Di susun oleh :
B. ETIOLOGI
1. Virus Utama :
ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus
aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah :
Mycoplasma pneumonia.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai
berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3
tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak
pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch
et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang
menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin
tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka
kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch
et al, 2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal,
kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi
yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi
pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan
terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan
dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan
penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan
peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya,
daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus
dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan
pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga
sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang
bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang
baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang
rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status
keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi
didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status
sosioekonomi (Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan
terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok.
Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat
orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan
lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat
penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara
terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan
membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan
siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian
tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan
saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan
tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang
untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi
udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah
yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara
Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).
D. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring
atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. rusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, Jika refleks tersebut gagal maka virus.
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering).
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga
menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-
faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak.
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar
ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran
nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri .
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang
tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa
IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.
Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan
integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
E. PATHFOLOW
F. PEMERIKSA’AN PENUNJANG
1. pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia,
dan
3. kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Riwayat Kesehatan :
1) Keluhan Utama:
Klien mengeluh demam.
5) Riwayat sosial:
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya.
Pemeriksaan Persistem
B1 (Breath) :
· Inspeksi :
Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
Tampak batuk tidak produktif,
Tidak ada jaringna parut pada leher,
Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung,
tachypnea, dan hiperventilasi.
· Palpasi :
Adanya demam.
Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus
limfe servikalis.
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
· Perkusi :
Suara paru normal (resonance).
· Auskultasi :
Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi
gangguan penciuman.
B4 (Bladder) :perkemihan Tidak ada kelainan.
B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum
sedikit, nyeri telan pada tenggorokan.
B6 (Bone): Warna kulit kemerahan(Benny:2010).
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran
pernafasan, aadanya sekret
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari
jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,
hospitalisasi pada anak
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan
cairan
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
8. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake
inadekuat
9. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan
kurang informasi
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefektifan bersihan Bebasnya jalan nafas 1.Lalakukan penyedotan
jalan nafas berhubungan sekret jika diperlukan.
dari hambatan sekret
dengan obstruksi mekanik dari 2). 2.Cegah jangan sampai
jalan nafas oleh sekret, proses dengan kriteria: jalan terjadi posisi
inflamasi, peningkatan hiperextensi pada leher.
nafas yang bersih dan
produksi sekret 3). 3.Berikan posisi yang
patent, meningkatnya nyaman dan mencegah
terjadinya aspirasi
pengeluaran sekret.
sekret
(semipronedan side
lying position).
4). 4. Berikan nebulizer
sesuai instruksi dokter.
5). 5. Anjurkan untuk tidak
memberikan minum
agar tidak terjadi
aspirasi selama periode
tachypnea.
6). 6. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
cairan perparenteral
yang adekuat.
7). 7.Berikan kelembaban
udara yang cukup.
8). 8. Observasi
pengeluaran sekret dan
tanda vital.