Anda di halaman 1dari 29

SEJARAH BAHASA INDONESIA

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas kelompok Mata Kuliah Bahasa Indonesia


Semester Ganjil Tahun Akademik 2019/2020

Dosen:

Khairunnisa.M.Pd

Oleh Kelompok 1:

1.Mega sari

2.Yuli

3.Diki bagus saputro

POLTEKKES KEMESKES RI PANGKALPINANG PRODI


KEPERAWATAN

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena
dengan rahmat-Nya lah kami akhirnya bisa menyelesaikan resume yang
berjudul “Sejarah Bahasa Indonesia”ini dengan baik dan tepat waktu.Tidak
lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing kami
yang bernama Khairunnisa M.Pd yang telah memberikan banyak bimbingan
serta masukan yang bermanfaat dalam menyusun resume ini.

Meskipun kami berhasil menyelesaikan resume ini dengan baik,namun kami


menyadari bahwa masih akan adanya kekurangan serta kekeliruan di dalam
resume ini,sehingga kami akan sangat terbuka dengan kritik,saran serta
masukan dari berbagai pihak.Akhir kata kami juga berharap agar resume ini
sangat bermanfaat bagi para pembaca guna menambah wawasan
tentang“Sejarah Bahasa Indonesia”.

Pangkalpinang,Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................... 1

KATA PENGANTAR .................................................................. 2

DAFTAR ISI .............................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5

1.3 Tujuan Masalah ................................................................................ 5

1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Asal Mula Bahasa Indonesia ............................................................. 8

2.2 Proses Pengesahan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan .....10

2.3 Perkembangan Bahasa Indonesia Di Era Kemerdekaan ....................14

2.4 Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia Sampai Saat Ini ...................20

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .....................................................................................27

3.2 Saran ..............................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 29

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan teman untuk bisa
berkomunikasi dengan baik,salah satu alat untuk berkomunikasi dengan baik
adalah dengan cara memahami bahasa satu sama lain.Bahasa digunakan
untuk bisa menyampaikan ide,gagasan ataupun perasaan yang dipikirkan
dan dirasakan oleh orang lain lalu dituangkan dalam pembicaraan.Setiap
daerah memiliki beraneka ragam bahasa khas daerah-Nya masing-masing.

Indonesia adalah Negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa


dan berada di antara daratan benua Asia dan Australia,serta antara Samudra
Pasifik dan Samudra Hindia.Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di
dunia yang terdiri dari 17.504 pulau.Nama alternative yang biasa dipakai
adalah Nusantara.Dengan populasi hampir 270.054.853 jiwa pada tahun
2018,Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan
negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan lebih dari 230
juta jiwa.

Dengan demikian,Indonesia memiliki banyak sekali ragam suku,ras,adat


istiadat serta budaya yang mengalir di setiap pulau. Walaupun memiliki
banyak bahasa daerah, Indonesia memiliki bahasa persatuan, yakni bahasa
Indonesia.Bahasa Indonesia lahir sebagai identitas bangsa Indonesia.Seiring
dengan perkembangan zaman banyak sekali bahasa asing yang masuk ke
Indonesia dan bahasa pergaulan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia.Tentu hal ini menyimpang dalam bahasa Indonesia yang baik dan
benar.

Untuk itu, kita sebagai masyarakat Indonesia, wajib melestarikan bahasa


Indonesia sebagai bahasa nasional. Dalam melestarikan bahasa Indonesia,

4
diperlukan mengetahui sejarah dan asal-usul terbentuknya bahasa Indonesia
terlebih dahulu.Oleh karena itu, dalam tulisan ini dijelaskan lebih rinci
mengenai sejarah terbentuknya bahasa Indonesia sampai perkembangan
ejaan bahasa Indonesia hingga saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas,dapat dirumuskan masalah sebagai


berikut:

1.Bagaimanakah asal mula munculnya bahasa Indonsia?

2.Bagaimanakah proses pengesahan bahasa Indonesia?

3.Bagaimanakah perkembangan bahasa Indonesia di era kemerdekaan?

4..Bagaimanakah perkembangan ejaan bahasa Indonesia sampai saat ini?

1.3 Tujuan Masalah

Tujuan tulisan ini sebagai berikut:

1.Untuk mengehtahui asal mula bahasa Indonesia.

2.Untuk mengehtahui proses pengesahan bahasa Indonesia.

3.Untuk mengehtahui perkembangan bahasa Indonesia di era kemerdekaan.

4.Untuk mengehtahui perkembangan bahasa Indonesia sampai saat ini.

5
1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini yaitu agar


masyarakat mengehtahui asal-usul bahasa Indonesia hingga perkembangan
ejaan bahasa Indonesia sampai saat ini.Diharapkan agar masyarakat lebih
mengutamakan bahasa Indonesia daripada bahasa Lainnya.Sehingga,bahasa
Indonesia lebih terlestarikan.Jika bukan kita yang melestarikannya,siapa lagi.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asal Mula Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik


Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.Bahasa resmi yang
digunakan oleh seluruh bangsa Indonesia ini berasal dari bahasa
Melayu.Bahasa Melayu yang digunakan merupakan bahasa Melayu kuno
yang sampai sekarang dapat diselidiki sebagai peninggalan masa lampau.
Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh para ahli, bahkan menghasilkan
penemuan bahwa bahasa Austronesia itu juga mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan bahasa-bahasa yang dipergunakan di daratan Asia
tenggara. bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup dan terus
berkembang dengan pengayaan kosakata baru, baik melalui penciptaan
maupun melalui penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Bahasa Indonesia pada awalnya bermula pada ditemukannya batu


tertulis(prasasti) oleh pengembara Tiongkok dan I Tsing (rahib Tionghoa).
Pengembara Tiongkok menyebutnya sebagai bahasa Kwun Lun (Melayu
Kuno) dan bahasa lingua franca (Melayu Kuno). Bahasa Melayu
kemudian disebarkan melalui bangsa Melayu yang sering merantau dan
berkembangnya Kerajaan Malaka. Padamasa tersebut, Bahasa Melayu kerap
digunakan seperti pada acara Usaha Dewan Rakyat 25 Juni 1918.

Pada zaman Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 Masehi), bahasa Melayu (bahasa
Melayu Kuno) dipakai sebagai bahasa kenegaraan. Hal itu dapat diketahui,
dari empat prasasti berusia berdekatan yang ditemukan di Sumatra bagian
selatan peninggalan kerajaan tersebut. Prasati tersebut di antaranya adalah
dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M
(Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur

7
berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688
M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna.
Pada saat itu, bahasa Melayu yang digunakan bercampur kata-kata bahasa
Sanskerta. Sebagai penguasa perdagangan, di Kepulauan Nusantara, para
pedagangnya membuat orang-orang yang berniaga terpaksa menggunakan
bahasa Melayu walaupun dengan cara kurang sempurna. Hal itu melahirkan
berbagai varian lokal dan temporal pada bahasa Melayu yang secara umum
dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti.

Salah satu ditemukannya bahasa Melayu kuno yaitu pada Prasasti Kota
Kapur.Prasasti Kota Kapur adalah prasasti berupa tiang batu bersurat yang
ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka, di sebuah dusun kecil yang
bernama "Kota kapur". Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa
dan menggunakan bahasa Melayu Kuno, serta merupakan salah satu
dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini dilaporkan
penemuannya oleh J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892, dan
merupakan prasasti pertama yang ditemukan mengenai Sriwijaya.

Abad ke –13 merupakan waktu bermulanya zaman peralihan di Kepulauan


Melayu dengan berkembangnya agama Islam ke rantau ini. Ini telah
mempengaruhi bangsa dan bahasa di sini, terutamanya bangsa dan bahasa
Melayu. Pengaruh India sedikit demi sedikit mula digantikan dengan
pengaruh Islam dan Arab. Kegemilangannya bahasa Melayu klasik boleh
dibahagikan kepada tiga zaman penting yaitu zaman kerajaan Melaka,
zaman kerajaan Aceh dan zaman kerajaan Johor-Riau.

Zaman penting bagi Bahasa Melayu ialah pada zaman Kerajaan Melayu
Melaka. Kerajaan Melayu Melaka yang telah menerima Islam dan berjaya
membina empayar yang luas telah dapat meningkatkan kemajuan dan
perkembangan Bahasa Melayu di rantau ini. Bahasa Melayu telah digunakan
dalam pentadbiran dan aktiviti perdagangan serta menjadi “lingua franca”

8
para pedagang. Bahasa Melayu juga telah menjadi alat penyebaran agama
Islam ke seluruh Kepulauan Melayu. Bahasa Melayu telah mendapat bentuk
tulisan baru iaitu tulisan Jawi. Perbendaharaan kata juga telah bertambah
dengan wujudnya keperluan untuk mengungkapkan idea-idea yang dibawa
oleh peradaban Islam. Keagungan Kesultanan Melaka jelas tergambar di
dalam “Sejarah Melayu” oleh Tun Seri Lanang, sebuah karya dalam Bahasa
Melayu yang sangat tinggi nilainya.

Kedatangan orang-orang Eropa dan kejatuhan Kesultanan Melaka ke


tangan Portugis pada tahun1511 masehi tidak menamatkan pengaruh
Bahasa Melayu. Ramai di antara mereka yang menjalankan penyelidikan dan
menyimpan catatan mengenai bahasa.

Bahasa Melayu terdapat dua jenis yaitu:

1.Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur, sebab sangat mudah dimengerti dan
ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap
istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.

2.Melayu Tinggi yang pada masa lalu digunakan oleh kalangan keluarga
kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Bentuk
bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran,
dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.steraan Melayu.

9
2.2 Proses Pengesahan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan

Pada tahun 1908 Balai Pustaka didirikan dengan nama Commissie voor
de Inlansche School en Volkslectuur (bahasa Belanda: "Komisi untuk Bacaan
Rakyat") oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 15 Agustus 1908.
Lembaga itu berada di bawah naungan Adviseur voor Inlandsch Zaken, atau
Biro Penasehat Urusan Pribumi, yang termasuk ke dalam Departement van
Onderwijs en Eeredienst, Departemen Pendidikan dan Keagamaan.Kantoor
voor de Volkslectuur atau lebih dikenal dengan nama "Balai Poestaka" pada
tanggal 17 September 1917. Balai Pustaka menerbitkan kira-kira 350 judul
buku per tahun yang meliputi kamus, buku referensi, keterampilan, sastra,
sosial, politik, agama, ekonomi, dan penyuluhan.Menurut Menteri BUMN,
Mustafa Abubakar, Balai Pustaka kini terancam bangkrut dan akan dilikuidasi
karena terus mengalami kerugian.Kios Balai Poestaka di Purwokerto pada
masa Hindia Belanda.

Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah untuk mengembangkan bahasa-


bahasa daerah utama di Hindia Belanda. Bahasa-bahasa ini adalah bahasa
Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu, dan bahasa Madura.Ada visi alternatif
yang menyebutkan bahwa pendiriannya kala itu konon untuk mengantisipasi
tingginya gejolak perjuangan bangsa Indonesia yang hanya bisa disalurkan
lewat karya-karya tulisan. Berbagai tulisan masyarakat anti-Belanda
bermunculan di koran-koran daerah skala kecil, sehingga perusahaan
penerbitan ini lalu didirikan Belanda dengan tujuan utama untuk meredam
dan mengalihkan gejolak perjuangan bangsa Indonesia lewat media tulisan
dan menyalurkan nya secara lebih manusiawi sehingga tidak bertentangan
dengan kepentingan Belanda di Indonesia.Tujuan lain yang dilakukan oleh
Komisi Bacaan Rakyat (KBR) yaitu menerjemahkan atau menyadur hasil
sastra Eropa hal ini juga bertujuan agar rakyat Indonesia buta terhadap
informasi yang ber

10
kembang di negaranya sendiri. Sejak 16 Juni 1927, ia selalu menggunakan
bahasa Melayu setiap kali berbicara di forum Volksraad. Kendati
diperingatkan, ia tetap saja membandel (S. Amran Tasai & Djamari,
Pandangan Sastrawan A.A. Navis dan Tanggapan Kritikus terhadap Karyanya,
2003:94).

Pada tanggal 16 juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa


Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang
Volksraad, Di depan sidang Volksraad (Dewan Rakyat) yang terhormat pada
30 Juni 1928, di tengah para anggota dewan yang didominasi orang-orang
Belanda, Jahja Datoek Kajo berseru dengan lantang lagi tegas.

“Saya lebih suka menggunakan bahasa Indonesia di dalam sidang majelis


dewan rakyat karena saya adalah seorang Indonesier (orang Indonesia).
Tuan-tuan tentu memaklumi bahwa sekalian bangsa di dunia ini lebih suka
berbahasa dengan bahasanya sendiri.” (Azizah Etek, dkk., Kelah Sang
Demang Jahja Datoek Kajo: Pidato Otokritik di Volksraad 1927-1939,
2008).“Sebab itulah," lanjut Jahja, "saya lebih suka berbicara dalam bahasa
Melayu dalam majelis persidangan ini. Apalagi yang saya bicarakan di
dalam majelis ini bukan dari perkataan siapa saja, melainkan yang sebenar-
benarnya terbit dari hati sanubari saya.”

Pada saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, usul agar bahasa Melayu
diangkat sebagai bahasa nasional disampaikan oleh Muhammad Yamin,
seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada
Kongres Nasional kedua di Jakarta, Muhammad Yamin mengatakan: “Jika
mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi
bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu,
bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau
bahasa persatuan.”

11
Pada tahun 1928 bahasa melayu mengalami perkembangan yang luar
biasa. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara
berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar :

1.Bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia

2.Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan

3.Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini


dikenal dengan nama Sumpah Pemuda dan baru setelah kemerdekaan
Indonesia tepatnya pada tanggal 18 Agustus Bahasa Indonesia diakui secara
Yuridis.

Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan


dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia. Pada 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I
di Solo. Salah satu hasil kongres itu adalah kesimpulan tentang perlunya
usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia yang dilakukan
secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Pada 18
Agustus 1945 ditandatangani Undang-Undang Dasar 1945, yang dalam Pasal
36 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Pada 19 Maret
1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai
pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.

Tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa


Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa
Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang
diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
Pada 16 Agustus 1972 Presiden Suharto meresmikan penggunaan Ejaan

12
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di
hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57
tahun 1972, kemudian pada 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di
seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).

Tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa


Indonesia III di Jakarta. Dalam kongres yang diadakan untuk memperingati
Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain membicarakan kemajuan,
pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga
membahas kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Pada 21 – 26 November
1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini
diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-
55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum
di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua
warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

Tanggal 28 Oktober – 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa


Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar
bahasa Indonesia dalam negeri dan peserta tamu dari negara sahabat
seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan
Australia. Dalam kongres itu ditandatangani karya besar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Tanggal 28 Oktober – 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari
Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara, antara lain dari Australia,

13
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa


ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta
mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia. Pada 26-30
Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan
Pertimbangan Bahasa.

Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada


tanggal 18 Agustus 1945. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan
bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).

2.3 Perkembangan Bahasa Indonesia Di Era Kemerdekaan

Sejak bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi negara pada 18


Agustus 1945 melalui Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 36 bab XV yang
berbunyi: “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”, maka bahasa Indonesia
mengalami babak baru perkembangannya. Pada 19 Maret 1947 diresmikan
penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van
Ophuijsen yang berlaku di era penjajahan. Dengan demikian, bahasa
Indonesia resmi memiliki ejaan sendiri.

Peristiwa-peristiwa lain yang berkaitan dengan perkembangan bahasa


Indonesia di era kemerdekaan sampai saat in, antara lain sebagai berikut:

1. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d.


2. 2 November 1954 merupakan salah satu perwujudan tekad bangsa
Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia baik

14
dalam kedudukannya sebagai bahasa kebangsaan maupun sebagai
bahasa bahasa negara.
3. Peresmian penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(EYD) pada 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia H. M.
Soeharto, dalam pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang
dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
4. Penetapan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan pada 31 Agustus
1972 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai saat itu pedoman
tersebut berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Momentum tersebut
dikenal sebagai Wawasan Nusantara.
5. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting
bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
6. Kongres bahasa Indonesia IV yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 21-26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam
rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam
putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua
warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
7. Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3
November 1988 yang dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa
Indonesia dari dalam negeri dan peserta tamu dari negara sahabat

15
seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,Jerman,dan
Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya
besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta
bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
8. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2
November 1993 yang diharidi 770 pakar bahasa Indonesia dalam negeri
dan 53 peserta tamu dari Australia, Brunei Darussalam, Jerman,
Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan
Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa
Indonesia.

Pada tahun 1953 Kamus Bahasa Indonesia berhasil disusun untuk pertama
kalinya oleh W.J.S Poerwodarminta. Dalam kamus tersebut tercatat jumlah
lema (kata) dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000. Pada tahun 1976,
Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat
penambahan 1.000 kata baru. Pada tahun 1988 terjadi loncatan yang luar
bisa dalam Bahasa Indonesia. Dari 23.000 kata telah berkembang menjadi
62.000. Selain itu, setelah bekerja sama dengan Dewan Bahasa dan Pustaka
Brunei, berhasil dibuat 340.000 istilah baru di berbagai bidang ilmu.

Perkembangan bahasa Indonesia di era reformasi diawali dengan Kongres


Bahasa Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada
26- 30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan
Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang


mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.

16
2. Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status
kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Sampai tahun 2007 Pusat Bahasa berhasil menambah kira-kira 250.000 kata
baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu.
Sementara kata umum telah berjumlah 78.000.Di sisi yang lain reformasi
yang muncul pada tahun 1998 justru keadaan makin memburuk,dimana
bahasa asing lebih marak digunakan.Sedangkan kala itu bahasa Indonesia
sempat dipinggirkan, Pada zaman reformasi salah satu pihak yang memiliki
andil dalam perkembangan bahasa Indonesia adalah media massa baik cetak
maupun elektronik. Seorang tokoh pers nasional, Djafar Assegaf, menuding
bangsa Indonesia tengah mengalami “krisis penggunaan bahasa Indonesia”
yang amat serius. Media massa sudah terjerumus kepada situasi “tiada
tanggung jawab” terhadap pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.

Media massa cenderung menggunakan bahasa asing padahal dapat


diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Hal itu menunjukkan
penghormatan terhadap bahasa Indonesia sudah mulai memudar.
Penyebabnya, antara lain, adanya euphoria reformasi yang “kebablasan” dan
tidak ada konsep yang utuh, sikap tidak percaya diri dari para insan pers dan
pemilik perusahaan pers karena mereka cenderung memikirkan pangsa
pasarnya, persaingan usaha antarmedia dan selera pribadi.Kecenderungan
itu kini berkembang pesat hingga sekarang,ditambah lagi dengan adanya
kata singkatan dan bahasa asing ataupun bahasa gaul yang digunakan terlalu
sering.

Seiring perkembangan IPTEK penyebarluasan bahasa gaul dan bahasa asing


sampai ke pelosok negeri dikhawatirkan akan dapat mengancam eksistensi
bahasa bahasa Indonesia baku. Akibat pengaruh globalisasi, pesatnya

17
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dan pengaruh dari
negara-negara ekonomi kuat, seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, dan
Korea, bahasa Indonesia menjadi terpinggirkan.Ancaman ini justru
diperparah oleh pelajar di Indonesia itu sendiri,mereka menganggap bahasa
Indonesia terlalu kaku dan terlihat kuno sehingga mereka lebih suka
menggunakan bahasa gaul bahkan bahasa singkatan dan bahasa asing.

Mirisnya pelajar yang menganggap bahasa Indonesia itu sebagai pelajaran


yang sepele,nilai bahasa Indonesia mereka rendah dan mengikuti
remedial.Dalam Ujian Nasional rata-rata siswa yang tidak lulus dikarenakan
nilai bahasa Indonesia mereka yang tidak memenuhi standar untuk lulus.
yang terjadi karena kebanyakan dari mereka menganggap remeh bahasa
Indonesia.Ada sejumlah faktor yang menyebabkan masyarakat dan pelajar
Indonesia menganggap remeh pelajaran bahasa Indonesia.

Pertama, adanya anggarapan tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia


karena karena mereka sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari, meskipun bahasa Indonesia seadanya. Padahal,
penguasaan bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi tingkat masyarakaty
melainkan juga mencerminkan karakter, budaya,sikap, perilaku, dan jatidiri
bangsa.

Kedua, karena adanya kemunduran dan kemerosotan ekonomi dan moral


bangsa Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Kemerosotan ekonomi dan
kemunduran moral bangsa yang dicerminkan dalam berbagai tindak
kekerasan,terorisme, dan kriminal menimbulkan rasa malu berbahasa dan
sebagai orang Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia dalam pergaulan
internasional.

Namun di sisi lain dengan berkembang nya IPTEK banyak sekali masyarakat
yang sudah bisa mengenal satu sama lain walaupun berbeda daerah

18
sekaligus negara,dan jika pada awalnya masyarakat Indonesia yang terdiri
dari multisuku, multietnis, multiras, dan multiagama susah bergaul
antarsesama karena terdapat perbedaan bahasa, kini dengan meratanya
penyerbarluasan bahasa Indonesia,maka kendala komunikasi antaranggota
masyarakat dapat diatasi. Hal ini merupakan salah satu bentuk kemajuan
dalam bahasa Indonesia. Dengan alasan globalisasi, percampuran bahasa
Indonesia dengan bahasa asing justru semakin marak. Kata-kata seperti
“new arrival”, “sale”, “best buy”, “discount”, terpampang dengan jelas di
berbagai toko dan pusat perbelanjaan. Media pun ikut mempengaruhi
penggunaan bahasa Indonesia yang salah. Malahan tidak sedikit media yang
memberikan judul acara dengan kata-kata dalam bahasa asing.

Sejak era reformasi pada 1998, bahasa Indonesia mengalami penurunan


minat mempelajarinya di beberapa negara di dunia. Minat orang asing
belajar bahasa Indonesia dipicu oleh kondisi pengajaran bahasa Indonesia
yang belakangan ini menunjukkan gejala penurunan, baik dari aspek
intensitas penyelenggaraan, jumlah peminat, maupun kualitas
pengajarannya.Penurunan intensitas penyelenggaraan pengajaran bahasa
Indonesia untuk penutur asing disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain,
akibat sistem politik di negara-negara asing tersebut dan kurangnya sumber
daya manusia pengajar bahasa Indonesia untuk orang asing.

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya mengembangkan


pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing, misalnya dengan
pemasyarakatan alat uji bahasa Indonesia yang disebut Uji Kemahiran
Berbahasa Indonesia (UKBI). Pusat Bahasa juga melakukan upayaupaya
pengembangan lain, misalnya dengan membuka pusat-pusat kebudayaan
Indonesia di beberapa negara. Pusat Kebudayaan ini sekaligus sebagai ajang
promosi Indonesia pada masyarakat dunia. Saat ini pusat kebudayaan

19
Indonesia itu sudah diupayakan didirikan di Canbera Australia, Los Angles AS,
dan Washington DC, AS.

2.4 Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia Sampai Saat ini

Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang


distandardisasikan. Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni aspek
fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan
penyusunan abjad.Aspek morfologi yang menyangkut penggambaran
satuan-satuan morfemis dan aspek sintaksis yang menyangkut penanda
ujaran tanda baca (Haryatmo Sri, 2009). Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia dinyatakan, ejaan adalah cara atau aturan menuliskan kata-kata
dengan huruf. Misalnya kata “huruf” dahulu adalah “hoeroef”. Kata itu telah
diatur dengan ejaan yang sesuai dan sekarang yang dipergunakan adalah
“huruf”.

Ejaan ada dua macam, yakni ejaan fenetis dan ejaan fomenis. Ejaan fenotis
merupakan ejaan yang berusaha menyatakan setiap bunyi bahasa dengan
huruf, serta mengukur dan mencatatnya dengan alat pengukur bunyi bahasa
(diagram).Dengan demikian terdapat banyak lambing atau huruf yang
dipergunakan untuk menyatakan bunyi-bunyi bahasa itu. Ejaan fonemas
adalah ejaan yang berusaha menyatakan setiap fonem dengan satu lambing
atau satu huruf, sehingga jumlah lambing yang diperlukan tidak terlalu
banyak jika dibandingkan dengan jumlah lambing dalam ejaan fonetis (Barus
Sanggup, 2013) Ejaan bahasa Indonesia yang telah kita kenal ternyata
mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi
adalah mempunyai tujuan untuk penyempurnaan.

Adapun ejaan-ejaan yang pernah dipergunakan dalam bahasa Indonesia


adalah :

20
1.Ejaan van Ophuysen

Ejaan van Ophuhysen atau yang juga dikenal dengan ejaan Balai Pustaka
dipergunakan sejak tahun 1901 hingga bulan Maret 1947. Disebut Ejaan van
Ophuysen karena ejaan itu merupakan hasil karya dari Ch. A. van Ophuysen
yang dibantu oleh Engku Nawawi. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat
Melayu. Disebut dengan Ejaan Balai Pustakan karena pada waktu itu Balai
Pustaka merupakan suatu lembaga yang terkait dan berperan aktif serta
cukup berjasa dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Beberapa hal
yang cukup menonjol dalam ejaan van Ophusyen antara lain :

a. Huruf y ditulis dengan j.

Misalnya:

EYD Ejaan van Ophusyen


Sayang Sajang
Yakin Jakin
Saya Saja

b. Huruf u ditulis dengan oe.

Misalnya:

EYD Ejaan van Ophusyen


Umum Oemoem
Sempurna Sempoerna
Surat Soerat

c. Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma di atas.

Misalnya:

21
EYD Ejaan Van Ophusyen
Rakyat Ra’yat
Bapak Bapa’
Makmur Ma’moer

2. Ejaan Republik
Ejaan Republik adalah merupakan hasil penyederhanaan dari pada Ejaan
van Ophuysen. Ejaan Republik mulai berlaku pada tanggal 19 Maret 1947.
Pada waktu itu yang menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan Republik Indonesia adalah Mr. Suwandi, maka ejaan tersebut
dikenal pula atau dinamakan juga dengan Ejaan Suwandi.
Ejaan Repulik ini merupakan suatu usaha perwujudan dari Kongres Bahasa
Indonesia yang pertama di Surakarta, Jawa Tengah, tahun 1938 dan yang
menghasilkan suatu keputusan penyusunan kamus istilah.
Beberapa perbedaan yang tampak dalam Ejaan Republik dengan ejaan
Ophusyen dapat diperhatikan dalam uraian di bawah ini:
a.Gabungan huruf oe dalam ejaan van Ophusyen digantikan dengan u dalam
Ejaan Republik.Contohnya goeroe diubah menjadi guru
b.Bunyi hamzah (‘) dalam Ejaan van Ophusyen diganti dengan k dalam Ejaan
Republik.
c.Kata ulang boleh ditandai dengan angka dua dalam Ejaan Republik.
d.Huruf e taling dan e pepet dalam Ejaan Republik tidak dibedakan.
e.Tanda trema (“) dalam Ejaan van Ophusyen dihilangkan dalam Ejaan
Republik.

3.Ejaan Pembaharuan
Ejaan pemabahruan merupakan suatu ejaan yang direncanakan untuk
memperbaharui Ejaan Republik. Penyusunan itu dilakukan oleh Panitia
Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia.

22
Konsep Ejaan Pembaharuan yang telah berhasil disusun itu dikenal sebuah
nama yang diambil dari dua nama tokoh yang pernah mengetuai panitian
ejaan itu. Yaitu Profesor Prijono dan E. Katoppo.
Pada tahun 1957 panitia dilanjutkan itu berhasil merumuskan patokan-
patokan ejaan baru. Akan tetapi, hasil kerja panitia itu tidak pernah
diumumkan secara resmi sehingga ejaan itu pun belum pernah diberlakukan.

Salah satu hal yang menarik dalam konsep Ejaan Pembaharuan ialah
disederhanakannya huruf-huruf yang berupa gabungan konsonan dengan
huruf tunggal. Hal itu, antara lain tampak dalam contoh di bawah ini.
a.Gabungan konsonan dj diubah menjadi j
bGabungan konsonan tj diubah menjadi ts
c.Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ
d.Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń
e. Gabungan konsonan sj diubah menjadi š

Kecuali itu, gabungan vokal ai, au, dan oi, atau yang lazim disebut diftong
ditulis berdasarkan pelafalannya yaitu menjadi ay, aw, dan oy.

Misalnya:
EYD
EYD Ejaan
Pembaruan
Santai Santay
Gulai Gulay

4.Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan


Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan
pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan

23
Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokanpemakaian ejaan itu.Karena
penuntutan itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober
1972, No. 156/P/1972, menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedomaan Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurkan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.

Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan
dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987. Beberapa hal yang perlu
dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan.Sebagaimana yang telah umum diketahui, Ejaan van
Ophuysen sesuai dengan namanya diprakarsai oleh Ch. A. van Ophuysen,
seorang berkebangsaan Belanda. Ejaan ini mulai diberlakukan sejak 1901
hingga munculnya Ejaan Soewandi. Ejaan van Ophuysen ini merupakan ejaan
yang pertama kali berlaku dalam bahasa Indonesia yang ketika itu masih
bernama bahasa Melayu. Dan ini menjadi dasar dan asal terbentuknya
Bahasa Indonesia.

Sebelum ada ejaan tersebut, para penulis menggunakan aturan sendiri-


sendiri di dalam menuliskan huruf, kata, atau kalimat. Oleh karena itu, dapat
dipahami jika tulisan mereka cukup bervariasi. Akibatnya, tulisan-tulisan
mereka itu sering sulit dipahami. Kenyataan itu terjadi karena belum ada
ejaan yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam penulisan. Dengan

24
demikian, ditetapkannya Ejaan van Ophuyson merupakan hal yang sangat
bermanfaat pada masa itu.Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia
terbentuk dan diproklamasikan menjadi negara yang berdaulat, para ahli
bahasa merasa perlu menyusun ejaan lagi karena tidak puas dengan ejaan
yang sudah ada. Ejaan baru yang disusun itu selesai pada tahun 1947, dan
pada tanggal 19 Maret tahun itu juga diresmikan oleh Mr. Soewandi selaku
Menteri PP&K (Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan). Ejaan baru itu
disebut Ejaan Republik dan dikenal juga dengan nama Ejaan Soewandi.

Sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa Indonesia, kian hari


dirasakan bahwa Ejaan Soewandi perlu lebih disempurnakan lagi. Karena itu,
dibentuklah tim untuk menyempurnakan ejaan tersebut. Pada tahun 1972
ejaan itu selesai dan pemakaiannya diresmikan oleh Presiden Soeharto pada
tanggal 16 Agustus 1972 dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD).Hingga sekarang EYD menjadi dasar dan kaidah
Bahasa Indonesia terutama dalam penulisan. Semua kalangan menggunakan
EYD sebagai ejaan yang benar dalam setiap tulisan ataupun karya tulis. Dan
sering kita lihat kalau setiap syarat suatu karya tulis adalah sesuai dengan
EYD. Berikut tabel dibawah adalah perbedaan ketiga ejaan diatas dalam
aspek penghurufan.
Van Ophuysen 1901 Suwandi 1947 EYD 1942
J J Y
Dj Dj J

Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:

 Menulis surat, termasuk modal dan miring.


 Menulis kata-kata.
 Menulis tanda baca.

25
 Menulis singkatan dan akronim.
 Menulis angka dan nomor simbol.
 Menulis elemen penyerapan.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.Hingga saat ini bahasa Indonesia masih menjadi bahasa yang di

nomor satukan dan haraus dipahami oleh berbagai pihak terutama oleh

bangsa Indonesia.Seiring perkembangan zaman dan sehingga semakin

majunya IPTEK membuat banyaknya pemahaman tentang kosakata bahasa

Indonesia semakin bertambah.Asal mula bahasa Indonesia yaitu berawal

dari bahasa Melayu, . Pada abad ke-5 berkembang bentuk yang

dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh


Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Pada
zaman
penjajahan Belanda pada awal abad - 20, pemerintah kolonial Belanda ingin
menggunakan bahasa Melayu untuk mempermudah komunikasi dengan
berpatokan pada bahasa Melayu Tinggi yang sudah mempunyai kitab - kitab
rujukan. Pada 16 Juni 1927 dalam sidang Volksraad (Rapat Dewan Rakyat),
Jahja
Datoek Kajo pertama kalinya menggunakan bahasa Indonesia dalam
pidatonya.
Di sinilah bahasa Indonesia mulai berkembang.
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa"
pada saat Sumpah Pemuda. Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah
kemerdekaan, ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945. Pada Bab XV,
Pasal 36, ditetapkan secara sah bahwa bahasa Indonesia ialah bahasa
negara. Selanjutnya, sehubungan dengan perkembangan ejaan, setelah

27
bahasa Melayu ditetapkan menjadi bahasa Indonesia, yakni muncul Ejaan
Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK, Ejaan yang
disempurnakan, dan EBI.

3.2 Saran

Sebagai bangsa Indonesia terutama pelajar yang ada di


Indonesia,seharusnya bahasa Indonesia lebih diutamakan dan harus lebih
dipahami sehingga tidak ada lagi kata remedial dalam Ujian Nasional bahasa
Indonesia.Dengan tulisan ini,kelompok kami menyadari masih banyak
kekurangan sehingga kami masih memerlukan kritik serta saran untuk
kedepannya lebih lengkap lagi penjelasannya dan agar lebih baik lagi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Etek Azizah,Mursyid A.M., dan Arfan B.R.,2008.Kelah Sang Demang Jahja


Datoek Kajo Pidato Otokritik Di Volksraad 1927-1939.Yogjakarta:LKIS
Yogjakarta

Djamari,Tasai Amran S.,2003.Pandangan Sastrawan A.A.Navis dan


Tanggapan Kritikus Terhadap Karyanya.Jakarta:Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional

Haryatmo, Sri. 2009. Buku Panduan Mengajar Mata Kuliah Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Intitut agama Islam Sunan Kalijaga

Barus, Sanggup. dkk. 2013. Pendidikan Bahasa Indonesia. Medan: Unimed


Press
Pantita Pengembangan Bahasa Indonesia. 2000.

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta:


Departemen Pendidikan Nasional

29

Anda mungkin juga menyukai