Anda di halaman 1dari 4

BAB III

DESKRIPSI DESA
3.1. SEJARAH DESA HILINAWALO FAU

Sejarah pertama orang Nias berasal dari daerah Gomo atau Kecamatan Gomo
sekarang ini. Dari penuturan beliau, Dia mengatakan bahwa dulu ada seorang bernama amada
Loloana’a. Amada Loloana’a ini mempunyai 6 orang anak, yaitu Bawaulu, Fau, Maniamolo,
Hondro, Sarumaha, Ulutosi. Amada Loloana’a ini pergi dari gomo menuju ke daerah Nias
bagian selatan.

Pada suatu hari Amada Loloana’a menyuruh ke-6 orang anaknya untuk menanam
pisang. Kemudian dia berkata “apabila pisang yang sudah kalian tanam tumbuh dan memiliki
jantung pisang, maka kemana arah jatung pisang tersebut tertuju maka disitulah tanah
bagianmu”. Jantung pisang yang ditanam oleh Bawaulu menunjuk kearah desa Hilinawalofau
tersebut. Namun sebelum berubah nama menjadi Hilinawalo Fau, tanah atau daerah ini bernama
Solawayo dan masih belum dihuni. Kemudian hiduplah Amada Bawaulu dengan istrinya di
tanah tersebut hingga mereka memiliki anak dan mendirikan perkampungan yang dia beri nama
Bawafarono.

Amada Bawaulu memiliki anak bernama Amada Taogo Mbowo. Kemudian


Amada Taogo mbowo Mendirikan tiga buah batu besar sebagai tugu penanda dari pada anak
laki-lakinya. Ketiga anak Amada Taogo mbowo adalah Amada Bawaojaoli, Amada Eho,
Amada Fatuyu mbowo. Namun pada masa Amada Taogo mbowo nama desa ini berubah
menjadi Batu salawa hingga dia meninggal dunia.

Kemudian Amada Eho memiliki anak yakni Amada Ndrereu. Amada Bawaojaoli
juga memiliki anak (tidak disebutkan). Pada masa ini terjadi perpecahan didalam desa tersebut.
Akibat dari perpecahan tersebut, Amada Bawaojaoli keluar dan pergi menuju Hilialawa dan
Bawamataluo. Kemudian anak dari Amada Eho yakni Amada Ndrereu pergi menuju Mbotohesi.

Setelah Amada Ndrereu beranjak dewasa dia kembali ke kampung halamannya


yaitu Desa Batu salawa. Amada Nrereu kemudian membangun desa tersebut dan memperbaiki
semua kerusakan akibat perang saudara yang terjadi sebelumnya. Yang pertama sekali dibangun
oleh Amada Ndrereu adalah Omo sebua, newali gorahua (tempat berkumpul/pengadilan), dodo
lala (jalan). Kemudian dia menamakan desa tersebut dengan nama Hilinawalo sampai sekarang.

Desa Hilinawalo fau ini sudah dari tahun 1268-sekarang. Omo sebua yang ada di
desa Hilinawalo fau merupakan yang tertua dan pertama yang ada di kecamatan Maniamolo
termasuk lebih tua dari pada Omo sebua yang ada di desa Bawamataluo.

3.2. ADAT ISTIADAT DESA HILINAWALO FAU

Pada zaman dulu masyarakat desa Hilinawalo fau sangat menjujung tingga adat
istiadat yang berlaku didesa tersebut bahkan tergolong ekstrim dengan system penghakiman
berdasarkan peraturan adat yang sudah ditetapkan oleh raja/ siUlu. Dulu jika seseorang
kedapatan mencuri, maka dia akan dihukum dengan Fogau sara gana’a dan sageu mbawi (Emas
dan Babi). Pelaku pencuran juga akan diberi hukuman berdasarkan takaran yang sudah
ditetapkan oleh raja. Orang yang suka memaki juga mendapatkan hukuman karena di desa
Hilinawalo fau dilarang keras bagi orang-orang yang suka memaki. Orang yang berkelahi juga
akan di khau dan diberi hukuman adat sesuai takaran.

Pada zaman dulu di desa Hilinawalo fau sering terjadi perang antar kerajaan. Hal
ini kemudia membuat Raja memerintahkan agar seiap warganya untuk membuat Goli (pagar dari
bambu) untuk menhindari musuh masuk dan serangan tiba tiba dari musuh. Apabila terdapat
warga yang tidak ikut membuat Goli maka akan dihukum oleh raja dengan hukuman efaalisi
(ukuran babi).

Namun sekarang ini hukuman adat tersebut sudah mulai ditinggalkan terutama
hukuman mati karena dianggap sudah tidak etis dan wajar oleh para pemuka dan penduduk desa
Hilinawalo fau. Selain itu, terdapat aturan yang mengharuskan para pendatang untuk berjalan
ditengah Ewali atau halaman desa yang sudah diberi jalur oleh raja. Setiap orang yang berjalan
melalui jalur tersebut jika dia pendatang maka tidak boleh melihat kiri kanan karena akan
diawasi oleh raja dan akan dianggap musuh jika melanggar.

Dalam urusan pernikahan terdapat aturan-aturan adat yang harus di patuhi oleh
setiap mempelai dan keluarga. Pertama-tama pihak keluarga laki-laki akan mendatangi pihak
keluarga perempuan dengan tujuan untuk mengutarakan keinginan mereka untuk meminang anak
perempuan dari keluarga perempuan tersebut. Kemudian setelah disepakati maka akan di
lanjutkan dengan membicarakan mahar atau jujuran. Untuk takaran makal akan diukur dengan
emas dan babi. Setelah disepakati maka pihak laki-laki akan pergi meninggalkan rumah pihak
perempuan dan keluarga pihak perempuan akan berkumpul dan akan mengundang si Ulu dan si
Ila untuk membicarakan tentang pernikahan tersebut.

3.2.1 Sistem hukum dan pengadilan

Pada masa kepemimpina Amada Taogombowo, dia membuat sebuah tempat


pengadilan dan tempat Orahua (berkumpul) yang letaknya berada tepat didepan Omo
sebua(rumah raja). Juga terdapat sebuah batu yang bentuknya seperti batu karang dan bergerigi
yang berfungsi sebagai tempat eksekusi mati para pelaku kejahatan di desa tersebut.

Jika terjadi suatu kesalahan yang diperbuat oleh warganya, maka raja(si Ulu)
yakni Amada taogo mbowo akan memanggil dan mengadili pelaku kejahatan tersebut sesuai
dengan ketentuan yang sudah dibuatnya ini biasanya disibut dengan Nikhau. Dia akan berjalan
menuju sebuah batu berbentuk kotak persegi yang berada didepan kursinya. Batu tersebut
disusun seperti piramida, dari yang kecil ke bentuk yang lebih besar. Jenis hukuman yang
dijatuhi berdasarkan takaran yang sudah ditentukan oleh si Ulu. Jika dia berdiri di kotak batu
yang kecil maka kejahatannya tergolong ringan dan masih bisa diampuni, namun jika dia berdiri
di kotak batu yang besar maka, kejahatannya tergolong berat dan akan dihukum dengan takaran
emas dan babi. Namun apabila jenis hejahatannya sangat berat dan tidak bisa diampuni seperti,
Membunuh, Pemerkosaan, maka akan dijatuhi hukuman mati. Biasanya, jika kesalahannya sudah
fatal maka dia akan langsung menuju batu eksekusi dan akan membanting kepala pelaku hingga
tewas.

3.2.2. Proses pendirian rumah (Omo hada)

Pada zaman dulu, jika seseorang ingin mendirikan rumah di desa Hilinawalofau
maka yang pertama dia lakukan adalah mencari kayu kemudian menebang dan memotongnya
sesuai dengan kebutuhan. Seteah mendapatkan kayu, maka orang tersebut harus memberitahu
kepada raja (siUlu dan siIla) tentang niatnya mendirikan rumah tersebut. Setelah dia mendapat
persetujuan dari SiUlu maka dia baru boleh memulai pekerjaannya mendirikan rumah.
Dalam proses mendirikan rumah, maka akan banyak proses yang harus dilewati,
mulai dari pendirian pondasi. Sebelum mendirikan pondasi, Iwa sialawe (saudara perempuan
dari pemilik rumah) harus memotong babi dan membuat pesta adat dan mendoakannya setelah
itu pondasi baru bisa didirikan. Dalam proses pemasngan lantai rumah, maka Iwa simatua
(saudara laki-laki) harus memotong babi dan berdoa. Setelah proses pemasangan lantai dan
dinding, maka dilanjutkan dengan proses pemasangan Sikoli dan mertua dari pada pemilik
rumah harus memotong babi dan berdoa. Kemudian pada proses pemasangan atap dimulai, maka
sebelumnya Sibaya (paman) akan memotong babi dan membuat pesta adat dan berdoa. Setelah
rumah adat tersebut selesai dibangun maka, pemiliknya akan mengadakan pesta sebagi tanda
ucapan syukurnya atas berdirinya rumah tersebut.

Setelah Omo hada tersebut selesai maka ada proses adat dimana pemilik rumah
harus meminta ijin kepada tukang untuk memasuki rumah tersebut. Menurut penuturan
narasumber, alur prosestersebut adalah pertama-tama tukang akan berdiri didepan pintu rumah
sembari menunggu sang pemilik datang bersama siIla. Pemilik akan bersama-sama dengan siIla
pergi menuju lokasi rumah tersebut. Setelah sampai, tukang tersebut akan seolah olah bertanya
“mau kemana?” maka pemilik akan menjawab “mau melihat rumah di mazino”. Kemudian
tukang tersebut akan berkata “ngapain jauh-jauh cari rumah, ini ada rumah silahkan masuk”.
Barulah si pemilik rumah tersebut boleh masuk kedalam Omo hada itu.

Ukuran dan bentuk rumah adat sudah ditentukan oleh raja dan tidak boleh diubah
sebagaimana mestinya. Besaran dari Omo hada tidak boleh lebih besar dari Omo sebua. Setelah
Indonesia merdeka, maka masuklah rumah-rumah dari beton di desa Hilinawalo fau.

Anda mungkin juga menyukai