Anda di halaman 1dari 36

TUGAS MATA KULIAH IPA TERPADU

DEMONSTRASI GUNUNG BERAPI SEBAGAI MEDIA


PEMBELAJARAN IPA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

1. ITHA MASITHAH (BIOLOGI)


2. IZZATUNNISA (KIMIA)
3. MAHESTI KUSDIASTUTI (FISIKA)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MATARAM
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Demonstrasi
Gunung Berapi Sebagai Media Pembelajaran IPA”. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat.

Penulis telah semaksimal mungkin melakukan penyusunan makalah ini. Penulis juga
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan sehingga jauh dari
sempurna. Karena itu kritik serta saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan
demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Mataram, Desember 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................2
C. Tujuan ......................................................................................................................3
D. Manfaat ....................................................................................................................3
BAB II ANALISA SISTEM DAN PERMASALAHAN
A. Pengertian Gunung Berapi .......................................................................................4
B. Jenis-Jenis Gunung Berapi .......................................................................................5
C. Struktur Gunung Berapi ...........................................................................................8
D. Tanda-Tanda Gunung Berapi Meletus .....................................................................9
E. Penyebab Gunung Berapi Meletus.........................................................................10
F. Kajian Aspek Fisika Terkait Gunung Berapi Meletus ...........................................12
G. Kajian Aspek Kimia Terkait Gunung Berapi Meletus ...........................................16
H. Kajian Aspek Biologi Terkait Gunung Berapi Meletus .........................................21
BAB III RANCANGAN PROYEK DEMONSTRASI GUNUNG BERAPI
A. Tujuan ....................................................................................................................26
B. Alat dan Bahan .......................................................................................................26
C. Cara Kerja ..............................................................................................................27
BAB IV HASIL RANCANGAN PROYEK
A. Hasil Pengamatan...................................................................................................28
B. Pembahasan............................................................................................................29
C. Kesimpulan ............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Bronto et al (1996), wilayah Indonesia mempunyai jalur gunung berapi serta
rawan erupsi (eruption) di sepanjang ring of fire mulai dari Sumatera-Jawa-Bali-Nusa
Tenggara-Sulawesi-Banda-Maluku-Papua (Rahayu, Ariyanto, Komariah, Hartati,
Syamsiyah, dan Dewi; 2014), selain itu karena letak daratan Indonesia yang berbatasan
langsung dengan tiga lempeng aktif dunia, menyebabkan banyaknya aktivitas magmatis,
salah satunya berupa gunung berapi dimana ada sekitar 179 gunung berapi di Indonesia
dan 129 diantaranya merupakan gunung berapi yang masih aktif.
Secara umum, gunung berapi meletus dalam rentang waktu yang panjang akan tetapi
ada beberapa gunung berapi yang memiliki frekuensi rapat dan erupsinya paling aktif di
Indonesia bahkan di dunia sehingga mendapat perhatian khusus dari pemerintah maupun
masyarakat secara umum, salah satunya adalah gunung Merapi (Rahayu, Ariyanto,
Komariah, Hartati, Syamsiyah, dan Dewi; 2014). Gunung Merapi meletus dalam siklus
pendek yang terjadi setiap antara 2-5 tahun, siklus menengah setiap 5-7 tahun, dan
tercatat siklus terpanjangnya adalah setelah mengalami istirahat selama lebih dari 30
tahun, terutama pada masa awal keberadaannya sebagai gunung berapi (Rahayu,
Ariyanto, Komariah, Hartati, Syamsiyah, dan Dewi; 2014).
Aktivitas letusan gunung Merapi terkini pada akhir tahun 2010 tergolong erupsi yang
besar dibandingkan erupsi dalam beberapa dekade terakhir. Secara umum total volume
erupsi Merapi berkisar antara 100-150 km3 yang mana tingkat efusinya berkisar 105 m3
per bulan dalam seratus tahun (Berthommier, 1990; Siswowidjoyo et al., 1995; dan
Marliyani, 2010 dalam Rahayu, Ariyanto, Komariah, Hartati, Syamsiyah, dan Dewi;
2014), sedangkan menururt Tim Badan Litbang Pertanian tahun 2010 menyatakan bahwa
volume material piroklastik hasil erupsi tahun 2010 ditaksir mencapai lebih dari 140 juta
m3 (Rahayu, Ariyanto, Komariah, Hartati, Syamsiyah, dan Dewi; 2014).
Fenomena gunung meletus itu sendiri merupakan salah satu bencana yang
mengakibatkan konsekuensi yang kompleks. Permukaan tanah pada lahan area erupsi
vulkanik pada umumnya tertutupi oleh lava, aliran piroklastik, debu vulkanik, dan lahar
(Rahayu, Ariyanto, Komariah, Hartati, Syamsiyah, dan Dewi; 2014). Bahaya letusan
gunung berapi terdiri dari dua, yakni bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer
adalah bahaya yang langsung menimpa masyarakat ketika letusan berlangsung, misalnya
awan panas dan lontaran material batu serta kerikil sedangkan bahaya sekunder adalah

1
terjadi secara tidak langsung umumnya setelah letusan terjadi, seperti lahar dingin yang
merusak lahan dan tempat tinggal masyarakat (Rahayu, Ariyanto, Komariah, Hartati,
Syamsiyah, dan Dewi; 2014).
Fenomena gunung meletus ini berkaitan dengan aspek IPA, yaitu fisika, kimia, dan
biologi. Pada aspek fisika terkait dengan viskositas magma, suhu, tekanan, energi total
aktivitas gunung api, dan mekanisme pengendapan piroklastik (Rusydy, 2015). Pada
aspek kimia terkait dengan kelimpahan unsur di alam, karena pada abu vulkanik, lava,
dan lahar dingin mengandung unsur-unsur kimia yang memang sudah terdapat di alam
atau lebih tepatnya saat gunung meletus. Pada aspek biologi terkait dengan dampak yang
ditimbulkan akibat letusan gunung berapi yang dapat merusak ekosistem sekitar gunung
(Rahayu, Ariyanto, Komariah, Hartati, Syamsiyah, dan Dewi; 2014).
Berdasarkan kajian dari ketiga aspek IPA tersebut di atas, masih ada sebagian siswa
atau bahkan masih banyak siswa yang masih belum memahami materi IPA sehingga
diperlukan suatu alat atau media pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memahami
materi IPA, sehingga dibuatlah suatu media sederhana yang mencakup aspek IPA, yaitu
demonstrasi gunung berapi. Pada kegiatan ini, siswa dapat melihat langsung fenomena
gunung meletus serta dampak yang ditimbulkan akibat fenomena ini dalam suatu media
pembelajaran yang sederhana. Siswa dapat mengkaji fenomena ini dari tiga aspek, yaitu
fisika, kimia, dan biologi serta diharapkan dengan menggunakan media sederhana ini
siswa dapat mengkaitkan ketiga aspek dari IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, maka dibuatlah suatu rancangan proyek praktikum IPA
yaitu “Demonstrasi Gunung Berapi Sebagai Media Pembelajaran IPA” dengan harapan
agar siswa dapat memahami materi IPA dan dapat mengkaitkan ketiga aspek IPA dalam
kehidupannya sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah yang
diajukan dalam laporan ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan gunung berapi?
2. Apa sajakah jenis-jenis gunung berapi?
3. Bagaimanakah struktur dari gunung berapi?
4. Apa sajakah tanda-tanda gunung berapi akan meletus?
5. Apakah penyebab gunung berapi meletus?
6. Apakah kajian aspek FISIKA yang berkaitan dengan fenomenan gunung berapi
meletus?
2
7. Apakah kajian aspek KIMIA yang berkaitan dengan fenomenan gunung berapi
meletus?
8. Apakah kajian aspek BIOLOGI yang berkaitan dengan fenomenan gunung berapi
meletus?
9. Bagaimanakah pengaruh penggunaan media pembelajaran demonstrasi gunung berapi
terhadap pemahaman siswa terkait aspek IPA?
C. Tujuan
Dalam laporan ini tujuan yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari gunung berapi.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis gunung berapi.
3. Untuk mengetahui struktur gunung berapi.
4. Untuk mengetahui tanda-tanda gunung berapi akan meletus.
5. Untuk mengetahui penyebab terjadinya letusan gunung berapi.
6. Untuk mengetahui kajian aspek FISIKA yang berkaitan dengan fenomenan gunung
berapi meletus.
7. Untuk mengetahui kajian aspek KIMIA yang berkaitan dengan fenomenan gunung
berapi meletus.
8. Untuk mengetahui kajian aspek BIOLOGI yang berkaitan dengan fenomenan gunung
berapi meletus.
9. Untuk mengidentifikasi pengaruh penggunaan media pembelajaran demonstrasi
gunung berapi terhadap pemahaman siswa terkait aspek IPA.
D. Manfaat
Berdasarkan tujuan laporan yang hendak dicapai, maka laporan ini diharapkan
mempunyai manfaat atau kegunaan dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Adapun manfaat laporan ini, yaitu sebagai salah satu media pembelajaran yang
dapat digunakan oleh sekolah sebagai salah satu metode untuk melatih kemampuan
berpikir siswa dengan melihat suatu fenomena alam yang terjadi.

3
BAB II ANALISA SISTEM DAN PERMASALAHAN
A. Pengertian Gunung Berapi
Gunung berapi secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai fluida
sistem saluran panas (batu dalam bentuk cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman
sekitar 10 km di bawah permukaan bumi ke permukaan bumi, termasuk hasil
pengendapan akumulasi bahan yang dikeluarkan pada saat meletus. Selain itu, istilah
gunung berapi ini juga digunakan untuk nama fenomena pembentukan gunung berapi es
dan lumpur gunung berapi atau lumpur vulkanik dimana umumnya es gunung berapi
berada di daerah yang memiliki musim dingin yang bersalju, sedangkan gunung lumpur
berada di daerah Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah yang populer sebagai Bledug Kuwu
(Kurniawan, 2016).
Gunung berapi dapat ditemukan dalam berbagai bentuk di sepanjang hidupnya.
Gunung berapi yang aktif akan berubah menjadi setengah off atau beristirahat sebelum
akhirnya menjadi tidak aktif atau mati, akan tetapi tidak selamanya gunung berapi yang
beristirahat akan menjadi tidak aktif atau mati. Gunung berapi yang tengah beristirahat ini
akan dapat aktif kembali dalam kurum waktu 610 tahun, sehingga sangat sulit
menentukan keadaan gunung berapi yang sebenarnya jika gunung berapi tersebut berada
dalam keadaan istirahat (Kurniawan, 2016).
Adapun pengertian lain mengenai gunung berapi adalah lubang kepundan atau
rekahan dalam kerak bumi sebagi tempat keluarnya cairan magma atau cairan lainnya
serta gas ke permukaan bumi. Material-material yang biasanya dierupsikan ke permukaan
bumi, umumnya membentuk kerucut terpancung. Berdasarkan sumber erupsinya, gunung
berapi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu erupsi pusat adalah erupsi yang keluar melalui
kawah utama dan erupsi samping adalah erupsi yang keluar dari lereng tubuhnya
(Anonim, 2012).
Erupsi samping sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu erupsi celah adalah erupsi yang
muncul pada retakan/sesar dapat memanjang sampai beberapa kilometer dan erupsi
eksentrik adalah erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat
yang menyimpang ke samping melainkan langsung dari dapur magma melalui kepundan
tersendiri (Anonim, 2012).
Selain di daratan, gunung berapi juga terbentuk di kedalaman laut dalam bentuk
punggungan yang berada di tengah samudera. Pegunungan yang berada di tengah lautan

4
biasanya memiliki lapisan kerak bumi yang tipis dan lemah sehingga magma yang keluar
akan membentuk barisan gunung api (Anonim, 2013).

a b

c d
Gambar 1 Beberapa Gunung Berapi
B. Jenis-Jenis Gunung Berapi
Jenis-jenis gunung berapi dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut (Anonim,
2013) :
1. Berdasarkan aspek aktivitasnya, gunung berapi dibedakan menjadi (Anonim, 2013) :
a. Gunung berapi aktif, yaitu gunung yang masih bekerja dan mengeluarkan asap,
gempa, dan letusan.
b. Gunung berapi mati, yaitu gunung yang tidak memiliki kegiatan erupsi sejak
tahun 1600.
c. Gunung berapi istirahat, yaitu gunung yang dapat meletus sewaktu-waktu lalu
beristirahat kembali.
2. Berdasarkan aspek bentuk dan proses terjadinya, gunung berapi dibedakan menjadi
(Anonim, 2013) :
a. Gunung berapi Maar merupakan gunung yang berbentuk seperti danau kawah.
Terjadi karena letusan besar yang kemudian membentuk lubang besar di bagian

5
puncak dan mengeluarkan bahan material berupa benda padat/effiata. Contoh jenis
gunung berapi ini adalah Gunung Lamongan yang berlokasi di Jawa Timur.

Gambar 2 Gunung Lamongan Jawa Timur


b. Gunung berapi Kerucut/Strato merupakan jenis gunung berapi yang paling banyak
dijumpai. Gunung berapi jenis ini memiliki bentuk seperti kerucut dengan lapisan
lava dan abu yang berlapis-lapis. Terjadi karena letusan dan lelehan batuan panas
dan cair, dimana lelehan yang sering terjadi ini dapat menyebabkan lereng gunung
berlapis-lapis sehingga disebut strato. Sebagian besar gunung berapi di Indonesia
ini masuk ke dalam kategori gunung berapi kerucut contohnya adalah Gunung
Merapi.

6
Gambar 3 Gunung Merapi
c. Gunung berapi Perisai/Tameng merupakan gunung yang berbentuk seperti perisai.
Terjadi karena lelehan yang keluar dengan tekanan rendah sehingga nyaris tidak
ada letusan dan membentuk lereng yang sangat landai dengan kemiringan 1o-10o.
Contoh jenis gunung bapi ini adalah Gunung Maona Loa Hawaii yang berlokasi di
Amerika Serikat.

Gambar 4 Gunung Maona Loa Hawaii Amerika Serikat


3. Berdasarkan aspek tipe letusannya, gunung berapi dibedakan menjadi (Anonim, 2013)
:
a. Hawaian : memiliki tipe letusan dengan pancuran lava ke udara mencapai
ketinggian 200 meter, mudah bergerak, dan mengalir secara bebas.
b. Strombolian : memiliki ciri letusan mencapai 500 meter dengan pijaran seperti
kembang api.
c. Merapi : memiliki tipe letusan dengan ciri guguran lava pijar saat kubah lava
runtuh.

7
d. Volcanian : memiliki ciri letusan yang membentuk volcano disertai awan panas
yang padat.
e. Pelean : memiliki tipe letusan yang paling merusak karena magma yang meletus
dari bagian lereng gunung yang lemah.
f. St. Vincent : memiliki tipe letusan yang disertai longsoran besar dan awan panas
yang bisa menutupi area yang luas.
g. Sursteyan : memiliki tipe letusan dengan vulkanian tetapi kekuatan letusannya
lebih besar.
h. Plinian : memiliki tipe letusan eksplosif yang sangat kuat dengan ketinggian
letusan yang mencapai > 500 km.
C. Struktur Gunung Berapi
Gunung berapi memiliki struktur atau bagian-bagiannya sebagai berikut (Anonim,
2012) :
1. Struktur Kawah merupakan bentuk morfologi negatif atau depresi akibat kegiatan
suatu gunung berapi dan bentuknya relatif bundar.
2. Kaldera merupakan bentuk morfologi seperti kawah tetapi garis tengahnya lebih dari
2 km. Kaldera terbagai menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Kaldera letusan : terjadi akibat letusan besar yang melontarkan sebagian besar
tubuhnya.
b. Kaldera runtuhan : terjadi karena runtuhnya sebagian tubuh gunungapi akibat
pengeluaran material yang sangat banyak dari dapur magma.
c. Kaldera resurgent : terjadi akibat runtuhnya sebagian tubuh gunungapi diikuti
dengan runtuhnya blok bagian tengah.
d. Kaldera erosi : terjadi akibat erosi terus menerus pada dinding kawah sehingga
melebar menjadi kaldera.
3. Rekahan dan graben merupakan retakan atau patahan pada tubuh gunung berapi yang
memanjang mencapai puluhan kilometer dan kedalamnya mencapai ribuan meter,
sedangkan graben sendiri merupakan rekahan parallel yang mengakibatkan amblasnya
blok di antara rekahan.
4. Depresi volkano-tektonik merupakan pembentukan yang ditandai dengan deretan
pegunungan yang berasosiasi dengan pemebentukan gunung berapi akibat ekspansi
volume besar magma asam ke permukaan bumi yang berasal dari kerak bumi. Depresi
ini dapat mencapai ukuran puluhan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

8
a

b
Gambar 5 Struktur Gunung Berapi
D. Tanda-Tanda Gunung Berapi Meletus
Seperti yang diketahui bersama bahwa gunung berapi merupakan sebuah sistem
saluran fluida yang terdiri dari batuan-batuan cair bersuhu tinggi yang mempunyai
struktur memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke
permukaan bumi. Satu hal yang paling mengerikan dari gunung berapi adalah letusannya,
dimana lava gunung berapi yang meletus bersuhu hingga 1200-1300 oC. Tak hanya lava,
material lain seperti gas beracun dan awan panas juga ikut keluar saat terjadinya letusan
gunung berapi (Ardiansyah, 2016).
Bencana letusan gunung berapi ini menimbulkan ribuan korban jiwa, bahkan letusan
gunung berapi terdahsyat zaman dahulu memakan jutaan korban jiwa. Tak salah jika
bencana gunung meletus merupakan salah satu bencana alam yang paling banyak
menimbulkan korban jiwa dan kerusakan (Ardiansyah, 2016).

9
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh tenaga ahli maupun
masyarakat awam dapat disimpulkan bahwa sebelum terjadi gunung meletus seringkali
dijumpai tanda-tanda yang spesifik tingkat keakuratannya cukup tinggi, yaitu :
1. Suhu disekitar gunung berapi meningkat
Penyebab terjadinya peningkatan duhu disekitar gunung berapi ini dikarenakan
aktivitas magma yang semakin meningkat sehingga berkumpul di dekat permukaan
bumi akibatnya suhu panas dari magma merambat hingga mempengaruhi lapisan
tanah.
2. Mata air mengering
Hal ini dikarenakan magma terdorong ke atas sehingga jarak antar magma dan lapisan
tanah menjadi lebih dekat akibatnya air tanah menguap dan kering sebab pada lapisan
tertentu didalam tanah suhunya menjadi lebih panas dan menyebabkan sumber mata
air mengering.
3. Tumbuhan sekitar gunung layu
Hal ini dikarenakan adanya magma yang terkumpul tepat dibalik gunung dan terdapat
salah satu lokasi dimana magma dapat bergerak ke atas dekat dengan lapisan tanah,
sehingga menyebabkan tumbuhan layu dan mati sebelum gunung berapi meletus. efek
tersebut lebih berbahaya jika dibandingkan dengan musim kemarau biasa, selain itu
juga panasnya suhu tersebut dapat menjadi penyebab dari global warming
(pemanasan global).
4. Hewan liar turun gunung
Salah satu tanda yang sering dijumpai penduduk adalah banyaknya binatang atau
hewan liar yang sebelumnya jarang terlihat, turun ke pemukiman penduduk yang
berada di kaki gunung, ini dikarenakan hewan merasa tidak nyaman dengan
peningkatan suhu yang terjadi di dekat puncak gunung tempat habitat asli mereka.
5. Sering terdengar suara gemuruh
Suara gemuruh menandakan terjadinya peningkatan aktivitas magma di perut gunung,
selain itu juga sebagai bukti bahwa tekanan semakin tinggi sehingga tak jarang suara
gemuruh disertai oleh keluarnya gas dan debu vulkanik. Intensitas suara gemuruh
tergantung dari status gunung saat itu, jika sudah berstatus siaga tentu saja akan
terdengar lebih sering daripada saat gunung berstatus waspada.
E. Penyebab Gunung Berapi Meletus
Selama masa hidupnya, gunung berapi memiliki kondisi atau keadaan yang terus
berubah dari waktu ke waktu, terkadang saat dalam kondisi tidur gunung berapi tidak
10
menunjukan aktivitasnya sama sekali dalam jangka puluhan tahun hingga ratusan tahun.
Namun, ada kalanya kondisi gunung akan aktif kembali dan meletus dengan dahsyat
seperti yang terjadi pada Gunung Sinabung, Gunung Merapi, dan gunung-gunung berapi
lainnya (Ardiansyah, 2016).
Letusan gunung berapi merupakan salah satu bencana alam yang banyak
menimbulkan berbagai kerusakan dengan total kerugian yang besar karena
menghancurkan areal pemukiman dan pertanian penduduk, belum lagi dampak lainnya
seperti pencemaran udara oleh gas beracum serta memicu penyebab banjir lahar dingin
yang dapat merusak infrastruktur umum. Adapun penyebab gunung berapi meletus
sebagai berikut (Ardiansyah, 2016) :
a. Peningkatan kegempaan vulkanik
Hal ini ditandai dengan adanya aktivitas yang tidak biasa dari gunung berapi,
seperti frekuensi gempa bumi yang meningkat dimana dalam sehari bisa terjadi
puluhan kali gempa tremor dan tercatat di alat Seismograf. Selain itu juga, adanya
peningkatan aktivitas Seismik dan kejadian vulkanis lainnya yang disebabkan oleh
pergerakan magma yang berlangsung di dalam perut bumi.
Jika tanda-tanda seperti diatas muncul dan terus berlangsung dalam beberapa
waktu yang telah ditentukan, maka status gunung berapi dapat ditingkatkan menjadi
level waspada. Pada level ini harus dilakukan penyuluhan kepada masyarakat sekitar
dan melakukan penilaian bahaya dari level waspada ini yang berpotensi untuk naik ke
level selanjutnya, serta mengecek kembali sarana dan pelaksanaan shift pemantauan
yang terus dilakukan.
b. Suhu kawah meningkat secara signifikan
Hal ini ditandai dengan adanya magma yang telah naik dan mencapai lapisan
kawah paling bawah sehingga secara langsung akan mempengaruhi suhu kawah
secara keseluruhan. Pada gunung dengan status normal, volume magma tidak terlalu
banyak terkumpul di daerah kawah sehingga menyebabkan suhu di sekitar normal.
Naiknya magma tersebut bisa disebabkan oleh pergerakan tektonik pada lapisan
bumi dibawah gunung seperti gerakan lempeng sehingga meningkatkan tekanan pada
dapur magma dan pada akhirnya membuat magma terdorong ke atas hingga berada
tepat dibawah kawah. Pada kondisi seperti ini, banyak hewan-hewan di sekitar
gunung bermigrasi dan terlihat gelisah. Selain itu juga, meningkatnya suhu kawah
dapat membuat air tanah di sekitar gunung menjadi kering.

11
c. Terjadinya deformasi badan gunung
Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan gelombang magnet dan listrik
sehingga menyebabkan perubahan struktur lapisan batuan gunung yang dapat
mempengaruhi bagian dalam sepeti dapur magma yang volume-nya mengecil atau
bisa juga saluran yang menghubungkan kawah dengan dapur magma menjadi
tersumbat akibat deformasi batuan penyusun gunung.
d. Lempeng-lempeng bumi yang saling berdesakan
Hal ini disebabkan karena adanya tekanan besar yang menekan dan mendorong
permukaan bumi sehingga menimbulkan berbagai gejala tektonik, vulkanik, dan
meningkatkan aktivitas geologi gunung. Lempeng merupakan bagian dari kerak bumi
yang terus bergerak setiap saat sedangkan daerah pengunungan merupakan zona
dimana kedua lempeng saling bertemu, desakan lempeng-lempeng tersebut dapat
menjadi penyebab perubahan struktur dalam gunung berapi.
e. Tekanan yang sangat tinggi
Seperti yang telah dijelaskan pada point-point sebelumnya bahwa tekanan yang sangat
tinggi dapat mendorong cairan magma untuk bergerak ke atas, masuk ke saluran kawah,
dan keluar. Jika sepanjang perjalanan magma menyusuri saluran kawah terdapat
sumbatan, bisa menimbulkan ledakan yang dikenal dengan letusan gunung berapi,
dimana semakin besar tekanan dan volume magmanya maka akan semakin kuat ledakan
yang terjadi.
F. Kajian Aspek FISIKA Terkait Gunung Berapi Meletus
Gunung berapi terjadi karena adanya aktivitas vulkanik dari mantel bumi yang terus
menerus mendapat panas dari inti bumi sehingga gaya tekan ke atas semakin meningkat
dan menghasilkan suatu ledakan dahsyat ketika tekanan udara dan temperaturnya jenuh.
Aktivitas vulkanik pada umumnya digambarkan sebagai proses yang menghasilkan
gambaran menakjubkan, atau kadang menakutkan dari suatu bentuk struktur kerucut yang
secara periodik melakukan erupsinya. Erupsi dari gunung api ini kadang –kadang
merupakan letusan yang sangat hebat (eksplosif), tetapi kadang-kadang berlangsung
dengan tenang. Faktor utama yang mengontrol macam erupsi gunung api adalah
komposisi magma, temperatur magma dan kandungan gas yang terdapat dalam magma.
Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi mobilitas dari magma , atau sering disebut
viskositas (kekentalan) magma. Viskositas magma dalam gunung berapi terjadi karena
ada gaya gesekan antar lapisan magma. Semakin kental magma, semakin sulit magma
untuk mengalir.
12
Faktor utama yang membedakan bermacam-macam batuan beku dan bermacam-
macam magma ialah kandungan unsur silika (SiO2). Magma pembentuk batuan beku
basaltik mengandung kira-kira 50% silika. Batuan beku granitik mengandung sekitar
70% silika, sedang batuan beku menengah mengandung sekitar 60% silika.
Jadi dapat dikatakan bahwa viskositas magma sangat berhubungan dengan kandungan
silikanya. Semakin tinggi kandungan silikanya, maka magma semakin viskos dan aliran
magma akan semakin lambat. Hal ini disebabkan karena molekul-molekul silika terangkai
dalam bentuk rantai yang panjang, walaupun belum mengalami kristalisasi. Akibatnya,
karena lava basaltik mengandung silika yang rendah, maka lava basaltik cenderung
bersifat encer dan mudah mengalir, sedangkan lava granitik relatif sangat kental dan sulit
mengalir walaupun pada temperatur tinggi.
Kandungan gas dalam magma juga akan berpengaruh terhadap mobilitas dari magma.
Keluarnya gas dari magma menyebabkan magma menjadi semakin kental. Keluarnya gas
ini dapat pula menyebabkan tekanan yang cukup kuat untuk keluarnya magma melalui
lubang kepundan. Pada waktu magma bergerak naik ke atas mendekati permukaan pada
gunung api, tekanan pada bagian magma yang paling atas akan berkurang. Berkurangnya
tekanan akan mengakibatkan lepasnya gas dari magma dengan cepat.
Pada temperatur tinggi dan tekanan yang rendah, memungkinkan gas untuk
mengembangkan volumenya sampai beberapa kali dari volumenya mula-mula. Magma
basaltik yang kandungan gasnya cukup besar, memungkinkan gas tersebut untuk keluar
melalui lubang kepundan gunung api dengan relatif mudah. Keluarnya gas tersebut dapat
membawa lava yang disemburkan sampai bermeter-meter tingginya. Sedangkan pada
magma yang kental, keluarnya gas tidak mudah, tetapi gas tersebut akan berkumpul pada
kantong-kantong dalam magma yang menyebabkan tekanan meningkat besar sekali.
Tekanan yang besar ini akan dikeluarkan dengan letusan yang hebat dengan membawa
material yang setengah padat dan padat melalui lobang kawah gunung api. Jadi besarnya
gas yang keluar dari magma akan sangat mempengaruhi sifat erupsi gunung api.
Material yang dikeluarkan oleh gunung api pada waktu erupsi bisa berupa lava, gas
ataupun material piroklastik. Tiap gunung api mempunyai karakteristik tersendiri
mengenai material yang dikeluarkan selama erupsinya.
a) Aliran Lava
Pada umumnya aliran lava terjadi pada lava basaltik yang bersifat cair karena
kandungan silikanya relatif kecil. Lava basaltik akan mengalir dengan mudah pada daerah
yang luas atau kadang-kadang menyerupai bentuk lidah. Ada kalanya aliran lava basaltik
13
bisa mencapai puluhan kilometer dengan kecepatan aliran antara 10 sampai 300 meter per
jam. Sebaliknya aliran lava yang kaya silika sangat lambat sekali.
Aliran lava basaltik, kadang-kadang menghasilkan permukaan yang halus, tetapi juga
kadang-kadang menghasilkan permukaan yang berkerut seperti bentuk tali. Bentuk lava
yang demikian disebut dengan pahoehoe lava atau ropy lava. Bentuk lain yang juga
umum terjadi adalah permukaan yang kasar, berbentuk blok-blok dengan tepi yang tajam,
disebut dengan blok lava atau aa lava.
Aliran dari aa lava biasanya tebal dan dingin, dengan kecepatan aliran sekitar 5
sampai 50 meter per jam. Blok lava ini terjadi karena bagian luar lava yang relatif cepat
membeku, tetapi di bagian dalamnya relatif masih cair dan terus mengalir. Akibat aliran
lava di bagian dalam ini akan menyebabkan bagian luar yang sudah membeku
terpengaruh oleh aliran ini sehingga mengalami retakan dan membentuk blok-blok. Selain
pada permukaannya juga terbentuk lubang-lubang bekas keluarnya gas.

b) Gas
Magma mengandung bermacam gas yang jumlahnya kira-kira 1 sampai 5% dari berat
total, dan sebagian besar merupakan uap air.meskipun persentasenya kecil, tetapi jumlah
gas yang dikeluarkan bisa mencapai ribuan ton per hari. Komposisi gas yang dikeluarkan
dalam aktivitas gunung api mengandung 70% uap air, 15% karbon dioksida, 5% nitrogen,
5% sulfur dan sisanya terdiri dari klorida, hidrogen dan argon.

c) Material Piroklastika
Material padat dan setengah padat yang dikeluarkan oleh gunung api pada waktu
erupsinya disebut material piroklastik. Material fragmental ini mempunyai ukuran dari
sangat halus sampai diameter beberapa meter. Sebagian besar material yang dikeluarkan
ini diendapkan disekitar kawah, sehingga membentuk struktur kerucut gunung api.
Karena material piroklastik mempunyai ukuran fragmen yang sangat bervariasi, maka
material piroklastik dapat dikelompokkan berdasarkan ukurannya. Partikel-partikel yang
berukuran sangat halus disebut debu vulkanik (volcanic ash).
Material ini terbentuk bila lava banyak mengandung banyak gas di dalamnya. Bila gas
yang panas ini dieksplosifkan keluar, maka lava akan terurai menjadi partikel-partikel
yang halus. Material semacam ini bila dikeluarkan dalam ukuran yang relatif besar akan
membentuk pumis. Bila debu Vulkanik yang panas ini jatuh di permukaan bumi, akan
membentuk welded tuff, yang dicirikan adanya glass shard.

14
Partikel yang berukuran seperti kacang disebut lapilli, sedang partikel atau material
piroklastik yang berukuran lebih besar dari lapilli disebut block bila dikeluarkan dari
gunung api dalam keadaan padat, sehingga bentuknya meruncing. Sedang bila
dikeluarkan dalam keadaan setengah padat sehingga bentuknya relatif membundar
disebut bomb.
Selain viskositas, pada demonstrasi gunung berapi juga dapat mempelajari fluida.
Berdasarkan wujud zat, zat dibagi menjadi tiga, yaitu zat padat, zat cair, dan zat gas. Di
antara ketiga wujud zat tersebut ternyata zat cair dan zat gas dapat mengalir. Zat yang
dapat mengalir inilah yang disebut dengan fluida. Fluida dikelompokkan menjadi dua,
yaitu fluida diam (fluida statis) dan fluida bergerak (fluida dinamis).
a. Fluida Diam (Fluida Statis)
Jenis fluida ini tidak dapat mengalir dan berupa zat cair atau gas yang berada
dalam wadah tertutup dan tidak bocor.
1) Tekanan
2) Tekanan Hidrostatis
3) Hukum Pascal
4) Hukum Archimedes
5) Adhesi dan Kohesi
6) Tegangan Permukaan
7) Kapilaritas
8) Viskositas
b. Fluida Bergerak (Fluida Dinamis)
Fluida dikatakan bergerak (mengalir) jika fluida itu bergerak secara terus-menerus
(kontinu) terhadap posisi sekitarnya. Ada dua macam aliran pada fluida mengalir,
yaitu :

15
1) Aliran garis arus (streamline), yaitu aliran yang mengikuti suatu garis lurus atau
melengkung yang jelas ujung dan pangkalnya. Jadi, aliran tiap partikel yang
melalui suatu titik dengan mengikuti garis yang sama seperti partikel-partikel
yang lain yang melalui titik itu. Arah gerak partikel-partikel pada aliran garis arus
disebut garis arus.
2) Aliran turbulent, yaitu aliran berputar atau aliran yang arah gerak partikel-
partikelnya berbeda bahkan berlawanan dengan arah gerak fluida secara
keseluruhan.

Pengertian fluida ideal adalah fluida yang tidak kompresible, bergerak dengan
tanpa gesekan dan aliran arusnya streamline (stasioner). Tidak kompresible : volum
tidak berubah karena pengaruh tekanan, Tanpa mengalami gesekan : pada saat fluida
itu mengalir gesekan antara fluida dan dinding diabaikan, dan Aliran stasioner : tiap-
tiap partikel mempunyai garis alir tertentu dan untuk luas penampang yang sama akan
mempunyai kecepatan yang sama.
a) Persamaan Kontinuitas
b) Asas Bernoulli
G. Kajian Aspek KIMIA Terkait Gunung Berapi Meletus
Pada saat gunung berapi meletus, banyak sekali material-material yang dikeluarkan
oleh aktivitas gunung meletus diantaranya lava, abu vulkanik, lahar, dan awan panas.
Material ini memiliki kandungan kimia yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup
disektiar gunung. Adapun kandungan-kandungan kimia dalam beberapa material tersebut
adalah :
a. Kandungan kimia yang terdapat dalam lava
Lava adalah magma yang keluar dari dalam perut bumi dan mengalir di atas
permukaan gunung dari puncak ke bagian bawah gunung. Lava yang mengalir dapat
menuju ke darat ataupun laut, berupa cairan silikat, dan memiliki suhu yang tinggi
berkisar 1300oC. Kandungan kimia yang terdapat dalam lava adalah Silikon (Si),
Titanium (Ti), Alumunium (Al), Besi (Fe), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), Natrium
(Na), Kalium (K), Hidrogen (H), dan Oksigen (O) dimana unsur-unsur ini ditemukan
16
dalam bentuk oksidanya, yaitu SiO2, Al2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, dan
H2O. Kandungan SiO2 terdapat paling banyak dibandingkan kandungan lainnya.
b. Kandungan kimia yang terdapat dalam abu vulkanik
Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik yang disemburkan ke udara saat
terjadinya letusan gunung berapi atau leburan bagian dalam gunung yang terdiri dari
batu-batuan hancur, mineral, dan kaca vulkanik dengan diameter 2 mm. Kandungan
kimia yang terdapat dalam abu vulkanik adalah Air (H2O), Karbon dioksida (CO2),
Sulfur dioksida (SO2), Hidrogen (H2), Hidrogen sulfida (H2S), Karbon monoksida
(CO), dan Hidrogen klorida (HCl). Selain itu juga, ditemukannya kation dan anion,
yaitu Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, F-, dan SO4-.
c. Kandungan kimia yang terdapat dalam lahar
Lahar adalah materi erupsi gunung api yang berbentuk padat mulai dari ukuran
debu halus sampai bongkahan yang telah bercampur dengan air atau lava yang
mengalir dan bercampur air, lumpur, batu-batuan, pasir, dan kerikil. Lahar dibagi
menjadi dua, yaitu lahar panas adalah lahar yang mengalir tepat saat gunung meletus
(lahar letusan) dan lahar dingin adalah lahar yang terjadi karena hujan lebat setelah
gunung meletus (lahar hujan). Kandungan kimia yang terdapat dalam lahar adalah
yang paling banyak Silikon (Si), selain itu terdapatnya Alumunium (Al), Magnesium
(Mg), Besi (Fe), Kalsium (Ca), Kalium (K), Natrium (Na), dan Sulfat (SO4-).
d. Kandungan kimia yang terdapat dalam awan panas
Awan panas merupakan aliran suspensi dari batu, kerikil, pasir, dan abu vulkanik
yang keluar bersamaan dengan gas vulkanik membentuk gulungan yang terlihat
seperti awan yang jatuh. Kandungan yang terdapat dalam awan panas adalah gas flour
(F2), belerang (S), Hidrogen sulfida (H2S) atau gas asam, Magnesium (Mg), dan
Kalium (K), gas-gas ini sangat berbahaya apabila terhirup sebab paru-paru akan
tersumbat dan menyebabkan kematian.
Berdasarkan penjelasan mengenai kandungan kimia dalam gunung api, diketahui
bahwa kandungan-kandungan kimia tersebut merupakan bagian dari unsur-unsur alam.
Unsur-unsur alam ini berkaitan dengan materi kimia unsur di kelas XII KD 3.9, yaitu
kelimpahan unsur di alam.
Sebagian besar unsur di alam berada dalam bentuk senyawanya dikarenakan sebagian
besar unsur tidak stabil, sehingga untuk mencapai kestabilannya unsur-unsur ini akan
saling berikatan dengan unsur-unsurnya sendiri atau unsur-unsur lainnya. Semua unsur
yang terdapat di alam dapat ditemukan di kerak bumi akan tetapi, hanya empat unsur
17
yang kelimpahannya hampir 90%, yaitu oksigen, silikon, alumunium, dan besi. Berikut
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Unsur-unsur kimia tersebut terdiri dari logam alkali, logam alkali tanah, halogen, gas
mulia, dan unsur periode ketiga, dan unsur C, N, O, dan unsur periode keempat. Berikut
pembahasan masing-masing unsur :
a. Logam Alkali
Logam alkali terdiri dari Litium (Li) dengan kelimpahan 0,0018%; Natrium (Na)
dengan kelimpahan 2,8%; Kalium (K) dengan kelimpahan 2,6%; Rubidium (Rb)
dengan kelimpahan 0,0078%; Sesium (Cs) dengan kelimpahan 0,0003%; dan
Fransium (Fr) memiliki kelimpahan yang sedikit dikarenakan bersifat radioaktif.
Unsur logam alkali memiliki sifat logam, yaitu permukaan mengkilap, mudah
ditempa, dan merupakan konduktor listrik dan panas yang baik. Selain itu, bersifat
lunak dan sangat reaktif sehingga tidak ditemukan secara bebas di alam melainkan
dalam bentuk senyawanya, serta dapat bereaksi hebat dengan air, oksigen, hidrogen,
halogen, dan belerang.
Kereaktifan logam alkali berkaitan dengan elektron valensi yang berjumlah satu
dan mudah dilepas, ini dikarenakan jari-jari atom dari atas ke bawah dalam satu
golongan semakin besar dan bertambah sehingga kulit terluarnya semakin jauh dari
inti dan menyebabkan afinitas elektron, energi ionisasi, dan keelektronegatifannya
kecil sebab gaya tarik inti terhadap elektron terluar semakin sulit sehingga energi
yang dibutuhkan untuk menarik elektron terluar semakin kecil serta nilai
keelektronegatifannya juga kecil.

18
b. Logam Alkali Tanah
Logam alkali tanah terdiri dari Berilium (Be) dengan kelimpahan 0,0006%;
Magnesium (Mg) dengan kelimpahan 2,1%; Kalsium (Ca) dengan kelimpahan 3,6%;
Stronsium (Sr) dengan kelimpahan 0,02%; Barium (Ba) dengan kelimpahan 0,04%;
dan Radium (Ra) memiliki kelimpahan yang sedikit dikarenakan bersifat radioaktif.
Unsur logam alkali tanah memiliki sifat logam yang lebih keras dibandingkan alkali,
bersifat reaktif sehingga di alam tidak didapatkan dalam keadaan bebas melainkan
unsur-unsur dalam bentuk senyawa.
Kereaktifan logam alkali tanah disebabkan karena jari-jari atom dari atas ke
bawah dalam satu golongan semakin besar dan bertambah sehingga kulit terluarnya
semakin jauh dari inti dan menyebabkan afinitas elektron, energi ionisasi, dan
keelektronegatifannya kecil sebab gaya tarik inti terhadap elektron terluar semakin
sulit sehingga energi yang dibutuhkan untuk menarik elektron terluar semakin kecil
serta nilai keelektronegatifannya juga kecil.
c. Halogen
Halogen terdiri dari unsur Fluorin (F2), Klorin (Cl2), Bromin (Br2), Iodin (I2), dan
Astatin (At2), dari kelima unsur ini At2 sangat langka karena sifatnya yang radioaktif,
sedangkan F2, Cl2, Br2, dan I2 bersifat sangat reaktif sehingga tidak ditemukan dalam
bentuk unsur bebas melainkan senyawa garamnya atau secara alamiah berbentuk
diatomik. Kereaktifan halogen berhubungan dengan afinitas elektronnya, dimana
semakin negatif afinitas elektron maka semakin besar kecenderungan menangkap
elektron.
Halogen merupakan pengoksidasi kuat ini disebabkan sifat oksidator dari atas
kebawah semakin lemah, sehingga halogen dapat mengoksidasi ion halida di
bawahnya sedangkan sifat reduktor ion halida makin ke bawah semakin kuat. Dengan
demikian daya pengoksidasi terkuat dimiliki oleh F2 dan yang paling lemah adalah I2.
Daya pengoksidasi halogen dapat dibandingkan berdasarkan potensial reduksi
standarnya, dimana semakin positif harga potensial reduksi maka semakin mudah
mengalami reduksi sehingga memiliki daya pengoksidasi yang semakin besar.
d. Gas Mulia
Gas Mulia terdiri dari Helium (He) dengan kelimpahan 0,00005%; Neon (Ne)
dengan kelimpahan 0,002%; Argon (Ar) dengan kelimpahan 0,93%; Kripton (Kr)
dengan kelimpahan 0,0001%; Xenon (Xe) dengan kelimpahan 0,00001%; dan Radon
(Rn) memiliki kelimpahan yang sedikit dikarenakan bersifat radioaktif. Kereaktifan
19
gas mulia berbanding lurus dengan penambahan jari-jari atom, dimana makin ke
bawah gas mulia makin reaktif karena jari-jari atomnya yang semakin besar sebab
daya tarik inti terhadap elektron di kulit terluar berkurang sehingga elektron tersebut
mudah ditarik oleh atom lain.
e. Unsur Periode Ketiga
Unsur periode ketiga terdiri dari Natrium (Na), Magnesium (Mg), Alumunium
(Al), Silikon (Si), Fosfour (P), Belerang (S), Klorin (Cl), dan Argon (Ar) akan tetapi
pembahasan ini difokuskan pada Alumunium (Al), Silikon (Si), Fosfour (P), dan
Belerang (S). Kelimpahan Alumunium (Al) berkisar 7,6%; Silikon (Si) berkisar
25,8%; sedangkan Fosfour (P) dan Belerang (S) berkisar 0,22%.
Sifat unsur periode ketiga, yaitu 1) sifat logam yang berhubungan dengan energi
ionisasi yang diperlukan oleh atom untuk melepaskan satu elektron di kulit terluarnya
dalam fase gas sehingga dapat dikatakan bahwa semakin besar energi ionisasinya
maka semakin berkurang sifat logamnya, 2) sifat pereduksi dan pengoksidasi
berkaitan dengan reaksi redoks dimana semakin mudah melepaskan elektron maka
sifat pereduksinya semakin kuat, sebaliknya semakin mudah menangkap elektron
maka sifat pengoksidasinya semakin kuat, dan 3) sifat asam-basa hidroksida
bergantung pada energi ionisasinya, jika energy ionisasi rendah maka ikatan
hidroksida bersifat ionik sehingga senyawanya bersifat basa karena melepaskan OH-
dalam air sebaliknya jika energi ionisasi besar maka ikatan hidroksida bersifat
kovalen sehingga senyawanya bersifat asam karena melepaskan H+ dalam air.
f. Unsur Karbon, Nitrogen, dan Oksigen
Kelimpahan unsur Karbon (C) di bumi sekitar 0,08% dimana 50% dari karbon
terdapat sebagai karbonat dan oksida serta sisanya dalam senyawa organik. Karbon
yang paling banyak dikenal adalah arang, grafit, dan intan. Nitrogen (N) merupakan
komponen utama udara dengan kelimpahan 78% sedangkan dalam kulit bumi hanya
sekitar 0,03%. Oksigen (O) merupakan unsur terbanyak di permukaan bumi
kelimpahannya sekitar 47%. Oksigen dapat berada sebagai unsur maupun
persenyawaan karena oksigen mudah bereaksi dengan semua unsur membentuk
senyawa.
g. Unsur Transisi Periode Keempat
Unsur transisi periode keempat terdiri atas Skandium (Sc), Titanium (Ti),
Vanadium (V), Kromium (Cr), Mangan (Mn), Besi (Fe), Cobalt (Co), Nikel (Ni),
Tembaga (Cu), dan Seng (Zn). Kelimpahan skandium di alam diperkirakan antara 5
20
ppm-30 ppm karena keberadaannya yang sangat sulit ditemukan, kelimpahan titanium
di alam 0,6% berada di kerak bumi, kelimpahan vanadium di alam 0,02% berada di
kerak bumi, kelimpahan kromium di alam sekitar 122 ppm berada dalam kerak bumi,
dan kelimpahan besi sekitar 5% karena merupakan unsur terbanyak di kerak bumi
serta sisanya, yaitu cobalt, nikel, tembaga, dan seng memiliki kelimpahan di alam
sekitar 0,22%.
Sifat unsur transisi perode keempat, yaitu 1) sifat logam yang berkaitan dengan
struktur dan ikatan logam dimana unsur periode keempat memiliki elektron valensi
yang cukup banyak sehingga ikatan logam yang terjadi cukup besar dengan jari-jari
atom yang relatif kecil menyebabkan massa jenis, titik lebur, titik didih, dan
kekerasannya tinggi, 2) sifat kemagnetan ditentukan oleh konfigurasi elektronnya,
dimana makin banyak memiliki electron tidak berpasangan maka semakin kuat daya
tarik oleh medan magnetnya, 3) unsur transisi periode keempat membentuk senyawa
berwarna, baik dalam wujud padat maupun larutan, 5) memiliki beberapa tingkat
oksidasi, 6) membentuk ion kompleks, dan 7) bersifat katalik.
H. Kajian Aspek BIOLOGI Terkait Gunung Berapi Meletus
Fenomena alam gunung meletus ini memberikan dampak yang sangat besar bagi
kehidupan manusia atau makhluk hidup lainnya. Dampak yang ditimbulkan berupa
dampak positif dan dampak negatif. Adapun dampak positif yang ditimbulkan akibat
letusan gunung berapi antara lain (Ardiansyah, 2016) :
a. Menjadikan tanah disekitar gunung berapi menjadi subur sehingga sangat baik untuk
bercocok tanam.
b. Menghasilkan batu dan pasir bermutu baik untuk bahan bangunan.
c. Energi panas yang berasal dari bumi berguna untuk pembangkit tenaga listrik.
d. Sumber mineral.
e. Sumber mata air yang baik untuk kesehatan kulit.
f. Jenis hutan yang rusak akan cepat tergantikan dengan pepohonan yang baru
membentuk ekosistem yang baru.
g. Berpotensi terjadinya hujan orografis di daerah vulkanis.
h. Menciptakan tempat tujuan menarik sehingga menjadi bagian dari daerah pariwisata.
i. Meningkatkan potensi ekonomi di bidang pertanian dan peternakan.
Selain dampak positif, dampak negatif yang ditimbulkan dari letusan gunung berapi
antara lain (Rahayu dkk, 2014):

21
a. Hilangnya beberapa atau banyak plasma nutfah dan berubahnya biodiversitas
tumbuhan.
b. Hilangnya daerah tangkapan air, rusaknya hutan, dan bahkan tertutupnya sumber air,
serta hilangnya saluran-saluran air.
c. Kerusakan lahan dan bahaya akibat banjir lahar dingin.
d. Terkuburnya tanah dan terhambatnya pembentukkan tanah akibat erupsi.
e. Hilangnya jalan-jalan akses ke lahan pertanian dan hilangnya batas-batas
kepemilikkan lahan.
Makhluk hidup merupakan bagian dari lingkungan tempat hidupnya oleh semua
makhluk hidup, termasuk manusia. Dengan ekosistem yang seimbang proses-proses
kehidupan secara alamiah akan terjaga kelangsungannya. Karena itu manusia sangat
berkepentingan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem demi menjaga
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Peran serta secara aktif seluruh
warga negara sangat diperlukan untuk mewujudkan lingkungan yang lestari dan
seimbang. Secara garis besar komponen ekosistem terdiri atas komponen abiotik dan
komponen biotik.
a. Komponen Abiotik : komponen ekosistem yang bersifat tak hidup. Terdiri dari tanah,
air, udara, suhu, sinar, kelembapan, altitude dan latitude.
b. Komponen Biotik : komponen ekosistem yang bersifat hidup. Terdiri dari produsen,
konsumen, detritivor, decomposer.
Berdasarkan cara makannya, ekosistem dibedakan menjadi dua, yaitu organisme
autotroph dan organisme heterotroph. Organisme autotroph : mampu mensintesis zat
makanannya sendiri, dibagi menjadi dua, yaitu fotoautotrof dan kemoautotrof. Organisme
heterotroph : tidak mampu menghasilkan zat makanannya sendiri.
Satuan organisasi kehidupan terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu Individu, Populasi,
Komunitas, Ekosistem, Bioma, dan Biosfer. Dalam ekosistem terjadi interaksi baik antara
komponen abiotik dengan komponen biotik, interaksi antara sesama komponen biotik,
atau interaksi antara sesama komponen abiotic.
a. Interaksi antarkomponen abiotik. Komponen abiotik dapat memengaruhi komponen
abiotik lain secara timbal balik. Sebagai contoh jika intensitas cahaya matahari yang
mengenai suatu perairan meningkat mengakibatkan laju penguapan meningkat. Dari
peristiwa tersebut terbentuklah awan yang apabila dalam jumlah banyak dapat
menghalangi sinar matahari ke bumi, sehingga intensitas cahaya matahari ke bumi

22
berkurang, di samping juga dapat menyebabkan hujan yang airnya kembali lagi ke
perairan.
b. Interaksi antara komponen abiotik dengan biotik. Komponen abiotik dapat
memengaruhi komponen biotik dalam ekosistem, demikian pula sebaliknya. Sebagai
contoh setiap tumbuhan mengambil air dari lingkungannya (dari dalam tanah), tapi
tumbuhan juga membebaskan air ke lingkungan (ke udara) dalam bentuk uap air.
Bersama uap air dari sumber yang lain, akan terbentuk awan dan turun sebagai hujan.
Akhirnya air meresap ke dalam tanah (kembali lagi ke tanah). Di samping itu
tumbuhan juga mengambil zat hara dari tanah, namun juga mengembalikannya lagi
dalam bentuk ranting, dedaunan, dan sisa tumbuhan yang telah lapuk dan mengalami
penguraian.
c. Interaksi antara komponen biotik dengan komponen biotik Komponen biotik secara
timbal balik dapat memengaruhi komponen biotik lainnya. Sebagai contoh dalam
peristiwa simbiosis, masing-masing simbion memengaruhi satu sama lain. Seekor
lebah menghisap madu dari sekuntum bunga, lebah mendapatkan makanan (berupa
madu) dari bunga, namun lebah juga menjadi perantara penyerbukan bunga tersebut.
Jadi, antarkomponen dalam ekosistem terjadi hubungan timbal balik.
Interaksi antarkomponen biotik dalam ekosistem dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu berikut ini.
a. Interaksi intraspesifik, yaitu interaksi antarindividu dalam satu spesies Ekosistem.
b. Interaksi interspesifik, yaitu interaksi antarindividu yang berbeda spesies. Predasi :
merupakan interaksi antara organisme pemangsa (predator) dengan mangsanya (prey).
Kompetisi : merupakan interaksi antara dua individu (dapat berbeda atau dalam satu
spesies) berupa persaingan. Simbiosis : kehidupan bersama antara dua makhluk hidup
atau lebih berbeda spesies dalam hubungan yang erat.
1) Simbiosis mutualisme: hubungan simbiotik yang menguntungkan kedua belah
pihak.
2) Simbiosis komensalisme : hubungan simbiotik yang menguntungkan salah satu
pihak, tapi pihak lain tidak dirugikan.
3) Simbiosis parasitisme : hubungan simbiotik yang menguntungkan satu pihak dan
merugikan pihak lain.
Netral : kehidupan bersama antara populasi dua spesies atau lebih dalam satu daerah
dan masing-masing populasi tersebut tidak saling meng-ganggu.

23
Jika antarkomponen dalam ekosistem terjadi hubungan yang dinamis, perubahan
dalam batas-batas tertentu tidak akan menimbulkan gangguan dalam ekosistem tersebut.
Ini berarti ekosistem tersebut telah mencapai keseimbangan yang mantap, dengan kata
lain telah mencapai kondisi homeostatis. Ekosistem dalam keadaan homeostatis penting
untuk dipertahankan, agar keseimbangan ekosistem selalu terjaga dari generasi ke
generasi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh manusia jangan sampai menggoyahkan
keadaan homeostatis tersebut.
Adapun penanggulangan pasca terjadinya meletus gunung berapi antara lain (Anonim,
2011) :
a. Mencari tempat perlindungan.
b. Menjauhi wilayah yang terkena hujan abu.
c. Membersihkan atap dari timbunan abu karena beratnya abu dapat merubuhkan atap
bangunan, tetapi menggunakan alat-alat keselamatan yang lengkap.
d. Melindungi diri dari ancaman tidak langsung seperti memakain masker, baju lengan
panjang, celana panjang, dan sepatu yang tebal dan kuat.

24
BAB III RANCANGAN PROYEK DEMONSTRASI GUNUNG BERAPI

A. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya proyek praktikum demonstrasi gunung berapi ini sebagai
berikut :
1. Mengetahui pengaruh daya tekan, volume serta viskosnya cairan magma terhadap
kuat lemahnya letusan gunung berapi.
2. Dampak yang ditimbulkan pada ekosistem sekitar gunung akibat letusan gunung
berapi.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam rancangan proyek praktikum
demonstrasi gunung berapi ini sebagai berikut :
1. Alat
a. Cutter e. Selang + suntikan
b. Gunting f. Gergaji
c. Kuas g. Gelas besar
d. Botol h. Kayu/batang
2. Bahan
a. Gypsum h. Cuka makan
b. Lem kayu i. Soda kue
c. Spons j. Sabun cair
d. Serbuk kayu k. Pewarna merah dan kuning
e. Tripleks l. Cat minyak
f. Piloks m. Air
g. Miniature hewan n. Plastik fotokopian bening
C. Langkah Kerja
Adapun langkah-langkah kerja dari rancangan proyek praktikum demonstrasi gunung
berapi ini sebagai berikut :
1. Memotong tripleks dengan ukuran yang diinginkan. Namun dalam praktikum ini
ukuran tripleks yang digunakan adalah 45 cm x 55 cm.
2. Memotong spons sesuai dengan ukuran tripleks yang sudah dipotong sebelumnya,
kemudian tempelkan spons tersebut ke tripleks menggunakan lem kayu agar sponsnya
menempel dengan kuat.

25
3. Membuat desain atau rancangan gunung berapi menggunakan plastic bening,
kemudian masukkan botol didalamnya. Botol ini sebagai tempat menyimpan cairan
lava yang akan keluar dari gunung berapi. Tidak lupa juga dimasukkan selang untuk
proses mengeluarkan lava dari dalam gunung.
4. Kemudian balikkan desain gunung yang dibuat sebelumnya ke dalam gelas besar,
tujuannya adalah untuk membuat gunung berapi. Jangan lupa diperbaiki atau
dirapihkan agar gunung berapi yang akan dibuat sesuai dengan ukuran yang
diinginkan
5. Campurkan gypsum + air untuk membuat gunung berapinya. Aduk sampai tercampur,
tetapi jangan sampai terlalu kental karena gypsum ini cepat sekali mengeras, usahakan
dalam keadaan agak cair.
6. Tuangkan ke dalam desain gunung yang dibuat sebelumnya. Lakukan hal yang sama
dari nomor 5 – 6 hingga menutupi seluruh botol. Kemudian diamkan sampai
mengering.
7. Setelah mengering, simpan pada alas tempat gunung berapi yang sudah dibuat dari
tripleks + spons, kemudian lakukan hal yang sama dengan nomor 5 tetapi
menggunakan tangan. Tujuannya adalah untuk mengukir gunung berapi tersebut agar
serupa dengan yang aslinya. Kemudian tunggu sampai benar-benar mengering.
8. Diberikan warna dengan cat minya sesuai dengan keadaan gunung yang real.
9. Ditambahkan miniatur hewan, rumah, dan sebagainya untuk menandakan bahwa
terdapat ekosistem atau interaksi di sekitar gunung tersebut.
10. Setelah semua sudah ditambah, disemprotkan dengan piloks agar lebih awet dan juga
lebih bagus. Tunggu sampai kering.
11. Setelah kering, masukkan soda kue, pewarna, dan sabun cair kr dalam rongga gunung
berapi, kemudian suntikkan air cuka, tunggu beberapa saat makan akan keluar lava
dari gunung berapi tersebut.

26
Gambar 15 Miniatur Gunung Merapi di Museum Gunung Berapi Jogja

Gambar di atas merupakan salah satu contoh miniatur gunung merapi yang berada di
museum gunung berapi jogja. Ada tombol-tombol tertentu yang digunakan untuk membuat
simulasi letusan gunung berapi sehingga orang-orang yang berkunjung ke museum tersebut
dapat melihat letusan yang terjadi pada tahun 2006 dan 2010 lalu. Namun dalam rancangan
proyek praktikum demonstrasi gunung berapi ini hanya digunakan alat-alat dan bahan-bahan
sederhana yang mudah didapatkan, sehingga siswa-siswa di sekolah dapat membuat simulasi
tersebut secara sederhana dan baik.

27
BAB IV HASIL RANCANGAN PROYEK GUNUNG BERAPI

A. Hasil Pengamatan
Untuk mengetahui besar dan kecilnya letusan gunung berapi, kami menggunakan
cuka, soda kue, pewarna, dan tepung sebagai asumsi bahwa bahan-bahan tersebut sama
dengan lava gunung berapi.
Percobaan I adalah untuk mengetahui kuat atau lemahnya letusan gunung berapi
berdasarkan daya tekan (tekanan) yang diberikan sebagai asumsi bahwa daya tekan
(tekanan) ini berasal dari dalam perut gunung yang memberikan tekanan agar lava dapat
keluar dari dalam gunung atau terjadinya letusan, seperti yang terlihat pada Tabel 1
sebagai berikut :
Tabel 1. Pengaruh Daya Tekan (Tekanan) Terhadap Kuat Atau Lemahnya Letusan
Gunung Berapi
Daya Tekan Waktu Lava Turun Ke
Letusan
(Tekanan) Permukaan (s)
Kuat Ada (kuat) 2 detik
Lemah Ada (lemah) 3 detik

Keterangan :
Volume cuka = 50 ml
Berat soda kue = 100 gr

Percobaan II adalah untuk mengetahui kuat atau lemahnya letusan gunung berapi
berdasarkan volume cuka yang diberikan, seperti yang terlihat pada Tabel 2 sebagai
berikut :
Tabel 2. Pengaruh Volume Terhadap Kuat Atau Lemahnya Letusan Gunung Berapi
Waktu Lava Turun Viskositas
Volume Cuka Letusan
Ke Permukaan (s) Lava
10 ml Tidak ada - Cair (dalam)
20 ml Tidak ada - Cair (dalam)
50 ml Ada (lemah) 5 detik Cair

Keterangan :
Berat soda kue = 50 gr
Daya tekan (tekanan) = kuat

Percobaan III adalah untuk mengetahui kuat atau lemahnya letusan gunung berapi
berdasarkan larutan tepung yang diberikan, seperti yang terlihat pada Tabel 3 sebagai
berikut :

28
Tabel 3. Pengaruh Viskositas Terhadap Kuat atau Lemahnya Letusan Gunung Berapi
Larutan Waktu lava turun Viskositas
Letusan
Tepung ke permukaan (s) Lava
50 ml Ada (kuat) 6,5 detik Kental
20 ml Ada (lemah) 8,9 detik Cair
10 ml Ada (lemah) 12,4 detik Cair

Keterangan :
Volume cuka = 50 ml
Berat soda kue = 50 gr
Daya tekan (tekanan) = kuat

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan, demonstrasi letusan gunung berapi
dengan menggunakan miniatur yang telah kami buat dan menggunakan soda kue, cuka,
pewarna serta tepung sebagai asumsi bahwa bahan-bahan tersebut merupakan lava pada
miniatur gunung berapi. Pada Percobaan I untuk mengetahui kuat atau lemahnya letusan
gunung berapi berdasarkan daya tekan (tekanan) yang diberikan, terlihat seperti pada
Gambar 1 berikut :

3.5
3
2.5
detik/sekon

2
1.5
1
0.5
0
Kuat Lemah
Daya Tekan (Tekanan)

Waktu Lava Turun Ke Permukaan (s)

Gambar 1. Pengaruh Daya Tekan (Tekanan) Terhadap Kuat Atau Lemahnya


Letusan Gunung Berapi

Berdasarkan Gambar 1 di atas, diketahui bahwa jika diberikan tekanan yang kuat
maka letusan yang dihasilkan adalah kuat dengan catatan waktu 2 detik lava turun ke
permukaan, sedangkan jika diberikan tekanan yang lemah maka letusan yang dihasilkan
adalah lemah dengan catatan waktu 3 detik lava turun ke permukaan. Percobaan pertama

29
dilakukan untuk mengetahui kuat atau lemahnya letusan yang dihasilkan serta waktu
turunnya lava ke permukaan dengan daya tekan yang berbeda diperoleh bahwa daya tekan
yang besar mempengaruhi kuatnya suatu letusan artinya semakin besar daya tekan dari
dalam gunung maka letusan yang dihasilkan akan semakin besar.
Lebih lanjut pada Percobaan II untuk mengetahui pengaruh volume terhadap kuat
lemahnya letusan gunung berapi dilakukan dengan menggunakan volume cuka yang
berbeda yaitu 10 ml, 20 ml, dan 50 ml dengan daya tekan (tekanan) yang diberikan adalah
sama, terlihat seperti pada Gambar 2 berikut :

5
detik/sekon

0
10 ml 20 ml 50 ml
Volume Cuka

Waktu Lava Turun Ke Permukaan (s)

Gambar 2. Pengaruh Volume Terhadap Kuat Atau Lemahnya Letusan Gunung


Berapi

Berdasarkan Gambar 2 di atas, diketahui bahwa ketika diberikan cuka dengan


volume 10 ml dan 20 ml tidak terjadi letusan gunung berapi di luar melainkan terjadi di
dalam gunung tersebut dan viskositasnya adalah cair, sedangkan ketika diberikan cuka
dengan volume 50 ml terjadi letusan gunung berapi tetapi letusannya lemah dengan
catatan waktu 5 detik lava turun ke permukaan dan 19,8 detik lava menyebar atau
mengenai seluruh ekosistem sekitar gunung. Artinya volume yang besar akan
menghasilkan letusan yang besar serta waktu lava turun kepermukaan juga semakin cepat.
Viskositas lava pada gunung berapi mempengaruhi kuat atau lemahnya letusan
gunung berapi. Untuk membuktikan hal tersebut, pada campuran soda kue ditambahkan
larutan tepung terigu. Hal ini bertujuan untuk menambah viskosnya lava yang dihasilkan.
Pada Percobaan III, volume larutan tepung yang digunakan berbeda-beda untuk

30
mengetahui kuat atau lemahnya letusan yang dihasilkan seperti yang terlihat pada
Gambar 3 berikut :

14
12
10
detik/sekon

8
6
4
2
0
10 ml 20 ml 50 ml
Larutan Tepung

Waktu Lava Turun Ke Permukaan (s)

Gambar 3. Pengaruh Viskositas Terhadap Kuat atau Lemahnya Letusan Gunung


Berapi

Berdasarkan Gambar 3 di atas, diketahui bahwa ketika diberikan larutan tepung


sebanyak 50 ml viskositas lava tersebut adalah kental sehingga saat turun ke
permukaannya lambat dengan catatan waktu 6,5 detik dan 45,8 detik lava menyebar atau
mengenai seluruh ekosistem sekitar gunung serta memiliki letusan yang kuat, sedangkan
ketika diberikan larutan tepung sebanyak 40 ml dan 30 ml viskositas lava tersebut adalah
cair sehingga saat turun ke permukaannya cepat dengan catatan waktu 8,9 detik dan 12,4
detik serta 1 menit 30 detik dan 1 menit 42 detik lava menyebar atau mengenai seluruh
ekosistem sekitar gunung dan memiliki letusan yang lemah.
Lava gunung berapi pada percobaan ini menggunakan campuran antara soda kue
dan cuka. Adapun reaksi yang terjadi antara soda kue dan cuka adalah:
CH3COOH + NaHCO3 → CH3COONa + CO2 + H2O
Pada reaksi di atas menghasilkan gas CO2, sama halnya pada percobaan yang
telah dilakukan bahwa ada gas yang keluar sebelum terjadinya letusan. Gas tersebut
merupakan gas CO2 hasil reaksi antara cuka (CH3COOH) dan soda kue (NaHCO3). Selain
itu juga, berkaitan dengan encer atau kentalnya lava gunung berapi adalah dipengaruhi
oleh kandungan silika dalam lava tersebut. Jika kandungan silika dalam lava tersebut

31
banyak maka cairan lavanya kental dan jika kandungan silika dalam lava tersebut sedikit
maka cairan lavanya encer.
Dampak yang dipengaruhi oleh terjadinya gunung meletus ini adalah
menyebabkan kematian pada seluruh makhluk hidup yang ada di sekitar gunung tersebut,
seperti halnya hewan-hewan, pepohonan, bahkan mungkin penduduk yang masih tinggal
di sekitar gunung tersebut yang tidak ingin di evakuasi. Dampak negatif ini memang
menyebabkan kerusakan yang amat parah, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu,
tanah yang berada di sekitar gunung berapi akan lebih subur, tanaman serta tumbuh-
tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik karena banyaknya unsur-unsur
hara yang terkandung dalam tanah bekas terjadinya gunung meletus.
C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan yang telah dijelaskan dapat
disimpulkan bahwa kuat lemahnya letusan gunung berapi dipengaruhi oleh daya tekan
yang ada didalam dapur magma, volume magma serta viskosnya suatu magma. Artinya
semakin besar tekanan dari dalam perut bumi maka semakin kuat letusan yang dihasilkan
serta lava mencapai permukaan tanah juga semakin cepat. Hal tersebut sejalan dengan
besar volume magma didalam dapur magma serta viskos atau tidaknya suatu magma.

32
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Penanganan Bencana dan Pasca Bencana. http://m.klikdokter.com/info-


sehat/read/2695471/penanganan-bencana-dan-pasca-bencana. Diakses tanggal 3
Oktober 2017 pukul 19.15 WITA.

Anonim. 2012. Pengertian Gunung Api. https://rolandgoeslaw.wordpress.com/2012/04/05/


pengertian-gunung-api. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2017 pukul 19.04 WITA.

Anonim. 2013. Pengertian dan Jenis Gunung Api. http://www.pengertianahli.com/2013/11/


pengertian-dan-jenis-gunung-api.html. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2017 pukul
19.02 WITA.

Anonim. 2015. Penyebab Gunung Meletus. https://ilmugeografi.com/ilmu bumi/gunung/


penyebab-gunung-meletus. Diakses pada tanggal 15 September 2017 pukul 09.12
WITA.

Ardiansyah, Y. 2016. Faktor Penyebab Gunung Meletus. https://www.satujam.com/faktor-


penyebab-gunung-meletus/. Diakses pada tanggal 15 September 2017 pukul 10.00
WITA.

Kurniawan, A. 2016. Pengertian Gunung Berapi berserta Jenis Berdasarkan Bentuknya.


http://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-gunung-berapi-beserta-jenisnya-
berdasarkan-bentuknya/. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.25 WITA.

Rahayu dkk. 2014. Dampak Erupsi Gunung Merapi Terhadap Lahan dan Upaya-Upaya
Pemulihannya. Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. XXIX. No. 1. Maret 2014.

Rusydy. I. 2015. Vulkanologi: Ilmu Mengenal Gunung Api. http://www.ibnurusydy.com/


vulkanologi-ilmu-mengenal-gunung-api. Diakses tanggal 4 September 2017 pukul
20.00 WITA.

Subardi dkk. 2009. Biologi Untuk SMA/MA. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional. Penerbit : CV Usaha Makmur.

Susliowati, E. 2015. Kimia Untuk Kelas XII SMA/MA. Penerbit : Tiga Serangkai.

Widodo, T. 2009. Fisika Untuk SMA/MA. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan


Nasional. Penerbit : CV Mefi Caraka.

Anda mungkin juga menyukai