Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

Strategic Human
Resource
Management
Employee Relation

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

12
Pasca Sarjana Magister 35005 Dr.Ir. Anik Herminingsih, M.Si
Manajemen

Abstract Kompetensi
Employee relation merupakan bagian Mahasiswa mampu menguasai konsep
dari fungsi operasional manajemen dan implementasi employee relation
sumberdaya manusia. Berbagai alasan yang menunjang pencapaian
tentang perserikatan pekerja dan cara keunggulan bersaing perusahaan.
penanganan masalah hubungan
industrial harus mendapat perhatian
manajemen.
Pengertian Employee Relation
Karyawan dan manajemen perusahaan seringkali digambarkan sebagai pihak-pihak
yang saling berseberangan. Di satu sisi karyawan menginginkan upah yang layak dan
memenuhi kebutuhan dia dan keluarganya, sementara manajemen memiliki suatu tujuan
mencapai ifisiensi dalam kegiatan perusahaan. Hubungan karyawan dengan manajemen
mendapatkan perhatian khusus dalam manajemen sumberdaya manusia. Noe et al. (2010)
menyatakan pentingnya hubungan karyawan dalam mempengaruhi tantangan persaingan
global. Agar dapat lebih kompetitif, perusahaan mobil misalnya, harusdapat menurunkan
biaya tetapi juga meningkatkan kualitas sehingga perlu dikembangkan model hubungan
karyawan (labor relation) yang bertujuan menyatukan manajemen dengan karyawan secara
bersama-sama meningkatkan daya saing.
Employee relation dalam banyak buku teks diterjemahkan sebagai hubungan
karyawan. Untuk menjamin perusahaan memiliki sumberdaya manusia yang dibutuhkan
sesuai dengan pencapaian tujuannya maka hubungan antara manajemen dengan karyawan
haruslah dikelola dengan baik. Program hubungan karyawan internal (internal employee
relation terdiri dari aktivitas-aktivitas manajemen sumberdaya manusia yang berhubungan
dengan perpindahan para karyawan dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas manajemen
sumberdaya manusia termasuk tindakan-tindakan promosi, transfer, demosi, pengunduran
diri, pemecatan, pembrhentian, dan pension. Tindakan disiplin juga merupakan aspek
krusial dari hubungan karyawan internal.
Pengertian hubungan industrial dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan pasal 1 nomor 16 disebutkan bahwa yang dimaksud hubungan industrial
adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi
barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah
yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang tersangkut atau
berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu perusahaan. Pihak yang
paling berkepentingan atas keberhasilan perusahaan dan berhubungan langsung sehari-hari
adalah pengusaha atau manajemen dan pekerja. Disamping itu masyarakat juga
mempunyai kepentingan, baik sebagai pemasok faktor produksi yaitu barang dan jasa
kebutuhan perusahaan, maupun sebagai masyarakat konsumen atau pengguna hasil-hasil
perusahaan tersebut. Pemerintah juga mempunyai kepentingan langsung dan tidak
langsung atas pertumbuhan perusahaan, antara lain sebagai sumber penerimaan pajak.
Jadi hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan

Strategic Human Resource


2016
2 Management Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Anik Herminingsih, M.Si.
tersebut. Dalam pengertian sempit, hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara
manajemen dan pekerja atau Management-Employees Relationship.

Serikat Pekerja
Serikat pekerja (union) merupakan sebuah organisasi yang berunding bagi para
karyawan menyangkut upah, jam kerja, dan syarat serta kondisi kerja lainnya. Undang-
undang No,13Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No.21 Tahun 2000
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh mendefinisikan serikat pekerja/serikat buruh sebagai
sebuah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun
di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Serikat pekerja biasanya mencoba memperluas pengaruhnya ke wilayah lain seperti
penjadwalan kerja, penyusunan standar kerja, desain ulang pekerjaan, dan pengenalan
peralatan dan metode baru. Perusahaan biasanya menolak campur tangan dari serikat
pekerja dan menganggap hal-hal tersebut sebagai hak prerogative manajemen. Sejauh
mana manajemen dapat mempertahankan pengendalian hal tersebut tergatung dari
kekuatan relative dari kedua belah pihak.

Labor Relation Framework


Model labor relation yang dikembangkan oleh Katz and Kochan dalam Noe et al.
(2010) menjelaskan tentang jenis-jenis pengambilan keputusan manajemen dan serikat
pekerja dalam interaksi antara keduanya serta konsekuensi dari keputusan tersebut.
Terdapat pilihan-pilihan yang dapat terjadi pada tiga level.
1. Strategic level – pilihan manajemen untuk memutuskan apakah akan bekerja
sama atau mengembangkan upaya tanpa mengikutsertakan serikat pekerja. Hal
tersebut ditentukan oleh faktor lingkungan.
2. Functional level – dimana kontrak dan negosiasi antara serikat pekerja dan
manajemen dilaksanakan
3. Workplace level – day to day working relationship

Strategic Human Resource


2016
3 Management Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Anik Herminingsih, M.Si.
Gambar 1. A Labor Relation Framework

Kerangka kerja hubungan karyawan sebagaimana Gambar 1, terdiri dari 6 komponen :


1. Tantangan persaingan,
2. Tujuan-tujuan dari karyawan dan serikat pekerja, manajemen dan masyarakat,
3. Struktur serikat pekerja dan admisnistrasi
4. Keanggotaan serikat pekerja dan kekuatan bargaining secara relatif
5. Interaksi manajemen dan serikat pekerja
6. Pencapaian tujuan

Mengapa Karyawan Membentuk Serikat Pekerja


Apakah serikat pekerja memilih sekelompok karyawan atau para karyawan sendiri
yang meminta bantuan serikat pekerja, serikat pekerja tersebut masih harus mendapatkan
dukungan yang cukup dari para karyawan agar dapat menjadi perwakilan hokum mereka.
Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa para karyawan bergabung dengan serikat pekerja
karena dua alasan, yakni karena mereka tidak puas cara mereka diperlakukan oleh para
pemberi kerja dan mereka yakin bahwa serikat pekerja dapat memperbaiki situasi-situasi
kerja mereka. Jadi, jika para karyawan tidak mendapatkan keadilan organisasional dari para

Strategic Human Resource


2016
4 Management Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Anik Herminingsih, M.Si.
pemberi kerja maka mereka mencari bantuan serikat pekerja dalam mendapatkan apa yang
mereka yakini adil.

Hubungan Industrial Pancasila


Dalam ketenagakerjaan, antara pekerja dan pengusaha mempunyai hubungan yang
saling menguntungkan.Pekerja memberikan tenaganya untuk produk dan jasa, sedangkan
pengusaha membayar upah atas jasa pekerja dalam menciptakan produk, baik berupa
barang atau jasa yang dijual pada konsumen.Pemerintah sebagai fasilitator yang
menyediakan prasarana mendapatkan keuntungan melalui pajak yang dibayar pengusaha.2
Dengan bertambah besarnya perusahaan maka antara pekerja dengan pengusaha tidak lagi
mengenal secara pribadi, sehingga masalah-masalah yang timbul antara pekerja dengan
pengusaha sudah tidak mudah lagi untuk diselesaikan sehingga sering menghambat
kelancaran jalannya perusahaan.Karena itu perlu adanya aturan yang harus ditaati oleh
kedua belah pihak untuk menjaga agar terciptanya ketenangan pada pekerja dan
perusahaan. Hubungan tersebut diatur oleh Pemerintah, dimana hubungan industrial yang
terbentuk antara para pelaku dalam produksi barang dan jasa yang berdasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945, yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kepribadian bangsa
dan kita kenal dengan Hubungan Industrial Pancasila.
Hubungan Industrial Pancasila adalah suatu sistem hubungan yang terberntuk antara
para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah)
yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari
Pancasila dan UUD 1945, yang tumbuh dan berkembang diatas keperibadian bangsa dan
kebudayaan Nasional Indonesia. Tujuan Hubungan Industrial Pancasila adalah
“Mengemban cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia 17 Agustus
1945 di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social melalui penciptaan ketenangan, ketentraman dan
ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produksi, dan meningkatkan
kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabat manusia”

Dampak Serikat Pekerja


Dampak Monopoli dan Suara Kolektif

Strategic Human Resource


2016
5 Management Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Anik Herminingsih, M.Si.
Menurut pasal 104 ayat 1 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/buruh. Terdapat dua perspektif perihal dampak serikat pekerja :
1. Perpektif monopoli, merupakan pendapat para ekonom yang pada intinya meyakini
bahwa pekerja berperilaku monopoli pasar tenaga kerja. Mereka melihat serikat
pekerja terutama dalam peningkatan upah yang mengakibatkan inefisiensi ekonomi
yang akhirnya menimbulkan dampak merusak terhadap karyawan dan perusahaan.
2. Perspektif suara kolektif yang mempersepsikan serikat pekerja secara lebih positif
dengan memusatkan perhatian pada aspek-aspek politis dan ekonomisnya yang
menguntungkan.

Dampak Serikat Pekerja terhadap Manajemen dan Produktivitas


Serikat pekerja memiliki pengaruh yang kuat terhadap penggerogotan wewenang
manajemen dalam pegambilan keputusan, dimana beberapa keputusan manajerial harus
sesuai dengan perjanjian kerja bersama yang dibuat berdasarkan kesepakatan antara
serikat pekerja dengan pihak manajemen. Model sebagaimana dalam Gambar 1
menjelaskan bahwa serikat pekerja dapat mempunyai pengaruh positif atau negative
terhadap produktivitas, tergantung pada kualitas hubungan serikat pekerja dengan
manajemen. Model tersebut juga menentukan beberpa cara spesifik dari perilaku
manajemen dan serikat pekerja yang dapat mempengaruhi produktivitas.

Strategic Human Resource


2016
6 Management Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Anik Herminingsih, M.Si.
Gambar 2. Pembentukan Serikat Pekerja dan Produktivitas

Penyelesaian Masalah Hubungan Industrial

1. Apa yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial?


Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara Pengusaha atau gabungan Pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau Serikat
Pekerja/Serikat Buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan,perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat Buruh dalam satu perusahaan (pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Hubungan Industrial)

2. Bagaimana cara menyelesaikan perselisihan hubungan industrial?


Seperti yang dimaksud oleh Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, bahwa perselisihan hubungan industrial
adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/ serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai
hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan

Strategic Human Resource


2016
7 Management Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Anik Herminingsih, M.Si.
antara serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan. Ini berarti bahwa bila tidak ada
dan atau dapat menghindari terjadinya perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan diantara para pihak sehubungan dengan masalah hak, kepentingan, dan
masalah pemutusan hubungan kerja, serta masalah perihal serikat pekerja/ serikat buruh
dalam satu perusahaan maka tidak akan terjadi sengketa atau perselisihan hubungan
industrial.
Perselisihan hubungan industrial diharapkan dapat diselesaikan melalui perundingan
bipartit, Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka penyelesaian dilakukan melalui
mekanisme mediasi atau konsiliasi. Bila mediasi dan konsiliasi gagal, maka perselisihan
hubungan industrial dapat dimintakan untuk diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.

Apa yang dimaksud dengan perundingan bipartit?


Berdasarkan pasal 3 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2004, perundingan bipartit adalah
perundingan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja /
serikat buruh atau antara serikat pekerja / serikat buruh dan serikat pekerja / serikat buruh yang
lain dalam satu perusahaan yang berselisih. Perundingan Bipartit adalah perundingan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat. Penyelesaian melalui perundingan bipartit harus
diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak perundingan dilaksanakan. Apabila perundingan
bipartit mencapai kesepakatan maka para pihak wajib membuat Perjanjian Bersama dan
didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial.

Apa yang dimaksud dengan penyelesaian perselisihan melalui konsoliasi?


Penyelesaian konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan yang
disebut sebagai konsiliator yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh
bekerja, dimana konsiliator tersebut akan menengahi pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihannya secara damai. Jenis Perselisihan yang dapat diselesaikan
melalui konsiliasi antara lain : untuk perselisihan kepentingan, perselisihan PHKatau perselisihan
antar serikat pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan.

Apa yang dimaksud dengan penyelesaian perselisihan melalui mediasi?


Mediasi hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh
seorang atau lebih mediator yang netral (Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2004). Proses
mediasi dibantu oleh seorang mediator hubungan industrial, yang merupakan pegawai instansi
pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat – syarat
sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

Strategic Human Resource


2016
8 Management Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Anik Herminingsih, M.Si.
Apa yang dimaksud dengan penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI)?
Menurut pasal 56 UU No. 2 Tahun 2004, Pengadilan Hubungan Industrial mempunyai
kompetensi absolut untuk memeriksa dan memutus :
 Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak
 Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
 Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja
 Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh dalam satu perusahaan.
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Industrial. PHI adalah „Pengadilan khusus‟
dalam system Peradilan Umum, pengadilan ini berfungsi untuk memutuskan perselisihan
antara buruh dan pengusaha yang meliputi: (1) Perselisihan hak; (2) Perselisihan
Kepentingan; (3) Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan perselisihan antara
serikat pekerja. Peradilan Hubungan Industrial ini sangat diharapkan oleh pekerja/ buruh
untuk mampu mengatasi kekecewaan mereka terhadap Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat/ Daerah (P.4.P/ P.4.D) yang pada saat keberadaannya dinilai sangat
lamban, bertele-tele dan tidak pasti. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dalam rangka
mencapai tujuan system peradilan yang adil, cepat, murah dan berkepastian hukum
mengatur bahwa penyelesaian perselisihan perburuhan diawali dari perundingan bipartit,
proses mediasi, proses Peradilan Hubungan Industrial, dan Banding Ke Mahkamah Agung.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial disebutkan bahwa hakim yang bersidang terdiri dari 3 hakim, satu hakim karir dan
dua hakim Ad hoc.
Seperti diatur oleh Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, tugas dan
kewenangan PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) adalah memeriksa dan memutuskan
perkara hubungan industrial untuk: (1) di tingkat pertama mengenai perselisihan hak; (2) di
tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; (3) di tingkat pertama
mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; (4) di tingkat pertama dan terakhir
mengenai perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan.
Secara normatif proses penyelesaian sengketa hubungan industrial berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tersebut diharapkan dapat memenuhi tujuan system
peradilan yang adil, cepat, dan murah. Terutama dengan adanya ketentuan bahwa proses
penyelesaian perkara dari mulai perundingan bipartit sampai putusan pinal dari P.H.I dan
MA harus tuntas dalam tempo 150 hari yang setidaknya diharapkan dapat mememenuhi
target cepatnya penyelesaian perkara.

Strategic Human Resource


2016
9 Management Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Anik Herminingsih, M.Si.
Seperti diatur Pasal 103 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, batasan waktu bagi
Hakim di tingkat P.N (Pengadilan Negeri) untuk penyelesaian perkara selambat-lambatnya
50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak sidang pertama, tetapi karena proses administrasi
perkara yang sangat lamban terutama dikarenakan tidak ada diatur waktu secara limitatif
oleh undang-undang, maka penerbitan dan penyerahan salinan perkara kepada para pihak
menjadi berlarut-larut. Untuk mendapat salinan putusan perkara dari panitera pengganti
lamanya rata-rata 3 (tiga) bulan, terhitung sejak perkara diputuskan..
Seperti diatur Pasal 112 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, dalam hal kasasi ke
MA (Mahkamah Agung) batasan waktu bagi Kepaniteraan PHI pada PN untuk
menyampaikan berkas perkara kepada Ketua Mahkamah Agung dalam waktu selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal permohonan kasasi. Tapi kenyataannya
dapat memakan waktu berkisar 3 (tiga) hingga 6 (enam) bulan. Alasan yang dominan ,
dikarenakan memori atau kontra memori kasasi belum diserahkan ke panitera.
Selenjutnya apa yang diatur Pasal 115 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, dalam
hal pemeriksaan perkara kasasi di M.A (Mahkamah Agung) , pernyataan penyelesaian
perselisihan hak atau P.H.K (Pemutusan Hubungan Kerja) selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi. Seperti dijelaskan
oleh U.Wiyono bahwa, seandainya konsisten dengan waktu yang telah ditentukan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004, seharusnya sampai Putusan Mahkamah Agung hanya
membutuhkan waktu 140 hari yaitu; 30 hari untuk proses penyelesaian di Bipartit, 30 hari
untuk proses di Mediasi, 50 hari untuk berproses di PHI (Pengadilan Hubungan Industrial),
dan 30 hari untuk berproses di MA (Mahkamah Agung).46 Tapi kenyataannya berlangsung
dalam waktu yang sangat lama, salinan putusan kasasi diterima oleh para pihak dalam
waktu rata-rata 2 (dua) tahun per kasus. Penyebab utamanya adalah waktu yang dibutuhkan
proses administrasi yang meliputi (penunjukan hakim kasasi, pembuatan salinan putusan
kasasi, pengiriman salinan putusan kasasi ke P.N (Pengadilan Negeri), hingga
pemberitahuan putusan kasasi kepada para pihak biasanya memakan waktu cukup lama)
dikarenakan undang-undang tidak menentukan batas watu secara jelas dan tegas untuk
waktu proses adminitisi dimaksudkan..
Kesulitan akan berlanjut pada masalah eksekusi untuk kasus-kasus perselisihan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dari M.A (Mahkamah Agung). Penyebab
sulitnya eksekusi terutama dikarenakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tidak
mengatur secara khusus tentang eksekusi.. Selain itu nyatanya Hukum Acara Perdata tidak
akomodatif terhadap kenyataan pekerja/ buruh, terutama dalam hal syarat-syarat peletakan
sita jaminan, sita eksekusi atau pelaksanaan eksekusi yang sulit dan membutuhkan biaya
yang mahal.

Strategic Human Resource


2016
10 Management Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Anik Herminingsih, M.Si.
Daftar Pustaka

Noe, Raymon A, John Hollenbeck, Barry Gerhant, Patrick M. Wright. 2010.


Manajemen Sumberdaya Manusia Mencapai Keunggulan Bersaing. Salemba
Empat. Jakarta .

Mathis, Robert L. and John H. Jackson.2004. Human Resource Management.


Thomson. South-Western.

Strategic Human Resource


2016
11 Management Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dr. Anik Herminingsih, M.Si.

Anda mungkin juga menyukai