Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN IMA BERULANG (RECURRENT) PADA PASIEN PJK


DI POLI JANTUNG RSUD BANGIL PASURUAN

Rismilah Mazidatul Kholilah


Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Widyagama Husada Malang
Email : rismilahmazida@gmail.com

ABSTRACT
Acute recurrent myocardial infarction has a high impact on mortality and morbidity.It
occurs in a period of 1 year or at least 6 months after the first attack caused by several
risk factors that cannot be controlled by the patient. This study aims to Analyze risk
factors that are most associated with the incidence of acute recurrent myocardial
infarction. The Design of this research is an observational analytic study with a cross-
sectional approach conducted on 68 respondents in the cardiac poly of general
hospital in Bangil in June 2019. Statistical tests used in this study were Chi-square,
Fisher and logistic regression. The results showed that there was a significant
relationship between smoking (p = 0,000), hypertension (p = 0,002), dyslipidemia (p
= 0,029), obesity (p = 0,000) and bad physical activity (p = 0,049) with acute
recurrent myocardial infarction, while diabetes (p = 0.532) is not associated with the
incidence of acute recurrent myocardial infarction. The most dominant factor
associated with acute recurrent myocardial infarction was hypertension (OR = 9.2). It
can be concluded that there is a significant relationship between risk factors with
recurrent acute myocardial infarction of CHD patients in the cardiac poly of general
hospital in Bangil

Keywords: recurrent AMI, CHD, cardiac poly.


ABSTRAK
Infark miokard akut recurrent memberikan dampak mortalitas dan morbiditas yang
tinggi. Infark miokard akut recurrent banyak terjadi terutama pada masa 1 tahun atau
minimal 6 bulan setelah serangan pertama yang diakibatkan oleh beberapa faktor
risiko yang tidak mampu dikontrol oleh pasien. Tujuan penelitian ini untuk
Menganalisis faktor risiko yang paling berhubungan dengan kejadian infark miokard
akut recurrent. Metode Penelitian ini menggunakan studi analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 68 responden di poli jantung
RSUD Bangil selama bulan Juni 2019. Uji statistika dalam penelitian ini
menggunakan uji Chi-square dan uji Fisher serta uji regresi logistik berganda.
Jumlah subyek penelitian sebanyak 68 orang dengan 28 pasien infark miokard akut
recurrent dan 40 pasien infark miokard akut nonrecurrent. Hasil penelitian
menunjukkan hubungan yang signifikan antara merokok (p=0,000), hipertensi
(p=0,002), dislipidemia (p=0,029), obesitas (p=0,000) dan aktivitas fisik buruk
(p=0,049) dengan infark miokard akut recurrent, sedangkan diabetes (p=0,532) tidak
berhubungan dengan kejadian infark miokard akut recurrent. Faktor yang paling
dominan berhubungan dengan infark miokard akut recurrent adalah faktor hipertensi
(OR=9,2). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor
faktor risiko dengan infark miokard akut recurrent

Kata Kunci: IMA recurrent, PJK, poli jantung

Pendahuluan Bradley, Cupples, & Tully, 2018).


Penyakit Jantung Koroner Data World Health Organization
(PJK) merupakan penyebab kematian (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17,5
yang banyak terjadi diseluruh dunia. juta orang di dunia meninggal akibat
Morbiditas penyakit jantung juga penyakit kardiovaskuler atau 31% dari
meningkat pesat dengan prevalensi di 56,5 juta kematian di seluruh dunia.
seluruh dunia diperkirakan Infark Miokard Akut (IMA)
200.500.000 pada tahun 2015 (Lawlor, merupakan salah satu jenis dari PJK
yang memiliki Case Fatality Rate penelitian lainnya juga menyatakan
(CFR) tertinggi yaitu sebesar 13,49% bahwa risiko IMA berulang tinggi
(Depkes, 2011 dalam Saktiningtyastuti terjadi dalam tahun pertama dengan
Fransisca, 2016). Pada tahun 2014 23,5% pertahun (Huynh et al., 2018).
jumlah kunjungan di poli jantung Ketidakmampuan pasien dalam
RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) melakukan pencegahan sekunder
Bangil berjumlah 943 pasien dengan faktor risiko PJK menjadi salah satu
laki – laki berjumlah 724 dan wanita faktor prediktor terjadinya serangan
219. Pada tahun 2015, dalam bulan IMA berulang. Menurut pedoman dari
Januari sampai Maret terdapat 395 ACCF/AHA (2011), pencegahan
pasien yang berkunjung di poli jantung sekunder dengan mengendalikan faktor
RSUD Bangil. Dari data terakhir tahun risiko yang dapat dikendalikan
2018 jumlah kunjungan poli jantung diantaranya seperti berhenti merokok,
sebanyak 683 dengan 478 pasien PJK mengontrol tekanan darah, mengontrol
dan 205 pasien dengan penyakit kolesterol, aktivitas fisik, mengontrol
jantung lainnya. berat badan, dan mengontrol gula
Pasien dengan riwayat serangan darah (Smith et al., 2011).
IMA pertama memiliki risiko lebih Faktor risiko yang dikontrol
besar terjadi IMA berulang. dengan baik akan memberikan dampak
Kemungkinan 50% pasien dengan yang baik dalam pencegahan IMA
riwayat serangan IMA pertama berulang. Hal ini terjadi karena
memiliki risiko lebih besar terjadi IMA terdapat kesesuaian dengan perilaku
berulang (Qodir dkk, 2014). Serangan seseorang yang sakit. Perilaku yang
IMA berulang juga memberikan dapat diamati setelah pasien keluar
dampak mortalitas dan morbiditas rumah sakit setelah perawatan penyakit
yang tinggi. Menurut data Reach jantung yakni dimulai pada waktu
indikasi risiko jangka panjang jangka pendek sampai jangka panjang
komplikasi iskemik lebih tinggi yakni mulai dari 6 bulan, 1 tahun
dengan pasien yang telah mengalami sampai 3 tahun setelah perawatan di
IMA selama 1 tahun (21,1%). Hasil
rumah sakit (Chen, Huang, & Lin, pasien IMA recurrent dan 40 pasien
2018). IMA nonrecurrent.
Berdasarkan uraian diatas dapat Teknik yang digunakan dalam
disimpulan bahwa perlu dilakukan pengambilan sampel penelitian ini
penelitian lebih lanjut mengenai menggunakan teknik purposive
beberapa faktor dominan seperti sampling. Teknik purposive sampling
merokok, hipetensi, dislipidemia, atau sering disebut judgement
diabetes miellitus, obesitas dan sampling merupakan suatu teknik
aktivitas fisik buruk yangmana hal ini dimana peneliti yang menentukan
berkaitan erat dengan kejadian IMA sampel sesuai dengan kehendak
berulang pada pasien PJK di Poli peneliti.
Jantung RSUD Bangil.
Hasil dan Pembahasan
Tujuan Penelitian Karakteristik Responden
Menganalisis faktor-faktor Tabel 1. Karakteristik responden
yang berhubungan dengan kejadian Variabel Kategori f %
Usia Dewasa (44-60) 38 55,9
IMA berulang pada pasien PJK di Poli Lansia (>60) 30 44,1
Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Pendidikan Tidak sekolah 6 8,8
SD 32 47,1
Bangil.
SMP 11 16,2
SMA 17 25,0
Perguruan tinggi 2 2,9
Metode Penelitian
Jenis kelamin Laki –laki 34 50,0
Desain penelitian yang Perempuan 34 50,0
Riwayat penyakit Berisiko 30 44,1
digunakan dalam penelitian ini adalah
keluarga
analitic observative dengan Tidak berisiko 38 55,9

menggunakan pendekatan cross Dari tabel 1. Menunjukkan


sectional study. Penelitian ini bahwa berdasarkan usia, mayoritas
dilaksanakan pada tanggal 20-27 Juni pasien yang berobat di poli jantung
2019 di poli jantung RSUD Bangil RSUD Bangil adalah pasien dewasa
Pasuruan. Sampel dalam penelitian ini yang berjumlah 38 orang (55,9%)
sebanyak 68 responden dengan 28 dengan renang usia 44-60 tahun. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Peluang terjadinya serangan jantung
yang dilakukan oleh Rosmiatin (2012) berulang atau IMA recurrent
yang menyatakan bahwa peluang meningkat lima kali lipat pada rentang
terjadinya serangan jantung berulang usia 40-60 tahun dengan laki-laki
atau IMA recurrent meningkat lima cenderung lebih berisiko. dikarenakan
kali lipat pada rentang usia 40-60 efek dari hormon estrogen wanita yang
tahun. Hal ini terjadi karena perubahan memberikan imunitas pada perempuan
miokardium yang klasifik berupa sebelum menopause (Price & Wilson
brown atrophy, penurunan berat 2006 dalam Rosmiatin, 2012).
jantung disertai dengan akumulasi Riwayat penyakit keluarga
pada serat – serat miokardium dan pasien yang berobat di poli jantung
timbulnya lesi fibrotik diantara serat RSUD Bangil mayoritas adalah pasien
miokardium. dengan riwayat penyakit keluarga tidak
Berdasarkan pendidikan, berisiko. Terdapat 38 orang (55,9%)
mayoritas pasien yang berobat di poli dengan riwayat penyakit keluarga tidak
jantung RSUD Bangil adalah pasien berisiko. Menurut hasil penelitian
dengan jenjang pendidikan SD Rosmiatin (2012), menyatakan bahwa
sebanyak 32 orang (47,1%). Semakin faktor genetika dan familial
tinggi tingkat pendidikan seseorang mempunyai peranan bermakna dalam
maka semakin tinggi tingkat pathogenesis kelainan jantung koroner.
pengetahuannya. Menurut Indrawati Penyakit jantung koroner biasanya
(2012), pengetahuan memiliki dapat merupakan manifestasi kelainan
hubungan yang signifikan terhadap gen tunggal spesifik yang berhubungan
kemampuan pasien melakukan dengan mekanisme terjadinya
pencegahan sekunder faktor risiko aterosklerosis.
penyakit jantung koroner.
Berdasarkan jenis kelamin, Menganalisis Hubungan Faktor
responden memiliki jumlah yang Merokok dengan IMA Recurrent
sebanding antara laki – laki dan Tabel 2 analisis bivariat merokok
perempuan yaitu 34 orang (50%).
dengan IMA recurrent
Recurrent Non Nilai jantung AMI (p=0,000) (Rosmiatin,
Variabel Kategorik recurrent
N % n % P
2012).
Merokok Merokok 11 39 0 0,0 0,000 Hasil penelitian ini sesuai
,3
Tdk merokok 17 60 40 100
dengan teori yang menyatakan bahwa
,7 merokok berisiko menyebabkan
Total 28 10 40 100
0
terjadinya gangguan arteri koroner dua
Hasil penelitian yang telah kali lipat bila dibandingkan dengan
peneliti lakukan, dari 40 responden yang tidak merokok. Efek nikotin
yang tidak mengalami IMA recurrent, dalam rokok yang menyebabkan
semua responden (100%) tersebut terjadinya pelepasan katekolamin oleh
tidak memiliki perilaku merokok dan system syaraf otonom yang
tidak mengalami IMA recurrent. Hasil menyebabkan lesi pembuluh darah
penelitian didapatkan terdapat pada bagian tunica intima (Price &
hubungan yang bermakna antara Wilson,2005 dalam (Rosmiatin,
perilaku merokok dengan kejadian 2012)). Penelitian Framingham Heart
IMA recurrent (p=0,00). Study menemukan bahwa merokok
Hasil ini sejalan dengan menurunkan kadar kolesterol HDL
penelitian lainnya yaitu Fransiska yang memiliki fungsi sebagai
(2017), yang menyatakan bahwa pelindung pada arteri coroner
merokok mempunyai pengaruh yang (Muttaqin, 2009).
signifikan dengan serangan jantung
berulang (p=0,038) dengan risiko 7,8 Menganalisis Hubungan Faktor
kali lebih besar terjadi IMA recurrent Hipertensi dengan IMA Recurrent
dibandingkan dengan yang tidak Tabel 3 analisis bivariat hipertensi
merokok. Hasil penelitian lainnya yang dengan IMA recurrent
mendukung hasil penelitian ini yang
Variabel Katego Recurrent Non Nilai
rik recurrent
menyatakan bahwa terdapat hubungan
N % N % P O
R
yang signifikan antara gaya hidup
Hipertensi Tidak 16 57,1 8 20 0,002 5,3
normal
merokok dengan terjadinya serangan (tekanan normal 12 42,9 32 80
darah)
Total 28 100 40 100
kerja jantung (Smeltzer & Bare, 2002)
Hasil dari penelitian yang telah dalam (Indrawati, 2012). Saat beban
penelitian lakukan, dari 28 responden kerja jantung meningkat maka arteri
yang mengalami IMA recurrent, khususnya arteri koroner mengalami
terdapat 16 orang (66,7%) yang pengerasan, menjadi tebal dan kaku,
memiliki tekanan darah tidak normal sehingga elastisitas berkurang.
atau hipertensi dan mengalami IMA Tekanan darah yang tinggi juga dapat
recurrent. Terdapat hubungan yang menyebabkan dinding arteri rusak atau
bermakna antara hipertensi dengan luka dan mendorong proses
IMA recurrent (p=0,002) dengan nilai terbentuknya plak pada arteri koroner
odds ratio (OR=5,3) yang berarti atau disebut aterosklerosis (Soeharto,
bahwa pasien dengan hipertensi 2004 dalam Saktiningtyastuti Franisca,
memiliki risiko 5,3 kali lebih besar 2016).
untuk terjadi IMA berulang / recurrent
dibandingkan dengan pasien yang Menganalisis Hubungan Faktor
tidak memiliki hipertensi. Hal ini aktivitas fisik buruk dengan IMA
sejalan dengan penelitian Astuti & Recurrent
Maulani (2018), yang menunjukkan Tabel 4. Analisis bivariat aktivitas fisik
bahwa ada hubungan yang bermakna buruk dengan IMA recurrent
Variabel Katego Recurrent Non Nilai
antara hipertensi dengan kejadian rik recurrent
N % N % P O
infark miokard (p=0,006) dengan R
Aktivitas Buruk 9 32,1 5 12,5 0,049 3,3
Odds Ratio (OR=6,3) yang berarti fisik
Baik 19 67,9 35 87,5
bahwa hipertensi memiliki risiko 6,3
Total 28 100 40 100
kali lebih besar terjadi IMA.
Hasil penelitian yang telah
Peningkatan tekanan darah
peneliti lakukan, dari 40 responden
berbanding lurus dengan risiko
yang tidak mengalami IMA recurrent,
penyakit jantung koroner. Kebutuhan
terdapat 35 orang (87,5%) yang
suplai oksigen semakin meningkat jika
memiliki aktivitas fisik baik dan tidak
tekanan darah terus menerus
mengalami IMA recurrent. Hasil
meningkat sehingga menambah beban
penelitian ini didapatkan bahwa Menganalisis Hubungan Faktor
terdapat hubungan yang bermakna Obesitas dengan IMA Recurrent
antara aktivitas fisik dengan IMA Tabel 5. Analisis bivariat obesitas
recurrent (p= 0,049) dengan nilai odds dengan IMA recurrent
ratio (OR=3,3) yang berarti bahwa Variabel Kategori Recurrent Non Nilai
k recurrent
pasien dengan aktivitas fisik yang N % N % P

buruk memiliki risiko 3,3 kali lebih Obesitas Tidak 4 14,3 0 00,0 0,000
(BMI) normal
besar untuk terjadi IMA berulang /
normal 24 85,7 40 100
recurrent dibandingkan dengan pasien
Total 28 100 40 100
yang melakukan aktivitas fisik baik.
Hasil penelitian lain yang mendukung Hasil penelitian yang telah
hasil ini juga menyatakan bahwa peneliti lakukan, dari 40 responden
pasien yang melakukan aktivitas fisik dengan IMA nonrecurrent, ke 40
setelah serangan IMA pertama orang (100,0%) tersebut memiliki BMI
memiliki risiko 50% lebih rendah normal dan tidak mengalami IMA
terhadap mortalitas dibandingkan yang recurrent. Hasil dari penelitian ini
tidak melakukan aktivitas fisik (Gerber dapatkan bahwa terdapat hubungan
et al., 2011). yang bermakna antara obesitas dengan

Hal ini tejadi karena pada IMA recurrent (p=0,000). Hasil ini

aktivitas fisik akan terjadi dua didukung oleh penelitian Radovanovic

perubahan pada sistem kardiovaskuler, et al., (2016) menyatakan bahwa

yaitu peningkatan curah jantung dan pasien obesitas memiliki risiko 1,14

redistribusi aliran darah dari organ kali lebih besar terjadi IMA berulang.

yang kurang aktif ke organ yang aktif. Hasil penelitian ini sejalan
Aktivitas fisik meningkatkan fungsi dengan teori menurut studi
endotel, yang meningkatkan fungsi Framingham (1996) dalam Aronow
vasodilatasi dan vasomotor dalam (2004), obesitas merupakan faktor
pembuluh darah (Ellestad, 1986 dalam risiko independen terjadinya infark
Supriono, 2008). miokard akut. Obesitas menjadi faktor
risiko PJK seperti hipertensi,
hipertrofi ventrikel kiri, resistensi dislipidemia dengan IMA recurrent
insulin, peningkatan trigliserida, dan (p=0,029) dengan nilai odds ratio
juga penurunan HDL. Teori lainnya (OR=3,0) yang berarti bahwa pasien
juga menyatakan bahwa obesitas akan dengan dislipidemia memiliki risiko
menambah beban kerja jantung dan 3,0 kali lebih besar untuk terjadi IMA
terutama adanya penumpukan lemak berulang / recurrent dibandingkan
dibagian sentral tubuh yang akan dengan pasien yang tidak memiliki
meningkatkan kerusakan pada dyslipidemia. Penelitian ini didukung
pembuluh darah koroner (Soegih, 2009 juga oleh penelitian lainnya yang
dalam Mira Rosmiatin, 2012). menyatakan bahwa peningkatan
trigliserida berpengaruh pada kejadian
IMA (p=0,003) (Dewi, 2014).
Menganalisis Hubungan Faktor
Dislipidemia dengan IMA Recurrent Pada studi Framengham,
Peningkatan LDL dan penurunan HDL
Tabel 6. Analisis bivariat dislipidemia
menjadi faktor risiko pada kejadian
dengan IMA recurrent
Variabel Kategori Recurrent Non Nilai IMA berulang. HDL melindungi
k recurrent
n % N % p O
endotelium dari LDL yang
R menyebabkan kerusakan pada fungsi
Dislipide Tidak 15 53,6 11 27, 0,029 3,0
mia (LDL) normal 5 endotel dengan cara reaksi inflamasi
Normal 13 46,4 29 72,
5
dan merusak fungsi vasoregulasi dari
Total 28 100 40 100 endothelium (Aronow, 2004 dalam
Hasil penelitian yang telah Qodir dkk.,2014).
peneliti lakukan, dari 28 responden
dengan IMA recurrent, terdapat 15 Menganalisis Hubungan Faktor
orang (53,6%) memiliki LDL tidak Diabetes dengan IMA Recurrent
normal atau dislipidemia dan
Tabel 7. Analisis bivariat diabetes
mengalami IMA recurrent. Hasil dari
dengan IMA recurrent
penelitian ini dapatkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara
Variabel Kategori Recurrent Non Nilai
terjadi pada pembuluh darah yang kecil
k recurrent
n % N % p OR yang membawa oksigen ke jaringan
Diabetes Tidak 6 21,4 6 15,0 0,53 1,5 tubuh. Arteri kecil atau disebut juga
normal 2
Artherioles akan menjadi penuh plak.
Normal 22 78,6 34 85,0

Kerusakan tersebut dapat terjadi di


Total 28 100 40 100
berbagai bagian tubuh sehingga bagian
Hasil penelitian yang telah tersebut tidak menerima oksigen secara
peneliti lakukan, dari 40 responden penuh atau iskemik. Kekurangan
dengan IMA nonrecurrent, terdapat 34 oksigen secara kronis di atas dapat
orang (85,0%) memiliki kadar gula menyebabkan kerusakan bagian-bagian
darah normal dan tidak mengalami organ secara bertahap (Soeharto, 2004
IMA recurrent. Hasil dari penelitian dalam Saktiningtyastuti Fransisca,
ini dapatkan bahwa tidak ada 2017).
hubungan yang bermakna antara
diabetes dengan IMA recurrent
Model Persamaan Multivarian
(p=0,532). Hasil ini diduga memiliki Analisa multivarian digunakan
hubungan yang erat dengan tidak untuk mengetahui faktor yang paling
adanya hasil pemeriksaan HbA1C berhubungan dengan IMA recurrent
yangmana hasil pemeriksaan ini pada pasien PJK di poli jantung RSUD
memiliki nilai keakuratan yang lebih Bangil. Variabel yang paling
tinggi dibandingkan dengan hasil berhubungan dengan IMA recurrent
pemeriksaan gula darah yang lainnya adalah variabel hipertensi (p=0,001)
seperti gula darah puasa dan gula darah dengan oods ratio (OR=9,2). Hal ini
2 jam setelah makan. berarti bahwa pasien dengan hipertensi
Menurut studi Framingham, memiliki risiko 9,2 kali lebih besar
satu dari dua orang penderita diabetes untuk terjadi IMA recurrent
mellitus akan mengalami kerusakan dibandingkan dengan pasien tanpa
pembuluh darah dan serangan jantung hipertensi. Nilai probabilitas
(Indrawati, 2012). Bila kadar gula didapatkan 99,8% yang berarti bahwa
darah selalu tinggi, kerusakan dapat besarnya peluang seorang pasien
dengan hipertensi, untuk terjadinya Pasuruan mayoritas berusia
IMA recurrent adalah sebesar 99,8%. dewasa akhir dengan usia 45-60
Hal ini sejalan dengan penelitian berjumlah 38 orang (55,9%)
Fransisca, (2017) yang menyatakan dengan jenis kelamin laki – laki
bahwa faktor hipertensi merupakan dan perempuan sebanding yaitu 34
variabel dominan yang mempengaruhi orang (50%). Sebagian besar
kejadian serangan jantung berulang jenjang pendidikan pasien PJK di
yaitu 0,065 kali lebih besar poli jantung adalah SD sebanyak
pengaruhnya terhadap kejadian 32 orang (47,1%) dan mayoritas
serangan jantung berulang. riwayat penyakit keluarga tidak
berisiko terhadap IMA recurrent
Keterbatasan Penelitian yang berjumlah 38 orang (55,9%).
Sampel penelitian ini tergolong kecil 2. Pada penelitian yang telah
bila dibandingkan dengan penelitian – dilakukan didapatkan pasien yang
penelitian sebelumnya serta jumlah berobat di poli jantung RSUD
yang tidak seimbang antara IMA Bangil dengan IMA recurrent
recurrent dan IMA nonrecurrent.. berjumlah 28 orang (41,2%)
Terdapat salah satu variabel yaitu dengan pasien yang memiliki
variabel diabetes atau kadar gula darah riwayat perilaku merokok
responden yang tidak didapatkan nilai berjumlah 11 orang (16,7%) dan
HbA1C sehingga terdapat memiliki aktivitas fisik yang
kemungkinan adanya ketidak akuratan buruk berjumlah 14 orang
nilai gula darah pasien infark miokard (20,6%). Pasien yang berobat di
akut. poli jantung RSUD Bangil
memiliki hipertensi berjumlah 24
Kesimpulan orang (35,3%) dengan pasien
1. Penelitian yang telah dilakukan obesitas sebanyak 4 orang (5,9%)
memberikan gambaran bahwa dan memiliki dislipidemia
pasien yang berobat di poli sebanyak 26 orang (38,2%). Gula
jantung RSUD Bangil kabupaten darah pasien yang berobat
memiliki gula darah yang tinggi Diharapkan dapat meningkatkan
atau diabetes pada 12 orang kualitas dan kuantitas penelitian
(17,6%). keperawatan khususnya dalam
3. Hasil penelitian menunjukkan departemen keperawatan medikal
hubungan yang signifikan antara bedah tentang IMA recurrent.
merokok (p=0,000), hipertensi 2. RSUD Bangil
(p=0,002), dislipidemia (p=0,029), Diharapkan dapat membantu pihak
obesitas (p=0,000) dan aktivitas rumah sakit khususnya perawat di
fisik buruk (p=0,049) dengan poli jantung dalam upaya preventive
infark miokard akut recurrent, kejadian IMA recurrent pada pasien
sedangkan diabetes (p=0,532) yang berobat di poli jantung RSUD
tidak memiliki hubungan yang Bangil kabupaten Pasuruan
bermakna secara statistika dengan 3. Peneliti selanjutnya
kejadian infark miokard akut Perlu dilakukan penelitian lebih
recurrent. lanjut mengenai faktor – faktor
4. Hasil dari penelitian menunjukkan lainnya yang berhubungan dengan
bahwa faktor yang paling kejadian IMA recurrent dengan
berhubungan dengan kejadian jumlah responden yang lebih
IMA recurrent adalah hipertensi banyak dengan menggunakan
(p=0,001) dengan oods ratio pendekatan case control ataupun
(OR=9,2). Hal ini berarti bahwa cohort study.
pasien dengan hipertensi memiliki
risiko 9,2 kali lebih besar untuk DAFTAR PUSTAKA
terjadi IMA recurrent
Ani, A., & Maulani. (2018). Faktor
dibandingkan dengan pasien tanpa
Resiko Infark Miokard Di Kota
hipertensi.
Jambi . Jurnal Endurance, 82-

Saran 87.
1. STIKES Widyagama Husada
Bachrudin, M., & Najib, M. (2016).
Keperawatan Medikal Bedah I.
Black, M., & Hawks, J. (2009). Dewi, M. (2014). Faktor-faktor
Medical surgical nursing : dominan sindrom metabolik
clinical management for yang berhubungan dengan
continuity of care, 8th ed. kejadian akut Miokard Infark di
Philadephia: W.B. Saunders Ruang ICVCU RSUD
Company. Dr.Moewardi Surakarta.

Castro-dominguez, Y., Dharmarajan, Go, A., Mozaffarian, D., Roger, V.,


K., & Mcnamara, R. L. (2017). Benjamin, E., Berry, J.,
Author ’ s Accepted Manuscript Borden, et al. (2013). Heart
Predicting Death after Acute disease and stroke statistics--
Myocardial Infarction. Trends in 2013 update: a report from the
Cardiovascular Medicine. American Heart Association.
https://doi.org/10.1016/j.tcm.2017 American.
.07.011
Haig et al, C. (2018). Current Smoking
Cavallari, I., & Bonaca, M. P. (2017).
and Prognosis After Acute ST-
Antiplatelet Therapy for
Segment Elevation Myocardial
Secondary Prevention After Acute
Infarction.
Myocardial Infarction.
https://doi.org/10.1016/j.jcmg.201
Interventional Cardiology Clinics,
8.05.022
6(1), 119–129.
Indrawati, L. (2012). Analisis Faktor
https://doi.org/10.1016/j.iccl.2016
yang Berhubungan dengan
.08.008
Kemampuan Pasien PJK
Chaliks, R. (2012). Kepatuhan dan
Melakukan Pencegahan
Kepuasan Terapi dengan
Sekunder Faktor Risiko di
Antidiabetik Oral Pada Pasien
RSPAD Gatot Soebroto
Diabetes Melitus Tipe-2 Rawat
Jakarta.
Jalan di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Indrawati, L. (2014). Hubungan Antara
Pengetahuan, Sikap, Persepsi,
Motivasi, Dukungan Keluarga Majid, A. (2010). Analisis Faktor-
dan Sumber Informasi Pasien Faktor yang Berhubungan
Penyakit Jantung Koroner dengan dengan Kejadian Rawat Inap
Tindakan Pencegahan Sekunder Ulang Pasien Gagal Jantung
Faktor Risiko (Studi Kasus Di Kongestif di Rumah Sakit
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta), Yogyakarta tahun 2010. Thesis
2, 30–36. Program Pasca Sarjana Ilmu
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Keperawatan Universitas
Dasar, ; RISKESDAS. Jakarta: Indonesia.
Balitbang Kemenkes Ri.
Mufarokhah, H., Putra, S. T., & Dewi,
Kementerian Kesehatan RI, P. D. dan Y. S. (2014). Self Management
I. (2014). Situasi Kesehatan Program Meningkatkan Koping ,
Jantung ; Mari Menuju Masa Niat Dan Kepatuhan Berobat
Muda Sehat, Hari Tua Nikmat Pasien PJK ( Self Management
Tanpa PTM dengan Perilaku Programme Improve Coping ,
Cerdik, 8. Intention , and Medication
https://doi.org/31/49/17864 Adherence in Patients with
[pii]10.1523/JNEUROSCI.3179- Coronary Heart Disease )
11.2011 Fakultas Keperawatan Universitas
Lawlor, E. R., Bradley, D. T., Cupples, Airlangga Email :
M. E., & Tully, M. A. (2018). The h4n.nimozaghi@gmail.com.
e ff ect of community-based Muttaqin, A. (2009). Asuhan
interventions for cardiovascular keperawatan klien dengan
disease secondary prevention on gangguan system
behavioural risk factors. kardiovaskular dan hematologi.
Preventive Medicine, 114(May), Jakarta Selatan: Salemba
24–38. Medika.
https://doi.org/10.1016/j.ypmed.2
018.05.019
Notoatmodjo. (2010). Metodologi (Juwalita Surapsari,
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerjemah). Jakarta:
PT. Rineka Cipta. Erlangga.

Nugroho, M. (2015). Hubungan Pusmarani, J., & Darmawan, E. (2015).


Tingkat Kepatuhan Minum Pengaruh Pemberian Edukasi
Obat dengan Kejadian Rawat Obat terhadap Kepatuhan Minum
Inap Ulang Pasien dengan Obat Warfarin pada Pasien
Gagal Jantung Kongestif di Sindrom Koroner Akut dan
RSUD Dr. Moewardi. Fibrilasi Atrium di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Nursalam. (2009). Konsep dan
The Effect of Medicinal
Penerapan Metodologi
Education on Adherence Taking
Penelitian Ilmu Keperawatan.
Warfarin in Acute Coronary
Jakarta: Salemba Medika.
Syndrome ( ACS ) and Atrial
Pastori, D., Bucci, T., Triggiani, M., Fibrilation ( AF ) Patients at PKU
Ames, P. R. J., Parrotto, S., Violi, Muhammadiyah Yogyakarta
F., … Farcomeni, A. (2019). Hospital, 4(4), 4–10.
Autoimmunity Reviews https://doi.org/10.15416/ijcp.2015
Immunoglobulin G ( IgG ) .4.4.257
anticardiolipin antibodies and Qodir, A. (2016). Kepatuhan
recurrent cardiovascular events . Mengontrol Tekanan Darah
A systematic review and Bayesian Sebagai Upaya Menurunkan
meta-regression analysis. Kejadian Infark Miokard Akut
Autoimmunity Reviews, Recurrent. Jurnal Ilmiah
(December 2018), 1–7. Kesehatan Media Husada,
https://doi.org/10.1016/j.autrev.20 5(01/Maret), 11–18.
19.03.005 Qodir, A., Soeharto, S., & Kristianto,
Philip, & Jeremy. (2010). At A Glance H. (2014, Desember).
Sistem Kardiovaskular Hubungan Kepatuhan
Mengontrol Faktor Risiko 2011 Update, 2458–2473.
dengan Kejadian Infark https://doi.org/10.1161/CIR.0b01
Miokard Akut Recurrent di 3e318235eb4d
RSUD Dr. Saiful Anwar Smeltzer, & Bare. (2013). Buku Ajar
Malang. 2, 14-23. Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Ridwan, M. (2009). Mengenal,
Mencegah, Mengatasi Silent Sofyana, M. G. (2015). Peran Perawat
Killer Jntung Koroner. Jawa dalam Menangani Pasien dengan
Tengah: Pustaka Widya Mara. Gangguan IMA ( Infark Miokard
Akut ) di Instalasi Gawat Darurat
Rosmiatin, M. (2012). Analisis Faktor-
Rumah Sakit Dr. Moewardi
faktor Risiko terhadap PJK
Surakarta.
pada Wanita Lansia. FIK UI.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
Saktiningtyastuti Fransisca, S. L. D. A. Kuantitatif , Kualitatif dan R &
(2016). Faktor yang D. Bandung : Alfabeta.
Mempengaruhi Serangan Jantung
Sumiati, Rustika, Tutiani, Nurhaeni,
Berulang pada Pasien AMI di
H., & Mumpuni. (2010).
Ruang ICVCU RSUD Dr.
Penanganan Stress pada
Moewardi Tahun 2016 Vol : 2,
Jantung Koroner. Jakarta:
35–45.
Trans Info Media.
Smith, S. C., Benjamin, E. J., Bonow,
R. O., Braun, L. T., Creager, M. Supriono, M. (2008). Faktor-Faktor
A., Franklin, B. A., … Taubert, Risiko yang Berpengaruh
K. A. (2011). AHA / ACCF Terhadap Kejadian Penyakit
Guideline AHA / ACCF Jantung Koroner pada Kelompok
Secondary Prevention and Risk <45 Tahun Program Pasca
Reduction Therapy for Patients Sarjana – Magister Epidemiologi
With Coronary and Other Universitas Diponegoro
Atherosclerotic Vascular Disease : Semarang Tahun 2008.

Anda mungkin juga menyukai