KANKER SERVIKS
Oleh :
Petrina Cleodora Zai 18014101073
Masa KKM :
17 Juni – 25 Agustus 2019
Supervisor Pembimbing :
Prof. Dr. dr. John JE Wantania, Sp. OG (K)
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks
berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar
penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Karsinoma serviks
biasanya timbul pada zona transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel
sel kolumnar yang biasanya disebut sebagai squamo columnar junction (SCJ). 1
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila
program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun
dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara
berkembang.2
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel
epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya
pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang. 1,2
Risiko terinfeksi Human Papiloma Virus (HPV) dan beberapa kondisi lain seperti
perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks.
Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan
sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.2
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah
kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada
di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker servik merupakan penyebab utama
kematian wanita dan kasusnya turun secara drastik semenjak diperkenalkannya teknik
skrining pap smear oleh Papanikolau. Namun, sayang hingga kini program skrining belum
lagi memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden
kanker serviks masih tetap tinggi.3
Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit secara
anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran. Penentuan
pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk membandingkan tingkat keberhasilan terapi
baru harus berdasarkan pada perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya
penyebaran penyakit melalui sistem stadium.
BAB II
PEMBAHASAN
Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan dikalangan
wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epitelium yang normal sampai
menjadi karsinoma invasif yang memberikan gejala dan merupakan proses yang perlahan-
lahan dan mengambil waktu bertahun-tahun.1
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang
menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi
progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.
Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi
karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma
in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif
berkisar 3-20 tahun.
Kanker ini 99,7% disebabkan olehhuman papilloma virus (HPV) onkogenik, yang
menyerang serviks. Berawal terjadi pada serviks, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker
ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita.1,3
B. Klasifikasi KankerServiks
Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah yang dibuat oleh
FIGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics) yaitu sebagai berikut : 1
Stage 1 a: Disertai invasi dari stoma ( Karsinoma preklinik) yang hanya diketahui secara
histologi. Stage 1 b: Semua kasus-kasus lainnya dari stage 1.
Stage2:Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul, telah mengenai dinding
vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal.
Stage 3: Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah vagina Stage 4: Sudah
Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluor dengan sedikit darah,
perdarahan post-koital atau perdarahan pervagina yang disangka sebagai perpanjangan waktu
haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa perdarahan
yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang
sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang
bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
• Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin
lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
• Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
• Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah. • Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
• Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila
nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain
itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
• Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul
iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel
vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasisjauh.
1. Faktor Penyebab
2. Faktor Resiko
Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering
melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Penelitian di Amerika Latin
menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi
HPV.
Merokok
Beberapa penelitian menunjukan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker
serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola hubungan seksual.
Penemuan lain memperlihatkan ditemukannya nikotin pada cairan serviks wanita perokok
bahan ini bersifat sebagai komponen dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada
selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arahkanker.
Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh
lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian
kanker serviks invasif terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan
bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan
bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut. 3
WHO mereview berbagai penelitian yang menghubungkan penggunaan kontrasepsi oral
dengan resiko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan
hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontrasepsi oral berinteraksi dengan
faktor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks.
Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih
sering melakukan pemeriksaan serviks, sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih
frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi
antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan
faktor confounding.
Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti betakaroten
dan vitamin A serta asam folat, berhubungan dengan peningkatan resiko terhadap displasia
ringan dan sedang. Namun sampai saat ini tidak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi
tersebut akan menurunkan resiko.
Sosial ekonomi
Studi secara deskriptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara
kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh
penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat
pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan
genitalia juga diduga berhubungan dengan masalah tersebut.
Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang
menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko yang rendah
terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan
sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah
pasangan ganda selain istri juga merupakan faktor resiko yang lain. 3
Proses terjadinya kanker leher rahim dimulai dari sel yang mengalami mutasi lalu
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.
Dimulai dari displasia ringan, sedang, displasia berat dan akhirnya menjadi Karsinoma In- Situ
(KIS), kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma
insitu dikenal juga sebagai tingkatan pra-kanker. Klasifikasi terbaru menggunakan nama
Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk displasia ringan, NIS 2 untuk displasia
sedang dan NIS 3 untuk displasia berat dan karsinoma in-situ.1
Menurut Snyder (1976), NIS umumnya ditemukan pada usia muda setelah hubungan
seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks pertama dengan ditemukan NIS
adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan seks pertama dengan NIS 1 selang waktu rata-rata
adalah 12,2 tahun, NIS 1 dengan NIS 2 rata-rata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3
ratarata11,7tahun. Sedangkan menurut Cuppleson LWdan Brown B (1975) menyebutkan
bahwa NIS akan berkembang sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada usia lebih
dari 50 tahun sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2 kali. 1
Penelitian yang dilakukan oleh American Cancer Society (2000) membuktikan bahwa
kanker rahim lebih sering terjadi pada kelompok wanita minoritas seperti imigran Vietnam,
Afrika dan wanita India. Hal ini berkaitan dengan anggapan mereka bahwa wanita yang tidak
melakukan gonta-ganti pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan Pap smear.
Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang
mengalami infeksi sekunder dannekrosis.
Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung infiltratif
membentukulkus
Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan
melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal secara alami
mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisinya.
Dengan masuknya mutagen, portio yang erosif (metaplasia skuamos) yang semula faali
berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS
untuk akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali menjadi mikroinvasive, proses
keganasan akan berjalan terus.1
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah : a) ke
arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, dan c) ke arah parametrium dan
dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih. 1
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat
menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui
pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas
pada daerah panggul saja.Tergantungdari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan
berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman
invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel
tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam
pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah
menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma.
Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor
menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara
perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung
kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau
kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional
melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral,praaorta,
dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena
subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang,dan otak.1
• parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan
kandung kemih.
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang menjadi
masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan
dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk
mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat
akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.1,3
Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk akibat
infeksi dan nekrosis jaringan.
Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan timbul akibat
terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi diluar senggama. Rasa
nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. Gejala lainnya adalah gejala
gejala yang timbul akibat metastase jauh.
Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat untuk
mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen ektoserviks dan
endoserviks.
Gambar 4. Pemeriksaan Pap Smear
Gambar 5. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
2. Kolposkopi.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi. Jika
kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.
Gambar 7. Biopsi Kerucut pada Serviks (Leher Rahim) I.
Pengobatan untuk Kanker Serviks
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor,
stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi.3
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh
kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui loop
electrosurgical excision procedure (LEEP). Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa
memiliki anak.Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan
ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjjutnya setiap 6 bulan.
Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi. Pada kanker invasive, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur
disekitarnya 9prosedur ini disebut histerektomi radikal serta kelenjar getah bening. Pada wanita
muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidakdiangkat. 2. Terapi
penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih
terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak
sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
o Radiasi eksternal: sinar berasar dari sebuah mesin besar Penderita tidak
perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu
selama 5-6minggu.
o Radiasi internal: zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke
dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di
rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2minggu. Efek samping
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani
kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat
anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut. Kemoterapi
diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode
pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi dengan pemulihan.
4. Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh
dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke
bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa
dikombinasikan dengan kemoterapi.
Pengendalian kanker serviks dengan pencegahan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier Strategi kesehatan
masyarakat dalam mencegah kematian karena kanker serviks antara lain adalah dengan
pencegahan primer dan pencegahan sekunder.2
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk
menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kanker serviks. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara menekankan perilaku hidup sehat untuk mengurangi atau
menghindari faktor resiko seperti kawin muda, pasangan seksual ganda dan lain-lain. Selain itu
juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan imunisasi HPV pada kelompok masyarakat
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining kanker
serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara dini sehingga
kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan
waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 1 0 tahun atau lebih.
Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitive untuk mendeteksi karsinoma
pra invasive. Bila diobati dengan baik, karsinoma pra invasive mempunyai tingkat
penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasive hanya memiliki tingkat
ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap
mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbukti
mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50- 60% dalam kurun waktu 20
tahun(WHO,1986). Selain itu, terdapat juga 3 tingkatan pencegahan dan penanganan kanker
serviks, yaitu :
1. Pencegahan TingkatPertama
o Promosi kesehatan
o Kemo preventif
b) Pengobatan, misalnya:
o Kemoterapi
o Bedah
c) Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk merangsang
sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena, vitaminA, C, dan
E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker serviks.
e) Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
f) Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan
menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
h) Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear bahkan sudah
bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.
i) Alternatif tes Pap smear yaitu tes Inspeksi Visual Asam (IVA) dengan biaya yang lebih
murah dari Pap smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
k) Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet. Ini dapat
dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk
membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA