Anda di halaman 1dari 10

Bumi Manusia mengisahkan zaman setelah pemerintahan Belanda yaitu Hindia – Belanda.

Kehidupan di
Indonesia dimana budaya dan peradaban Eropa dieluk – elukkan sedangkan Pribumi hanya dianggap
sebelah mata, diremehkan, ditindas. Didalam novel ini terdapat tiga tokoh utama yaitu Minke, Annelies,
dan Nyai Ontosoroh.

***

Minke adalah seorang Pribumi yang bersekolah di H.B.S Surabaya. Sekolah orang – orang Eropa dan
begitu terkenal di seluruh penjuru tanah air, yang mengajarkan pendidikan Belanda. Semua guru –
gurunya berasal dari tanah Eropa. Minke, Pribumi berdarah Jawa mulai merasa ada yang berbeda pada
dirinya semenjak masuk sekolah H.B.S, sepertinya sedikit demi sedikit budaya eropa telah masuk pada
dirinya. Pribadinya sedikit melenceng menyalahi wujudnya sebagai orang Jawa.

**

Suatu ketika Robert Surhorf masuk kedalam kamar pemondokan Minke tanpa permisi, tanpa ketok pintu.
Betapa kagetnya Minke melihat kelakuan temannya itu. Robert mendapati Minke sedang
mengungkungkan gambar seorang yang di idamkannya, Rati Wilhelnima. Melihat Minke seperti itu,
Robert menertawai Minke, mengejek, juga mencaci maki. Dia selalu tak senang melihat Minke bahagia.
Baginya Pribumi adalah golongan dibawahnya. Tak terima dengan hinaan Robert, Minke kemudian
melawan. Tapi Robert tak kehilangan akal, dia mengajak Minke pergi kerumah seorang gadis yang mirip
dengan Ratu di fotonya, bahkan lebihcantik darinya. Awalnya Minke tak ingin tapi Robert terus
mendesaknya dan mengatainya. Minke merasa tertantang, dan akhirnya menerima ajakan Robert
Surhoof.

Robert telah mempersiapkan dokar, mereka menaiki dokar tersebut lalu berangkat kerumah seorang
bidadari. Minke tahu niat Robert yang hanya ingin mempermalukannya, tapi Minke tak gentar. Ia
bertekad tidak akan kalah dari Robert.

Mereka sampai ditempat tujuan, didaerah Wonokromo. Di sebuah rumah yang berloteng kayu,
berpelataran luas dengan tulisan : boerderij buitenzorg. Sampai disana seorang pemuda Indo – Eropa
telah menyambut. Teman Robert Surhorf. Dia hanya menyambut Surhorf dan tidak menyambut Minke,
pandangannya begiti tajam pada Minke. Lalu juga ada seorang gadis berkulit putih, halus, berwajah
Eropa, berambut dan bermata Pribumi, bernama Annelies Mellema. Minke begitu terpukau, dan inilah
gadis yang dimaksud Surhorf. Minke melihat Robert Mellema dan Surhorf tenggelam dalam obrolannya
mengenai bola, dan Minke tidak mengerti. Ia memutuskan untuk melihat – lihat perabot yang indah di
rumah itu bersama Annelies. Di sela percakapan dan obrolan Minke, datang seorang wanita Pribumi,
berkebaya putih dihiasi renda – renda mahal. Begitu mengagumkan bagi Minke. Dan juga lebih
mengagetkan Minke karena wanita Pribumi itu berbahasa Belanda dengan baik. Annelies
memperkenalkan Minke pada Mamanya yang akrab disapa dengan Nyai Ontosoroh. Setelah berkenalan
Nyai Ontosoroh pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.

Annelies mengajak Minke berjalan – jalan, Minke sempat terkejut melihat Annelies, gadis kecil yang
pintar, gesit. Diusianya yang masih muda dia telah membantu Mamanya mengurus perusahaan
besarnya. Perusahaan yang di urus oleh dua orang saja, Nyai Ontosoroh dan Annelies. Minke begitu
terpesona dengan mereka, terutama pada Nyai Ontosoroh, seorang Pribumi yang tanpa mengenyam
bangku pendidikan tapi pengetahuannya begitu luas, mengenai perdagangan, perusahaan, administrasi,
perkebunan, peternakan, bahkan mungkin dalam segala hal dia tahu. Nyai Ontosoroh yang hanya belajar
otodidak dari suaminya Tuan Mellema. Kedatangan Minke di tengah – tengah keluarga Mellema
membawa kesenangan tersendiri, terutama bagi Nyai dan Annelies. Minke yang telah jatuh cinta pada
Annelies, dan begitu pula Annelies, minke yang jatuh cinta pada keluarga itu, anggapan mengenai
keluarga Mellema selama ini yang salah, berbeda dari pemikirannya dan juga yang dipergunjingkan oleh
para manusia.

Semenjak berkunjung dari rumah Nyai Ontosoroh, kehidupan berjalan seperti sedia kala, hanya Minke
sedikit berubah. Boerderij Buitenzorg di Wonokromo seperti memanggil Minke, wajah Annelies yang
selalu membayanginya. Minke seperti terkena sihir atau guna – guna. Minke kemudian pergi kerumah
kerabatnya, Jean Marrris, menceritakan apa yang terjadi padanya sehingga dia berubah menjadi linglung.
Jean Marris berpendapat bahwa Minke sedang dalam kesulitan, dia sedang jatuh cinta. Minke berusaha
menyangkal pendapat Jean Marrris. Jean Marris menganjurkan Minke untuk datang kembalai ke rumah
Annelies untuk dapat mengetahui benar tidaknya pendapatnya itu.

Dari rumah Jean Marris, Minke pulang ke pemondokan. Darsam telah menunngunya dengan membawa
surat dari Nyai Ontosoroh. Minke lalu membaca surat itu, berisi permohonan agar Minke datang ke
Wonokromo, semenjak kepergiannya Annelies sering melamun, tak makan, pekerjaannya banyak yang
terbengkalai, dan salah. Darsam masih menunnguinya, menanti jawaban Minke. Saat itu juga Minke
pergi ke Wonokromo bersama Darsam.

Surat Nyai memang tidak berlebihan, Annelies kelihatan susut. Kedatangan Minke membuat raut wajah
Annelies berubah menjadi bahagia. Mulai hari itu juga Minke berpindah dari Pemondokan tinggal di
rumah Nyai, Wonokromo. Kamar untuknya telah dipersiapkan, dan Annelies yang menata pakaian
Minke. Kedatangan Minke yang sangat berarti bagi Annelies. Annelies sering bercerita pada Minke
mengenai keluarganya, dan kehidupannya. Minke menjadi curhatan Annelies. Dari cerita Annelies
mengenai mamanya yang dahulunya seorang Pribumi yang kemudian dijual oleh ayahnya kepada Tuan
Mellema. Mamanya yang kini bernama Nyai Ontosoroh menjadi gundik Tuan Mellema, papanya seniri.
Papa Annelies yang sangat baik pada mamanya, papanya menjadi guru untuk mamanya, mengajari
mamanya berbagai hal hingga mama bisa sampai seperti ini. Papanya guru yang baik, pintar dan mama
menjadi murid yang patuh. Mamanya hanya belajar dari papanya, dari buku secara otodidak. Semakin
lama mamanya semakin mahir, dan mamanya mulai ikut dalam bisnis papanya, mengelola seluruh lahan.
Tapi semenjak suatu kejadian, semua menjadi berubah. Kejadian dimana anak papanya Insyinyur
Mellema datang. Dia datang menemui papanya, mengolok – ngolok papa, menuntut hak, juga menginjah
harga diri mama. Semenjak itu papa menjadi aneh, dia jarang pulang. Dan semua yang mengurus
perusahaan mama dan Arnelies. Arnellies keluar dari sekolah sejak kelas 7. Sejak saat itu pula mamanya
sangat benci kepada papanya. Dia tidak memaafkan apa yang telah diperbuatnya. Mamanya tak ingin
Robert dan Annelies seperti papanya, Tuan Mellema. Dari cerita Annelies ini, Minke menjadi mengerti
tentang keluarga ini.
Cerita yang didengar Minke dari Annelies ini dijadikan bahan tulisannya, dengan sedikit gubahan yang
bercampur dengan khayalannya. Minke mengirimkannya pada sebuah majalah, dan telah dimuat. Nyai
datang pada Minke dan Annelies ketika mereka sedang mengobrol. Dengan selembar Koran S.N.v/d D di
tangannya. Nyai menunjukkan sebuah cerpen yang berjudul Buitengewoon Gewoone Nyai die Ik ken.
Nyai seperti mengenali tulisan tersebut, nama pena Max Tollenar. Seketika itu pula wajah Minke berubah
pucat. Ia segera mengaku pada Nyai bahwa tulisan tersebut adalah tulisannya. Mama sudah
menduganya, dan bangga pada Minke. Dari situ mama bercerita mengenai dunia cerita yang ia ketahui
pada Minke. Minke mendengarnya dengan seksama. Dia sering dikejutkan dengan pengetahuan –
pengetahuan mama mengenai dunia cerita dan kepenulisan. Nyai merupakan guru tidak resmi dengan
ajarannya yang cukup resmi.

**

Pukulan yang keras pada pintu kamar Minke, memaksanya harus bangun dan membukakan pintu. Minke
mendapati mama berdiri di hadapannya, memberitahu Minke bahwa ada yang menunngunya. Minke
menemui orang berada sitje, mereka memberikan surat perintah untuk membawa Minke. Panggilan dari
kantor polisi B. Minke tak mengerti mengapa dia ditangkap, dia merasa tak pernah melakukan kesalahan,
dia berusaha menggingat. Tak sesuatupun dilakukannya. Minke dan mama memaksa pengantar surat
untuk memberitahu duduk perkara, tapi si pengantar tidak buka mulut, diam. Setelah mandi dan makan
pagi, Minke bersama agen polisi berangkat. Dokar membawa Minke kekantor polisi Surabaya, disana
Minke ditinggalkan oleh agen polisi, entah kemana. Setelah menunggu lama agen polisi itu datang,
mengajak Minke kembali naik dokar menuju ke stasiun. Setelah membeli tiket, mereka naik kereta. Entah
akan dibawa kemana Minke, dia sendiri bingung, hatinya sebal dengan perlakuan yang didapatnya.
Sampai di kota B, mereka turun kembali, meninggalkan stasiun dengan dokar. Minke kenal dengan
suasana di perjalanan tersebut, tidak menuju ke Kantor Polisi B, menuju tempat lain, memasuki Kantor
Kabupaten, terletak didepan sebelah samping gedung bupati. Lalu agen itu menyuruh Minke mencopot
sepatu melepas kauskaki. Menyuruh Minke merangkak menapaki lantai yang dingin, dan berhenti tepat
didepan kursi goyang.

Didepan kursi Minke memberi hormat pada Kanjeng Bupati. Kanjeng Bupati yang tak lain adalah
ayahandanya sendiri. Minke kaget mengetahui bahwa yang dihadapannya adalah ayahnya sendiri.
Ayahnya marah besar atas kelakuan yang diperbuat Minke, tidak pernah membalas surat darinya, dari
Ibu, dan kakaknya. Juga karena kepindahan Minke dari Pemondokan ke Wonokromo. Ayahandanya
marah besar, Minke diberi hukuman pukulan berkali – kali. Pemaksaan kepulangan Minke dikarenakan
akan adanya pesta pengangkatan ayahandanya sebagai bupati, dan Minke diberi mandat untuk menjadi
penerjemah dalam bahasa Belanda. Setelah menghadap ayahandanya, Minke kemudian menemui
Ibunya. Bundanya yang amat sayang padanya tak marah dan tak menyalahkan. Hanya memberi wejangan
agar perbuatannya jangan di ulangi lagi. Selain itu Ibunya juga mengingatkan agar tidak lupa dengan
dirinya, Pribumi darah Jawa, jangan sampai terlalu terlena dengan budaya Eropa.

Resepsi pengangkatan ayahandanya dimulai, semua terlihat indah, dan lengkap. Gamelan, para penari,
umbul – umbul telah dipasang. Minke didandani ala satria Jawa, mengenakan baju khas Jawa, ia
kelihatan gagah, dan tampan. Malam kebesaran dalam hidup ayahanda Minke tiba juga. Gamelan telah
mendayu – dayu pelahan. Tamu telah pada berdatangan. Ayah dan Ibu Minke memasuki ruang resepsi di
pendopo, disusul abang Minke di depan dan Minke dibelakangnya. Acarapun dimulai dengan sambutan
dari Tuan Assisten Residen B yang berbicara dengan bahasa belanda. Tuan Asisten Residen B mennunjuk
Minke sebagai penterjemeh dalam bahasa Jawa. Sejenak Minke gugup, tapi secepat kilat ia bisa
mendapatkan kepribadiannya kembali. Setelah Tuan Asisten Residen B selesai memberi sambutan,
giliran ayahanda Minke yang memberi sambutan. Ayahandanya memberi sambutan dengan
menggunakan bahasa Jawa karena tidak tahu menahu dengan Bahasa Belanda. Dan Minkelah yang
menterjemahkannya kedalam bahasa Belanda. Setelah Ayahanda Minke selesai berpidato, para
pembesar banyak yang memberi selamat kepada keluarga mereka. Dan juga banyak dari mereka yang
memuji – muji Minke karena kemahirannya dalam menterjemahkan. Selesai itu dilanjutkan dengan
hiburan tarian – tarian khas jawa. Semua tamu ikut menari dan menikmati malam itu.

Minke mendapat undangan dari Tuan Asissten Residen B, undangan ini telah menjadi berita penting di
kota B. Semenjak pesta pengangkatan ayahanda, Minke banyak mendapat undangan dari para pejabat.
Tapi hanya undangan Tuan Asisten Residen B yang Minke datangi. Dan pada sore itu kereta yang
dijanjikan sudah datang menjemput Minke menuju gedung karesidenan. Tuan Asissten Residen B sudah
menunggu di kebun. Tuan Asissten Residen B mengenalkan dua putrinya Sarah dan Miriam. Mereka
lulusan H.B.S dan lebih tua dari Minke. Tuan Residen B membiarkan Minke berbincang – bincang dengan
putrinya. Mereka berbicara mengenai sekolah H.B.S, bercerita mengenai pelajaran, bertukar pikiran,
berbicara mengenai Jawa, mengenai Belanda. Mereka begitu berbeda pandangan. Tapi dari perbedaan
ini mereka semakin akrab, dan akhirnya menjadi sahabat. Sarah dan Minke sangat menyukai Minke. Dia
ingin Minke terus maju, mengangkat kaumnya Pribumi.

Selesai dengan urusan di kota B, Minke meminta izin pada ayah dan bundanya untuk kembali ke
surabaya. Mereka tidak mengekang. Hari itu juga Minke kembali ke surabaya dengan kereta. Di kereta
ada seseorang yang aneh selalu mengintai Minke, si Gendut agak sipit. Sampai di perron Surabaya Minke
menghampiri Annelies. Si Gendut sipit terus mengintai Minke sembari melirik Annelies. Minke terus
mengawasinya karena curiga. Minke dan Annelies menuju Darsam menaiki dokar untuk pulang ke
Wonokromo. Di perjalanan Darsam tidak menuju langsung ke Wonokromo melainkan ke suatu tempat
lain. Darsam mampir disebuah warung kecil. Sampai di warung itu Darsam turun, mengajak Minke turun
juga. Dan Annelies menunggu di andong. Di warung Darsam memberitahu Minke bahwa ada seorang
yang jahat sedang mengintai Minke. Dugaan Darsam adalah Robert, dia iri pada Minke karena Nyai dan
Annelies lebih menyayanginya. Selesai pembicaraan Darsam dan Minke melanjutkan perjalanan. Minke
memutuskan untuk kembali ke Kranggan. Sampai di Kranggan Annelies yang tidak tahu apa – apa protes
pada Minke. Minke beralasan ingin tinggal di Kranggan untuk konsentrasi pada ujiannya. Annelies begitu
kecewa dengan keputusan mendadak Minke. Tapi Minke memutuskan ini demi kebaikan semuanya.

Sampai di rumah Wonokromo, Annelies menemui Nyai Ontosoroh (mamanya) dengan menangis.
Nyai Ontosoroh bingung dengan sikap Annelies yang seperti itu, yang manja dan ini untuk pertama
kalinya Annelies menginginkan keinginannya dituruti. Menginginkan Minke kembali ke Wonokromo lagi.
Sikap Annelies ini membuat Nyai begitu khawatir. Badannya bertambah panas. Nyai memerintahkan
Darsam untuk menjemput dokter Martinet, untuk segera mengobati putrinya, Annelies. Kejadian Minke
yang tidak kembali lagi ke Wonokromo membuat Nyai Ontosoroh curiga kepada sulungnya, Robert. Nyai
memanggil Robert dan menanyainya, Robert tidak mengaku, ia merasa tak bersalah dalam kejadian ini.
Nyai begitu geram kepada Robert, ia memerintah Robert untuk pergi ke kepolisian. Mencarikan
keterangan mengenai Minke. Robert pergi menunggangi kuda, melaksanakan perintah dengan terpaksa.
Tapi Robert tetaplah Robert, dia tidak melaksanakan perintah Ibunya. Ia berhenti di rumah plesiran milik
seorang Tiong Hoa. Disana seorang Tiong Hoa mulai meracuni Robert dengan menyuguhkan perempuan
penghibur yang cantik – cantik. Robert terpikat dengan perempuan Jepang. Dia melenceng dari
tugasnya, tidak ke kentor polisi melainkan bersenang – senang dengan perempuan penghibur. Selang
beberapa hari setelah bersenang – senang, Robert kembali ke Wonokromo. Ia mengendarai kuda dengan
tenang tak tergesa. Ia berhenti pada tangga rumah, melepas kuda tanpa mengikatnya dan naik, berdiri
dihadapan Nyai dan Annelies. Robert dengan penampilan yang berbeda. Penampilannya mengingatkan
Nyai pada kejadian lima tahun lalu, dimana Tuan Mellema yang pergi dari rumah dan pulang dengan
dandanan dan bau minyak wangi mirip seperti Robert. Membuat Nyai benci. Semenjak itu pula Robert
tak pernah lagi menginjakkan kaki dirumah.

***

Minke bangun pada jam sembilan pagi dengan kepala pusing. Ada sesuatu yang mendenyut –
denyut diatas matanya. Beberapa kali Meevrouw Telinga mengompresnya dengan cuka bawang – merah.
Minke memaksakan tubuhnya untuk bangun dari ranjang, menuju kebalakang dan mandi dengan air
hangat yang telah dipersiapkan oleh Mevroouw Telinga yang begitu bawel terhadapnya. Perempuan
Eropa yang begitu sayang padanya. Setelah selesai mandi, berpakaian dan bersisir rapi, Minke pergi
kerumah Jean Marrais. Jean masih tetap dengan kesibukannya, melukis. Dan May yang mengetahui
kehadiran Minke, langsung mendatanginya, duduk dipangkuannya dengan manja. Jean dan Minke
berbincang – bincang.

Di sela – sela perbincangan Minke mengawasi seorang gendut yang bersarung yang sedang
membeli rujak duduk dibawah pohon asam di seberang jalan, Minke mencurigainya karena kemiripannya
dengan si Gendut yang mengikutinya akhir – akhir ini. Minke menghampirinya bersama Jean dan Tuan
Telinga yang baru saja datang. Tuan Telinga malah ingin mengusir si Gendut yang mencurigakan itu. Tuan
Telinga mengusir si Gendut yang mencurigakan. Sempat mereka bertengkar hebat tapi telah
terselesaikan. Dan si Gendut pergi.

Minke mendapat surat dari Miriam de la Croix, sedikit mengobati peningnya. Surat dari Miriam
membuat Minke menangis. Surat indah dari Miriam yang sangat berharap Minke untuk terus maju,
berpengharapan atas diri Minke. Miriam yang mkenghendaki agar Minke berharga bagi bangsanya
sendiri. Minke begitu beruntung mendapatkan sahabat seperti Miriam dan Sarah yang memperhatikan
dan terus meotivasinya. Setelah membaca surat dari Miriam, Minke melipatnya kembali. Sudah terlihat
Darsam, menjemput Minke untuk kembali ke Wonokromo. Mengabarkan Annelies yang sedang sakit
keras. Tanpa fikir panjang Minke menuruti ajakan Darsam kembali ke Wonokromo. Wonokromo yang
menyihirnya.

Sampai di Wonokromo Darsam dan Nyai langsung mengantarkan Minke menuju Annelies yang
terbaring sakit, tak berdaya. Nyai memasrahkan Annelies pada Minke. Minke berusaha membangunkan
Annelies yang tak berdaya. Sedikit demi sedikit mata Annelies terbuka. Annelies bangun. Minke yang
ditunggu – tunggunya telah berada disampingnya. Minke bak seperti obat bagi Annelies. Obat yang
begitu pas hingga sakitnya hilang. Begitupula dengan Minke. Mereka kembali sehat. Penyakit merah
jambu anak muda. Cinta. Dokter Martiner juga menyerahkan Annelies pada Minke. Dan kini dokter yang
menangani Annelies adalah Minke. Mau tak mau Minke harus menerimanya. Mendampingi Annelies
sampai dia benar – benar sehat. Sampai dia bisa kembali ceria seperti sediakala. Beberapa hari Minke
merawatnya, Annelies mulai membaik. Rutinitasnya telah kembali, membantu Nyai bekerja seperti
biasanya.

Minke kembali bersekolah, sudah lama dia tidak masuk, melebihi batas sertifikat dokter, dan Tuan
Direktur Sekolah memaafkannya. Dia mengejar ketertinggalannya dan sama sekali tak ada kesulitan
baginya. Kini Minke berangkat kesekolah dengan bendi mewah yang telah disiapkan Nyai. Semua terlihat
berubah. Terutama diri Minke sendiri. Teman – teman sekolahnya banyak yang berubah agak
menjauhinya, juga guru – guru bersikap seperti itu. Minke merasakan bahwa dirinya bukan yang dulu
lagi. Kini dia tidak suka bercanda. Merasa lebih berbobot. Tapi kini keliling disekolah Minke bukan lagi
kecerahan melainkan kesunyian. Satu – satunya orang yang tidak berubah hanyalah guru bahasa dan
sastra Belandanya, Juffrouw Magda Peters. Pelajarannya membahas mengenai sastra dan yang berkaitan
mengenai tulisan, yang tentunya didalamnya terdapat unsur – unsur Belanda. Setiap dia mengajar
semua murid selalu mengikutinya dengan cermat, bahkan semua guru – guru lain juga mengikutinya
dengan cermat. Dalam pelajaran ini selalu diadakan diskusi bersama dan ini sangat menarik. Tapi kali ini,
Magda Peters mengajak muridnya membahas mengenai tulisan yang berjudul Uit het schoone Leven van
een mooie Boerin karya Max Tollenaar. Ya, tulisan Minke sendiri dan itulah nama penanya. Tulisan yang
begitu bagus menurut Magda Peters, hanya sayangnya terbit di Hindia. Dalam diskusi yang begitu
mengasyikkan, tiba – tiba Surhorf memotong Magda Peters dan mengolok – olok tulisan Max Tollenaar.
Surhorf telah mengetahui bahwa tulisan itu adalah tulisan Minke. Didalam forum diskusi, Surhorf
membeberkan semuanya, membongkar kedok Minke. Mempermalukannya. Terbongkar kedok Minke
sebagai pemilik tulisan tersebut. Mengetahui hal itu, tanggapan Magda Peters justru berbeda dengan
yang lainnya. Dia memberi selamat pada Minke dan begitu bangga padanya. Satu – satunya muridnya
yang telah berhasil membuat tulisan yang menarik. Magda Peters tak peduli dengan omongan Surhorf.

***

Di Wonokromo Minke sudah merasa tenang dan aman. Kini Robert tak lagi ada. Kali ini sikap
Annelies begitu manja pada Minke. Annelies tak ingin tidur bila tak ditemani Minke. Dan malam ini
Minke harus menemaninya juga mendongengkan cerita untuknya. Disela - sela Minke mendongeng,
Annelies tiba – tiba menangis. Annelies menceritakan kejadian buruk selama hidupnya pada Minke.
Minke bukanlah orang pertama. Annelies begitu takut bila Minke pergi meninggalkannya. Minke begitu
cemburu mengetahui hal itu. Minke bertanya pada Annelies, siapa bajingan yang telah berani berbuat
seperti itu padanya. Annelies hanya menangis dan gagap – gagap menjawab, menyebutkan nama
abangnya, Robert. Annelies menceritakan semuanya. Minke begitu benci mendengar cerita Annelies,
hatinya sakit tak terima. Dipeluknya Annelies dan Minke percaya padanya. Kepercayaan Minke adalah
hidup bagi Annelies.
Esok pagi hari, Darsam kelihatan gelisah, sedikit – sedikit memunculkan diri dihadapan Minke,
Annelies, juga Nyai Ontosoroh agar setiap saat dapat dipanggil bila diperlukan. Dia berjaga – jaga dari
kemungkinan si Gendut yang telah Minke ceritakan padanya. Darsam juga sudah mengetahui si Gendut
itu sendiri. Ketika Minke. Nyai, dan Annelies sedang duduk diteras, nampak Darsam berlari membawa
parang telanjang ditangan menuju gerbang. Disana nampak sekilas si Gendut sedang berjalan ke jurusan
Surabaya. Melihat Darsam seperti itu Minke berpekik padan Darsam, memerintah Darsam untuk tidak
melakukan apa – apa. Minke berlari mengejar Darsam. Dan Darsam terus berlari mengejar si Gendut. Ia
tak peduli dengan perintah Minke. Melihat Minke yang berlari mengejar Darsam, Anneliespun mengikuti
Minke. Dia berlari mengejar Minke. Juga Nyai yang mengikuti mengejar Annelies. Si Gendut yang tahu
sedang dikejar, lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Setelah sampai dipelataran Ah Tjong, si
Gendut menghilang. Nyai memerintahkan semuanya untuk tidak masuk pada rumah plesiran itu, tapi
semua tak mempedulikan. Darsam memasuki rumah plesiran itu, disusul dengan Minke dibelakangnnya.
Mereka tak menemukan si Gendut. Tapi yang mereka temukan adalah seorang yang terbaring tak
bernyawa, Tuan Mellema. Nyai dan Annelies begitu kaget melihat keadaan Tuan Mellema. Disini tempat
persembunyiannya selama ini. Selang beberapa saat muncul wanita Jepang dengan pemuda, Robert.
Mengetahui Nyai, Darsam, dan Annelies, Robert melarikan diri. Darsam mengejar namun ia kehilangan
jejak Robert. Kemudian datang beberapa orang polisi, mereka mengusut kasus ini. Juga meminta semua
yang ada disitu untuk dimintai keterangan.

Telah diketahui bahwa kematian Tuan Mellema disebabkan karena keracunan. Kematian Tuan
Mellema menyebabkan berbagai media gencar memberitakannya. Juruwarta banyak yang berdatangan
ke rumah Nyai Ontosoroh untuk mendapatkan keterangan. Tak ada seorangpun yang memberi jawaban.
Diantara Nyai, Darsam, Annelies, Minke tak ada yang ditahan. Kesempatan ini digunakan Minke untuk
menulis laporan yang lebih benar tentang kejadian ini. Diumumkan oleh S.N.v/d D. Laporan – laporan
yang dimuat Minke dianggap sebagai sumber terpercaya. Cuti seminggu dari sekoalah dipergunakan
Minke untuk menulis, membantah berita – berita tak benar dan tersirat. Namun muncul tulisan dan
berita lain, yang katanya berasal dari pihak kepolisian. Muncul juga berita mengenai si Gendut.
Mengetahui hal ini polisi kemudian mengusut berita mengenai berita si Gendut. Miriam dan Sarah de la
Croix menyatakan simpati atas kejadian yang telah menimpa Minke. Mereka yakin bahwa Minke tidak
bersalah. Surat Bunda yang mengibakan menyatakan berduka cita disamping menyatakan murka
Ayahanda yang sudah tak ingin mengakui Minke sebagai anak. Nyai Ontosoroh nampak tenang – tenang
saja menghadapi masalah ini. Sidang pengadilan tak dapat dihindari. Robert Mellema dan si Gendut tak
dapat ditemukan. Maka pengadilan menghadapkan Babah Ah Tjong sebagai terdakwa. Pengadilan putih.
Pengadilan Eropa. Dua minggu lamanya sidang berlangsung. Motif pembunuhan tetap tidak peroleh dari
Ah Tjong. Keputusan pengadilan mengecewakan orang banyak : hukuman sepuluh tahun penjara dan
kerjapaksa. Ah Tjong menerima hukuman yang dijatuhkan dan segera masuk penjara. Pembantu –
pembantunya dijatuhi hukuman antara tiga sampai lima tahun.

Pengadilan untuk sementara telah selesai dan Minke kembali bersekolah. Semua orang yang
berada dipelataran sekolah melihat Minke dengan pandangan yang aneh. Belum sampai masuk kelas
seseorang menyampaikan perintah Tuan Direktur untuk Minke. Dan menghadaplah Minke pada Tuan
Dirrektur. Tuan Direktur mengucapkan selamat atas kemenangan Minke di Pengadilan. Tapi dibalik itu
Tuan Direktur menyampaikan bahwa Minke dikeluarkan dari sekolah karena pergaulannya yang berbeda
dengan anak – anak lainnya. Juga ketika sidang yang telah dengan senonoh menyebut Minke telah tidur
sekamar dengan Annelies, menyinggung urusan pribadi Nyai Ontosoroh dengan menyebutnya Gundik.
Seluruh urusan pribadi dicampuri dalamm sidang tersebut. Nyai Ontosoroh tetap tegar menghadapi.
Pihak sekolah H.B.S takut bila hal ini meracuni siswa H.B.S lainnya. Minke menerima keputusan dari
pihak sekolah.

Sepuluh hari setelah terbit tulisan Max Tollenar tentang masalah Totok, Indo, dan Pribumi, Magda
Peters datang ke Wonokromo menemui Minke. Tuan Direktur memanggil Minke dan Magda Peters
memaksa Minke untuk menemui. Tuan Direktur menerima Minke dengan senyum ramah. Semua murid
diperintahkan pulang. Semua guru dipanggil berkumpul. Tuan Direktur membuka peretemuan. Tulisan
terakhir Minke mengantarkannya sampai disini. Tulisan yang menyinggung Humanisme. Membuat
banyak orang terharu membacanya. Dan akhirnya Minke diterima lagi sebagai siswi H.B.S. Pertemuan
selesai, semua guru memberi ucapan selamat dengan wajah angker, kecuali Magda Peters. Ia begitu
gembira.

Dirumah keluarga Telinga, Minke telah menunggu surat Bunda, dan sebagaimana galibnya tertulis
dalam dan huruf Jawa. Bunda yang begitu menyayangi Minke. Disetiap bait tulisannya selalu tersirat
makna juga nasihat. Bunda yang tak pernah menghukum Minke. Dan kini dalam suratnya, Bunda
menyetujui hubungan Minke dengan Annelies. Minke terharu pada Bundanya yang begitu pengertian
terhadapnya. Sedangkan Minke selalu mengecewakan Bundanya. Keinginan Bundanya agar Minke punya
kemampuan menulis Jawa belum juga dipenuhi olehnya.

Pesta lulusan sekolah H.B.S diadakan. Setelah tiga bulan lamanya Minke belajar dan belajar. Para
orang tua dan wali murid duduk bebanjar. Semua : Totok, Indo, beberapa orang Tionghoa, dan tak
Pribumi barang seorang pun. Minke mengajak Nyai untuk hadir, namun Nyai menolaknya. Maka Minke
datang bersama Annelies. Dengung sorak ramai pesta kelulusan begitu terasa. Dibuka dengan sambutan
Tuan Direktur yang memberikan ucapan selamat pada para siswa yang telah lulus, ucapan selamat untuk
menempuh kehidupan gemilang di masyarakat, ucapan selamat untuk para siswa yang hendak
meneruskan di Nederland. Setelah menyampaikan pidato, kemudian di umumkan pelulus nomor sati di
sekolah H.B.S. dan siswa yang disebutkan adalah Minke. Menyadari hal itu Minke hampir tak percaya.
Minke gugup naik keatas panggung. Dia tak menyangka seorang Pribumi bisa berada diatas Eropa. Dan
pada saat pesta kelulusan itu juga disampaikan undangan lisan kepada seluruh tamu untuk menghadiri
pesta pernikahan Minke. Hari itu menjadi hari bahagia Minke.

Pesta perkawinan yang direncanakan sederhana diubah menjadi besar karena undangan saat
kelulusan. Beberapa hari sebelum pesta pernikahan Bunda datang sebagai satu – satunya wakil dari
keluarga Minke. Bunda jatuh sayang pada Annelies, calon menantunya yang begitu cantik. Baju
pengantin yang dikenakan Minke dibawakan oleh Bunda, batikan Bunda sendiri dan sudah bertahun –
tahun disimpan dalam peti. Setiap hari ditaburi kembang melati. Satu untuk Minke dan satu untuk
menantunya, Annelies. Bunda juga memberikan keris sebagai pasangan dari kain batik.
Sebelum pesta perkawinan, Bunda yang merias Minke. Ini untuk terakhir kalinya Bunda merumat
Minke. Di sela – sela kebersamaan Bunda dengan Minke, Bunda menasihati Minke. Bunda memberikan
wejangan agar Minke selalu mengingat adab dari Satria Jawa yang kelak disampaikan pada anak –
anaknya. Lima syarat yang ada pada satria Jawa : wisma yang berarti rumah. Tanpa rumah orang tak
mungkin satria. Wanita yang berarti tanpa wanita satria menyalahi kodrat sebagai lelaki. Turangga yang
berarti kuda, alat yang dapat membawa kemana – mana. Kukila yang berarti burung, lambang
keindahan, kelanggengan. Dan yang terkhir curiga yang berarti keris, lambang kewaspadaan, kesiagaan,
keperwiraan, tanpa keris empat yang lainnya akan binasa bila mendapat gangguan. Kesan mendalam
yang ditinggalkan Bunda terhadap Minke.

Tamu berdatangan memenuhi ruang depan, ruang dalam, dan tarub. Acara resepsipun dimulai.
Minke dan Annelies menikah dengan tata cara Islam. Semua undangan menghandiri pernikahan Minke.
Pernikahan ini membuat haru semua orang. Banyak ucapan selamat yang berdatangan dari teman –
teman Minke. Juga surat dari sahabat – sahabatnya. Sejak saat itu Minke dan Annelies syah menjadi
pasangan suami istri.

Enam bulan telah lewat. Dan terjadilah apa yang harus terjadi. Annelies dan Nyai dipanggil
bersama Nyai menghadap Pengadilan Putih. Dan Annelies mendapat panggilan utama. Semuanya
terkejut dengan surat panggilan tersebut. Selesai sidang dan sampai dirumah Annelies dan Nyai
berwajah miram. Sedih. Annelies tak bicara apa – apa. Nyai menyodorkan surat – surat dari pengadilan
pada Minke. Surat – surat yang berisi hak – hak kuasa kekayaan Tuan Mellema yang seluruhnya jatuh
pada anaknya Maurits Mellema, berkas – berkas yang begitu banyak. Juga surat yang menunjuk Mauris
Mellema menjadi wali bagi Annelies Mellema. Pengajuan gugatan terhadap Sanikem atau Nyai
Ontosoroh dan Annelies Mellema kepada Pengadilan Putih Surabaya tentang perwalian atas Annelies
Mellema dan pengasuhannya di Nederland.

Minke ingin pingsan membaca surat – surat resmi tersebut. Sejak itu Annelies menjadi berubah,
kesehatannya kembali terganggu. Nyai sudah menyewa advokat untuk membantu menyelesaikan
perkara ini. Inilah perkara bangsa kulit putih yang menelan Pribumi, menelan Nyai, Annelies, dan Minke.
Nyai dan Minke tak ingin menyerah dalam perkara ini. Mereka terus melawan. Dan takkan malu bila
kalah. Pribumi harus mempertahankan hak – haknya, tidak hanya ditindas oleh Eropa saja. Berbagai cara
dilakukan oleh Nyai dan Minke. Mulai dari Minke, yang menulis mengenai perkaranya dan
mengirimkannya diberbagai media. Ia menulis dalam bahasa Belanda dan Melayu. Untuk mendapat
perhatian masyarakat. Dan Minke berhasil. Para Pribumi yang berdandan ala Madura dengan membawa
parang berdemo didepan Pengadilan Putih. Juga para elemen yang berasal dari organisasi Islam yang
membela Minke.

Annelies dan Nyai mendapat panggilan dari Pengadilan Putih lagi. Dan yang hadir adalah Nyai dan
Minke, sedangkan Annelies sendiri tidak mungkin, karena sakit dan dalam penjagaan Dokter Martinet.
Dalam sidang keputusan Pengadilan Surabaya memutuskan untuk Juffrouw Annelies Mellema akan
diangkut dengan kapal dari Surabaya lima hari yang akan datang. Mendengar keputusan itu, Nyai
membantah dan begitu geram, benci, dengan marah tak terkira Nyai dan Annelies meninggalkan
pengadilan. Keputusan Pengadilan Surabaya menerbitkan amarah banyak orang dan golongan.
Serombongan orang Madura menyerang orang Eropa. Sejak itu pula rumah Nyai Ontosoroh dijaga ketat
oleh kepolisian Belanda. Tak seorangpun diizinkan masuk. Bahkan Darsampun diusir. Dokter Martinet
tidak diizinkan masuk. Dan sekarang Minke dan Nyai yang menjaga Annelies.

HARI INI – HARI TERAKHIR

Annelies agak normal walau kurus, pucat, matanya mati. Ia meminta Minke untuk bercerita
mengenai negeri Belanda. Dan Minke mulai bercerita. Sekenanya apa yang Minke ingat diceritakannya.
Annelies juga meminta Minke untuk bercerita tentang laut. Sebentar kemudian datang seorang
perempuan Eropa yang mengambil alih kuasa Minke terhadap Annelies. Dia memerintahkan Nyai untuk
mempersiapkan pakaian Annelies. Annelies kemudian berbicara pada mamanya, ia meminta mamanya
agar membawakan kopor coklat tua, yang dulu dipakai mamanya untuk meninggalkan rumah selama –
lamanya. Annelies ingin membawa kopor tersebut, dengan kopor itu ia akan pergi. Hanya kopor itu dan
kain batikan Bunda, pakaian pengantinnya. Sembah sungkem Annelies pada Bunda B. Annelies
menyuruh mama untuk membuang kenangan yang telah berlalu. Mama terlarut dalam sedu sedan
tangisnya. Dan Annelies mempunyai permintaan terakhir kepada mamanya. Annelies ingin mamanya
mengasuh seorang adik perempuan yang manis, yang tidak menyusahkan seperti Annelies, hingga
sampai mama merasa tanpa Annelies lagi. Tangis mama terus menderu, menyesal tak dapat
mempertahankan Annelies. Dan permintaan terakhir Annelies pada Minke, untuk mengenang
kebahagiaan yang pernah mereka alami bersama.

Perempuan Eropa mulai menarik Annelies, menuntunnya. Annelies tenggelam dalam pembisuan
dan ketidakpedulian. Kehormatannya lenyap. Ia berjalan lambat – lambat meninggalkan kamar,
menuruni tangga dalam tuntunan orang Eropa. Badannya nampak sangat rapuh dan lemah. Minke dan
mama lari memapahnya tapi dihalau oleh orang Indo dan perempuan Eropa. Minke sudah tak tahu
sesuatu. Tiba – tiba ia mendengar tangisnya sendiri. Sebegini lemah kekuatan Pribumi dihadapan Eropa.
Minke memanggil – manggil Annelies tapi Annelies tak menjawab, tak menoleh sedikitpun.

Pintu depan dipersada dibuka. Sebuah kereta Gubermen telah menunggu dalam apitan Maresose
berkuda. Sayup – sayup terdengar roda kereta menggiling kerikil, makin lama makin jauh, jauh, akhirnya
tak terdengar lagi. Annelies dalam pelayaran ke negeri dimana Sri Ratu Wilhelnima bertahta. Minke
berjanji akan menyusul Annelies, membawa Annelies kembali lagi.

Anda mungkin juga menyukai