Anda di halaman 1dari 296

i

Menulis
Ilmiah
(Edisi Revisi)

Azwardi

© 2018

Azwardi 2018
Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Penulis
Azwardi

ISBN: 978-602-5919-07-7

Editor
Muhammad Iqbal

Layouter
Muhammad Rifki

Desain Sampul
Decky R. Risakotta

Proofreader
Fairus M. Nur Ibrahim

Penerbit
Bina Karya Akademika

Alamat Kantor
Jalan Prada Utama 16 E
Lamnyong, Banda Aceh, 23115
Nomor Kontak: 085260410772 dan 08126945708
E-Mail: bka.aceh2010@gmail.com

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Azwardi,
Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)
Banda Aceh, 2018
xviii+277 hlm.; 16 cm×24 cm

©2018, Azwardi
Hak cipta yang dilindungi undang-undang ada pada penulis. Dilarang memperbanyak,
baik sebagian maupun seluruh isi buku ini, tanpa izin dari penulis atau penerbit.
Pengantar Penulis iii

PENGANTAR PENULIS

Alhamdulillah, penulisan buku Menulis Ilmiah (Edisi Revisi) ini


dapat diselesaikan dengan baik. Buku ini ditulis dalam konteks
upaya memfasilitasi mahasiswa yang memprogramkan Mata Kuliah
Wajib Umum Bahasa Indonesia (MKWU-BI) di perguruan tinggi dan
masyarakat umum pengguna bahasa Indonesia ragam tulis ilmiah.
Buku ini berisi pokok-pokok materi perkuliahan Bahasa
Indonesia yang semestinya dipelajari oleh mahasiswa dan
masyarakat umum pengguna bahasa Indonesia ragam tulis ilmiah.
Oleh karena itu, buku ini dimaksudkan sebagai rujukan utama bagi
mahasiswa dalam belajar Bahasa Indonesia di perguruan tinggi dan
masyarakat umum dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam tulis
ilmiah. Untuk memperkaya referensi, mahasiswa atau masyarakat
umum juga diminta membaca buku-buku lainnya yang relevan
sebagaimana tertera pada daftar pustaka buku ini. Penyusunan buku
ini didasari pada asumsi bahwa salah satu wujud peningkatan kualitas
pembelajaran adalah pengembangan bahan ajar oleh masing-masing
staf pengajar sesuai dengan spesialisasi ilmu yang digelutinya dalam
bentuk buku ajar.
Permasalahan selama ini, antara lain, adalah mahasiswa
mengeluh karena tidak tersedia buku ajar yang representatif
sebagai bahan rujukan utama dalam belajar mata kuliah-mata

Azwardi 2018
iv Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

kuliah tertentu. Kepada mahasiswa dianjurkan mencari, meminjam,


membeli, dan membaca buku-buku referensi yang ditunjuk oleh
staf pengajar sesuai dengan sebaran materi yang tercantum dalam
Rencana Pembelajaran Semester (RPS). Mungkin karena hal itu
hanya berupa anjuran, mahasiswa sering tidak mengindahkannya.
Dengan perkataan lain, mahasiswa tetap tidak sungguh-sungguh
mempelajari buku-buku yang ditunjuk tersebut. Di samping itu,
umumnya mahasiswa tidak memiliki alokasi dana yang memadai
untuk membeli sejumlah buku referensi yang mereka butuhkan. Hal
ini barangkali dapat dimaklumi. Oleh karena itu, penyediaan bahan
ajar; yang materinya diserap dari berbagai sumber yang representatif
dan mutakhir; oleh staf pengajar dalam wujud buku ajar merupakan
solusi alternatif yang dapat diberikan. Dengan demikian, mahasiswa
tidak merasa keberatan memiliki dan mempelajari bahan tersebut.
Di pihak lain, masyarakat akademik, antara lain, dituntut agar
memiliki kemahiran menggunakan bahasa Indonesia ragam tulis
baku. Kamahiran itu bukanlah kemahiran yang sederhana. Kemahiran
itu mencakup subkemahiran mengonstruksi bahasa dalam wujud
unit-unit kebahasaan yang berkaidah, seperti pemakaian kata-kata
yang baku, tepat, dan lazim sesuai dengan prinsip pemilihan kata;
kalimat-kalimat yang gramatikal sesuai dengan prinsip sintaksis,
dan gagasan-gagasan yang baik, logis, dan sistematis sesuai dengan
prinsip penalaran atau paragraf atau wacana. Akumulasi kompetensi
subsubkemahiran tersebut terejawantahkan secara menyeluruh
dalam performansi penggunaan bahasa tulis ragam ilmiah
atau karya ilmiah, seperti makalah, skripsi, tesis, dan disertasi.
Subsubkemahiran itu dapat dibentuk melalui penerapan metode
pelatihan penggunaan bahasa Indonesia dalam proses perkuliahan.
Oleh karena itu, kehadiran buku ini dipandang penting. Pemahaman

2018 Azwardi
Pengantar Penulis v

isi buku ini secara baik akan sangat mendukung proses pembentukan
keseluruhan kompetensi dan performansi itu.
Penulisan buku ini dapat berjalan dengan lancar berkat motivasi
dan kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui pengantar
ini saya mengungkapkan rasa terima kasih kepada mereka, terutama
editor yang telah menyelaraskan draf buku ini serta layouter yang
telah mendesain-layout hingga terwujud dalam tampilan seperti ini.
Kemudian, ungkapan rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada
tim pengajar Bahasa Indonesia dan UPT-MKU Universitas Syiah
Kuala yang atas segala pertimbangan akademis telah mempercayakan
saya mengembangkan materi perkuliahan Bahasa Indonesia dalam
wujud buku ajar seperti ini.
Terwujudnya karya akademik dalam tampilan seperti ini tidak
terlepas dari peran aktif tim kreatif Bina Karya Akademika, khususnya
Muhammad Iqbal, S.Pd., S.H., M.Hum., Fairus M. Nur Ibrahim M.A.,
Decky R. Risakotta, S.Pd., dan Muhammad Rifki, S.Pd. yang telah
menyunting dengan saksama, mem-proofreading dengan cermat, me-
layout dengan apik, dan mendesain dengan menarik buku ini. Kecuali
itu, ungkapan rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada pakar yang
mumpuni dalam bidang kurikulum dan perbukuan nasional, Prof. Dr.
H. A. Syukur Ghazali, M.Pd., pakar yang ahli dalam bidang linguistik,
Dr. Abdul Gani Asyik, M.A., dan pakar yang profesional dalam bidang
pembelajaran bahasa, Dr. Rajab Bahry, M.Pd. yang telah membaca
draf final buku ini dan menukilkan komentar bernasnya terhadap buku
ini. Maka, kepada para guru saya itu patut saya sampaikan apresiasi
yang setinggi-tingginya.
Saya menyadari bahwa buku ini mungkin belum cukup
praktis untuk dijadikan sebagai sumber rujukan utama dalam
upaya meningkatkan kemahiran menggunakan bahasa Indonesia,

Azwardi 2018
vi Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

khususnya bahasa Indonesia ragam tulis ilmiah. Oleh karena itu,


pada suatu masa buku ini masih perlu direvisi lagi sehingga tampilan
isi dan bentuknya menjadi lebih baik dan relevan. Berkaitan dengan
hal tersebut, saya sangat mengharapkan saran-saran dari berbagai
pihak demi penyempurnaan buku ini.

Banda Aceh, September 2018


Penulis,

Azwardi

2018 Azwardi
Pengantar Penerbit vii

PENGANTAR PENERBIT

Bina Karya Akademika telah berhasil memfasilitasi penerbitan


buku Menulis Ilmiah (Edisi Revisi), karya Azwardi, dosen tetap
pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh. Kehadiran buku ini dipandang urgen, khususnya
untuk mewujudkan keterampilan mahasiswa dalam menulis ilmiah.
Substansi yang disajikan dalam buku ini merupakan jawaban atas
akumulasi persoalan yang dihadapi mahasiswa berkaitan dengan
penggunaan bahasa Indonesia ragam tulis ilmiah, khususnya dalam
menyusun karya tulis di akhir perkuliahan sebagai syarat memperoleh
gelar sarjana. Oleh karena itu, buku ini akan sangat membantu mereka
dalam memahami dan menerapkan kaidah-kaidah kebahasaan dalam
menyusun karya tulis ilmiah.
Sejak diterbitkan pada 2015 buku ini telah memperoleh masukan
dari berbagai pihak untuk direvisi. Beberapa catatan penting, baik
dari pengajar maupun pembaca, telah diakomodasi dan ditindaklanjuti
demi perbaikan dan penyempurnaan buku ini. Catatan tersebut, antara
lain, berkaitan dengan kesalahan ketik, kesalahan diksi, kesalahan
kalimat, kesalahan paragraf, pemutakhiran contoh, pengurangan
materi, penambahan materi, dan perubahan desain-layout. Dengan
demikian, kini isi dan tampilan buku ini menjadi relatif perfeksional.

Azwardi 2018
viii Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Buku yang dirancang khusus sebagai buku ajar ini memiliki


keunggulan tersendiri karena penulis menyajikannya dengan bahasa
Indonesia yang benar, dan relatif mudah dipahami oleh pembaca
umum. Urutan materi tersaji secara logis dan sistematis. Teori-
teori dan aplikasi pengguanaan bahasa yang disampaikan di dalam
buku ini diredaksikan dengan bahasa yang sederhana sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran. Hal tersebut terlihat dari penyajian sejumlah
kasus pemakaian bahasa, khususnya berkaitan dengan diksi, kalimat,
paragraf, dan karya tulis ilmiah.
Substansi utama buku ini adalah tentang penulisan karya ilmiah.
Hal tersebut didasari atas pertimbangan bahwa penulisan karya ilmiah
merupakan muara dari segala kompetensi kebahasaan yang dimiliki.
Dalam karya ilmiah secara komprehensif terlihat kemampuan
penggunaan bahasa Indonesia yang benar, mulai dari aspek ejaan
sampai dengan logika penalaran atau paragraf atau wacana. Selain itu,
segala ketentuan teknis berkaiatan dengan penulisan karya ilmiah juga
tersajikan secara konkret di dalam buku ini.
Berdasarkan hasil telaah kritis beberapa pakar terkait, pada hemat
kami buku ini layak dipersembahkan ke hadapan publik, khususnya
publik akademik sebagai pedoman dalam menjaga citra keilmiahan
sebagai salah satu ruh tridarma perguruan tinggi. Selamat membaca,
semoga karya akademika ini dapat menjadi referensi pencerahan
menuju masyarakat ilmiah, insan literasi yang selalu menulis.

Banda Aceh, September 2018


Penerbit,

Bina Karya Akademika Banda Aceh

2018 Azwardi
Komentar Pakar ix

KOMENTAR PAKAR

Idealnya mahasiswa atau calon ilmuwan memiliki ilmu pengetahuan


dan keterampilan yang memadai yang diserap dari teks berbagai sumber
bacaan. Akan tetapi, hal tersebut sering terkendala karena keterbatasan
kemampuan mereka dalam memahami bahan bacaan atau buku referensi.
Untuk mengatasi kendala tersebut, antara lain, staf pengajar atau dosen
perlu mempersiapkan bahan bacaan alternatif, yaitu berupa buku ajar
yang materinya diekstrak dari berbagai referensi terkait sesuai dengan
tuntutan Rencana Perkuliahan Semester (RPS) dengan sistematika
penyajian, teknik penyampaian, dan peredaksian bahasa yang mudah
dipahami. Buku Menulis Ilmiah (Edisi Revisi) ini, secara substansi, materi
atau topik-topik yang disajikan di dalamnya cukup reprensentatif sebagai
standar kompetensi yang semestinya dikuasai oleh mahasiswa yang
memprogramkan mata kuliah Bahasa Indonesia. Di samping itu, secara
teknis sistematika penyajian, teknik penyampaian, dan peredaksian bahasa
sudah sesuai dengan prinsip penyusunan buku ajar. Dengan berbagai
keunggulan utama yang dimiliki semoga buku ini dapat menuntun insan
akademik menjadi penulis yang profesional dalam mengomunikasikan
ilmunya dalam berbagai bentuk karya ilmiah.

Guru Besar dan Pakar Kurikulum dan Perbukuan Nasional


Universitas Negeri Malang
Prof. Dr. A. Syukur Ghazali, M.Pd.

Azwardi 2018
x Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Menulis karya ilmiah merupakan tradisi akademik yang terus


bergulir. Tujuannya adalah mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni. Untuk itu, diperlukan bahasa sebagai alat atau
media ungkap yang efektif untuk mengomunikasikannya secara luas.
Penggunaan bahasa yang benar (efektif) mutlak diperlukan untuk
menyampaikan gagasan dalam penulisan ilmiah. Oleh karena itu,
sebagai buku ajar yang disusun berdasarkan pendekatan preskriptif;
teori yang sederhana disertai contoh kasus dan latihan-latihan, buku
Menulis Ilmiah ini dapat menjadi pedoman alternatif bagi mahasiswa
atau siapa saja yang menulis karya ilmiah.

Pakar Linguistik
Universitas Syiah Kuala
Dr. Abdul Gani Asyik, M.A.

Buku Menulis Ilmiah ini berisi substansi kompetensi yang


komprehensif berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia
keilmuan; ragam tulis ilmiah. Buku yang memuat tentang
ketentuan penggunaan bahasa yang benar ini layak menjadi
referensi bagi pembelajar dan atau pengguna bahasa Indonesia
ragam tulis ilmiah. Sistematika penyajian dan teknik penyampaian
dengan peredaksian yang sederhana membuat buku ini mudah
dipahami oleh pembaca. Selain itu, buku ini bermanfaat untuk
mengubah persepsi orang awam berbahasa. Ada kecenderungan
dewasa ini orang berbahasa mengikuti bahasa yang dianggap
“lebih populer” walaupun secara ilmiah tidak benar. Contoh-
contoh yang disajikan dalam buku ini dapat menjadi pedoman

2018 Azwardi
Komentar Pakar xi

bagi mahasiswa dan pengguna bahasa lainnya dalam menulis


ilmiah. Dengan membaca buku ini diharapkan persepsi yang
keliru selama ini tidak menjadi kebiasaan dalam berbahasa.

Pakar Pembelajaran Bahasa Indonesia


Universitas Syiah Kuala
Dr. Rajab Bahry, M.Pd.

Azwardi 2018
xii Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

DAFTAR ISI

PENGANTAR PENULIS iii


PENGANTAR PENERBIT vii
KOMENTAR PAKAR ix
KOMENTAR PAKAR xii
BAB I PENDAHULUAN
1. Rumusan Tujuan 2
2. Kerangka Topik 3
3. Prasyarat Belajar 4
4. Bahan, Deskripsi Isi, Metode, dan Waktu 4
5. Relevansi Materi 6

BAB II KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA


1. Uraian Materi 7
1.1 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia 7
1.2 Sikap Berbahasa Indonesia 8
1.3 Ragam Bahasa Ilmu 12
2. Ringkasan 13
3. Latihan 14

BAB III EJAAN


1. Uraian Materi 15
1.1 Pengertian Ejaan 15
1.2 Fungsi Ejaan 15
1.3 Substansi Ejaan 16
2. Ringkasan 16
3. Latihan 17

2018 Azwardi
Daftar Isi xiii

BAB IV PEMBENTUKAN KATA


1. Uraian Materi 19
1.1 Afiksasi 19
1.2 Afiks Pembentuk Nomina 37
1.3 Afiks Pembentuk Verba 46
1.2 Reduplikasi 69
1.3 Komposisi 77
1.3.1 Ciri-Ciri Kata Majemuk 80
1.3.1.1 Ketaktersisipan 80
1.3.1.2 Ketakterluasan 81
1.3.1.3 Ketakterbalikan 82
1.3.2 Kata Majemuk, Frasa, dan Idiom 83
2. Ringkasan 86
3. Latihan 88

BAB V PILIHAN KATA


1. Uraian Materi 91
1.1 Pengertian Diksi 91
1.2 Prinsip Pemilihan Kata 94
1.2.1 Kata yang Digunakan Merupakan Kosakata yang Baku 95
1.2.2 Kata yang Dipilih Harus Mengungkapkan Pengertian
yang Tepat 96
1.2.3 Kata dan Pembentukannya Harus Sesuai dengan Kaidah
Bahasa Indonesia 97
1.2.5 Kata yang Digunakan Merupakan Suatu Kata yang Lazim
Dipakai dalam Bidang Tersebut 97
1.2.6 Kata yang Digunakan Bersifat Netral 98
1.2.7 Kata atau Istilah dari Bahasa Asing Sedapat Mungkin
Dihindarkan 98
1.2.8 Kata atau Istilah dalam Bidang Ilmu Harus Digunakan 98
1.2.9 Pengertian Kata atau Istilah dari Bahasa Asing Harus
Konsisten 99

Azwardi 2018
xiv Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.2.10 Penggunaan Kata dari Bahasa Indonesia yang Belum


Umum untuk Pengganti Kata atau Istilah
Asing Sebaiknya Menyertakan Kata atau Istilah
Asing itu di dalam Tanda Kurung, dan Cukup
Sekali Saja 99
2. Ringkasan 99
3. Latihan 100

BAB VI KALIMAT
1. Uraian Materi 103
1.1 Pengertian Kalimat 103
1.2 Unsur-Unsur Kalimat 104
1.2.1 Subjek 104
1.2.2 Predikat 106
1.2.3 Objek 107
1.2.4 Pelengkap 109
1.2.5 Keterangan 110
1.3 Pola Kalimat Dasar Bahasa Indonesia 111
1.4 Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk 112
1.4.1 Kalimat Tunggal 112
1.4.2 Kalimat Majemuk 113
1.4.2.1 Kalimat Majemuk Setara 113
1.4.2.2 Kalimat Majemuk Bertingkat 114
1.4.2.3 Kalimat Majemuk Campuran 115
1.5 Kalimat Efektif 116
1.5.1 Ciri-Ciri Kalimat Efektif 117
1.5.1.1 Unsur-Unsur Kalimat Harus Jelas 118
1.5.1.2 Bagian-Bagian Kalimat Harus Sejajar 119
1.5.1.3 Bagian Kalimat Tidak Dipenggal 120
1.5.1.4 Kaidah Penalaran 121
1.5.1.5 Bagian-Bagian yang Sama Tidak Digunakan 122
1.5.1.6 Kalimat Tidak Berbelit-Belit 123
1.5.1.7 Kalimat Disusun Menurut Kaidah Bahasa Indonesia 124

2018 Azwardi
Daftar Isi xv

2. Ringkasan 126
3. Latihan 127

BAB VII PARAGRAF


1. Uraian Materi 131
1.1 Pengertian Paragraf 131
1.2 Macam-Macam Paragraf 134
1.2.1 Paragraf Pembuka 134
1.2.2 Paragraf Penghubung 135
1.2.3 Paragraf Penutup 135
1.3 Unsur-Unsur Paragraf 137
1.3.1 Ungkapan Transisi 137
1.3.2 Kalimat Topik 139
1.3.3 Kalimat Pengembang 140
1.3.4 Kalimat Penegas 140
1.4 Syarat-Syarat Pembentukan Paragraf 142
1.4.1 Kesatuan Paragraf 142
1.4.2 Kepaduan Paragraf 144
1.4.3 Kelengkapan Paragraf 146
1.5 Kalimat Utama dan Kalimat Penjelas 148
1.6 Tempat Kalimat Utama 148
1.6.1 Kalimat Utama Terletak di Awal Paragraf 148
1.6.2 Kalimat Utama Terletak di Akhir Paragraf 149
1.6.3 Kalimat Utama Terletak di Awal dan di Akhir Paragraf 149
1.6.4 Kalimat Utama Tersirat dalam Keseluruhan Paragraf 150
2. Ringkasan 151
3. Latihan 153

BAB VIII PENULISAN KARYA ILMIAH


1. Uraian Materi 157
1.1 Pengertian Karya Ilmiah 157
1.2 Jenis-Jenis Karya Ilmiah 157
1.2.1 Makalah 157

Azwardi 2018
xvi Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.2.2 Laporan Penelitian 158


1.3 Penentuan Topik dan Judul 158
1.4 Penggunaan Bahasa dan Aspek Penalaran 161
1.5 Sistematika Penyajian 163
1.5.1 Abstrak 165
1.5.2 Kata Pengantar 165
1.5.3 Daftar Isi 166
1.5.4 Pendahuluan 167
1.5.5 Isi 168
1.5.6 Penutup 168
1.5.7 Daftar Pustaka 169
1.6 Teknik Penyampaian 169
1.6.1 Penulisan Catatan Pustaka dan Penyusunan Daftar Pustaka 169
1.6.1.1 Teknik Pengutipan 169
1.6.1.2 Penyusunan Daftar Rujukan 173
1.6.1.3 Gaya Selingkung 178
1.7 Teknik Penyusunan Catatan Kaki 178
1.7.1 Penunjukan Sumber (Referensi) 179
1.7.2 Catatan Penjelas 180
1.7.3 Gabungan Sumber dan Penjelas 180
1.8 Bahan dan Perwajahan 186
2. Ringkasan 188
3. Latihan 190

BAB IX PROBLEMATIKA PEMAKAIAN BAHASA


INDONESIA DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
1. Uraian Materi 193
1.1 Sikap Berbahasa Indonesia 193
1.2 Problematika Penulisan Karya Ilmiah 195
1.3 Kasus-Kasus Kesalahan Berbahasa 195
1.3.1 Problem Ejaan 196
1.3.1.1 Tipe Kesalahan Pemakaian Huruf 196
1.3.1.2 Tipe Kesalahan Penulisan Kata 202

2018 Azwardi
Daftar Isi xvii

1.1.1.3 Tipe Kesalahan Pemakaian Tanda Baca 209


1.3.1.4 Tipe Kesalahan Penulisan Unsur Serapan 212
1.3.2 Problem Diksi 215
1.3.2.1 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata yang Tidak Baku 215
1.3.2.2 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata yang Tidak Lazim 217
1.3.2.3 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata yang Tidak Sejajar Bentuk 217
1.3.2.4 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata yang Tidak Sesuai
dengan Kaidah 218
1.3.3 Problem Kalimat 219
1.3.3.1 Kesalahan Kalimat Terkait dengan Struktur 221
1.3.3.1.1 Tipe Kesalahan Pasif Persona 221
1.3.3.1.2 Tipe Kesalahan Subjek Berpreposisi 222
1.3.3.1.3 Tipe Kesalahan Pengantar Kalimat dan Predikat 223
1.3.3.1.4 Tipe Kesalahan Pelesapan Subjek dalam Kalimat
Majemuk 224
1.3.3.1.5 Tipe Kesalahan Penggunaan Dua Konjungsi dalam
Kalimat Majemuk Bertingkat 225
1.3.3.1.6 Tipe Kesalahan Predikat Berpreposisi 226
1.3.3.2 Kesalahan Kalimat Terkait dengan Diksi 227
1.3.3.2.1 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata Depan yang Tidak Tepat 227
1.3.3.2.2 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata Berpasangan yang
Tidak Tepat 228
1.3.3.2.3 Tipe Kesalahan Pemakaian Makna Jamak Secara Ganda 228
1.3.3.2.4 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata yang Mempunyai
Kemiripan Makna atau Fungsi Secara Ganda 229
1.3.3.2.5 Tipe Kesalahan Pemakaian Penghubung Antarkalimat
dan maka 230
1.3.3.2.6 Tipe Kesalahan Pemakaian Makna Kesalingan Secara
Berganda 231
1.3.3.2.7 Tipe Kesalahan Pemakaian Preposisi 231
1.3.3.2.8 Tipe Kesalahan Pemakaian Bentuk di mana,
dalam mana, dan yang mana sebagai Penghubung 232
1.3.3.2.9 Tipe Kesalahan Penghilangan Afiks 233

Azwardi 2018
xviii Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.3.3.2.10 Tipe Kesalahan Penghilangan Konjungsi 233


1.3.3.2.11 Tipe Kesalahan Pemisahan Bagian Kalimat Majemuk 235
1.3.3.3 Kesalahan Kalimat Terkait dengan Ejaan 236
1.3.3.3.1 Tipe Kesalahan Pemakaian Tanda Koma di Antara
Subjek dan Predikat 236
1.3.3.3.2 Tipe Kesalahan Pemakaian Tanda Koma di Antara
Keterangan dan Subjek 237
1.3.3.3.3 Tipe Kesalahan Pemakaian Tanda Koma di Antara
Predikat 238
1.3.3.3.4 Tipe Kesalahan Pemakaian Tanda Titik Dua di Akhir
Kalimat 238
1.3.4 Problem Paragraf 239
1.3.4.1 Tipe Kesalahan Kesatuan 239
1.3.4.2 Tipe Kesalahan Kepaduan 240
1.3.4.3 Tipe Kesalahan Kelengkapan 242
1.3.5 Problem Sistematika Penyajian 244
1.3.5.1 Tipe Kesalahan Penomoran Bab, Subbab, dan Subsubbab 244
1.3.5.2 Tipe Kesalahan Penyusunan Daftar Pustaka 247
1.3.6 Problem Teknik Penyampaian 252
1.3.6.1 Tipe Kesalahan Penulisan Catatan Pustaka 252
1.3.6.2 Tipe Kesalahan Pengutipan Pendapat Pakar 253
2. Ringkasan 254
2. Latihan 256
DAFTAR PUSTAKA 261
LAMPIRAN 265
INDEKS 272
TENTANG PENULIS 274

2018 Azwardi
Pendahuluan 1

BAB I
PENDAHULUAN

Sampai saat ini kita masih membutuhkan bahasa Indonesia


sebagai sarana berkomunikasi. Kita masih membaca buku, koran,
majalah, dan sebagainya yang ditulis atau disampaikan dalam
bahasa Indonesia. Kita masih berkomunikasi antarsesama dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kita masih butuh
belajar bahasa Indonesia.
Mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi pelajaran
bahasa Indonesia selalu diberikan. Bahasa Indonesia merupakan
mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh setiap peserta didik. Apa
pun lembaga pendidikan, jurusan, dan progam yang digelutinya
selalu ada pelajaran bahasa Indonesia. Pada jenjang sekolah dasar
sampai dengan sekolah lanjutan atas, jika nilai bahasa Indonesia
tidak mencapai angka enam, anak didik tidak boleh dinaikkan kelas.
Pada jenjang perguruan tinggi, jika nilai bahasa Indonesia berada
di level E atau belum lulus, sampai kapan pun mahasiswa tersebut
tidak dapat menjadi sarjana karena mata kuliah bahasa Indonesia
merupakan bagian dari beban SKS yang wajib dilunasinya.
Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahasa
Indonesia itu penting dipelajari.

Azwardi 2018
2 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan


tinggi, khususnya sebagai Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU),
sederhana saja. Materi yang dibekali kepada mahasiswa lebih
bersifat praktis untuk mendukung proses perkuliahannya dalam
menyusun tugas-tugas akademik, seperti makalah, laporan
praktikum, dan laporan penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi).
Jadi, muara dari pembekalan materi bahasa Indonesia adalah
terwujudnya keterampilan mahasiswa dalam menulis ilmiah.
Kecuali itu, sebagaimana kita ketahui bahwa ciri utama mahasiswa
adalah membaca dan menulis atau menyerap dan menyampaikan
ilmu. Melalui membaca mahasiswa memperoleh ilmu. Semua
input pengetahuan yang diserap melalui bahan bacaan harus dapat
direkonstruksi; direproduksi; disampaikan ulang kepada orang
lain. Dengan demikian, proses pengembangan ilmu terus berlanjut.
Itulah ciri orang intelektual; ilmuan; orang-orang ilmiah.
Agar penyerapan dan penyampaian ilmu berjalan efektif,
membekali diri dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia penting
dilakukan. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut, pada
semester awal perkuliahan mahasiswa diwajibkan memprogramkan
mata kuliah bahasa Indonesia yang berbobot 2 SKS. Dengan bobot
yang sedikit tersebut mahasiswa diharapkan terampil menggunakan
bahasa Indonesia ragam ilmu, khususnya dalam menulis karya
ilmiah.

1. Rumusan Tujuan
Setelah materi perkuliahan ini dipelajari secara tuntas, mahasiswa
diharapkan memiliki kompetensi dan keterampilan yang memadai
dalam bidang bahasa Indonesia sebagai bekal dalam mengerjakan
tugas-tugas akademiknya. Kompetensi dan keterampilan tersebut

2018 Azwardi
Pendahuluan 3

meliputi hal-hal sebagai berikut:


(1) Pendahuluan,
(2) Ejaan,
(3) Pembentukan Kata,
(4) Diksi,
(5) Kalimat,
(6) Paragraf,
(7) Penulisan Karya Ilmiah, dan
(8) Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Karya Ilmiah.

2. Kerangka Topik
Materi yang disampaikan dalam keseluruhan perkuliahan ini adalah
sebagai berikut: (1) pendahuluan; kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia, sikap berbahasa Indonesia, dan bahasa Indonesia ragam
ilmu, (2) ejaan; pengertian ejaan, fungsi ejaan, dan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang meliputi pemakaian huruf,
penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan,
(3) pembentukan kata; afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, (4)
diksi; pengertian diksi dan prinsip pemilihan kata, (5) kalimat;
pengertian kalimat, unsur-unsur kalimat, kalimat tunggal dan
kalimat majemuk, dan kalimat efektif, (6) paragraf; pengertian
paragraf, jenis-jenis paragraf, unsur-unsur paragraf, syarat-syarat
paragraf, dan tempat kalimat utama, (7) penulisan karya ilmiah;
pengertian karya ilmiah, jenis-jenis karya ilmiah, pemilihan topik,
penggunaan bahasa, sistematika penyajian, teknik penyampaian, dan
bahan dan layout, dan (8) problematika pemakaian bahasa Indonesia
dalam karya ilmiah; problem ejaan, problem diksi, problem kalimat,
problem paragraf, problem sistematika penyajian, problem teknik
penyampaian, dan problem bahan dan layout.

Azwardi 2018
4 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

3. Prasyarat Belajar
Tidak ada prasyarat untuk mengikuti atau mempelajari materi
perkuliahan bahasa Indonesia ini.

4. Bahan, Deskripsi Isi, Metode, dan Waktu

No. Topik Metode Waktu


1. I Pendahuluan ceramah 1×100 menit
1.1 Kedudukan dan Fungsi tanya-jawab
Bahasa Indonesia penugasan
1.2 Sikap Berbahasa Indonesia
1.3 Bahasa Indonesia Ragam Ilmu
2. II Ejaan ceramah 2×100 menit
2.1 Pengertian Ejaan tanya-jawab
2.2 Fungsi Ejaan diskusi
2.3 PUEBI penugasan
2.3.1 Pemakaian Huruf
2.3.2 Penulisan Kata
2.3.3 Pemakaian Tanda Baca
2.3.5 Penulisan Unsur Serapan
3. III Pembentukan Kata ceramah 1×100 menit
3.1 Afiksasi tanya-jawab
3.2 Reduplikasi diskusi
3.3 Komposisi penugasan
4. IV Pilihan Kata ceramah, 1×100 menit
4.1 Pengertian Diksi tanya-jawab
4.2 Prinsip Pemilihan Kata diskusi
penugasan

2018 Azwardi
Pendahuluan 5

5. V Kalimat ceramah 3×100 menit


5.1 Pengertian Kalimat tanya-jawab
5.2 Unsur-Unsur Kalimat diskusi
5.3 Pola Kalimat Dasar Bahasa penugasan
Indonesia
5.4 Kalimat Tunggal dan Kalimat
Majemuk
5.5 Kalimat Efektif
6. VI Paragraf ceramah 2×100 menit
6.1 Pengertian Paragraf tanya-jawab
6.2 Jenis-Jenis Paragraf diskusi
6.3 Unsur-Unsur Paragraf penugasan
6.4 Syarat-Syarat Paragraf
6.5 Tempat Kalimat Utama
7. VII Penulisan Karya Ilmiah ceramah 4×100 menit
7.1 Pengertian Karya Ilmiah tanya-jawab
7.2 Jenis-Jenis Karya Ilmiah diskusi
7.3 Pemilihan Topik penugasan
7.4 Penggunaan Bahasa
7.5 Sistematika Penyajian
7.6 Teknik Penyampaian
7.7 Bahan dan Layout
8. VIII Problematika Pemakaian ceramah, 2×100 menit
Bahasa Indonesia dalam tanya-jawab
Karya Ilmiah diskusi
8.1 Problem Ejaan penugasan
8.2 Problem Diksi
8.3 Problem Kalimat
8.4 Problem Paragraf
8.5 Problem Sistematika
Penyajian
8.6 Problem Teknik Penyampaian

Azwardi 2018
6 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

5. Relevansi Materi
Setelah mempelajari bagian pendahuluan, mahasiswa dapat
mempelajari ejaan; setelah mempelajari ejaan, mahasiswa dapat
mempelajari pembentukan kata, setelah mempelajari pembentukan
kata, mahasiswa dapat mempelajari diksi, setelah mempelajari diksi,
mahasiswa dapat mempelajari kalimat, setelah mempelajari kalimat,
mahasiswa dapat mempelajari paragraf, setelah mempelajari
paragraf, mahasiswa dapat mempelajari penulisan karya ilmiah,
dan setelah mempelajari penulisan karya ilmiah, mahasiswa dapat
mempelajari problematika penggunaan bahasa Indonesia dalam
karya ilmiah.

2018 Azwardi
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia 7

BAB II
KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

1. Uraian Materi
1.1 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai bahasa
nasional dan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai
(1) lambang kebanggaan nasional,
(2) lambang identitas nasional,
(3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda
latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan
(4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.

Di pihak lain, sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi


sebagai
(1) bahasa resmi negara,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dan
pemerintahan, dan
(4) bahasa resmi di dalam pembangunan kebudayaan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

Azwardi 2018
8 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.2 Sikap Berbahasa Indonesia


Sikap bahasa berhubungan dengan tiga hal, yaitu (1) sikap yang
berkaitan dengan kesetiaan terhadap bahasa (language loyality),
(2) sikap yang berkaitan dengan kebanggaan terhadap penggunaan
bahasa (language pride), dan (3) sikap yang berkaitan dengan
kesadaran penggunaan bahasa (awareness of the norm). Ketiga
sikap tersebut tecermin dari penggunaan bahasa oleh pemiliknya,
baik secara lisan maupun tulisan. Pemilik bahasa yang bersikap
positif senantiasa menunjukkan indikasi kesetiaan, kebanggaan, dan
kesadaran dalam berbahasanya. Hal tersebut terlihat jelas, khususnya
dalam pemakaian bahasa Indonesia yang berkaidah (normatif) atau
penggunaan bahasa Indonesia yang benar.
Yang dimaksud dengan sikap di dalam konteks ini adalah
sikap positif terhadap belajar bahasa Indonesia. Artinya, kita harus
mengakui bahwa belajar tentang bahasa itu penting. Meskipun
secara alamiah kita dapat berbahasa Indonesia (mungkin sejak
kecil sudah terkondisikan dalam penggunaan bahasa Indonesia),
secara ilmiah kita belum tentu mampu berbahasa Indonesia dengan
baik, benar, logis, dan sistematis.
Dalam kenyataan penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari,
khususnya dalam situasi resmi, sering ditemukan pemakaian
bahasa Indonesia yang salah atau tidak sesuai dengan kaidah
bahasa. Selain persoalan kesalahan, tidak jarang juga ditemukan
ketidaklogisan pemakaian bahasa Indonesia. Dengan perkataan
lain, dapat ditegaskan bahwa kita jangan menganggap berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar itu mudah sehingga tidak merasa
perlu belajar secara khusus dan menggunakannya secara cermat.
Jika kita menganggap berbahasa Indonesia dengan baik dan benar
itu mudah, kita tidak akan pernah sukses belajar bahasa Indonesia
atau tidak akan pernah terampil berbahasa Indonesia, baik secara
lisan maupun tulis.

2018 Azwardi
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia 9

Terkait dengan hal di atas, pengalaman membuktikan bahwa


kompetensi kebahasaan (Indonesia) mahasiswa relatif rendah. Hal
itu terlihat dari banyaknya kesalahan peggunaan bahasa Indonesia
yang dilakukan dalam tulisan tugas-tugas kuliah atau karya-
karya ilmiah yang mereka hasilkan. Hal itu terus terjadi, padahal
pembelajaran bahasa Indonesia sudah diberikan sejak sekolah dasar.
Di level sekolah jumlah jam pembelajaran bahasa Indonesia lebih
banyak daripada mata pelajaran lain.
“Bahasa Menunjukkan Bangsa”, “Mulutmu Harimaumu”.
Demikian, antara lain, ungkapan dalam bahasa Indonesia. Ungkapan
tersebut mengandung makna bahwa bahasa merupakan identitas, dan
kecermatan dalam berbahasa merupakan hal penting. Bahasa salah
cermin pikiran kacau. Kesalahan berbahasa sering dilakukan oleh
pengguna bahasa, baik masyarakat awam maupun kaum intelektual.
Cermati data pemakaian bahasa Indonesia berikut yang dikutip dari
berbagai sumber!

(1) Khatib akan disampaikan oleh Teungku Rajabina! Waktu dan


tempat kami persilakan!
(2) Hati-hati, ada pekerjaan!
(3) kopi banget, cokelat banget
(4) Kepada Teungku penceramah, waktu dan tempat kami persilakan
dengan segala hormat!
(5) maksud daripada kedatangan kami ke sini
(6) Darussalam­-Banda Aceh
(7) Untuk mempersingkat waktu, acara selanjutnya sambutan dari
Gubernur Aceh. Kepada Bapak Gubernur kami persilakan
dengan segala hormat!
(8) Bus Antar Kota Antar Provinsi
(9) Mari kita berdoa agar Persiraja Banda Aceh memenangkan setiap
pertandingan!

Azwardi 2018
10 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(10) Juara terbaik I, II, dan III memperoleh hadiah berupa uang tunai
masing-masing sebesar Rp. 3.000.000,-, Rp. 2.000.000,-, dan
Rp. 1.000.000,-
(11) Anda memasuki kawasan tertib lalu lintas dan wajib helm!
(12) Anda memasuki kawasan wajib berbusana muslim!

Jika dicermati secara saksama, data (1) pengguna bahasa telah


menyamakan khotbah (pesan yang disampaikan) dengan khatip
(orang yang menyampaikan pesan). Kesalahan kalimat tersebut
hanya pada penggunaan kata khatip dan khotbah. Data (2) tidak logis
karena umumnya orang mencari pekerjaan. Mengapa harus hati-hati
jika ada pekerjaaan. Hal yang sama juga terlihat pada data (4), yaitu
mempersilakan waktu dan tempat, bukan teungku penceramah. Kopi
banget dan cokelat banget dalam data (3) tidak berterima karena
menurut teori, kata seperti banget, makin, sangat, dan paling tidak
dapat mendampingi kata benda (nomina). Kata-kata seperti itu
umumnya mendampingi kata sifat (adjektiva). Dalam data (5) kata
daripada hanya dipakai untuk menyatakan perbandingan. Pada frasa
maksud daripada kedatangan kami ke sini penggunaan kata daripada
tidak diperlukan karena tidak menyatakan makna apa pun. Dalam
data (6) untuk memisahkan kota yang lebih kecil dengan kota yang
lebih besar digunakan tanda koma, bukan tanda hubung. Pada data (7)
juga tidak logis waktu dapat dipersingkat. Selanjutnya, setiap kalimat
harus memiliki unsur fungsional sekurang-kurangnya subjek dan
predikat. Kalimat Kepada Bapak Gubernur kami persilakan dengan
hormat! berstruktur K-P-K. Jadi, kesalahan kalimat tersebut adalah
tidak memiliki subjek. Dalam data (8) jika ditulis terpisah kata antar
bermakna ’mengantar’. Itu artinya bus harus lebih besar daripada kota
atau provinsi. Jika tidak, bus tersebut tidak mungkin mengantar kota atau
provinsi. Akhiran -kan pada kata memenangkan bermakna benefaktif,
yaitu perbuatan yang dilakukan untuk orang lain. Dengan demikian,

2018 Azwardi
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia 11

makna seruan dalam data (9) tersebut mendoakan agar Persiraja Banda
Aceh selalu kalah. Kemudian, awalan ter- pada kata terbaik bermakna
’paling’, berarti ’satu-satunya’, tidak ada I, II, dan III. Terakhir, dalam
(11) dan (12) tidak perlu tercetus, apalagi memampangkannya di jalan
atau tempat-tempat umum. Kita semua setuju bahwa di semua kawasan
publik, khususya di Aceh, harus tertib lalu lintas, pengendara sepeda
motor harus memaakai helm, masyarakatnya yang muslim wajib
berbusana muslim, misalnya mengenakan jilbab. Jika ada pernyataan
seperti itu, bermakna ada kawasan yang boleh tidak tertib lalu lintas
atau ada kawasan yang boleh tidak memakai helm atau ada kawasan
yang boleh tidak berbusana muslim. Jadi, pernyataan itu merupakan
bagian dari pemakaian bahasa yang salah kaprah. Alternatif yang
benarnya adalah sebagai berikut:

(1a) Khotbah akan disampaikan oleh Teungku Rajabina!


(2a) Hati-hati, jalan Anda sedang diperbaiki!
(3a) sangat terasa kopinya atau sangat terasa cokelatnya
(4a) Teungku penceramah kami persilakan!
(5a) maksud kedatangan kami ke sini
(6a) Darussalam, Banda Aceh
(7a) Selanjutnya, sambutan Gubernur Aceh. Bapak Gubernur kami
persilakan dengan hormat!
(8a) Bus Antarkota Antarprovinsi
(9a) Mari kita berdoa agar Persiraja Banda Aceh menang dalam
setiap pertandingan!
(10a) Juara I, II, dan III memperoleh hadiah berupa uang tunai
masing-masing sebesar Rp3.000.000,00., Rp2.000.000,00, dan
Rp1.000.000,00.

Kesalahan berbahasa lumrah terjadi, lebih-lebih lagi jika


berbahasa secara lisan. Tidak ada seorang pun yang seratus persen

Azwardi 2018
12 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

benar berbahasanya. Seorang ahli bahasa sekalipun tidak luput dari


melakukan kesalahan berbahasa. Sehubungan dengan hal itu, yang
perlu kita lakukan adalah meminimalisasi kesalahan. Maksudnya,
kita berusaha secermat mungkin dalam menggunakan bahasa
sehingga persentase kesalahan yang kita lakukan relatif kecil. Untuk
memperkecil kesalahan berbahasa, tentunya kita harus mengetahui
kaidah-kaidah bahasa tersebut secara baik. Untuk itu, kesungguh-
sungguhan dalam belajar dan berlatih menggunakan bahasa yang
benar merupakan sikap yang sangat positif. Sikap seperti inilah yang
dibutuhkan dalam belajar dan menggunakan bahasa Indonesia.

1.3 Ragam Bahasa Ilmu


Sesuai dengan berbagai fungsi sebagaimana tersebut di atas, bahasa
Indonesia memiliki berbagai ragam. Berdasarkan tempat dan
daerahnya (geografis), bahasa Indonesia terdiri atas berbagai dialek,
seperti dialek Jakarta, dialek Jawa, dialek Sunda, dialek Manado,
dialek Medan, dan dialek Aceh. Berdasarkan penuturnya, bahasa
Indonesia terdiri atas ragam bahasa golongan cendekiawan dan
ragam bahasa bukan cendekiawan. Berdasarkan sarananya, bahasa
Indonesia terdiri atas ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.
Berdasarkan bidang penggunaannya, bahasa Indonesia terdiri atas
ragam bahasa ilmu, ragam bahasa sastra, ragam bahasa jurnalistik,
ragam bahasa undang-undang, dan lain-lain. Berdasarkan suasana
penggunaannya, bahasa Indonesia terdiri atas ragam resmi dan
ragam santai.
Berdasarkan peta ragam bahasa Indonesia tersebut, dapat
disimpulkan bahwa penyebutan bahasa Indonesia ragam ilmu
berdasarkan bidang penggunaan. Ditinjau dari segi penuturnya,
ragam bahasa ilmu termasuk ke dalam ragam bahasa golongan
cendekiawan. Ditinjau dari segi sarananya, ragam bahasa ilmu dapat
termasuk ke dalam ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Dilihat

2018 Azwardi
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia 13

dari segi suasana penggunaannya, ragam bahasa ilmu termasuk


ragam bahasa resmi. Dipandang dari segi geografis, ragam bahasa
ilmu tidak termasuk ke dalam suatu dialek mana pun karena ragam
bahasa ini digunakan oleh cerdik pandai di seluruh pelosok tanah air
dalam iklim ilmiah. Dengan demikian, ragam bahasa ilmu adalah
ragam bahasa yang tidak termasuk suatu dialek, yang dalam suasana
resmi, baik lisan maupun tulisan, digunakan oleh para cendekiawan
untuk mengomunikasikan ilmunya.

Catatan:
Sifat ragam bahasa ilmu adalah sebagai berikut:
(1) Ragam bahasa ilmu bukan suatu dialek.
(2) Ragam bahasa ilmu merupakan ragam bahasa resmi.
(3) Ragam bahasa ilmu digunakan oleh para cendekiawan untuk
mengomunikasikan ilmu.

2. Ringkasan
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai bahasa
nasional dan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia mempunyai fungsi sebagai (1) lambang kebanggaan
nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu
berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial
budaya dan bahasanya, dan sebagai alat perhubungan antarbudaya
dan antardaerah. Selanjutnya, sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia mempunyai fungsi sebagai (1) bahasa resmi negara, (2)
bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa
resmi di dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan, (4)
bahasa resmi di dalam pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Agar sukses belajar dan menggunakan bahasa Indonesia,

Azwardi 2018
14 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

diperlukan sikap positif. Artinya, kita harus mengakui bahwa


belajar tentang bahasa itu penting. Meskipun secara alamiah
kita dapat berbahasa Indonesia (mungkin sejak kecil kita sudah
terkondisikan dalam penggunaan bahasa Indonesia), secara ilmiah
belum tentu mampu berbahasa Indonesia dengan baik, benar,
logis, dan sistematis. Kita jangan menganggap bahwa berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar itu mudah sehingga tidak merasa
perlu belajar dan menggunakan bahasa Indonesia secara khusus
dan menggunakan secara cermat. Pengalaman membuktikan bahwa
kompetensi kebahasaan (Indonesia) mahasiswa relatif rendah. Hal
itu terlihat dari banyaknya kesalahan peggunaan bahasa Indonesia
yang dilakukan dalam tulisan tugas-tugas kuliah atau karya-karya
ilmiah yang mereka hasilkan.
Berdasarkan penuturnya, bahasa Indonesia terdiri atas ragam
bahasa golongan cendekiawan dan ragam bahasa bukan cendekiawan.
Berdasarkan sarananya, bahasa Indonesia terdiri atas ragam bahasa
lisan dan ragam bahasa tulis. Berdasarkan bidang penggunaannya,
bahasa Indonesia terdiri atas ragam bahasa ilmu, ragam bahasa
sastra, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa undang-undang, dan
lain-lain. Berdasarkan suasana penggunaannya, bahasa Indonesia
terdiri atas ragam resmi dan ragam santai. Ragam bahasa ilmu adalah
ragam bahasa yang tidak termasuk suatu dialek, yang dalam suasana
resmi, baik lisan maupun tulisan, digunakan oleh para cendekiawan
untuk mengomunikasikan ilmunya.

3. Latihan
(1) Jelaskan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia!
(2) Bagaimana yang dimaksud dengan sikap positif terhadap belajar
bahasa Indonesia?
(3) Apa saja ciri bahasa Indonesia ragam ilmu?

2018 Azwardi
Ejaan 15

BAB III
EJAAN

1. Uraian Materi
1.1 Pengertian Ejaan
Secara khusus ejaan dapat diartikan sebagai pelambangan bunyi-bunyi
bahasa dengan huruf, baik berupa huruf demi huruf maupun huruf
yang telah disusun menjadi kata, frasa, atau kalimat. Secara umum
ejaan berarti keseluruhan ketentuan yang mengatur perlambangan
banyi bahasa, temasuk pemisahan dan penggabungannya, yang
dilengkapi pula dengan penggunaan tanda baca. Kaidah ejaan
merupakan kesepakatan para ahli bahasa yang didasarkan pada sifat-
sifat bahasa tertentu. Ejaan yang dipakai sekarang merujuk kepada
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang diterbitkan
oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (2016). Pengguna bahasa Indonesia,
khususnya bahasa Indonesia ragam tulis ilmiah, harus menaati
kaidah yang sudah disepakati dan diresmikan tersebut. Secara
praktis ejaan berfungsi untuk membantu pembaca dalam memahami
dan mencerna informasi yang disampaikan secara tertulis.

1.2 Fungsi Ejaan


Fungsi ejaan, antara lain, adalah sebagai berikut:
(1) landasan pembakuan tata bahasa,
(2) landasan pembakuan kosakata dan peristilahan, dan
(3) alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam
bahasa Indonesia.

Azwardi 2018
16 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Selain itu, secara praktis ejaan berfungsi untuk membantu pembaca


dalam memahami dan mencerna informasi yang disampaikan
secara tertulis.

1.3 Substansi Ejaan


Hal-hal yang dibicarakan dalam ejaan (PUEBI) adalah sebagai
berikut: (1) pemakaian huruf, meliputi huruf abjad, huruf vokal, huruf
konsonan, huruf diftong, gabungan huruf konsonan, huruf kapital,
huruf miring, dan huruf tebal, (2) penulisan kata, meliputi kata dasar,
kata berimbuhan, bentuk ulang, gabungan kata, pemenggalan kata,
kata depan, partekel, singkatan dan akronim, angka dan bilangan,
kata ganti ku-, kau-, -ku, -mu, -nya, dan kata sandang si dan sang, (3)
pemakaian tanda baca, meliputi tanda titik, tanda koma, tanda titik
koma, tanda titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda tanya, tanda
seru, tanda elipsis, tanda petik, tanda petik tunggal, tanda kurung,
tanda kurung siku, tanda garis miring, dan tanda penyingkat atau
apostrof), dan (4) penulisan unsur serapan.
Materi ejaan ini tidak disajikan secara detail dalam buku
ini. Untuk itu mahasiswa diminta mengunduh dan membacanya
sendiri buku PUEBI yang telah tersedia secara gratis dari Pusat
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2016.

2. Ringkasan
Ejaan dapat diartikan sebagai pelambangan bunyi-bunyi bahasa
dengan huruf, baik berupa huruf demi huruf maupun huruf yang
telah disusun menjadi kata, frasa, atau kalimat. Secara khusus
ejaan berarti keseluruhan ketentuan yang mengatur perlambangan
bunyi bahasa, temasuk pemisahan dan penggabungannya, yang
dilengkapi pula dengan penggunaan tanda baca. Kaidah ejaan
merupakan kesepakatan para ahli bahasa yang didasarkan pada
sifat-sifat bahasa tertentu. Ejaan yang dipakai sekarang merujuk

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 17

kepada PUEBI. Pengguna bahasa Indonesia harus menaati kaidah


yang sudah disepakati dan diresmikan ini. Fungsi-fungsi ejaan,
antara lain, adalah sebagai berikut: sebagai landasan pembakuan
tata bahasa, landasan pembakuan kosakata dan peristilahan, dan
alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa
Indonesia. Hal-hal yang dibicarakan dalam ejaan (PUEBI) adalah
sebagai berikut: pemakaian huruf, penulisan kata, pemakaian tanda
baca, dan penulisan unsur serapan.

3. Latihan
(1) Apa yang dimaksud dengan ejaan dan apa fungsinya dalam
pemakaian bahasa?
(2) Ejaan apa saja yang pernah berlaku di Indonesia, dan apa saja
hal baru yang terdapat dalam PUEBI dibandingkan dengan
ejaan-ejaan sebelumnya?
(3) Hal apa saja yang diatur dalam PUEBI?

Azwardi 2018
18 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 19

BAB IV
PEMBENTUKAN KATA

1. Uraian Materi
1.1 Afiksasi
Proses pembentukan kata atau proses morfologis atau proses
morfemis adalah proses pembentukan kata dari satuan lain yang
merupakan dasar atau bentuk dasarnya (selanjutnya disebut bentuk
dasar). Bentuk dasar tersebut berupa pokok kata, kata, dan frasa.
Dengan perkataan lain, kata kompleks berjuang, memukul, dan
ketidakadilan, misalnya, masing-masing dibentuk dari pokok kata
juang, kata pukul, dan prasa tidak adil.
Dalam bahasa Indonesia kata umumnya dibentuk melalui
tiga macam proses pembentukan, yaitu afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks (imbuhan) pada
suatu bentuk dasar. Kata yang terbentuk dari proses ini disebut kata
berimbuhan. Afiks adalah suatu bentuk, biasanya berupa morfem
terikat, yang diimbuhkan pada suatu bentuk dasar dalam proses
pembentukan kata.

Contoh:
membacakan mempertemukan
bertemu kepemimpinan

Azwardi 2018
20 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

diikutsertakan kinerja
gemuruh mengambil
perbuat sekampung
terambil ketua
tidurkan kumpulan

Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar, afiks bahasa


Indonesia dibedakan atas prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks
(akhiran), dan gabungan (konfiks dan simulfiks).

(1) Prefiks
Prefiks adalah bentuk terikat yang diimbuhkan di awal bentuk dasar.
Prefiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah meN-, peN-,
per-, ber-, ter-, di-, ke-, dan se-.

1) Prefiks meN-
Prefiks meN- memiliki alomorf me-, mem-, men-, meng-, meny-, dan
menge-.
a. Prefiks meN- berubah menjadi me- jika diimbuhkan pada bentuk
dasar yang berfonem awal /m/, /n/, /l/, /r/, /ng/, /ny/, /w/, dan /y/.
Contoh:
meN- + makan memakan

meN- + maki  memaki
meN- + nanti menanti

meN- + nama(i)  menama(i)
meN- + lukis melukis

meN- + lilit melilit

meN- + rangsang  merangsang
meN- + ratap  meratap

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 21

meN- + nganggur  menganggur


meN- + nyanyi  menyanyi
meN- + wabah  mewabah
meN- + wujud(kan)  mewujud(kan)
meN- + yakin(i)  meyakin(i)

b. Prefiks meN- berubah menjadi mem- jika diimbuhkan pada bentuk


dasar yang berfonem awal /b/, /f/, /p/.
Contoh:
meN- + banding  membanding
meN- + bantah  membantah
meN- + bawa lari  membawa lari
meN- + fokus  memfokus
meN- + fitnah  memfitnah
meN- + fasilitas(i)  memfasilitas(i)
meN- + pikir  memikir
meN- + pukul  memukul
meN- + padu  memadu

c. Prefiks meN- berubah menjadi men- jika diimbuhkan pada bentuk


dasar yang berfonem awal /t/, /d/, /c/, dan /j/.
Contoh:
meN- + tempuh  menempuh
meN- + tinggi  meninggi
meN- + tembak  menembak
meN- + datang  mendatang
meN- + dengar  mendengar
meN- + didik  mendidik
meN- + cuci  mencuci

Azwardi 2018
22 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

meN- + colok  mencolok


meN- + ciut  menciut
meN- + cincang  mencincang
meN- + jenguk  menjenguk
meN- + jelang menjelang

meN- + junjung  menjunjung
meN- + juntai menjuntai

d. Prefiks meN- berubah menjadi meng- jika diimbuhkan pada bentuk


dasar yang berfonem awal /a/, /e/, /i/, /o/, /u/, /g/, /h/, dan /k/.
Contoh:
meN- + ajar mengajar 
meN- + ambil  mengambil
meN- + antar  mengantar
meN- + anak sungai  menganak sungai
meN- + edit  mengedit
meN- + emban  mengemban
meN- + embun  mengembun
meN- + elak  mengelak
meN- + ikat  mengikat
meN- + inap  menginap
meN- + intai  mengintai
meN- + intip  mengintip
meN- + operasi  mengoperasi
meN- + olah  mengolah
meN- + olok-olok  mengolok-olok
meN- + orbit  mengorbit
meN- + uji  menguji

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 23

meN- + undang  mengundang


meN- + ulang  mengulang
meN- + unduh  mengunduh
meN- + ganggu  mengganggu
meN- + gulung  menggulung
meN- + guncang  mengguncang
meN- + gagas  menggagas
meN- + hemat  menghemat
meN- + hiba  menghiba
meN- + hibur  menghibur
meN- + hela  menghela
meN- + kukur  mengukur
meN- + kunyah  mengunyah
meN- + kuning  menguning

e. Prefiks meN- berubah menjadi meny- jika diimbuhkan pada


bentuk dasar yang berfonem awal /s/.
Contoh:
meN- + sahut  menyahut
meN- + sisih  menyisih
meN- + sulap  menyulap
meN- + susun  menyusun
meN- + selam  menyelam
meN- + singkap  menyingkap
meN- + sibak  menyibak

f. Prefiks meN- berubah menjadi menge- jika diimbuhkan pada


bentuk dasar yang bersuku satu.

Azwardi 2018
24 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Contoh:
meN- + bor mengebor

meN- + cor mengecor

meN- + cat mengecat

meN- + tik mengetik

meN- + lem mengelem

meN- + rem mengerem

meN- + mbek mengembek

2) Prefiks peN-
Prefiks peN- memiliki alomorf (kaidah morfofonemik) yang sama
dengan prefiks meN-.

a. Prefiks peN- berubah menjadi pe- jika diimbuhkan pada bentuk


dasar yang berfonem awal /m/, /n/, /l/, /r/, /ng/, /ny/, /w/, dan /y/.
Contoh:
peN- + makan  pemakan
peN- + nama(an) penama(an)

peN- + lukis pelukis
peN- + rangsang  perangsang
peN- + nganggur  penganggur
peN- + nyanyi  penyanyi
peN- + waris  pewaris
meN- + yakin peyakin(?)


b. Prefiks peN- berubah menjadi pem- jika diimbuhkan pada bentuk
dasar yang berfonem awal /b/, /f/, /p/.
Contoh:
peN- + banding  pembanding
peN- + bantah  pembantah

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 25

peN- + bawa lari  pembawa lari


peN- + fitnah  pemfitnah
peN- + pikir  pemikir
peN- + pukul  pemukul
peN- + padu  pemadu

c. Prefiks peN- berubah menjadi pen- jika diimbuhkan pada bentuk


dasar yang berfonem awal /t/, /d/, /c/, dan /j/.
Contoh:
peN- + tempuh  penempuh
peN- + tembak  penembak
peN- + datang  pendatang
peN- + dengar  pendengar
peN- + didik  pendidik
peN- + cuci  pencuci
peN- + jenguk  penjenguk

d. Prefiks peN- berubah menjadi peng- jika diimbuhkan pada bentuk


dasar yang berfonem awal /a/, /e/, /i/, /o/, /u/, /g/, /h/, dan /k/.
Contoh:
peN- + ajar  pengajar
peN- + antar  pengantar
peN- + edit  pengedit
peN- + emban  pengemban
peN- + intai  pengintai
peN- + ikat  pengikat
peN- + obat  pengobat
peN- + uji  penguji
peN- + undang  pengundang

Azwardi 2018
26 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

peN- + ganggu  pengganggu


peN- + hibur  penghibur
peN- + kukur  pengukur
meN- + kunyah  mengunyah

e. Prefiks peN- berubah menjadi peny- jika diimbuhkan pada bentuk


dasar yang berfonem awal /s/.
Contoh:
peN- + sabar  penyabar
peN- + susun  penyusun
peN- + selam  penyelam

f. Prefiks peN- berubah menjadi penge- jika diimbuhkan pada


bentuk dasar yang bersuku satu.
Contoh:
peN- + bor  pengebor
peN- + lap  pengelap
peN- + cat  pengecat
peN- + tik  pengetik
peN- + lem  pengelem
peN- + las  pengelas
peN- + pel  pengepel

Catatan:
(1) Bentuk dasar yang berfonem awal /k/, /p/, /t/, dan /s/ luluh jika
diimbuhkan prefiks meN- dan peN-.
(2) Jika memiliki makna yang berbeda, bentuk dasar yang berfonem
awal /k/, /p/, /t/, dan /s/ kedua-duanya dipakai (yang luluh dan
yang tidak luluh).

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 27

Contoh:
meN- + kaji  mengaji ‘membaca (Alquran)’
meN- + kaji  mengkaji ‘menelaah (Alquran dll.)’

peN- + kaji  pengaji ‘pembaca (Alquran)’


peN- + kaji  pengkaji ‘penelaah (Alquran dll.)’

meN- + tatar  menatar ‘mengajar’


meN- + tatar  *mentatar

peN- + tatar  penatar ‘yang menatar’


peN- + tatar  petatar ‘yang ditatar’

peN- + serta  penyerta ‘yang menyertai’


peN- + serta  peserta ‘yang disertai’

peN- + suruh  penyuruh ‘yang menyuruh’


peN- + serta  pesuruh ‘suatu jabatan PNS’
peN- + tani  petani ‘suatu profesi’
peN- + tani  *penani

peN- + tinju  peninju ‘yang meninju’


peN- + tinju  petinju ‘suatu profesi’

peN- + tari  penari ‘suatu profesi’


peN- + tari  *petari

Azwardi 2018
28 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

3) Prefiks per-
Prefiks per- memiliki alomorf pe- dan pel-.
a. Awalan per- berubah menjadi pe- jika diimbuhkan pada bentuk
dasar yang berfonem awal /r/.
Contoh:
per- + redam peredam 
per- + raga  peraga
per- + rusak  perusak
per- + rasa  perasa

b. Prefiks per- berubah menjadi pel- jika diimbuhkan pada bentuk


dasar ajar.
per- + ajar  pelajar

4) Prefiks ber-
Prefiks ber- memiliki alomorf be- dan bel-.
a. Prefiks ber- berubah menjadi be- jika diimbuhkan pada bentuk
dasar yang berfonem awal /r/ dan yang suku pertamanya /er/.
Contoh:
ber- + runding  berunding
ber- + rebut  berebut
ber- + rantai  berantai
ber- + kerja  bekerja
ber- + serta  beserta
ber- + cermin  becermin

b. Prefiks ber- berubah menjadi bel- jika diimbuhkan pada bentuk


dasar ajar.
ber- + ajar  belajar

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 29

5) Prefiks ter-
Prefiks ter- memiliki alomorf te-.
Prefiks ter- berubah menjadi te- jika diimbuhkan pada bentuk dasar
yang berfonem awal /r/ dan (kadang-kadang) yang suku pertamanya
ditutup dengan [er].
Contoh:
ter- + rekam  terekam
ter- + rasa  terasa
ter- + renggut  terenggut
ter- + rangkum terangkum

ter- + pergok  tepergok


ter- + percik  tepercik
ter- + percaya  tepercaya
ter- + permak  tepermak

6) Prefiks di-, ke-, se-


Prefiks di-, ke-, se- tidak mempunyai alomorf sebagaimana prefiks-
prefiks yang lain.
Contoh:
di- + pandu  dipandu
di- + angkat  diangkat
di- + ambil  diambil
di- + bawa dibawa 
di- + PHK  di-PHK
di- + tindak  ditindak
di- + pangkas  dipangkas
di- + percaya dipercaya

di- + sayang disayang

Azwardi 2018
30 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

ke- + pada  kepada


ke- + tua  ketua
ke- + tiga  ketiga
ke- + sekian  kesekian

se- + Indonesia  se-Indonesia


se- + kampung  sekampung
se- + nasib
 senasib
se- + perjuangan
 seperjuangan

(2) Infiks
Infiks adalah bentuk terikat yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Infiks
yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah -el-, -er-, -em-, dan -in-.
Contoh:
-el- + tunjuk  telunjuk
-el- + tapak  telapak
-el- + patuk  pelatuk

-er- + gigi  gerigi


-er- + suling  seruling
-er- + sabut  serabut

-em- + jari  jemari


-em- + tali  temali
-em- + guruh  gemuruh

-in- + kerja  kinerja


-in- + sambung  sinambung
-in- + timbang  tinimbang

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 31

(3) Sufiks
Sufiks adalah bentuk terikat yang diimbuhkan di akhir bentuk dasar.
Sufiks yang ada dalam bahasa Indonesia adalah -an, -kan, dan -i.

1) Sufiks -an
Sufiks -an tidak mengalami perubahan jika diimbuhkan pada bentuk
dasar apa pun.
Contoh:
-an + makan  makanan
-an + minum  minuman
-an + tulis  tulisan
-an + baca  bacaan
-an + temu  temuan
-an + kirim  kiriman
-an + sanggah  sanggahan

2) Sufiks -kan
Sufiks -kan tidak mengalami perubahan jika diimbuhkan pada bentuk
dasar apa pun.
Contoh:
-kan + buku  bukukan
-kan + ambil  ambilkan
-kan + doa  doakan
-kan + miring  miringkan
-kan + tebal  tebalkan
-kan + dua  duakan
-kan + asin  asinkan
-kan + Indonesia  Indonesiakan
-kan + masuk  masukkan

Azwardi 2018
32 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

3) Sufiks -i
Sufiks -i tidak mengalami perubahan jika diimbuhkan pada bentuk
dasar apa pun.
Contoh:
-i + perang  perangi
-i + tembak  tembaki
-i + garis bawah  garis bawahi
-i + jalan jalani

-i + jauh jauhi

-i + dekat dekati

-i + santun santuni

Akan tetapi, bentuk dasar yang berfonem akhir /i/ tidak dapat
diimbuhkan sufiks -i.
Contoh:
-i + beli  *belii
-i + cari  *carii
-i + mati  *matii
-i + teliti  *telitii
-i + jadi  *jadii
-i + suci  *sucii
-i + ganti  *gantii

(4) Gabungan (Awalan dan Akhiran)


Gabungan adalah bentuk terikat yang diimbuhkan di awal dan di
akhir bentuk dasar. Gabungan yang terdapat dalam bahasa Indonesia
adalah ber-an, peN-an, per-an, ke-an, ber-kan, per-kan, meN-kan,

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 33

ter-kan, per-i, meN-i, ter-i, di-kan, di-i, diper, diper-kan, diper-i,


memper-, memper-kan, dan memper-i. Jika gabungan itu tidak dapat
dipisahkan disebut konfiks. Akan tetapi, jika gabungan itu masih
dapat dipisahkan disebut simulfiks.
Contoh:
1) Gabungan ber-an
ber-an + datang  berdatangan
ber-an + sama  bersamaan
ber-an + dua berduaan

2) Gabungan peN-an
peN-an + alam  pengalaman
peN-an + kelompok  pengelompokan
peN-an + tanda tangan  penandatanganan

3) Gabungan per-an
per-an + juang  perjuangan
per-an + kuliah  perkuliahan
per-an + kenal  perkenalan

4) Gabungan ke-an
ke-an + ada  keadaan
ke-an + pemimpin  kepemimpinan
ke-an + tidak peduli  ketidakpedulian

5) Gabungan ber-kan
ber-kan + senjata  bersenjatakan
ber-kan + dasar  berdasarkan
ber-kan + anggota  beranggotakan

Azwardi 2018
34 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

6) Gabungan per-kan
per-kan + siap persiapkan

per-kan + dagang  perdagangkan
per-kan + istri  peristrikan

7) Gabungan meN-kan
meN-kan + baca membacakan

meN-kan + ke muka  mengemukakan
meN-kan + kambing hitam  mengambinghitamkan

8) Gabungan ter-kan
ter-kan + kata terkatakan

ter-kan + sampai  tersampaikan
ter-kan + selesai terselesaikan

9) Gabungan per-i
per-i + senjata persenjatai

per-i + baik  perbaiki
per-i + ingat peringati

10) Gabungan meN-i


meN-i + yakin menyakini

meN-i + jiwa  menjiwai
meN-i + warna mewarnai

11) Gabungan ter-i


ter-i + ampun terampuni

ter-i + lampau  terlampaui
ter-i + obat terobati

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 35

12) Gabungan di-kan


di-kan + bawa  dibawakan
di-kan + cerita  diceritakan
di-kan + uang diuangkan

13) Gabungan di-i


di-i + hantu  dihantui
di-i + anugerah  dianugerahi
di-i + noda dinodai

14) Gabungan diper-


di-per + sempit  dipersempit
di-per + mudah  dipermudah
di-per + budak diperbudak

15) Gabungan diper-kan


diper-kan + satu  dipersatukan
diper-kan + percaya  dipercayakan
diper-kan + malu  dipermalukan

16) Gabungan diper-i


diper-i + ingat diperingati

diper-i + percaya  dipercayai
diper-i + senjata  dipersenjatai

17) Gabungan memper-


memper + besar  mempersingkat
memper + kaya  memperkaya
memper + cepat  mempercepat

Azwardi 2018
36 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

18) Gabungan memper-kan


memper-kan + temu  mempertemukan
memper-kan + soal  mempersoalkan
memper-kan + malu  mempermalukan

19) Gabungan memper-i


memper-i + ingat  memperingati
memper-i + baru  memperbarui
memper-i + baik  memperbaiki

Jika gabungan itu tidak dapat dipisahkan disebut konfiks. Akan


tetapi, jika gabungan itu masih dapat dipisahkan disebut simulfiks.
Berikut disajikan contoh gabungan yang disebut konfiks dan
gabungan yang disebut simulfiks.
Konfiks Simulfiks
berdatangan *berdatang bersamaan bersama
*datangan *samaan
penyesuaian *penyesuai penandatanganan penandatangan
*sesuaian *tanda tanganan
persamaan *persama persatuan *persatu
*samaan satuan
kepemimpinan *kepemimpin kebersamaan *kebersama
*pemimpinan bersamaan
bersenjatakan bersenjata
*senjatakan
permainkan *permain persiapkan *persiap
*mainkan? siapkan
mengemukakan mengemuka
kemukakan
terselesaikan *terselesai
selesaikan

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 37

perbaiki perbaik
*baiki
membuahi *membuah menyantuni *menyantun
*buahi santuni
terobati terobat
obati
diuangkan *diuang
uangkan
didekati *didekat
dekati
dipersatukan *dipersatu
persatukan
dipercayai dipercaya
percayai
mempermasalahkan *mempermasalah mempersatukan *mempersatu
*masalahkan satukan
memperbarui *memperbaru mempercayai *mempercaya
*barui percayai

Keseluruhan afiks yang sudah dibicarakan di atas berperan


membentuk kata tertentu. Berikut dibicarakan satu per satu tentang hal itu.

1.2 Afiks Pembentuk Nomina


Afiks yang dapat membentuk kelas nomina dapat berupa prefiks dan
sufiks, yaitu ke-, peN-, ke-an, peN-an, per-an, -an, se-nya dengan
berbagai alomorfnya, dan infiks, -el-, -em-, -er-, -in-.

1) Pembentuk Nomina dengan ke-


Dalam bahasa Indonesia tidak banyak kata yang dibentuk dengan
penambahan prefiks ke-. Contoh bentukan tersebut adalah ketua,
kehendak, kekasih, dan kerangka.

Azwardi 2018
38 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

2) Pembentuk Nomina dengan per-


Prefiks per- memiliki tiga alomorf, yaitu per-, pel-, dan pe-. Nomina
yang dibentuk dengan pel- hanya terbatas pada satu bentuk, yaitu
pelajar. Kata pelajar dibentuk dari bentuk dasar ajar dengan
menambahkan prefiks per-.
Nomina yang dibentuk dengan penambahan prefiks per- dalam
bahasa Indonesia sebenarnya sangat banyak karena nomina yang
dibentuk dengan penambahan per- berkaitan erat dengan verba yang
berprefiks ber-. Namun, dalam perkembangannya banyak nomina per-
yang tidak lagi mempertahankan /r/-nya sehingga nomina tersebut
muncul dengan pe- saja. Nomina yang dibentuk dengan penambahan
per- dan masih mempertahankan fonem /r/ sangat terbatas.
Contoh:
pertapa
 bertapa
persegi  bersegi
pertanda
 bertanda
perlambang
 berlambang
persatu bersatu

perdebat berdebat 
Nomina-nomina lain yang berkaitan dengan verba ber-, tetapi
muncul dengan bentuk pe-, adalah sebagai berikut:
petani  bertani
petinju  bertinju
pedagang  berdagang
pejuang
 berjuang
pejalan (kaki)
 berjalan (kaki)
penyanyi
 bernyanyi
pemain  bermain

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 39

3) Pembentukan Nomina dengan peN-


Prefiks peN- memiliki kaidah morfofonemik yang sama dengan
prefiks meN-, yaitu alomorfnya pe-, pem-, pen-, peny, peng-, dan
penge. Prefiks ini sangat produktif dalam bahasa Indonesia. Pada
umumnya sumber untuk membentuk nomina tersebut adalah
verba atau adjektiva. Nomina yang dibentuk dengan verba sebagai
sumbernya, antara lain, adalah sebagai berikut:
peN- + lukis  pelukis
peN- + baca  pembaca
peN- + sisir  penyisir
peN- + ajar  pengajar
peN- + bor  pengebor

Nomina yang dibentuk melalui adjektiva sebagai sumbernya,


antara lain, adalah sebagai berikut:
peN- + marah  pemarah
peN- + takut  penakut
peN- + riang  periang
peN- + malas  pemalas
peN- + lupa  pelupa
peN- + panas  pemanas

Makna yang umum bagi nomina yang dibentuk dengan peN-, baik
verba sebagai sumbernya maupun adjektiva, adalah sebagai berikut:
a. ‘orang atau hal yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba’
Contoh:
pemohon ‘orang yang memohon’
pengikut ‘orang yang mengikut(i)’
pembeli ‘orang yang membeli’

Azwardi 2018
40 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

pendobrak ‘orang yang mendobrak’


pelindung ‘orang yang melindung(i)’
pemohon ‘orang yang memohon’

b. ‘orang yang pekerjaannya melakukan kegiatan yang dinyatakan


oleh verba’ Makna ini tampaknya berkaitan erat dengan makna
verba yang digunakan sebagai sumber bentukan. Bila makna dari
verba sumber memungkinkan terwujudnya suatu profesi, profesi
inilah yang lebih umum dipakai.
Contoh:
penyanyi ‘orang yang profesinya menyanyi’
pelaut ‘orang yang profesinya melaut’
pelukis ‘orang yang profesinya melukis’
penyiar ‘orang yang profesinya menyiar’
petinju ‘orang yang profesinya bertinju’
pengemis ‘orang yang profesinya mengemis’
pegulat ‘orang yang profesi bergulat’
c. ‘orang yang memiliki sifat yang dinyatakan oleh adjektiva
dasarnya’ Adjektiva yang menjadi dasar penurunan ini berkaitan
dengan sifat atau emosi manusia.
Contoh:
pelupa ‘orang yang sifatnya mudah lupa’
pemarah ‘orang yang sifatnya mudah marah’
penggeli ‘orang yang sifatnya mudah geli’
penyabar ‘orang yang sifatnya sabar’
penakut ‘orang yang sifatnya mudah takut’

d. ‘alat untuk melakukan kegiatan yang dinyatakan oleh verba atau


makna orang yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba’

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 41

Contoh:
pengupas ‘alat untuk mengupas’
pembalut ‘alat untuk membalut’
pengait ‘alat untuk mengait’
penyuruh ‘orang yang menyuruh’
pesuruh ‘orang yang disuruh’

Nomina yang dibentuk dengan penambahan peN- dan per-


yang menyatakan makna pelaku sangat produktif dalam bahasa
Indonesia sehingga dipakailah sebagai analogi untuk menciptakan
bentuk-bentuk baru, seperti pesenam, pecatur, dan pesepak bola.

4) Pembentukan Nomina dengan peN-an


Afiks peN-an mempunyai beberapa alomorf, yakni pe-an, pem-
an, pen-an, peny-an, peng-an, dan penge-an. Makna yang umum
diemban oleh gabungan afiks tersebut adalah menyatakan perbuatan
yang dinyatakan oleh verba.
Contoh:
penganiayaan ‘perbuatan menganiaya’
penganalisisan ‘perbuatan menganalisis’
pendaftaran ‘perbuatan mendaftar’
pemberantasan ‘perbuatan memberantas’
penyelesaian ‘perbuatan menyelesaikan’
pengeboran ‘perbuatan mengebor’
pengeboman ‘perbuatan mengebom’
penarikan ‘perbuatan menarik’

Di samping makna umum ‘perbuatan’ ada pula nomina peN-an yang


mengandung makna ‘hasil perbuatan atau hal yang dinyatakan verba’.

Azwardi 2018
42 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Contoh:
pengaduan ‘hasil perbuatan mengadukan’
pengakuan ‘hasil perbuatan mengakui’
penyelesaian ‘perbuatan menyelesaikan’
pengumuman ‘hasil perbuatan mengumumkan’
penulisan ‘hasil perbuatan menulis (proses)?’

Selain itu, ada pula nomina lain yang dibentuk dengan penggabungan
peN-an yang maknanya unik sehingga harus ditentukan sendiri
maknanya.
Contoh:
pendirian ‘pendapat yang dinyatakan/perbuatan mendirikan’
pendapatan ‘gaji; yang didapat’
pemandangan ‘panorama (yang dapat dipandang)’
pendengaran ‘kemampuan mendengar(kan)’

5) Pembentukan Nomina dengan per-an


Nomina yang dibentuk dari gabungan afiks per-an juga dibentuk
dari verba, umumnya dari verba taktransitif berawalan ber-.
Contoh:
peradaban beradab
perkelahian berkelahi
permusuhan bermusuh
perpisahan berpisah
permasalahan bermasalah
pertempuran bertempur
persahabatan bersahabat
persatuan bersatu
pertengkaran bertengkar

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 43

Selain itu, ada pula nomina per-an yang berkaitan dengan


verba meN- atau memper- yang berstatus transitif.
Contoh:
pergelaran menggelarkan
perlawanan melawan
pertahanan mempertahankan
pertujukan mempertunjukkan
perhatian memperhatikan

Makna umum bentuk nomina yang dihasilkan dengan


penggabungan per-an adalah sebagai berikut:
a. ‘hal, keadaan, atau hasil yang dinyatakan oleh verba’
b. ‘perbuatan yang dinyatakan oleh verba’
c. ‘hal yang berkaitan dengan kata dasar’
d. ‘tempat yang dirujuk oleh verba atau kata dasar’
Contoh:
pertanian ‘hal bertani’
perjuangan ‘hal berjuang’
perzinaan ‘perbuatan berzina’
percobaan ‘perbuatan mencoba’
perlawanan ‘perbuatan melawan’
perkapalan ‘yang berkaitan dengan kapal’
perapian ‘tempat membuat api’
perkemahan ‘tempat berkemah’
permukiman ‘tempat bermukim’

Seperti yang telah diuraikan di atas, nomina dapat dibentuk


dengan penggabungan peN-an atau per-an. Di samping kedua cara
tersebut, nomina dapat juga dibentuk dengan penggabungan peN-an.

Azwardi 2018
44 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Cara ini dapat dilihat pada contoh berikut.


peN-an + gunung  pegunungan
peN-an + desa  pedesaan
peN-an + mukim  pemukiman
peN-an + rumah  perumahan
peN-an + mandi  pemandian

6) Pembentukan Nomina dengan ke-an
Nomina yang dibentuk dengan penggabungan ke-an dapat dibentuk
dari sumber verba, adjektiva, atau nomina. Makna yang dihasilkan
pun bergantung kepada sumber yang digunakan. Jika sumber asalnya
berupa verba, makna yang dihasilkan adalah hal atau keadaan yang
berhubungan dengan yang dinyatakan verba.
Contoh:
kehadiran ’hal yang berhubungan dengan hadir’
keputusan ’hal yang berhubungan dengan memutuskan’
ketepatan ’hal yang berhubungan dengan menetapkan’
kedewasaan ’hal yang berhungan dengan dewasa’?
kedamaian ’hal yang berhungan dengan damai’

Jika yang menjadi sumber bentukan berupa adjektiva, makna yang


dihasilkan pun bermakna ‘hal atau keadaan yang berhubungan
dengan yang dinyatakan adjektiva’.
Contoh:
kepahitan ‘keadaan pahit’
kesakitan ‘keadaan sakit’
kekecewaan ‘keadaan kecewa’
kesempitan ‘keadaan sempit’
kelamaan ‘keadaan lama’
kemalaman ‘keadaan malam’?

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 45

Jika sumbernya nomina, makna yang dihasilkan merujuk kepada (a)


keabstrakan atau (b) kantor atau wilayah kekuasaan.
Contoh:
ketuhanan ‘hal mengenai tuhan’
kepahlawanan ‘hal mengenai pahlawan’
kerakyatan ‘hal mengenai rakyat’
kedutaan ‘kantor duta’
kelurahan ‘kantor lurah’
kebidanan ‘hal mengenai bidan?’

7) Pembentukan Nomina dengan -el-, -em-, -er-, dan -in-


Nomina yang dibentuk dengan menyisipkan infiks tidak terlalu
produktif dalam bahasa Indonesia. Nomina yang dibentuk dengan
penambahan bentuk ini terbatas pada kata-kata berikut.
Contoh:
tunjuk  t(el)unjuk
patuk p(el)atuk

gembung  g(el)embung
tapak t(el)apak

gigi g(el)igi

sabut  s(er)abut
suling  s(er)uling
gigi g(er)igi

kuning  k(em)uning
kelut  k(em)elut
kilau k(em)ilau

kerja  k(in)erja
sambung  s(in)ambung

Azwardi 2018
46 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

tambah  t(in)ambah
timbang  t(in)imbang

1.3 Afiks Pembentuk Verba


Verba pada dasarnya dibedakan atas dua macam, yaitu verba transitif
dan verba intansitif. Verba transitif adalah verba yang menuntut
kehadiran objek, sedangkan verba intransitif adalah verba yang tidak
menuntut kehadiran objek. Untuk membentuk kedua macam verba
tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan afiks. Afiks yang
dapat membentuk verba dimaksud adalah meN-, -kan, memper-di-,
diper-, ter-, ber-, dan per-.

1) Pembentukan Verba Transitif dengan meN-


Verba transitif dapat dibentuk dengan menambahkan prefiks meN-
pada bentuk dasar. Dalam hal ini bentuk dasar dimaksud harus berupa
verba dasar seperti beli, cari, dan ambil. Pembentukan verba transitif
dengan penambahan meN-, pada bentuk dasarnya tidak mengubah
kelas kata, hanya saja untuk menempatkan verba dimaksud menjadi
lebih tepat dalam ragam formal.
Contoh:
baca  membaca
cela  mencela
tatap  menatap
tolak  menolak
injak  menginjak

Prefiks meN-, selain dapat membentuk verba transitif, juga


dapat membentuk verba intransitif. Umumnya verba turunan yang
intransitif dan berprefiks meN- diturunkan dari bentuk dasar kategori
nomina atau adjektiva.

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 47

Contoh:
mencangkul cangkul

menggunting gunting

membeku  beku
menciut  ciut
mengecil kecil

2) Pembentukan Verba Transitif dengan -kan


Pembentukan verba dengan sufiks -kan pada umumnya dapat
berkombinasi dengan prefiks meN- sehingga menghasilkan gabungan
meN-kan. Penggabungan prefiks dan sufiks tersebut dilakukan
mengingat ada beberapa bentuk dasar yang tidak tergolong ke dalam
kelas verba tanpa penambahan sufiks -kan. Untuk kasus seperti ini
penambahan prefiks meN- saja tidak dapat memunculkan status verba.
Contoh:
utama  *mengutama mengutamakan

doa  *mendoa  mendoakan
hadiah  *menghadiah  menghadiahkan
budi daya  *membudi daya  membudidayakan
wujud  *mewujud  mewujudkan
salah  *menyalah  menyalahkan

Dasar yang dapat digunakan untuk membentuk verba dengan


penambahan prefiks meN- dapat berupa verba asal, verba yang
telah melekat prefiks ber-, nomina, adjektiva, kata tugas, atau frasa
preposisional.
Contoh:
bukti  membuktikan
berbicara  membicarakan

Azwardi 2018
48 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

palsu  memalsukan
bangkit  membangkitkan
binasa  membinasakan
jago  menjagokan
bahagia  membahagiakan
pojok  memojokkan

Sebagian dasar yang lain dapat diturunkan menjadi verba


dengan meN-kan, tetapi sufiks -kan wajib ada hanya apabila verba
tersebut harus bersifat transitif. Dengan perkataan lain, dengan
penambahan prefiks meN- saja sebenarnya telah terbentuk verba,
tetapi status keverbaannya intransitif. Untuk pembentukan verba
pada kasus seperti ini pada umumnya berupa adjektiva meskipun
dasar lain seperti nomina atau pronomina juga dapat dipakai. Dasar
seperti panas misalnya, dapat dibentuk verba memanas. Akan tetapi,
status keverbaan bentuk tersebut termasuk verba intransitif. Untuk
membentuk status verba transitif wajib ditambahkan sufiks -kan
menjadi memanaskan. Berikut ditampilkan beberapa contoh lain.

besar  membesar  membesarkan


kecil  mengecil  mengecilkan
darat  mendarat  mendaratkan
dua
 mendua  menduakan
pojok  memojok  memojokkan
lemah  melemah  melemahkan
rendah  merendah  merendahkan
tinggi  meninggi  meninggikan
kuat  menguat  menguatkan
lebar  melebar  melebarkan

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 49

Beberapa dasar yang lain juga dapat dibentuk menjadi verba


transitif dengan menambahkan meN-kan. Untuk kasus ini, tanpa
menambahkan sufiks -kan pun bentuk ini sebenarnya telah dapat
berfungsi sebagai verba. Perbedaannya dengan kasus di atas adalah
bahwa dalam kelompok di atas verba yang hanya dengan meN- itu
berstatus intransitif (misalnya, mendua dalam hatinya telah mendua).
Pada kasus kedua ini verba yang hanya dibentuk dengan
penambahan meN- ini sudah berstatus transitif. Dengan penambahan
sufiks -kan, status transitif berubah dari ekatransitif menjadi
dwitransitif. Untuk kasus pembentukan verba seperti ini dasar yang
dapat digunakan hanya bentuk yang telah berstatus verba. Dari dasar
pakai misalnya, dapat dibentuk verba ekatransitif memakai dan
verba dwitransitif memakaikan.
Pembentukan verba dengan sufiks -kan sangat produktif
sehingga dapat dikatakan bahwa bentuk dasar apa pun dapat
dipakai sebagai dasar bentukan, termasuk frasa preposisional,
nama diri, dan singkatan.
Contoh:
ke samping à kesampingkan
ke depan à kedepankan
negeri à negerikan
sandar à sandarkan
gelap à gelapkan
hitam à hitamkan
terang à terangkan
sekolah à sekolahkan
Indonesia à Indonesiakan
PHK à PHK-kan

Azwardi 2018
50 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Makna verba yang diturunkan dengan sufiks -kan bermacam-macam.


a. Bila dasar bentukannya berupa verba atau adjektiva dan sufiks
-kan wajib hadir, sufiks -kan bermakna sebagai beriukut:
(1) ’melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh kata dasar’
Contoh:
beli  membelikan  ‘melakukan perbuatan beli’
cuci  mencucikan  ‘melakukan perbuatan cuci’
baca  membacakan  ‘melakukan pekerjaan membaca’

(2) ’menyebabkan sesuatu/seseorang menjadi (seperti kata dasar)’


Contoh:
bangkit  membangkitkan  ‘menyebabkan jadi bangkit’
binasa  membinasakan  ‘menyebabkan jadi binasa’
hangus  menghanguskan  ‘menyebabkan jadi hangus’

b. Jika kata dasarnya berupa nomina, makna verba yang bersangkutan


adalah ‘menjadikan atau menganggap (objek) sebagai yang
dinyatakan oleh kata dasar’.
Contoh:
dewa  mendewakan  ‘mengganggap sebagai dewa’
cita-cita  mencita-citakan  ‘menjadi sebagai cita-cita’
anak tiri  menganaktirikan  ‘menganggap anak tiri’
anugerah  menganugerahkan  ‘memberi anugerah’
nomor dua  menomorduakan  ‘memosisikan pada nomor dua’
atas nama  mengatasnamakan  ‘memosisikan atas nama’

c. Jika bentuk dasarnya berupa nomina yang mengandung ciri semantik


lokasi, makna verba yang bersangkutan adalah ‘menempatkan
(objek) pada lokasi yang dinyatakan oleh kata dasar’.

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 51

Contoh:
ke samping  mengesampingkan  ‘menempatkan(objek) di samping’
peti es  memetieskan  ’menempatkan sesuatu di dalam
peti/membekukan’
pojok  memojokkan  ‘menempatkan (objek) di pojok’
pinggir  meminggirkan  ‘menempatkan (objek) di pinggir’
asrama  mengasramakan  ‘menempatkan (objek) di asrama’
kandang  mengandangkan  ‘menempatkan (objek) di kandang’

d. Bila bentuk dasarnya berupa adjektiva, makna yang timbul


adalah kausatif, yakni ‘membuat sesuatu menjadi seperti hal
yang dinyatakan oleh kata dasar’.
Contoh:
putih  memutihkan ‘membuat sesuatu menjadi putih’
hitam  menghitamkan ‘membuat sesuatu menjadi hitam’
bersih  membersihkan ’membuat sesuatu menjadi bersih’
tinggi  meninggikan ‘membuat sesuatu menjadi tinggi’
besar  membesarkan ‘membuat sesuatu menjadi besar’
tebal  menebalkan ‘membuat sesuatu menjadi tebal’
panas  memanaskan ‘membuat sesuatu menjadi panas’
terang  menerangkan ‘membuat sesuatu menjadi terang’
suci  menyucikan ‘membuat sesuatu menjadi suci’

e. Makna lain yang timbul pada verba dengan penambahan sufiks -kan
adalah benefaktif, yakni ’melakukan sesuatu untuk pihak lain’.
Contoh:
jahit  menjahitkan ‘melakukan pekerjaan menjahit untuk
orang lain’
mandi  memandikan ’melakukan pekerjaan mandi untuk
orang lain’

Azwardi 2018
52 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

nyayi  menyanyikan ’melakukan pekerjaan menyanyi


untuk orang lain’
kirim  mengirimkan ’melakukan pekerjaan mengirim
untuk orang lain’
baca  membacakan ’melakukan pekerjaan membaca
untuk orang lain’
tulis  menuliskan ’melakukan pekerjaan menulis
untuk orang lain’
doa  mendoakan ’melakukan pekerjaan berdoa untuk
orang lain’

3) Pembentukan Verba Transitif dengan -i


Verba transitif juga dapat dibentuk dengan penambahan sufiks -i
dan dapat pula berkombinasi dengan meN-. Ada sejumlah kata dasar
yang mutlak memerlukan kehadiran sufiks -i untuk memperoleh
status verba. Kata dasar seperti nikmat misalnya, tidak dapat menjadi
verba hanya dengan menambahkan meN- sehingga tidak ada verba
*menikmat. Pada bentuk yang seperti ini sufiks -i wajib diimbuhkan
sehingga melahirkan bentuk menikmati.
Contoh:
alam *mengalam mengalami
 
patuh *mematuh
  mematuhi
adil  *mengadil  mengadili
biaya *membiaya
  membiayai
restu *merestu
  merestui

Sekelompok kata dasar yang lain dapat berstatus verba hanya
dengan menambahkan prefiks meN-, sedangkan sufiks -i bersifat
opsional. Akan tetapi, kehadiran sufiks -i ini mempengaruhi status

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 53

ketransitifan verba tersebut dan juga memberikan makna tambahan


tertentu. Kata dasar seperti alir misalnya, dapat menjadi verba
mengalir dengan status intransitif; air sungai itu mengalir dengan
deras. Dengan tambahna sufiks -i, mengaliri, status ketransitifannya
berubah dari intransitif menjadi transitif; para petani mengaliri
sawahnya dengan air sungai.
Contoh:
membanjiri
mengakui
meratapi
menyelami
menangisi
mengirimi
menghadiahi
menandatangani
mendatangi

Ada pula kata dasar yang dengan meN-i atau dengan meN- saja
tetap mempunyai status yang sama sebagai verba transitif. Tentu saja
ada perbedaan makna kedua verba tersebut. Verba seperti memukul-
memukuli sama-sama memiliki status transitif.
Contoh:
menciumi
menebangi
mengusungi
melempari
memasuki
menyayangi

Azwardi 2018
54 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Dasar verba transitif yang diturunkan dengan sufiks -i dapat


berkategori nomina, adjektiva, atau verba transitif. Makna verba
transitif dengan sufiks -i bermacam-macam, bergantung kepada
(1) kategori sintaksis dari kata dasar, (2) wajib-tidaknya sufiks ini
hadir, dan (3) ciri-ciri semantik khusus. Jika verba transitif yang
dibentuk dengan sufiks -i bersumber dari adjektiva, makna yang
ditimbulkannya adalah kausatif, yakni ‘membuat jadi’ seperti yang
yang tersebut pada bentuk dasar.
Berbeda dengan verba kausatif yang bersufiks -kan, perbedaan
makna antara verba dengan dasar adjektiva yang bersufiks -i dan
yang bersufiks -kan dapat dilihat pada pasangan kata menerangkan
dan menerangi. Verba menerangkan bermakna ‘menyebabkan
sesuatu (masalah) menjadi terang’, sedangkan menerangi bermakna
’menyebabkan sesuatu (ruangan/permukaan) menjadi terang’.
Makna lain sufiks -i adalah lokatif, yakni ‘melakukan (dasar) di/
ke. Karena lokasi pada dasarnya menyatakan tempat, verba yang
dibentuk dengan sufiks -i dengan makna ini sering mempunyai
kemiripan makna dengan verba dasar dengan preposisi tertentu.
Contoh:
duduk  duduki  ’duduk di’
datang  datangi  ‘datang di’
tempat  tempati  ‘tempatkan di’
masuk  masuki  ‘masuk di’
kantong  kantongi  ‘masuk di’
tanya  tanyai  ‘tanyakan di’
tuang  tuangi  ‘tuang di’
gantung  gantungi  ‘gantung di’
pegang  pegangi  ‘pegang di’
cubit  cubiti  ‘cubit di’

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 55

4) Pembentukan Verba Transitif dengan per- dan -kan/-i


Verba yang dibentuk dengan penambahan afiks per-, per-kan, dan
per-i tidak terlalu banyak dan variasi semantiknya pun tidak terlalu
rumit. Dalam bentuk aktifnya, umumnya verba kelompok ini
dibentuk dengan menambahkan meN- dan per- saja.
Contoh:
memperkaya
mempercepat
mempersingkat
mempersulit
memperkecil

Meskipun demikian, ada beberapa dasar yang lain tidak cukup hanya
dengan menambahkan memper-, tetapi masih memerlukan sufiks -kan.
Contoh:
mempermasalahkan  * mempermasalah
memperkirakan  * memperkira
memperbincangkan  * memperbincang
mempermainkan  * mempermain
mempergunjingkan  * mempergunjing
mempersoalkan  * mempersoal

Untuk dasar tertentu penambahan sufiks -kan tidak bersifat


wajib seperti di atas, tetapi boleh ada boleh tidak (opsional). Jumlah
verba dengan bentukan seperti ini sangat terbatas.
Contoh:
memperistri memperistrikan

memperdebat memperdebatkan

mempersunting mempersuntingkan

Azwardi 2018
56 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Sufiks lain yang dapat dipakai untuk membentuk verba transitif


dengan memper- adalah i. Jumlahnya juga sangat terbatas.
Contoh:
memperlengkap memperlengkapi

memperbaru memperbarui

Selain itu, ada pula kata dasar yang wajib memiliki sufiks,
tetapi sufiks ini boleh sufiks -kan atau sufiks -i.
Contoh:
memperingatkan
memperingati
menawarkan
memperingatkan

5) Pembentukan Verba Transitif dengan di- dan ter-
Verba aktif transitif yang berprefiks meN-, dengan segala
kombinasinya, dapat diubah menjadi bentuk pasif dengan cara
mengganti prefiks meN- dengan prefiks di-. Penggantian afiks
tersebut tentu saja akan mengubah makna dan urutan sintaksisnya.
Contoh:
mengganti  diganti
menukar  ditukar
memakaikan  dipakaikan
menyanyikan  dinyanyikan
mengungkapkan  diunggkapkan
mempersoalkan  dipersoalkan
menduakan  diduakan
menyewakan  disewakan

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 57

Dalam banyak hal, penggantian prefiks meN- dengan di- ini


tidak mempengaruhi kehadiran sufiks. Artinya, bila pada bentuk aktif
verba tersebut memiliki sufiks, sufiks tersebut tetap dipertahankan.
Misalnya, dari menduduki dan mensyukuri akan diperoleh verba
pasif yang masih juga memiliki sufiks -i dan -kan, yakni diduduki
dan disyukuri. Akan tetapi, ada pula sekelompok kecil verba
yang sufiksnya dapat dilesapkan. Dari verba aktif meninggalkan,
misalnya, verba pasifnya dapat ditinggal atau ditinggalkan. Hal ini
dapat dilihat dalam kalimat berikut.

a. Mereka rela meninggalkan kampung halamannya demi menuntut ilmu.


b. Kampung halamannya rela ia ditinggal(kan)nya demi menuntut ilmu.

Verba yang berprefiks ter- pada umumnya berkaitan erat dengan


verba yang berprefiks di-. Pembentukan verba dengan prefiks ter- sangat
produktif karena pada umumnya verba transitif yang berprefiks meN-
dapat diubah menjadi verba yang berprefiks ter-.
Contoh:
mengangkut  diangkut  terangkut
memanggil  dipanggil  terpanggil
menginjak  diinjak  terinjak
mengubah  diubah  terubah

Karena keterkaitan ini, ada juga verba ter- yang (a) tanpa
sufiks, (b) mewajibkan sufiks, dan (c) sufiksnya bersifat opsional.
Contoh:
termasuk terselesaikan terlempar(kan)
termakan tersampaikan tercampak(kan)
terletak terabaikan terluka(i)

Azwardi 2018
58 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

terbawa terpecahkan tersaing(i)


terjual terpenuhi ternoda(i)
tertelan teratasi

Verba yang dibentuk dengan prefiks ter- menyatakan makna


sebagai berikut:
a. menyatakan makna ’ketidaksengajaan’
Contoh:
terbawa
terinjak
tertinggal
terlihat
tertulis

b. menyatakan makna ‘dapat di- <dasar>’. Umumnya verba dengan


makna ini dahului oleh pernyataan negatif tidak atau tak.
Contoh:
(tidak) terbeli  (tidak) dapat terbeli
(tidak) terjangkau  (tidak) dapat dijangkau
(tidak) terangkat  (tidak) dapat dianggkat
(tadak) tercapai  (tidak) dapat dicapai
(tidak) terangkut  (tidak) terangkut

c. menyatakan makna bahwa ’peristiwa atau keadaan yang


dinyatakan oleh verba tersebut telah tercapai, tetapi tidak ada
penekanan mengenai siapa yang melakukan perbuatan tersebut’
Contoh:
Jaringan listrik di wilayah Aceh sering terputus.

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 59

Dari kalimat tersebut tersirat pengertian bahwa peristiwa


terputusnya arus listrik tersebut telah terjadi dan tidak dipermasalahkan
siapa yang melakukan pemutusan itu atau apa yang menyebabkan hal
itu terjadi; bisa saja pelakunya adalah alam, seperti badai, halilintar,
dan air bah. Oleh karena itu, adanya makna seperti ini, timbullah
perbedaan makna dengan verba pasif yang memakai di-. Perhatikan
kalimat berikut!
Jaringan listrik di wilayah Aceh sering diputus(kan).

6) Pembentukan Verba Transitif dengan ber-


Verba intransitif yang dibentuk dengan prefiks ber- hanya ada tiga
macam, yaitu sebagai berikut:
a. ber- dengan kata dasar
Contoh:
berbudaya
bercerita
bersahabat
berduka
bersahaja

b. ber- yang secara opsional diikuti oleh -kan


Contoh:
bermandikan   bermandi
berisikan   berisi
beratapkan   beratap
bersuamikan   bersuami
bertuliskan   bertulis
beralaskan   beralas
bertuhankan   bertuhan

Azwardi 2018
60 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

c. ber- yang harus diikuti oleh -an


Prefiks ber- tidak dapat bergabung dengan sufiks -i.
Contoh:
bermunculan
bepergian
beterbangan
bermusiman

Karena verba dan adjektiva kodrat sintaksisnya sangat dekat,


ber-i pada verba yang diturunkan dari adjektiva ini sebenarnya
bersifat opsional pula, tetapi kadang-kadang muncul sedikit
perbedaan dalam hal makna dan pemakaiannya.
Contoh:
buruk sangka  (ber)buruk sangka
baik budi  (ber)baik budi
senang-senang  (ber)senang-senang
bahagia  (ber)bahagia
gembira  (ber)gembira
sedih  (ber)sedih

Verba ber- juga dapat dibentuk dari dasar numeralia meskipun


ada kendala yang perlu diperhatikan. Umumnya numeralia yang
dipakai terbatas pada bilangan yang rendah. Untuk bilangan yang
tinggi umumnya dipakai bilangan bulatnya, seperti puluh, ratus, dan
ribu, dan bentuknya berupa reduplikasi.
Contoh:
satu  bersatu
tiga  bertiga
lusin  berlusin

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 61

ribu  beribu
ratus
 beratus

Ada pula sekelompok kecil verba ber- yang diturunkan dari


dasar yang berartikel si.
Contoh:
keras  bersikeras
kukuh  bersikukuh
tegang  bersitegang

Verba yang dibentuk dengan prefiks ber- memiliki berbagai


makna, yaitu sebagai berikut:
a. Jika sumber utamanya berupa nomina, verba ber- dapat bermakna
sebagai berikut:
(1) ‘mempunyai (banyak)’
Contoh:
hasil  berhasil ‘mempunyai hasil’
rumah  berumah ‘mempunyai rumah’
lantai  berlantai ‘mempunyai lantai’
rambut  berambut ‘mempunyai rambut’
kepala  berkepala ‘mempunyai kepala’
hati  berhati ‘mempunyai hati’
uang memiliki
 ‘(banyak) uang’
ilmu  memiliki ‘(banyak) ilmu’

(2) ‘menggunakan’
Contoh:
jilbab  berjilbab ‘menggunakan jilbab’
sandal  bersandal ‘menggunakan sandal’

Azwardi 2018
62 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

jas  berjas ‘menggunakan jas’


sepeda  bersepeda ‘ menggunakan sepeda’

(3) ‘menghasilkan’
Contoh
karya  berkarya ‘menghasilkan karya’
suara  bersuara ‘menghasilkan suara’
getar  bergetar ‘menghasilkan getar’
kata  berkata ‘menghasilkan kata’
telur  bertelur ‘menghasilkan telur’

b. Jika sumbernya berupa adjektiva, sebagian verba dengan prefiks


ber- menimbulkan makna yang berbeda dengan dasar adjektiva,
tetapi sebagian yang lain tidak menunjukkan perbedaan tersebut.
Contoh:
hati-hati  berhati-hati
terus terang  berterus terang
bahagia  berbahagia
dalih  berdalih

Ketiga verba yang dibentuk dengan dasar adjektiva tersebut


tidak menunjukkan perbedaan makna. Perhatikan kalimat-kalimat
berikut ini!
a. Hati-hatilah di jalan!
b. Berhati-hatilah di jalan!

a. Sebelum terlambat, sebaiknya kamu berterus terang saja.
b. Sebelum terlambat, sebaiknya kamu terus terang saja.

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 63

Sebaliknya, dasar adjektiva yang lain menimbulkan perbedaan


makna yang sangat halus. Perhatikan pasangan kata berikut dalam
kalimat di bawah ini!
Contoh:
a. Ketika menyaksikan tim kesayangannya menang, dia sangat
gembira.
b. *Ketika menyaksikan tim kesayangannya menang, dia
sangat bergembira.

a. Dia sangat pandai berdalih.


b. *Dia sangat pandai dalih.

Berdasarkan contoh tersebut, terlihat bahwa verba gembira dan


bergembira serta dalih dan berdalih tidak dapat saling menggantikan.

7) Pembentukan Verba Intransitif dengan ber-an


Pembentukan verba intransitif yang menggunakan konfiks ber-an
tidak terlalu produktif. Akan tetapi, konfiks ber-an yang membentuk
verba ini dapat berasal dari bermacam-macam sumber. Berikut
disajikan beberapa contoh konfiks ber-an dengan dasar verba sebagai
sumbernya.
Contoh:
muncul bermunculan
lari berlarian
terbang beterbangan
gugur berguguran
tabur bertaburan
serak berserakan
tebar bertebaran

Azwardi 2018
64 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

sentuh  bersentuhan
pergi  bepergian
gantung  bergantungan
datang  berdatangan
senggol  bersenggolan

Selain dengan dasar verba, verba berkonfiks ber-an dapat juga


dibentuk dari dasar adjektiva atau nomina.
Contoh:
mesra  bermesraan
seberang  berseberangan
jauh  berjauhan
sama  bersamaan
selisih  berselisihan

Berbeda dengan pembentukan verba dengan konfiks ber-an,


pembentukan verba yang menggunakan prefiks ber- dengan bentuk
yang telah memiliki -an jauh lebih produktif. Dasar yang dipakai
untuk membentuk verba dengan kasus seperti ini dapat berupa
bentuk dasar terikat, verba, atau nomina.
Contoh:
ber + kendaraan
ber + gelimpangan
ber + lumuran
ber + halangan
ber + cucuran
ber + sentuhan
ber + gandengan
ber + pikiran

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 65

ber + aturan
ber + balasan
ber + singgungan
ber + tatapan
ber + anggapan
ber + alasan
ber + musuhan

Makna yang dikandung oleh verba dengan afiks ini sangat


bergantung kepada bentuk dasar yang dipakai. Bila bentuk dasarnya
berupa verba intransitif, makna verba yang dibentuk dengan
konfiks ber-+-an adalah ‘melakukan kegiatan seperti kata dasar’,
’mengalami peristiwa seperti kata dasar’, ’menyatakan pelaku atau
pengalam yang lebih dari satu’, serta ’perbuatan atau proses yang
berkali-kali’.
Contoh:
berpetualangan ‘melakukan pekerjaan berpetualang’
bepergian ‘melakukan pekerjaan pergi’
berjatuhan ‘mengalami peristiwa jatuh’
berdatangan ‘menyatakan pelaku dan pengalam yang lebih
dari satu’
berserakan ‘menyatakan proses yang berkali-kali?

Bila bentuk dasarnya berupa verba transitif, makna yang


dikandungnya adalah resiprokal, yakni perbuatan yang dilakukan
atau peristiwa yang terjadi secara berbalasan.
Contoh:
berangkulan ‘saling merangkul’
bertatapan ‘saling menatap’

Azwardi 2018
66 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

bersahutan ‘saling menyahut’


berpegangan ‘saling berpegang’
bersentuhan ‘saling bersentuh’

Bila bentuk dasarnya berupa adjektiva, umumnya maknanya


menyatakan ‘berelasi <dasar> satu sama lain’.
Contoh:
berjauhan
bermesraan
berdekatan

Bila bentuk dasarnya berupa nomina, baik nomina dasar


maupun nomina yang dibentuk dari sufiks -an, makna utamanya
adalah posesif.
Contoh:
beralasan
berhalangan
berakhiran
berbatasan
berlimbuhan
berlawalan
berpakaian
bertulisan
bergantungan
berjaringan
bertantangan

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 67

8) Pembentukan Verba Intransitif dengan ter-


Verba intransitif yang berawalan ter- yang tidak berhubungan
dengan verba transitif jumlahnya sangat terbatas. Verba intransitif
ini diturunkan dari verba asal.
Contoh:
duduk  terduduk
benam  terbenam
baring  terbaring
jatuh  terjatuh
tidur  tertidur

Meskipun demikian, dalam pembentukan ini tidak semua verba asal


dapat dipakai.
Contoh:
hilang  *terhilang
tiba  *tertiba
datang  *terdatang
sampai  *tersampai

Makna verba intransitif ter- umumnya adalah ‘menjadi dalam keadaan


<dasar>’ dan ada unsur makna yang menyatakan bahwa ’perbuatan
atau peristiwa tersebut terjadi bukan karena kemauan si pelaku’.
Contoh:
terduduk
terbangun
teringat
tertegun
terpesona
terpedaya

Azwardi 2018
68 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

9) Pembentukan Verba Intransitif dengan ke-an


Dilihat dari segi wajib tidaknya nomina hadir dan berapa unsur
yang harus atau boleh hadir, verba yang dibentuk dengan konfiks
ke-an dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni yang bernomina
satu, yang bernomina dua dan wajib, dan yang bernomina dua,
tetapi nomina kedua sifatnya opsional. Dasar yang dipakai dapat
berupa verba, adjektiva, atau nomina.
Contoh:
ketiduran : Kami ketiduran.
kelaparan : Mereka kelaparan.
kebingungan : Anak itu kebingungan.
kepagian : Dia datang kepagian.
kepanasan : Semalaman anaknya kepanasan.
ketinggalan : Beliau ketinggalan pesawat.
kehujanan : Kami sering kehujanan di jalan.
kehabisan : Dia itu kehabisan akal.
ketumpahan : Pakaiannya ketumpahan kopi.
kemasukan : Sepulang dari pantai, dia kemasukan setan.
Kebanjiran : Akhir-akhir ini kita kebanjiran (barang impor).

Makna umum dari bentukan ini adalah malafektif atau adversatif,


yakni keadaan yang menyatakan segi-segi negatif, segi-segi yang
tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan. Seseorang yang
kejatuhan kelapa, seorang anak yang kesakitan, atau suatu daerah
yang kebanjiran mengalami keadaan yang tidak menguntungkan.
Perilaku semantik verba ke-an, khususnya dalam kaitannya dengan
nomina yang mendampinginya, agak berbeda dengan verba transitif
atau yang intransitif pada umumnya. Perhatikan kalimat berikut!
Petani itu kejatuhan durian.

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 69

Pada kalimat tersebut, petani itu bukan pelaku, melainkan penderita


suatu peristiwa. Kelapa, yang berdiri di belakang verba kejatuhan,
justru merupakan benda yang jatuh. Perhatikan juga kalimat berikut!

Tetangga kami kecurian sepeda motor malam kemarin.

Subjek tetangga kami merupakan penderita, sedangkan


pelengkap sepeda motor merupakan benda yang dicuri oleh
seseorang. Dengan demikian, sebenarnya konstruksi tetangga
kami kecurian sepeda motor malam kemarin mempunyai cakupan
semantik ‘seseorang mencuri sepeda, dan sebagai akibatnya orang
lain mengalami kerugian’. Karena makna seperti inilah verba ke-
an sering dihubungkan dengan verba pasif. Akan tetapi, perlu
ditegaskan bahwa verba ke-an juga mengandung makna malafektif,
sedangkan verba pasif dengan prefiks di- tidak demikian. Perhatikan
perbedaannya dalam kalimat di bawah ini.

Sepedanya ditinggalkan di pasar.


Sepedanya ketinggalan di pasar.

Kalimat pertama si pemilik sepeda dengan sengaja meninggalkan


sepedanya di pasar dan karenanya dia tidak merasakan adanya aspek
negatif. Sebaliknya, pada kalimat kedua sepedanya tidak sengaja
ditinggalkan.

1.2 Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfologis atau proses morfemis yang
mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian,
maupun dengan perubahan bunyi. Oleh karena itu, dikenal adanya

Azwardi 2018
70 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

reduplikasi penuh, reduplikasi sebagian, dan reduplikasi dengan


perubahan bunyi. Kata yang terbentuk dari proses ini disebut kata
ulang. Akibat reduplikasi terjadi perubahan, baik perubahan bentuk
maupun perubahan makna suatu bentuk dasar.
Secara konkret, berdasarkan beberapa pendapat ahli bahasa,
bentuk kata ulang dapat dibedakan atas lima macam, yaitu (1) kata
ulang murni, (2) kata ulang berimbuhan, (3) kata ulang berubah
bunyi, (4) kata ulang dwipurwa, dan (5) kata ulang semu.

(1) Kata ulang murni adalah kata ulang yang dihasilkan oleh
perulangan unsurnya secara penuh.
Contoh:
baca-baca malam-malam
meja-meja pagi-pagi
dua-dua lama-lama
hitam-hitam makanan-makanan
dia-dia tulisan-tulisan

(2) Kata ulang berimbuhan adalah semua kata ulang yang salah satu
atau seluruh unsurnya berimbuhan.
Contoh:
membaca-baca bersama-sama
menyebut-nyebut tersenyum-senyum
penulis-penulis secepat-cepatnya
pejabat-pejabat disebut-sebut
bermain-main kedua-duanya
bersenang-senang berlari-lari
terkekeh-kekeh berkejar-kejaran
membaca-baca menyebut-nyebut

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 71

(3) Kata ulang berubah bunyi adalah kata ulang yang mengalami
perubahan bunyi, baik unsur pertama maupun unsur kedua.
Umumnya dalam bahasa Indonesia ditemukan kata ulang jenis
yang kedua.
Contoh:
bolak-balik muda-mudi
kedap-kedip ramah-tamah
sayur-mayur serba-serbi
lalu-lalang serta-merta
lauk-pauk gerak-gerik
hingar-bingar hilir-mudik

(4) Kata ulang semu adalah kata ulang yang hanya ditemukan dalam
bentuk ulang seperti itu. Bila tidak diulang, komponennya itu
tidak mempunyai makna atau mempunyai makna lain yang tidak
ada hubungannya dengan kata ulang tersebut. Dengan perkataan
lain, kata ulang semu adalah kata ulang yang tidak jelas.
Contoh:
agar-agar kura-kura
ari-ari laki-laki
hati-hati biri-biri
kunang-kunang paru-paru
kupu-kupu tiba-tiba
kuda-kuda langit-langit
jali-jali tiba-tiba
jala-jala kira-kira
mata-mata laba-laba
labi-labi berang-berang

Azwardi 2018
72 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Catatan:
Secara linguistik sebenarnya bentuk-bentuk seperti itu bukan kata
ulang karena tidak ada unsur yang diulang. Bentuk-bentuk tersebut
sebenarnya merupakan satu morfem atau merupakan bentuk
sederhana (yang tidak dapat dipecahkan atas bagian-bagian yang
lebih kecil). Buktinya, jika dipecahkan atas bagian-bagian yang lebih
kecil, masing-masing bagian itu tidak memiliki arti secara leksikal
atau tidak memiliki makna secara gramatikal. Jadi, masing-masing
bagian itu bukan morfem.

(5) Kata ulang dwipurwa adalah kata ulang yang pengulangannya


hanya terjadi pada suku kata awal dan disertai dengan
penggantian vokal suku pertama dengan e pepet.
Contoh:
dedaunan
kekayuan
pepohonan
rerumputan
bebijian
tetamu
tetanaman
lelaki
tetangga
tetua
leluhur

Perlu ditambahkan bahwa proses terjadinya kata ulang


berimbuhan adalah sebagai berikut:
(1) terjadi bersamaan dengan afiksasi

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 73

Contoh:
bermeter-meter
berton-ton
berjuta-juta
berkubik-kubik

(2) reduplikasi terjadi lebih dahulu


Contoh:
berlari-lari
mengingat-ingat
bersama-sama
membaca-baca

(3) afiksasi terjadi lebih dahulu


Contoh:
menjerit-jerit
memukul-mukul
memuji-muji
terkagum-kagum

Sebagaimana telah disebutkan di atas, akibat reduplikasi,


selain mengalami perubahan bentuk, juga terjadi perubahan
makna. Bermacam-macam makna yang terkandung dalam kata
ulang. Makna-makna tersebut hanya tepat jika dilihat dalam
pemakaiannya dalam konteks kalimat atau wacana. Perhatikan
macam-macan makna yang terkandung dalam kata ulang dalam
konteks kalimat di bawah ini!

(1) menyatakan makna ‘banyak, semua, seluruh’

Azwardi 2018
74 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Contoh:
1) Buku-buku itu diberikan oleh Bina Karya Akademika.
2) Ibu-ibu yang memiliki balita diminta datang ke posyandu.

(2) menyatakan makna ‘banyak, bermacam-macam’


Contoh:
1) Buah-buahan ini dipasok dari Takengon, Aceh Tengah.
2) Saat air laut surut beberapa ratus meter terlihat ikan-ikan
bergelepar di pantai, dan orang-orang memungut ikan tersebut.

(3) menyatakan makna ‘banyak dengan ukuran satuan yang disebut


kata dasarnya’
Contoh:
1) Berton-ton ikan nelayan Aceh dikirim ke Medan.
2) Berkilo-kilo ganja kering yang sudah dipres ditemukan dalam
bagasi bus antarprovinsi itu.

(4) menyatakan makna ‘banyak seperti yang disebut kata dasarnya’;


dilakukan terhadap kata sifat
Contoh:
1) Rumah yang dibangun oleh BRR NAD-Nias untuk para korban
tsunami kecil-kecil dan sempit.
2) Mahasiswa Unsyiah rajin-rajin.

(5) menyatakan makna ‘agak; sedikit bersifat’


Contoh:
1) Beberapa waktu yang lalu air laut di beberapa perairan
Aceh terlihat kemerah-merahan, dan tidak ada pihak dapat
menjelaskan secara ilmiah tentang keadaan langka tersebut.
2) Banyak orang dewasa yang sikapnya masih kekanak-kanakan.

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 75

(6) menyatakan makna ‘menyerupai’


Contoh:
1) Saat padi mulai menguning para petani membuat orang-
orangan untuk ditempatkan di sawah guna menakut-nakuti
burung pipit.
2) Dalam kajian fonetik ada salah satu alat ucap yang diberi
nama velum atau langit-langit lunak.

(7) menyatakan makna ‘benar-benar, sungguh-sungguh’


Contoh:
1) Baca dan pahami baik-baik setiap instruksi dan petunjuk
mengerjaan soal yang diberikan agar tidak salah dalam
menjawabnya!
2) Buang jauh-jauh sifat malas itu agar kamu menjadi pintar!

(8) menyatakan makna ‘meskipun, walaupun’


Contoh:
1) Lemot-lemot begitu istrinya empat.
2) Sakit-sakit beliau tetap bekerja.

(9) menyatakan makna ‘berulang-ulang, sering’


Contoh:
1) Untuk memelihara iman agar tetap kuat, kita harus terus-
menerus berzikir, menyebut-nyebut nama Allah.
2) Sejak musibah yang telah merenggut anak dan suaminya itu,
dalam kesepiannya perempuan itu memanggil-manggil anak
dan suaminya.

Azwardi 2018
76 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(10) menyatakan makna ‘saling; resiprokal’


Contoh:
1) Meskipun gencatan senjata telah disepakati, tembak-
menembak antara kedua belah pihak sulit dihindari.
2) Sihat-menasihati antarsesama manusia merupakan sikap
terpuji dan sangat dianjurkan dalam Islam.

(11) menyatakan makna ‘santai’


Contoh:
1) Pada hari Minggu, mulai pagi sampai dengan petang
beliau tidak pergi ke mana-mana, hanya tidur-tiduran di
balebale dekat rumahnya sambil bercengkrama dengan
buah hatinya.
2) Sambil bernyanyi-nyayi kecil dia terus menghibur hatinya yang
sedang galau.

(12) menyatakan makna ‘kesamaan waktu’


Contoh:
1) Datang-datang marah, bukannya bertanya terlebih dahulu
bagaimana duduk persoalannya.
2) Bangun-bangun makan, bukannya cici muka dan sikat
gigi dulu sana.

(13) menyatakan makna ‘paling’


Contoh:
1) Manusia merupakan sebaik-baik ciptaan Allah di muka
bumi ini.
2) Seburuk-buruk suara adalah suara keledai karena ia hanya
bersuara ketika lapar dan ingin kawin.

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 77

(14) menyatakan makna ‘sepanjang’


Contoh:
1) Semalam-malaman dia tidak bisa tidur karena terus
terbayang eksekusi mati yang akan dijalaninya besok.
2) Sehari-harian dia bersama keluarganya bersantai di rumah.

(15) menyatakan makna ‘ciri atau sifat’


Contoh:
1) Perawakannya tinggi-tinggi besar, sering lewat di jalan ini.
2) Anaknya putih-putih, rambut keriting.
3) Ada yang datang bertamu tadi, ibu-ibu.
4) Saya kenal dia, pintar-pintar orangnya.

1.3 Komposisi
Komposisi proses penggabungan bentuk dasar untuk menghasilkan
konstruksi atau bentuk lain yang memiliki identitas leksikal yang
berbeda. Kata yang terbentuk dari proses ini disebut kata majemuk.
Contoh:
kipas angin ruang baca jual beli buah hati
jam tangan papan tulis sepak terjang panjang tangan
rumah makan kolam renang lomba lari gelap mata
warung kopi pesawat tempur minat baca kambing hitam
papan atas sepak bola serah terima kelinci percobaan
perpustakaan induk bulu tangkis lepas sambut kaki tangan
meja makan kota juang tarik ulur banting tulang

Kata majemuk adalah satuan gramatik yang terdiri atas dua


kata atau lebih yang meghasilkan makna baru. Penggabungan kata
tersebut membentuk satu kesatuan makna. Di pihak lain, ada juga

Azwardi 2018
78 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih yang disebut
frasa. Untuk itu, perlu dibedakan pengertian kata majemuk dan frasa.
Perhatikan contoh berikut!

rumah makan banyak makan


sabun mandi malas mandi
anjing pelacak anjing galak
kutu buku buku baru
sepeda motor sepeda tua

Karena eratnya hubungan antarkata, bentuk rumah makan dan


sabun mandi tidak dapat disisipi unsur lain di antaranya sehingga
dalam konteks pemakaian bahasa tidak ditemukan bentuk rumah
yang makan atau sabun yang mandi. Akan tetapi, di samping banyak
makan terdapat banyak sekali makan, selain malas mandi ada malas
sekali mandi. Agar lebih jelas tentang hal ini, perhatikan contoh
kalimat berikut!

Di Darussalam banyak terdapat rumah makan.


*Di Darussalam banyak terdapat rumah sekali makan.
Orang gemuk biasanya banyak makan.
Orang gemuk biasanya banyak sekali makan.
Dia lupa membeli sabun mandi.
*Dia lupa membeli sabun yang mandi.
Anak itu malas mandi.
Anak itu malas sekali mandi.

Kata majemuk pada dasarnya merupakan gabungan bentuk


dasar yang merupakan hasil proses morfologis. Dari segi tatarannya

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 79

sudah berbeda sehingga ada perbedaan antara kata majemuk dan


frasa. Perbedaan frasa dan kata majemuk dapat terlihat dari ciri
strukturnya. Perhatikan konstruksi kamar mandi dengan adik
mandi, dan kamar tidur dengan adik tidur! Bentuk-bentuk tersebut
terdiri atas unsur yang berkategori nomina dan verba. Apabila suatu
frasa berkonstruksi nomina dan verba, frasa itu mempunyai dua
kemungkinan fungsi, yaitu fungsi predikatif dan fungsi atributif. Ciri
bahwa suatu konstruksi frasa mempunyai fungsi predikatif adalah di
antara unsur-unsurnya dapat disisipi bentuk-bentuk yang menyatakan
aspektualitas, misalnya akan, telah, sudah, hendak, ingin, selalu,
dan sedang. Konstruksi frasa akan mempunyai atributif bila dapat
disisipi bentuk yang atau tidak.
Contoh:
kamar sedang mandi
kamar sedang tidur
adik sedang mandi
adik sedang tidur
kamar yang mandi
kamar yang tidur
adik yang mandi

Berdasarkan contoh di atas, ternyata konstruksi yang dapat


disisipi ciri predikatif dan atributif hanya adik mandi dan adik tidur.
Oleh karena itu, konstruksi adik mandi dan adik tidur bukan kata
majemuk, melainkan frasa, sedangkan konstruksi kamar mandi
dan kamar tidur merupakan kata majemuk. Bagaimana dengan
konstruksi-konstruksi seperti kaki tangan, meja kursi, mata air,
dan mata orang, apakah bentuk ini dapat digolongkan ke dalam
kata majemuk? Konstruksi frasa yang unsurnya berkelas kata benda

Azwardi 2018
80 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

biasanya mempunyai fungsi posesif atau koordinatif. Ciri bahwa


suatu konstruksi frasa mempunyai fungsi posesif adalah jika
di antara unsurnya disisipi bentuk -nya atau milik, sedangkan ciri
bahwa suatu konstruksi mempunyai fungsi koordinatif adalah jika
di antara unsurnya dapat disisipi bentuk dan.
Contoh:
kaki dan tangan
meja dan kursi
matanya air
matanya orang
mata milik air
mata milik orang

1.3.1 Ciri-Ciri Kata Majemuk


Berdasarkan contoh di atas, ternyata yang dapat disisipi ciri
koordinatif atau posesif adalah meja kursi, mata orang, dan kaki
tangan. Bentuk kaki tangan dapat disisipi apabila artinya adalah
kaki tangan berupa organ tubuh manusia. Akan tetapi, jika artinya
adalah orang yang dapat dipercaya, tentu saja tidak dapat disisipi
oleh apa pun. Jadi, konstruksi yang tidak dapat disisipi apa pun
secara struktural disebut kata majemuk. Secara konstruktif kita dapat
membedakan kata majemuk dan frasa. Dalam bahasa Indonesia
terdapat tiga ciri kata majemuk, yaitu (1) ketaktersisipan, (2)
keterbatasan, dan (3) ketakterbalikan.

1.3.1.1 Ketaktersisipan
Ciri-ciri kata majemuk dapat dilihat dari sifat konstruksi dan sifat
unsurnya. Jika dilihat dari sifat konstruksinya, kata majemuk
termasuk konstruksi yang erat. Karena keeratan itulah, unsur-

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 81

unsur kata majemuk tidak dapat disisipi oleh bentuk atau unsur
lain. Unsur-unsur kata majemuk tidak dapat disisipi oleh yang,
-nya, dan milik.
Berkaitan dengan ketaktersisipan unsur-unsur kata majemuk
ini, bagaimana dengan rumah makan yang menjadi rumah untuk
makan dan ruang tunggu yang menjadi ruang untuk tungu. Seperti
telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa kedua bentuk ini
dapat digolongkan ke dalam kata majemuk. Pertimbangannya
adalah tidak semua rumah yang digunakan untuk makan itu
disebut rumah makan sehingga rumah untuk makan dengan rumah
makan bukanlah bentuk yang sama. Demikian pula dengan bentuk
ruang tunggu. Tidak semua ruang yang digunkan untuk menunggu
itu disebut ruang tunggu. Lagi pula bentuk tunggu dalam ruang
untuk tunggu bukan bentuk yang baku. Bentuk bakunya adalah
ruang untuk menunggu. Apakah bentuk ruang menunggu berterima
dalam bahasa Indonesia?

1.3.1.2 Ketakterluasan
Di samping ketaktersisipan, kepekatan unsur-unsur dalam kata
majemuk dapat dilihat dari perlakuan terhadap unsur-unsurnya yang
dianggap sebagai satu kesatuan bentuk. Hal ini dapat dibuktikan
apabila kata majemuk yang mendapat afiks akan diperlakukan
sebagai bentuk dasar. Masing-masing unsur kata majemuk tidak
dapat diberi afiks. Afiks harus melekat pada bentuk kata majemuk
seluruhnya. Perhatikan contoh berikut!

Azwardi 2018
82 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Contoh: kereta api + per-an perkeretaapian


luluh lantak + meN-kan meluluhlantakkan
tanggung jawab + per-an pertanggungjawaban
daya guna + meN-kan mendayagunakan
tenaga kerja + ke-an ketenagakerjaan
kambing hitam + meN-kan mengambinghitamkan

Berdasarkan contoh tersebut, terlihat jelas bahwa jika


diimbuhkan pada bentuk dasar yang berupa kata majemuk, afiks
melekat pada keseluruhan kata majemuk. Dengan demikian, tidak
akan ada bentuk-bentuk seperti perkeretaan api, meluluhkan lantak,
penanggungan jawab, mendayakan guna, ketenagaan kerja, dan
mengkambingkan hitam.

1.3.1.3 Ketakterbalikan
Konstruksi bentuk majemuk selalu tetap. Letak unsur-unsur yang
membentuk kata majemuk tidak dapat dipertukarkan. Jika
konstruksi kata majemuk itu KB+KK tidak akan dapat dipertukarkan
menjadi KK+KB, misalnya meja tulis, kamar tidur, dan rumah
makan. Bentuk-bentuk tersebut tidak dapat diubah menjadi tulis
meja, tidur kamar, dan makan rumah. Begitu pula untuk konstruksi
yang lain, seperti jam tangan tidak dapat diubah menjadi tangan
jam. Ketakterbalikan ini mutlak dalam setiap bentuk majemuk.
Bagaimana dengan bentuk-bentuk seperti pisang goreng,
tempe goreng, dan tahu goreng? Bentuk-bentuk ini dapat dibolak-
balik. Bentuk tersebut dapat menjadi goreng pisang, goreng tempe,
dan goreng tahu. Berdasarkan ciri-ciri kata majemuk di atas,
bentuk-bentuk tersebut dapat digolongkan ke dalam kata majemuk.
Meskipun demikian, tidak dapat diingkari bahwa bentuk tersebut
merupakan salah satu dialek geografis bahasa Indonesia. Apakah

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 83

bentuk pisang goreng sama dengan pisang yang digoreng? Pisang


yang digoreng bisa saja berbentuk keripik pisang misalnya. Dengan
demikian, kedua bentuk pisang goreng adalah kata majemuk. Begitu
pula halnya tempe goreng dan tahu goreng. Hal ini pun tentu berlaku
bagi brigade mobil dengan mobil brigade dan deviasi standar dengan
standar deviasi.
Berdasarkan sifat unsurnya, bentuk majemuk dalam bahasa
Indonesia lebih banyak yang terdiri atas bentuk-bentuk yang tidak
berafiks. Bentuk tersebut, misalnya, kamar kerja, terima kasih, senam
pagi, jual beli, bola lampu, kolam renang, dan lomba lari. Contoh
bentuk majemuk yang berafiks, misalnya, melepas lelah, tertangkap
basah, bertekuk lutut, memeras keringat, dan menepuk dada.

1.3.2 Kata Majemuk, Frasa, dan Idiom


Bentuk kata majemuk, frasa, dan idiom ini hampir sama. Ketiganya
sama-sama terdiri atas kelompok kata. Artinya, unsur-unsur
pembentuknya lebih dari satu kata. Yang menjadi permasalahan
adalah adakah perbedaan atau kesamaan dari ketiga bentuk tersebut?
Berdasarkan uraian terdahulu, pengertian kata majemuk adalah
unit gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk
makna baru. Bentuk gabungannya itu mempunyai ciri tidak dapat
disisipi bentuk lain di antara unsur-unsur pembentuknya, tidak dapat
dipertukarkan letak unsur-unsur pembentuknya, dan jika dibri afiks
harus untuk semua unsur pembentuknya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tercantum
bahwa frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat
nonpredikatif. Terkait dengan hal ini, Ramlan (1997) mengemukakan
bahwa frasa adalah kelompok kata yang tidak melebihi satu batas
fungsi. Persamaan dari kedua definisi itu terletak pada unsur

Azwardi 2018
84 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

pembentuknya yang berupa gabungan kata. Di pihak lain, definisi


idiom berdasarkanK BBI adalah (1) bentuk bahasa; merupakan
gabungan kata yang makna katanya tidak dapat dijabarkan dari
makna unsur gabungan dan (2) kebiasaan khusus dalam satu bahasa.
Berdasarkan definisi kata majemuk, frasa, dan idiom, jelaslah
bahwa ketiganya merupakan bentuk yang berbeda di samping ada
kesamaannya. Persamaanya terletak pada unsur pembentuknya yang
lebih dari satu, paling tidak terdiri atas dua morfem atau dua kata.
Perbedaannya terletak pada segi tatarannya. Kata majemuk terdapat
pada tataran morfologi, frasa terdapat pada tataran sintaksis, dan
idiom terdapat pada tataran semantik. Tinjauan untuk kata majemuk
dan frasa biasanya ditentukan berdasarkan hubungan struktur
unsur-unsur pembentuknya. Jika hubungannya renggang, gabungan
tersebut disebut frasa. Bagaimana dengan idiom? Tinjauan untuk
idiom biasanya berdasarkan makna. Jika gabungan unsur-unsurnya
itu membentuk arti baru, disebut idiom. Jika ditinjau dari segi
makna, bisa jadi kata majemuk termasuk idiom. Dalam pembahasan
ini kata majemuk tidak ditinjau dari segi makna. Karena tatarannya
berbeda, kata majemuk dan idiom juga berbeda. Untuk mengetahui
perbedaan tersebut secara jelas, perhatikan contoh perbandingannya
dalam matrik berikut!

Kata Mejemuk Idiom Frasa


panjang tangan panjang tangan tangan panjang
mata keranjang mata keranjang mata hitam
hidung belang hidung belang hidung mancung
kota juang - kota besar
pesawat tempur - pesawat Rusia
rumah makan - rumah besar

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 85

Berdasarkan contoh di atas, kelompok kata majemuk termasuk


dalam kategori idiom jika gabungan itu membentuk arti baru.
Sebaliknya, jika gabungan tersebut tidak membentuk arti baru,
tetapi sudah menjadi satu kesatuan makna, hal itu digolongkan
ke dalam kategori kata majemuk. Contoh-contoh pada kelompok
frasa mempunyai ciri dapat disisipi kata yang atau milik misalnya.
Dengan demikian, perbedaan frasa, kata majemuk, dan idiom tidak
perlu diperdebatkan lagi. Dapat ditambahkan juga bahwa, selain ciri
yang telah disebutkan di atas, ada ciri lain yang dapat dilihat untuk
mengidentifikasi kata majemuk. Ciri tersebut dapat diformulasikan
sebagai berikut:
(1) A+B=AB
(2) A+B=C
(3) 1/2=PK

A+B=AB berarti terdapat hubungan antarunsur-unsur


pembentuknya. A+B=C berarti tidak ada hubungan antarunsur-
unsur pembentuknya. Kata majemuk jenis ini lazim disebut idiom.
Kemudian, 1/2=PK berarti salah satu atau seluruh unsurnya berupa
pokok kata. Agar lebih jelas, perhatikan matriks berikut!

A+B=AB A+B=C 1/2=PK


kipas angin angin surga pesawat tempur
sate kambing kambing hitan kota juang
jam tangan buah tangan sepak bola
sapu tangan tangan besi kolam renang
mata air mata-mata jual beli
mata kaki kaki tangan sepak terjang
sakit kepala besar kepala serah terima
rumah sakit kepala tiga temu wicara

Azwardi 2018
86 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

2. Ringkasan
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada suatu bentuk dasar.
Kata yang terbentuk dari proses ini disebut kata berimbuhan.
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat yang
diimbuhkan pada suatu bentuk dasar dalam proses pembentukan
kata. Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar, afiks
dibedakan atas prefiks, infiks, sufiks, konfiks, dan simulfiks. Prefiks
adalah bentuk terikat yang diimbuhkan di awal bentuk dasar. Prefiks
yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah meN-, peN-, per-,
ber-, ter-, di-, ke-, dan prefiks meN- memiliki alomorf me-, mem-
, men-, meng-, meny-, dan menge-. Prefiks meN- berubah menjadi
me- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /m/,
/n/, /l/, /r/, /ng/, /ny/, /w/, dan /y/. Prefiks meN- berubah menjadi
mem- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /b/,
/f/, Prefiks meN- berubah menjadi men- jika diimbuhkan pada bentuk
dasar yang berfonem awal /t/, /d/, /c/, dan /j/. Prefiks meN- berubah
menjadi meng- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem
awal /a/, /e/, /i/, /o/, /u/, /g/, /h/, dan /k/. Prefiks meN- berubah
menjadi meny- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem
awal /s/. Prefiks meN- berubah menjadi menge- jika diimbuhkan
pada bentuk dasar yang bersuku satu. Prefiks peN- memiliki alomorf
(kaidah morfofonemik) yang sama dengan prefiks meN-. Bentuk
dasar yang berfonem awal /k/, /p/, /t/, dan /s/ luluh jika diimbuhkan
prefiks meN- dan peN-. Prefiks per- memiliki alomorf pe- dan pel-
. Prefiks per- berubah menjadi pe- jika diimbuhkan pada bentuk
dasar yang berfonem awal /r/. Prefiks per- berubah menjadi pel- jika
diimbuhkan pada bentuk dasar ajar. Prefiks ber- memiliki alomorf
be- dan bel-. Prefiks ber- berubah menjadi be- jika diimbuhkan pada
bentuk dasar yang berfonem awal /r/ dan yang suku pertamanya

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 87

ditutup dengan bunyi [er]. Prefiks ber- berubah menjadi bel- jika
diimbuhkan pada bentuk dasar ajar. Prefiks ter- memiliki alomorf
te-. Prefiks ter- berubah menjadi te- jika diimbuhkan pada bentuk
dasar yang berfonem awal /r/ dan (kadang-kadang) yang suku
pertamanya ditutup dengan bunyi [er]. Prefiks di-, ke-, se- tidak
mempunyai alomorf sebagaimana prefiks-prefiks yang lain. Infiks
adalah bentuk terikat yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Infiks
yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah -el-, -er-, -em-, dan
-in. Sufiks adalah bentuk terikat yang diimbuhkan di akhir bentuk
dasar. Sufiks yang ada dalam bahasa Indonesia adalah -an, -kan,
dan -i. Sufiks -an, -kan, dan -i tidak mengalami perubahan jika
diimbuhkan pada bentuk dasar apa pun. Akan tetapi, bentuk dasar
yang berfonem akhir /i/ tidak dapat diimbuhkan sufiks -i. Konfiks
adalah bentuk terikat yang diimbuhkan di awal dan di akhir bentuk
dasar yang tidak dapat dipisahkan. Simulfiks adalah bentuk terikat
yang diimbuhkan di awal dan di akhir bentuk dasar yang masih
dapat dipisahkan. Konfiks dan atau simulfiks desebut juga gabungan
atau afiks gabungan. Afiks gabungan yang terdapat dalam bahasa
Indonesia adalah ber-an, peN-an, per-an, ke-an, ber-kan, per-kan,
meN-kan, ter-kan, per-i, meN-i, ter-i, di-kan, di-i, diper, diper-kan,
diper-i, memper-, memper-kan, dan memper-i.
Pengulangan atau reduplikasi merupakan alat morfologi
yang produktif di dalam pembentukan kata bahasa Indonesia.
Pengulangan ini dapat dilakukan terhadap kata dasar, kata
berimbuhan, dan gabungan kata. Kata yang terbentuk sebagai hasil
dari proses pengulangan disebut kata ulang. Ada empat macam kata
ulang dilihat dari hasil pengulangan. Kata ulang dimaksud adalah
(1) kata ulang utuh atau murni, (2) kata ulang berubah bunyi, (3)
kata ulang sebagian, dan (4) kata ulang berimbuhan. Kata ulang

Azwardi 2018
88 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

tersebut mengandung bermacam-macam makna, yaitu banyak dan


bermacam-macam, banyak dengan ukuran satuan yang disebut kata
dasarnya, banyak yang disebut kata dasarnya, agak atau sedikit
bersifat, menyerupai atau seperti, sungguh-sungguh atau benar-benar
seperti yang disebut kata dasarnya, pertentangan, berulang kali,
berbalasan, dilakukan tanpa tujuan, tentang atau masalah, bersamaan
waktu, paling, dikerjakan asal saja, sepanjang atau seluruh, pernah
atau tidak lagi, terdiri atas, intensitas, penegasan, dan ciri atau sifat.
Komposisi adalah proses penggabungan morfem dasar dengan
morfem dasar, baik morfem bebas maupun morfem terikat sehingga
terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang
berbeda. Kata yang terbentuk dari proses ini disebut kata majemuk.
Kata majemuk adalah perpaduan atau gabungan dua bentuk dasar atau
lebih yang membentuk kata dengan ciri ketaktersisipan, ketakterluasan,
dan ketakterbalikan. Selain itu, ada ciri lain yang dapat dilihat untuk
mengidentifikasi kata majemuk, yaitu A+B=AB, A+B=C, dan1/2 = PK.

3. Latihan
(1) Sebutkan makna dan fungsi afiks yang terdapat dalam bahasa
Indonesia!
(2) Carilah verba transitif yang dibentuk dengan afiks meN- dan
meN-kan!
(3) Tentukan bentuk kompleks di bawah ini yang merupakan afiks
gabungan yang disebut konfiks dan afiks gabungan yang disebut
simulfiks!
berangkulan kesatuan pemandian perkenalan
berduaan ketidaksukaan pengimbuhan pergerakan
berjatuhan kejadian pedesaan persekongkolan
berjualan keberhasilan penyerahan perselisihan

2018 Azwardi
Pembentukan Kata 89

berseberangan ketenteraman penerimaan persahabatan


bertaburan keturunan pengeboran persatuan

(4) Tentukan makna kata ulang berikut dalam konteks kalimat!


bakar-membakar menembak-nembak
berton-ton muda-muda
biji-bijian orang-orang
datang-datang sakit-sakit
kasak-kusuk senjata-senjataan
kemerah-merahan sepandai-pandai
lurus-lurus tidur-tiduran

(5) Tentukan bentuk dasar di bawah ini yang merupakan gabungan


kata yang disebut kata majemuk, idiom, dan frasa, dan jelaskan
dengan contoh, bagaimana perbedaan kedua bentuk tersebut!
rumah besar pasar gelap
istri penyayang perpustakaan induk
kaki meja sakit kepala
kota juang sarapan pagi
lelaki hidung belang suami galak
lomba lari tali pinggang
meja makan warung kopi
buah bibir bibir atas
makanan ringan makan hati

Azwardi 2018
90 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

2018 Azwardi
Pilihan Kata 91

BAB V
PILIHAN KATA

1. Uraian Materi
1.1 Pengertian Diksi
Keraf (1980:116) mengemukakan bahwa persoalan diksi merupakan
masalah yang sungguh esensial untuk mendeskripsikan dengan jelas
wujud dan perincian materi suatu uraian serta menentukan maksud
dari detail-detail materi yang disampaikan. Sehubungan dengan
itu, Mustakim (1994:42—58) mengemukakan bahwa ada beberapa
kriteria yang harus diperhatikan dalam mengungkapkan gagasan.
Kriteria tersebut adalah sebagai berikut: (1) ketepatan, yaitu berkaitan
dengan kemampuan memilih kata yang dapat mengungkapkan
gagasan secara tepat, dan gagasan itu dapat diterima secara tepat oleh
pembaca atau pendengar, (2) kecermatan, yaitu berkaitan dengan
memilih kata yang benar-benar diperlukan untuk mengungkapkan
gagasan tertentu, (3) keserasian, yaitu berkaitan dengan kemampuan
menggunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks pemakaiannya,
(4) kelaziman, yaitu berkaitan dengan hubungan antarmakna kata.
Jadi, ketepatan, kecermatan, keserasian, dan kelaziman penggunaan
kata-kata dalam sebuah kalimat sangat diutamakan dalam menulis.
Ketepatan makna kata menuntut kesadaran penulis untuk
mengetahui bagaimana hubungan bentuk kata dengan referensinya,

Azwardi 2018
92 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

apakah yang dipilih sudah cukup lengkap untuk mewakili maksud


penulis atau apakah masih diperlukan penjelasan-penjelasan
tambahan. Demikian juga dengan makna kata, penulis harus
mengikuti perkembangan makna setiap kata yang dipakai dari
waktu ke waktu karena makna kata setiap kata terus mengalami
perkembangan. Makna suatu kata tidak hanya berarti apa yang
dimiliki bentuk kata tersebut, tetapi memiliki beberapa tingkat
makna yang berbeda dari makna utama. Pilihan kata yang baik secara
langsung mempunyai pengaruh positif terhadap isi tulisan. Oleh
karena itu, tidak berlebihan jika Mustakim (1993:70) mengatakan
bahwa pemilihan kata merupakan aspek yang cukup penting dalam
penggunaan bahasa karena pemilihan kata yang tidak tepat, selain
menyebabkan tidak efektifnya bahasa yang digunakan, juga dapat
mengganggu kejelasan informasi yang disampaikan.
Diksi yang tepat akan memberikan pengertian yang tepat
pula. Jika suatu kata yang digunakan dapat mewakili suatu maksud,
penggunaan diksi tersebut dapat dikatakan baik. Berkaitan dengan
hal ini, lebih lanjut Mustakim (1993:71) memberikan penjelasan
bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan kata adalah
sebagai berikut. Ketepatan pilihan kata paling tidak melibatkan tiga
komponen, yaitu bentuk, makna, dan situasi. Ketiga komponen
ini pada dasarnya saling berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu,
komponen bentuk yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan
situasi penggunaannya agar dapat mendukung makna yang tepat.
Dengan demikian, komponen situasi cenderung menuntut kesesuaian
antara bentuk kata dan maknanya. Bentuk yang tepat tersusun sesuai
dengan kaidah pembentukan kata dan situasi pemakaiannya. Makna
yang tepat dengan mudah dapat dipahami oleh pembaca, yaitu makna
yang sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penulis.

2018 Azwardi
Pilihan Kata 93

Untuk menciptakan komunikasi yang baik, seorang


penulis harus mengetahui syarat-syarat ketepatan diksi. Hal
ini merupakan faktor penting untuk diterapkan dalam menulis.
Berkaitan dengan hal ini, Keraf (1994:88—89) mengemukakan
beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai ketepatan
diksi, yaitu sebagai berikut:
(1) membedakan secara cermat kata-kata denotasi dan konotasi;
(2) membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim;
(3) membedakan kata-kata yang mirip ejaannya;
(4) menghindar dari menciptakan kata-kata sendiri;
(5) mewaspadai penggunaan akhiran asing;
(6) menggunakan verba berpreposisi secara idiomatik;
(7) membedakan kata umum dan kata khusus; dan
(8) memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata
yang sudah dikenal.

Pemakaian dua kata yang mempunyai makna yang mirip harus


dihindari. Penulis harus menetapkan secara tepat mana kata yang
akan digunakan untuk mencapai maksud yang ingin disampaikan.
Jika yang diinginkan hanya pengertian dasar, penulis harus memilih
kata denotatif, jika yang diinginkan reaksi emosional tertentu,
penulis harus memilih kata konotatif sesuai dengan maksud yang
diinginkan. Misalnya, kata-kata yang bersinonim tidak selalu
memiliki distribusi yang saling melengkapi. Untuk itu, penulis
harus berhati-hati dalam memilih kata yang bersinonim sehingga
tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda. Tidak ada sebuah
kata yang maknanya persis sama. Nuansa makna tetap ada dalam
setiap kata yang berbeda. Oleh karena itu, penulis harus benar-benar
mempertimbangkan kata yang mana yang paling tepat digunakan.

Azwardi 2018
94 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Dalam kosakata bahasa Indonesia banyak kata yang mirip


ejaannya. Kesalahan dalam menggunakan kata yang berejaan mirip
tersebut dapat berakibat pada kesalahfahaman pemahaman. Bahasa
selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan
masyarakat pemakainya. Semakin maju suatu masyarakat semakin
berkembang pembendaharaan kosakatanya. Perkembangan bahasa
pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kosakata baru.
Penulis harus menghindari pemakaian kata ciptaannya sendiri karena
dapat menimbulkan kesenjangan pemahaman bagi pembaca.
Istilah asing sedapat mungkin dihindari dalam penulisan. Hal
ini perlu diperhatikan apabila tulisan tersebut ditujukan kepada
masyarakat umum. Jika kata-kata asing tersebut tidak dapat
dihindari, penulis harus berhati-hati menggunakannya karena kata-
kata tersebut dapat memberikan nuansa makna yang berbeda dengan
makna terjemahannya.
Ketepatan pemilihan kata akan menimbulkan gagasan yang
sama pada imajinasi pembaca sebagaimana yang dipikirkan atau
dirasakan oleh penulis. Setiap penulis harus cermat dalam memilih
kata-kata agar tercapai maksud yang ingin diungkapkan. Ketepatan
dalam memilih kata dapat menghindari kesalahpahaman penafsiran
bagi pembaca. Selain itu, pemakai bahasa harus dapat memilih kata
secara cermat sehingga dapat mendukung makna yang tepat dan
mengungkapkan informasi secara akurat.

1.2 Prinsip Pemilihan Kata


Kosakata merupakan modal utama bagi seseorang dalam
mengungkapkan pokok pikirannya. Semakin banyak kosakata
yang dikuasai semakin mudah bagi orang tersebut mengemukakan
gagasannya kepada orang lain. Akan tetapi, penguasaan kosakata

2018 Azwardi
Pilihan Kata 95

harus diiringi pula dengan penguasaan struktur bahasa yang benar,


yang gramatikal. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya lagi adalah
pengguna bahasa tersebut harus mampu memilih kosakata-kosakata
tertentu untuk digunakan dalam situasi tertentu di antara sekian
banyak pilihan kata yang dikuasai.
Terkait dengan hal ini, Djunaidi (dalam Wildan dan Ridwan
Ibrahim [Ed.] 2003) mengemukakan bahwa ada sepuluh prinsip
pemilihan kata yang harus diperhatikan dalam penulisan ilmiah.
Prinsip tersebut adalah sebagai berikut: (1) kata yang digunakan
merupakan kosakata yang baku, (2) kata yang dipilih harus dapat
mengungkapkan pengertian yang tepat, (3) kata dan pembentukannya
harus sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, (4) kata atau kelompok
kata yang digunakan harus sesuai dengan maksud yang diinginkan,
(5) kata yang digunakan merupakan kosakata yang lazim dipakai
dalam bidang tersebut, (6) kata yang digunakan bersifat netral, (7)
kata atau istilah dari bahasa asing sedapat mungkin dihindarkan, (8)
kata atau istilah dalam bidang ilmu harus digunakan, (9) pengertian
kata atau istilah dari bahasa asing harus konsisten, dan (10)
penggunaan kata dari bahasa Indonesia yang belum umum untuk
pengganti kata atau istilah asing sebaiknya menyertakan kata atau
istilah asing itu di dalam tanda kurung, dan cukup sekali saja.

1.2.1 Kata yang Digunakan Merupakan Kosakata yang Baku


Kosakata baku adalah kosakata yang telah dikodifikasikan, diterima
oleh sebagian besar masyarakat pemakai bahasa, dan digunakan
dalam situasi-situasi resmi. Untuk mengetahui baku atau tidak baku
sebuah kata, penulis dapat melihat kamus, yaitu kamus standar atau
KBBI edisi terbaru yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Azwardi 2018
96 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Baku Tidak Baku


sistem sistim
analisis analisa
hierarki hirarki
standardisasi standarisasi
hipotesis hipotesa
komoditas komoditi
jadwal jadual
legalisasi legalisir
karier karir
kualitas kwalitas
kaidah kaedah
nasihat nasehat
konkret kongkrit
salat shalat
asasi azazi
teoretis teoritis
Ramadan Ramadhan
trotoar trotoir

1.2.2 Kata yang Dipilih Harus Mengungkapkan Pengertian


yang Tepat
Kata yang dipilih untuk mengemukakan suatu pengertian harus
mampu mengungkapkan pengertian tersebut secara cermat.

(1) Kerusuhan yang ditimbulkan oleh gerakan pengacau keamanan


baru-baru ini telah menggoyang ketenteraman desa itu. (Kata
menggoyang diganti dengan mengguncang.)

2018 Azwardi
Pilihan Kata 97

(2) Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur menambah satu produk


baru dengan meluncurkan sertifikat deposito. (Kata meluncurkan
diganti dengan menerbitkan.)

1.2.3 Kata dan Pembentukannya Harus Sesuai dengan Kaidah


Bahasa Indonesia
(3) Pemerintah perlu pikirkan nasib rakyat Aceh. (Kata pikirkan
diganti dengan memikirkan.)

(4) Mari kita berdoa agar Persiraja memenangkan setiap pertandingan.


(Kata memenangkan diganti dengan memenangi.)

1.2.4 Kata atau Kelompok Kata yang Digunakan Harus Sesuai


dengan Maksud yang Diinginkan
(5) Pemerintah akan menyesuaikan kembali tarif BBM. (Kata
menyesuaikan diganti dengan menaikkan.)

(6) Pemegang saham diharapkan datang pada rapat umum


pemegang saham besok pagi. (Frasa diminta datang diganti
dengan diharapkan datang.)

1.2.5 Kata yang Digunakan Merupakan Suatu Kata yang Lazim


Dipakai dalam Bidang Tersebut
Kata yang digunakan adalah kosakata yang umum dikenal oleh
pemakai bahasa Indonesia karena kata tersebut biasa dipakai
dalam komunikasi. Jika digunakan istilah tertentu, istilah
hendaknya merupakan istilah yang standar digunakan dalam
bidang tersebut.

Azwardi 2018
98 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(7) Manusia akan meninggal bila denyut jantungnya berhenti untuk


jangka waktu tertentu. (Kata mati lebih lazim daripada meninggal.)

(8) Upah merupakan faktor yang sangat menentukan bagi


kelangsungan hidup pegawai negeri dan keluarganya. (Kata gaji
lebih lazim daripada upah.)

1.2.6 Kata yang Digunakan Bersifat Netral


(9) Iyem adalah babu di rumah kami. (Kata pembantu lebih netral
daripada babu.)

(10) Pupuk kandang dapat dibuat dari bermacam-macam tahi


binatang. (Kata kotoran lebih netral daripada tahi.)

1.2.7 Kata atau Istilah dari Bahasa Asing Sedapat Mungkin


Dihindarkan
(11) Untuk mendapatkan hasil yang optimal, semua pihak harus
memanfaatkan teknologi yang canggih. (Kata canggih dapat
menggantikan sophisticated.)

(12) Banyak kendala akan ditemukan oleh pemerintah pada saat


pemerintah menerapkan konsep otonomi daerah. (Kata kendala
dapat menggantikan constraint.)

1.2.8 Kata atau Istilah dalam Bidang Ilmu Harus Digunakan


(13) Penelitian ini hendak mendeskripsikan verba intransitif pada
bahasa-bahasa Nusantara. (Kata verba menggantikan kata kerja.)
(14) Data yang ada menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini
ditolak. (Kata hipotesis menggantikan dugaan.)

2018 Azwardi
Pilihan Kata 99

1.2.9 Pengertian Kata atau Istilah dari Bahasa Asing Harus


Konsisten
(15) Pengembangan kecerdasan buatan seperti pada robot mempunyai
tiga karakteristik utama, yaitu kemampuan bernalar, mengindrai,
dan berkomunikasi. (Misalnya, sekali menggunakan kata bernalar
untuk reasoning, kata bernalar harus secara konsisten digunakan
terus menerus dalam karya itu.)

1.2.10 Penggunaan Kata dari Bahasa Indonesia yang Belum


Umum untuk Pengganti Kata atau Istilah Asing Sebaiknya
Menyertakan Kata atau Istilah Asing itu di dalam Tanda
Kurung, dan Cukup Sekali Saja
(16) Tingkat kematian (mortality rate) merupakan salah satu
masalah kependudukan.

(17) Penelitian ini akan mencakup ranah (domain) masalah yang


cukup luas.

2. Ringkasan
Pilihan kata dalam suatu komunikasi didasarkan kepada prinsip
berikut. Kata yang digunakan adalah kosakata yang baku,
pembentukannya harus sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia,
harus sesuai dengan maksud yang diinginkan, lazim dipakai
dalam bidang tersebut, bersifat netral, kata atau istilah dari
bahasa asing sedapat mungkin dihindarkan, kata atau istilah
dalam bidang ilmu harus digunakan, pengertian kata atau istilah
dari bahasa asing harus konsisten, dan penggunaan kata dari
bahasa Indonesia yang belum umum untuk pengganti kata atau
Azwardi 2018
100 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

istilah asing sebaiknya menyertakan kata atau istilah asing itu di


dalam tanda kurung, dan cukup sekali saja.

3. Latihan
Perbaikilah kalimat-kalimat di bawah ini sesuai dengan prinsip
pemilihan kata yang benar!
(1) Ketua Tim Editor Bahasa Penerbit Bina Karya Akademika
(BKA), Azwardi, mengakui bahwa kualitas penggunaan
bahasa Indonesia draf karya ilmiah mahasiswa tahun ini
anjlok sekitar 30 persen.
(2) Bina Karya Akademika (BKA) terus jajaki kemungkinan-
kemungkinan kerja sama dengan berbagai LSM dan institusi
pemerintah di Indonesia, khususnya di Aceh.
(3) Para mahasiswa tidak dikehendaki mengikuti arus politik praktis.
(4) Peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia adalah merupakan
kewajiban kita semua.
(5) Bersama ini kami lampirkan daftar nama-nama calon penerima
beasiswa kompensasi BBM.
(6) Pemerintah perlu memperbaiki kwalitas pendidikan di tanah air.
(7) Pada tahun berapakah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan?
(8) Kroasia gagal menduduki juara dalam Piala Dunia 2018.
(9) Mari kita memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan
masyarakat!
(10) Pemerintah perlu membenahi program KB-nisasi di Indonesia.
(11) Pengumpulan data penelitian ini tidak bisa dilaksanakan
dengan angket.
(12) Pemerintah perlu pikirkan nasib para eks kombatan dan korban
konflik Aceh.
(13) Anaknya menderita penyakit kekurangan gizi.

2018 Azwardi
Pilihan Kata 101

(14) RUU Pemerintahan Aceh harus sesuai amanat Memorandum of


Understanding Helsinki 15 Agustus 2005.
(15) Pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh Ke-7 yang dipusatkan
di Taman Ratu Safiatuddin terlihat atau tidak ubahnya seperti
pasar malam.

Azwardi 2018
102 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

2018 Azwardi
Kalimat 103

BAB VI
KALIMAT

1. Uraian Materi
1.1 Pengertian Kalimat
Banyak definisi kalimat yang dikemukakan oleh para ahli
bahasa. Secara umum definisi-definisi tersebut mengacu kepada
pendeskripsian pengertian kalimat. Mari kita perhatikan beberapa
definisi yang dikemukakan oleh para ahli bahasa tersebut! Sugono
(1997:31) mengemukakan bahwa suatu pernyataan merupakan
kalimat jika di dalam penyataan sekurang-kurangnya terdapat
predikat dan subjek, baik disertai objek, pelengkap, atau keterangan
maupun tidak, bergantung kepada tipe verbal predikat kalimat
tersebut. Selain itu, Mustakim (1994:54) mendefinisikan kalimat
sebagai rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, prasaan,
atau pikiran yang relatif lengkap. Kecuali itu, lebih lebih detail
Cahyono (1995:177) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks yang mengungkapkan
pikiran yang utuh secara kebahasaan. Dalam wujud lisan kalimat
diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi
selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya
perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan huruf Latin
kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda

Azwardi 2018
104 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

titik, tanda tanya, atau tanda seru, dan disertakan pula di dalamnya
berbagai tanda baca. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat
dikatakan bahwa kalimat adalah rangkaian kata atau frasa yang
mengungkapkan gagasan secara utuh.

1.2 Unsur-Unsur Kalimat


Kalimat terdiri atas lima unsur fungsional, yaitu (1) subjek, (2)
predikat, (3) objek, (4) pelengkap, dan (5) keterangan. Kelima unsur
tersebut tidak selalu hadir secara bersama-sama dalam suatu kalimat.
Suatu kalimat dapat terdiri atas subjek dan predikat; subjek, predikat,
dan objek; subjek, predikat, dan pelengkap; subjek, predikat, dan
keterangan; subjek, predikat, objek, dan keterangan; dan subjek,
predikat, pelengkap, dan keterangan.
Dalam sebuah kalimat ada dua unsur yang selalu harus
hadir di dalamnya, yaitu subjek dan predikat. Subjek berarti
pokok pembicaraan, sedangkan predikat bermakna bagian yang
membicarakan pokok. Dalam kalimat seperti “Perempuan yang
sering bersama saya itu istri saya.”, subjeknya adalah perempuan
yang sering bersama saya itu, sedangkan predikatnya adalah istri
saya. Pada umumnya kalimat bahasa Indonesia subjek mendahului
predikat, seperti dalam contoh di atas. Akan tetapi, kalimat bahasa
Indonesia dapat pula memiliki urutan predikat mendahului subjek,
seperti terlihat pada (1a). Berikut dijelaskan secara umum berkaitan
dengan unsur kalimat tersebut.

1.2.1 Subjek
Subjek merupakan unsur pokok yang terdapat dalam suatu kalimat di
samping unsur predikat. Untuk itu, dalam bagian ini perlu dibicarakan
ciri-ciri subjek secara lebih terperinci untuk memperkaya wawasan

2018 Azwardi
Kalimat 105

kita tentang struktur kalimat bahasa Indonesia. Dengan mengenali


unsur subjek, kita dapat mengenali kalimat-kalimat yang gramatikal
(benar) dan kalimat-kalimat yang tidak gramatikal (salah). Ciri-ciri
subjek adalah sebagai berikut:
1) jawaban atas pertayaan apa atau siapa
(1) Perempuan yang sering bersama saya itu istri saya.
(1a) Istri saya perempuan yang sering bersama saya itu.

Siapa istri saya? Jawabannya adalah perempuan yang sering


bersama saya itu. Jadi, perempuan yang sering bersama saya itu
adalah subjek.

2) disertai kata itu


Umumnya subjek dalam bahasa Indonesia takrif (definite). Untuk
menyatakan takrif, biasanya digunakan kata itu (lihat contoh 1!).
Subjek yang berupa nama orang, nama diri, dan pronomina sudah
takrif. Jadi, subjek tersebut tidak perlu disertai kata itu, seperti
terlihat pada kalimat (2) berikut.

(2) Iqbal Ramadana lahir di Bandung.

3) didahului kata bahwa


Dalam kalimat pasif kata bahwa merupakan penanda bahwa unsur
yang disertainya adalah anak kalimat pengisi fungsi subjek.

(3) Bahwa masalah itu rumit sudah dibayangkan sebelumnya.

4) mempunyai keterangan pewatas yang


Kata yang menjadi subjek suatu kalimat dapat diberi keterangan
lebih lanjut dengan menggunakan pewatas yang. Keterangan ini
dinamakan keterangan pewatas.

Azwardi 2018
106 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(4) Mahasiswa yang kehilangan orang tuanya pada saat gempa


dan tsunami 26 Desember 2004 memperoleh beasiswa SPP
sampai selesai masa studinya.

5) tidak didahului preposisi


Subjek tidak didahului preposisi (kata depan), seperti dari,
dalam, di, ke, pada dan kepada. Dalam kenyataan berbahasa
sehari-hari pengguna bahasa Indonesia sering memulai
kalimat dengan menggunakan kata-kata seperti itu sehingga
mengaburkan fungsi subjek kalimat tersebut, atau lebih tegas
kalimat tersebut tidak bersubjek.

(5) Dari sikap dan bicaranya menunjukkan bahwa laki-laki itu


benar-benar seorang yang berilmu.

Kalimat (5) yang benarnya adalah sebagai berikut.

(5a) Sikap dan bicaranya menunjukkan bahwa laki-laki itu benar-


benar seorang yang berilmu.

1.2.2 Predikat
Predikat merupakan unsur pokok yang terdapat dalam suatu kalimat
di samping subjek. Untuk mengenalinya dengan baik, berikut
dibicarakan ciri-ciri predikat secara lebih terperinci.

1) jawaban atas pertayaan mengapa atau bagaimana


Dilihat dari segi makna, bagian kalimat yang memberikan
informasi atas pertanyaan mengapa atau bagaimana adalah
predikat. Dalam kalimat (6) porak-poranda merupakan jawaban

2018 Azwardi
Kalimat 107

atas pertanyaan bagaimana kota itu. Dengan demikian, predikat


kalimat (6) adalah porak-poranda.

(6) Kota itu porak-poranda.

2) kata adalah atau ialah atau merupakan


Predikat kalimat dapat berupa kata adalah atau ialah atau
merupakan. Predikat ini digunakan, terutama, jika subjek kalimat
berupa unsur yang panjang sehingga pelaku atau subjek dan
pelengkap tidak jelas, seperti terlihat pada kalimat (7) berikut.

(7) Jumlah pelamar lulusan S1 yang akan diterima sebagai calon


pegawai negeri di lingkungan Departemen Keuangan pada
tahun 2018 adalah seribu seratus orang.

3) dapat diingkarkan
Predikat dalam bahasa Indonesia mempunyai bentuk
pengingkaran yang diwujudkan dengan kata tidak. Bentuk
pengingkaran tidak ini digunakan untuk predikat yang berupa
verba atau objective. Verba yang didahului kata tidak pada
kalimat (8) berikut adalah predikat.

(8) Meskipun sibuk di luar, ia tidak melupakan tugas rumahnya.

1.2.3 Objek
Unsur kalimat ketiga adalah objek. Dalam bahasa Indonesia objek
adalah suatu kata benda (nomina atau frasa nominal). Objek
merupakan unsur kalimat yang kehadirannya bersifat wajib (tidak
dapat dihilangkan), dan dapat menjadi subjek bila kalimatnya

Azwardi 2018
108 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

dipasifkan. Objek hanya terdapat dalam kalimat yang predikatnya


berupa kata kerja transitif.

(9) Gelombang tsunami menyebabkan kematiannya.


(9a) Kematiannya disebabkan gelombang tsunami.

Ciri-ciri objek adalah sebagai berikut:

1) langsung di belakang predikat


Kalimat (9) memperlihatkan bahwa objek tidak mempunyai
kebebasan tempat. Objek selalu menempati posisi langsung di
belakang predikat.

2) tidak didahului preposisi


Objek yang selalu menempati posisi di belakang predikat itu tidak
didahului preposisi. Dengan perkataan lain, di antara predikat
dan objek tidak dapat disisipkan preposisi. Kalimat berikut
memperlihatkan hal itu.

(10) Bur Rasuanto menulis sajak, cerpen, dan novel.

Pada kalimat (10) di antara menulis dan sajak dan di antara


cerpen dan novel tidak dapat disisipkan preposisi dalam. Jika di
antara menulis dan sajak dan di antara cerpen dan novel disisipkan
preposisi, struktur kalimat itu akan berubah. Unsur di belakang
preposisi itu, sajak, cerpen, dan novel, tidak lagi berfungsi sebagai
objek, tetapi telah berubah fungsinya sebagai keterangan, seperti
terlihat pada kalimat (10a) berikut.

(10a) Bur Rasuanto menulis dalam sajak, cerpen, dan novel.

2018 Azwardi
Kalimat 109

Kalimat berikut juga memperlihatkan dengan jelas bahwa


unsur yang didahului preposisi itu bukan objek.

(11) Tesis ini akan menitikberatkan pada penelitian dimensi


sintaktik prefiks meN-.

Agar menjadi benar, preposisi pada dalam kalimat tersebut harus


dihilangkan sebagaimana terlihat dalam kalimat (11a) berikut.

(11a) Tesis ini akan menitikberatkan penelitian dimensi sintaktik


prefiks meN-.

3) dapat menjadi subjek jika kalimatnya dipasifkan

(12) Saya sudah mengatakan bahwa berbahasa Indonesia


dengan baik dan benar itu tidak mudah.
(12a) Bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu
tidak mudah sudah saya katakan.

1.2.4 Pelengkap
Ada juga kata atau frasa lain yang mengikuti predikat aktif, tetapi
tidak dapat diubah menjadi subjek jika kalimatnya dipasifkan.

(13) Pengantin itu berpakaian adat Aceh.

Dalam (13) adat Aceh tidak dapat diubah menjadi subjek jika
kalimatnya dipasifkan. Oleh karena itu, kalimat (14) di bawah ini
tidak berterima.

(14) *Adat Aceh dipakaian oleh pengantin itu.

Azwardi 2018
110 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Dengan demikian, adat Aceh dalam (13) disebut pelengkap


dalam bahasa Indonesia. Pelengkap merupakan unsur kalimat yang
kehadirannya juga bersifat wajib. Berbeda dengan objek, pelengkap
tidak dapat dijadikan subjek karena kalimatnya tidak dapat
dipasifkan. Ciri-ciri pelengkap adalah sebagai berikut.

1) di belakang predikat
Sebagaimana terlihat dalam (13), pelengkap berada di belakang
predikat. Ciri ini sama dengan ciri objek. Bedanya, posisi
objek berada langsung di belakang predikat, sedangkan posisi
pelengkap masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek, pada
struktur dwitransitif.

(15) Dia menghadiahi saya beberapa buku baru.

2) tidak didahului preposisi


Sama halnya seperti objek, pelengkap tidak didahului preposiosi.

1.2.5 Keterangan
Unsur kalimat yang terakhir adalah keterangan. Keterangan
merupakan unsur kalimat yang posisinya tidak terikat (adanya
kebebasan tempat), dapat dipindah-pindah; boleh di bagian awal,
boleh di bagian tengah, dan boleh juga di bagian akhir kalimat.
Terdapat bermacam-macam jenis keterangan ditinjau berdasarkan
perpaduan makna unsur-unsurnya. Keterangan berfungsi
memberikan informasi lebih lanjut tentang sesuatu yang dinyatakan
dalam kalimat, misalnya, memberi informasi tentang tempat, alat,
cara, sebab, dan tujuan. Dalam kalimat (16) di bawah ini Banda Aceh

2018 Azwardi
Kalimat 111

disebut keterangan tempat karena menyatakan tempat yang dituju,


tetapi dalam kalimat (17) pesawat terbang disebut keterangan alat
karena menyatakan alat yang digunakan untuk mengangkut bantuan.

(16) Tokoh literasi Indonesia, Satria Dharma, telah beberapa kali


datang ke Banda Aceh.
(17) Berton-ton bantuan untuk para korban bencana alam diangkut
dengan pesawat terbang.

1.3 Pola Kalimat Dasar Bahasa Indonesia


Berdasarkan unsur-unsur kalimat yang disebutkan di atas, dalam
bahasa Indonesia terdapat enam macam pola kalimat dasar. Pola
kalimat dasar yang dimaksud di sini adalah suatu pola kalimat
dengan unsur-unsur kalimat yang kehadirannya bersifat wajib.

1) kalimat dasar yang berpola S-P

(18) Menuntut ilmu itu wajib.


(19) Kami mahasiswa.

2) kalimat dasar yang berpola S-P-O

(20) Tim evakuasi jenazah korban bencana alam mendapat


penghargaan.
(21) Mella Yunati mencintai Yusriadi.

3) kalimat dasar yang berpola S-P-Pel.

(22) Kota itu bermandikan cahaya neon.


(23) Aceh merupakan bumi para aulia.

Azwardi 2018
112 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

4) kalimat dasar yang berpola S-P-K

(24) Pak Azwardi tinggal di Gampong Meunasah Papeun, Krueng


Barona Jaya, Aceh Besar.
(25) Bencana alam itu terjadi pada 26 Desember 2004.

5) kalimat dasar yang berpola S-P-O-Pel.

(26) UNICEF menghadiahi anak-anak korban tsunami


perlengkapan sekolah.
(27) Rayyana mengambilkan ibunya air minum.

6) kalimat dasar yang berpola S-P-O-K

(28) Para relawan memasukkan jenazah ke liang kuburan massal.


(29) Mereka memperlakukan jenazah dengan baik.

1.4 Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk


Dalam menyusun kalimat, penulis kadang-kadang menggunakan
satu predikat, dan kadang-kadang menggunakan lebih dari satu atau
beberapa predikat. Kalimat yang di dalamnya terdapat satu predikat
disebut kalimat tunggal, misalnya (30), sedangkan kalimat yang di
dalamnya terdapat lebih dari satu atau beberapa predikat disebut
kalimat majemuk, misalnya (31).

1.4.1 Kalimat Tunggal


Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa atau
satu pola dasar.

(30) Pemerintah Turki membangun 1000 rumah tenda untuk para


pengungsi.

2018 Azwardi
Kalimat 113

1.4.2 Kalimat Majemuk


Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau
lebih atau dua pola dasar atau lebih. Kalimat majemuk dibedakan
atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.

(31) Banyak anggota masyarakat kecewa terhadap kinerja pejabat


publik yang tidak dapat membawa aspirasi rakyat.

Kalimat (30) hanya terdiri atas satu klausa (satu predikat),


yaitu membangun sehingga disebut kalimat tunggal. Di pihak lain,
kalimat (31) terdiri atas dua klausa (dua predikat), yaitu kecewa dan
tidak dapat membawa sehingga disebut kalimat majemuk. Predikat
kecewa bertalian dengan klausa banyak anggota masyarakat kecewa
terhadap kinerja pejabat publik, sedangkan predikat tidak dapat
membawa bertalian dengan klausa kinerja pejabat publik yang tidak
dapat membawa aspirasi rakyat.

1.4.2.1 Kalimat Majemuk Setara


Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang unsur-
unsurnya memiliki kedudukan yang setara atau sederajat. Konjungsi
penanda kesetaraan yang digunakan, antara lain, lalu, lantas,
kemudian, dan, atau, melainkan, dan sedangkan.

(32) Laki-laki itu berbelok ke sebuah warung di pinggir jalan,


lalu masuk ke warung itu, lantas keluar dengan membawa
sekeping uang logam, kemudian menelusuri lorong itu.
(33) Gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 26 Desember
2004 itu bukan bencana alam biasa, melainkan peringatan
keras Allah kepada manusia.

Azwardi 2018
114 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.4.2.2 Kalimat Majemuk Bertingkat


Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang unsur-
unsurnya memiliki kedudukan tidak setara atau tidak sederajat.
Bagian yang satu berkedudukan sebagai inti dan bagian yang lain
berkedudukan sebagai bukan inti. Dengan perkataan lain, kalimat
majemuk bertingkat terdiri atas induk kalimat dan anak kalimat.
Konjungsi penanda kebertingkatan yang digunakan, antara lain,
bila, ketika, dan meskipun.

(34) Bila terlau banyak berkata-kata, dikhawatirkan banyak pula


terselip dusta.
(35) Ketika mengetahui Dr. Abdul Djunaidi, M.S. telah meninggal
dunia saat gelombang tsunami menerjang Aceh, kami,
civitas akademika Universitas Syiah Kuala, merasa sangat
kehilangan beliau.
(36) Meskipun sudah saya jelaskan secara detail kepada mereka,
sedikit sekali yang paham tentang hal ini.

Klausa yang tidak didahului kata penghubung disebut induk


kalimat, sedangkan klausa yang didahului kata penghubung disebut
anak kalimat.

Ciri-ciri induk kalimat adalah sebagai berikut:


1) memiliki unsur yang lebih lengkap daripada anak kalimat;
2) dapat berdiri sendiri sebagai kalimat (tunggal); dan
3) tidak didahului kata penghubung.

Ciri-ciri anak kalimat adalah sebagai berikut:


1) unsur-unsurnya relatif tidak selengkap induk kalimat karena
sebagian ada yang dihilangkan;

2018 Azwardi
Kalimat 115

2) tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat (tunggal); dan


3) didahului kata penghubung.

1.4.2.3 Kalimat Majemuk Campuran


Kalimat majemuk campuran adalah suatu jenis kalimat majemuk
yang unsur-unsurnya bercampur antara klausa setara dan klausa
bertingkat. Konjungsi yang digunakan bercampur antara konjungsi
penanda kesetaraan dan konjungsi penanda kebertingkatan, seperti
karena, dan, dan meskipun.

(37) Jakarta merupakan kota megapolitan karena di sana dapat


ditemukan berbagai suku bangsa, dan mereka hidup
bertetangga meskipun sehari-hari memakai bahasa yang
berlain-lainan.
(38) Saya sangat mengagumi kemandiriannya, dan kekaguman
saya bertambah karena ia mampu mengatasi segala
kesulitannya.

Catatan:
Dalam kalimat majemuk relasi antarklausanya merupakan satu
kesatuan. Oleh karena itu, antara klausa yang satu dan klausa lainnya
tidak dipisahkan atau tidak dipenggal menjadi kalimat yang lain
sebagaimana terlihat pada kalimat (44)—(45a).

Azwardi 2018
116 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Pembagian Kalimat

1.5 Kalimat Efektif


Konsep kalimat efektif dikenal dalam hubungan fungsi kalimat
sebagai alat komunikasi. Dalam komunikasi setiap kalimat terlihat
dalam proses penyampaian dan penerimaan. Apa yang disampaikan
dan apa yang diterima itu mungkin berupa ide, pesan, pendapat,
pengalaman, informasi, dan sebagainya. Semua itu menjadi
komunikatif jika disampaikan melalui kalimat-kalimat yang efektif.
Suatu kalimat dikatakan efektif jika kalimat itu mampu
menggambarkan secara jelas dan tepat isi atau maksud yang
disampaikan pembicara atau penulis. Dengan perkataan lain,
kalimat yang efektif mampu mengesankan isi atau maksud yang

2018 Azwardi
Kalimat 117

disampaikannya penulis tergambar secara baik dalam pikiran si


penerima atau pembaca persis seperti apa yang disampaikan.
Berkaitan dengan hal ini, Keraf, (1989:36) mengemukakan
bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut: (1) secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan
pembicara atau penulis dan (2) sanggup menimbulkan gagasan yang
sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang
dipikirkan oleh pembicara atau penulis. Bila kedua syarat tersebut
terpenuhi, dapat terhindar terjadinya kesenjangan atau miskonsepsi
antarmereka yang terlibat dalam proses komunikasi.
Setiap gagasan, pikiran, atau konsep yang dimiliki seseorang
pada praktiknya harus dituangkan dalam bentuk kalimat. Kalimat
yang benar harus memenuhi syarat gramatikal. Artinya, kalimat
tersebut harus disusun berdasarkan kaidah yang berlaku. Kaidah
tersebut meliputi unsur-unsur fungsional yang harus dimiliki setiap
kalimat, aturan ejaan, kaidah morfologi, dan ketentuan diksi.

1.5.1 Ciri-Ciri Kalimat Efektif


Kalimat efektif dapat ditandai dari terpenuhinya beberapa ciri
tertentu. Ada tujuh ciri yang perlu diketahui untuk mendeteksi
efektif atau tidaknya suatu kalimat. Ketujuh ciri tersebut berkaitan
dengan (1) kejelasan penggunaan berbagai unsur dan struktur
bahasa, (2) kesesejajaran penggunaan bentuk-bentuk bahasa, (3)
ketepatan bentukan bagian-bagian kalimat, (4) ketepatan penalaran,
(5) kehematan penggunaan kata, (6) kejelasan pengungkapan, (7)
dan ketepatan struktur pengungkapan. Untuk menghasilkan suatu
kalimat efektif ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Azwardi 2018
118 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.5.1.1 Unsur-Unsur Kalimat Harus Jelas

(39) Dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa terjadinya


gelombang tsunami akibat patahnya lempengan bumi di
dasar laut.
(40) Salah satu perangkat teknologi yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia yaitu komputer.
(41) Banyak generasi muda belum menyadari akan bahaya
seks bebas.

Ketiga kalimat di atas salah karena unsur-unsur fungsional


pembentuk kalimat tersebut tidak jelas. Dalam (39) kata dari harus
ditiadakan agar subjek, yaitu hasil penelitian ini, menjadi jelas.
Kata dari dapat digunakan jika predikat verba aktif membuktikan
diganti dengan verba pasif terbukti. Pergantian ini mengakibatkan
subjek kalimat menjadi bahwa terjadinya tsunami akibat patahnya
lempengan bumi di dasar laut, dan dari hasil penelitian ini menjadi
keterangan. Perhatikan kalimat (39a) dan (39b)!

(39a) Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terjadinya


gelombang tsunami akibat patahnya lempengan bumi di
dasar laut.
(39b) Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa terjadinya tsunami
akibat patahnya lempengan bumi di dasar laut

Kalimat (40) salah karena tidak ada predikat. Kata yaitu dalam
contoh tersebut tidak berfungsi sebagai penanda predikat (predikatif),
melainkan berfungsi sebagai penanda keterangan, padahal unsur
pokok yang sekurang-kurangnya harus ada dalam setiap kalimat
adalah subjek dan predikat. Agar kalimat tersebut menjadi benar,

2018 Azwardi
Kalimat 119

kata yaitu harus diganti dengan kata adalah. Di dalam kalimat, kata
adalah dapat berfungsi sebagai predikat.

(40a) Salah satu perangkat teknologi yang sangat bermanfaat


bagi kehidupan manusia adalah komputer.

Selanjutnya, kalimat (41) juga salah karena objek, yaitu bahaya


seks bebas, diberi kata depan (preposisi) akan. Objek kalimat,
seperti juga subjek, tidak boleh diberi preposisi. Jika akan hendak
dipertahankan, predikat menyadari harus diubah menjadi sadar.
Dengan predikat sadar, preposisi akan harus dipakai karena sadar
akan merupakan kategori kata kerja (verba) yang berpreposisi.
Frasa bahaya seks bebas yang mengikuti sadar akan merupakan
pelengkap, bukan objek.

(41a) Banyak generasi muda belum menyadari bahaya seks bebas.


(41b) Banyak generasi muda belum sadar akan bahaya seks bebas.

1.5.1.2 Bagian-Bagian Kalimat Harus Sejajar

(42) Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi pemimpin


proyek belum menyetujuinya.
(43) Kegiatan proyek ini memerlukan tenaga yang terampil,
biayanya banyak, dan harus cukup waktunya.

Kedua kalimat di atas salah karena menggunakan bentuk-bentuk


yang tidak sejajar. Dalam (42) yang merupakan kalimat majemuk setara,
kedua klausa dikemukakan dalam bentuk yang tidak sejajar. Klausa
program kerja ini sudah lama diusulkan dinyatakan dalam bentuk pasif.
Di pihak lain, klausa pemimpin proyek belum menyetujuinya dinyatakan
dalam bentuk aktif. Agar kalimat tersebut menjadi betul, kedua klausa

Azwardi 2018
120 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

harus diungkapkan dalam bentuk yang sejajar, yakni aktif dan aktif atau
pasif dan pasif, seperti dalam kalimat (42a) dan (42b).

(42a) Kami sudah lama mengusulkan program kerja ini, tetapi


pemimpin proyek belum menyetujuinya.
(42b) Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi belum
disetujui pemimpin proyek.

Kalimat (43) salah karena frasa objek dinyatakan menjadi tiga


buah bentuk yang tidak sejajar, yaitu tenaga yang terampil, biayanya
banyak, cukup waktunya. Kesejajaran akan terpenuhi jika ketiga bentuk
tersebut muncul dalam format yang sama, seperti dalam (43a).

(43a) Kegiatan proyek ini memerlukan tenaga yang terampil,


biaya yang banyak, dan waktu yang cukup.

1.5.1.3 Bagian Kalimat Tidak Dipenggal

(44) APBA tahun ini harus cepat disahkan. Sehingga pembangunan


dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana.
(45) Pemilu ini memang belum ideal. Tetapi, dalam demokrasi
kompromi merupakan bagian dari perjuangan politik.

Kedua kalimat di atas salah karena unsur keterangan dalam


(44) yang ditandai dengan konjungsi sehingga, dan dalam (45)
yang ditandai dengan konjungsi tetapi dipisah menjadi bagian
kalimat yang lain. Kalimat tersebut menjadi betul jika unsur
keterangan tersebut tidak berdiri sendiri karena bukan merupakan
sebuah kalimat baru.

(44a) APBA tahun ini harus cepat disahkan sehingga pembangunan


dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana.

2018 Azwardi
Kalimat 121

(45a) Pemilu ini memang belum ideal, tetapi dalam demokrasi


kompromi merupakan bagian dari perjuangan politik.

1.5.1.4 Kaidah Penalaran


Kalimat efektif, selain harus memenuhi kaidah gramatika dan
kaidah semantik, juga harus memenuhi kaidah kebenaran logika
atau kaidah penalaran (logis). Kalimat (46) benar jika dilihat dari
kaidah gramatika dan kaidah semantik, tetapi salah bila ditilik dari
kaidah penalaran.

(46) Orang Aceh itu malas, materialis, dan egois.

Kesalahannya adalah karena kita masih dapat bertanya, “Apa


benar semua orang Aceh malas, materialis, dan egois?” Kalau
benar semua orang Aceh malas, misalnya, tentu semua orang Aceh
menderita kelaparan sehingga pembangunan yang dilaksanakan
tidak berjalan, padahal, pada kenyataannya hampir tidak ada orang
Aceh yang lapar, dan pembangunan apa pun yang dilaksanakan di
Aceh hampir dapat dikatakan berjalan lancar. Perhatikan secara
cermat kalimat-kalimat berikut!

(47) Laporan ini disusun untuk melengkapi kekurangan dari


laporan pada bulan yang lalu.
(48) Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa mengecam
keras atas terjadinya pembunuhan 21 warga Aceh yang tewas
dan 15 lainnya yang luka-luka.

Kedua kalimat di atas salah karena tidak bernalar atau tidak


logis. Dalam (47), mestinya kekurangan yang ada bukan ditutupi,
bukannya ditambah lagi dengan kekurangan yang lain. Hal ini terjadi

Azwardi 2018
122 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

karena penggunaan kata melengkapi yang tidak pada tempatnya.


Kalimat (48) tidak masuk akal karena yang dibunuh adalah 21
warga Aceh yang telah tewas dan 15 yang telah luka-luka, padahal
yang dimaksud oleh penulis berita tersebut adalah suatu peristiwa
yang mengakibatkan 21 warga Aceh tewas dan 15 lainnya luka-luka.
Kalimat yang benarnya adalah (47a) dan (48a).

(47a) Laporan ini diusun untuk menutupi kekurangan laporan


bulan lalu.
(48a) Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa mengecam
keras sebuah peristiwa yang mengakibatkan 21 warga
Aceh tewas dan 15 lainnya luka-luka.

1.5.1.5 Bagian-Bagian yang Sama Tidak Digunakan

(49) Bila seseorang telah menguasai suatu persoalan, orang itu


akan mampu mengemukakan persoalan tersebut dengan baik.
(50) Gelombang tsunami itu terjadi di beberapa negara-negara miskin.
(51) Sejak dari kecil anak itu telah ditinggalkan oleh kedua
orang tuanya.

Ketiga kalimat di atas salah karena menggunakan bagian-


bagian yang sama yang tidak perlu. Dalam (49) subjek orang
itu tidak perlu disebutkan lagi pada klausa kedua karena sama
dengan subjek yang telah ada pada klausa sebelumnya. Dalam (50)
beberapa sudah bermakna lebih dari satu sehingga perulangan
negara-negara menjadi mubazir. Jika kata ulang negara-negara
dipertahankan, kata beberapa harus ditiadakan. Terakhir, dalam
(51) kata sejak dan kata dari merupakan kata yang bersinonim
sehingga di dalam kalimat tersebut tidak boleh kedua-duanya

2018 Azwardi
Kalimat 123

digunakan secara bersama-sama. Perhatikan kalimat yang benar


dalam (49a), (50a), (50b), (51a), dan (51b) berikut!

(49a) Bila seseorang telah menguasai suatu persoalan, akan dapat


mengemukakan persoalan tersebut dengan baik.
(50a) Gelombang tsunami itu terjadi di beberapa negara miskin.
(50b) Gelombang tsunami itu terjadi di negara-negara miskin.
(51a) Sejak kecil anak itu telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.
(51b) Dari kecil anak itu telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.

1.5.1.6 Kalimat Tidak Berbelit-Belit

(52) Peraturan daerah untuk menata kawasan pemukiman


penduduk sedang disusun oleh pemerintah daerah setempat,
menyangkut detail tata ruang kawasan itu sebagai tindak
lanjut dari Keppres Nomor 48 Tahun 1984 tentang
Penanganan Khusus Permukiman di Wilayah Surabaya.
(53) Kependudukan merupakan suatu sistem, yaitu penduduk
yang merupakan suatu totalitas dan beberapa subsistem di
dalamnya yang adalah fertilitas, mortalitas, dan migrasi/
mobilitas.

Kedua kalimat di atas sulit dipahami karena beberapa pokok


pikiran yang disampaikan digabungkan menjadi satu kalimat,
padahal, jika dipilah menjadi bagian-bagian yang sejalan dengan
pokok pikiran yang dikemukakan, kalimat tersebut mudah dipahami.
Perhatikan kalimat yang benar dalam (52a) dan (53a), (51a) berikut!

(52a) Peraturan daerah untuk menata kawasan permukiman


penduduk sedang disusun oleh pemerintah daerah
setempat. Peraturan itu menyangkut dengan detail tata

Azwardi 2018
124 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

ruang di kawasan tersebut. Hal itu merupakan tindak lanjut


dari Keppres Nomor 48 Tahun 1984 tentang Penanganan
Khusus Permukiman di Wilayah Surabaya.
(53a) Kependudukan merupakan suatu sistem yang terdiri atas
beberapa subsistem, yaitu subsistem fertilitas, mortalitas,
dan migrasi atau mobilitas. Semua subsistem itu merupakan
suatu totalitas.

1.5.1.7 Kalimat Disusun Menurut Kaidah Bahasa Indonesia

(54) Meskipun perusahaan itu belum dikenal, tetapi produksinya


telah banyak digunakan orang.
(55) Penerimaan pegawai baru di lembaga penelitian ini sudah
sesuai peraturan yang ada.
(56) Serat gelas ini diselimuti dengan bahan gelas lain sebagai
pelindungnya, yang mana indeks bias gelas pelindung ini harus
lebih kecil dibandingkan dengan indeks bias serat optiknya.

Ketiga kalimat di atas tidak mengikuti kaidah bahasa Indonesia.


Kalimat (54) terdiri atas dua klausa. Untuk tipe kalimat seperti itu,
menurut kaidah bahasa Indonesia, hanya satu konjungsi yang boleh
digunakan. Terkait dengan pemakaian konjungsi dalam kalimat
majemuk, sudah ada rumus tertentu. Jumlah konjungsi dalam
kalimat majemuk adalah jumlah klausa dikurang satu (N-1). Bila
klausanya dua, berarti konjungsinya satu. Jika klausanya empat,
berarti konjungsinya tiga. Demikian seterusnya. Logikanya begini,
jika hendak terhubung ke dua daratan, dibutuhkan satu jembatan.
Bila ingin terhubung ke tiga pulau, dibutuhkan dua jembatan.
Demikian seterusnya. Di pihak lain, bila kalimat majemuk tidak
ada konjungsi juga salah karena tidak alat yang menghubungkan

2018 Azwardi
Kalimat 125

antarklausa. Bila terjadi pada kalimat majemuk bertingkat, dua-dua


klausanya menjadi anak kalimat atau klausa subordinasi. Hal tersebut
didasari atas prinsip sintaksi yang menyatakan bahwa dalam kalimat
majemuk bertingkat musti ada satu klausa yang berupa ordinasi atau
induk kalimat dan klausa lainnya yang berupa subordinasi atau anak
kalimat. Dengan demikian, pembetulan kalimat tersebut dilakukan
dengan membuang salah satu kata penghubung yang ada pada klausa
itu, seperti (54a) dan (54b) berikut.

(54a) Meskipun perusahaan itu belum dikenal, produksinya telah


banyak digunakan orang.
(54b) Perusahaan itu belum dikenal, tetapi produksinya telah
banyak digunakan orang.

Selanjutnya, kesalahan kalimat (55) terletak pada kata sesuai.


Kata tersebut merupakan salah satu bentuk ungkapan idiomatik yang
di dalam bahasa Indonesia harus diikuti oleh kata depan dengan.
Jadi, kalimat yang betul adalah sebagai berikut.

(55a) Penerimaan pegawai baru di lembaga penelitian ini sudah


sesuai dengan peraturan yang ada.

Terakhir, kalimat (56) salah karena penggunaan frasa yang


mana. Dalam bahasa Indonesia frasa yang mana digunakan untuk
membentuk kalimat tanya, sedangkan kalimat tersebut tidak
mengandung maksud seperti itu. Oleh karena itu, bentuk yang mana
tidak boleh digunakan.

(56a) Serat gelas ini diselimuti dengan bahan gelas lain sebagai
pelindungnya. Indeks bias gelas pelindung ini harus lebih
kecil dibandingkan dengan indeks bias serat optiknya.

Azwardi 2018
126 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

2. Ringkasan
Kalimat adalah rangkaian kata atau frasa yang mengungkapkan gagasan
secara utuh. Unsur fungsionalnya terdiri atas lima, yaitu (1) subjek, (2)
predikat, (3) objek, (4) pelengkap, dan (5) keterangan. Subjek merupakan
unsur pokok yang terdapat dalam suatu kalimat yang ciri-cirinya
adalah sebagai berikut: jawaban atas pertayaan apa atau siapa, disertai
kata itu, mempunyai keterangan pewatas yang, dan tidak didahului
preposisi. Predikat merupakan unsur pokok yang terdapat dalam suatu
kalimat yang ciri-cirinya adalah sebagai berikut: jawaban atas pertayaan
mengapa atau bagaimana, kata adalah atau ialah atau merupakan, dan
dapat diingkarkan. Objek merupakan unsur pokok yang terdapat dalam
suatu kalimat yang ciri-cirinya adalah sebagai berikut: langsung di
belakang predikat, tidak didahului preposisi, dan dapat menjadi subjek
jika kalimatnya dipasifkan. Pelengkap merupakan unsur pokok yang
terdapat dalam suatu kalimat yang ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
di belakang predikat dan tidak didahului preposisi. Berbeda dengan
objek, pelengkap tidak dapat dijadikan subjek karena kalimatnya
tidak dapat dipasifkan. Keterangan merupakan unsur penunjang yang
terdapat dalam suatu kalimat yang ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
kehadirannya tidak bersifat wajib dan posisinya dapat dipindah-pindah.
Berdasarkan unsur-unsur kalimat yang disebutkan di atas,
dalam bahasa Indonesia terdapat enam macam pola kalimat dasar.
Pola kalimat dasar yang dimaksud di sini adalah suatu pola kalimat
dengan unsur-unsur kalimat yang kehadirannya bersifat wajib.
Dalam bahasa Indonesia terdapat enam pola kalimat dasar, yaitu S-P,
S-P-O, S-P-Pel., S-P-K, S-P-O-Pel., dan S-P-O-K.
Dalam menyusun kalimat pemakai bahasa kadang-kadang
menggunakan satu predikat dan kadang-kadang memakai beberapa
predikat atau klausa. Kalimat yang di dalamnya terdapat satu predikat

2018 Azwardi
Kalimat 127

atau klausa disebut kalimat tunggal, sedangkan kalimat yang di


dalamnya terdapat dua atau lebih predikat atau klausa disebut kalimat
majemuk. Kalimat majemuk dibedakan atas kalimat majemuk setara
dan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk setara adalah
kalimat majemuk yang unsur-unsurnya memiliki kedudukan yang
setara atau sederajat, sedangkan kalimat majemuk bertingkat adalah
kalimat majemuk yang unsur-unsurnya memiliki kedudukan yang
tidak setara atau tidak sederajat. Bagian yang satu berkedudukan
sebagai inti dan bagian yang lain berkedudukan sebagai bukan inti.
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk yang unsur-
unsurnya bercampur antara klausa setara dan klausa bertingkat.
Suatu kalimat dikatakan efektif jika kalimat itu mampu
menggambarkan secara jelas dan tepat isi atau maksud yang
disampaikan pembicara atau penulis. Kalimat efektif dapat ditandai
dari terpenuhinya beberapa ciri tertentu. Ada tujuh ciri yang perlu
diketahui untuk mendeteksi efektif atau tidaknya suatu kalimat.
Ketujuh ciri tersebut berkaitan dengan (1) kejelasan penggunaan
berbagai unsur dan struktur bahasa, (2) kesesejajaran penggunaan
bentuk-bentuk bahasa, (3) ketepatan bentukan bagian-bagian
kalimat, (4) ketepatan penalaran, (5) kehematan penggunaan kata, (6)
kejelasan pengungkapan, (7) dan ketepatan struktur pengungkapan.

3. Latihan
(1) Tentukan unsur-unsur fungsional dan pola kalimat dasar
konstruksi berikut!
1) Pekan Kebudayaan Aceh Ke-7 diselenggarakan di Taman
Sulthanah Safiatuddin Banda Aceh pada 515 Agustus 2018.
2) Tentara Israel gagal menghentikan serangan roket Hizbullah
ke wilayah Israel.

Azwardi 2018
128 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

3) Ustaz Abdul Somad, Lc., M.A. ialah pendakwah masa kini


yang cerdas, kocak, tegas, dan berani.
4) Telah diluncurkan buku “Reflection on Tsunami“ oleh Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara, Taufik Efendi, di Jakarta
pada 17 Juli 2006.
5) Kantor Penerbit Bina Karya Akademika terletak di Jalan Prada
Utama 16 E, Lamnyong, Syiah Kuala, Banda Aceh 23115.
6) Tidak dapat dipungkiri bahwa barometer kemajuan suatu
bangsa dan negara diukur berdasarkan indeks kecerdasan
anak bangsanya.
7) Berbagai agenda yang berhubungan dengan pencapain
program unggulan tersebut terus digulirkan melalui satuan-
satuan kerja terkait, misalnya Gerakan Literasi Nasional
(GLN) yang dilaksanakan oleh Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
yang berkolaborasi dengan Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
8) Idealnya, untuk membumikan minat baca tulis dan sebarkan,
perlu dipetakan program-progran strategis kegiatan Bunda
Baca Aceh, yaitu yang meliputi hal-hal berikut: (1) penguatan
literasi keluarga, (2) penguatan literasi masyarakat, (3)
penguatan literasi sekolah, (4) penguatan literasi dayah atau
pesantren, dan (5) penguatan literasi kampus.
9) Untuk percepatan pencapaian visi, misi, dan tujuan Aceh Caröng
yang telah dicanangkan oleh Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf,
penguatan literasi masyarakat urgen dilakukan demi merangkai
aneka mata rantai untuk mencapai Aceh smart, pintar, kuat,
meuadab, dan bermartabat. Penguatan literasi masyarakat
tersebut perlu didukung oleh semua elemen bangsa, baik secara
personal, organisasi masyarakat, maupun instutusi negara.

2018 Azwardi
Kalimat 129

10) Terkait dengan penguatan literasi masyarakat, sebagian


dana Corporate Social Responsibility (CSR) sangat efektif
dialokasikan bagi masyarakat sebagai bentuk kepedulian
nyata bank dalam mendukung program Indonesia Pintar atau
Aceh Caröng yang telah digulirkan Pemerintah.

(2) Buat masing-masing 10 contoh kalimat majemuk setara dan


kalimat majemuk bertingkat!

Azwardi 2018
130 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

2018 Azwardi
Paragraf 131

BAB VII
PARAGRAF

1. Uraian Materi
1.1 Pengertian Paragraf
Pada hakikatnya bahasa merupakan alat komunikasi untuk
menyampaikan pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia.
Penyampaian pikiran, perasaan, dan pengalaman tersebut ada yang
dilakukan melalui bahasa lisan dan ada juga yang dilakukan melalui
bahasa tulis. Dalam penyampaiannya, baik bahasa lisan maupun
bahasa tulis, diperlukan kompetensi tentang paragraf sehingga apa
yang disampaikan dapat dimengerti atau dipahami dengan mudah
oleh penerima informasi.
Menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa
yang bersifat produktif. Artinya, melalui keterampilan berbahasa
ini seseorang dituntut mampu berkreasi atau berimajinasi. Dengan
perkataan lain, seorang penulis harus mampu mengekspresikan
pikiran, perasaan, dan pengalamannya ke dalam bentuk bahasa tulis
sehingga apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dialaminya tentang
suatu hal dapat disampaikan dengan baik kepada orang lain.
Dapat menyampaikan dengan baik tentang apa yang diketahui,
dialami, dan dirasakan secara tepat kepada orang lain bukanlah
pekerjaan yang mudah. Banyak orang yang mempunyai gagasan

Azwardi 2018
132 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

yang cemerlang, perasaan yang menawan, dan pengalaman


yang menarik sering kali terkendala atau merasa susah dalam
menyampaikannya kepada orang lain. Kendala tersebut terjadi
akibat dari ketidakmampuannya menuangkan pikiran, perasaan, dan
pengalamnya itu secara benar, baik, benar, logis, dan sistematis ke
dalam bahasa tulis.
Tidak ada sebuah definisi yang baku mengenai pengertian
paragraf karena masing-masing para ahli bahasa memberikan
definisi yang berbeda-beda. Meskipun demikian, redaksi definisi
yang berbeda-beda tersebut tidak akan mengurangi pemahaman kita
mengenai pengertian paragraf sebab konsep yang mereka sampaikan
pada prinsipnya sama. Mari kita periksa beberapa definisi paragraf
yang telah dirumuskan oleh para ahli tersebut!

(1) Gorys Keraf


Menurut Keraf (1989:62), paragraf atau alinea adalah suatu kesatuan
pikiran yang lebih tinggi atau lebih luas daripada kalimat; merupakan
kumpulan kalimat yang bertalian satu sama lain secara kohesif untuk
menjelaskan suatu gagasan.

(2) Djago Tarigan


Tarigan (1991:11) mengatakan bahwa paragraf berisi sesuatu, dan
penulisan paragraf selalu dimajukan ke depan atau indentation;
merupakan wadah terkecil yang menampung sebagian dari pengertian
yang kongkret. Dengan merujuk kepada ahli bahasa yang lain, dia
menambahkan bahwa paragraf adalah seperangkat kalimat yang
berkaitan erat satu sama lain yang disusun menurut aturan tertentu
sehingga makna yang dikandungnya dapat dibatasi, dikembangkan, dan
diperjelas. Berdasarkan pandangan tersebut, dia mendefinisikan bahwa

2018 Azwardi
Paragraf 133

paragraf adalah kalimat yang tersusun logis dan sistematis; merupakan


satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran
pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan.

(3) M. Ramlan
Ramlan (1993:1) memberikan pengertian paragraf sebagai berikut.
Dalam bahasa tulis paragraf merupakan bagian dari satu karangan,
dan dalam bahasa lisan paragraf merupakan bagian dari satu tuturan.
Dari segi bentuk pada umumnya paragraf terbentuk dari sejumlah
atau kumpulan kalimat. Kumpulan kalimat tersebut kait-mengait
secara padu sehingga membentuk satu kesatuan. Dari segi makna
paragraf merupakan satuan informasi dengan ide pokok sebagai
pengendaliannya.

(4) Soedjito dan Mansur Hasan


Soedjito dan Hasan (1994:23) mengemukakan bahwa paragraf
adalah bagian-bagian karangan yang terdiri atas kalimat-kalimat yang
berhubungan secara utuh dan padu; merupakan satu kesatuan pikiran.

(5) Jos Daniel Parera


Parera (1991:30) mengemukakan bahwa paragraf adalah suatu
kalimat dalam karangan yang merupakan satu kesatuan terkecil,
yaitu setingkat labih tinggi di atas kalimat. Satu paragraf terdiri atas
beberapa kalimat yang saling berhubungan, baik secara tata bahasa
maupun secara logis berpikir atau bernalar.

(6) Sabarti Akhadiah, G. Arsad, dan Sakura H. Ridwan


Akhadiah dkk. (1994:144) mengemukakan bahwa paragraf adalah
inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan yang terkandung

Azwardi 2018
134 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

satu unit buah pikiran yang didukung oleh beberapa kalimat, mulai
dari kalimat utama atau kalimat topik, kalimat penjelas, sampai
dengan kalimat penegas (bila ada).
Berdasarkan beberapa definisi atau pengertian yang telah
dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa paragraf
adalah satuan gramatik yang lebih tinggi daripada kelimat, bagian
dari karangan atau tuturan yang menampung sebagian pengertian
konkret, terdiri atas satu kalimat utama dan beberapa kalimat
penjelas ditambah satu kalimat penegas (bila ada) yang tersusun
secara kohesif, logis, dan sistematis serta memiliki satu ide pokok
sebagai pengendalinya.

1.2 Macam-Macam Paragraf


Secara umum dikenal tiga macam paragraf. Ketiga macam paragraf
dimaksud adalah paragraf pembuka, paragraf penghubung, dan
paragraf penutup. Berikut akan dijelaskan masing-masing paragraf
tersebut.

1.2.1 Paragraf Pembuka


Paragraf pembuka adalah paragraf yang substansinya mengantarkan
suatu karangan atau pokok-pokok pikiran dalam baian-bagian
tertentu. Peran paragraf ini berfungsi mengarahkan pembaca untuk
masuk kepada pokok bahasan atau persoalan yang akan dibicarakan.
Paragraf pembuka hendaknya disusun secara ringkas, jelas, dan
lugas. Untuk itu, redaksi paragraf pembuka harus dirangkai
semenarik mungkin sehingga menimbulkan motivasi, minat, dan
perhatian pembaca.

2018 Azwardi
Paragraf 135

1.2.2 Paragraf Penghubung


Paragraf penghubungan adalah semua paragraf yang terdapat di antara
paragraf pembuka dan paragraf penutup. Dalam paragraf inilah penulis
atau pengarang memaparkan atau mendeskripsikan secara panjang
lebar tentang suatu topik. Oleh karena itu, dalam merangkai paragraf
ini harus diperhatikan secara baik hal-hal yang terkait dengan kesatuan,
kepaduan, kelengkapan, kelogisan, dan kesistematisan penyampaian
gagasan agar hubungan antara satu paragraf dan paragraf lain teratur
serta tersusun secara rapi dalam satu wacana yang utuh.

1.2.3 Paragraf Penutup


Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk
mengakhiri sebuah karangan atau bagian karangan. Dalam paragraf
ini terkandung kesimpulan-kesimpulan pokok tentang topik yang
telah dibahas dalam paragraf penghubung. Paragraf ini berfungsi
menegaskan kembali pokok-pokok pikiran yang harus diingat
kembali oleh pembaca, memberi saran, harapan, dan seruan atau
ajakan untuk berbuat. Oleh karena itu, paragraf ini hendaknya juga
dibuat semenarik mungkin sehingga menimbulkan kesan yang
mendalam bagi pembaca. Untuk lebih memahami uraian di atas,
perhatikan contoh paragraf dalam wacana pendek berikut!

Contoh (1):
Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat aspek
keterampilan. Aspek-aspek dimaksud adalah sebagai berikut:
keterampilan menyimak (mendengarkan), keterampilan
berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan
menulis. Menyimak dan membaca merupakan keterampilan
berbahasa yang bersifat reseptif, sedangkan berbicara dan

Azwardi 2018
136 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

menulis merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat


produktif. Keempat aspek tersebut merupakan caturtunggal.
Keterampilan menyimak dan membaca dikatakan sebagai
keterampilan yang bersifat reseptif karena kedua keterampilan ini
bersifat menyerap informasi yang disampaikan pembicara atau
penulis. Dengan perkataan lain, kedua keterampilan ini bertindak
pasif dalam aktivitas berbahasa. Dalam konteks ini penyimak
(pendengar) atau pembaca tidak hanya pasif menyerap informasi
yang disampaikan pembicara atau penulis, tetapi juga aktif
mengolah dan menalar kembali tentang sesuatu hal atau informasi
yang diterimanya.
Keterampilan berbicara atau menulis dikatakan sebagai
keterampilan yang bersifat memberikan atau menyampaikan
informasi kepada pendengar (penyimak) atau pembaca. Dengan
perkataan lain, kedua keterampilan ini bertindak aktif dalam
aktivitas berbahasa. Dalam konteks ini informasi-informasi
yang disampaikan pembicara atau penulis, baik kepada
pendengar maupun pembaca, merupakan hasil penalaran yang
matang dari pihak pembicara atau menulis, tetapi mempunyai
daya kreasi atau kreatif dalam perilaku bahasanya.
Oleh karena keempat aspek performansi bahasa itu merupakan
suatu keterampilan, untuk mencapai tujuan yang optimal di dalam
aktivitas berbahasa, mutlak diperlukan pelatihan-pelatihan.
Melalui pelatihan-pelatihanlah seseorang dapat mahir atau
terampil dalam berbahasa, baik keterampilan dalam menyerap
informasi maupun keterampilan dalam menyampaikan informasi.
Tanpa adanya latihan-latihan yang kontinu, mustahil seseorang
menjadi terampil berbahasa.

2018 Azwardi
Paragraf 137

Contoh (1) merupakan suatu wacana yang terdiri atas empat


paragraf. Paragraf pertama yang menyatakan pikiran tentang aspek
pembelajaran bahasa Indonesia merupakan paragraf pembuka.
Selanjutnya, paragraf kedua dan ketiga yang masing-masing memuat
pikiran tentang keterampilan yang bersifat reseptif dan produktif
merupakan paragraf penghubung. Kemudian, paragraf keempat
yang menyampaikan pikiran tentang cara yang diperlukan untuk
mencapai keberhasilan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa
merupakan paragraf penutup. Jadi, paragraf pembuka dalam wacana
di atas adalah paragraf pertama, paragraf penghubung adalah paragraf
kedua dan ketiga, dan paragraf penutup adalah paragraf keempat.

1.3 Unsur-Unsur Paragraf


Paragraf merupakan rangkaian kalimat atau seperangkat kalimat
yang bertalian secara padu; merupakan satu kesatuan ekspresi
yang digunakan oleh pengarang atau penulis sebagai alat untuk
menyampaikan buah pikiran, perasaan, dan pengalaman kepada
pembaca. Untuk memudahkan pembaca dalam menerima dan
menyerap informasi yang disampaikan oleh pengarang atau penulis,
paragraf harus disusun secara baik, benar, logis, dan sistematis.
Adapun alat bantu yang diperlukan untuk membangun sebuah
paragraf yang baik, benar, logis, dan sistematis adalah ungkapan
transisi, kalimat topik, kalimat penjelas atau kalimat pengembang,
dan kalimat penegas.

1.3.1 Ungkapan Transisi


Ungkapan transisi adalah kata, frasa, klausa, atau kalimat yang
digunakan sebagai alat kohesi. Ungakapan transisi berfungsi sebagai
penghubung jalan pikiran antara satu kalimat dan kalimat kainnya

Azwardi 2018
138 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

dalam paragraf atau antara satu paragraf dan paragraf lainnya dalam
wacana. Dengan perkataan lain, ungkapan transisi, baik yang berupa
kata, frasa, klausa, maupun kalimat, berfungsi sebagai pembentuk
koherensi atau kepaduan antarkalimat dalam paragraf atau kepaduan
antarparagraf dalam wacana.
Ungkapan transisi tidak selalu harus ada dalam suatu paragraf
atau wacana. Kehadirannya bergantung kepada pertimbangan penulis
atau pengarang. Bila penulis merasa perlu menghadirkan ungkapan
transisi demi kejelasan informasi yang disampaikan, ungkapan
transisi digunakan. Sebaliknya, bila penulis dapat mengekpresikan
ide pokok atau gagasan utama dengan jelas tanpa harus hadir
ungkapan transisi, ungkapan transisi tidak perlu digunakan.
Mewujudkan koherensi antarkalimat dalam paragraf atau
antarparagraf dalam wacana dapat dilakukan secara implisit
dan eksplisit. Hubungan implisit tidak ditandai oleh ungkapan
transisi tertentu, tetapi koherensi antarparagraf dapat dirasakan.
Hubungan eksplisit dapat dinyatakan melalui alat kohesi atau
ungkapan transisi tertentu.
Ungkapan transisi yang berupa kata dan frasa relatif banyak.
Secara umum transisi ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
(1) penanda hubungan lanjutan, seperti dan, serta, lagi, dan lagipula;
(2) penanda hubungan urutan waktu, seperti dahulu, kini, sekarang,
dan kemudian;
(3) penanda klimaks, seperti paling …, se … nya, dan ter …;
(4) penanda perbandingan, seperti sama halnya, ibarat, bagaikan,
dan seperti;
(5) penanda kontras, seperti tetapi, namun, akan tetapi, biarpun,
meskipun demikian, dan walaupun;
(6) penanda hubungan jarak, seperti di sini, di situ, dan di sana;

2018 Azwardi
Paragraf 139

(7) penanda ilustrasi, seperti umpamanya, contohnya, bagaikan, dan


seperti;
(8) penanda sebab akibat, seperti oleh karena itu, akibatnya, dan
dengan demikian;
(9) penanda kondisi (pengandaian), seperti jika, bila, kalau, dan
seandainya; dan
(10) penanda kesimpulan, seperti ringkasnya, akhirnya, singkatnya,
dan kesimpulannya.

Selanjutnya, transisi yang berupa klausa atau kalimat


mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai ungkapan transisi dan
juga sebagai pengantar topik utama yang akan dibicarakan. Klausa
atau kalimat itu disebut juga kalimat penuntun. Kalimat itu tidak
berfungsi sebagai pengganti kalimat topik, tetapi, bila dalam satu
paragraf terdapat kalimat penuntun ini sebagai ungkapan transisi,
kalimat topik langsung terdapat setelah kalimat penuntun tersebut.

1.3.2 Kalimat Topik


Kalimat topik adalah kalimat dalam sebuah paragraf yang di
dalamnya terkandung ide pokok. Dalam bahasa Indonesia istilah-
istilah tersebut sering disebut pikiran utama, agasan utama, gagasan
pokok, dan pokok pikiran. Semua istilah tersebut mengandung makna
yang sama, yaitu inti substansi yang terkandung dalam kalimat topik
atau kalimat utama.
Dalam suatu paragraf posisi kalimat topik atau kalimat utama
bervariasi; ada letaknya di awal, ada letaknya di akhir, dan ada
juga yang letaknya dalam keseluruhan paragraf. Bila kalimat topik
atau kalimat utama tersebut diletakkan di awal, paragraf itu disebut
paragraf deduktif, bila kalimat topik atau kalimat utama diletakkan

Azwardi 2018
140 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

di akhir, paragraf itu disebut paragraf induktif, bila kalimat topik


atau kalimat utama diletakkan di awal dan di akhir, paragraf tersebut
disebut paragraf campuran, dan bila kalimat topik atau kalimat
utamanya berada dalam keseluruhan paragraf, dinamakan paragraf
deskriptif atau paragraf naratif.

1.3.3 Kalimat Pengembang


Kalimat pengembang adalah semua kalimat selain kalimat topik atau
kalimat utama. Fungsinya adalah menerangkan kalimat topik atau
kalimat utama sejelas-jelasnya. Oleh karena itu, kalimat pengembang
disebut juga kalimat penjelas. Sebagian besar kalimat yang terdapat
dalam suatu paragraf ialah kalimat pengembang. Misalnya, bila
dalam suatu paragraf terdapat dua belas kalimat, sebelas atau sepuluh
di antaranya merupakan kalimat pengembang.
Susunan kalimat pengembang harus sistematis, tidak sembarangan.
Urutan kalimat pengembang sebagai perluasan pemaparan ide pokok
yang bersifat abstrak harus diurutkan menurut hakikat ide pokok.
Pengembangan kalimat topik atau kalimat utama yang bersifat
kronologis biasanya berupa hubungan benda atau kejadian dengan
waktu. Urutannya adalah masa lalu, kala kini, dan saat nanti. Bila
pengembangan kalimat topik berhubungan dengan jarak, urutannya
dimulai dari jarak yang paling dekat, lebih jauh, dan paling jauh.

1.3.4 Kalimat Penegas


Kalimat penegas adalah kalimat yang ada dalam sebuah paragraf
yang berfungsi sebagai pengulangan atau penegasan kembali
kalimat topik atau kalimat utama dan sebagai daya tarik pembaca
atau sebagai selingan menghilangkan kejenuhan. Untuk itu, kalimat
penegas ini hendaknya dirangkai dalam bentuk variasi yang menarik.

2018 Azwardi
Paragraf 141

Pada dasarnya kalimat penegas adalah kalimat topik atau


kalimat utama yang diulang kembali dengan redaksi yang berbeda.
Jadi, keberadaannya dalam suatu paragraf tidak mutlak; boleh ada
boleh tidak. Hal tersebut diadakan bila penulis atau pengarang
memerlukannya demi kejelasan informasi yang disampaikan dan
tidak diadakan jika kehadirannya tidak diperlukan atau informasi
yang disampaikan sudah cukup jelas tanpa hadirnya kalimat penjelas.
Keempat hal yang telah dipaparkan di atas (transisi, kalimat
topik, kalimat pengembang, dan kalimat penegas) dalam tinjauan
lain disebut juga struktur suatu paragraf. Untuk menjelaskan uraian
di atas, perhatikan contoh berikut!

Contoh (2):
Sebaliknya, di rumah Pak Ali sering marah-marah. Sarapan
pagi terlambat dihidangkan, apalagi dalam keadaan dingin,
ia langsung memukul-mukul meja makan sambil memaki-
maki pelayan dapur. Kamar tidur tidak bersih, giliran pelayan
kamar kena omelan. Bila letak buku atau surat-surat berubah
dari semula, ia langsung menegur istri atau anaknya. Kalau
pekarangan dan mobil tidak bersih, alamat pelayan taman kena
“semprotan”. Boleh dikatakan bahwa Pak Ali melampiaskan
marahnya setiap ada yang tidak beres di rumah (Dikutip dari
Djago Tarigan, 1991:14).

Contoh (2) merupakan paragraf yang terdiri atas enam kalimat.


Kalimat pertama merupakan kalimat topik yang mengandung gagasan
pokok sebagai pengendali. Kalimat kedua sampai dengan kelima
merupakan kalimat pengembang yang berfungsi menjelaskan gagasan
pokok yang terdapat dalam kalimat pertama; menjelaskan mengapa Pak
Ali marah-marah. Kalimat keenam merupakan kalimat penegas. Selain

Azwardi 2018
142 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

itu, dalam paragraf di atas juga digunakan kata-kata transisi sebagai


penanda hubungan sehingga kesatuan dan perpaduan paragraf tersebut
dapat terpelihara dengan baik. Kata-kata transisi yang digunakan dalam
paragraf di atas adalah sebaliknya, apalagi, dan boleh dikatakan.

1.4 Syarat-Syarat Pembentukan Paragraf


Seperti halnya dengan kalimat, paragraf yang baik juga harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat yang harus
dipenuhi dalam membangun sebuah paragraf yang baik adalah
sebagai berikut:
(1) kesatuan,
(2) kepaduan (koherensi), dan
(3) kelengkapan.

1.4.1 Kesatuan Paragraf


Yang dimaksud dengan kesatuan paragraf adalah semua kalimat
yang membangun paragraf itu secara bersama-sama diarahkan untuk
menunjang penguatan menjelaskan satu gagasan utama. Karena fungsi
paragraf adalah tempat mengembangkan sebuah gagasan tunggal, tidak
boleh terdapat unsur-unsur lain yang tidak mempunyai pertalian dengan
maksud tunggal tersebut. Bila kalimat-kalimat lain hadir tanpa adanya
hubungan langsung dengan kalimat utama, akan mempersulit pembaca
dalam memahami maksud yang disampaikan penulis.
Terkait dengan hal ini, Parera (1991:21) menjelaskan bahwa
kesatuan paragraf berarti kalimat-kalimat dalam satu paragraf
harus menggambarkan hubungan dan menunjukkan ikatan untuk
mendukung satu gagasan dan pikiran. Kesatuan berarti ada hubungan
yang dekat mengenai masalah dan tema dalam pengembangan. Agar
lebih jelas tentang kesatuan ini, perhatikan contoh paragraf berikut!

2018 Azwardi
Paragraf 143

Contoh (3):
Malam harinya kami mulai sibuk. Barang sewaan mulai
berdatangan. Tenda dipasang langsung oleh petugas. Keluarga
inti berbicang-bincang merancang bagaimana arena harus
diatur. Di mana tempat duduk anak yang dikhitan, di mana kursi
undangan, tempat pembawa acara, pembicara, dan sebagainya.
Sebagian menyiapkan dipan tempat khitanan dengan hiasan-
hiasan sepreinya. Sebagian tetap di dapur menyiapkan
makan selanjutnya. Ada pula yang membuat penganan untuk
penambahan makanan kecil. Pokoknya semua bekerja (Dikutip
dari M. Ramlan, 1993:2).

Contoh (3) terdiri atas sembilan kalimat yang saling terkait


membentuk satu kesatuan. Dalam paragraf tersebut kalimat utamanya
adalah kalimat pertama. Kalimat tersebut merupakan kalimat topik
yang mengandung ide pokok sebagai pengendalinya. Ide pokok
tersebut mengendalikan uraian atau penjelasan-penjelasan lebih
lanjut sehingga ide pokok beserta penjelasan berikutnya membentuk
satu kesatuan makna. Bandingkan dengan contoh paragraf berikut!

Contoh (4):
Pada dasarnya bahasa merupakan alat untuk menyampaikan pikiran,
perasaan, dan pengalaman manusia. Keterampilan berbahasa dibe-
dakan atas keterampilan berbahasa secara lisan dan keterampilan
berbahasa secata tulisan. Menulis dan berbicara merupakan kete­
rampilan yang bersifat produktif, sedangkan menyimak dan mem-
baca merupakan keterampilan yang bersifat reseptif. Demikianlah
hakikat keterampilan berbahasa.

Dalam contoh (4) pembaca sulit memahami isi paragraf tersebut.


Kesulitan itu tidak lain karena kalimat-kalimat yang membentuk

Azwardi 2018
144 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

paragraf tersebut tidak mempunyai pertalian atau hubungan yang


dekat antara kalimat pertama dan kalimat berikutnya. Dengan
perkataan lain, bangunan kalimat-kalimat pada paragraf tersebut
tidak mempunyai kesatuan makna. Kalimat topik yang ditempatkan
pada kalimat pertama tidak dijelaskan secara rinci tentang gagasan
yang perlu dijelaskan, malah dimunculkan kalimat berikutnya yang
tidak ada hubungannya dengan kalimat pertama (kalimat topik).

1.4.2 Kepaduan Paragraf


Paragraf yang baik adalah paragraf yang kalimat-kalimat yang
membentuknya mempunyai hubungan yang harmonis; antara satu
kalimat dan kalimat yang lain mempunyai hubungan yang padu
(koheren). Kepaduan merupakan syarat utama suatu paragraf.
Tanpa adanya kepaduan kumpulan informasi atau kalimat-kalimat
pembentuknya itu tidak menghasilkan paragraf yang kohesif. Dengan
kepaduan yang terjaga dengan baik pembaca dapat mengikuti dan
memahami jalan pikiran si penulis atau pengarang dengan mudah.
Sebaliknya, jika kepaduan tidak terpelihara dengan baik, jalan
pikiran penulis terasa melompat-lompat sehingga sukar diikuti dan
dipahami oleh pembaca.
Kepaduan paragraf dapat terjaga dan terpelihara dengan
menggunakan penanda-penanda hubungan antarkalimat, baik secara
implisit maupun secara eksplisit. Penanda hubungan ini berfungsi
memadukan hubungan antara kalimat yang satu dan kalimat yang
lain dalam paragraf atau antara raragraf yang satu dan paragraf
lainnya dalam wacana atau karangan. Penanda hubungan eksplisit
biasanya menggunakan kata atau frasa, seperti pengulangan kata atau
frasa kunci, penggunaan kata ganti, dan pemakaian kata-kata atau
frasa-frasa transisi. Sebaliknya, penanda hubungan implisit tidak

2018 Azwardi
Paragraf 145

menggunakan kata atau frasa, tetapi ditunjukkan oleh lagu kalimat,


situasi pembicaraan, lingkungan, dan sebagainya. Penanda hubungan
secara implisit ini dapat dinyatakan melalui situasi pembicaraan.
Berdasarkan situasi pembicaraan dapat dipahami bahwa kalimat-
kalimat dalam sebuah paragraf berhubungan secara padu. Hubungan
penanda implisit ini sering digunakan dalam karangan yang
berbentuk narasi atau cerita rekaan. Agar lebih jelasnya menyangkut
dengan kepaduan paragraf ini, perhatikan contoh paragraf berikut!

Contoh (5):
Jalan itu sangat ramai. Pagi-pagi, pukul enam, sudah banyak
kendaraan yang lewat membawa sayur-sayuran dan hasil
pertanian lainnya ke pasar. Tak lama kemudian, anak-anak
sekolah memadati jalan itu. Ada yang naik sepeda, ada yang
naik sepeda motor, dan ada juga yang naik mobil jemputan.
Sesudah itu, mereka berangkat ke tempat pekerjaan masing-
masing. Demikianlah hingga malam jalan itu tak pernah sepi
(Dikutip dari M. Ramlan, 1993:10).

Contoh (5) merupakan paragraf yang padu. Paduan dapat


dilihat melalui kata-kata atau frasa transisi yang digunakan dalam
menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain.
Kata-kata atau frasa transisi yang digunakan dalam paragraf di atas
adalah seperti tak lama kemudian, sesudah itu, dan demikianlah.
Bandingkan dengan contoh paragraf berikut!

Contoh (6):
Kota Yogyakarta dikenal juga sebagai kota pelajar. Tanah di
sekitarnya sangat subur. Banyak pendatang baru yang datang
untuk mencari pekerjaan. Pada malam hari orang berjalan-

Azwardi 2018
146 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

jalan di sepanjang jalan Malioboro untuk menghirup udara segar


(Dikutip dari M. Ramlan, 1993:9).

Contoh (6) merupakan paragraf yang terdiri atas empat kalimat.


Pada kalimat pertama yang merupakan kalimat topik dinyatakan
bahwa kota Yogyakarta dikenal juga sebagai kota pelajar sebagai
ide pokoknya. Kalimat-kalimat yang ditambah selanjutnya sama
sekali tidak ada kaitan dengan ide pokoknya. Contoh di atas hanya
merupakan kumpulan informasi yang tidak membentuk paragraf
karena tidak ada kepaduan. Idealnya, ide pokok kota pelajar yang
terdapat pada kalimat pertama dijelaskan lebih lanjut, seperti bahwa
kota itu banyak terdapat lembaga pendidikan tinggi, baik negeri
maupun swasta sehingga banyak pemuda dari luarYogyakarta datang
untuk belajar, dan seterusnya. Dengan demikian, kepaduan paragraf
dapat terwujud dengan baik.

1.4.3 Kelengkapan Paragraf


Gagasan pokok sebuah paragraf hanya akan jelas bila diperinci
dengan gagasan-gagasan penunjang. Setiap gagasan penunjang
dapat dituang ke dalam satu kalimat penunjang atau lebih. Suatu
paragraf dikatakan lengkap jika memiliki kalimat penunjang
atau kalimat penjelas yang memadai untuk mendukung kejelasan
kalimat topik atau kalimat utama. Sebaliknya, suatu paragraf
dikatakan tidak lengkap jika tidak dikembangkan dengan
kalimat-kalimat penjelas yang cukup atau hanya diperluas dengan
pengulangan-pengulangan. Untuk lebih jelasnya menyangkut
dengan hal ini, perhatikan contoh (7) berikut.

2018 Azwardi
Paragraf 147

Contoh (7):
Suatu karangan biasanya mengandung tiga bagian utama, yaitu
bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. Setiap bagian
mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Bagian pendahuluan
mempunyai fungsi satu atau sebagian dari fungsi untuk menarik
minat pembaca, mengarahkan perhatian pembaca, menjelaskan
secara singkat tema karangan, menjelaskan bila dan di bagian
mana suatu hal akan dibicarakan. Fungsi bagian isi, antara lain,
merupakan penghubung antara bagian pendahuluan dan bagian
penutup atau merupakan penjelasan terperinci terhadap apa
yang dibicarakan di bagian pendahuluan. Fungsi bagian penutup
ialah salah satu atau kombinasi dari fungsi untuk memberikan
kesimpulan, penekanan bagian-bagian tertentu, klimaks,
melengkapi, dan merangsang pembaca mengerjakan sesuatu
tentang apa yang sudah dijelaskan atau dibicarakan setiap bagian
utama karangan mempunyai fungsi tetentu (Dikutip dari Djago
Tarigan, 1991:22).

Contoh (8):
Pemerintah menyadari bahwa masih ada pihak-pihak atau
sebagian kecil dari rakyat yang belum dapat menikmati hasil
pembangunan. Oleh karena itu, dalam trilogi pembangunan,
pemerataan dijadikan strategi pelaksanaan pembangunan (Dikutip
dari M.Ramlan, 1993:52).

Dalam contoh (7) kelengkapan paragraf terlihat dengan jelas.


Paragraf tersebut dilengkapi dengan transisi, kalimat topik, kalimat
pengembang, dan kalimat penegas. Di pihak lain, dalam contoh
(8) hanya terdapat kalimat topik dan kalimat penjelas, sedangkan
kalimat-kalimat pengembang sebagai penjelasan lebih lanjut dari
kalimat topik tidak ditambahkan. Oleh karena itu, paragraf pada
contoh (8) bukanlah suatu paragraf yang lengkap.

Azwardi 2018
148 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.5 Kalimat Utama dan Kalimat Penjelas


Kalimat yang mengandung ide pokok atau gagasan utama disebut
kalimat utama. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu
bahwa penempatan kalimat utama dalam sebuah paragraf berbeda-
beda. Ada yag ditempatkan di awal paragraf, ada yang ditempatkan
di akhir paragraf, ada yang diletakkan di awal dan di akhir paragraf,
dan ada juga tersebar dalam satu paragraf. Penempatan kalimat
utama tersebut disesuaikan dengan kebutuhan penulisan. Kalimat
yang mengungkapkan pikiran penjelas disebut kalimat penjelas. Jadi,
dalam sebuah paragraf hanya terdapat satu kalimat utama, beberapa
kalimat penjelas, dan satu kalimat penegas jika perlu.

1.6 Tempat Kalimat Utama


1.6.1 Kalimat Utama Terletak di Awal Paragraf
Paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal paragraf disebut paragraf
deduktif. Penempatan kalimat utama di awal paragraf ini mengikuti
metode deduktif. Ide pokok yang ada dalam kalimat utama biasanya
mengandung pernyataan yang bersifat umum, yakni pernyataan yang
masih memerlukan pengembangan, perincian, dan penjelasan lebih
lanjut. Paragraf ini diawali dengan kalimat yang mengandung ide pokok
atau gagasan utama, dan selanjutnya dikembangkan dengan kalimat-
kalimat lain sebagai kalimat penjelas. Untuk lebih jelasnya menyangkut
dengan hal tersebut, perhatikan contoh (9) berikut!

Contoh (9):
Sejak Ayahnya meninggal tanggung jawab Amin semakin berat.
Biaya hidup keluarga dibebankan ke pundaknya. Pelunasan utang-
piutang selama ini harus diselesaikannya sendiri. Kelanjutan
sekolah adik-adiknya harus ia pertahankan. Pengelolaan perusahaan

2018 Azwardi
Paragraf 149

batu bata peninggalan ayahnya harus pula ia laksanakan (Dikutip


dari Djago Tarigan, 1991:14).

1.6.2 Kalimat Utama Terletak di Akhir Paragraf


Paragraf yang kalimat utamanya terletak di akhir paragraf disebut
paragraf induktif. Penempatan kalimat utama di akhir paragraf ini
mengikuti metode induktif. Sebelum sampai pada kalimat utama
terlebih dahulu diuraikan keterangan-keterangan yang mengacu
kepada gagasan utama yang akan dikemukakan pada kalimat
tumpuan di akhir paragraf. Kalimat topik yang diletakkan pada akhir
paragraf ini umumnya merupakan kesimpulan atau rangkuman dari
apa yang telah dikemukakan pada kalimat-kalimat sebelumnya.
Penulis terlebih dahulu mengemukakan beberapa kejadian, peristiwa,
atau keadaan sebelum menyampaikan kesimpulan. Jadi, alur pikiran
dinyatakan secara induktif. Untuk lebih jelasnya tentang paragraf ini,
perhatikan contoh (10) berikut!

Contoh (10):
Menyetop dengan dada dan kaki dapat ia lakukan secara
sempurna. Tembakan kaki kanan dan kaki kiri tepat arahnya lagi
keras. Sundulan kepalanya sering memperdayakan kiper lawan.
Bola seolah-olah menurut kehendaknya. Larinya cepat bagaikan
kijang. Lawan sukar mengambil bola dari kakinya. Operan
bolanya tepat dan terarah. Amir benar-benar pemain bola yang
jempolan (Dikutip dari Djago Tarigan, 1991:28).

1.6.3 Kalimat Utama Terletak di Awal dan di Akhir Paragraf


Paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal dan di akhir paragraf
disebut juga paragraf campuran. Penempatan kalimat utama di awal dan
di akhir paragraf ini mengikuti metode deduktif-induktif. Dalam hal ini,

Azwardi 2018
150 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

kalimat utama yang terlatak di bagian awal paragraf berisi pernyataan


yang bersifat umum yang tentunya masih memerlukan penjelasan lebih
lanjut. Di pihak lain, kalimat utama yang terletak pada akhir paragraf
sebenarnya merupakan ulangan dari kalimat utama yang terdapat di awal
paragraf. Pengulangan kalimat utama ini biasanya dibuat dalam redaksi
yang berbeda dengan beberapa perubahan, perluasan, dan ungkapan
lain. Jadi, alur pikiran paragraf ini bersifat deduktif-induktif. Untuk
lebih jelasnya tentang paragraf ini, perhatikan contoh (11) berikut!

Contoh (11):
Menjaga kesucian tempat ibadah itu wajib hukumnya, dan hal
itu merupakan salah satu syarat sah salat. Untuk itu, mestinya
di setiap masjid atau meunasah atau musala tersedia kran air
tambahan atau wadah berisi air di dekat tangga atau teras, apalagi
jika lantai tempat ibadahnya terhubung langsung ke area toilet.
Jamaah sulit terhindar untuk tidak menyebarkan najis ke dalam
tempat ibadah tersebut. Bagi jamaah yang memakai alas kaki yang
tidak bisa kena air atau ragu-ragu akan kesucian kakinya dapat
membasuhnya lagi sebelum masuk atau melangkah ke lantai
masjid atau meunasah atau musala. Itulah pentingnya seorang
khadam masjid atau pengurus tempat ibadah memahami dengan
benar ilmu tentang bersuci (taharah).

1.6.4 Kalimat Utama Tersirat dalam Keseluruhan Paragraf


Paragraf yang kalimat utamanya tersirat dalam keseluruhan paragraf
disebut paragraf deskriptif. Dalam paragraf yang bersifat naratif-
deskriptif ini kalimat utama tidak dinyatakan secara tersurat. Ide
pokok dapat tecermin dalam keseluruhan kalimat yang membangun
paragraf tersebut. Untuk lebih jelasnya tentang paragraf ini,
perhatikan contoh (12) berikut!

2018 Azwardi
Paragraf 151

Contoh (12):
Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu
benda cerah tidak dikenal melayang menyusuri lengkungan langit
sambil meninggalkan jejak kehitam-hitaman dengan disaksikan
oleh paling sedikit seribu orang diberbagai dusun Siberia Tengah.
Jam menunjukkan pukul 7.00 waktu setempat. Penduduk Desa
Vonovara melihat benda itu menjadi batu api menyilaukan di atas
hutan cemara sekitar sungai Tungusha. Kobaran api membentuk
cendawan membumbung tinggi ke angkasa, disusul ledakan dasyat
yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar lebih dari 1000
km jauhnya (Dikutip dari keraf, 1993:74).

2. Ringkasan
Berdasarkan beberapa definisi atau pengertian yang telah dikemukakan
para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa paragraf adalah satuan
gramatik yang lebih tinggi daripada kelimat, bagian dari karangan atau
tuturan yang menampung sebagian pengertian konkret, terdiri atas satu
kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas ditambah satu kalimat
penegas (bila ada) yang tersusun secara kohesif, logis, dan sistematis serta
memiliki satu ide pokok sebagai pengendalinya.Secara umum dikenal
tiga macam paragraf, yaitu paragraf pembuka, paragraf penghubung,
dan paragraf penutup. Paragraf pembuka adalah paragraf yang isinya
mengantarkan suatu karangan atau pokok-pokok pikiran dalam bagian-
bagian tertentu. Paragraf penghubungan adalah semua paragraf yang
terdapat di antara paragraf pembuka dan paragraf penutup. Paragraf
penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri sebuah
karangan atau bagian karangan.
Untuk memudahkan pembaca dalam menerima dan menyerap
informasi yang disampaikan oleh pengarang atau penulis, suatu
paragraf atau wacana harus disusun secara baik, logis, dan

Azwardi 2018
152 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

sistematis. Alat bantu yang diperlukan untuk membangun sebuah


paragraf yang baik, logis, dan sistematika adalah transisi, kalimat
topik, kalimat penjelas, dan kalimat penegas. Transisi adalah kata,
frasa, klausa, atau kalimat yang digunakan sebagai penghubung
antarkalimat kalimat dalam paragraf atau antarparagraf dalam
wacana. Kalimat topik adalah kalimat dalam sebuah paragraf yang
di dalamnya mengandung ide pokok atau gagasan utama. Kalimat
yang mengungkapkan pikiran penjelas disebut kalimat penjelas.
Kalimat yang menegaskan ide pokok atau gagasan utama disebut
kalimat penegas.
Seperti halnya kalimat, sebuah paragraf yang baik juga harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang diperlukan agar
sebuah paragraf itu baik adalah kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan.
Yang dimaksud dengan kesatuan paragraf adalah semua kalimat
yang membangun paragraf itu secara bersama-sama diarahkan untuk
menunjang penguatan menjelaskan satu gagasan utama. Paragraf
yang baik adalah paragraf yang kalimat-kalimat yang membentuknya
mempunyai hubungan yang harmonis; antara satu kalimat dan kalimat
yang lain mempunyai hubungan yang padu (koheren). Suatu paragraf
dikatakan lengkap jika di dalamnya berisi kalimat penjelas yang
memada untuk mendukung kejelasan kalimat utama.
Kalimat topik adalah kalimat dalam sebuah paragraf yang di
dalamnya mengandung ide pokok atau gagasan utama. Tempat kalimat
utama dalam suatu paragraf berbeda-beda. Ada yang ditempatkan
di awal paragraf, ada yang ditempatkan di akhir paragraf, ada yang
ditempatkan di awal dan di akhir paragraf, dan ada juga yang tersebar
dalam seluruh paragraf. Penempatan kalimat utama tersebut disesuaikan
dengan kebutuhan penulisan. Paragraf yang kalimat utamanya terletak
di awal paragraf disebut paragraf deduktif. Paragraf yang kalimat

2018 Azwardi
Paragraf 153

utamanya terletak di akhir paragraf disebut paragraf induktif. Paragraf


yang kalimat utamanya terletak di awal dan di akhir paragraf disebut juga
paragraf campuran. Paragraf yang ide pokok atau gagasan utamanya
dapat tecermin dalam keseluruhan kalimat yang membangun paragraf
disebut paragraf deskriptif atau paragraf naratif.

3. Latihan
(1) Pada hakikatnya bahasa merupakan alat komunikasi untuk
menyampaikan pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia.
Buatlah masing-masing satu paragraf tentang apa yang Anda
pikiran, tentang apa yang Anda rasakan, dan tentang apa yang
Anda alami!
(2) Berdasarkan tinjauan tempat kalimat utama, paragraf dibedakan
atas empat macam, yaitu paragraf deduktif, paragraf induktif,
paragraf campuran, dan paragraf deskriptif atau paragraf naratif.
Buatlah masing-masing satu paragraf dengan topik seputar
belajar di perguruan tinggi!
(3) Teks di bawah ini merupakan contoh paragraf yang tidak
memenuhi syarat kepaduan. Ubahlah posisi kalimat teks tersebut
sehingga menjadi rangkaian kalimat yang membentuk paragraf
yang koheren!

Sebuah sekolah bisnis di AS telah menerapkan sebuah


metode belajar, dan hasilnya sangat speksakuler. Sekolah tersebut
memperkuat tubuh, memperkaya jiwa dan mendidik pikiran
dengan formulasi metode belajar yang diterapkan. Di sekolah
tersebut oang-orang tidak hanya belajar tentang teori dan praktik,
tetapi mereka juga membangun rasa percaya diri, merasa lebih
berhasil dalam hidup mereka, dan bergembira; semuanya mereka

Azwardi 2018
154 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

proses dalam kurun waktu yang bersamaan. Betapa tidak, dalam


kurun waktu enam minggu sekolah tersebut dapat memberikan
kontribusi pengalaman belajar lebih banyak daripada empat tahun
belajar di perguruan tinggi.

(4) Tentukan kalimat utama, kalimat penjelas, kalimat penegas, dan


ungkapan transisi yang terdapat dalam paragraf-paragraf wacana
di bawah ini!

Buku ini memuat rekaman peristiwa nyata yang sangat dramatis


yang dialami orang-orang yang bergelut dengan gelombang tsunami.
Rekaman peristiwa ini merupakan salah satu catatan sejarah tentang
akibat peristiwa tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 di
Aceh. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan sejumlah komentar
masyarakat dari berbagai elemen seputar peristiwa gempa dan tsunami.
Catatan sejarah yang termuat dalam buku ini menjadi dokumentasi
untuk memperkaya khazanah kearsipan seputar peristiwa yang maha
dahsyat itu.
Kehadiran buku ini tidak terlepas dari kerja keras tim
investigasi dalam mengumpulkan berbagai informasi tentang
pengalaman dan keberadaan orang-orang yang bergelut
dengan gelombang tsunami. Dalam proses tersebut berbagai
kendala teknis dihadapi oleh para peliput. Kendala tersebut,
antara lain, ada informasi awal tentang pengalaman seseorang
yang menarik untuk direkam, tetapi, ketika didatangi ternyata
pengalaman orang tersebut tidak seperti yang diceritakan orang;
ada informasi cerita menarik dan dramatis yang hendak diliput,
tetapi, saat didatangi pemilik cerita itu tidak berada di tempat
tinggalnya; ada pengalaman unik yang dialami, tetapi pengalam
itu tidak bersedia menceritakannya; bahkan, ada yang baru

2018 Azwardi
Paragraf 155

sesaat diwawancarai yang bersangkutan langsung menangis, tak


kuasa meredam perasaan sedihnya waktu menceritakan ulang
pengalamannya bergelut dengan gelombang maut itu.
Semua informasi yang diperoleh di lapangan diredaksikan
oleh para peliput yang juga penyusun buku ini dengan gaya bahasa
yang mengikuti tuturan para pengalam yang berbeda-beda. Jika
dalam meredaksikan kembali cerita-cerita memerlukan tambahan
informasi para pengalamnya, penyusun mendatangi ulang para
pengalam dimaksud. Jika mereka tidak dapat dijumpai lagi,
terpaksa konsep naskah ceritanya dibatalkan. Tidak hanya itu,
penyusun juga bertindak sebagai editor, desainer, dan layouter,
yang semuanya dikoordinasikan dan diarahkan oleh pencetus
ide yang juga sebagai pengarah dalam proses penulisan catatan
sejarah ini. Sekecil apa pun kendala yang dihadapi, baik yang
berhubungan dengan pengumpulan informasi di lapangan maupun
kendala lain dalam proses penyusunannya, dibahas bersama-
sama secara cermat dan dicari solusinya. Alhamdulillah, berkat
kesabaran, keseriusan, dan kebersamaan yang tinggi sesama
anggota tim, catatan sejarah ini berhasil terwujud menjadi buku
top history yang diberi nama Tsunami dan Kisah Mereka.
Akhirnya, tim penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dalam
penulisan dokumen bersejarah ini, termasuk para pejabat yang
telah memberikan apresiasi secara khusus melalui sambutan
tertulisnya. Ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-
tingginya tidak lupa disampaikan kepada para pengalam atas
kesediaan mengisahkan pengalamannya dan para komentator
atas komentarnya. Semoga buku ini besar manfaatnya dan
menjadi bukti sejarah yang sangat bernilai bagi kehidupan
manusia.

Azwardi 2018
156 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 157

BAB VIII
PENULISAN KARYA ILMIAH

1. Uraian Materi
1.1 Pengertian Karya Ilmiah
Istilah karya ilmiah di sini mengacu kepada karya tulisan yang
penyampaian dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan
cara kerja ilmiah. Ditinjau dari panjang pendeknya atau tingkat
kedalaman uraiannya, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah
(paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisannya, baik makalah
maupun laporan penelitian, didasarkan pada kajian ilmiah dan cara
kerja ilmiah. Penyusunan karya semacam itu didahului oleh studi
pustaka atau studi lapangan.

1.2 Jenis-Jenis Karya Ilmiah


1.2.1 Makalah
Makalah pada umumnya merupakan karya tulis ilmiah yang
penyajiannya bersifat deskriptif dan eksplanatori, yaitu kajian yang
bertujuan menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat ata
bahkan menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang sudah
ada sebelumnya. Biasanya makalah disusun oleh mahasiswa
sebagai bagian dari kegiatan akademik di perguruan tinggi. Selain
itu, makalah biasanya juga ditulis oleh seseorang untuk sampaikan

Azwardi 2018
158 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

dalam suatu pertemuan ilmiah, seperti diskusi, seminar, lokakarya,


simposim, kongres, dan konferensi, atau penerbitan ilmiah, seperti
jurnal, prosiding, majalah, dan surat kabar. Pada umumnya panjang
makalah lebih kurang dua puluh halaman.

1.2.2 Laporan Penelitian


Laporan penelitian merupakan karya tulis ilmiah yang penyajiannya
bersifat deskriptif-analitis. Artinya, dalam laporan penelitian gambaran
dan analisis masalah digambarkan secara mendalam atau detail. Untuk
itu, di dalam bagian pendahuluan harus dinyatakan secara eksplisit latar
belakang, masalah, tujuan, teori, metode, teknik, dan data. Biasanya
laporan penelitian disusun oleh mahasiswa sebagai bagian dari
kegiatan akademik di perguruan tinggi, seperti laporan praktikum dan
karya ilmiah yang harus dibuat sebagai syarat guna memperoleh gelar
akademik strata satu (S-1), strata dua (S-2), dan strata tiga (S-3). Laporan
penelitian yang diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar S-1
disebut skripsi, laporan penelitian yang diajukan sebagai syarat guna
memperoleh gelar S-2 disebut tesis, dan laporan penelitian yang diajukan
sebagai syarat guna memperoleh gelar S-3 disebut disertasi. Selain itu,
laporan penelitian biasanya juga ditulis oleh seseorang (mahasiswa,
dosen, guru) untuk diajukan dalam suatu pertemuan ilmiah, penerbitan
ilmiah, atau lembaga tertentu.

1.3 Penentuan Topik dan Judul


Dalam penulisan karya ilmiah kegiatan yang pertama yang harus
dilakukan adalah mengidentifikasi topik kajian, yaitu sesuatu yang akan
dibahas. Setelah berhasil menentukan topik, langkah selanjutnya adalah
membatasi topik tersebut. Dalam hal ini perlu dipikirkan topik yang
unik, menarik, urgen, dan dikuasai dengan baik.

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 159

Setelah diperoleh topik yang sesuai, topik itu harus dinyatakan


atau dirumuskan dalam suatu judul. Dalam laporan teknis atau karya
ilmiah judul harus dapat menunjukkan atau menggambarkan topik
yang dibahas. Perumusan judul karya ilmiah didasari atas beberapa
persyaratan, yaitu sebagai berikut:
(1) Judul harus sesuai dengan atau menggambarkan topik.
(2) Judul dinyatakan dalam bentuk frasa, bukan klausa atau kalimat,
misalnya, Analisis Kesalahan Penulisan Bahasa Indonesia pada
Media Luar Ruang di Jalan Teuku Nyak Arief Kota Banda Aceh,
bukan Kesalahan Penulisan Bahasa Indonesia pada Media Luar
Ruang di Jalan Teuku Nyak Arief Terdapat di Kota Banda Aceh.
(3) Judul diusahakan sesingkat mungkin, misalnya, judul Pronomina
Persona Pertama, Kedua, dan Ketiga, baik Tunggal maupun
Jamak, yang Terdapat dalam Bahasa Aceh dapat disingkat dalam
bentuk frasa Pronomina Persona Bahasa Aceh.
(4) Judul harus dinyatakan secara eksplisit (jelas), misalnya,
judul Menjelajahi Neraka Dunia tidak dapat digunakan dalam
karangan ilmiah yang memaparkan hasil pengamatan terhadap
keadaan ekonomi negara-negara yang sedang berperang.

Sehubungan dengan hal ini, perlu diperjelas bahwa terdapat


perbedaan yang sangat mendasar antara tema, topik, dan judul.
Ketiga istilah tersebut cenderung dipahami secara tumpang tindih.
Tema adalah kesan keseluruhan dari sebuah topik. Topik adalah
pokok persoalan atau masalah yang dibicarakan. Judul adalah titel
atau nama suatu karya ilmiah atau karangan. Judul karya ilmiah
harus dapat memberikan gambaran yang jelas tentang materi atau
ruang lingkup topik yang dibahas. Selain itu, judul harus dapat
menarik perhatian pembaca dan menggelitik rasa ingin tahu akan

Azwardi 2018
160 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

keseluruhan isi karya tersebut. Pada umumnya judul dipikirkan


penulis setelah karyanya selesai.
Penempatan dan penulisan judul karya ilmiah, nama penulis,
dan keterangan lain, seperti nomor mahasiswa, nama jurusan/
fakultas/perguruan tinggi, serta tempat dan tahun penyusunan karya
ilmiah, baik pada halaman sampul atau kover maupun halaman
judul, mengikuti ketentuan sebagai berikut.
(1) Penentuan penulisan judul diatur sebagai berikut:
1) Judul ditulis pada baris paling atas dengan jarak dari tepi kertas
atas sekurang-kurangnya 3 cm. Judul yang panjang dapat ditulis
menjadi dua baris atau lebih dengan jarak satu spasi.
2) Judul dan anak judul (jika ada) ditulis dengan huruf kapital semua.
3) Anak judul dipisahkan dari judul dengan tanda titik dua atau
ditempatkan dalam tanda kurung.
4) Judul tidak diakhiri dengan tanda titik atau tanda baca lainnya.
(2) Penjelasan tentang bentuk dan kedudukan karya ilmiah yang
bersangkutan dalam sistem pendidikannya atau dalam kegiatan
ilmiahnya ditulis dengan jarak empat spasi dari judul. Penjelasan
yang berupa klausa itu disusun menjadi tiga baris yang masing-
masing berjarak satu spasi. Dengan jarak enam spasi ke bawah
dicantumkan kata oleh dengan huruf kecil semua.
(3) Nama penulis dan keterangan diri lainnya ditulis berurutan ke bawah
dengan jarak enam spasi dari kata oleh. Huruf yang digunakan
adalah huruf kapital semua. Penulisan nama penulis dan keterangan
diri lainnya tersebut tidak diakhiri dengan tanda baca apa pun.
(4) Nama fakultas, jurusan, dan program studi ditulis berurutan ke
bawah dengan jarak empat spasi dari baris terakhir keterangan diri
penulis. Di dalam penulisannya huruf kapital hanya digunakan
pada awal kata, kecuali kata tugas.

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 161

(5) Nama perguruan tinggi atau instansi dicantumkan dengan jarak


delapan spasi dari keterangan pada butir (4). Pada halaman
sampul dan halaman judul, di antara ruang delapan spasi itu diisi
lambang atau logo perguruan tinggi atau instansi tempat bekerja
yang bersangkutan. Satu spasi di bawah nama perguruan tinggi
atau instansi dicantumkan nama kota. Nama perguruan tinggi
dan kota ditulis dengan huruf kapital semua.
(6) Tahun penyusunan karya ilmiah dutulis dengan jarak satu spasi
di bawah nama kota.
(7) Penempatan tulisan pada halaman sampul dan halaman judul
perlu diperhatikan keseimbangan jarak margin atas, bawah, kiri,
dan kanan.
(8) Penulisan unsur-unsur yang dimuat pada halaman sampul dan
halaman judul, ada dua pilihan, yaitu (1) sistem lurus; margin kiri
lurus mulai dari judul sampai dengan tahun dan (2) sistem simetris;
susunan baris-baris terletak di tengah-tengah lebar kertas.

Catatan:
Ketentuan teknis di atas tidak berlaku mutlak. Artinya, format
tersebut dapat disesuaikan dengan gaya selingkung yang berlaku
pada setiap instansi. Secara konkret layout kover tersebut dapat
dilihat pada lampiran buku ini.

1.4 Penggunaan Bahasa dan Aspek Penalaran


Karya ilmiah disampaikan dengan menggunakan bahasa yang
standar. Bahasa yang digunakan mengacu kepada bahasa ragam tulis
baku. Secara umum penggunaan bahasa yang dimaksud meliputi
ejaan, diksi, kalimat, paragraf, teknik penyampaian, dan sistematika
penyajian. Ejaan merujuk kepada Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI). Diksi perpedomanan kepada prinsip pemilihan

Azwardi 2018
162 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

kata yang benar. Kalimat mengacu kepada ketentuan kalimat efektif


atau kalimat yang gramatikal. Pengembangan paragraf berprinsip
kepada kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan.
Menulis merupakan proses bernalar. Untuk mengemukakan
suatu topik kita harus berpikir logis, yaitu menghubung-hubungkan
dan membanding-bandingkan berbagai fakta dan data. Proses
bernalar dapat dibedakan atas bernalar induktif dan bernalar
deduktif. Secara umum penalaran dalam penulisan karya ilmiah
mencakup kedua proses bernalar tersebut. Karya ilmiah merupakan
hasil proses bernalar induktif, deduktif, atau gabungan keduanya.
Suatu tulisan yang bersifat deduksi dimulai dari suatu pernyataan
umum berupa kaidah, peraturan, teori, atau pernyataan umum
lainnya. Selanjutnya, pernyataan umum tersebut dikembangkan
dengan pernyataan yang bersifat khusus. Sebaliknya, suatu tulisan
yang bersifat induksi dimulai dengan rincian-rincian dan diakhiri
dengan suatu kesimpulan umum. Gabungan antara keduanya dimulai
dengan pernyataan umum yang diikuti rincian dan diakhiri dengan
pengulangan pernyataan umum tersebut.
Dalam praktiknya proses deduktif dan induktif tersebut diwujudkan
dalam satuan tulisan yang berupa paragraf. Di dalam paragraf suatu
pernyataan umum yang mengandung gagasan utama dikembangkan
melalui kalimat-kalimat penjelas secara koheren. Terkait dengan hal
ini, dalam teori paragraf dikenal paragraf deduktif, paragraf induktif,
paragraf campuran, dan paragraf deskriptif atau paragraf naratif. Proses
berpikir deduktif dan induktif tersebut diterapkan dalam pengembangan
seluruh karangan, sedangkan deduktif dan induktif mungkin
dipergunakan secara bergantian sesuai dengan gaya yang dipilih penulis
berdasarkan efek dan tekanan yang ingin diberikan. Penulisan karya
ilmiah merupakan sintesis antara proses deduktif dan induktif.

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 163

1.5 Sistematika Penyajian


Karya ilmiah, khususnya laporan penelitian, terdiri atas bagian-
bagian yang sudah baku. Secara umum makalah dan laporan
penelitian terdiri atas tiga bagian, yaitu (1) bagian utama, (2) bagian
tambahan, dan (3) bagian penunjang. Bagian utama meliputi (a)
pendahuluan, (b) batang tubuh atau isi, dan (c) penutup. Bagian
tambahan meliputi (a) abstrak, (b) kata pengantar, (c) daftar isi, (d)
daftar tabel, (e) daftar lambang, (f) daftar grafik, dan daftar gambar.
Bagian penunjang meliputi (a) daftar pustaka dan (b) lampiran.
Bagian utama merupakan bagian terpenting suatu laporan. Inilah
bagian yang memuat pengamatan, percobaan, penelitian, kegiatan,
uraian atau tafsiran, dan rekaan. Bagian ini terdiri atas beberapa bab,
subbab, dan subsubbab sesuai dengan kebutuhan penulisan laporan.
Di pihak lain, bagian tambahan dan bagian penunjang hanya terdapat
dalam laporan yang panjang. Di samping itu, terdapat juga hal yang
harus ada dalam setiap laporan, yaitu ungkapan terima kasih yang
dicantumkan dalam pengantar yang ditujukan kepada pihak-pihak
yang telah memberikan kontribusi dalam proses penyusunan karya
tulis. Agar lebih jelas tentang hal ini, perhatikan contoh sistematika
laporan teknis yang berupa hasil penelitian berikut.

ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL Bagian Tambahan
DAFTAR LAMBANG
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR GAMBAR

Azwardi 2018
164 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah
1.3 Tujuan
dst.

BAB II KAJIAN TEORETIS


2.1 Pengertian Pronomina Persona
2.2 Jenis-Jenis Pronomina Persona
Bagian Utama
dst.

BAB III HASIL PENELITIAN


3.1 Pronomina Persona Bahasa Aceh
3.2 Jenis-Jenis Pronomina Persona Bahasa Aceh
dst.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN


4.1 Simpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta Aceh
Lampiran 2 Instrumen Penelitian Bagian Penunjang
Lampiran 3 Informan Penelitian
Lampiran 4 Data Penelitian
Lampiran 5 Biodata Peneliti

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 165

1.5.1 Abstrak
Abstrak merupakan representasi dari keseluruhan isi suatu tulisan.
Dalam abstrak karya ilmiah yang berupa artikel hasil pemikiran
(opini) atau makalah perlu dikemukakan secara singkat dan jelas,
antara lain, latar belakang, masalah, tujuan, dan pembahasan,
sedangkan dalam abstrak karya ilmiah yang berupa laporan
penelitian perlu dikemukakan secara singkat dan jelas, antara lain,
latar belakang, masalah, tujuan, anggapan dasar, hipotesis, populasi,
sampel, metode, teknik, dan hasil atau temuan penelitian.
Khusus untuk artikel ilmiah, selain abstrak, hal yang perlu
dicantumkan adalah kata kunci (keyword). Kata kunci adalah
istilah-istilah terbatas, baik berupa kata maupun frasa, yang populer
digunakan dalam keseluruhan isi suatu artikel. Jumlah kata kunci
maksimal lima, dan biasanya berupa kata atau frasa terminologi
yang berulang-ulang dipakai. Pencantuman kata kunci dalam sebuah
artikel biasanya posisinya setelah abstrak.

1.5.2 Kata Pengantar


Kata pengantar merupakan bagian tambahan suatu karya ilmiah.
Dalam kata pengantar sekurang-kurangnya memuat hal-hal berikut:
(1) penjelasan mengenai tugas penulisan karya ilmiah, (2) penjelasan
mengenai pelaksanaan penulisan karya ilmiah, (3) informasi tentang
bimbingan atau arahan atau bantuan yang diperoleh sehubungan
dengan penulisan karya ilmiah, (4) ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah turut membantu terwujudnya karya ilmiah,
dan (5) penyebutan tempat, tanggal, bulan, tahun, dan nama penulis.
Kata pengantar sebagai tajuk ditulis dengan huruf kapital semua,
ditempatkan di tengah, dan tidak digarisbawahi. Isi kata pengantar
diketik dengan jarak empat spasi dari tajuk. Jika judul karya ilmiah

Azwardi 2018
166 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

disebut di dalam kata pengantar, judul itu diletakkan di antara tanda


petik, ditulis dengan huruf kapital pada awal kata, kecuali kata tugas.
Selanjutnya, tempat, tanggal, bulan (ditulis lengkap dengan huruf), dan
tahun penyusunan karya ilmiah ditempatkan di sebelah kanan bawah
dengan jarak empat spasi dari baris terakhir teks, sedangkan nama
penulis ditempatkan di bawah nama tempat dengan jarak dua spasi.

1.5.3 Daftar Isi


Untuk memudahkan para pembaca menelusuri isi atau menemukan
bagian-bagian tertentu dalam karya ilmiah, misalnya bab atau
subbab atau subsubbab yang dikehendaki, karya ilmiah yang
panjangnya lebih dari sepuluh halaman sebaiknya dilengkapi
dengan daftar isi. Karya ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi, atau
laporan penelitian lainnya bab atau subbab atau subsubbab lebih
banyak sehingga derajat penomorannya dibatasi sampai empat
digit. Tajuk bab, subbab, dan subsubbab yang bernomor tersebut
dicantumkan dalam daftar isi.
Daftar isi sebagai tajuk ditulis dengan huruf kapital semua,
ditempatkan di tengah, dan tidak digarishawai. Dalam penulisan
daftar isi perlu diperhatikan hal-hal berikut:
(1) Tajuk abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar
lambang, daftar grafik, daftar gambar, daftar singkatan, bab,
daftar pastaka, lampiran, dan indeks ditulis dengan huruf kapital
semua dan tidak digarisbawahi, sedangkan subbab dan subsubbab
ditulis dengan huruf kapital pada setiap awal kata, kecuali kata-
kata yang berupa kata tugas, digarisbawahi jika diketik dengan
dengan mesin tik atau ditebalkan jika diketik dengan komputer.
(2) Butir-butir daftar isi tidak diberi penomoran, dan ditulis tepat dari
margin kiri. Bab-bab yang diberi nomor dengan angka Romawi

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 167

besar di dalam daftar isi tetap memakai nomor angka Romawi besar.
Begitu juga subbab dan subsubbab yang bernomor angka Arab tetap
diberi nomor angka Arab seperti yang terdapat di dalam teks.
(3) Di antara tulisan BAB dan nomornya, demikian juga di antara
nomor bab dan tajuknya tidak diberi tanda titik, tetapi ada jarak
satu ketukan. Di antara nomor subbab dan tajuknya pun tidak
dibubuhi tanda titik, tetapi ada jarak satu ketukan. Jika nomor
bab atau subbab dan tajuknya tidak termuat di dalam satu baris,
digunakan baris kedua dan seterusnya. Baris-baris tambahan
tersebut menjorok ke dalam sepuluh ketukan dari margin kiri
dengan jarak dua spasi.
(4) Karena daftar isi digunakan untuk mengetahui rincian isi buku
dan pada halaman berapa dicantumkannya, dengan sendirinya
daftar isi tidak perlu dicantumkan lagi di dalamnya.

1.5.4 Pendahuluan
Pendahuluan suatu karya ilmiah bermaksud mengantarkan pembaca
ke dalam pembahasan suatu topik. Dengan membaca bagian
pendahuluan pembaca sudah mendapat gambaran umum tentang
penyajian suatu topik. Pendahuluan karya ilmiah hendaknya dapat
menuntun dan memantik keinginan pembaca untuk memahami
keseluruhan isi karya ilmiah yang disajikan tersebut. Bagian
pendahuluan karya ilmiah yang berupa laporan penelitian (skripsi,
tesis, dan disertasi) berisi hal-hal sebagai berikut: (1) latar belakang
(2) masalah atau rumusan masalah, (3) tujuan, (4) manfaat, (5)
landasan teoretis, (6) anggapan dasar dan hipotesis, (7) populasi,
sampel, atau sumber data, dan (8) metode dan teknik.
Bagian pendahuluan karya ilmiah yang berupa makalah cukup
berisi hal, yaitu latar belakang, masalah atau rumusan masalah,

Azwardi 2018
168 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

dan tujuan. Bagian latar belakang memuat hal-hal sebagai berikut:


(1) penalaran tentang pentingnya pembahasan masalah atau alasan
penentuan topik, (2) telaah pustaka atau kajian mengenai tulisan
yang telah ada yang berhubungan dengan topik yang dibahas, dan
(3) manfaat praktis dari hasil yang diperoleh. Dalam bagian masalah
atau rumusan masalah perlu dicantumkan secara jelas lingkup
masalah pokok yang hendak dibahas dalam bentuk pertanyaan
atau pernyataan yang dapat membangkitkan perhatian pembaca.
Kemudian, tujuan yang dirumuskan harus berkorespondensi atau
sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan.

1.5.5 Isi
Dalam bagian isi yang merupakan inti karya ilmiah dipaparkan
uraian topik yang dibahas. Uraian pada bagian ini hendaknya dapat
memberikan petunjuk kepada pembaca dalam memahami setiap
langkah dan keseluruhan pembahasan. Di samping itu, bagian ini juga
harus menunjukkan kelengkapan, kekonsistenan, keeksplisitan, dan
kesimpulan materi yang dibahas. Panjang uraian harus proporsional
sesuai dengan tingkat keurgenan topik yang dibahas.

1.5.6 Penutup
Bagian penutup karya ilmiah berisi simpulan dan saran. Hal yang
dikemukakan dalam simpulan adalah pernyataan-pernyataan
kesimpulan hasil analisis atau pembahasan yang dilakukan di
dalam bab-bab isi. Simpulan merupakan kristalan jawaban atas
permasalahan yang dikemukakan dalam bagian pendahuluan. Perlu
ditegaskan bahwa simpulan bukanlan rangkuman. Redaksi simpulan
dapat berupa uraian atau butir-butir pernyataan. Pada akhir bagian
penutup dapat dikemukakan saran atau masukan yang dirasa perlu
disampaikan kepada pembaca berkenaan dengan topik yang dibahas.

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 169

1.5.7 Daftar Pustaka


Daftar pustaka adalah kumpulan referensi yang digunakan sebagai
acuan atau referensi dalam penyusunan karya ilmiah. Referensi
tersebut berupa buku, jurnal, prosiding, majalah, surat kabar,
website, dan sebagainya. Daftar pustaka merupakan unsur utama
suatu karya ilmiah. Oleh karena itu, kemutakhirannya perlu menjadi
perhatian. Kualitas karya ilmiah yang sangat bergantung kepada
tingkat kemutakhiran referensi yang digunakan. Kemutakhiran
tersebut biasanya ditandai oleh tahun terbitnya, misalnya lima tahun
terakhir. Selain itu, bentuk referensi yang diacu juga menentukan
tingkat kualitas karya ilmiah yang dihasilkan. Dewasa ini referensi
dari jurnal ilmiah merupakan acuan utama yang sangat disarankan.

1.6 Teknik Penyampaian


1.6.1 Penulisan Catatan Pustaka dan Penyusunan Daftar Pustaka
Catatan pustaka berbeda dengan daftar pustaka. Catatan pustaka
adalah keterangan pengutipan pendapat para ahli, sedangkan daftar
pustaka adalah semua referensi yang dipakai sebagai bahan acuan
atau teori dalam penyusunan karya ilmiah. Catatan pustaka terdapat
pada bagian teks sebagai referen untuk menguatkan deskripsi atau
pembahasan konsep, sedangkan daftar pustaka terdapat pada bagian
akhir karya ilmiah sebagai pedoman bagi pembaca untuk menelusuri
lebih lanjut bahan yang terkait dengan topik yang dibahas. Untuk
lebih jelasnya, berikut disajikan secara detail cara membuat
catatan pustaka (teknik pengutipan) dan menyusun daftar pustaka
(penyusunan daftar rujukan).

1.6.1.1 Teknik Pengutipan


Tingkat keilmiahan karya tulis seseorang dipengaruhi oleh karya tulis
orang lain. Semakin banyak seseorang menyandarkan gagasannya

Azwardi 2018
170 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

kepada teori atau gagasan atau pendapat orang lain semakin baik
baik pula karya yang dihasilkannya. Teori atau gagasan atau pendapat
orang lain tersebut tentunya yang relevan dengan topik yang dibahas
dan merupakan hasil penelitian atau hasil pemikiran yang mutakhir.
Pengutipan teori atau gagasan atau pendapat orang lain itu
ada yang dilakukan secara langsung dan ada pula yang dilakukan
secra tidak langsung. Setiap kutipan yang dinukilkan, baik kutipan
langsung maupun kutipan tidak langsung, harus disebut sumbernya
atau catatan pustakanya di dalam teks yang diuraikan, kecuali
sesuatu yang sudah diketahui secara umum (common knowledge).
Hal tersebut dimaksudkan sebagai pengakuan bahwa teori atau
gagasan atau pendapat itu bukan miliknya, melainkan milik orang
lain. Oleh sebab itu, teknik pengutipan merupakan hal penting yang
harus diketahui oleh setiap penulis karya ilmiah.
Teknik pengutipan karya ilmiah dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Disebut pengutipan
langsung jika penulis menyalin secara utuh teori atau gagasan atau
pendapat orang lain sebagai sumber rujukan dalam teks tulisannya.
Sebaliknya, disebut pengutipan tidak langsung jika teori atau gagasan
atau pendapat orang lain sebagai sumber rujukan disarikan oleh si penulis
dan diredaksikan dengan bahasannya sendiri. Kedua cara pengutipan ini
memiliki kaidah penulisan yang berbeda.
Kutipan langsung yang kurang dari lima baris diredaksikan
menyatu dengan bagian kalimat penulis, dan ditempatkan di antara
tanda petik (“…”). Sebaliknya, kutipan yang panjangnya mencapai
lima baris atau lebih ditempatkan secara terpisah dari bagian tulisan
penulis tanpa menggunakan tanda petik. Cara penulisan kedua
bentuk kutipan langsung tersebut sebagaimana terlihat pada contoh
1 dan 2 berikut ini.

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 171

Contoh 1 (kutipan langsung yang kurang dari lima baris):


Definisi penelitian bahasa diberikan secara berbeda oleh para ahli.
Mahsun (2005:2) mendefinisikan “penelitian bahasa adalah suatu
penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap
objek sasaran berupa bunyi tutur (bahasa)”.

(atau, perhatikan juga contoh berikut!)


Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran
bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan
alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa
yang dipelajarinya (Nurhadi, dkk. 2002:1).

Contoh 2 (kutipan langsung yang mencapai lima baris atau lebih):


Dewasa ini harus diakui bahwa kualitas penggunaan bahasa
daerah semakin menurun. Berkaitan dengan hal itu, Gossweiler
(2001), yang mengambil contoh khusus berupa bahasa Jawa, hal
tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut.
(a) orang tua mempunyai anggapan bahwa pendidikan
dwibahasa dapat menghalangi proses pendidikan anak, (b)
tidak ada lembaga bahasa daerah yang aktif menanggulangi
masalah menurunnya bahasa daerah, (c) program penerbitan
buku dan kursus-kursus bahasa daerah sulit didapat, (d)
belum ada usaha untuk menyesuaikan bahasa daerah dengan
kebutuhan modern, (e) tidak ada upaya para sesepuh untuk
mendorong pemakaian bahasa daerah meskipun bahasa
daerah itu digunakan dengan cara yang jelek sekali pun, (f)
belum ada upaya untuk memupuk budaya multibahasa yang
memberikan kebebasan dan bahkan peranan kepada bahasa-
bahasa daerah, serta (g) belum tampak adanya jaringan kerja
dan koordinasi di antara sesama forum yang peduli akan
perkembangan bahasa daerah.

Azwardi 2018
172 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Dalam penelitian eksperimen peneliti berupaya mencari perbedaan


pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi
yang terkontrol secara ketat. Terkait dengan hal ini, Nasution
(1987:47) mengemukakan sebagai berikut.
Dalam desain eksperimen terdapat kelompok yang disebut
kelompok eksperimen, yaitu kelompok yang sengaja
dipengaruhi oleh variabel-variabel tertentu, misalnya diberi
latihan. Di samping itu, ada pula kelompok kontrol, yaitu
kelompok yang tidak dipengaruhi oleh variabel-variabel itu,
misalnya tidak diberi latihan.

Keberadaan kelompok kontrol di sini dimaksudkan sebagai


pembanding sehingga dapat diketahui taraf perubahan akibat
variabel eksperimen.

Kutipan langsung (kuotasi) sebaiknya jangan terlalu sering


digunakan, apalagi jika kutipan tersebut panjang-panjang. Keseringan
menggunakan kutipan langsung membuat pembaca jemu, bahkan
pembaca beranggapan bahwa penulis yang tidak memiliki kemahiran
berbahasa. Terkait dengan hal ini, Koentjaraningrat (1985:335)
mengemukakan bahwa kutipan langsung sebaiknya hanya dipakai untuk
hal-hal berikut: (1) penguraian bagian dari suatu undang-undang, suatu
peraturan, atau suatu dokumen resmi, (2) penguraian suatu rumus ilmu
pasti, suatu pernyataan ilmiah, atau suatu definisi, (3) penguraian suatu
pendirian atau ucapan seorang tokoh penting yang mengandung gaya
atau istilah-istilah yang khas, dan (4) penguraian pendirian seseorang
yang mengandung arti yang sangat ketat sehingga akan berubah artinya
bila dilakukan pengubahan bahasanya.
Kutipan tidak langsung merupakan upaya merujuk pendapat
orang lain dengan menggunakan bahasa penulis sendiri. Contoh
kutipan tidak langsung adalah sebagai berikut.

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 173

Arifin (1987a:1) mengatakan bahwa bahasa Indonesia yang baik


adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma
kemasyarakatan yang berlaku.

Sebagaimana dikatakan Crump (1988:37) bahwa menulis dengan


komputer dapat menurunkan beban proses penulisan, dan mungkin
siswa/mahasiswa dapat lebih menikmati pengalaman menulisnya.

Di Australia guru-guru sekolah dasar dan menengah (primary


dan secondary school) yang menggunakan komputer meningkat
berlipat ganda (Hannafin dan Savenge, 1993:26).

Dalam hal ini, Nanlohy (1987:158) telah lebih awal membuktikan


bahwa komputer dapat memberdayakan siswa/mahasiswa untuk
mengedit teks, baik pada tingkat dasar (surface), seperti koreksi
kesalahan ejaan dan sintaksis atau tata bahasa, maupun pada
tingkat makna yang lebih mendalam lagi.

Pemertahanan bahasa daerah sangat didukung oleh negara. Hal


itu terjadi karena bahasa daerah, di dalam Alwi dan Sugono
(2000:220) dikatakan berfungsi sebagai (a) lambang kebanggaan
daerah, (b) lambang identitas daerah, (c) alat perhubungan di
dalam keluarga dan masyarakat daerah, (d) sarana pendukung
budaya daerah dan bahasa Indonesia, serta (e) pendukung sastra
daerah dan sastra Indonesia.

1.6.1.2 Penyusunan Daftar Rujukan


Daftar rujukan disebut juga daftar pustaka atau bibliografi. Daftar
rujukan adalah daftar semua referensi yang dipakai sebagai bahan

Azwardi 2018
174 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

acuan atau teori dalam penyusunan karya ilmiah. Referensi


dimaksud berupa ensiklopedia, buku, jurnal, majalah, surat kabar,
atau jenis rujukan atau bacaan lainnya yang digunakan sebagai
acuan dalam penyusunan karya ilmiah. Dalam daftar pustaka
hanya dimuat referensi yang dikutip, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung, dan kutipannya tertera dalam teks
karya ilmiah yang disusun.
Daftar rujukan adalah daftar alphabetis yang memuat hal-hal
berikut: (1) nama penulis, (2) tahun terbit, (3) judul, (4) tempat
terbit, dan (6) nama penerbit. Dalam penyusunannya setiap bagian
itu, kecuali tempat terbit, dipisah dengan tanda titik. Di antara
tempat terbitkan dan nama penerbit dipisah dengan tanda titik dua.
Nama penulis yang terdiri dua kata atau lebih, dalam penyusunannya
urutannya dibalik, kata paling belakang diletakkan di depan, dan di
antara kata yang dibalik tersebut dibubuhi tanda koma. Jika suatu
referensi tidak diketahui nama penulisnya, lembaga atau badan
yang menerbitkan referensi itu digunakan sebagai pengganti nama
penulis. Urutan referensi dalam daftar rujukan tidak diberi nomor.
Nama penulis ditulis pada margin sebelah kiri, dan, apabila
suatu entri memerlukan lebih dari satu baris dalam penulisannya,
penulisan pada baris selanjutnya dituliskan secara terinden.
Penulisan daftar rujukan jarak barisnya adalah satu spasi, dan
antara satu entri dan entri berikutnya adalah dua spasi. Berikut
adalah contoh penulisan berbagai daftar rujukan yang mungkin
dikutip dalam suatu karya tulis.

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 175

(1) Contoh Rujukan dari Buku:


Azwardi dan Muhammad Iqbal. 2017. Sikap Bahasa Eks
Kombatan dan Korban Konflik Aceh Pasca-MoU Helsinki.
Banda Aceh: Bina Karya Akademika.
Azwardi. 2018a. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.
Azwardi. 2018b. Ilmu Bahasa Aceh. Banda Aceh: Bina Karya
Akademika.

(2) Contoh Rujukan dari Antologi (Buku yang Berisi Kumpulan Artikel):
Alwi, Hasan dan Dendy Sugono (Ed.). 2002. Telaah Bahasa dan
Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sumardi, Mulyanto (Ed.). 1992. Berbagai Pendekatan dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Azwardi (Ed.). 2008. Bunga Rampai Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia dan Daerah. Banda Aceh: PBSID FKIP Unsyiah.

(3) Contoh Rujukan dari Artikel yang Dimuat dalam Suatu Buku:
Hasan, M.Z. “Karakteristik Penelitian Kualitatif”. Dalam
Amiruddin (Ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam
Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI Komisariat
Malang dan YA3.
Azwardi. “Puisi Linguistik”. Dalam Azwardi (Ed.), Bunga
Rampai Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah.
Banda Aceh: PBSID FKIP Unsyiah.
Azwardi. “Penulisan Laporan Teknis”. Dalam Ridwan dan Wildan
(Ed.), Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Banda
Aceh: GEUCI.

Azwardi 2018
176 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(4) Contoh Rujukan dari Artikel yang Dimuat dalam Jurnal:


Djunaidi, Abdul. 2004. “Geografi Dialek Bahasa Kluet”. Jurnal
Mon Mata, Volume 6, (1): 26—39.
Azwardi. 2010. “Model Analisis Data Analisis Kesalahan
Berbahasa”. Jurnal Langgam Bahasa, Volume 4 (1): 16—33.
Azwardi dan Muhammad Iqbal. 2014. “Ungkapan Perumpamaan
Bermedia Binatang dalam Bahasa Aceh”. Jurnal Master
Bahasa, Volume 2 (1): 1—11.

(5) Contoh Rujukan dari Artikel yang Dimuat dalam Majalah atau
Surat Kabar:
Azwardi. 2018. “Analisis Bahasa; Bahasa Benar yang Perlu Anda
Ketahui”. Dalam Majalah Warta Pendidikan Gemilang, Edisi
I, Juni 2018.
Azwardi. 2018. “Literasi Alquran”. Dalam SKH Serambi
Indonesia, Edisi Sabtu, 2 Juni 2018.
Azwardi. 2006. “Kekacauan Bahasa di Media Sosial”. Dalam
SKH Serambi Indonesia, Edisi Senin, 16 April 2018.

(6) Contoh Rujukan dari Dokumen yang Ditulis Atas Nama Institusi:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Kemendikbud.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Kamus


Besar Bahasa Indonesia Edisi V. Jakarta: Kemendikbud.

Dinas Perpustakan dan Kearsipan Aceh. 2018. Action Plan Bunda


Baca Aceh. Banda Aceh: Pemerintah Aceh.

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 177

(7) Contoh Rujukan dari Skripsi, Tesis, atau Disertasi:


Djunaidi, Abdul. 1996. “Relasi-Relasi Gramatikal dalam Bahasa
Aceh”. Disertasi Universitas Padjadjaran.

Azwardi. 1997. “Kemampuan Siswa Kelas II SMU Negeri


Darussalam Banda Aceh dalam Menata Kesatuan dan
Kepaduan Paragraf”. Skripsi Universitas Syiah Kuala.

Azwardi. 2002. “Reduplikasi Verba Bahasa Aceh”. Tesis


Universitas Padjadjaran.

(8) Contoh Rujukan dari Makalah yang Disajikan dalam Seminar:


Djunaidi, Abdul. 2004. “Revitalisasi Bahasa-Bahasa Daerah di
Aceh”. Makalah dalam Seminar Pekan Kebudayaan Aceh IV
di Banda Aceh.

Azwardi. 2015. “Pronomina Persona Bahasa Aceh Dialek


Peusangan”. Makalah dalam Seminar Internasional Riksa
Bahasa IX Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonsia di Bandung.

Azwardi. 2016. “Upaya Pemertahanan Bahasa Aceh sebagai


Salah Satu Bahasa Ibu di Nusantara”. Makalah dalam Seminar
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia MPBI FKIP Unsyiah
di Banda Aceh.

Azwardi 2018
178 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(9) Contoh Rujukan dari Website (Internet):


Kumaidi. 1998. Pengukuran BekalAwal Belajar dan Pengembangan
Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), Jilid 5, Nomor. 4,
(http://www.malang.ac.id., diakses 20 Januari 2000).

Ismail, Badruzzaman. Pola-Pola Damai sebagai Solusi


Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa Lalu di Aceh. The
Aceh Institute. (http://www.acehinstitute.org., diakses 20
Agustus 2006).

Reyhner, Jon. 2000. “Some Basics of Indigenous Language


Revitalization”. Jon.Reyhner@nau.edu. Copyright (c) 2000
Center for Excellence in Education Northern Arizona University.

1.6.1.3 Gaya Selingkung


Gaya selingkung adalah format-format atau ketentuan-ketentuan
tertentu yang berlaku dalam suatu penerbit atau lembaga. Format-
format atau ketentuan-ketentuan tertentu pada setiap penerbit
atau lembaga berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak
mencolok. Perbedaan yang ditampilkan merupakan ciri khas setiap
penerbit atau lembaga. Untuk mempermudah kerja tim penyunting
atau editor suatu penerbit hendaknya para penulis me-layout
tulisannya sesuai dengan gaya selingkung penerbit yang akan dituju.

1.7 Teknik Penyusunan Catatan Kaki


Catatan kaki adalah keterangan-keterangan teks yang ditempatkan
pada kaki halaman karangan (Keraf, 1994:193). Dalam menulis karya
ilmiah, seperti skripsi, tesis, dan disertasi, catatan kaki kadang kala
perlu ditulis pada kaki halaman tulisan sebagai pengakuan terhadap
sumber informasi, dukungan terhadap argumen, pemberian materi
2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 179

tambahan bagi pembaca, pembuktian kutipan naskah, perluasan


makna dalam naskah, penunjukan bagian lain dalam naskah bagi
pembaca, atau penjelasan tambahan oleh penulis (Parera, 1993:153).
Dengan perkataan lain, catatan kaki bukan hanya untuk menunjukkan
sumber tempat terdapatnya sebuah kutipan, melainkan juga untuk
memberikan keterangan-keterangan lainnya terhadap teks. Oleh
karena itu, catatan kaki dan bagian teks yang akan diberi penjelasan
itu memiliki hubungan yang sangat erat.
Lebih lanjut, Keraf (1994:193) mengemukakan bahwa catatan
kaki pada dasarnya dibuat untuk maksud-maksud sebagai berikut: (1)
menyusun pembuktian, (2) menyatakan utang budi, (3) menyampaikan
keterangan tambahan, dan (3) merujuk bagian lain dari teks. Suatu
catatan kaki memiliki angka penunjukan yang ditempatkan agak ke atas
setengah spasi dan memiliki isi dari catatan kaki yang akan memberikan
corak pula terhadap jenis catatan kaki. Berkaitan dengan hal ini, Keraf
(1994:197) mengemukakan bahwa ada tiga macam jenis catatan kaki,
yaitu (1) catatan kaki penunjukan sumber (referensi), (2) catatan kaki
catatan penjelas, dan (3) catatan kaki gabungan sumber dan penjelas.

1.7.1 Penunjukan Sumber (Referensi)


Catatan kaki jenis ini menunjukkan sumber tempat sumber kutipan
terdapat. Catatan kaki semacam ini disebut juga sebagai referensi.
Referensi harus dibuat oleh penulis jika
(1) menggunakan sebuah kutipan langsung;
(2) menggunakan sebuah kutipan tidak langsung;
(3) menjelaskan dengan kata-kata sendiri hal yang telah dibaca;
(4) meminjam sebuah tabel, peta, atau diagram dari suatu sumber;
(5) menyusun sebuah diagram berdasarkan data-data yang diperoleh
dari suatu sumber atau beberapa sumber tertentu;

Azwardi 2018
180 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(6) menyajikan sebuah evidensi khusus yang tidak dianggap sebagai


sebuah pengetahuan umum; dan
(7) menunjuk kembali kepada bagian lain dari karangan itu.

1.7.2 Catatan Penjelas


Ada juga catatan kaki yang dibuat dengan tujuan membatasi suatu
pengertian atau menerangkan dan memberikan komentar terhadap
suatu pernyataan atau pendapat yang dimuat dalam teks. Penjelasan
ini harus dibuat dalam catatan kaki dan tidak dimasukkan dalam
teks karena akan mengganggu uraian dalam teks. Catatan semacam
ini disebut catatan penjelas karena fungsinya hanya memberikan
penjelasan tambahan.

1.7.3 Gabungan Sumber dan Penjelas


Jenis catatan kaki berikutnya adalah gabungan dari kedua jenis catatan
kaki di atas, yaitu menunjuk kepada sumber tempat diperolehnya bahan-
bahan yang terdapat di dalam teks dan memberikan komentar atau
penjelasan seperlunya tentang pendapat atau pernyataan yang dikutip.
Catatan kaki terletak pada bagian-bagian berikut:
(1) antarparagraf (jarang dipakai),
(2) pada halaman yang sama bagian bawah (dianjurkan dan
diharuskan dalam tulisan dan karangan ilmiah yang berupa tesis,
disertasi, atau buku), dan
(3) pada halaman tersendiri (dibiasakan apabila menulis artikel
untuk harian atau majalah.

Pengetikan catatan kaki dilakukan dengan cara sebagai berikut:


(1) memisahkan catatan kaki dari naskah halaman yang sama dengan
tiga spasi;
(2) memisahkan antara satu catatan kaki dan catatan kaki yang lain
dengan dua spasi;

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 181

(3) mengetik satu spasi sebuah catatan kaki yang lebih dari satu baris;
(4) mengetik catatan kaki agak ke dalam sejajar dengan baris
paragraf dan baris-baris berikutnya diketik sejajar dengan baris-
baris yang lain dalam naskah;
(5) catatan kaki mendapatkan nomor urut berkelanjutan dalam satu bab
atau dalam satu laporan tanpa ada pembagian-pembagian bab;
(6) nomor urut diberi dalam angka Arab dan tidak diberi tanda apa
pun; dan
(7) dalam naskah, nomor urut catatan kaki diketik agak ke atas tanpa
ada spasi.

Urutan informasi tentang buku atau referensi kutipan adalah sebagai berikut:
(1) nama pengarang tanpa dibalik urutannya atau dalam urutan
normal;
(2) diberi tanda koma;
(3) judul karangan (dicetak miring) tanpa tanda koma; dan
(4) nama kota, nama penerbit, tahun terbit, dan nomor halaman
(diterakan di dalam tanda kurung).

Contoh:
Prof. Dr. Ismail Suny, S.H., M.C.L., Pergeseran Kekuasaan
7

Eksekutif (Jakarta: CV Galindra 1965), hlm. 72.

Rachman Wirisudarmo, Komputer di Segala Bidang (Jakarta:


8

Mutiara,1980), hlm. 32.

Dalam penulisan catatan kaki juga ditemukan penulisan ibid,


op.cit. dan ioc.cit. Tiga singkatan ini dipakai untuk menyingkat informasi
buku dalam catatan kaki. Ibid adalah singkatan dari bahasa Latin ibidem
‘di tempat yang sama’. Singkatan ini dipakai sesudah satu catatan kaki

Azwardi 2018
182 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

yang utuh yang langsung mendahuluinya dan tidak dipakai jika telah
ada catatan kaki lain yang menyelinginya. Pengetikan atau penulisannya
diawali dengan huruf kapital, diberi garis bawah, dan dibubuhi tanda titik.
Jika referensi kedua berasal dari jilid atau halaman yang lain, dibelakang
ibid diberi tanda koma, nomor jilid, dan nomor halaman.

Contoh:
Edgar Johson, Charles Dickens: His Tragedy and Triumph
3

(New York: Duel, Sloan and Pearce,1952), 1, 24.


4
Ibid.,
5
Ibid., hlm. 27
6
Ibid., II, 95
7
Ibid., I, 28

Selain ibid, terdapat pula op.cit. Op.cit. merupakan singkatan dari


kata Latin opera citatto ‘dalam karya yang telah disebut’. Singkatan ini
dipakai langsung jika karya yang disebutkan itu dekat atau baru saja
disebutkan. Masing-masing singkatan itu harus diberi garis bawah dan
tanda titik. Singkatan ini dapat didahului oleh nama pengarang atau nama
panggilan dan singkatan nama buku, disertai dengan nomor halaman.

Contoh:
Satjipto Rahardjo, Hukum Masyarakat dan Pembangunan
8

(Bandung: Alumni, 1976), hlm. 111.


9
Rahardjo, op.cit., hlm. 125
atau
10
Kuntjoro Purbopranoto, Hak-hak Asasi Manusia dan
Pancasila (Jakarta: Pradjna Paramita, 1975), hlm. 100.
11
Kuntjoro, Hak-hak Asasi, op.cit., hlm. 110.

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 183

Loc.cit. juga dipakai dalam penulisan catatan kaki. Loc. cit.


merupakan singkatan dari Latin loco citato ‘di tempat atau halaman
yang telah disebutkan’. Loc. cit. hanya dipakai untuk merujuk buku
yang sama, halaman yang sama, dan untuk catatan kaki yang baru
mendahuluinya. Singkatan ini tidak pernah diikuti oleh nomor halaman,
dan dalam penulisannya nama panggilan pengarang disebutkan.

Contoh:
Franz Magnis-Suseno, Kuasa dan Moral (Jakarta: PT
11

Gramedia, 1986), hlm. 21,


12
Franz Magnis, loc.cit.

Berikut ditunjukkan contoh-contoh catatan kaki yang bersumber


dari buku, jurnal, majalah, dan surat kabar.
Contoh Catatan Kaki yang Satu Pengarang:
H.B. Jassin, Surat-surat 1943-1983 (Jakarta, PT Gramedia,
10

1984), hlm. 61.


11
Noam Chomsky, Aspects of Theory of Syntax (Cambridge,
Mass: MIT Press, 1965), hlm. 53.

Contoh Catatan Kaki yang Dua Pengarang:


J.M. Sinclair dan R.M. Coulthard, Towards an Analysis of
12

Discourse (London: Oxford University Press, 1975) hlm. 79.

Contoh Catatan Kaki yang Tiga Pengarang:


Agus Sujanto, Halem Lubis, dan Taufik Hadi, Psikologi
13

Kepribadian. (Jakarta: Penerbit Aksara Baru, 1982), hlm. 120.

Azwardi 2018
184 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Catatan:
Dalam catatan kaki ketiga nama pengarang harus ditulis, dan tidak
boleh disingkat dengan et.al. atau dkk.

Contoh Catatan Kaki yang Lebih dari Tiga Pengarang:


Sudjatmoko dkk., An Introduction to Indonesian
14

Historiography (Ithaca: Cornell University Press, 1975) hlm. 127.

Contoh Catatan Kaki yang dari Lembaga atau Instansi sebagai


Penulis:
Biro Pusat Statistik, Proyeksi Angkatan Kerja Indonesia
15

Sampai Tahun 2000 (Jakarta: B.P.S., 1982), hlm. 17.

Contoh Catatan Kaki yang dari Karya Terjemahan:


James C. Van Horne, Dasar-dasar Manajemen Keuangan,
16

Alih Bahasa oleh Junius Tirok M.B.A. (Jakarta: Penerbit Erlangga,


1983), hlm. 100.

Contoh Catatan Kaki yang dari Artikel dalam Jurnal dan Majalah:
S. Takdir Alisyahbana, “Merayakan Hari Raya yang Penting
17

dalam Sejarah Kebangsaan”, Ilmu dan Budaya, No. 9 (Juni 1986),


hlm. 641—645.

Catatan:
(1) Hilangkan singkatan volume dan halaman (v. dan hlm.) jika
dalam catatan kaki rujukan atau referensi dikutip pula dari
halaman rujukan yang sama. Nomor urut volume dan halaman

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 185

ditulis dengan angka Arab dan untuk membedakan nomor volume


dan halaman, nomor volume diletakkan pada urutan pertama dan
urutan halaman ditulis pada urutan kedua. Keduanya dipisahkan
dengan tanda koma.
(2) Jurnal dan majalah biasanya diterbitkan mingguan, bulanan, dua
bulanan, dan tiga bulanan. Catatlah nomor volume langsung
setelah nama jurnal dan majalah. Bulan dan tahun diletakkan
dalam tanda kurung setelah nomor volume.

Contoh Catatan Kaki yang dari Artikel dalam Sebuah Antologi:


David Riesman, “Character and Society,” Toward Liberal
18

Education, eds. Louis G. Locke, William M. Gibson, and George


Arms (New York, 1962), hlm. 572—573).

Dalam catatan catatan kaki di atas judul artikel dan judul buku
harus dimasukkan; begitu pula nama penulis dan editornya.

Contoh Catatan Kaki yang dari Artikel dalam Ensiklopedia:


19
Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Britannica
(1997), XIX, hlm. 257—260.
20
T. Wright, “Language Varieties: Language and Dialect,”
Encyclopedia of Linguistics, Information and Control (Oxford:
Pergamon Press Ltd., 1969), hlm. 243-251
21
”Vaccination,” Encyclopaedia Britannica (14 th ed.), XXII,
hlm. 921—923.

Ketiga contoh di atas memperlihatkan cara membuat catatan kaki


yang menunjuk kepada artikel yang dibuat dari sebuah ensiklopedi.
Catatan kaki yang pertama menunjuk kepada ensiklopedi yang

Azwardi 2018
186 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

terkenal sehingga penerbit dan tempat terbitnya dapat diabaikan.


Catatan kaki kedua mencantumkan tempat dan nama penerbit.
Catatan kaki yang ketiga memperlihatkan sebuah artikel ensiklopedi
yang tidak ada nama penulisnya.

Contoh Catatan Kaki yang dari Surat Kabar:


Juwono Sudarsono “Asean: Pembangunan Ekonomi dan Ma-
22

salah Pertanian”, Kompas, 20 Mei 1983, hlm. 4—5.

Dalam Encyclopaedia Britannica nama-nama pengarang


ditulis dengan inisialnya. Untuk mengetahui nama lengkap harus
dicari keterangan tentang singkatan-singkatan nama itu pada jilid
I dari ensiklopedi. Bila tidak ada nama pengarang, judul artikellah
yang didahulukan. Bila dicantumkan penanggalan tanpa tempat
terbit dan penerbit, tahun terbit atau nomor edisi itu ditempatkan
dalam kurung sesudah judul ensiklopedi itu.
Untuk rujukan surat kabar cukup diebutkan nama surat kabar
dan digarisbawahi. Jika ada nama penulis atau pengarang artikel,
nama penulis atau pengarang diterakan, dan rujukan surat kabar
itu dimulai dengan judul artikel, tajuk rencana, fokus, dan surat
pembaca. Jika nama surat kabar tersebut belum dikenal dan belum
diketahui nama tempat penerbit, sebaiknya nama tempat disebutkan
di dalam kurung, misalnya Pikiran Rakyat (Bandung).

1.8 Bahan dan Perwajahan


Kertas yang digunakan untuk mencetak karya ilmiah, baik
makalah maupun laporan penelitian, adalah kertas HVS yang
berukuran kuarto (21,5 cm x 28 cm). Kertas yang digunakan
untuk kulit atau sampulnya adalah karton manila. Khusus untuk

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 187

makalah, pada sampul depan biasanya digunakan kertas mika,


dan dijilid dengan pita isolasi.
Perwajahan menyangkut dengan penampilan laporan yang
tampak dari luar, sedangkan tata letak (layout) menunjuk kepada
pengaturan materi dan penggunaan tipe atau ukuran huruf. Dalam
penulisan teks makalah dan laporan penelitian lazimnya tipe
huruf yang digunakan adalah huruf Times New Roman ukuran 12.
Pengetikan dilakukan pada satu muka kertas, berjarak dua spasi,
dan diseting serapi mungkin dengan memperhatikan lebar pias-pias
(margin) tertentu untuk keperluan penjilidan. Jarak spasi antara tajuk
dan uraian atau jarak antara tajuk bab dan subbab adalah empat spasi,
sedangkan jarak spasi antara subbab dan uraian adalah dua. Selain
itu, jarak antara baris terakhir teks uraian dan subbab berikutnya
adalah tiga spasi. Demikian juga jarak antara teks uraian dan tabel,
bagan, diagram, denah, atau gambar.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku setting margin karya
ilmiah yang berupa makalah dan laporan penelitian adalah sebagai
berikut: (1) pias atas 3 cm, (2) pias bawah 3,5 cm, (3) pias kiri 4
cm, dan (4) pias kanan 2,5. Selain itu, pengetikan sampul depan
hendaknya mampu memberikan tanda pengenal yang jelas mengenai
isi, penyusunan, dan informasi lainnya. Penggunaan warna-warna
yang mencolok hendaknya dihindari.
Halaman judul, halaman lembar pengesahan, abstrak, kata
pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lambang diberi nomor
halaman dengan angka Romawi kecil. Khusus halaman judul dan
halaman lembar pengesahan nomor halamannya tidak diterakan.
Halaman pendahuluan sampai dengan lampiran diberi nomor halaman
angka Arab. Letak nomor halaman berada pada bagian atas-kanan
berjarak spasi dua dari margin atas tersebut dan lurus margin kanan.

Azwardi 2018
188 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Pada halaman bertajuk (abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel,
daftar lambang, bab-bab isi, dan daftar pustaka) nomor halamannya
diletakkan pada bagian tengah berjarak spasi dua dari margin bawah.
Selanjutnya, untuk penomoran bab digunakan angka Romawi besar,
dan subbab atau subsubbab berikutnya digunakan angka Arab dengan
sistem digital. Nomor subsubbab singkron dengan nomor subbab,
nomor subbab singkron dengan nomor bab. Pembagian subbab dibatasi
sampai empat digit. Setiap nomor berdigit tersebut digarisbawahi atau
dicetak tebal, dan diangkat dalam daftar isi.
Halaman yang bertajuk, seperti abstrak, kata pengantar, daftar
isi, pendahuluan, bab-bab isi, daftar pustaka, dan lampiran karya
ilmiah yang berupa laporan penelitian penempatannya pada halaman
baru. Dalam hal ini jarak antara bab dan subbab enam spasi. Kata
bab ditulis dengan huruf kapital semua (uppercase) dan nomor bab
ditulis dengan huruf Romawi besar pada jarak lebih kurang sepuluh
cm dari margin atas atau turun sepertiga halaman teks. Kata bab itu
terletak di tengah sehingga jarak dari margin kiri dan margin kanan
ke kata bab itu sama (center). Berkaitan dengan tata letak, untuk
lebih jelasnya perhatikan contoh pada bagian lampiran!

2. Ringkasan
Istilah karya ilmiah di sini mengacu kepada karya tulisan yang
penyampaian dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan
cara kerja ilmiah. Ditinjau dari panjang pendeknya atau tingkat
kedalaman uraiannya, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah
(paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisannya, baik makalah
maupun laporan penelitian, didasarkan pada kajian ilmiah dan cara
kerja ilmiah. Penyusunan karya semacam itu didahului oleh studi
pustaka atau studi lapangan.

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 189

Berdasarkan jenisnya, karya ilmiah dibedakan atas makalah


dan laporan penelitian. Makalah penyajiannya bersifat deskriptif
dan ekspositoris; biasanya disusun oleh mahasiswa atau dosen
untuk diajukan dalam suatu pertemuan ilmiah dan penerbit. Laporan
penelitian merupakan karya tulis ilmiah yang penyajiannya bersifat
deskriptif-analitis; analisis masalah digambarkan secara mendalam;
biasanya disusun oleh mahasiswa sebagai bagian dari kegiatan
akademik di perguruan tinggi, seperti laporan praktikum, dan sebagai
syarat guna memperoleh gelar akademik S-1, S-2, atau S-3.
Dalam penulisan karya ilmiah kegiatan yang pertama yang harus
dilakukan adalah mengidentifikasi topik kajian, yaitu sesuatu yang akan
dibahas. Setelah berhasil menentukan topik, langkah selanjutnya adalah
membatasi topik tersebut. Dalam hal ini perlu dipikirkan topik yang
unik, menarik, urgen, dan dikuasai dengan baik.
Karya ilmiah disampaikan dengan menggunakan bahasa yang
standar. Bahasa yang digunakan mengacu kepada bahasa ragam tulis
baku. Secara umum penggunaan bahasa yang dimaksud meliputi
ejaan, diksi, kalimat, paragraf, teknik penyampaian, dan sistematika
penyajian. Ejaan merujuk kepada Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI). Diksi perpedomanan kepada prinsip pemilihan
kata yang benar. Kalimat mengacu kepada ketentuan kalimat efektif
atau kalimat yang gramatikal. Pengembangan paragraf berprinsip
kepada kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan.
Karya ilmiah, khususnya laporan penelitian, terdiri atas
bagian-bagian yang sudah baku. Secara umum makalah dan laporan
penelitian terdiri atas tiga bagian, yaitu (1) bagian utama, (2) bagian
tambahan, dan (3) bagian penunjang. Bagian utama meliputi (a)
pendahuluan, (b) batang tubuh atau isi, dan (c) penutup. Bagian
tambahan meliputi (a) abstrak, (b) kata pengantar, (c) daftar isi, (d)

Azwardi 2018
190 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

daftar tabel, (e) daftar lambang, (f) daftar grafik, dan daftar gambar.
Bagian penunjang meliputi (a) daftar pustaka dan (b) lampiran.
Catatan pustaka berbeda dengan daftar pustaka. Catatan pustaka
adalah keterangan pengutipan pendapat para ahli, sedangkan daftar
pustaka adalah semua referensi yang dipakai sebagai bahan acuan
atau teori dalam penyusunan karya ilmiah. Catatan pustaka terdapat
pada bagian teks sebagai referen untuk menguatkan deskripsi atau
pembahasan konsep, sedangkan daftar pustaka terdapat pada bagian
akhir karya ilmiah sebagai pedoman bagi pembaca untuk menelusuri
lebih lanjut bahan yang terkait dengan topik yang dibahas. Jika ada
perubahan cara penulisan nama, cara yang terbaru yang dipakai. Gelar
kesarjanaan tidak perlu dicantumkan dalam penulisan nama di daftar
pustaka. Akan tetapi, dalam ucapan terima kasih perlu dicantumkan.
Kertas yang digunakan untuk mencetak karya ilmiah, baik makalah
maupun laporan penelitian, adalah kertas HVS yang berukuran kuarto
(21,5 cm x 28 cm). Kertas yang digunakan untuk kulit atau sampulnya
adalah karton manila. Khusus untuk makalah, pada sampul depan
biasanya digunakan kertas mika, dan dijilid dengan pita isolasi.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku setting margin karya
ilmiah yang berupa makalah dan laporan penelitian adalah sebagai
berikut: (1) pias atas 3 cm, (2) pias bawah 3,5 cm, (3) pias kiri 4
cm, dan (4) pias kanan 2,5. Selain itu, pengetikan sampul depan
hendaknya mampu memberikan tanda pengenal yang jelas mengenai
isi, penyusunan, dan informasi lainnya. Penggunaan warna-warna
yang mencolok hendaknya dihindari.

3. Latihan
Bina Karya Akademika memiliki dana Rp100.000.000.000,00 untuk
suatu penelitian dengan topik analisis kesalahan penulisan bahasa
Indonesia pada media luar ruang di Kota Banda Aceh. Anda dipercayakan

2018 Azwardi
Penulisan Karya Ilmiah 191

untuk melakukan penelitian tentang topik tersebut, yang menurut Anda


aspek kesalahan yang terjadi berkaitan dengan (a) ejaan, (b) diksi, dan
(c) kalimat. Lakukanlah penelitian tersebut dengan objeknya adalah data
kesalahan penulisan bahasa Indonesia pada media luar ruang (papan
nama ruko/instansi, spanduk, poster, dan baliho) di jalan-jalan utama
Kota Banda Aceh! Tugas ini dikerjakan secara berkelompok dalam limit
waktu dua minggu. Buat laporan mini penelitiannya dengan sistematika
penyajiannya adalah sebagai berikut!

ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah
1.3 Tujuan
dst.

BAB II KAJIAN TEORETIS


2.1
2.2
2.3
dst.

BAB III HASIL PENELITIAN


3.1
3.2
3.3
dst.

Azwardi 2018
192 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Penelitian
Lampiran 2 Data Penelitian
Lampiran 3 Personalia Penelitian
Lampiran 4 Sampel Foto Objek Penelitian

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 193

BAB IX
PROBLEMATIKA PEMAKAIAN BAHASA
INDONESIA DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

1. Uraian Materi
1.1 Sikap Berbahasa Indonesia
Sikap bahasa berhubungan dengan tiga hal, yaitu (1) sikap yang
berkaitan dengan kesetiaan terhadap bahasa (language loyality),
(2) sikap yang berkaitan dengan kebanggaan terhadap penggunaan
bahasa (language pride), dan (3) sikap yang berkaitan dengan
kesadaran penggunaan bahasa (awareness of the norm). Ketiga
sikap tersebut tecermin dari penggunaan bahasa oleh pemiliknya,
baik secara lisan maupun tulisan. Pengguna bahasa yang bersikap
positif senantiasa menunjukkan indikasi kesetiaan, kebanggaan, dan
kesadaran dalam tulisannya. Hal tersebut terlihat jelas, khususnya
dalam pemakaian bahasa Indonesia yang berkaidah (normatif) atau
penggunaan bahasa Indonesia yang benar.
Yang dimaksud dengan sikap di dalam konteks ini adalah
sikap positif terhadap belajar bahasa Indonesia. Artinya, kita harus
mengakui bahwa belajar tentang bahasa itu penting. Meskipun
secara alamiah kita bisa berbahasa Indonesia (mungkin sejak kecil
kita sudah terkondisikan dalam penggunaan bahasa Indonesia),
secara ilmiah kita belum tentu mampu berbahasa Indonesia dengan
baik, benar, logis, dan sistematis.

Azwardi 2018
194 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Dalam kenyataan penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari,


khususnya dalam situasi resmi, sering kita jumpai pemakaian
bahasa Indonesia yang salah atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa
tersebut. Selain persoalan kesalahan, tidak jarang juga ditemukan
ketidaklogisan pemakaian bahasa Indonesia. Dengan perkataan lain,
dapat ditegaskan bahwa jangan menganggap berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar itu mudah sehingga kita tidak merasa perlu
belajar dan menggunakan bahasa tersebut secara sungguh-sungguh
dan cermat. Jika menganggap berbahasa Indonesia dengan baik
dan benar itu mudah, kita tidak akan pernah sukses belajar bahasa
Indonesia atau tidak akan pernah terampil berbahasa Indonesia, baik
secara lisan maupun tulis.
Terkait dengan hal itu, pengalaman membuktikan bahwa
kompetensi kebahasaan (Indonesia) mahasiswa relatif rendah. Hal itu
terlihat dari banyaknya kesalahan peggunaan bahasa Indonesia yang
dilakukan dalam tulisan tugas-tugas kuliah atau karya-karya ilmiah
yang mereka hasilkan. Hal itu terus terjadi, padahal pembelajaran
bahasa Indonesia sudah diberikan sejak sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi. Di sekolah jumlah jam pembelajaran bahasa
Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran lain.
Pemakai bahasa Indonesia dituntut mampu menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bahasa yang baik adalah
bahasa yang digunakan sesuai dengan konteks atau situasi pemakaian,
sedangkan bahasa yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai
dengan kaidah atau norma atau aturan yang berlaku. Ada saatnya
kita wajib menggunakan bahasa yang baik dan ada kalanya kita
harus memakai bahasa yang benar. Pada waktu bertransaksi di
pasar misalnya, kita tidak boleh memakai bahasa yang baku karena
menyebabkan komunikasi menjadi kaku atau tidak komunikatif.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 195

Sebaliknya, saat berkomunikasi dengan siswa pada waktu proses


belajar mengajar di ruang kelas kita tidak boleh menggunakan bahasa
pasaran karena menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif.

1.2 Problematika Penulisan Karya Ilmiah


Penulisan karya ilmiah, mulai dari kover sampai dengan daftar pustaka
beserta lampiran-lampiran (bila ada) harus mengikuti ketentuan yang
berlaku. Ketentuan tersebut berkaitan dengan penggunaan bahasa
yang benar, yaitu meliputi ejaan, diksi, kalimat, dan paragraf. Selain
itu, ketentuan tersebut juga terkait dengan teknik penyampaian dan
sistematika penyajian. Dalam konteks penulisan karya ilmiah, meskipun
telah terbekali dengan teori atau pedoman yang memadai, kesalahan
penerapan ketentuan-ketentuan tersebut sering kali terjadi, baik di
kalangan mahasiswa maupun dosen atau praktisi lainnya. Kasus-kasus
kesalahan yang sering terjadi adalah sebagai berikut: (1) ejaan, (2)
diksi, (3) kalimat, (4) paragraf, (5) sistematika penyajian, dan (6) teknik
penyampaian. Untuk meminimalisasi kesalahan seputar penulisan karya
ilmiah, berikut disajikan kasus-kasus kesalahan yang sering terjadi,
dilengkapi dengan deskripsi dan solusi.

1.3 Kasus-Kasus Kesalahan Berbahasa


Kasus-kasus kesalahan yang sering terjadi adalah sebagai berikut: (1)
ejaan, (2) diksi, (3) kalimat, (4) paragraf, (5) sistematika penyajian,
dan (6) teknik penyampaian. Berkaitan dengan ejaan, problem
kesalahan yang sering terjadi, antara lain, adalah sebagai berikut:
(a) tipe kesalahan pemakaian huruf kapital, huruf miring, dan huruf
tebal, (b) tipe kesalahan penulisan kata berimbuhan, gabungan kata,
pemenggalan kata, kata depan (preposisi), partikel, singkatan dan
akronim, dan angka dan bilangan, (c) tipe kesalahan pemakaian

Azwardi 2018
196 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

tanda baca, dan (d) tipe kesalahan penulisan unsur serapan. Berkaitan
dengan diksi, problem kesalahan yang sering terjadi, antara lain, adalah
sebagai berikut: (a) tipe kesalahan pemakaian kata yang tidak baku,
(b) tipe kesalahan pemakaian kata yang tidak lazim, (c) tipe kesalahan
pemakaian kata yang tidak sejajar bentuk, dan (d) tipe kesalahan kata
yang tidak sesuai dengan kaidah. Berkaitan dengan kalimat, problem
kesalahan yang sering terjadi, antara lain, adalah sebagai berikut: (a) tipe
kesalahan pasif persona, (b) tipe kesalahan subjek berpreposisi, (c) tipe
kesalahan pengantar kalimat dan predikat, (d) tipe kesalahan pelesapan
subjek dalam kalimat majemuk. Berkaitan dengan paragraf, problem
kesalahan yang sering terjadi, antara lain, adalah sebagai berikut: (a)
tipe kesalahan kesatuan dan (b) tipe kesalahan kepaduan. Berkaitan
dengan teknik penyampaian, problem kesalahan yang sering terjadi,
antara lain, adalah sebagai berikut: (a) tipe kesalahan penulisan catatan
pustaka (sitasi) dan (b) tipe kesalahan pengutipan. Berkaitan dengan
sistematika penyajian, problem kesalahan yang sering terjadi, antara
lain, adalah sebagai berikut: (a) tipe kesalahan penomoran bab, subbab,
dan subsubbab dan (b) tipe kesalahan penyusunan daftar pustaka.

1.3.1 Problem Ejaan
1.3.1.1 Tipe Kesalahan Pemakaian Huruf
(1) Huruf Kapital
Sejalan dengan Konvensi ILO 169, Durning (2000:299)
menyebutkan beberapa kriteria penduduk asli, yaitu paling tidak
memiliki lima elemen dasar sebagai berikut:
(1) Keturunan penduduk asli suatu daerah yang kemudian dihuni
oleh sekelompok masyarakat dari luar yang lebih kuat;
(2) Sekelompok orang yang mempunyai bahasa, tradisi, budaya,
dan agama yang berbeda dengan kelompok yang lebih dominan;

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 197

(3) Selalu diasosiasikan dengan beberapa tipe kondisi ekonomi


masyarakat;
(4) Keturunan masyarakat pemburu, nomadik, dan peladang
berpindah; dan
(5) Masyarakat dengan hubungan sosial yang menekankan
pada hubungan kelompok, pengambilan keputusan melalui
kesepakatan, serta pengelolaan sumberdaya secara kelompok.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan malasah penelitian
ini adalah sebagai berikut:
(1) Mendeskripsikan hak masyarakat adat atas sumber daya alam
berdasarkan perspektif hukum;
(2) Mendeskripsikan kewajiban masyarakat adat atas sumber
daya alam berdasarkan perspektif hukum; dan
(3) Mendeskripsikan peran pemerintah atas pelestarian sumber
daya alam berdasarkan perspektif hukum.

Banyak kesalahan terkait dengan pemakaian huruf kapital


dalam karya ilmiah. Salah satu kasus fatal yang sering terjadi
adalah pemakaian huruf kapital pada awal klausa-klausa atau
frasa-frasa suatu perincian. Umumnya penulis menyangka bahwa
rincian tersebut adalah kalimat sehingga perlu dipakai huruf
kapital di awalnya, padahal hal itu merupakan klausa-klausa
atau frasa-frasa yang dideret ke bawah. Untuk membetulkannya
cukup dengan mengubah semua huruf kapital yang terdapat di
awal klausa atau frasa tersebut dengan huruf kecil sebagaimana
terlihat di bawah ini.

Azwardi 2018
198 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Sejalan dengan Konvensi ILO 169, Durning (2000:299)


menyebutkan beberapa kriteria penduduk asli, yaitu paling tidak
memiliki lima elemen dasar sebagai berikut:
(1) keturunan penduduk asli suatu daerah yang kemudian dihuni
oleh sekelompok masyarakat dari luar yang lebih kuat;
(2) sekelompok orang yang mempunyai bahasa, tradisi, budaya, dan
agama yang berbeda dengan kelompok yang lebih dominan;
(3) selalu diasosiasikan dengan beberapa tipe kondisi ekonomi
masyarakat;
(4) keturunan masyarakat pemburu, nomadik, dan peladang
berpindah; dan
(5) masyarakat dengan hubungan sosial yang menekankan
pada hubungan kelompok, pengambilan keputusan melalui
kesepakatan, serta pengelolaan sumberdaya secara kelompok.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan malasah penelitian
ini adalah sebagai berikut:
(1) mendeskripsikan hak masyarakat adat atas sumber daya alam
berdasarkan perspektif hukum;
(2) mendeskripsikan kewajiban masyarakat adat atas sumber
daya alam berdasarkan perspektif hukum; dan
(3) mendeskripsikan peran pemerintah atas pelestarian sumber
daya alam berdasarkan perspektif hukum.

(2) Huruf Miring


Azwardi. 2017. Dasar-Dasar Komputer dan Internet: Modul Kuliah
Pengantar dan Aplikasi komputer. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.
Arifin, Zaenal dan Farid Hadi. 2001. ”1001 Kesalahan Berbahasa”.
Jakarta: Akademika Pressindo.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 199

Mustakim. 1996. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia untuk


Umum. Jakarta: Gramedia.
Sugono, Dendy. 1999. Berbahasa Indonesia dengan Benar.
Jakarta: Puspa Swara.

Banyak kesalahan terkait dengan huruf miring. Salah satu kasus


fatal yang sering terjadi adalah pemakaian huruf miring pada penulisan
judul tulisan dalam penyusunan daftar pustaka. Ditemukan beragam
cara penulisan judul tulisan dalam penyusunan daftar pustaka. Ada yang
dimiringkan, ada yang diapit tanda petik, ada yang digarisbawahi, dan
ada juga yang ditebalkan, padahal untuk karya berupa buku yang sudah
diterbitkan penulisan judul tulisan dalam penyusunan daftar pustakanya
harus dimiringkan sebagaimana terlihat dalam penyusunan berikut.

Azwardi. 2017. ”Dasar-Dasar Komputer dan Internet: Modul Kuliah


Pengantar dan Aplikasi komputer”. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.
Arifin, Zaenal dan Farid Hadi. 2001. 1001 Kesalahan Berbahasa.
Jakarta: Akademika Pressindo.
Mustakim. 1996. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia untuk
Umum. Jakarta: Gramedia.
Sugono, Dendy. 1999. Berbahasa Indonesia dengan Benar.
Jakarta: Puspa Swara.

(3) Huruf Tebal


BAB I PENDAHULUAN

Dalam bagian ini dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan


dengan bahasa Aceh, meliputi topik-topik berikut: (1) kebijakan

Azwardi 2018
200 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

pembinaan bahasa Aceh, (2) bahasa-bahasa daerah di Aceh, (3)


bahasa-bahasa lain di Aceh, (4) kedudukan dan fungsi Aceh, (5)
bahasa Aceh dan perkembangannya, (6) dialek bahasa Aceh, (7)
penelitian bahasa Aceh, dan (8) peta bahasa Aceh.

1.1 Kebijakan Pembinaan Bahasa Aceh


Bahasa menunjukkan bangsa. Hilang bahasa hilang pula
penunjuk suatu bangsa. Demi mempertahankan eksistensi bahasa,
khususnya bahasa daerah, secara konstitusional keberadaan
bahasa daerah dijamin oleh Undang-Undang Dasar negara kita.
Meskipun demikian, realitas dewasa ini menunjukkan bahwa
bahasa-bahasa daerah di Nusantara telah berada dalam kondisi
yang sangat mengkhawatirkan, diambang kepunahan.

Selain dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah


ditulis miring, huruf tebal dipakai dipakai untuk menegaskan bagian-
bagian karangan, seperti judul buku, bab, subbab, atau subsubbab.
Kesalahan pemakaian huruf tebal dalam karya ilmiah sering terjadi
pada penulisan tajuk bab, subbab, dan subsubbab.

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bagian ini dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan


dengan bahasa Aceh, meliputi topik-topik berikut: (1) kebijakan
pembinaan bahasa Aceh, (2) bahasa-bahasa daerah di Aceh, (3)
bahasa-bahasa lain di Aceh, (4) kedudukan dan fungsi Aceh, (5)
bahasa Aceh dan perkembangannya, (6) dialek bahasa Aceh, (7)
penelitian bahasa Aceh, dan (8) peta bahasa Aceh.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 201

1.1 Kebijakan Pembinaan Bahasa Aceh


Bahasa menunjukkan bangsa. Hilang bahasa hilang pula
penunjuk suatu bangsa. Demi mempertahankan eksistensi bahasa,
khususnya bahasa daerah, secara konstitusional keberadaan
bahasa daerah dijamin oleh Undang-Undang Dasar negara kita.
Meskipun demikian, realitas dewasa ini menunjukkan bahwa
bahasa-bahasa daerah di Nusantara telah berada dalam kondisi
yang sangat mengkhawatirkan, diambang kepunahan.

Selain itu, kesalahan pemakaian huruf tebal juga terjadi pada


penulisan nama atau jabatan orang yang menandatangani karya tulis
dalam lembar pengesahan karya ilmiah. Hal tersebut salah karena
tidak ada aturan pemakaian huruf tebal untuk itu.

KEMAMPUAN SISWA KELAS II SMU NEGERI DARUSSALAM BANDA


ACEH DALAM MENATA KESATUAN DAN KEPADUAN PARAGRAF

Skripsi

oleh

Nama : Azwardi
NIM : 92611341
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
Program Studi : Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

disetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Abdul Djunaidi, M.S. Drs. Ramli, M.Pd.


NIP 131661035 NIP 131802813

Azwardi 2018
202 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

diketahui,

Ketua Jurusan, Ketua Program Studi,

Dr. Bahrum Yunus, M.A. Dra. Hj. Nuriah T.A.


NIP 130344772 NIP 130095473

Dekan,

Drs. Muhammad Ibrahim


NIP 130186396

1.3.1.2 Tipe Kesalahan Penulisan Kata


(1) Kata Berimbuhan
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Mahaesa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik.

Puji berserta syukur penulis sampaikan kepada Allah Yang


Maha Kuasa karena berkat kodrat dan iradat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik.

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang


Mahapengasih. karena berkat kasih dan sayang-Nya penulis dapat
merampungkan penulisan disetasi ini dengan baik.

Dalam PUEBI dinyatakan bahwa bentuk maha yang diikuti


kata dasar yang mengacu kepada nama atau sifat Tuhan, kecuali kata
esa, ditulis serangkai. Berdasarkan kaidah tersebut, dapat dipahami
bahwa terdapat tiga cara yang berbeda dalam penulisan bentuk maha
yang benar sebagaimana terlihat dalam kalimat-kalimat di bawah ini.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 203

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik.

Puji berserta syukur penulis sampaikan kepada Allah Yang


Mahakuasa karena berkat kodrat dan iradat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik.

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha


Pengasih. karena berkat kasih dan sayang-Nya penulis dapat
merampungkan penulisan disetasi ini dengan baik.

(2) Gabungan Kata (Kata Majemuk)


Semua hal yang disampaikan dalam tulisan ini dapat dipertanggung
jawabkan secara akademik sesuai dengan kaidah keilmuan yang berlaku.

Memperjual belikan satwa yang status konservasinya dilindungi


merupakan perbuatan melanggar hukum.

Ia tak sanggup membendung rasa sedihnya saat menceritakan


kembali peristiwa tragis itu sehingga air mata sampai
menganaksungai di pipinya.

Silakan garisbawahi batas-batas fungsi kalimat-kalimat di bawah ini!

Terkait dengan penulisan gabungan kata, problem yang sering


terjadi adalah kesalahan penulisan kata majemuk. Kata majemuk
ditulis terpisah, padahal mendapat imbuhan di awal dan di akhir
secara bersamaan, dan ditulis serangkai, padahal hanya mendapat

Azwardi 2018
204 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

imbuhan di awal atau di akhir sebagaimana terlihat pada contoh


di atas. Sesuai dengan kaidah ejaan atau morfologi (afiksasi), kata
majemuk ditulis serangkai bila mendapat imbuhan di awal dan di
akhir secara bersamaan, dan ditulis terpisah jika hanya mendapat
imbuhan di awal atau di akhir sebagaimana terlihat pada contoh di
bawah ini.

Semua hal yang disampaikan dalam tulisan ini dapat


dipertanggungjawabkan secara akademik sesuai dengan kaidah
keilmuan yang berlaku.

Memperjualbelikan satwa yang status konservasinya dilindungi


merupakan perbuatan melanggar hukum.

Ia tak sanggup membendung rasa sedihnya saat menceritakan


kembali peristiwa tragis itu sehingga air mata sampai menganak
sungai di pipinya.

Silakan garis bawahi batas-batas fungsi kalimat-kalimat di bawah ini!

(3) Pemenggalan Kata


Penyusunan pedoman ini tidak terlepas dari kerja keras dan
kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penghargaan dan uca­
pan terima kasih kami sampaikan kepada segenap pakar dan
ahli bahasa, pengambil kebijakan di tingkat kementerian, serta
kalangan masyarakat yang telah bekerja sama mewujudkan
tersusunnya Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Terkait dengan pemenggalan kata juga tidak sedikit terjadi


kesalahan dalam penulisan karya ilmiah. Bila tidak cermat, kesalahan
tersebut sulit dihindari karena komputer yang digunakan penulis sering

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 205

kali memenggal kata secara otomatis, tanpa memperhatikan kaidah


pemenggalan kata yang benar. Pemenggalan kata yang benar mengacu
kepada prinsip batas suku kata dan imbuhan. Kata-kata yang dipenggal
harus didasari atas batas suku kata atau batas imbuhan bila yang dipenggal
merupakan kata berimbuhan, tidak boleh dipenggal sembarangan. Kata
berimbuhan ucapan misalnya, batas pemenggalannya yang benar adalah
u-cap-an atau u-capan atau ucap-an, bukan u-ca-pan atau uca-pan
sebagaimana terlihat dalam paragraf di atas. Perhatikan pemenggalan
yang benar dalam paragraf berikut!

Penyusunan pedoman ini tidak terlepas dari kerja keras dan


kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penghargaan dan
ucap-an terima kasih kami sampaikan kepada segenap pakar
dan ahli bahasa, pengambil kebijakan di tingkat kementerian,
serta kalangan masyarakat yang telah bekerja sama mewujudkan
tersusunnya Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

(4) Preposisi (Kata Depan)


Diantara beberapa pendapat para ahli diatas, yang paling relevan
digunakan pada konteks ini hanyalah pendapat Djunaidi (2000).

Sejak dari awal masyarakat sering tidak mau menyampaikan data


yang sebenarnya ke kami tim peneliti.

Di bagian analisis kesalahan ejaan ini penulis banyak merujuk


pada PUEBI Edisi Keempat (2016).

Dalam penulisan karya ilmiah sering ditemukan kesalahan


penulisan atau pemakaian preposisi atau kata depan. Preposisi di
misalnya, sering diperlakukan sama dengan prefiks atau awalan

Azwardi 2018
206 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

di- sehingga penulisannya dirangkaikan. Selain itu, masing-masing


preposisi tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam
pemakaiannya, tidak dapat dipertukarkan atau saling menggantikan,
seperti pada dan dalam, di dan pada, dan ke dan kepada sebagaimana
terlihat dalam contoh di atas. Kecuali itu, pemakaian preposisi yang
tidak menyatakan fungsi apa-apa juga juga salah, seperti pemakaian
dari pada kalimat kedua di atas. Penulisan yang benar adalah
sebagaimana terlihat dalam contoh di bawah ini.

Di antara beberapa pendapat para ahli di atas, yang paling relevan


digunakan dalam konteks ini hanyalah pendapat Djunaidi (2000).

Sejak awal masyarakat sering tidak mau menyampaikan data yang


sebenarnya kepada kami tim peneliti.

Pada bagian analisis kesalahan ejaan ini penulis banyak merujuk


kepada PUEBI Edisi Keempat (2016).

(5) Partikel
Tidak ada satupun data primer yang diperoleh pada kegiatan
pengumpulan data awal.

Sekecil apapun temuanya, penelitian ini akan sangat berarti bagi


pemerintah sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan publik.

Ada pun yang menjadi sumber data penelitian ini adalah penutur
asli bahasa Aceh dialek Peusangan.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 207

Pada kategori partikel, yang sering salah dalam penulisan karya


ilmiah adalah penulisan partikel pun. Penulisan partikel pun terpisah
dari kata yang mendahuluinya, kecuali pun yang berupa konjungsi,
seperti meskipun, walaupun, dan adapun.

Tidak ada satu pun data primer yang diperoleh pada kegiatan
pengumpulan data awal.

Sekecil apa pun temuanya, penelitian ini akan sangat berarti bagi
pemerintah sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan publik.

Adapun yang menjadi sumber data penelitian ini adalah penutur


asli bahasa Aceh dialek Peusangan.

(6) Singkatan dan Akronim


Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT. yang atas rahmat-
Nya penulis telah dapat merampungkan penyusunan karya akademik ini.

Selanjurnya, selawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan


kepada Nabi Muhammad SAW. yang atas risalah dan perjuangannya
penulis telah dapat berada dalam suasana yang penuh dengan
berkah ilmu pengetahuan.

Direktur PT. Bina Grafika, Raihan Rajabina, SH, mengatakan


bahwa omset pencetakan poster dan baliho terus meningkat
menjelang Pileg dan Pilpres 2019.

Direksi Bank Muamalat, Rayyana Maulidya, SE, M.Si,


memprediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi para pedagang
kecil akan meningkat signifikan pada 2020.

Azwardi 2018
208 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah swt. yang atas rahmat-Nya
penulis telah dapat merampungkan penyusunan karya akademik ini.

Selanjurnya, selawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan kepada


Nabi Muhammad saw. yang atas risalah dan perjuangannya penulis
telah dapat berada dalam suasana yang penuh dengan berkah ilmu
pengetahuan.

Direktur PT Bina Grafika, Raihan Rajabina, S.H., mengatakan bahwa


omset pencetakan poster dan baliho terus meningkat menjelang pileg
dan pilpres 2019.

Direksi Bank Muamalat, Rayyana Maulidya, S.E., M.Si., memprediksikan


bahwa pertumbuhan ekonomi para pedagang kecil akan meningkat
signifikan pada 2020.

(7) Angka dan Bilangan


Harga buku Menulis Ilmiah terbitan 2015 adalah Rp 60.000,-.

Harga buku Menulis Ilmiah Edisi Revisi terbitan 2018 adalah Rp 75.000,00.

Lampiran buku Menulis Ilmiah sebanyak 2 (dua) berkas.

Terkait dengan penulisan angka dan bilangan, hal yang sering


salah dalam karya ilmiah adalah penulisan angka jumlah uang dan
penulisan angka dan huruf secara bersamaan, sebagaimana terlihat
dalam contoh di atas. Penulisan jumlah uang tidak dipisahkan dengan
singkatan lambang rupiah (Rp). Selain itu, penulisan jumlah uang
juga tidak diakhiri dengan tanda koma yang disertai dengan tanda
hubung (,-), tetapi diakhiri dengan tanda koma yang disertai dengan

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 209

dua angka nol (,00). Di pihak lain, penulisan angka dan huruf secara
bersamaan juga salah, kecuali pada penulisan peraturan perundang-
undangan, akta, dan kuitansi.

Harga buku Menulis Ilmiah terbitan 2015 adalah Rp60.000,00.

Harga buku Menulis Ilmiah Edisi Revisi terbitan 2018 adalah Rp75.000,00.

Lampiran buku Menulis Ilmiah sebanyak 2 berkas.

1.1.1.3 Tipe Kesalahan Pemakaian Tanda Baca


(1) Tanda Kurung ((...)), Tanda Garis Miring (/), dan Tanda Hubung (-)

Azwardi ( 2009:11 ) mengatakan bahwa untuk memperkecil


/ meninimalisasi kesalahan berbahasa pengguna bahasa harus
memahami dengan baik kaidah - kaidah bahasa tersebut.

Bahan - bahan yang diperlukan untuk membuat beton, antara lain,


adalah: pasir, semen, dan air.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2018

Tanda kurung ((...)), tanda garis miring (/), dan tanda hubung
(-) pemakaiannya menyatu dengan kata yang mendahului atau
menyertainya. Bandingkan pemakaian tanda kurung, tanda garis
miring, dan tanda hubung yang benar berikut!

Azwardi 2018
210 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Azwardi (2009:11) mengatakan bahwa untuk memperkecil/


meninimalisasi kesalahan berbahasa pengguna bahasa harus
memahami dengan baik kaidah-kaidah bahasa tersebut.

Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat beton, antara lain,


adalah pasir, semen, dan air.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2018

(1) Tanda Koma (,) dan Tanda Titik Koma (;)


2.1 Cabang-Cabang Linguistik
Linguistik atau ilmu bahasa terdiri atas 11 cabang, yaitu sebagai
berikut:
(1) fonologi;
(2) morfologi;
(3) sintaksis;
(4) semantik;
(5) wacana;
(6) sosiolinguistik;
(7) psikolinguistik;
(8) dialektologi;
(9) leksikologi;
(10) leksikografi; dan
(11) pragmatik.

Tanda koma (,) dan tanda titik koma (;) pemakaiannya sedikit
berbeda dalam suatu perincian. Tanda koma, antara lain, dipakai pada
akhir perincian yang berupa kata atau frasa, sedangkan tanda titik koma,

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 211

antara lain, dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa. Dalam
karya ilmiah kedua tanda tersebut sering salah atau tertukar digunakan
sebagaimana terlihat dalam contoh di atas. Yang harus digunakan tanda
koma malah digunakan tanda titik koma. Demikian juga sebaliknya,
yang harus digunakan tanda titik koma malah digunakan tanda koma
sebagaimana terlihat dalam contoh di bawah.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
(1) menjalin komunikasi antara sosiologi pendidikan dalam
pendekatan post-modern dan sosiologi agama,
(2) menggali sisi lain dari kehidupan dayah sebagai indogenous
yang berdampak pada kehidupan post-modern, dan
(3) menyarankan suatu mekanisme dan strategi reproduksi sosial
yang dapat diterapkan dalam pendidikan umum.

Pemakaian yang benar untuk masing-masing perincian tersebut


adalah sebagai berikut.

2.1 Cabang-Cabang Linguistik


Linguistik atau ilmu bahasa terdiri atas 11 cabang, yaitu sebagai berikut:
(1) fonologi,
(2) morfologi,
(3) sintaksis,
(4) semantik,
(5) wacana,
(6) sosiolinguistik,
(7) psikolinguistik,
(8) dialektologi,

Azwardi 2018
212 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(9) leksikologi,
(10) leksikografi, dan
(11) pragmatik.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
(1) menjalin komunikasi antara sosiologi pendidikan dalam
pendekatan post-modern dan sosiologi agama;
(2) menggali sisi lain dari kehidupan dayah sebagai indogenous
yang berdampak pada kehidupan post-modern; dan
(3) menyarankan suatu mekanisme dan strategi reproduksi sosial
yang dapat diterapkan dalam pendidikan umum.

1.3.1.4 Tipe Kesalahan Penulisan Unsur Serapan


Dalam perkembangannya bahasa Indonesia menyerap unsur
dari berbagai bahasa, baik dari bahasa daerah, seperti bahasa
Jawa, Sunda, dan Bali, maupun dari bahasa asing, seperti bahasa
Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan Inggris. Berdasarkan
taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat
dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, unsur asing yang
belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti
force majeur, de facto, de jure, dan l’exploitation de l’homme par
l’homme. Unsur-unsur itu dipakai dalam konteks bahasa Indonesia,
tetapi cara pengucapan dan penulisannya masih mengikuti cara
asing. Kedua, unsur asing yang penulisan dan pengucapannya
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini,
penyerapan diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya
sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 213

bentuk asalnya (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa


Kementerian dan Pendidikan dan Kebudayaan, 2016:58).
Terkait dengan hal di atas, cermati kata-kata yang diserap dari
bahasa Arab (dalam tabel 1) dan bahasa Inggris (tabel 2) berikut
yang sering salah digunakan dalam karya tulis ilmiah!

Tabel 1 Kosakata Serapan dari Bahasa Arab


Kosakata Tidak Baku Kosakata Baku
ramadhan, ramadhon. Ramadon ramadan
shalat, sholat, solat salat
tafakkur, tadarrus, tadabbur tafakur, tadarus, tadabur
aidil fitri, aidul fitri, ‘aidil fitri, idul fitri idulfitri
idul adha iduladha
kaqwa takwa
nuzulul qur’an, nuzululqur’an nuzululquran
lailatul qadar, lailatulqadar lailatulkadar
terawih, teraweh tarawih
iqrak, iqra’, ikrak iqra
jum’at jumat
do’a doa
louh mahfud, luh mahfud, loh mahfud, luhmahful
makhroj makhraj
lafad, lafadz lafal
mushalla, musholla, musola musala
mesjid masjid
shalawat, salawat selawat
barokah berkah
sadakah, sadakoh sedekah
nadham, nalam nazam

Azwardi 2018
214 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

dhalim, lalim zalim


silatur rahim, silaturrahim, silaturrahmi silaturahmi
muadzin, muazzin muazin
lohor, dzuhur zuhur
ashar asar
maghrib, mahrib magrib
hadist hadis
shahih sahih
wudhuk, wudhu wudu
muakkad muakad
shalat ied salat id
shalat tahajjud salat tahajud
shalat tahyat mesjid, shalat tahyatul mesjid tahiyat masjid
mohom ma’af lahir dan bathin mohon maaf lahir dan batin
nasehat nasihat
kaedah kaidah
wassalam wasalam

Tabel 2 Kosakata Serapan dari Bahasa Inggris


Kosakata Tidak Baku Kosakata Baku
standarisasi standardisasi
analisa analisis
aktifitas aktivitas
kreatifitas kreativitas
kwalitatif kualitatif
kwantitatif kuantitatif
imformasi informasi
imput input
inplisit implisit
imformal informal
metoda metode
matrik matriks

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 215

hipotesa hipotesis
tiori teori
tioritis/teoritis teoretis
thesis tesis
team tim
sistim/sistimatis sistematis
katagori kategori
kontinyu kontinu
subyek subjek
prediket predikat
obyek objek
tehnik teknik
tehnologi teknologi
frekwensi frekuensi
atlit atlet
apotik apotek
kwalitas kualitas
prosen persen
prosentase persentase
rubriks rubrik
intalasi instalasi
komplek kompleks
frustasi frustrasi

1.3.2 Problem Diksi


1.3.2.1 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata yang Tidak Baku
Untuk mendekatkan diri kepada Allah, berbagai shalat sunnah
tidak hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, tetapi juga pada
bulan-bulan lainnya sepanjang tahun.

Standarisasi pendidikan perlu terus disosialisasikan kepada


publik demi percepatan pencapaian kwalitas penyelenggaraan
pendidikan pada semua jenjang.

Tehnik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


tehnik kwalitatif dan tehnik kwantitatif.

Azwardi 2018
216 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Sekedar mengingatkan kembali, silahkan Anda perhatikan secara


seksama setiap perobahan yang terjadi!

Pemakaian kosakata baku merupakan salah satu aspek yang harus


diperhatihan dalam penulisan karya ilmiah. Prinsip utama yang harus
diperhatikan dalam pemilihan kata adalah kebakuan. Kosakata baku
adalah kosakata yang telah terkodifikasi di dalam kamus besar suatu
bahasa. Saat menulis, bila merasa ragu-ragu terhadap kebenaran suatu
kata, kita dapat merujuk kepada kamus, apalagi sekarang sudah tersedia
kamus elektronik, baik yang dalam jaringan (daring/online) maupun
yang luar jaringan (luring/offline). Akan tetapi, dalam kenyataan
penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari, khususnya bahasa ragam
tulis ilmiah, sering ditemukan pemakaian bahasa Indonesia yang salah
atau tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku sebagaimana terlihat
pada contoh di atas. Kosakata yang sering salah tersebut umumnya
merupakan kosakata yang diserap dari bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Kata-kata yang bercetak miring di atas merupakan kosakata yang tidak
baku. Kosakata yang bakunya adalah sebagai berikut.

Untuk mendekatkan diri kepada Allah, berbagai salat sunah tidak


hanya dilakukan pada bulan Ramadan, tetapi juga pada bulan-
bulan lainnya sepanjang tahun.

Standardisasi pendidikan perlu terus disosialisasikan kepada


publik demi percepatan pencapaian kualitas penyelenggaraan
pendidikan pada semua jenjang.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


tehnik kualitatif dan teknik kuantitatif.

Sekadar mengingatkan kembali, silakan Anda perhatikan secara


saksama setiap perubahan yang terjadi dalam percobaan ini!

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 217

1.3.2.2 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata yang Tidak Lazim


Manusia akan meninggal apabila denyut jantungnya berhenti
untuk jangka waktu tertentu.

Upah merupakan faktor yang sangat menentukan bagi


kelangsungan hidup pegawai negeri dan keluarganya.

Dalam konteks kalimat di atas kata mati lebih lazim dipakai


daripada meninggal. Demikian juga dalam konteks kalimat
berikutnya, kata haji lebih lazim dipakai daripada upah sebagaimana
terlihat dalam kalimat berikut.

Manusia akan mati apabila denyut jantungnya berhenti untuk


jangka waktu tertentu.

Gaji merupakan faktor yang sangat menentukan bagi kelangsungan


hidup pegawai negeri dan keluarganya.

1.3.2.3 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata yang Tidak Sejajar Bentuk


Action Plan Bunda Baca ini sudah lama diusulkan, tetapi Kepala
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan belum menyetujuinya.

Gerakan literasi ini memerlukan tenaga yang terampil, biayanya


banyak, dan harus cukup waktunya.

Kedua kalimat di atas salah karena menggunakan bentuk-bentuk


yang tidak sejajar. Dalam kalimat pertama yang merupakan kalimat
majemuk setara, kedua klausa dikemukakan dalam bentuk yang tidak
sejajar. Klausa Action Plan Bunda Baca ini sudah lama diusulkan

Azwardi 2018
218 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

dinyatakan dalam bentuk pasif. Di pihak lain, klausa Kepala Dinas


Perpustakaan dan Kearsipan belum menyetujuinya dinyatakan dalam
bentuk aktif. Agar kalimat tersebut menjadi betul, kedua klausa harus
diungkapkan dalam bentuk yang sejajar, yakni aktif dan aktif atau pasif
dan pasif. Kalimat berikutnya juga salah karena frasa objek dinyatakan
menjadi tiga buah bentuk yang tidak sejajar, yaitu tenaga yang terampil,
biayanya banyak, cukup waktunya. Kesejajaran akan terpenuhi jika
ketiga bentuk tersebut muncul dalam format yang sama. Perhatikan
kalimat-kalimat yang benarnya di bawah ini!

Kami sudah lama mengusulkan Action Plan Bunda Baca ini, tetapi
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan belum menyetujuinya.

atau

Action Plan Bunda Baca ini sudah lama diusulkan, tetapi belum
disetujui Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan.

Gerakan literasi ini memerlukan tenaga yang terampil, biaya yang


banyak, dan waktu yang cukup.

1.3.2.4 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata yang Tidak Sesuai


dengan Kaidah
Pemerintah perlu pikirkan nasib korban gempa Lombok.

Mari kita beri motivasi agar tim Indonesia memenangkan setiap


pertandingan dalam Asian Games 2018 di Jakarta Palembang.

Dalam bahasa Indonesia setiap afiks memiliki fungsi dan


makna yang berbeda-beda. Sesuai dengan kaidah morfologi, bentuk
pikirkan memiliki makna yang berbeda dengan memikirkan dalam

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 219

relasi gramatikal (ketatabahasaan). Dalam konteks kalimat di atas


verba (kata kerja) yang benar yang harus dipakai sebagai predikat
adalah verba transitif memikirkan, bukan pikirkan karena unsur yang
hadir berikutnya berupa objek. Demikian juga dalam konteks kalimat
berikutnya, memenangkan berbeda makna dengan memenangi.
Memenangkan bermakna benefaktif, yaitu ‘melakukan sesuatu
untuk pihak lain’, sedangkan memenangi bermakna kausatif, yaitu
‘membuat jadi atau menjadi’. Maksud si penulis adalah ‘agar tim
Indonesia menjadi menang melawan negara lain’, bukan ‘memberi
menang kepada lawan dari negara lain’. Oleh karena itu, dalam
konteks kalimat tersebut, bentuk yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia adalah memenangi, bukan memenangkan sebagaimana
terlihat dalam kalimat di bawah ini.

Pemerintah perlu memikirkan nasib korban gempa Lombok.

Mari kita beri motivasi agar tim Indonesia memenangi setiap


pertandingan dalam Asian Games 2018 di Jakarta Palembang.

1.3.3 Problem Kalimat


Kalimat salah cermin pikiran kacau. Kalimat berstruktur cermin
pikiran teratur. Demikian ungkapan terkait dengan pemakaian bahasa
yang benar. Mengapa kalimat salah dianalogikan kepada pikiran
kacau? Sebagaimana diketahui bahwa manusia diberi potensi yang
luar biasa oleh Allah, yaitu dapat berbahasa sebagaimana ia berpikir.
Pikiran direalisasikan secara cepat melalui bahasa, baik lisan
maupun tulisan. Akan tetapi, bila tidak dibekali dengan kompetensi
kebahasan, pengguna bahasa kerap kali melakukan kesalahan dalam
berbahasa (error).

Azwardi 2018
220 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Dalam kenyataan berbahasa Indonesia sehari-hari, baik lisan


maupun tulis, kita sering terkendala dalam memahami gagasan
atau pemikiran yang disampaikan oleh pembicara atau penulis.
Secara kebahasaan, kesulitan tersebut akibat dari ketidakmampuan
pembicara atau penulis membangun kalimat-kalimat yang
gramatikal (benar) sebagai media penyampaian ide-idenya. Sering
kali kita temukan orang-orang yang mempunyai konsep-konsep ide
yang brillian, tetapi kurang berhasil dalam mengomunikasikannya
kepada orang lain. Hal ini menjadi kendala dalam pengembangan,
penyebarluasan, dan pentranformasian ilmu yang ada pada dirinya.
Dalam konteks bahasa lisan kesalahan yang dilakukan tidak
begitu bermasalah sebab dapat lansung dikoreksi atau diklarifikasi.
Berbeda dengan bahasa tulis, yang antarkomunikan berada pada
tempat dan waktu yang berbeda atau berjauhan. Apa pun pesan yang
disampaikan harus efektif atau sampai secara tepat kepada pembaca
sesuai dengan maksud si penulis. Oleh karena itu, bahasa yang
digunakan harus bahasa yang standar atau bahasa yang benar.
Dewasa ini, bila cermat memperhatikan penggunaan bahasa
Indonesia, sangat banyak kita temukan kalimat-kalimat yang tidak
gramatikal. Kalimat-kalimat salah tersebut sering ditularkan oleh
orang-orang yang mempunyai kekuasaan (peran strategis dalam
masyarakat), seperti pejabat, wartawan, penulis, dan ilmuan.
Meskipun otoritas keilmuannya diakui, kemampuan berbahasa
Indonesianya perlu ditijau kembali.
Sepintas lalu kesalahan-kesalahan yang tejadi mungkin tidak
tampak atau tidak terdeteksi. Pendengar atau pembaca mungkin masih
dapat memahami arah pembicaraan. Akan tetapi, kesalahan-kesalahan
akan terlihat jelas bila kita menganalisis dan mengembalikannya atau
mengacu kepada sistem kaidah atau teori yang berlaku.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 221

Perlu diketahui bahwa berbahasa tidak hanya memadai pada aspek


makna (pokoknya dimengerti), tetapi aspek gramatikal juga merupakan
suatu hal penting yang tidak boleh dikesampingkan. Setiap kalimat
yang dibangun harus memenuhi syarat gramatikal. Syarat gramatikal
itu, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu, ragam bahasa
ilmu, terutama ragam tulis, harus memiliki unsur-unsur yang relatif
lengkap (S, P, O, Pel., dan K) sesuai dengan tipe kalimat yang dibangun
sehingga setiap kalimat dapat dibaca dengan jelas dan mudah dipahami.
Dalam kenyataan pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari, baik
secara lisan maupun tulis, masih banyak ditemukan penggunaan
kalimat yang salah. Kesalahan-kesalahan tersebut sering tidak
disadari oleh pengguna bahasa. Seolah-olah kesalahan itu sudah
berterima (salah kaprah). Secara umum kesalahan-kesalahan tersebut
dapat diklasifikasikan atas tiga kategori, yaitu kesalahan kalimat
terkait dengan struktur, kesalahan kalimat terkait dengan diksi, dan
kesalahan kalimat terkait dengan ejaan. Berikut disampaikan contoh-
contoh kalimat salah tersebut satu per satu beserta deskripsi analisis
dan alternatif yang benarnya.

1.3.3.1 Kesalahan Kalimat Terkait dengan Struktur


1.3.3.1.1 Tipe Kesalahan Pasif Persona
Dalam suatu teks atau ujaran sering ditemukan kalimat yang
susunannya seperti berikut:

(57) Saya sudah katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan baik


dan benar itu tidak mudah.
(58) Banyak buku kami telah baca, tetapi kami tidak temukan
petunjuk pengunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
(59) Masalah itu saya sudah jelaskan kepadanya.

Azwardi 2018
222 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Sepintas lalu kalimat (57), (58), dan (59) merupakan kalimat


yang benar, tetapi jika diperiksa secara cermat, ternyata kalimat
tersebut salah. Kesalahan terletak pada penggunaan saya sudah
katakan, kami telah baca, kami tidak temukan, dan saya sudah
jelaskan. Kesalahan tersebut dapat dibetulkan dengan mengubah
susunannya menjadi sudah saya katakan, telah kami baca, tidak
kami temukan, dan sudah saya jelaskan, sebagaimana terlihat pada
kalimat (57a), (58a) dan (59a).

(57a) Sudah saya katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan


baik dan benar itu tidak mudah.
(58a) Banyak buku telah kami baca, tetapi tidak kami temukan
petunjuk penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
(59a) Masalah itu sudah saya jelaskan kepadanya.

1.3.3.1.2 Tipe Kesalahan Subjek Berpreposisi


Kalimat tidak bersubjek sering kita temukan dalam penggunaan
bahasa Indonesia sehari-hari. Karena asyik menulis, kadang-
kadang orang lupa memeriksa apakah kalimat yang dihasilkannya
memenuhi syarat atau tidak. Orang sering manempatkan
preposisi di depan subjek. Penempatan preposisi di depan
subjek mengakibatkan kaburnya fungsi subjek atau subjek
yang dimaksud menjadi keterangan. Kalimat-kalimat berikut
memperjelas hal itu.

(60) Dalam seminar sehari itu membicarakan masalah ujaran


kebencian dalam media sosial.
(61) Dari hasil penelitian laboratorium membuktikan bahwa
serum ini tidak berbahaya.
(62) Kepada peserta yang tidak hadir harus menerima dengan
senang hati apa pun hasil atau keputusan rapat.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 223

Kalimat (60), (61), dan (62) menimbulkan kekaburan fungsi


sintaksis. Apakah unsur dalam seminar itu, dari hasil penelitian
laboratorium, dan kepada peserta itu sebagai subjek? Jika unsur
tersebut sebagai subjek, preposisi dalam, dari, dan kepada yang
mengawali kalimat itu harus ditiadakan, seperti terlihat dalam
kalimat perbaikan berikut.

(60a) Seminar sehari itu membicarakan masalah ujaran kebencian


dalam media sosial.
(61a) Hasil penelitian laboratorium membuktikan bahwa serum
ini tidak berbahaya.
(62a) Peserta yang tidak hadir harus menerima dengan senang
hati apa pun hasil atau keputusan rapat.

Cara lain membetulkan kalimat tersebut adalah memasifkan kata


kerjanya sehingga bagian yang didahului preposisi menjadi keterangan
sebagaimana terlihat pada kalimat (60b) dan (61b) berikut.

(60b) Dalam seminar sehari itu dibicarakan masalah ujaran


kebencian dalam media sosial.
(61b) Dari hasil penelitian laboratorium terbukti bahwa serum ini
tidak berbahaya.

1.3.3.1.3 Tipe Kesalahan Pengantar Kalimat dan Predikat


Ungkapan pengantar kalimat, seperti menurut dan sebagaimana,
yang disertai nomina pelaku sering menimbulkan ketaksaan antara
ungkapan pengantar kalimat dan predikat kalimat. Misalnya,
ungkapan menurut Keraf sering disertai kata mengatakan, seperti
tampak pada contoh berikut.

Azwardi 2018
224 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(63) Hal tersebut, menurut Keraf (1993:41), mengatakan bahwa


syarat pembentukan paragraf adalah kesatuan, kepaduan,
dan kelengkapan.

Kalimat tersebut dapat dibetulkan dengan meniadakan salah


satu dari kedua kata tersebut sehingga menjadi seperti kalimat (63a)
dan (63b) berikut.

(63a) Menurut Keraf (1993:41), syarat pembentukan paragraf


adalah kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan.
(63b) Keraf (1993:41) mengatakan bahwa syarat pembentukan
paragraf adalah kasatuan, kepaduan, dan kelengkapan.

1.3.3.1.4 Tipe Kesalahan Pelesapan Subjek dalam Kalimat Majemuk


Kalimat majemuk terbentuk dari penggabungan klausa atau kalimat-
kalimat tunggal. Dalam penggabungan itu sering terjadi penggantian,
pelesapan, dan pengulangan unsur yang sama.

(64) Gubernur Aceh di-OTT KPK karena diduga melakukan korupsi.

Pada kalimat (64) subjek pada pola kedua dilesapkan. Pelesapan


seperti itu sudah benar. Akan tetapi, karena menganalogikan seperti
itu, orang sering membuat kalimat seperti berikut.

(65) Para demonstran memprotes KPK karena menahan


Gubernur Aceh.

Sepintas lalu kita sepakat bahwa maksud kalimat tersebut,


yang menahan Gubernur Aceh adalah KPK. Secara sintaksis,
maksud kalimat tersebut, yang menahan Gubernur Aceh adalah para

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 225

demonstran. Alasannya, jika dipisahkan, kalimat majemuk tersebut


terdiri atas klausa-klausa berikut.

Para demonstran memprotes KPK.

Para demonstran menahan Gubernur Aceh.

Jadi, supaya kalimat itu benar, subjek pada klausa kedua harus
jelas (harus eksplisit). Dengan demikian, kalimat tersebut menjadi
sebagai berikut.

(65a) Para demonstran memprotes KPK karena KPK menahan


Gubernur Aceh.

1.3.3.1.5 Tipe Kesalahan Penggunaan Dua Konjungsi dalam


Kalimat Majemuk Bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat adalah suatu jenis kalimat majemuk
yang unsur-unsurnya memiliki kedudukan yang tidak sederajat.
Bagian yang satu berkedudukan sebagai inti dan bagian yang lain
berkedudukan sebagai bukan inti (periksa penjelasan 1.5.1.7). Dalam
konteks pemakaian bahasa sehari-hari sering dimukan pemakaian
dua konjungsi dalam kalimat majemuk bertingkat, seperti tampak
pada contoh berikut.

(66) Jika diberi kesempatan menjadi Kepala Dinas


Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, maka saya akan
memajukan literasi di Aceh, khususnya literasi keluarga,
literasi masyarakat, literasi sekolah, literasi dayah
(pesantren), dan literasi kampus.

Azwardi 2018
226 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Kalimat (66) dapat diperbaiki dengan meniadakan salah satu


konjungsi dari masing-masing bagian sehingga jelas mana inti dan
mana bukan inti. Perhatikan kalimat (66a) dan (66b) berikut.

(66a) Jika diberi kesempatan menjadi Kepala Dinas Perpustakaan


dan Kearsipan Aceh, saya akan memajukan literasi di Aceh,
khususnya literasi keluarga, literasi masyarakat, literasi
sekolah, literasi dayah (pesantren), dan literasi kampus.
(66b) Saya akan memajukan literasi di Aceh, khususnya literasi
keluarga, literasi masyarakat, literasi sekolah, literasi dayah
(pesantren), dan literasi kampus jika diberi kesempatan
menjadi Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh.

1.3.3.1.6 Tipe Kesalahan Predikat Berpreposisi


Predikat merupakan unsur utama suatu kalimat di samping subjek.
Dalam kenyataan berbahasa sehari-hari orang sering membangun
kalimat-kalimat yang tidak memiliki berpredikat. Kesalahan ini sering
tidak disadari. Sebenarnya, predikat kalimat itu ada, tetapi gagal menjadi
predikat karena didahului preposisi. Cermati contoh (67) berikut!

(67) Bahasa yang baik yaitu bahasa yang digunakan sesuai dengan
konteks atau situasi pemakaian, sedangkan bahasa yang
benar yaitu bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah atau
norma atau aturan yang berlaku.

Supaya menjadi benar, kalimat di atas wajib dihadirkan predikat


atau penanda predikat (adalah, ialah, atau merupakan) sehingga
kalimat itu menjadi seperti (67a) berikut.

(67a) Bahasa yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai


dengan konteks atau situasi pemakaian, sedangkan bahasa
yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan
kaidah atau norma atau aturan yang berlaku.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 227

1.3.3.2 Kesalahan Kalimat Terkait dengan Diksi


Penggunaan diksi yang tidak sesuai dengan prinsip pemilihan kata
sering menghasilkan kalimat yang tidak gramatikal (salah). Untuk
itu, diperlukan kecermatan dalam memilih kata sehingga kalimat
yang dihasilkan memenuhi syarat sebagai kalimat yang benar.
Berikut dikemukakan beberapa kesalahan yang sering ditemukan
dalam kenyataan berbahasa sehari-hari.

1.3.3.2.1 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata Depan yang Tidak Tepat


Dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata seperti di, ke, dari, pada,
terhadap, tentang, dan daripada. Kata-kata seperti itu tidak dapat
berdiri sendiri sebagai subjek dan predikat serta fungsi-fungsi klausa
yang lain. Pembicara atau penulis sering tidak cermat menggunakan
kata-kata tersebut. Perhatikan kalimat berikut berikut!

(68) Program primadona daripada pemerintah sekarang, antara


lain, adalah Indonesia Pintar dan Pendidikan Karakter.
(69) Orang tua dari anak itu tidak mampu lagi membiayai
pendidikannya.

Kata daripada dan dari pada kalimat (68) dan (69) tidak
menyatakan makna apa-apa. Jadi, kata tersebut tidak perlu dipakai.
Kata daripada dan dari digunakan untuk menyatakan perbandingan
dan asal, seperti tampak dalam kalimat berikut.

(70) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan


menggunakan sistem E-Learning jauh lebih efektif daripada
pembelajaran tanpa menggunakan sistem E-Learning.
(71) Cincin itu terbuat dari emas.

Azwardi 2018
228 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.3.3.2.2 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata Berpasangan yang


Tidak Tepat
Ada sejumlah kata dalam bahasa Indonesia yang digunakan secara
berpasangan (konjungsi korelatif), seperti baik … maupun, bukan
… melainkan, tidak … tetapi, dan antara … dan. Dalam kalimat-
kalimat berikut dikemukakan contoh pemakaian konjungsi korelatif
yang salah.

(72) Bukan cuma yang disogok masuk neraka, tetapi yang


menyogok pun mendapat siksa.
(73) Berdasarkan ketentuan syariat Islam, baik laki-laki ataupun
perempuan wajib menuntut ilmu tauhid, fikah, dan tasauf.
(74) Antara legislatif dengan yudikatif harus mempunyai visi
yang sama dalam membangun negara.

1.3.3.2.3 Tipe Kesalahan Pemakaian Makna Jamak Secara Ganda


Dalam konteks pemakaian bahasa sehari-hari sering ditemukan
penggunaan kata-kata yang mubazir, seperti terlihat dalam kalimat-
kalimat di bawah ini.

(75) Sejumlah desa-desa di Aceh masih rawan banjir.


(76) Daftar buku-buku terbitan BKA yang dinyatakan layak edar
sudah ditandatangani oleh tim review.
(77) Banyak para pejabat melakukan KKN.

Kata-kata yang bercetak miring dalam kalimat di atas sudah


menyatakan makna jamak. Jadi, tidak perlu lagi digunakan secara
bersamaan sejumlah dan desa-desa, daftar dan judul-judul, dan
banyak dan para pejabat. Gunakan saja salah satunya, seperti
kalimat berikut.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 229

(75a) Sejumlah desa di Aceh masih rawan banjir.


(75b) Desa-desa di Aceh masih rawan banjir.
(76a) Daftar buku terbitan BKA yang dinyatakan layak edar
sudah ditandatangani oleh tim review.
(76b) Buku-buku terbitan BKA yang dinyatakan layak edar sudah
ditandatangani oleh tim review.
(77a) Banyak pejabat melakukan KKN.
(77b) Para pejabat melakukan KKN.

1.3.3.2.4 Tipe Kesalahan Pemakaian Kata yang Mempunyai


Kemiripan Makna atau Fungsi Secara Ganda
Kita sering menemukan penggunaan dua kata yang makna dan
fungsinya relatif sama. Penggunaan dua kata secara bersamaan tersebut
tidak efisien. Kata-kata dimaksud, antara lain, adalah sebagai berikut:
adalah merupakan, agar supaya, demi untuk, seperti misalnya, sangat
sekali, hanya saja, dan sejak dari. Untuk lebih jelas, berikut disajikan
masing-masing contoh kalimat salah tersebut.

(78) Generasi muda adalah merupakan generasi penerus


perjuangan bangsa.
(79) Mulai sekarang marilah kita tingkatkan mutu sumberdaya
manusia kita demi untuk masa depan bangsa kita.
(80) Jenis-jenis logam, seperti misalnya emas, perak, dan tembaga
dapat dijadikan perhiasan.
(81) Dia sangat sayang sekali pada keluarganya.
(82) Hanya satu orang saja yang diterima sebagai pegawai baru
tahun ini.
(83) Sejak dari tiga hari yang lalu burung itu terbang bolak-
balik antara Makam Syiah Kuala dan Aluenaga sambil terus
mengeluarkan suara “ak, ak, ak”.

Kalimat (7883) dapat diperbaiki dengan menghilangkan


salah satu dari dua kata yang bercetak miring dalam kalimat tersebut.

Azwardi 2018
230 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.3.3.2.5 Tipe Kesalahan Pemakaian Penghubung Antarkalimat


dan maka
Dalam berbagai tulisan ditemukan penggunaan kata maka bersama
dengan ungkapan penghubung antarkalimat, seperti sehubungan
dengan itu maka, oleh karena itu maka, dengan demikian maka,
dan berdasarkan hal itu sebagaimana terlihat pada kalimat-
kalimat berikut.

(84) Sehubungan dengan itu, maka suatu penelitian harus dibatasi


secara jelas supaya simpulannya terandalkan.
(85) Oleh karena itu, maka sampel penelitian ini diambil sebesar 25%.
(86) Dengan demikian, maka penelitian ini dinamakan penelitian
populasi.
(87) Berdasarkan hal itu, maka peneliti dapat menyusun rencana
penelitian tahap berikutnya.

Kata maka dalam kalimat (8487) tidak menyatakan fungsi


apa-apa. Oleh karena itu, kata maka pada kalimat-kalimat tersebut
harus ditiadakan, dan setelah ungkapan penghubung antarkalimat
tersebut dibubuhi tanda koma. Perhatikan kalimat-kalimat yang
benar di bawah ini!

(84a) Sehubungan dengan itu, suatu penelitian harus dibatasi


secara jelas supaya simpulannya terandalkan.
(85a) Oleh karena itu, sampel penelitian ini diambil sebesar 25%.
(86a) Dengan demikian, penelitian ini dinamakan penelitian
populasi.
(87a) Berdasarkan hal itu, peneliti dapat menyusun rencana
penelian tahap berikutnya.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 231

1.3.3.2.6 Tipe Kesalahan Pemakaian Makna Kesalingan Secara


Berganda
(88) Meskipun perjanjian gencatan senjata sudah ditandatagani, saling
tembak-menembak antara kedua belah pihak sulit dihindari.

Bentuk ulang tembak-menembak sudah menyatakan saling.


Jadi, kata saling tidak perlu dipakai lagi, seperti pada kalimat (88a)
dan (88b) berikut.

(88a) Meskipun perjanjian gencatan senjata sudah ditandatangani,


tembak menembak antara kedua belah pihak sulit dihindari.
(88b) Meskipun perjanjian gencatan senjata sudah ditandatangani,
saling tembak antara kedua belah pihak sulit dihindari.

1.3.3.2.7 Tipe Kesalahan Pemakaian Preposisi


Terkait dengan pemakaian preposisi, sering ditemukan kasus
peniadaan unsur preposisi yang menyertai verba. Verba yang disertai
preposisi itu umumnya berupa verba intransitif. Berikut dikemukakan
beberapa contoh pemakaian verba tanpa preposisi.

(89) Mereka yang bersalah akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
(90) Pengangkatan CPNS bergantung anggaran yang tersedia.

Kalimat-kalimat tersebut dapat dibenarkan menjadi sebagai berikut:

(89a) Mereka yang bersalah akan ditindak sesuai dengan hukum


yang berlaku.
(90a) Pengangkatan CPNS bergantung kepada anggaran yang
tersedia.

Azwardi 2018
232 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.3.3.2.8 Tipe Kesalahan Pemakaian Bentuk di mana, dalam


mana, dan yang mana sebagai Penghubung
Dalam bahasa Indonesia sering kita temukan pemakaian bentuk-bentuk
seperti di mana, dalam mana, dan yang mana sebagai penghubung.
Bentuk-bentuk tersebut tidak Penggunaan bentuk-bentuk tersebut
dipengaruhi oleh struktur bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris bentuk-
bentuk seperti where, in which, dan which (di mana, dalam mana, dan
yang mana) lazim digunakan sebagai penghubung.

(91) Rumah di mana ia tinggal sangat luas.


(The house where he lives is very large.)
(92) Rayyana membuka-buka album dalam mana ia menyimpan
foto terbarunya.
(Rayyana opened the album in which she had kept her new
photograph.)
(93) Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung
perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.
(The Tourism sector which is the economical bock bone of the
country must always be intensified.)

Dalam bahasa Indonesia kata-kata tersebut diganti dengan


tempat dan yang, seperti terlihat dalam kalimat (91a), (92a), dan
(93a) berikut.

(91a) Rumah tempat ia tinggal sangat luas.


(92a) Rayyana membuka-buka album tempat ia menyimpan foto
terbarunya.
(93a) Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung
perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 233

1.3.3.2.9 Tipe Kesalahan Penghilangan Afiks


Dalam kenyataan pemakaian bahasa Indonesia dewasa ini, baik
dalam situasi resmi maupun situasi tidak resmi, para pemakai bahasa
Indonesia sering menghilangkan afiks. Afiks yang sering dihilangkan
adalah meN- dan ber-. Perhatikan kalimat berikut!

(94) Dalam makalah ini saya akan bicara tentang kerja keahlian.
(95) Pagi ini pemerintah berangkatkan lima puluh kepala keluarga
ke lokasi transmigrasi

Dalam situasi resmi kedua contoh di atas tidak boleh digunakan


karena, di samping pemahaman, kelengkapan tuturan juga sangat
diperlukan. Jadi, dalam situasi resmi kalimat-kalimat tersebut harus
disusun menjadi seperti berikut.

(94a) Dalam makalah ini saya akan berbicara tentang kerja


keahlian.
(95a) Pagi ini pemerintah memberangkatkan lima puluh kepala
keluarga ke lokasi transmigrasi.

1.3.3.2.10 Tipe Kesalahan Penghilangan Konjungsi


Konjungsi digunakan untuk menghubungkan klausa yang satu
dengan klausa lainnya dalam kalimat majemuk, baik dalam kalimat
majemuk setara maupun dalam kalimat majemuk bertingkat. Terkait
dengan pemakaian konjungsi, kasus kesalahan sering ditemukan
dalam kalimat majemuk bertingkat yang klausanya terdiri atas
anak kalimat dan induk kalimat. Anak kalimat didahului konjungsi,
sedangkan induk kalimat tidak didahului konjungsi. Perhatikan
kasus tersebut dalam kalimat-kalimat berikut!

Azwardi 2018
234 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(96) Pada kesempatan itu menteri mengatakan jalinan kerja sama


dengan pemerintah daerah setempat perlu terus ditingkatkan.
(97) Pemerintah mengatakan harga BBM akan dinaikkan
terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2005. Kalimat (96) dan
(97) seharusnya ditulis sebagai berikut.
(96a) Pada kesempatan itu menteri mengatakan bahwa jalinan
kerja sama dengan pemerintah daerah setempat perlu terus
ditingkatkan.
(97a) Pemerintah mengatakan bahwa harga BBM akan dinaikkan
terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2005

Selain itu, sering juga ditemukan kalimat-kalimat salah yang


disebabkan oleh peniadaan konjungsi yang menyatakan waktu,
seperti ketika, tatkala, sebelum, dan sesaat. Perhatikan kalimat (98)
dan (99) berikut!

(98) Menjawab pertanyaan wartawan, Kadis Pendidikan dan


Kebudayaan Kota Banda Aceh, Dr. Saminan, M.Pd.,
mengatakan bahwa kurikulum pendidikan modern di Kota
Banda Aceh, antara lain, harus berorientasi kepada penguatan
karakter Islami dan kewirausahaan.
(99) Menyampaikan sambutan pada acara Pengukuhan Bunda
Baca Aceh, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, secara tegas
mengatakan bahwa beliau mendukung sepenuhnya kegiatan
tim Bunda Baca demi percepatan pencapaian visi Aceh
Caröng, dan berpesan kepada tim pokja agar menjalankan
berbagai kegiatan secara profesional dan canggih.

Masing-masing kalimat di atas harus ada konjungsi yang


menyatakan keterangan waktu sehingga kalimat itu menjadi seperti
(98a) dan (99a) berikut.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 235

(98a) Ketika menjawab pertanyaan wartawan, Kadis Pendidikan


dan Kebudayaan Kota Banda Aceh, Dr. Saminan, M.Pd.,
mengatakan bahwa kurikulum pendidikan modern di
Kota Banda Aceh, antara lain, harus berorientasi kepada
penguatan karakter Islami dan kewirausahaan.
(99a) Saat menyampaikan sambutan pada acara Pengukuhan Bunda
Baca Aceh, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, secara tegas
mengatakan bahwa beliau mendukung sepenuhnya kegiatan
tim Bunda Baca demi percepatan pencapaian visi Aceh Caröng,
dan berpesan kepada tim pokja agar menjalankan berbagai
kegiatan secara profesional dan canggih.

1.3.3.2.11 Tipe Kesalahan Pemisahan Bagian Kalimat Majemuk


Kalimat majemuk terdiri atas dua klausa atau lebih. Klausa atau
bagian-bagian dalam kalimat tidak dipenggal atau tidak dipisahkan
sebagimana terlihat dalam kalimat berikut.

(100) Bahasa yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai


dengan konteks atau situasi pemakaian. Sedangkan bahasa
yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah
atau norma yang berlaku.
(101) Kami merasa prihatin atas ditangkapnya beberapa orang
dalam OTT KPK di Aceh, termasuk pak gubernur. Tetapi,
kita juga harus menghormati proses hukum yang sedang
berjalan, apalagi hingga saat ini pemeriksaan terhadap
tersangka masih sedang dilakukan, kata Hiskil Afandi
kepada AJNN, Minggu, 22 Juli 2018.

Kedua kalimat di atas salah karena unsur keterangan dalam (100)


yang ditandai dengan konjungsi sedangkan, dan dalam (101) yang
ditandai dengan konjungsi tetapi dipisah menjadi bagian kalimat yang

Azwardi 2018
236 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

lain. Kalimat tersebut menjadi betul jika unsur keterangan tersebut tidak
berdiri sendiri karena bukan merupakan sebuah kalimat baru.

(100a) Bahasa yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai


dengan konteks atau situasi pemakaian, sedangkan bahasa
yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan
kaidah atau norma yang berlaku.
(101a) Kami merasa prihatin atas ditangkapnya beberapa orang
dalam OTT KPK di Aceh, termasuk pak gubernur, tetapi
kita juga harus menghormati proses hukum yang sedang
berjalan, apalagi hingga saat ini pemeriksaan terhadap
tersangka masih sedang dilakukan, kata Hiskil Afandi
kepada AJNN, Minggu, 22 Juli 2018.

1.3.3.3 Kesalahan Kalimat Terkait dengan Ejaan


Dalam kenyataan penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini masih
banyak ditemukan kesalahan yang disebabkan oleh ketidaktepatan
penerapan ejaan. Kesalahan yang sering terjadi, antara lain, adalah
pemakaian tanda baca, khususnya tanda koma (,). Berikut akan
ditampilkan contoh-contoh kesalahan tersebut.

1.3.3.3.1 Tipe Kesalahan Pemakaian Tanda Koma di Antara


Subjek dan Predikat
(102) Mahasiswa yang hendak mengikuti ujian akhir, diminta
mendaftarkan diri secra online di laman masing-masing fakultas.
(103) Para pemenang buku terpilih dalam Sayembara Penulisan
Bahan Bacaan Literasi Gerakan Literasi Nasional 2017,
diundang ke Jakarta untuk menghadiri pertemuan penulis
dan menerima hadiah serta piagam penghargaan dari Kepala
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 237

Ada kecenderungan penulis membubuhi tanda koma di antara


subjek dan predikat kalimat jika nomina mempunyai keterangan
yang panjang. Pembubuhan tanda koma itu tidak benar karena subjek
tidak dipisahkan oleh tanda koma dari predikat. Jadi, tanda koma
dalam kelimat di atas harus ditiadakan. Akan tetapi, tanda koma
digunakan untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan
aposisi. Perhatikan contoh betikut!

(104) Para pengungsi, yaitu korban gempa dan tsunami, kini


sudah kembali ke bekas desanya masing-masing.
(105) Mantan Ketua Balai Bahasa Banda Aceh, Almarhum Dr.
Abdul Djunaidi, M.S., merupakan sosok ilmuan yang cerdas
dan idealis.

1.3.3.3.2 Tipe Kesalahan Pemakaian Tanda Koma di Antara


Keterangan dan Subjek
Selain subjek, keterangan kalimat yang panjang dan yang menempati
posisi awal juga sering dipisahkan oleh tanda koma dari subjek
kalimat, padahal, meskipun panjang, keterangan tersebut bukan
merupakan anak kalimat. Oleh karena itu, pemakaian tanda koma
seperti itu juga tidak benar. Perhatikan kalimat berikut!

(106) Dengan menabung secara rutin setiap hari sebesar


Rp7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupiah), setiap kepala
keluarga insyaalah mampu berkurban minimal seekor
kambing setiap tahun sehingga daging kurban melimpah di
setiap kampung.
(107) Untuk kebutuhan telur ayam sehari-hari, Aceh masih sangat
bergantung kepada Sumatra Utara.

Azwardi 2018
238 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.3.3.3.3 Tipe Kesalahan Pemakaian Tanda Koma di Antara Predikat


Objek yang berupa anak kalimat juga sering dipisahkan dengan
tanda koma dari predikat. Pemakaian tanda koma seperti itu juga
tidak benar karena objek tidak dipisahkan dengan tanda koma dari
predikat. Cermati kalimat-kalimat berikut!

(108) Mereka tidak ingat lagi, kapan persisnya peristiwa naas itu terjadi.
(109) Saya sedang memikirkan, bagaimana cara menjelaskan hal
ini secara tepat kepada Saudara.
(110) Ia mengatakan, bahwa sampai kapan pun tetap setia
menunggu.

Bagian kalimat yang mengiringi tanda koma itu, yaitu yang


didahului oleh konjungsi kapan, bagaimana, dan bahwa adalah objek.
Oleh karena itu, tanda koma dalam ketiga kalimat itu harus ditiadakan.

1.3.3.3.4 Tipe Kesalahan Pemakaian Tanda Titik Dua di Akhir Kalimat


Salah satu tempat penggunaan tanda titik dua (:) adalah pada akhir
suatu pernyataan lengkap yang diikuti oleh rangkaian atau pemerian.

(111) Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: meja,


kursi, dan lemari.

Dalam kenyataan pemakaian bahasa sehari-hari tanda titik


dua sering kali salah digunakan. Sering ditemukan pemakaian
tanda titik dua pada pada setiap akhir kalimat atau pernyataan
lengkap, padahal kalimat-kalimat tersebut tidak diikuti oleh
rangkaian atau pemerian. Sering kali pemakai bahasa membubuhi
tanda titik dua secara spontan pada kalimat-kalimat atau
pernyataan-pernyataan yang diakhiri dengan kata sebagai berikut,

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 239

padahal tanda baca yang harus dipakai untuk mengakhiri kalimat


tersebut adalah tanda titik.

(112) Rumus untuk persamaan ini adalah sebagai berikut:

1.3.4 Problem Paragraf


1.3.4.1 Tipe Kesalahan Kesatuan
Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh masyarakat untuk tujuan komunikasi (Sudaryat,
2009:2). Masyarakat pada umumnya menggunakan bahasa untuk
komunikasi sehari-hari. Bahasa bersifat unik, dan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya
(Chaer, 1995:4). Berbicara tentang budaya masyarakat pemakainya
sama dengan berbicara tentang komunikasi.
Komunikasi adalah sebuah tindakan interaksi yang
menggunakan bahasa sebagai media untuk menyampaikan apa
yang hendak dikomunikasikan, seperti gagasan, ide, pesan, dan
hal lain sebagainya. Komunikasi dapat juga diartikan sebagai
sebuah tindakan berbicara. Berbicara adalah keterampilan
berbahasa yang bersifat produktif. Dalam kehidupan sehari-hari,
kita tidak terlepas dari kegiatan berbicara atau berkomunikasi
antara seseorang atau satu kelompok dengan kelompok yang lain
(Alek dan Achmad, 2011:28). Interaksi yang dimaksud adalah
interaksi sosial yaitu interaksi yang berhubungan antara makhluk
sosial yang satu dengan makhluk sosial lainnya.

Salah satu syarat paragraf adalah kesatuan. Yang dimaksud


dengan kesatuan paragraf adalah semua kalimat yang membangun
paragraf itu secara bersama-sama diarahkan untuk menunjang
penguatan menjelaskan satu gagasan utama. Dalam karya ilmiah cukup

Azwardi 2018
240 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

banyak ditemukan paragraf yang tidak memenuhi syarat kesatuan.


Paragraf di atas merupakan salah satu contohnya. Rangkaian kalimat
dalam paragraf tersebut tidak fokus kepada pengembangan sebuah
gagasan tunggal, baik terkait dengan definisi bahasa (paragraf 1)
maupun berhubungan dengan devinisi komunikasi. Kalimat-kalimat
penjelas kedua paragraf tersebut tidak mempunyai pertalian dengan
maksud tunggal tersebut. Terkait dengan hal ini, Parera (1991:21)
menjelaskan bahwa kesatuan paragraf berarti kalimat-kalimat dalam
satu paragraf harus menggambarkan hubungan dan menunjukkan
ikatan untuk mendukung satu gagasan dan pikiran. Kesatuan berarti
ada hubungan yang dekat mengenai masalah dan tema dalam
pengembangan.

1.3.4.2 Tipe Kesalahan Kepaduan


Sembilan ekor lembu dan delapan ekor kambing terkurbankan
di Gampong Meunasah Raya, Meurahdua, Pidie Jaya pada Hari
Raya Kurban 1439 H. Hewan kurban merupakan berkah Iduladha
bagi masyarakat sekampung, khususnya bagi fakir miskin dan
anak yatim. Bila ditilik dari segi kemampuan, umumnya setiap
kepala keluarga, apalagi bagi kepala keluarga yang perokok,
sangat mampu untuk berkurban setiap tahun. Dengan menyisihkan
uang Rp7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupia) setiap hari akan
terkumpul sebesar Rp2.700.000,00 (dua juta tujuh ratus ribu
rupiah) setiap tahun, dan itu sudah sangat memadai buat membeli
seekor kambing atau domba yang sehat untuk seporsi atau
seorang pengurban, belum lagi bila ada aset atau harta lainnya
yang dimiliki. Kesadaran umat akan hikmah, rahmat, dan fadilat
berkurban terus meningkat, semakin bersemangat. Kita sering
lari dari berkurban dengan berbagai alasan yang dicari-cari. Jika
suatu kampung terdiri atas 300 KK, setiap tahun akan terkumpul

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 241

300 ekor kambing atau domba, atau setara dengan 42 ekor sapi
atau kerbau. Meskipun hal itu merupakan ibadah sunah, ancaman
Allah swt. dan Nabi Muhammad saw. sangat berat bagi si mampu
yang kikir dan lari dari berkurban. Demikian surah seorang
teungku dalam suatu majelis ilmu. Intinya, berkurban itu mudah,
dan hikmah, rahmat, serta fadilatnya teramat besar.

Koherensi atau kepaduan suatu paragraf sangat tergantung kepada


alat-alat kohesi yang digunakan. Jika dicermati kalimat demi kalimat
pembentuk paragraf di atas, terkesan bahwa paragraf tersebut tidak
koheren. Tidak koherennya terlihat dari hubungan yang tidak kohesif
antarkalimat pembentuk paragraf tersebut. Kalimat-kalimat yang
dibangun seperti tidak terhubung secara harmonis. Pengungkapan
gagasan penjelas kurang fokus, terkesan melompat-lompat ke sana-
sini. Selain itu, alat-alat kohesi sebagai unsur pembentuk koherensi atau
kepaduan paragraf tidak terlihat dengan jelas sehingga secara umum
paragraf tersebut kurang menarik meskipun topiknya cukup baik dan
relevan. Bandingkan dengan paragraf yang telah diperbaiki berikut!

Alhamdulillah, sembilan ekor lembu dan delapan ekor kambing


terkurbankan di Gampong Meunasah Raya, Meurahdua, Pidie Jaya
pada Hari Raya Kurban 1439 H. Ini merupakan berkah Iduladha
bagi masyarakat sekampung, khususnya bagi fakir miskin dan
anak yatim. Kesadaran umat akan hikmah, rahmat, dan fadilat
berkurban terus meningkat, semakin bersemangat. Sebenarnya,
bila ditilik dari segi kemampuan, umumnya setiap kepala keluarga,
apalagi bagi kepala keluarga yang perokok, sangat mampu untuk
berkurban setiap tahun. Dengan menyisihkan uang Rp7.500,00
(tujuh ribu lima ratus rupiah) setiap hari akan terkumpul sebesar
Rp2.700.000,00 (dua juta tujuh ratus ribu rupiah) setiap tahun,
dan itu sudah sangat memadai buat membeli seekor kambing atau
domba yang sehat untuk seporsi atau seorang pengurban, belum

Azwardi 2018
242 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

lagi bila ada aset atau harta lainnya yang dimiliki. Akan tetapi, kita
sering lari dari berkurban dengan berbagai alasan yang dicari-cari.
Bayangkan, jika suatu kampung terdiri atas 300 KK, setiap tahun
akan terkumpul 300 ekor kambing atau domba, atau setara dengan
42 ekor sapi atau kerbau. Intinya, berkurban itu mudah, dan hikmah,
rahmat, serta fadilatnya teramat besar. Meskipun hal itu merupakan
ibadah sunah, ancaman Allah swt. dan Nabi Muhammad saw. sangat
berat bagi si mampu yang kikir dan lari dari berkurban. Demikian
surah seorang teungku dalam suatu majelis ilmu.

1.3.4.3 Tipe Kesalahan Kelengkapan


Dari penjelasan mengenai contoh tuturan atau ujaran, dapat
dijelaskan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual,
bersifat psikologis, dan keberlangsungannya di tentukan oleh
kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu
(Chaer dan Leonie, 2010:50).
John R. Saerle dalam buku Speech Acts (dalam Rahardi,
2003:70) menyatakan bahwa dalam praktik penggunaan bahasa
di masyarakat, terdapat setidaknya tiga macam tindak tutur yang
harus dipahami, yaitu tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan
tindak perlokusioner.
Tindak lokusioner adalah tindak tutur yang menggunakan
kata-kata tertentu sesuai dengan makna dari kata-kata tersebut.
Setiap kata, frasa, dan kalimat yang digunakan akan diartikan
sesuai dengan makna asli dari kata, frasa, dan makna tersebut.
Tindak lokusioner ini tidak memperhatikan maksud, fungsi, atau
suasana saat tuturan itu diucapkan oleh si penuturnya karena yang
harus diperhatikan hanyalah makna sebenarnya dari tuturan itu.

Paragraf terdiri atas satu kalimat utama, beberapa kalimat


penjelas, dan ditambah satu kalimat penegas bila diperlukan.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 243

Kejelasan gagasan sangat bergantung kepada kalimat penjelas.


Artinya, seberapa lengkap suatu gagasan utama perlu dijelaskan.
Kelengkapan ini merupakan syarat utama di samping kesatuan dan
kepaduan. Baik tidaknya suatu paragraf sangat ditentukan oleh
kecukupan kalimat penjelas yang digunakan untuk menjelaskan
gagasan utama yang terdapat dalam kalimat topik, apalagi gagasan
yang perlu dijelaskan dalam karya ilmiah umumnya bersifat deskriptif.
Oleh karena itu, tidak cukup hanya dengan satu atau dua kalimat
per paragraf, kecuali paragraf pengantar atau paragraf penutup suatu
wacana. Agar lebih jelasnya tentang hal ini, bandingkan dengan
paragraf teredit berikut!

Dari penjelasan mengenai contoh tuturan atau ujaran, dapat


dijelaskan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual,
bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh
kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu
(Chaer dan Leonie, 2010:50). Terkait dengan hal tersebut, Saerle
(dalam Rahardi, 2003:70) mengemukakan bahwa dalam praktik
penggunaan bahasa dalam masyarakat terdapat setidaknya tiga
macam tindak tutur yang harus dipahami, yaitu tindak tutur
lokusioner, tindak tutur ilokusioner, dan tindak tutur perlokusioner.
Tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur yang menggunakan
kata-kata tertentu sesuai dengan makna dari unit kebahasaan yang
digunakan. Setiap kata, frasa, klausa, dan kalimat yang digunakan
akan diartikan secara denotatif sesuai dengan makna asli dari
kata, frasa, dan kalimat yang digunakan. Tindak lokusioner ini
tidak memperhatikan maksud, fungsi, atau suasana saat tuturan
itu diucapkan oleh si penuturnya karena yang harus diperhatikan
hanyalah makna sebenarnya dari tuturan itu. Contohnya, ...

Azwardi 2018
244 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

1.3.5 Problem Sistematika Penyajian


1.3.5.1 Tipe Kesalahan Penomoran Bab, Subbab, dan Subsubbab

BAB 1
PENGANTAR ILMU KEWIRAUSAHAAN

1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi konsep dasar kewirausahaan ini,
mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
a. pengertian kewirausahaan,
b. tujuan kewirausahaan,
c. manfaat kewirausahaan,
d. sasaran kewirausahaan,
e. karakteristik kewirausahaan, dan
f. ruang lingkup kewirausahaan.

2. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran tecermin dari kompetensi dan peran
pendidik dalam pengelolaan kelas. Kompetensi dan peran
pendidikan tersebut, antara lain, adalah sebagai berikut:
a. mampu membantu peserta didik dalam memperoleh dan
memadukan pengetahuan baru sebagai aspek pembelajaran
terpenting;
b. mampu membimbing peserta didik dalam menghubungkan
pengetahuan baru yang akan diterima dengan hal lain yang
sudah diketahui sebelumnya jika pembelajaran yang akan
diterima merupakan hal yang baru;
c. mampu mengolah berbagai informasi, dan menjadikannya
ingatan sebagai jangka panjang;
d. mampu menyerap informasi yang telah diberikan yang merupakan
konsep dasar penerapan dimensi pembelajaran ini; dan
e. mampu membedakan dan menentukan pengetahuan deklaratif
dan pengetahuan prosedural yang harus diajarkan sebelum
menerapkan tipe pada dimensi pembelajaran ini.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 245

3. Internalisasi Nilai-nilai Kewirausahaan


Internalisasi atau penghayatan nilai-nilai kewirausahaan tecermin
dalam sikap dan tindakan peserta didik berikut:
a. keinginan berprestasi dan ketekunan dalam belajar;
b. keberanian mengambil risiko dan kepercayaan diri yang tinggi; dan
c. kegiatan belajar yang berorientasi pada tugas dan hasil.

4. Pendahuluan
Berdasarkan Keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayan
Republik Indonesia Nomor 056/U/94, mata kuliah di perguruan
tinggi dikelompokkan atas mata kuliah berikut:
a. Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU),
b. Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK),
c. Mata Kuliah Keahlian (MKK), dan
d. Mata Kuliah Pilihan (MKP).

Mata kuliah Kewirausahaan termasuk dalam MKWU, dan


merupakan mata kuliah yang wajib diberikan kepada peserta didik,
terutama peserta didik yang menekuni bidang Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS).

Penomoran bab, subbab, dan subsubbab karya ilmia mengacu


kepada sistem digital. Bab sebagai tajuk diberi nomor angka Romawi
besar, sedangkan subbab dan subsubbab diberi nomor angka Arab.
Subbab BAB I diurutkan mulai dari 1.1, 1.2, 1.3, dan seterusnya.
Subsubbab BAB I diurutkan mulai dari 1.1.1, 1.1.2, 1.1.3, dan
seterusnya. Setelah angka terakhir setiap subbab atau subsubbab
tidak diberi tanda titik, kecuali jika hanya memiliki satu nomor. Bila
ada perincian bernomor, baik pada subbab maupun subsubbab. diberi
nomor dengan angka Arab dalam tanda kurung, bukan dengan huruf.
Selanjutnya, bila dalam subsubbab yang diberi nomor dengan angka

Azwardi 2018
246 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Arab itu terdapat perincian bernomor lagi, diberi nomor dengan huruf
kecil. Agar lebih jelas tentang hal ini, perhatikan sistem penomoran
dalam wacana berikut!

BAB I
PENGANTAR ILMU KEWIRAUSAHAAN

1.1 Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi konsep dasar kewirausahaan ini,
mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
(1) pengertian kewirausahaan,
(2) tujuan kewirausahaan,
(3) manfaat kewirausahaan,
(4) sasaran kewirausahaan,
(5) karakteristik kewirausahaan, dan
(6) ruang lingkup kewirausahaan.

1.2 Strategi Pembelajaran


Strategi pembelajaran tecermin dari kompetensi dan peran
pendidik dalam pengelolaan kelas. Kompetensi dan peran
pendidikan tersebut, antara lain, adalah sebagai berikut:
(1) mampu membantu peserta didik dalam memperoleh dan
memadukan pengetahuan baru sebagai aspek pembelajaran
terpenting;
(2) mampu membimbing peserta didik dalam menghubungkan
pengetahuan baru yang akan diterima dengan hal lain yang
sudah diketahui sebelumnya jika pembelajaran yang akan
diterima merupakan hal yang baru;
(3) mampu mengolah berbagai informasi, dan menjadikannya
ingatan sebagai jangka panjang;
(4) mampu menyerap informasi yang telah diberikan yang merupakan
konsep dasar penerapan dimensi pembelajaran ini; dan

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 247

(5) mampu membedakan dan menentukan pengetahuan deklaratif


dan pengetahuan prosedural yang harus diajarkan sebelum
menerapkan tipe pada dimensi pembelajaran ini.

1.3 Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan


Internalisasi atau penghayatan nilai-nilai kewirausahaan tecermin
dalam sikap dan tindakan peserta didik berikut:
(1) keinginan berprestasi dan ketekunan dalam belajar;
(2) keberanian mengambil risiko dan kepercayaan diri yang
tinggi; dan
(3) kegiatan belajar yang berorientasi pada tugas dan hasil.

1.4 Pendahuluan
Berdasarkan Keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayan
Republik Indonesia Nomor 056/U/94, mata kuliah di perguruan
tinggi dikelompokkan atas mata kuliah berikut:
(1) Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU),
(2) Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK),
(3) Mata Kuliah Keahlian (MKK), dan
(4) Mata Kuliah Pilihan (MKP).

Mata kuliah Kewirausahaan termasuk dalam MKWU, dan


merupakan mata kuliah yang wajib diberikan kepada peserta didik,
terutama peserta didik yang menekuni bidang Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS).

1.3.5.2 Tipe Kesalahan Penyusunan Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia,


Gamamedia, Yogyakarta, 1999.
Rafael Edy Bosko,  Hak-Hak Masyarakat Adat dalam Konteks
Pengelolaan Sumberdaya Alam, Elsam, Jakarta, 2006.

Azwardi 2018
248 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Teddy Anggoro, “Kajian Hukum Masyarakat Hukum Adat dan


HAM dalam Lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia”,
Jurnal Hukum dan Pembangunan, Volume 36 Nomor 4,
hlm. 100-111 Oktober-Desember 2006, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.
Rachmad Syafa’at, “Kearifan Lokal dalam Masyarakat Adat
di Indonesia”, Jurnal Publica, Volume 4 Nomor 1, Januari
2008, FISIP UMM, Malang, 2008.
Achmad Sodiki, “Penataan Kepemilikan Hak atas Tanah di Daerah
Perkebunan Kabupaten Malang (Studi tentang Dinamika
Hukum)”, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, Surabaya, 1994.
Achmad Sodiki, “Kebijakan Sumberdaya Alam dan Implikasi
Juridisnya Pasca TAP MPR No.IX/MPR/2001 dan Kepres
No 34 Tahun 2003”, Makalah, disampaikan dalam Seminar
Nasional “Eksistensi dan Kewenangan BPN Pasca Keppres
No. 34 Tahun 2003”, Malang.

DAFTAR PUSTAKA

Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam Wacana Prinsip-prinsip


Semantik dan Pragmatik. Bandung : CV Yrama Widya.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta : Rineka Cipta.
Achmad H.P. dan Alek. 2011. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Zuraida. 2015. “Tindak Tutur Ilokusi dan Perlokusi dalam
Berekomunikasi Antarmahasiswa PBSI FKIP Unsyiah”.
Skripsi Universitas Syiah Kuala.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 249

Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik.


Yogyakarta : Graha Ilmu.
Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-kristal Ilmu Bahasa.
Surabaya : Air Langga University Press.
Ullmann, Stephen (diadaptasi oleh Sumarsono). 2009. Pengantar
Semantik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta.
Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa
Pragmatik. Malang : Dioma.
Putri, Nanda Desia. 2016. “Tindak Tutur Direktif dalam Novel
Cinta Kala Perang Karya Masriadi Sambo”. Skripsi
Universitas Syiah Kuala.
Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan
Pengembangan. Jakarta : Kencana.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif.
Jakarta : Rineka Cipta.
Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta
: Gajah Mada Universty Press.

Azwardi 2018
250 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Daftar pustaka adalah daftar referensi yang disusun secara


alphabetis yang memuat hal-hal berikut: (1) nama penulis, (2) tahun
terbit, (3) judul, (4) tempat terbit, dan (6) nama penerbit. Dalam
penyusunannya setiap bagian itu, kecuali tempat terbit, dipisah dengan
tanda titik. Di antara tempat terbitkan dan nama penerbit dipisah dengan
tanda titik dua. Nama penulis yang terdiri dua kata atau lebih, dalam
penyusunannya urutannya dibalik, kata paling belakang diletakkan di
depan, dan di antara kata yang dibalik tersebut dibubuhi tanda koma.
Jika suatu referensi tidak diketahui nama penulisnya, lembaga atau
badan yang menerbitkan referensi itu digunakan sebagai pengganti
nama penulis. Urutan referensi dalam daftar rujukan tidak diberi
nomor. Nama penulis ditulis pada margin sebelah kiri, dan, apabila
suatu entri memerlukan lebih dari satu baris dalam penulisannya,
penulisan pada baris selanjutnya dituliskan secara terinden. Penulisan
daftar rujukan jarak barisnya adalah satu spasi, dan antara satu entri
dan entri berikutnya adalah dua spasi.
Dalam karya ilmiah cukup banyak dan beragam ditemukan
penyusunan daftar pustaka yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Salah satunya adalah sebagaimana terlihat dalam cuplikan
di atas. Agar lebih jelas tentang hal tersebut, berikut disusun kembali
cuplikan daftar pustaka sesuai dengan ketentuan yang berlaku!

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, Teddy. 2016. “Kajian Hukum Masyarakat Hukum


Adat dan HAM dalam Lingkup Negara Kesatuan Republik
Indonesia”. Jurnal Hukum dan Pembangunan, Volume 36
(4): 100-111.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 251

Bosko, Rafael Edy. 2016.  Hak-Hak Masyarakat Adat dalam


Konteks Pengelolaan Sumberdaya Alam. Jakarta: Elsam.
M.D., Mahfud. 1999. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia.
Yogyakarta: Gamamedia.
Sodiki, Achmad. 1994. “Penataan Kepemilikan Hak atas Tanah
di Daerah Perkebunan Kabupaten Malang (Studi tentang
Dinamika Hukum)”. Disertasi Universitas Airlangga.
-------. 2004. “Kebijakan Sumber Daya Alam dan Implikasi
Juridisnya Pasca-TAP MPR No. IX/MPR/2001 dan Kepres No.
34 Tahun 2003”. Makalah dalam Seminar Nasional di Malang.
Syafa’at, Rachmad. 2008. “Kearifan Lokal dalam Masyarakat
Adat di Indonesia”. Jurnal Publica, Volume 4 (1): 1-11.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, H.P. dan Alek. 2011. Bahasa Indonesia untuk Perguruan


Tinggi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Rineka Cipta.
Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa.
Surabaya: Air Langga University Press.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Azwardi 2018
252 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:


Rineka Cipta.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gajah Mada Universty Press.
Putri, Nanda Desia. 2016. “Tindak Tutur Direktif dalam Novel
Cinta Kala Perang Karya Masriadi Sambo”. Skripsi
Universitas Syiah Kuala.
Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa
Pragmatik. Malang: Dioma.
Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan
Pengembangan. Jakarta: Kencana.
Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam Wacana Prinsip-Prinsip
Semantik dan Pragmatik. Bandung: CV Yrama Widya.
Ullmann, Stephen (diadaptasi oleh Sumarsono). 2009. Pengantar
Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zuraida. 2015. “Tindak Tutur Ilokusi dan Perlokusi dalam
Berekomunikasi Antarmahasiswa PBSI FKIP Unsyiah”.
Skripsi Universitas Syiah Kuala.

1.3.6 Problem Teknik Penyampaian


1.3.6.1 Tipe Kesalahan Penulisan Catatan Pustaka
Menurut John R. Searle (dalam Rahardi, 2003:70) tindak tutur
terdiri atas tiga bentuk dasar, yaitu tindak lokusioner, tindak
ilokusioner, dan tindak perlokusioner.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 253

Catatan pustaka adalah keterangan pengutipan pendapat para ahli


atau sitasi dalam penyusunan karya ilmiah. Catatan pustaka terdapat
pada bagian teks sebagai referen untuk menguatkan deskripsi atau
pembahasan konsep. Penempatannya boleh di awal, di tengah, dan
di akhir. Dalam penulisan karya ilmiah sering ditemukan kesalahan
penulisan hal tersebut. Kesalahan terjadi karena penulis menuliskan
nama para ahli secara utuh, padahal yang perlu diterakan cuma satu kata
yang paling belakang dari nama ahli yang dirujuk tersebut. Bandingkan
dengan penulisan catatan pustaka yang benar berikut!

Menurut Searle (dalam Rahardi, 2003:70), tindak tutur terdiri atas


tiga bentuk dasar, yaitu tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan
tindak perlokusioner.

1.3.6.2 Tipe Kesalahan Pengutipan Pendapat Pakar


John R. Saerle, dalam bukunya Speech Acts, mengatakan dalam
praktik penggunaan bahasa dalam masyarakat terdapat setidaknya
tiga macam tindak tutur yang harus dipahami, yaitu tindak
lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner.

Menurut Hadjar (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008:23)


mengatakan penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari
perspektif partisipan.

Dalam pengutipan pendapat ahli dalam karya ilmiah tidak perlu


menyebutkan nama pakar secara utuh, apalagi menyertakan judul
bukunya, tetapi cukup satu kata yang paling belakang dari nama
pakar tersebut. Selain itu, setelah verba mengatakan wajib hadir
preposisi bahwa sebagai penanda objek kalimat tersebut. Selain

Azwardi 2018
254 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

itu, bila redaksinya menggunakan kata menurut di awal kalimat,


tidak perlu lagi menggunakan verba mengatakan setelah tahun dan
halaman buku. Bandingkan dengan pengutipan pendapat pakar yang
benar berikut!

Saerle (2004:26) mengatakan bahwa dalam praktik penggunaan


bahasa dalam masyarakat terdapat setidaknya tiga macam tindak
tutur yang harus dipahami, yaitu tindak lokusioner, tindak
ilokusioner, dan tindak perlokusioner.

Menurut Hadjar (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008:23), penelitian


kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya
umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan.

atau

Hadjar (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008:23) mengatakan bahwa


penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman
yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif
partisipan.

2. Ringkasan
Sikap bahasa berhubungan dengan tiga hal, yaitu (1) sikap yang
berkaitan dengan kesetiaan terhadap bahasa (language loyality),
(2) sikap yang berkaitan dengan kebanggaan terhadap penggunaan
bahasa (language pride), dan (3) sikap yang berkaitan dengan
kesadaran penggunaan bahasa (awareness of the norm). Yang
dimaksud dengan sikap di dalam konteks ini adalah sikap positif
terhadap belajar bahasa Indonesia. Dalam kenyataan penggunaan
bahasa Indonesia sehari-hari, khususnya dalam situasi resmi, sering
kita jumpai pemakaian bahasa Indonesia yang salah atau tidak sesuai

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 255

dengan kaidah bahasa tersebut. Selain persoalan kesalahan, tidak


jarang juga ditemukan ketidaklogisan pemakaian bahasa Indonesia.
Terkait dengan hal itu, pengalaman membuktikan bahwa kompetensi
kebahasaan (Indonesia) mahasiswa relatif rendah.
Pemakai bahasa Indonesia, khususnya ragam tulis ilmiah,
dituntut mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar sehingga terhindar dari kesalahan. Kasus-kasus kesalahan
yang sering terjadi adalah sebagai berikut: (1) ejaan, (2) diksi, (3)
kalimat, (4) paragraf, (5) sistematika penyajian, dan (6) teknik
penyampaian. Berkaitan dengan ejaan, problem kesalahan yang
sering terjadi, antara lain, adalah sebagai berikut: (a) tipe kesalahan
pemakaian huruf kapital, huruf miring, dan huruf tebal, (b) tipe
kesalahan penulisan kata berimbuhan, gabungan kata, pemenggalan
kata, kata depan (preposisi), partikel, singkatan dan akronim, dan
angka dan bilangan, (c) tipe kesalahan pemakaian tanda baca, dan
(d) tipe kesalahan penulisan unsur serapan. Berkaitan dengan diksi,
problem kesalahan yang sering terjadi, antara lain, adalah sebagai
berikut: (a) tipe kesalahan pemakaian kata yang tidak baku, (b)
tipe kesalahan pemakaian kata yang tidak lazim, (c) tipe kesalahan
pemakaian kata yang tidak sejajar bentuk, dan (d) tipe kesalahan
kata yang tidak sesuai dengan kaidah. Berkaitan dengan kalimat,
problem kesalahan yang sering terjadi, antara lain, adalah sebagai
berikut: (a) tipe kesalahan pasif persona, (b) tipe kesalahan subjek
berpreposisi, (c) tipe kesalahan pengantar kalimat dan predikat, (d)
tipe kesalahan pelesapan subjek dalam kalimat majemuk. Berkaitan
dengan paragraf, problem kesalahan yang sering terjadi, antara
lain, adalah sebagai berikut: (a) tipe kesalahan kesatuan dan (b)
tipe kesalahan kepaduan. Berkaitan dengan teknik penyampaian,
problem kesalahan yang sering terjadi, antara lain, adalah sebagai

Azwardi 2018
256 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

berikut: (a) tipe kesalahan penulisan catatan pustaka (sitasi) dan (b)
tipe kesalahan pengutipan. Berkaitan dengan sistematika penyajian,
problem kesalahan yang sering terjadi, antara lain, adalah sebagai
berikut: (a) tipe kesalahan penomoran bab, subbab, dan subsubbab
dan (b) tipe kesalahan penyusunan daftar pustaka.

2. Latihan
(1) Sediakan satu karya ilmiah yang berupa laporan penelitian
(skripsi, tesis, atau disertasi), kemudian daftarkan kesalahan-
kesalahan yang terdapat dalam karya ilmiah tersebut, lalu
berikan alasan secara teoretis tentang kesalahan itu, dan tuliskan
alternatif yang benarnya!
(2) Konstruksi yang terdaftar berikut ini merupakan konstruksi
kalimat salah. Kemukakan alasan secara teoretis tentang
kesalahan tersebut, dan tulis kembali alternatif pembetulannya!
1) Menyukai bahan bacaan, membiasakan membaca, berminat
baca, pintar, dan berkarya tulis adalah merupakan tahapan
proses literasi yang ideal.
2) Saya menyarankan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia
(UKBI) wajib menjadi salah satu syarat memperoleh gelar
akademik di perguruan tinggi di Indonesia.
3) Saya sudah katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan baik
dan benar itu tidak mudah.
4) Banyak buku kami telah baca, tetapi kami tidak temukan
petunjuk pengunaan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar.
5) Dalam seminar sehari itu membicarakan masalah HAM.
6) Dari hasil penelitian laboratorium membuktikan bahwa serum
ini tidak berbahaya.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 257

7) Menurut Keraf (1993:41) mengatakan bahwa syarat pembentu-


kan paragraf adalah kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan.
8) Bila terlau banyak berkata-kata maka dikhawatirkan banyak
pula terselip dusta.
9) Sudah saya katakan berulang-ulang kepada mereka bahwa kalimat
yang benar itu sekurang-kurangnya harus memiliki subjek dan
predikat. Tetapi, mereka tetap tidak menyadarinya.
10) Para pedagang masih terus mendirikan kios-kios liar di
lahan-lahan pingir jalan milik negara. Padahal pemerintah
kota sudah berulang kali melarangnya.
11) Jika terlalu kaku dalam menggunakan bahasa tulis, maka kita
akan ditinggalkan pembaca.
12) Generasi muda adalah merupakan generasi penerus
perjuangan bangsa.
13) Mulai sekarang marilah kita tingkatkan mutu sumber daya
manusia kita demi untuk masa depan bangsa kita.
14) Jenis-jenis logam, misalnya, emas, perak, tembaga, dan
sebagainya dapat dijadikan perhiasan.
15) Ada sebagian orang mengatakan bahwa menulis di media
sosial, seperti email, web, blog, blackberry messenger
(BBM), facebook (FB), whatsapp (WA), instagram (IG), line,
steemit, dan sebagainya tidak perlu menggunakan bahasa
Indonesia yang standar.
16) Dia termasuk korban terparah dalam musibah itu.
17) Syarat utama untuk memperoleh ilmu yaitu patuh dan sabar
atas segala instruksi guru.
18) Tulisan yang berkwalitas, antara lain, didasari atas ide yang
brillian, topik yang faktuil, data yang kuat, dan rujukan
yang bernas.

Azwardi 2018
258 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

19) Selain itu, pengungkapannya mesti menggunakan bahasa yang


baik dan benar, yaitu bahasa yang sesuai konteks dan kaedah.
20) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
mengatakan kuah beulangong dan enam warisan budaya
Aceh lainnya ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda
dari Aceh sebagai warisan budaya Indonesia 2018.
21) Allah memberikan penghargaan yang luar biasa bagi orang-
orang yang gemar berliterasi Al-Quran, seperti belajar
membacanya (tafakkur), membaca-bacanya (tadarrus/
mudarrasah) mengkajinya (tadabbur), dan mengamalkannya.
22) Walaupun perjanjian gencatan senjata sudah ditandatangani,
saling tembak-menembak antara kedua belah pihak sulit
dihindari.
23) Mereka yang bersalah akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
24) Pengangkatan CPNS tergantung anggaran yang tersedia.
25) Rumah di mana ia tinggal sangat luas.
26) Syarat taubat nasuha sebagai berikut: (1) meninggalkan
perbuatan maksiat yang sedang dikerjakan, (2) menyesali
perbuatan maksiat yang sudah dikerjakan, (3) bertekat
untuk tidak mengulangi perbuatan maksiat tersebut, dan
(4) mengembalikan atau meminta maaf bila ada hak atau
kewajiban yang terkait dengan sesama manusia.
27) Pada kesempatan itu menteri mengatakan jalinan kerja sama
dengan pemerintah daerah setempat perlu terus ditingkatkan.
28) Menurut Irwan Djohan, budaya bukan hanya penampilan
seni dan aktivitas lainnya, tetapi kebersihan juga bagian dari
itu, yaitu budaya bersih.
29) Pemerintah akan bentuk tim gabungan terpadu pengungkap
pelanggaran HAM masa lalu.

2018 Azwardi
Problematika Pemakaian Bahasa Indonesia ... 259

30) Mempelajari dan mendengarkan semua keterangan saksi,


hakim ketua menyatakan tertuduh tidak terlibat kasus itu.
31) Pemilu ini memang belum ideal. Tetapi, dalam demokrasi,
kompromi adalah bagian dari perjuangan politik.
32) Mahasiswa yang akan mengikuti ujian negara, diharapkan
mendaftarkan diri di sekretariat.
33) Perancis menduduki juara pada piala dunia 2018 di Rusia.
34) Ia tidak menceritakan, bagaimana ayah dan ibunya terseret
gelombang pekat itu.
35) Saya sedang memikirkan, bagaimana cara menjelaskan hal
ini secara tepat kepada Saudara.
36) Produk kebahasaan yang perlu kita miliki, antara lain, Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, dan lain-lain.
37) Bukan hanya perasaan yang dibutuhkan sebagai modal
menulis, tetapi juga ilmu pengetahuan dan pengalaman.
38) Baik laki-laki ataupun perempuan wajib menuntut ilmu
tauhid, fikah, dan tasauf.
39) Tingkat kecerdasan emosional antara laki-laki dengan
perempuan jauh berbeda.
40) Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas
maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
41) Maraknya penggunaan ujaran kebencian dalam interaksi
masyarakat di media sosial akhir-akhir ini bisa berimpliksi
buruk bagi upaya harmonisasi bangsa.
42) Sehubungan dengan itu maka suatu penelitian harus dibatasi
secara jelas supaya simpulannya terandalkan.
43) Oleh karena itu maka sampel penelitian ini diambil sebesar 25%.
44) APBA tahun ini harus cepat disahkan. Sehingga pembangunan
dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana.

Azwardi 2018
260 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

2018 Azwardi
Daftar Pustaka 261

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti. dkk. 1999. Pembinaan Kemampuan Menulis


Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

----------. 1997. Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Alwi, Hasan. dkk. 2001. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, E. Zaenal & Amran Tasai. 1995. Cermat Berbahasa Indonesia.


Jakarta: Akademika Pressindo.

Arifin, E. Zainal. 1987a. Berbahasa Indonesialah dengan Benar:


Petunjuk Praktis untuk Pelajar, Mahasiswa, dan Guru. Jakarta:
PT Mediyatama Sarana Perkasa.

----------. 1989. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa yang


Benar. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Pedoman


Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa.

Azwardi 2018
262 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Badudu, J.S. 1983a. Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung:


Pustaka Prima.

----------. 1983b. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung:


Pustaka Prima.

----------. 1984. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung:


Pustaka Prima.

Bratawidjaja, Thomas Wiyasa. 1986. Surat Bisnis Modern. Jakarta:


PT Pustaka Binaman Pressindo.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Reneka Cipta.

----------. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta:


Rineka Cipta.

Djunaidi, Abdul. 2000. “Penggunaan Bahasa dalam Karya Tulis


Ilmiah”. Makalah, disampaikan pada Pelatihan Penulisan
Artikel Ilmiah untuk staf pengajar Universitas Syiah Kuala dan
PTS lain di Banda Aceh, 710 Agustus 2000.

Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan


Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.

G. & C. Merriam Co.1976. Webster’s Third New International


Dictionary. Milbrae: American Book Company.

Gani, Erizal. 1994. Menulis Karya Ilmiah: Teori dan Terapan.


Padang: FPBS IKIP Padang.

Halim, Amran (Ed.). 1976. Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta: Pusat


Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

2018 Azwardi
Daftar Pustaka 263

----------. 1979. Pembinaan Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat


Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Ibrahim, Ridwan dan Wildan (Ed.) 2003. Bahasa Indonesia untuk


Perguruan Tinggi. Banda Aceh: GEUCI.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa


Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Matthews, P.H. 1978. Morphology: an Introduction to the Theory of


Word-Structure. Cambridge: Cambridge University Press.

Moeliono, Anton M. (Ed.). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Murad, Abdul. dkk.. 1985. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia


Melalui Media Televisi. Jakarta: Pusat Bahasa.

Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa. Jakarta:


Gramedia.

Parera, Jos Daniel. 1993. Menulis Tertib dan Sistematis. Jakarta:


Erlangga.

----------. 1984. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga.

Purbohadiwijoyo, M.M. 1978. Menyusun Laporan Teknik. Bandung:


Penerbit ITB.

Ramlan, M. 1997. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta:


Karyono.

Azwardi 2018
264 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

Ramlan, M. dkk.. 1997. Bahasa Indonesia yang Salah dan yang


Benar. Yogyakarta: Andi Offset.

Rozana, Cut. 1994. Surat Menyurat dan Komunikasi. Bandung:


Angkasa.

Saukah, Ali dan Mulyadi Guntur Waseso (Ed.). 2000. Menulis Artikel untuk
Jurnal Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press).

Semi, Atar. M. 1990. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya.

----------. 1988. Tuntunan Menulis Efektif. Padang: Jurusan


Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Padang.

Sikumbang, Abdul Razak. 1985. Kalimat Efektif, Struktur, Gaya,


dan Variasi. Jakarta: Gramedia.

Sudjiman, Panuti dan Dendy Sugono (Ed.). 1994. Petunjuk Penulisan


Karya Tulis. Jakarta: Kelompok 24 Pengajar Bahasa Indonesia.

Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta:


Puspa Swara.

Suparno, Dawud. dkk. 1994. Bahasa Indonesia Keilmuan. Malang:


Seksi Kajian Bahasa dan Seni FPBS IKIP Malang.

Syafi`ie, Imam. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta: P2LPTK


Depdikbud RI.

----------. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: IKIP Malang.

Verhaar, J.W.M. 1999. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

2018 Azwardi
Lampiran 265

LAMPIRAN

(1) Contoh Pengukuran Kertas Kuarto:

Azwardi 2016
266 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(2) Contoh Halaman Sampul 1:


KEMAMPUAN SISWA KELAS II SMU NEGERI DARUSSALAM BANDA ACEH
DALAM MENATA KESATUAN DAN KEPADUAN PARAGRAF

Skripsi

diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan


memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan

oleh

AZWARDI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
1997

2016 Azwardi
Lampiran 267

(3) Contoh Halaman Persetujuan:


KEMAMPUAN SISWA KELAS II SMU NEGERI DARUSSALAM BANDA ACEH
DALAM MENATA KESATUAN DAN KEPADUAN PARAGRAF

Skripsi

oleh

Nama : Azwardi
NIM : 92611341
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
Program Studi : Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

disetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Abdul Djunaidi, M.S. Drs. Ramli, M.Pd.


NIP 131661035 NIP 131802813

diketahui,

Ketua Jurusan, Ketua Program Studi,

Dr. Bahrum Yunus, M.A. Dra. Hj. Nuriah T.A.


NIP 130344772 NIP 130095473

Dekan,

Drs. Muhammad Ibrahim


NIP 130186396

Azwardi 2016
268 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(4) Contoh Halaman Pengesahan 1:


LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi oleh Azwardi ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada
tanggal 20 Juli 1997.

Dewan Penguji:

1. Ketua
Dra. Hj. Nuriah T.A.
NIP 130095473

2. Anggota
Dr. Abdul Djunaidi, M.S.
NIP 131661035

3. Anggota
Drs. Ramli, M.Pd.
NIP 131802813

4. Anggota
Drs. Mukhlis, M.S.
NIP 131802814

Mengetahui Mengesahkan
Ketua Jurusan PBS, Dekan FKIP Unsyiah,

Dr. Bahrum Yunus, M.A. Drs. Muhammad Ibrahim


NIP 130344772 NIP 130186396

2016 Azwardi
Lampiran 269

(5) Contoh Halaman Sampul 2:

REDUPLIKASI VERBA BAHASA ACEH


(Satu Kajian Morfologi dan Semantik)

Azwardi
L2I00019
Linguistik

TESIS
untuk memenuhi salah satu syarat ujian
guna memperoleh gelar Magister Humaniora
Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Sastra
Bidang Kajian Utama Linguistik

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2003

Azwardi 2016
270 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

(6) Contoh Halaman Pengesahan 2:

REDUPLIKASI VERBA BAHASA ACEH


(Satu Kajian Morfologi dan Semantik)

Azwardi
L2I00019
Linguistik

TESIS
untuk memenuhi salah satu syarat ujian
guna memperoleh gelar Magister Humaniora
Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Sastra ini
telah disetujui oleh Komisi Pembimbing pada tanggal
seperti tertera di bawah ini

Bandung, 5 Februari 2003

Prof. Dr. H. J.S. Badudu


Ketua Komisi Pembimbing

Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin, M.A.


Anggota Komisi Pembimbing

2016 Azwardi
Lampiran 271

(7) Contoh Pengetikan Halaman Bertajuk dalam Laporan Penelitian:

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Berdasarkan pengamatan dan penganalisisan atas data yang ada dapat
disimpulkan bahwa struktur, fungsi sintaksis, peran semantis, dan hubungan
dengan verba dalam kalimat pasif pronomina persona bahasa Aceh adalah
sebagai berikut. Pronomina persona bahasa Aceh terdiri atas delapan belas
bentuk. Kedelapan belas pronomina persona tersebut meliputi (1) pronomina
persona pertama tunggal, yaitu lôn, lôntuan, ulôntuan, dan kee; (2) pronomina
persona pertama jamak, yaitu kamoe dan geutanyoe; (3) pronomina persona
kedua tunggal, yaitu, kah, gata, dan droeneuh; (4) pronomina persona kedua
jamak, yaitu kah + Num., gata + Num., dan droeneuh + Num.; (5) pronomina
persona ketiga tunggal, yaitu jih, gobnyan, dan droeneuhnyan; (6) pronomina
persona ketiga jamak, yaitu awaknyoe, awaknyan, dan awakjéh

Azwardi 2016
272 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

INDEKS

A dialek 12, 13, 14, 80


adversatif 66 diksi xiii, xvii, 3, 4, 5, 89, 90
afiks 17, 18, 35, 39, 40, 44, 53, 54,
63, 79, 80, 81, 84, 85, 86 E
Afiksasi xiii, 4, 17, 84 editor ii, 98
antardaerah 7, 13 efektif x, 2, 3
ejaan viii, 3, 6, 15, 16
B
Bahan dan Layout 5 F
bahasa negara 7, 13 fonem 36
bentuk dasar 17, 18, 19, 20, 21, 22, frasa 10, 15, 16, 17, 45, 47, 76, 77,
23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 36, 78, 81, 82, 83, 87
44, 45, 47, 52, 62, 63, 67, 68, fungsi ejaan xii, 4, 15
75, 76, 79, 80, 84, 85, 86, 87
bentuk terikat 18, 28, 29, 30, 84, 85 G
bersinonim 91 gabungan 18, 31, 34, 39, 40, 45,
budaya 7, 13 76, 81, 82, 83, 85, 86, 87
bunyi bahasa 15, 16 gramatikal iv, 70, 93

C I
cermat v, 8, 14, 91, 92, 94 infiks 18, 35, 43, 84
istilah 93, 95, 98
D
daftar pustaka iii J
denotasi 91 Jenis-Jenis Karya Ilmiah xvi, 5

2018 Azwardi
Indeks 273

jenis-jenis paragraf 5 S
jurnal 278 simulfiks 18, 31, 34, 84, 85, 86
sistematika penyajian ix, 3
K sistematis iv, viii, 8, 14
kaidah bahasa 2, 8, 12, 93, 97 sufiks 18, 30, 35, 45, 46, 47, 48,
Kaidah ejaan 15, 16 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 58,
kalimat iv, vii, viii, 3, 6, 10, 15, 16,
64, 84, 85
55, 57, 60, 61, 66, 67, 71, 76,
syarat-syarat paragraf 3
87, 89, 98
kausatif 49, 52
kompetensi iv, v, viii, ix, x, 2, 9, 14 T
Tanda Baca xvii, 4
L tata bahasa 15, 16
lampiran 16 teoretis 94
laporan penelitian 2, 278 tesis iv, 2
layout v, vii, 3
leksikal 70, 75, 86 U
logis iv, viii, 8, 10, 14 ungkapan v, 9
unsur fungsional 10
M unsur-unsur kalimat 3
majemuk 3, 75, 76, 77, 78, 79, 80, unsur-Unsur Paragraf xv, 5
81, 82, 83, 86, 87
malafektif 66, 67
V
menulis vii, viii, x, xi, 2, 40, 50,
verba 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 44,
89, 91, 278
morfem 17, 70, 82, 84, 86 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52,
53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60,
N 61, 62, 63, 65, 66, 67, 77, 86,
nomina 10, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 91, 96
42, 43, 44, 45, 46, 48, 52, 59, verba dwitransitif 47
62, 64, 66, 77 verba ekatransitif 47

P
penerbitan vii
Pola Kalimat xiv, 5

Azwardi 2018
274 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

TENTANG PENULIS

Azwardi, S.Pd., M.Hum. lahir di Takengon, Aceh Tengah, 20 November


1973. Menyelesaikan studi S-1 pada Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh tahun 1997 dan studi S-2 pada
Program Studi Ilmu Sastra Bidang Kajian Utama Linguistik Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung tahun 2003. Sejak
1998 diangkat sebagai dosen tetap pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Pengalaman kerja, antara lain, peneliti pada Lembaga Penelitian
Universitas Syiah Kuala dan instansi lain. Pernah menjadi Staf Ahli
Konsultan Pelatihan Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan pada
Dinas Pendidikan Nangrroe Aceh Darussalam dan Surveyor Badan
Standar Nasional Pendidikan Jakarta. Sejak 2005—2009 bekerja

2018 Azwardi
Tentang Penulis 275

sebagai Staf Ahli pada Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi


Aceh. Selain itu, juga pernah menjabat sebagai Ureueng Peutimang
pada Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh. Sejak
2010 berkhidmat sebagai Ketua Komunitas Literasi Bina Karya
Akademika. Kemudian, sejak 2008—2012 menjabat sebagai
Sekretaris Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda
Aceh. Selanjutnya, pada 2018 diamanahkan Rektor Universitas
Syiah Kuala sebagai Dosen Pembina dan Pendamping Himpunan
Mahasiswa dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) FKIP Unsyiah.
Sejak 2018 juga diamanahkan Gubernur Aceh sebagai Anggota Tim
Bidang Pengembangan Minat dan Budaya Baca Pokja Bunda Baca
Aceh. Kecuali itu, selain aktif menulis di berbagai media umum dan
jurnal ilmiah, juga mengelola dan menyunting beberapa jurnal ilmiah.
Memiliki keterampilan merancang dan memfasilitasi berbagai
pelatihan, khususnya pelatihan di bidang literasi dan Technological
Pedagogical Content Knowledge (TPACK).
Penghargaan yang pernah diperoleh, antara lain, Fasilitator
Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Aceh Menulis Menuju Perubahan”
dari FKIP Unsyiah Banda Aceh (2016), Fasilitator Pelatihan dalam
Pelaksanaan Program USAID Prioritas untuk Meningkatkan Mutu
Pendidikan Dasar di Indonesia dari USAID Prioritas Jakarta (2017),
Pemenang Buku Terpilih dalam Sayembara Penulisan Bahan Bacaan
Literasi, Gerakan Literasi Nasional 2017 dari Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Jakarta (2017), dan Juri Lomba Karya Tulis
Ilmiah Nasional dari FKIP Unsyiah (2017).
Di samping mengajar, meneliti, dan mengabdi, juga aktif
menulis dan menyunting karya ilmiah, baik laporan penelitian,

Azwardi 2018
276 Menulis Ilmiah (Edisi Revisi)

artikel ilmiah, maupun buku akademik. Selain Menulis Ilmiah (Edisi


Revisi) ini, buku-buku yang sudah dihasilkan adalah sebagai berikut:
Tsunami dan Kisah Mereka (Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi
Aceh, Banda Aceh, 2006), Pembelajaran Bahasa Indonesia (ERA,
Banda Aceh, 2007), Bahasa Itu Indah: Bunga Rampai Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah (FKIP Unsyiah, Banda Aceh,
2008), Menulis Ilmiah (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2015),
Morfologi Bahasa Indonesia (Bina Karya Akademika, Banda Aceh,
2016), Binatang dalam Peribahasa Aceh (Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa, Jakarta, 2017), Sikap Bahasa (Bina Karya
Akademika, Banda Aceh, 2017), Haba Peu-ingat: Ca-é Aceh (Bina
Karya Akademika, Banda Aceh, 2018), Ilmu Bahasa Aceh (Bina
Karya Akademika, Banda Aceh, 2018), Tsunami dan Air Mata Kami
(Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2018), Bingkai Tsunami
Aceh (Bina Karya Akademika Banda Aceh, 2018), Kisah Keajaiban
Tsunami (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2018), Metode
Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Syiah Kuala
University Press, Banda Aceh, 2018), Kamus Bergambar Aceh-
Indonesia-Inggris (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2018),
Kamus Saku Aceh-Indonesia-Inggris (Bina Karya Akademika,
Banda Aceh, 2018), Kamus Populer Aceh-Indonesia-Inggris.
Selain sebagai penulis, juga menjadi editor atau penyunting
bahasa atau penyelaras buku. Buku-buku yang sudah dieditori adalah
sebagai berikut: Kampus sebagai Institusi Pencerahan (Yayasan
Obor, Jakarta, 2002), Kumpulan Prediksi Soal UAS dan UASBN SD/
MI Tahun 2009/2010 (Dinas Pendidikan Provinsi Aceh, Banda Aceh,
2009), Pedoman Program Akselerasi (Dinas Pendidikan Provinsi
Aceh, Banda Aceh, 2009), Aditya Warman: The Man Behind Special
Case (POLRI, Jakarta, 2010), Damai Dalam Adat Aceh (Logica 2,

2018 Azwardi
Tentang Penulis 277

Banda Aceh, 2011), Panduan Penulisan Skripsi FKIP Unsyiah (FKIP


Unsyiah, 2016), Burung Aceh (Bina Karya Akademika, Banda Aceh,
2017), Pendidikan Karakter Kebangsaan (Bina Karya Akademika,
Banda Aceh, 2017), Listrik dan Magnet (Bina Karya Akademika,
Banda Aceh, 2017), Teori-Teori Belajar Menurut Perspektif Islam
dan Barat (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2018), Landasan
Manajemen Pendidikan (Magister Manajemen Program Pascasarjana
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 2018), dan Statistika Aplikasi
XLSTAT (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2018).

Azwardi 2018

Anda mungkin juga menyukai