Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Preceptorship adalah suatu metode pengajaran dan pembelajaran
mahasiswa dengan menggunakan perawat sebagai model perannya.Preceptorship
bersifat formal, disampaikan secara perseorangan dan individual dalam waktu
yang sudah ditentukan sebelumnya antara perawat yang berpengalaman
(preceptor) dengan perawat baru (preceptee) yang didesain untuk membantu
perawat baru untuk menyesuaikan diri dengan baik dan menjalankan tugas yang
baru sebagai seorang perawat. (CNA, 2004).
Program preceptorship dalam pembelajaran bertujuan untuk membentuk
peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjadi perawat yang profesional
dan berpengetahuan tinggi, dengan menunjukan sebuah pencapaian berupa
memberikan perawatan yang aman, menunjukan akuntabilitas kerja, dapat
dipercaya, menunjukan kemampuan dalam mengorganisasi perawatan pasien dan
mampu berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan staf lainnya (Keller,
2005).
Dalam pelaksanaan program preceptorship ada tiga elemen yang terdapat
didalamnya dan saling berkaitan yaitu program preceptorship itu sendiri,
preceptor (orang yang memberikan pengajaran), dan preceptee (orang yang
menerima pembelajaran). Dalam pelaksanaan program preceptorship, peran
seorang preceptor adalah sangat penting dan merupakan kunci utama.Seorang
preceptor mempunyai peran untuk menjembatani antara teori yang didapatkan
oleh mahasiswa di fakultas dengan kenyataan yang ada di lapangan kerja yaitu
klinik atau rumah sakit (Oermann & Heinrich, 2008).
Di Amerika dan Inggris Raya, program preceptorship sudah diterapkan di
sebagian besar rumah sakit. Terbukti dengan banyaknya jurnal penelitian tentang

1
Preceptorship berasal dari kedua negara tersebut. Studi literatur pernah
dilakukan oleh Omansky (2010), seorang staff perawat di ruang NICU rumah
sakit Newton-Wesley Amerika Serikat. Studi tersebut bersifat deskriptif, yaitu
menggambarkan tentang pengalaman preceptor dalam pelaksanaan program
preceptorship.Penelitian tersebut menyimpulkan ada tiga hal besar yang sangat
mempengaruhi peran seorang preceptor yaitu ketidak jelasan akan peran sebagai
seorang preceptor, beban kerja yang berlebih, dan pertentangan peran antara
menjadi seorang perawat dan sebagai preceptor.
Ketidakjelasan peran terjadi karena ketidakjelasan definisi tentang konsep
preceptor itu sendiri seperti misalnya apa yang harus dilakukan oleh seorang
preceptor dalam menghadapi mahasiswa. Tidak ada peraturan tertulis tentang
bagaimana bertindak sebagai seorang preceptor, tugas apa yang harus dikerjakan,
dan kebijakan tentang peraturan dari pihak rumah sakit. Pertentangan peran (role
conflict) terjadi saat preceptor harus melakukan peran utamanya sebagai perawat,
namun di sisi lain dia juga harus bertindak sebagai seorang preceptor. Tuntutan
pemberian asuhan keperawatan yang holistik kepada pasien membuat preceptor
lebih mendahulukan peran utamanya sebagai perawat daripada perannya sebagai
seorang preceptor. Beban kerja yang berlebih terjadi karena adanya penambahan
tugas yang diberikan kepada seorang preceptor untuk memberikan bimbingan
kepada mahasiswa. Seorang preceptorakan menerima tanggung jawab tambahan
sebagai seorang preceptor yang harus bertanggung jawab terhadap preceptee
disamping ia harus bertindak sebagai seorang perawat yang bertanggung jawab
terhadap pasiennya (Omansky, 2010)
Penelitian terkait dengan peran preceptor juga pernah dilakukan di Macao
dan sebagian besar China. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan ada banyak
hal yang didapatkan seseorang ketika menjalankan peran sebagai preceptor, baik
itu pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang pahit. Sebagian
besar masalah yang dialami preceptor adalah terbatasnya waktu untuk
memberikan pembelajaran dan pengawasan terhadap preceptee karena perbedaan

2
jam kerja dan tugas utama seorang preceptor yang juga seorang perawat yang
harus memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Kendala lain yang
membuat peran preceptor menjadi tidak maksimal perbedaan tingkat pendidikan
antara preceptor dan preceptee. Kebanyakan preceptor mempunyai tingkat
pendidikan yang lebih rendah dari preceptee sehingga preceptor sulit untuk
memberikan pengajaran tentang pengetahuan meskipun secara kemampuan
mereka sangat menguasai. (Liu & al, 2010)
Namun disamping gambaran pengalaman yang bersifat negatif, ternyata
di sisi lain preceptor juga mendapatkan pengalaman yang bermakna dan positif.
Banyak preceptor yang menggambarkan perasaan seperti muda kembali karena
mereka berinteraksi dengan preceptee yang sebagian besar muda, enerjik, dan
pintar. Banyak juga preceptor yang menyatakan bahwa mereka mendapatkan
pengetahuan yang lebih dari preceptee yang lebih muda seperti kemampuan
untuk mengoperasikan komputer yang semakin berkembang dari waktu ke
waktu, kemampuan untuk mencari informasi menggunakan media elektronik
seperti internet, bahkan mendapatkan cara baru dalam menyelesaikan masalah.
Pengetahuan preceptee yang semakin berkembang sesuai perkembangan jaman
memaksa preceptor untuk terus memperbaharui pengetahuannya karena mereka
akan merasa malu dan kehilangan muka jika tidak bisa menjawab pertanyaan
preceptee. Hasil dari studi tersebut mengindikasikan bahwa preceptor mengalami
berbagai perasaan baik positif maupun negatif.(Liu & al, 2010)
Keterbatasan waktu juga merupakan masalah utama yang dialami oleh
sebagian besar preceptor di Irlandia. Preceptor tidak bisa memberikan waktu
yang berkualitas untuk preceptee.Ketika preceptee mengalami kesulitan dengan
pembelajaran klinik, preceptor tidak mempunyai waktu untuk membantu
mereka.Kendala waktu juga dirasakan karena adanya perbedaan jadwal kerja
antara keduanya, sehingga hanya sedikit waktu yang ada digunakan untuk
bertemu.Masalah selanjutnya yang dialami oleh preceptor di Irlandia adalah
masalah peran sebagai preceptor.Kebanyakan preceptor mengalami kebingungan

3
tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang preceptor. Mereka menganggap
bahwa menjadi seorang preceptor merupakan pekerjaan yang rumit dan diluar
kemampuan mereka. Latar belakang pendidikan yang bagus sangat dibutuhkan
untuk menjadi seorang preceptor. Masalah lain yang muncul adalah tidak adanya
dukungan baik dari pihak rumah sakt maupun universitas. Pihak rumah sakit
hanya menunjuk perawat untuk menjadi preceptor berdasarkan pengalaman
kerja, dan hanya sedikit yang di tunjuk menjadi preceptor berdasarkan latar
belakang pendidikan yang bagus (McCharty, 2010)
Di Indonesia program preceptorship masih sangat jarang ditemui. Istilah
preceptoship lebih dikenal dengan bimbingan klinik, sedangkan preceptor
dikenal dengan istilah CI (clinical instructor). Peneliti tertarik untuk meneliti
tentang gambaran peranpreceptor di Indonesia, khususnya di Kota Semarang,
yaitu di Rumah Sakit Roemani. Studi pendahuluan telah dilakukan pada awal
bulan April dengan melibatkan 5 orang pembimbing klinik dan didapatkan hasil
bahwa peran mereka sebagai pembimbing klinik berjalan belum maksimal.
Keterbatasan waktu, kurangnya dukungan dan kebijakan dari pihak rumah sakit,
serta kurangnya reward merupakan hal yang dialami oleh preceptor. Peneliti
tertarik untuk meneliti sejauh mana preceptor menjalankan perannya dan apakah
peran yang dijalakan sudah berjalan dengan baik atau belum.

B. Rumusan Masalah
Melihat pada latar belakang di atas, maka muncul rumusan masalah dalam
penelitian ini “Bagaimanakah gambaran peran preceptor dalam pelaksanaan
program preceptorship di Rumah Sakit Roemani Semarang”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran peran seorang preceptor di Rumah Sakit
Roemani Semarang.

4
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendeskripsikan peran preceptor sebagai panutan (role
modeling)
b. Untuk mendeskripsikan peran preceptor sebagai pembangun
kemampuan (skill building)
c. Untuk mendeskripsikan peran preceptor sebagai pemikir yang kritis
(critical thinking)
d. Untuk mendeskripsikan peran preceptor sebagai sosialisator (socializer)

D. Manfaat penelitian.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi kepada dunia pendidikan,
khususnya pendidikan keperawatan mengenai program preceptorship di
rumah sakit sehingga pelaksanaan program tersebut bisa berjalan secara
efektif dan maksimal.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi preceptor
Dapat memberikan gambaran tentang peran sebagai preceptor dan
sekaligus bisa dijadikan evaluasi dan pembelajaran agar pelaksanaan
program preceptorship bisa berjalan lebih baik lagi.
b. Bagi rumah sakit
Sebagai bahan masukan agar dapat memberikan kebijakan dan fasilitas-
fasilitas yang dibutuhkan demi terselenggaranya program preceptorship
yang sukses.
c. Bagi peneliti
Dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan, memberikan
gambaran tentang program preceptorship.

5
E. Bidang Ilmu
Penelitian ini berkaitan dengan bidang ilmu keperawatan khususnya ilmu
management keperawatan, yang mengkaji tentang program preceptorship.

F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian penelitian
No Nama / tahun Variable Metode dan Hasil
desain
1. Gayle L, Gambaran Review literaturSebagian besar preceptor
Omansky pengalaman di US dan UK mengalami
(2010) preceptor 3 hal selama mereka
menjalankan peran, yaitu :
ketidak-jelasan akan peran
(role ambiguity), beban
kerja yang berlebih (work
overload) dan
pertentangan peran (role
conflict)
2. M. Liu et.al Gambaran Menggunakan Gambaran peran preceptor
pengalaman di Macao, China. Terdapat
(2010) pendekatan
preceptor nilai positif dan sisi negatif
fenomenologikal selama preceptor
menjalankan perannya.
kualitatif.
Sisi positif yaitu : lebih
dihormati dan disegani
oleh teman satu kelompok,
Nilai negatifnya yaitu :
beban kerja yang berlebih
3. McCharty et. Gambaran Metode Selama menjalankan
pengalaman perannya preceptor
Al diskriptrif
preceptor mengalami banyak
(2010) gabungan keterbatasan, diantaranya
keterbatasan waktu dan
pendidikan.

G. Perbedaan Penelitian
Perbedaan penelitian dengan jurnal-jurnal yang digunakan adalah terletak pada
perbedaan tempat. Jurnal yang saya gunakan semua menunjukan gambaran
pengalaman preceptor di luar negeri, sedangkan penelitian yang akan saya

6
lakukan berada di Indonesia. Perbedaan lain terletak pada metode dan desain
penelitian. Penelitian yang akan saya lakukan bersifat studi deskriptif yang hanya
menggambarkan peran preceptor, sedangkan jurnal penelitian yang saya
gunakan, melakukan penelitian dengan pendekatan fenom

Anda mungkin juga menyukai