. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Maulans, Mirza. (2008). Mengenal Diabetes Melitus Panduan Praktis Menangani


Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Katahati.
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
Ndraha, S. (2014). Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tata Laksana Terkini.
Departemen Penyakit Dalam. FK. Universitas Krida Wacana. Jakarta.
16

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka


Cipta

Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah Dan


Paenyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Pandelaki, K. (2009). Retinopati Diabetik. Jakarta: Interna Publishing.

PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus


tipe 2 tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI.
Potter, Patricia A. dan Anne G. Perry. (2009). Fundamental Keperawatan Buku 1
Ed. 7. Jakarta: Salemba Medika.
Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera Utara (Riskesdas Provsu).(2007).
Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul Data. Jakarta: Badan
Litbangkes, Depkes RI, 2007.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2013). Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Rubenstein, David, dkk. (2007). Lecture Notes Kedokteran Klinis. Dialih
bahasakan oleh Annisa Rahmalia. Jakarta : Erlangga.
Shahab A. (2009). Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam
Sudoyo AW, dkk (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisi IV.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

Sidartawan, S, Pradana, S & Imam, S. (2009). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes


Melitus serta Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi
8. Jakarta: EGC.
Sri Hastuti & Kariadi. (2009). Diabetes: Panduan Lengkap Untuk Diabetisi.
Jakarta: Mizan Media Utama
Stanley. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Alih Bahasa: Eny
Meiliya dan Monica Ester. Jakarta: EGC.
Sukarmin, Sujono Riyadi. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : graha Ilmu.
17

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
Supariasa. (2007). Penilaian Status Gizi. Penerbit EGC. Jakarta

Suyono, S. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Melitu Terpadu. Jakarta:


Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tamher, S. & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Tandra, H. (2008). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang
DIABETES: Panduan lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan
Cepat dan Mudah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tera, B.H.A., Noer, E.R,.(2011). Determinan Ketidakpatuhan diet penderita DM.
Artikel. Undip Semarang. Diunduh di http://eprints.undip.ac.id .Pada
tanggal 8 November 2012
Waspadji, S. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
FKUI.
WHO. (2014), Diabetes; Fact sheet, Department of Sustainable Development and
Healthy Environments, Regional Office for South-East Asia.
18

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Responden Penelitian
Di Puskesmas Muarasipongi
Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa STIKes Aufa

Royhan Padangsidimpuan Peminatan Keperawatan :

Nama : IRFAN

NIM : 16010083P

Dengan ini menyampaikan bahwa saya akan mengadakan penelitian

dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketidakpatuhan

Diet Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas

Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017 “. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mendapatkan proses gambaran yang dilakukan melalui kuesioner.

Data yang diperoleh hanya digunakan untuk keperluan peneliti. Kerahasiaan data

dan identitas saudara/i tidak akan disebarluaskan.

Saya sangat menghargai kesediaan saudara/i untuk meluangkan waktu

untuk menanda tangani lembaran persetujuan yang disediakan ini. Atas kesediaan

dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

( IRFAN )
19

KUESIONER

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIDAKPATUHAN DIET PADA


LANSIA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MUARASIPONGI KABUPATEN MANDAILING NATAL
TAHUN 2017

Petunjuk Pengisian:
1. Saudara/i diharapkan mengisi seluruh pertanyaan yang tertera di bawah ini
2. Tulis tanda cheklist () pada kotak untuk mengisi data identita/umum
3. Pilihlah salah satu jawaban pada pernyataan dengan benar dan beri tanda
cheklist () pada setiap jawaban
4. Jika ada hal yang kurang jelas, silahkan bertanya pada peneliti

A. Data Identitas atau Umum


1. No. Responden :

2. Usia : 45-59 tahun

60-74 tahun

>75 tahun

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

Perempuan

3. Pendidikan : SD SMP

SMA Perguruan Tinggi

4. Pekerjaan : IRT Petani

Wiraswasta PNS
20

B. Kuesioner Faktor Pengetahuan

Pilihan Jawaban:
1. Jika pernyataan tersebut “Benar” diberi nilai 1.
2. Jika pernyataan tersebut “Salah” diberi nilai 0.

NO PERTANYAAN BENAR SALAH


1. Memakan terlalu banyak yang
mengandung gula (glukosa)
merupakan faktor utama Diabetes
Melitus
2. Penderita DM (Diabetes Melitus) yang
tidak diobati kadar gula darahnya
biasanya meningkat
3. Penyakit DM dapat disembuhkan
dengan pola makan yang teratur
4. Untuk mengendalikan meningkatnya
kadar gula darah, obat lebih penting
daripada diet dan olahraga
5. Dalam merencanakan diet Diabetes
harus memperhatikan makanan yang
cocok untuk digunakan
6. Makanan bagi penderita Diabetes
yaitu makanan yang memiliki nilai
gizi yang seimbang
7. Makanan yang berlemak tinggi harus
dihindari oleh penderita Diabetes
Melitus
8. Makanan seperti nasi, mie, kentang,
roti harus saya kurangi
9. Prinsip penanganan Diabetes Melitus
yaitu mempertahankan kadar gula
darah dalam batas normal
10. Dalam merencanakan diet saya harus
memperhatikan kandungan gizi
makanan
11. Pola makan yang salah, dapat
menyebabkan penyakit Diabetes
Melitus atau penyakit-penyakit
lainnya, seperti hipertensi, kolesterol
tinggi dan penyakit jantung
12. Pola makan yang teratur dapat
menyebabkan penyakit Diabetes
Melitus
13. Pola makan yang salah dapat
meningkatkan kadar gula darah
21

14. Jumlah makanan yang diberikan


kepada penderita Diabetess Melitus
disesuaikan berdaarkan tinggi
rendahnya kadar gula darah
15. Jumlah makanan yang diberikan
kepada penderita Diabets Melitus
disesuaikan berat badan
16. Jumlah makan penderita Diabetes
Melitus harus memenuhi proporsi
menu makan yang seimbang
17. Makan yang diberikan kepada
penderita Diabetes Melitus harus
dengan jumlah yang banyak agar
kebutuhannya tercukupi
18. Jenis kelamin tidak dapat
mempengaruhi diet bagi penderita
Diabete Melitus
19. Pekerjaan dapat mempengaruhi diet
bagi penderita Diabetes Melitus
20. Umur tidak akan mempengaruhi diet
bagi penderita Diabetes Melitus
21. Jenis makanan yang dikonsumsi bagi
penderita diabetes melitus harus
sesuain dengan diet (makanan yang
rendah lemak)
22. Penderita diabetes melitus dianjurkan
mengkonsumsi susu yang kadar
lemaknya tinggi
23. Penderita diabetes melitus tidak
dibatasi mengkonsumsi makanan
seperti gula, madu, sirup, kue kukis,
dodol, dan kue-kue manis lainnya
24. Jenis makanan yang pahit sangat tidak
dianjurkan bagi penderita diabetes
melitus
25. Jadwal makan penderita DM biasanya
6 kali makan, 3 kali makan utama
(nasi, lauk, dan sayur) dan 3 kali
selingan (buah-buahan)
26. Penderita DM harus makan hanya
pada waktu pagi dan siang hari saja
27. Jumlah total kalori yang diberikan
kepada penderita DM disesuaikan
menurut jadwal makan panderita DM
28. Jenis diet diabetes berbeda antara laki-
laki dan perempuan
22

29. Jenis diet diabets berbedan antara


orang gemuk dengan orang kurus
30. Metode pembagian diet berdasarkan
kebutuhan kalori penderita DM

𝑆𝐾𝑂𝑅
Jumlah Skor=........................𝐽𝐿𝐻.𝑃𝐸𝑅𝑇𝐴𝑁𝑌𝐴𝐴𝑁ₓ100%

Kesimpulan:
 Baik (75-100%)
 Cukup (50-74 %)
 Kurang (<50%)

C. Kuesioner Faktor Dukungan Keluarga

Pilihan Jawaban:
1. Jika pernyataan tersebut dijawab “Selalu” diberi nilai 4.
2. Jika pernyataan tersebut dijawab “Sering” diberi nilai 3.
3. Jika pernyataan tersebut dijawab “Jarang” diberi nilai 2.
4. Jika pernyataan tersebut dijawab “Tidak pernah” diberi nilai 1.
NO PERNYATAAN SELALU SERING JARANG TIDAK
PERNAH
1. Keluarga selalu memberikan
dukungan kepada anda untuk
tetap menjaga kesehatan
2. Keluarga menganjurkan
kepada anda untuk makan
dan minum selalu tepat waktu
3. Jika anda susah untuk makan
sesuai anjuran, maka keluarga
anda menasehatinya
4. Keluarga tidak mau
memenuhi kebutuhan anda
dengan penuh kesabaran
5. Keluarga membiarkan anda
makan dan minum apa saja
yang anda sukai walaupun itu
melanggar aturan diet
6. Keluarga memberi pujian
kepada anda ketika ada
kemajuan dalam kondisi
kesehatan
23

7. Keluarga memberi pujian


atau usaha yang anda lakukan
dalam memenuhi aturan
makan/diet
8. Keluarga tidak marah ketika
anda tidak memenuhi aturan
makan/diet yang telah
ditetapkan
9. Keluarga tidak mengawasi
pelaksanaan aturan makan
yang sedang anda jalani
10. Keluarga sulit menerima anda
apa adanya dengan segala
keterbatasan yang anda miliki
11. Keluarga membiarkan saya
makan dan minum apa saja
yang saya sukai walaupun itu
melanggar aturan makannya
12. Keluarga tidak pernah
mengingatkan saya untuk
selalu mematuhi aturan
makan yang dijalani
13. Keluarga memberitahu
makanan apa saja yang harus
dihindari
14. Keluarga memberitahu semua
informasi tentang tujuan,
manfaat, dan efek dari aturan
makan/diet yang dijalani
15. Keluarga memberitahu
tentang semua informasi yang
di dapatkan dari dokter,
perawat atau tim kesehatan
yang lain kepada saya
16. Keluarga mengantar atau
mendampingi saya untuk
berobat ke pelayanan
kesehatan
17. Keluarga tidak perneh
meluangkan waktu untuk
mendengarkan cerita ataupun
keluhan-keluhan yang
disampaikan oleh saya
18. Keluarga membelikan
makanan untuk saya seuai
dengan aturan makan yang
24

saya jalani
19. Keluarga melayani dan
membantu ketika saya
membutuhkan sesuatu
20. Keluarga tidak keberatan
untuk membiayai pengobatan
saya
21. Keluarga mampu
menyelesaikan berbagai
ketakutan dan kecemasan
yang saya alami
22. Keluarga mengingatkan saya
untuk melakukan kontrol
sesuai jadwal yang telah
disediakan
23. Keluarga membujuk saya jika
saya tidak rutin dalam
menjalani diet
24. Keluarga mau menunggu
saya dalam melakukan
kontrol ke pelayanan
kesehatan
25. Keluarga saya memberikan
semangat kepada saya untuk
cepat sembuh
26. Keluarga anda menganjurkan
anda untuk banyak
beristirahat dan memberikan
anda makanan yang bergizi
27. Keluarga anda sangat peduli
untuk menanyakan apakah
anda sudah menjalani diet
atau belum
28. Keluarga anda mengawasi
jadwal makanan yang anda
jalani tiap hari
29. Keluarga saya tepat waktu
menyediakan makanan sesuai
aturan diet
30. Keluarga saya mengingatkan
saya untuk tidak
mengkonsumsi makanan
yang tinggi kolesterol
25

𝐹
P=. x 100%
𝑁
 Keterangan:
P= Persentase
F= Hasil pencapaian atau total skor respoden
N= Hasil pencapaian maksimal atau skor maksimal
 Kesimpulan:
1. Mendukung: 50-100%
2. Tidak mendukung: <50%

D. Kuesioner Peran Tenaga Kesehatan

Pilihan Jawaban:
1. Jika pertanyaan tersebut dijawab “Ya” diberi nilai 1.
2. Jika pertanyaan tersebut dijawab “Tidak” diberi nilai 0.

NO PERNTANYAAN YA TIDAK
1. Apakah dokter/perawat menganjurkan anda untuk
rutin memeriksa penyakit anda?
2. Apakah anda sering mengabaikan nasehat yang
diberikan oleh tenaga kesehatan?
3. Apakah anda pernah melakukan diet secara teratur
sesuai dengan anjuran dokter/perawat?
4. Apakah dokter/perawat selalu mengingatkan anda
untuk menghindari makanan-makanan yang
terlarang?
5. Apakah anda sepenuhnya mengerti tentang
program diet yang telah dianjurkan oleh
dokter/perawat?
6. Pentingkah buat anda penyuluhan kesehatan
dalam menangani penyakit anda?
7. Apakah dokter sudah memberikan jadwal aturan
makan yang harus anda lakukan?
8. Apakah dokter/perawat pernah menganjurkan
anda untuk mencatat menu makanan setiap hari?
9. Apakah anjuran dokter/perawat dapat mengurangi
resiko penyakit anda saat ini?
10. Apakah anda dapat mengurangi kebiasaan diet
yang berlebihan dan mampu mentaati anjuran
dokter/perawat dalam menangani pengaturan diet?
26

11. Apakah tenaga kesehatan selalu mendengarkan


keluhan yang anda miliki?
12. Apakah dokter/perawat memberikan penjelasan
mengenai penyakit dan cara diet yang benar?
13. Apakah dokter/perawat pernah mengingatkan
anda untuk melakukan kontrol sesuai jadwal?
14. Saat anda melakukan kontrol, apakah
dokter/perawat memberitahu anda tentang
perubahan penyakit yang anda alami sudah
membaik?
15. Pernakah dokter/perawat menyampaikan bahaya
apabila tidak melakukan diet secara rutin?
16. Pernakah dokter/perawat menanyakan efek diet
secara rutin yang anda jalani?
17. Apakah tenaga kesehatan, khususnya perawat
memberikan perhatian terhadap kekhawatiran
yang anda rasakan?
18. Apakah dokter/perawat memberikan informasi
kesehatan dengan jelas dan mudah anda pahami?
19. Apakah tenaga kesehatan lihat menunjukkan sikap
menghormati dan penuh perhatian?
20. Apakah pelayanan kesehatan yang diberikan
dokter/perawat sesuai yang anda inginkan?
21. Apakah anda pernah menunggu lama untuk dapat
dilayani dokter/perawat?
22. Apakah dokter/perawat pernah memberikan saran
untuk rajin melakukan kontrol penyakit anda?
23. Apakah sikap dokter/perawat menunjukkan sikap
yang adil terhadap anda?
24. Apakah penting bagi anda anjuran dokter/perawat
dalam menerapkan diet untuk mengurangi resiko
penyakit anda?
25. Selain diet, apakah tenaga kesehatan penah
memberi solusi dalam menangani penyakit anda?
26. Saat anda rutin menjalani diet, apakah anda
pernah mengecek kembali kadar gula anda?
27. Pernakah anda menanyakan tentang perubahan
kadar gula yang anda miliki kepada
dokter/perawat
28. Apakah dengan anda berkunjung ke pelayanan
kesehatan pengetahuan anda tentang pengaturan
pola makan bertambah?
29. Jika kesehatan anda membaik, apakah anda
pernah bertanya kepada dokter/perawat untuk
tindakan selanjutnya?
27

30. Pentingkah pola makan yang dianjurkan


dokter/perawat bagi anda?

𝑆𝐾𝑂𝑅
Jumlah Skor=........................𝐽𝐿𝐻.𝑃𝐸𝑅𝑇𝐴𝑁𝑌𝐴𝐴𝑁ₓ100%

Kesimpulan:
1. Kategori “Berperan” skor 50-100%
2. Kategori “Tidak Berperan” skor <50%

E. Kuesioner Motivasi
Pilihan Jawaban:
1. Jika pertanyaan tersebut dijawab “Ya” diberi nilai 1.
2. Jika pertanyaan tersebut dijawab “Tidak” diberi nilai 0.

NO PERTANYAAN YA TIDAK
1. Saya mampu memeriksa kaki saya ketika
ada luka
2. Saya mampu menjaga berat badan saya
tetap terkontrol
3. Saya mampu memperbaiki gula darah
saya ketika tingkat gula darah terlalu
rendah
4. Saya mampu memperbaiki gula darah
saya saat gula darah saya terlalu tinggi
5. Saya mampu memerika gula darah saya
sendiri jika perlu
6. Keluarga/orang terdekat saya sering
mengantar saya ke fasilitas kesehatan
untuk periksa kontrol
7. Keluarga saya sering mengingatkan saya
tentang makanan dan minuman yang
harus dihindari sesuai anjuran
8. Keluarga saya pernah mengingatkan saya
tentang aktifitas yang dianjurkan untuk
mengontrol sakit gula yang saya alami
9. Keluarga saya sering menanyakan
perkembangan kondisi kesehatan yang
saya alami
10. Keluarga saya sering menanyakan
kebiasaan saya dalam mengontrol gula
darah
28

11. Setelah saya didiagnosa mengidap


penyakit diabetes melitus lingkungan
sekitar saya pernah menyarankan saya
agar tetap rutin dalam menjalani diet
12. Tetangga/lingkungan sekitar saya
mendampingi saya untuk melakukan
periksa kontrol ke pelayanan kesehatan
13. Lingkungan sekitar saya ikut berperan
dalam melakukan pencarian informasi
mengenai pengaturan pola makan
diabetes melitus
14. Keluarga terdekat saya memberikan
peran yang sangat penting untuk
mengatur pola makan saya dengan baik
15. Saya mempunyai keinginan untuk
sembuh?
16. Saya selalu merasa terdorong untuk
mematuhi aturan diet sesuai anjuran
17. Selama ini saya merasa telah mematuhi
anjuran diet yang diberikan oleh
dokter/perawat
18. Saya merasa mudah dalam menjalani
pengaturan diet
19. Saya yakin dapat mengkonsumsi gula
sesuai takaran yang dianjurkan
20. Saya yakin dapat menjaga kadar gula
darah tetap normal
21. Saya berobat karena dasar suruhan
petugas kesehatan saja
22. Saya mampu menyesuaikan pengobatan
jika saya sakit
23. Saya dapat meminum obat yang
diresepkan secara teratur
24. Saya mampu mengatur pola makan saya
ketika saya merasa stres atau cemas
25. Saya mampu mengikuti pola makan yang
sehat ketika saya makan diluar atau di
acara pesta
26. Saya mampu mengatur pola makan sehat
ketika saya jauh dari rumah
27. Ketika saya berolahraga, saya mampu
menyesuaikan makan saya
28. Saya mampu berolahraga jika dokter
menyarankan
29. Saya mampu mengikuti aturan makan
29

yang sehat setiap waktu


30. Saya mampu mengatur pola makan ketika
sakit
𝑆𝐾𝑂𝑅
Jumlah Skor=........................𝐽𝐿𝐻.𝑃𝐸𝑅𝑇𝐴𝑁𝑌𝐴𝐴𝑁ₓ100%

Keimpulan:
1. Kategori “Tinggi” skor 60-100%
2. Kategori “Rendah” skor <60%

F. KuesionerPendapatan
Berapa jumlah pendapatan Bapak/Ibu dalam sebulan?
a. Rp.2.500.000-3.500.000/bulan
b. Rp.1.500.000-2.500.000/bulan
c. <Rp.1.500.000/bulan
Kesimpulan:
1) Golongan atas: Rp.2.500.000-3.500.000/bulan
2) Golongan menengah: Rp.1.500.000-2.500.000/bulan
3) Golongan bawah: <Rp.1.500.000

G. Kepatuhan Diet
Keterangan:
a. Selalu (dilakukan setiap hari)
b. Sering (dilakukan setidaknya 4-6 kali dalam seminggu)
c. Jarang (dilakukan setidaknya 1-3 kali dalam seminggu)
d. Tidak pernah (tidak pernah sama sekali)
Pilihan Jawaban:
1. Jika pernyataan tersebut dijawab “Selalu” diberi nilai 4.
2. Jika pernyataan tersebut dijawab “Sering” diberi nilai 3.
3. Jika pernyataan tersebut dijawab “Jarang” diberi nilai 2.
4. Jika pernyataan tersebut dijawab “Tidak pernah” diberi nilai 1.

NO PERNYATAAN SELALU SERING JARANG TIDAK


PERNAH
1. Saya makan tepat
waktu sesuai jadwal
makan yang sudah
dikonsultasikan ke
dokter, perawat atau
petugas kesehatan lain
30

2. Saya makan makanan


sesuai anjuran dokter,
perawat atau petugas
kesehatan lain
3. Saya tidak banyak
memakan makanan
yang mengandung
banyak lemak seperti
santan, makanan cepat
saji dan goreng-
gorengan
4. Saya tidak
menggunakan
pemanis khusus untuk
mengkonsumsi
makanan dan
minuman
5. Saya makan lebih dari
3 kali sehari
6. Saya tidak
mengkonsumsi sayur
dan buah sesuai
dengan saran yang
dianjurkan oleh dokter
atau perawat setiap
hari
7. Saya lupa diet saat
menghadiri pesta
dengan makan
makanan dan
minuman sesuka hati
8. Saya ikut makan
masakan keluarga
walaupun
bertentangan dengan
diet saya
9. Saya setiap hari
mengkonsumsi
makanan yang banyak
mengandung vitamin
dan mineral
10. Saya setiap hari
mengkonsumsi
makanan yang banyak
mengandung protein,
seperti telur dan
31

daging
11. Setiap bulan saya
secara rutin
menimbang berat
badan
12. Saya suka makan
makanan yang asin-
asin
13. Saya selalu makan
makanan kecil/ngemil
14. Jadwal aturan
makan/diet yang
dianjurkan terasa berat
bagi saya
15. Saya tidak mencatat
menu makanan setiap
hari
16. Saya secara rutin
mengontrol kadar gula
darah ke
puskesmas/pelayanan
kesehatan yang lain
untuk menentukan
kebutuhan diet saya
17. Saya selalu melakukan
variasi makanan pada
jadwal diet makan
saya agar tidak terjadi
kebosanan
18. Saya mengabaikan
nasehat yang
diberikan oleh dokter
19. Saya selalu makan
puding/agar-agar
kesukaan saya secara
berlebihan
20. Saya dapat
mengendalikan
diabetes hanya dengan
minum obat
21. Saya akan mematuhi
anjuran pengobatan
seperti: diet, minum
obat teratur, dan
olahraga
22. Saya akan
32

menjalankan diet agar


kadar gula darah saya
terkontrol
23. Saya segera konsultasi
kepada dokter/petugas
kesehatan, jika ada
perubahan pada kaki
seperti kemerahan,
nyeri atau adanya luka
24. Saya dapat melakukan
lebih banyak aktifitas
fisik jika dokter
menyarankan
25. Setiap hari saya
menggunakan alas
kaki ketika berjalan
26. Saya menggunakan
pelembab untuk
merawat kaki agar
terhindar luka
27. Saya dapat menjaga
pola makan saya
ketika berlibur
28. Saya melakukan cek
glukosa saya sendiri
atau bantuan keluarga
tiap 2 jam setelah
makan
29. Saya harus
mempertahankan berat
badan ideal
30. Saya dapat memilih
makanan yang terbaik
untuk kesehatan

𝑆𝐾𝑂𝑅
Jumlah Skor=........................𝐽𝐿𝐻.𝑃𝐸𝑅𝑇𝐴𝑁𝑌𝐴𝐴𝑁x100%
33

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Berdasarkan permintaan dan permohonan serta penjelasan peneliti yang

sudah disampaikan kepada saya, bahwa akan dilakukan penelitian tentang :

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketidakpatuhan Diet Pada Lansia

Penderita Diabetes Melitusdi Wilayah Kerja Puskesmas Muarasipongi Kecamatan

Muarasipongi Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017”

Demi membantu dan berpartisipasi dalam penelitian tersebut, maka saya

bersedia berperan sebagai responden dalam penelitian ini.

Muarasipongi, 2017

Peneliti Responden

( Irfan) ( )
NIM.16010083P
34

CROSSTABS

/TABLES=PT DK TK MT PP BY KD

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ

/CELLS=COUNT EXPECTED

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

Notes

Output Created 28-Mar-2018 14:50:14

Comments

Input Data E:\edit irfan\data irfan.sav

Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 31

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the
cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
35

Syntax CROSSTABS

/TABLES=PT DK TK MT PP BY KD

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ

/CELLS=COUNT EXPECTED

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.031

Elapsed Time 00:00:00.034

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

[DataSet0] E:\edit irfan\data irfan.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan * Kepatuhan Diet 31 100.0% 0 .0% 31 100.0%

Dukungan Keluarga *
31 100.0% 0 .0% 31 100.0%
Kepatuhan Diet

Tenaga Kesehatan * Kepatuhan


31 100.0% 0 .0% 31 100.0%
Diet

Motivasi * Kepatuhan Diet 31 100.0% 0 .0% 31 100.0%


36

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan * Kepatuhan Diet 31 100.0% 0 .0% 31 100.0%

Dukungan Keluarga *
31 100.0% 0 .0% 31 100.0%
Kepatuhan Diet

Tenaga Kesehatan * Kepatuhan


31 100.0% 0 .0% 31 100.0%
Diet

Motivasi * Kepatuhan Diet 31 100.0% 0 .0% 31 100.0%

Pendapatan * Kepatuhan Diet 31 100.0% 0 .0% 31 100.0%

Pengetahuan * Kepatuhan Diet

Crosstab

Kepatuhan Diet

Patuh Tidak patuh Total

Pengetahuan Baik Count 3 0 3

Expected Count 1.2 1.8 3.0

Cukup Count 9 1 10

Expected Count 3.9 6.1 10.0

Kurang Count 0 18 18
37

Expected Count 7.0 11.0 18.0

Total Count 12 19 31

Expected Count 12.0 19.0 31.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 27.207a 2 .000

Likelihood Ratio 34.879 2 .000

Linear-by-Linear Association 23.020 1 .000

N of Valid Cases 31

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 1,16.
38

Dukungan Keluarga * Kepatuhan Diet

Crosstab

Kepatuhan Diet

Patuh Tidak patuh Total

Dukungan Keluarga Mendukung Count 12 0 12

Expected Count 4.6 7.4 12.0

Tidak mendukung Count 0 19 19

Expected Count 7.4 11.6 19.0

Total Count 12 19 31

Expected Count 12.0 19.0 31.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 31.000a 1 .000

Continuity Correctionb 26.928 1 .000

Likelihood Ratio 41.381 1 .000


39

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 30.000 1 .000

N of Valid Casesb 31

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,65.

b. Computed only for a 2x2 table

Tenaga Kesehatan * Kepatuhan Diet

Crosstab

Kepatuhan Diet

Patuh Tidak patuh Total

Tenaga Kesehatan Ada Count 12 6 18

Expected Count 7.0 11.0 18.0

Tidak ada Count 0 13 13

Expected Count 5.0 8.0 13.0

Total Count 12 19 31

Expected Count 12.0 19.0 31.0

Chi-Square Tests
40

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 14.140a 1 .000

Continuity Correctionb 11.470 1 .001

Likelihood Ratio 18.466 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 13.684 1 .000

N of Valid Casesb 31

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,03.

b. Computed only for a 2x2 table

Motivasi * Kepatuhan Diet

Crosstab

Kepatuhan Diet

Patuh Tidak patuh Total

Motivasi Tinggi Count 12 0 12

Expected Count 4.6 7.4 12.0


41

Rendah Count 0 19 19

Expected Count 7.4 11.6 19.0

Total Count 12 19 31

Expected Count 12.0 19.0 31.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 31.000a 1 .000

Continuity Correctionb 26.928 1 .000

Likelihood Ratio 41.381 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 30.000 1 .000

N of Valid Casesb 31

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,65.

b. Computed only for a 2x2 table

Pendapatan * Kepatuhan Diet

Crosstab

Kepatuhan Diet

Patuh Tidak patuh Total


42

Pendapatan Rp.2.500.00-3.500.000 Count 4 0 4

Expected Count 1.5 2.5 4.0

Rp.1.500.000-2.500.000 Count 8 1 9

Expected Count 3.5 5.5 9.0

<Rp.1.500.000 Count 0 18 18

Expected Count 7.0 11.0 18.0

Total Count 12 19 31

Expected Count 12.0 19.0 31.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 27.253a 2 .000

Likelihood Ratio 35.102 2 .000

Linear-by-Linear Association 23.084 1 .000

N of Valid Cases 31

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 1,55.
43

Crosstabs

Notes

Output Created 26-APR-2018 12:32:48

Comments

E:\edit irfan\data mentah


Data
spss irfan 2.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>
Input
Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working
31
Data File

User-defined missing
Definition of Missing values are treated as
missing.
Missing Value Statistics for each table
Handling are based on all the cases
Cases Used with valid data in the
specified range(s) for all
variables in each table.
44

CROSSTABS

/TABLES=PT DK PTK
PP MT BY KTD

/FORMAT=AVALUE
TABLES
Syntax
/STATISTICS=CHISQ
RISK

/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND
CELL.

Processor Time 00:00:00,03

Elapsed Time 00:00:00,31


Resources
Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan *
31 100,0% 0 0,0% 31 100,0%
Ketidakpatuhan Diet
45

Dukungan Keluarga *
31 100,0% 0 0,0% 31 100,0%
Ketidakpatuhan Diet

Peran Tenaga Kesehatan


31 100,0% 0 0,0% 31 100,0%
* Ketidakpatuhan Diet

Pendapatan *
31 100,0% 0 0,0% 31 100,0%
Ketidakpatuhan Diet

Motivasi *
31 100,0% 0 0,0% 31 100,0%
Ketidakpatuhan Diet

1. Pengetahuan * Ketidakpatuhan Diet

Crosstab

Count

Ketidakpatuhan Diet Total

Patuh Tidak patuh

Baik 6 1 7

Pengetahuan Cukup 3 6 9

Kurang 2 13 15

Total 11 20 31

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.


(2-sided)

Pearson Chi-Square 10,948a 2 ,004

Likelihood Ratio 11,345 2 ,003

Linear-by-Linear
9,917 1 ,002
Association
46

N of Valid Cases 31

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 2,48.

Risk Estimate

Value

Odds Ratio for


Pengetahuan (Baik /
Cukup)

a. Risk Estimate statistics cannot be


computed. They are only computed
for a 2*2 table without empty cells.

2. Dukungan Keluarga * Ketidakpatuhan Diet

Crosstab

Count

Ketidakpatuhan Diet Total

Patuh Tidak patuh

Mendukung 9 5 14
Dukungan Keluarga
Tidak mendukung 2 15 17

Total 11 20 31
47

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.


(2-sided) sided) (1-sided)

Pearson Chi-Square 9,251a 1 ,002

Continuity Correctionb 7,099 1 ,008

Likelihood Ratio 9,760 1 ,002

Fisher's Exact Test ,007 ,003

Linear-by-Linear
8,952 1 ,003
Association

N of Valid Cases 31

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,97.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence


Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Dukungan


Keluarga (Mendukung / 13,500 2,152 84,688
Tidak mendukung)
48

For cohort
Ketidakpatuhan Diet = 5,464 1,404 21,271
Patuh

For cohort
Ketidakpatuhan Diet = ,405 ,196 ,835
Tidak patuh

N of Valid Cases 31

3. Peran Tenaga Kesehatan * Ketidakpatuhan Diet

Crosstab

Count

Ketidakpatuhan Diet Total

Patuh Tidak patuh

Berperan 11 10 21
Peran Tenaga Kesehatan
Tidak berperan 0 10 10

Total 11 20 31

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


(2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 8,119a 1 ,004

Continuity Correctionb 5,992 1 ,014

Likelihood Ratio 11,260 1 ,001

Fisher's Exact Test ,005 ,004


49

Linear-by-Linear
7,857 1 ,005
Association

N of Valid Cases 31

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,55.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence


Interval

Lower Upper

For cohort
Ketidakpatuhan Diet = ,476 ,304 ,746
Tidak patuh

N of Valid Cases 31

4. Pendapatan * Ketidakpatuhan Diet

Crosstab

Count

Ketidakpatuhan Diet Total

Patuh Tidak patuh

Pendapatan Rp.2.500.00-3.500.000 7 4 11
50

Rp.1.500.000-2.500.000 4 3 7

<Rp.1.500.000 0 13 13

Total 11 20 31

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.


(2-sided)

Pearson Chi-Square 12,393a 2 ,002

Likelihood Ratio 16,343 2 ,000

Linear-by-Linear
10,526 1 ,001
Association

N of Valid Cases 31

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 2,48.

Risk Estimate

Value

Odds Ratio for


Pendapatan (Rp.2.500.00-
3.500.000 / Rp.1.500.000-
2.500.000)

a. Risk Estimate statistics cannot be


computed. They are only computed
for a 2*2 table without empty cells.
51

5. Motivasi * Ketidakpatuhan Diet

Crosstab

Count

Ketidakpatuhan Diet Total

Patuh Tidak patuh

Tinggi 10 5 15
Motivasi
Rendah 1 15 16

Total 11 20 31

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


(2-sided) (2-sided) sided)

Pearson Chi-Square 12,344a 1 ,000

Continuity Correctionb 9,846 1 ,002

Likelihood Ratio 13,747 1 ,000

Fisher's Exact Test ,001 ,001

Linear-by-Linear
11,946 1 ,001
Association

N of Valid Cases 31

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,32.

b. Computed only for a 2x2 table


52

Risk Estimate

Value 95% Confidence


Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Motivasi


30,000 3,034 296,629
(Tinggi / Rendah)

For cohort
Ketidakpatuhan Diet = 10,667 1,546 73,574
Patuh

For cohort
Ketidakpatuhan Diet = ,356 ,172 ,735
Tidak patuh

N of Valid Cases 31

Frequencies
53

Notes

Output Created 20-APR-2018 13:59:54

Comments

E:\edit irfan\data mentah


Data
spss irfan 2.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>
Input
Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working
31
Data File

User-defined missing
Definition of Missing values are treated as
Missing Value missing.
Handling
Statistics are based on all
Cases Used
cases with valid data.

FREQUENCIES
VARIABLES=PT DK
Syntax PTK PP MT KTD

/ORDER=ANALYSIS.

Processor Time 00:00:00,00


Resources
Elapsed Time 00:00:00,00

[DataSet1] E:\edit irfan\data mentah spss irfan 2.sav

Statistics
54

Pengetahuan Dukungan Peran Tenaga Pendapatan Motivasi


Keluarga Kesehatan

Valid 31 31 31 31 31
N
Missing 0 0 0 0 0

Statistics

Ketidakpatuhan Diet

Valid 31
N
Missing 0

Frequency Table

Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Baik 7 22,6 22,6 22,6

Cukup 9 29,0 29,0 51,6


Valid
Kurang 15 48,4 48,4 100,0

Total 31 100,0 100,0


55

Dukungan Keluarga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Mendukung 14 45,2 45,2 45,2

Valid Tidak mendukung 17 54,8 54,8 100,0

Total 31 100,0 100,0

Peran Tenaga Kesehatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Berperan 21 67,7 67,7 67,7

Valid Tidak berperan 10 32,3 32,3 100,0

Total 31 100,0 100,0

Pendapatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Rp.2.500.00-3.500.000 11 35,5 35,5 35,5

Valid Rp.1.500.000-2.500.000 7 22,6 22,6 58,1

<Rp.1.500.000 13 41,9 41,9 100,0


56

Total 31 100,0 100,0

Motivasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tinggi 15 48,4 48,4 48,4

Valid Rendah 16 51,6 51,6 100,0

Total 31 100,0 100,0

Ketidakpatuhan Diet

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Patuh 11 35,5 35,5 35,5

Valid Tidak patuh 20 64,5 64,5 100,0

Total 31 100,0 100,0


57

Anda mungkin juga menyukai