Anda di halaman 1dari 15

ASMA BRONKHIAL

A. DEFINISI
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan (The American Thoracic Society).
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang
manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh dari
saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitannya dapat
berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan
dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita. (United States
Nasional Tuberculosis Assosiation ).

B. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah
diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis
(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic
dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
 Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan
jam tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.

C. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap
benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi
dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,
antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi
yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai
macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini
bisa menyebabkan barrel chest.
Pencetus Serangan

(Allergen, Emosi/Stress, Obat-Obatan, Infeksi)

Reaksi Antigen & Anti Bodi

Pelepasan Zat Vasoaktif

Kontraksi Otot Polos Permebialitas Kapiler Sekresi Mukus

Bronkospasme Kontraksi Otot Polos Produksi Mukus

Edema Mukosa

Hipersekresi

Obstruksi Saluran Nafas Ketidak


Bersihan jalan
nafas tidak efektif seimbangan nutrisi

Hiperventilasi

Distribusi Ventilasi Tidak Merata Dgn Sirkulasi Darah Paru

Gangguan Difusi Gas Di Alveoli


Gangguan
pertukaran gas
Hipoksia

Hiperkapnia
D. TANDA DAN GEJALA
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,
duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk,
dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut
tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala
yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali
terjadi pada malam hari.
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Whezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)

E. PEMERIKSAAN PENUNJNG
1. Spirometri
2. Pemeriksaan sputum
3. Pemeriksaaan eosinofil total
4. Uji kulit
5. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E specifik dalam sputum
6. Foto thorak
7. AGD

F. KOMPLIKASI
1. Bronchitis kronis
2. Bronchitis
3. Pneumonia
4. Emphysema

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal.
pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan
rutin untuk mencegah serangan.
Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi
serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin
dipicu oleh olahraga. bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor
beta-adrenergik.
Bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya
adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit
kepala dan tremor (gemetar) otot. bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-
adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki
sedikit efek samping terhadap organ lainnya. bronkodilator ini (misalnya albuterol),
menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang
bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit tetapi efeknya hanya
berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih
panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan
untuk mencegah serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang
dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat
langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat
menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator per-oral
(ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping
dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.
Jenis bronkodilator lainnya adalah teofilin. Teofilin biasanya diberikan per-oral
(ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai
kapsul dan tablet long-acting. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara
intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah teofilin di dalam darah bisa diukur di
laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak
akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama
jantung abnormal atau kejang. Pada saat pertama kali mengkonsumsi teofilin, penderita
bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. kedua efek samping tersebut, biasanya hilang
saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat. pada dosis yang lebih besar, penderita
bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). juga bisa
terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.
Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam
mengurangi gejala asma. jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap
kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan
asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan tetapi
penggunaan tablet atau suntikan kortikosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:
- gangguan proses penyembuhan luka
- hilangnya kalsium dari tulang
- perdarahan lambung
- katarak premature
- peningkatan kadar gula darah
- penambahan berat badan
- kelaparan
- kelainan mental.
Tablet atau suntikan kortikosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk
mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan jangka panjang biasanya
diberikan inhaler kortikosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru
50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya.
Kortikosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika
pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma
Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja
dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di
dalam bronkus oleh asetilkolin. lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran
saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor
beta2-adrenergik.
Pengubah leukotrien (contohnya montelukas, zafirlukas dan zileuton)
merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. obat ini mencegah
aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang
menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma). pengobatan untuk serangan asma suatu
serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka
saluran pernafasan. obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk
mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang
berbeda. Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat
hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak nafas yang sangat berat). Nebulizer
mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat,
sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita. Pengobatan asma juga
bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epinefrin atau terbutalin di bawah kulit
dan aminofilin (sejenis teofilin) melalui infus intravena.
Pengobatan asma jangka panjang salah satu pengobatan asma yang paling
efektif adalah inhaler yang mengandung agonis reseptor beta-adrenergik. penggunaan
inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung. jika
pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak mampu
mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler kortikosteroid, kromolin atau pengubah
leukotrien. Jika gejalanya menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan
teofilin per-oral.
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Keluhan utama
Keluhan utama meliputi sesak nafas, bernafas terasa berat pada dada, dan
adanyakeluhan sulit untuk bernafas.
2. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengankeluhan
sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejalalain
seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguankesadaran,
sianosis, dan perubahan tekanan darah.Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa
diminum klien dan memeriksakembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk
digunakan kembali
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksisaluran
pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung.
Riwayatserangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai
pencetusserangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala
asma.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma
atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas
pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan,
kegelisahan,kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lender
lengket, dan posisi istirahat klien.
b. Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat
postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior,
retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi
pernapasan.
c. Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
d. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragmamenjadi datar dan rendah.
e. Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari
empatdetik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan adanya bunyi napas
tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan bronkospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme bronkus.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak mampu mengabsorbsi makanan karena factor biologi.
4. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian (ketidakmampuan untuk bernapas).
5. Kurang pengetahuan (spesifik) berhubungan dengan misinterpretasi informasi
J. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Ketidakefektifan pola NOC :
 Respiratory status : Ventilation Airway Suction
nafas Airway Managemen
 Respiratory status : Airway
patency
1. Posisikan pasien untuk
 Aspiration Control
memaksimalkan ventilasi
2. Auskultasi suara nafas
Kriteria Hasil :
sebelum dan sesudah
1. Mendemonstrasikan batuk
suctioning.
efektif dan suara nafas yang
3. Lakukan suction
bersih, tidak ada sianosis dan
4. Berikan O2
dyspneu (mampu
5. Monitor status O2
mengeluarkan sputum, mampu
6. Monitor vital sign
bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan nafas
2 Gangguan pertukaran gas NOC : Airway Management
 Respiratory Status : Gas Respiratory Monitoring
exchange 1. Monitor rata – rata,
 Respiratory Status : ventilation kedalaman, irama dan
 Vital Sign Status usaha respirasi
Kriteria Hasil : 2. Catat pergerakan
1. Mendemonstrasikan dada,amati kesimetrisan,
peningkatan ventilasi dan penggunaan otot
oksigenasi yang adekuat tambahan, retraksi otot
2. Memelihara kebersihan paru supraclavicular dan
paru dan bebas dari tanda tanda intercostal
distress pernafasan 3. Monitor suara nafas,
3. Mendemonstrasikan batuk seperti dengkur
efektif dan suara nafas yang 4. Monitor pola nafas :
bersih, tidak ada sianosis dan bradipena, takipenia,
dyspneu (mampu kussmaul, hiperventilasi,
mengeluarkan sputum, mampu cheyne stokes, biot
bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
4. Tanda tanda vital dalam
rentang normal
3 Ketidakseimbangan NOC : Nutrition managemen
nutrisi  Nutritional Status : food and 1. Kaji adanya alergi
Fluid Intake makanan
Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli
1. Adanya peningkatan berat gizi untuk menentukan
badan sesuai dengan tujuan jumlah kalori dan nutrisi
2. Berat badan ideal sesuai yang dibutuhkan pasien
dengan tinggi badan 3. Monitor jumlah nutrisi
3. Mampu mengidentifikasi dan kandungan kalori
kebutuhan nutrisi 4. Monitor turgor kulit
4. Tidak ada tanda tanda
malnutrisi
5. Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
4 Cemas NOC : Anxiety reduction
 Anxiety control 1. Gunakan pendekatan
 Coping yang menenangkan
Kriteria Hasil : 2. Nyatakan dengan jelas
1. Klien mampu mengidentifikasi harapan terhadap pelaku
dan mengungkapkan gejala pasien
cemas 3. Jelaskan semua prosedur
2. Mengidentifikasi, dan apa yang dirasakan
mengungkapkan dan selama prosedur
menunjukkan tehnik untuk 4. Temani pasien untuk
mengontol cemas memberikan keamanan
3. Vital sign dalam batas normal dan mengurangi takut
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, 5. Berikan informasi faktual
bahasa tubuh dan tingkat mengenai diagnosis,
aktivitas menunjukkan tindakan prognosis
berkurangnya kecemasan

5 Defisit pengetahuan NOC :


 Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
 Kowledge : health Behavior 1. Kaji tingkat
Kriteria Hasil : pengetahuan pasien dan
1. Pasien dan keluarga keluarga ttg penyakit
menyatakan pemahaman 2. Berikan penilaian
tentang penyakit, kondisi, tentang tingkat
prognosis dan program pengetahuan pasien
pengobatan tentang proses penyakit
2. Pasien dan keluarga mampu yang spesifik
melaksanakan prosedur yang 3. Jelaskan patofisiologi
dijelaskan secara benar dari penyakit dan
3. Pasien dan keluarga mampu bagaimana hal ini
menjelaskan kembali apa yang berhubungan dengan
dijelaskan perawat/tim anatomi dan fisiologi,
kesehatan lainnya dengan cara yang tepat.
4. Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa
muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
5. Gambarkan proses
penyakit, dengan cara
yang tepat
6. Identifikasi
kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat
7. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer dkk,(2001), Kapita selekta Kedoteran,edisi 3 jilid 1, Media


Aesculapius FKUI
2. Lynda Juall Carpenito,(1999), Rencana Asuhan & Dukumentasi Keperawatan,edisi 2,
PENERBIT BUKU KEDOKTERAN EGC
3. Headman. T. Heather. 2011. Nanda Dignosis Keperawatan 2009-2011. Jakarta: EGC.
4. Mansjoer. A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 2. Jakarta: EGC
5. Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 1996, Nursing Intervention
Classification (NIC), Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis

Anda mungkin juga menyukai