Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolik terutama metabolisme
karbohidrat yang disebabkan oleh berkurangnya atau ketiadaan hormon insulin
dari sel beta pankreas, atau akibat gangguan fungsi insulin, atau keduanya
(Sutedjo, 2010).
Terdapat dua jenis penyakit diabetes melitus, yaitu Diabetes melitus tipe I
(insulin-dependent diabetes melitus) dan diabetes melitus tipe II (noninsulin-
dependent diabetes melitus). Diabetes melitus tipe I yaitu dicirikan dengan
hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau langhernas pancreas sehingga
terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes melitus tipe II, terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap aktivitas insulin
yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar
glukosa yang normal dalam darah. Diabetes melitus tipe II lebih banyak
ditemukan dan meliputi 90% dari semua kasus diabetes diseluruh dunia
(Maulana, 2009).
Menurut WHO (2011), diabetes melitus termasuk penyakit yang paling
banyak diderita oleh penduduk di seluruh dunia dan merupakan urutan 2 ke
empat dari prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif. Prevalensi
Diabetes Melitus pada populasi dewasa di seluruh dunia diperkirakan akan
meningkat sebesar 35% dalam dua dasawarsa dan menjangkit 300 juta orang
dewasa pada tahun 2025. Bagian terbesar peningkatan angka pravalensi ini akan
terjadi di negara-negara berkembang (Gibney, 2009).
Di Indonesia, diabetes melitus berada diurutan 4 penyakit kronis berdasarkan
pravalensinya. Data Riskesdas tahun 2013, menyatakan prevalensi nasional
penyakit diabetes melitus adalah 1,5%. Merujuk kepada prevalensi nasional,
Sumatera Barat memiliki prevalensi total DM sebanyak 1,3%. Dimana Sumatera
Barat berada diurutan 14 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Berdasarakan

1
2

umur, penderita banyak dalam rentang usia 56-64 tahun dengan prevalensi
sebesar 4,8% (Kemenkes, 2013).
Dr. Aman Palungan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengatakan gejala
yang perlu diwaspadai jika anak menderita DM adalah anak menjadi banyak
makan, banyak minum, sering kencing, dan mengompol, penurunan berat badan
yang drastis dalam 2-6 minggu sebelum terdiagnosis, kelelahan dan mudah
marah, dan gejala lainnya seperti sesak napas dan dehidrasi.
DM tipe 1 tidak dapat dicegah dan siapapun dapat mengalaminya. Di
Indonesia penyakit ini pertama kali didiagnosis paling banyak pada kelompok
usia 10-14 tahun dengan 403 kasus, kemudian kelompok usia 5-9 tahun dengan
275 kasus, kelompok usia kurang dari 5 tahun dengan 146 kasus, Dan paling
sedikit adalah usia di atas 15 tahun dengan 25 kasus.
Diabetes melitus dapat menjadi serius dan menyebabkan kondisi kronik yang
membahayakan apabila tidak diobati. Akibat dari hiperglikemia dapat terjadi
komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetik (KAD) dan keadaan
hiperglikemi dalam jangka waktu yang lama berkontribusi terhadap komplikasi
neuropatik. Diabetes melitus juga berhubungan dengan penigkatan kejadian
penyakit makrovaskular seperti MCI dan stroke (Smeltzer & Bare, 2013).
Hensarling (2009) membagi dukungan keluarga menjadi empat dimensi
dukungan yaitu dimensi empathethic (emosional), dimensi encourgement
(penghargaan), dimensi facilitative (instrumental), dan dimensi participative
(partisipasi). Masing-masing dimensi ini penting dipahami bagi individu yang
ingin memberikan dukungan keluarga karena menyangkut persepsi tentang
keberadaan dan ketepatan dukungan bagi seseorang. Mengingat terapi dan
perawatan DM memerlukan waktu yang panjang tentunya bisa menimbulkan
kebosanan dan kejenuhan pada pasien DM. Oleh karena itu selain
memperhatikan masalah fisik maka perlu juga diperhatian faktor psikologis
pasien dalam penyelesaian masalah diabetes melitus.
Keikutsertaan anggota keluarga dalam memandu pengobatan, diet, latihan
merupakan bentuk peran serta aktif bagi keberhasilan penatalaksanaan diabetes
mellitus. Pembinaan terhadap anggota keluarga lainnya untuk bekerja sama
3

menyelesaikan masalah diabetes melitus dalam keluarganya, hanya dapat


dilakukan bila sudah terjalin hubungan yang erat antara tenaga kesehatan dengan
pihak pasien dan keluarganya (Rifki, 2009).
Perawat sebagai salah satu dari tenaga kesehatan mempunyai peranan dalam
pengelolaan pasien DM. Diantara tindakan dan intervensi dalam pengontrolan
penyakit DM adalah pengontrolan diet, peningkatan aktivitas fisik, kontrol
medik secara teratur dan regimen terapeutik yang tepat serta melibatkan keluarga
dalam asuhan keperawatan. Terdapatnya pelaksanaan asuhan keperawatan yang
komprehensif terhadap pasein DM diharapkan dapat mengatasi dan menghindari
terjadinya komplikasi serta kualitas hidup yang baik dapat dicapai (Rifki, 2009).
BAB II
PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Medik
1. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berati “mengalirkan atau
mengalihkan” dan Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit Diabetes Mellitus dapat diartikan individu
yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa yang
tinggi. Diabetes Mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai
dengan tidak adanya absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel terhadap insulin ( Corwin 2009).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2012, diabetes


mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja
insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah.

Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolic yang


ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Brunner &
Suddarth, 2013).

2. Klasifikasi
a. Klasifikasi klinis
1) Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA (American Diabetes
Association) 2009:
a) Tipe I : IDDM
Diabetes Melitus tipe ini disebabkan karena destruksi sel beta
pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Tipe ini menjurus ke

4
5

defisiensi insulin absolut. Proses destruksi ini dapat terjadi karena


proses imunologik maupun idiopatik.
b) Tipe II : NIDDM
Diabetes Melitus tipe ini disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta
dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer
dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
2) Diabetes Kehamilan
Diabetes Melitu dan kehamilan (Gestational Diabetes Melitus – GDM)
adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin
resistan (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia) . faktor risiko
Gestational Diabetes Melitus: riwayat keluarga Diabetes Melitus,
kegemukkan, dan glikosuria. Gestational Diabetes Melitus ini
meningkatkan morbiditas neonates, misalnya hipoglekemia, ikterus,
polisitemia dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu
Gestational Diabetes Melitus mensekresi insulin lebih besar sehingga
meransang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi Gestational
Diabetes Melitus kira-kira 3-5 % dan para ibu tersebut meningkat
risikonya untuk menjadi Diabetes Melitus di masa mendatang.
3) Diabetes tipe lain
Sub kelas Diabetes Melitus di mana individu mengalami hiperglekimia
akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta) endokrinopati
(penyakit Cushing’s, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu
fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja
insulin (b-adrenergik), dan infeksi / sidroma genetic (Down’s,
Klinefelter’s).
b. Klasifikasi Resiko Statisktik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa.
2) Berpotensi menderita kelainan glukosa.
Pada diabetes mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara
normal menghasilkan hormon insui di hancurkan oleh proses
6

autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk


mengendalikan kadar glukosa darah. DM tipe 1 ditanda oleh awitan
mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30tahun. DM tipe II
terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi
insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.
3. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin yang
terletak di abdomen bagian tengah dan di belakang lambung, di depan
betgrae lumbal pertama (L1), panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 6 cm,
mulai dari duodenum sampai limpa, beratnya 60-90 gram terdiri 3
bagian:
1) Kepala pankreas (kaput) terletak di sebelah kanan abdomen di
dalam pada bagian cekung duodenum.
2) Badan pankreas (korpus) merupakan bagian utama pankreas yang
terletak di belakang lambung di depan vertebra lumbalis pertama.
3) Bagian ekor (kauda) merupakan bagian runcing yang terletak di
sebelah kiri abdomen dan menyentuh limpa.
b. Fisiologi Pankreas
Pankreas merupakan kelenjar kompleks tubulo alveolar, secara
keseluruhan pankreas menyerupai setangkai anggur. Cabang-
cabangnya merupakan saluran bermuara pada duktus pankreaticus
7

utama menjadi ductus koleductus yang diteruskan ke duodenum di


bawah pilorus pancreatus disebut juga sebagai organ lengkap yang
mempunyai 2 fungsi yaitu:
1) Fungsi eksokrin yang mensekresi enzim pancreatin untuk
pencernaan.
2) Fungsi endokrin mempunyai 3 jenis sel antara lain:
a) Sel  (alpha) : mensekresi glukagon untuk meningkatkan
glukosa darah.
b) Sel  (beta) ; mensekresi insulin yakni hormon insulin untuk
mengatur metabolisme protein, lemak, karbohidrat dengan cara
meningkatkan permeabilitas sel, yang diberikan dengan suatu
reseptor tertentu pada membran sel, sehingga karbohidrat,
protein, dan lemak dapat masuk ke dalam sel.
c) Sel  (delta) : mensekresi somastatin dan gastrin.
d) Sel  langerhans akan mengeluarkan hormon insulin yang
berfungsi:
- Menghentikan pemecahan glikogen menjadi glukosa.
- Memacu glukosa masuk ke dalam sel.
- Memacu enzim yang mengubah glukosa menjadi glikoden dan
lemak.
Sedangkan sel  mengeluarkan glukosa yang bekerja kebalikan
dengan insulin. Glukagon berfungsi meningkatkan pemecahan
glikogen menjadi glukosa (glukogenolisis) dan meningkatkan proses
glukoneogenesis. (Donna Ignatavicius Medical Surgical Nursing).
4. Etiologi
Menurut Rendy & Margareth (2012) etiologi diabetes mellitus sebagai
berikut:
a. Diabetes Mellitus Tergantung Pada Insulin (DMTI)
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri
tetepi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
8

kearah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetic ini


ditentukan pada individiu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada DM tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Hal ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
b. Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin
Secara pasti penyebab DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik di perkirakan memegang peran dalam proses terjadinya
insulin. DM tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat, DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula meningkat darinya kepada reseptor-reseptor permkaan sel
tertentu kemudian terjadi reaksi intra seluler yang meningkatkan
transpot glukosa menembus membran sel.
Akibatnya terjadi pengabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan sistem transport glukosa, kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetepi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia.
9

DM tipe II di sebut juga DM tak tergantung insulin (DMTTI) atau


non insulin dependent mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk DM yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa akan tetapi dapat juga timbul pada masa
kanak-kanak. Fakor resiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II antaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun.
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok entik
5. Patofisiologi
Secara normal diantar ke dalam melalui mekanisme difusi terfasilitasi,
dalam hal ini insulin menjadi fasilitatornya. Glukosa akan berkaitan
dengan protein pembawanya (GluT) pada pembukaan membrane sel dan
setelah glukosa ke dalam sel, insulin juga memiliki fungsi lain, yaitu
menstimulasi penyimpanan glukosa dalam otot dan hati, meningkatkan
produksi glukosadari hati jika hipoglikemia, meningkatkan penyimpanan
lemak pada jaringan adipose, mempercepat transfer asam amino ke dalam
sel, dan menghambat pemecahan glukosa dari bentuk lain.
Pengaturan glukosa dalam darah tidak hanya dipengaruhi oleh insulin.
Hormone lain yang berperan dalam mengatur glukosa darah adalah
glucagon yang memiliki kerja berlawanan dengan insulin. Saat glukosa
darah naik, insulin akan memasukkan glukosa ke dalam sel untuk
digunakan atau disimpan. Sebaliknya jika glukosa darah turun maka
glukagon akan meningkatkan produksi glukosa.glukosa dalam darah juga
akan meningkat ketika terjadi pengeluaran hormone pertumbuhan yang
biasanya dikeluarkan pada malam hari. Kondisi infeksi juga dapat
meningkatkan glukosa darah dalam upaya memperbaiki kerusakan sel
atau melawan mikroorganisme.
10

Saat terjadi perubahan (meningkat atau menurun) kadar glukosa dalam


darah, maka insulin akan berubah. Ketika terjadi penurunan glukosa
dalam darah maka tubuh akan berusaha mengompensasi dengan
meningkatkan asupan glukosa melalui saluran pencernaan (makan). Jika
tidak terjadi, maka terjadi produksi glukosa oleh hati baik melalui
pemecahan glikogen, ataupun asam amino, dan lemak dilakukan dalam
upaya meningkatkan glukosa darah. Ketika kadar glukosa darah sudah
naik, maka sel beta akan mengeluarkan insulin untuk memasukan
glukosa dari darah ke dalam sel sehingga hal ini menurunkan kadar
glukosa dalam darah. Hal ini merupakan siklus yang akan terjadi setiap
ada perubahan glukosa dalam darah.
Pada pasien dengan diabetes melitus tipe 1, tidak adanya insulin akan
menyebabkan glukosa tidak dapat mampu masuk ke dalam sel sehingga
terjadi peningkatan glukosa dalam darah. Kekurangan glukosa dalam sel
akan menyebabkan terjadinyapeningkatan produksi glukosa dari saluran
pencernaan atau metabolisme hati dalam upaya memberikan suplai
oksigen ke dalam sel. Jika hal ini berlangsung lama maka akan terjadi
hiperglikemia yang parah dan akan mengarah kepada komplikasi
ketoasidosis.
Penurunan insulin akan menyebabkan menurunnya asupan glukosa ke
dalam hati dan otot, sehingga proses pembentukkan glukagon menjadi
menurun. Hal ini akan menyebabkan tubuh tidak mampu menghasilkan
glukosa jika tidak ada asupan makanan, efek yang sering terjadi pada
pasien beresiko mengalami hipoglikemia.
Pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2, kurangnya insulin dan
resistensi insulinakan berakibat glukosa darah tidak dapat masuk ke
dalam sel.pada DM tipe 1 dan 2 tidak masukknya glukosa dalam sel akan
menyebabkan terjadinya rasa lapar untuk meningkatakan asupan
makanan, sehingga pasien akan mengalami keluhan sering lapar dan
sering makan (polifagi). Pada kedua tipe DM, tingginya kadar glukosa
dalam darah akan menyebabkan peningktan viskositas dan osmolalitas.
11

Sebagai akibatnya cairan dari dalam sel akan keluar guna meelakukan
homeodinamik. Keluarnya cairan dari dalam sel akan memberikan sinyal
haus, sehingga pasien akan meningkatkan asupan cairan (polidipsi).
Peningkatan cairan dalam darah juga akan meningkatkan jumlah darah
yang melalui ginjal sehingga terjadi peningkatan jumlah produksi urin
(poliuri).
Penurunan glukosa yang masuk ke dakam sel menghambat sel menjadi
kekurangan energi dan mulai memecahsumber glukagon lain. Hal ini juga
dapat menyebabkan terjadinya penurunan massa otot sehingga pasien
diabetes melitus terlihat kulit menggelambir. Glukosa yang tidak dapat
masuk ke dalam sel akan memicu kelaparan sel. Kelaparan sel akan
menyebabkan subuh memberikan sinyal untuk melakukan pemecahan
glukosa lebih banyak lagi. Produksi glukosa dapat melalui proses
pemechan glikogen, protein, dan lemak. Pemechan glukosa dari lemak
akan menyebabkan meningkatnya jumlah keton dalam darah. Keton
tersebut bersifat asam dan dapat meningkatkan derajat keasaman darah
sehingga pada pasien dapat terjadi ketoasidosis.
Glukosa merupakan bahan bakar pada seluruh sel termasuk sel di otak.
Otak tidak mampu menyimpan glukosa, sehingga suplai glukosa
bergantung pada aliran darah ke otak. Kecukupan glukosa pada otak
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya disfungsi neurologis dan
kematian sel. Pada kondisi hipoglikemia, terjadi penurunan kesadaran
dan gangguan neurologis.
6. Manifestasi Klinis
Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila menderita
dua dari tiga gejala dibawah ini:
a. Keluhan TRIAS: banyak minum, banyak kencing dan penurunan berat
badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200mg/dl.
12

Keluhan yang sering terjadi pada penderita DM adalah poliuria,


polifagia, berat badan menurun, lemah kesemutan, gatal virus menurun,
bisul/luka, keputihan (Rendy & Margareth, 2012).
7. Test Diagnostik
Menurut PERKENI (2011) test diagnostic diabetes mellitus adalah sebagai
berikut.
a. Pemeriksaan glukosa darah
1) Glukosa Darah Sewaktu
Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma vena)
maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM. Pada penderita ini
tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa.
2) Glukosa Darah Puasa
Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan
8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang
digunakan, bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam
formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai berikut :
kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126
mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut
glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa
lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes toleransi glukosa
oral.
3) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)
Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan
merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan
DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya
≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa >140
mg/dl tetapi <200 mg/dl.
4) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila
pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200
13

mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO


tahun 2006, tata cara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram
glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian dilarutkan
dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5 menit. TTGO
dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam.
Penilaian adalah sebagai berikut;
a) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl;
b) Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140
mg/dl tetapi < 200 mg/dl;
c) Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.
b. Pemeriksaan Glukosa Urin
Adanya glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap glukosa
terganggu. Nilai ambang ginjal untuk nilai normal glukosa, yaitu 160-180
mg/dl (Tarwoto, dkk, 2011).
c. Glucose Toleransi Test (GTT)
Pemeriksaan sebanyak 5 kali yang mana sebelumnya pasien diberi
glukosa baik oral maupun parenteral. Ini ditinjau pada pasien yang pada
pengkajian didapatkan adanya Diabetes Melitus. Nilai normalnya 140
mg/dl (Tarwoto, dkk, 2011).
d. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang
tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai
dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa
dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah
selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan
saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang.
Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama
untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang berubah
mendadak. HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik, HbA1c 6.5 -8 %
Kontrol glikemik sedang, dan HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk
(PERKENI, 2011).
14

8. Penatalaksanaan Medik
Menurut Rendy & Margareth (2012) penatalaksanaan medik diabetes
mellitus sebagai berikut.
a. Aktivitas dan latihan membantu menurunkan kadar glukosa karena
metabolisme yang meningkat serta mempertahankan BB agar stabil,
meningkatkan permeabilitas sel sehingga glukosa mudah masuk dalam sel.
Dilanjutkan latihan jasmani (3-4 minggu) selama  30 menit.
b. Diit : ditujukan pada pengaturan jumlah kalori dan karbohidrat yang
masuk untuk membantu memenuhi kebutuhan energi, mencapai dan
mempertahankan BB yang sesuai.
c. Obat dapat berupa injeksi insulin dan obat-obat oral.
d. Cangkok pankreas : Pendekatan terbaru untuk cangkok pankreas
adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik.
Penyuluhan : Penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit
(PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM melalui bermacam-macam cara atau media.
9. Komplikasi
Menurut Rendy & Margareth (2012) komplikasi dari diabetes mellitus
sebagai berikut.
a. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia
2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar,
penyakit jantung koronr ( crebrovaskuler, penyakit pembuluh darah
kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler : mengenai pembuluh darah kecil,
retinopati, nefropati.
4) Neurofati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas saraf
otonom berpengaruh pada gastro intestinal kardiovskuler.
b. Komplikasi menahun
1) Neuropati diabetik, dapat menyebabkan mati rasa atau kesemutan
pada jari-jari baik itu jari kaki maupun tangan.
15

2) Retinopati diabetik, yang menyebabkan kerusakan pada pembuluh


darah retina mata, terutama pada jaringan-jaringan yang sensitif
terhadap cahaya dan bila tidak di obati maka akan meyebabkan
kebutaan.
3) Nefropati diabetik, yang menyebabkan kerusakan pada ginjal dan
kehilangan fungsinya sedikit demi sedikit dalam beberapa tahun.
4) Proteinuria, yaitu penyakit ginjal kronis yang mengakibatkan
peradangan pada ginjal.
5) Kelainan koroner.
6) Ulkus/gangren, yaitu kondisi yang terjadi setelah seseorang
mengalami luka, infeksi, atau masalah kesehatan kronis yang
memengaruhi sirkulasi darah.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga.
2) Penggunaan obat seperti steroid, diurektik (tiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah)
3) Penyakit infeksi (vital infection).
4) Riwayat pengobatan.
5) Kurang latihan/aktivitas.
6) Ketaatan menjalankan terapi.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Obesitas
2) Penurunan BB (tipe I), penambahan BB (tipe II).
3) Haus (polidipsi)
4) Kelaparan
5) Luka sulit sembuh termasuk pada kaki
6) Diet pasien
c. Pola eliminasi
16

1) Poliuria
2) Konstipasi/diare
3) Nokturia (berkemih pada malam hari).
4) Infeksi kulit.
5) Inkontinensia.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kelemahan otot.
2) Fatigue (kelelahan).
3) Lemah, letih,sulit bergerak atau berjalan.
e. Pola tidur dan istirahat
1.)Sering terbangun karena notukria.
f. Persepsi kognitif
1) Nyeri abdomen.
2) Pusing.
3) Pandangan kabur.
4) Baal atau kesemutan pada ekstremitas.
5) Kram otot.
g. Pola persepsi dan konsep diri
1.) Harga diri rendah karena penyakit.
2.) Masalah finansial.
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama.
1.)Perubahan peran dalam keluarga/masyarakat.
i. Pola reproduksi
1) Impotensi.
2) Vagina infeksi.
3) Penurunan libido.
j. Pola koping toleransi terhadap stress
1) Depresi.
2) Iritabilitas.
3) Apatis.
k. Pola kepercayaan
17

1.) Komitmen untuk merubah gaya hidup termasuk diet, pengobatan dan
pola aktivitas.
2.) Berusaha untuk mengubah cara hidup, diet, pengobatan, dan pola
aktivitas.
2. Diagnosa
Menurut Herdman (2015) diagnosa keperawatan pada penyakit diabetes
melitus sebagai berikut.
a. Kekurang volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
b. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
c. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
asupan diet.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
diabetes melitus.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik.
f. Keletihan berhubungan dengan status penyakit.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan status penyakit.
3. Intervensi
a. DP 1: Resiko kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan asupan diet dapat teratasi.

Kreteria Hasil (NOC) :

1) Keseimbangan Cairan
a) Tekanan darah ditingkatkan ke level 5.
b) Denyut nadi radial dipertahankan pada level 5.
c) Keseimbangan inteka dan output dalam 24 jam ditingkatkan ke
level 5.
18

d) Berat badan stabil ditingkatkan ke level 5.


e) Tugor kulit ditingkatkan ke level 5.
f) Kelembaban membran mukosa ditingkatkan ke level 5.
g) Serum elektrolit ditingkatkan ke level 5.
h) Hematokrit ditingkatkan ke level 5.
i) Berat jenis urin ditingkatkan ke level 5.
j) Asites ditingkatkan ke level 5.
k) Kehausan ditingkatkan ke level 5.
l) Pusing ditingkatkan ke level 5.
2) Hidrasi
a.) Tugor kulit ditingkatkan ke level 5.
b.) Membran mukosa lembab ditingkatkan ke level 5.
c.) Intake cairan ditingkatkan ke level 5.
d.) Output urin ditingkatkan ke level 5.
e.) Haus ditingkatkan ke level 5.
f.) Warna urin keruh ditingkatkan ke level 5.
g.) Bola mata cekung dan lunak ditingkatkan ke level 5.
h.) Penurunan tekanan darah ditingkatkan ke level 5.
i.) Nadi cepat dan lemah ditingkatkan ke level 5.
j.) Peningkatan hematokrit ditingkatkan ke level 5.
k.) Kehilangan berat badan ditingkatkan ke level 5.
Intervensi :
1.)Manajemen Cairan
a.) Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien.
b.) Monitor TTV pasien.
c.) Monitor status hidrasi (misalnya, membran mukosa lembab,
denyut nadi adekuat, dan tekanan darah ortostatik).
d.) Berikan cairan dengan tepat.
e.) Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian
makanan dengan baik.
19

f.) Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda dan gejala


kelebihan volume cairan menetap atau memburuk.
2.)Manajemen Hipovolemi
a.) monitor asupan dan pengeluaran.
b.) monitor intergritas kulit pasien yang tidak dapat bergerak dan
memiliki kulit kering.
c.) monitor rongga mulut dan kekeringan dan/atau membran
mukosa yang pecah.
d.) Instruksikan pada pasien untuk menghindari posisi yang erubah
cepat, khususnya pada posisitelentang pada posisi duduk atau
berdiri.
e.) Instruksikan pada pasien dan/atau keluarga tindakan-tindakan
yang dilakukan untuk mengatasi hipovolemia.
f.) Gunakan pompa IV untuk menjaga tetesan aliran infus intavena
tetap stabil.
3.)Manajemen Syok: Volume
a) Monitor data lab (misalnya, serum laktat, keseimbangan asam
basa, profil metabolic dan elektrolit).
b) Monitor nilai hemoglobin/hematokrit.
c) Posisikan pasien untuk mendapatkan perfusi optimal.
d) Berikan oksigen dan/atau ventilasi mekanik, sesuai kebutuhan.
e) Berikan cairan IV yang dihangatkan dan produk-produk darah
yang dihangatkan, sesuai indikasi.
b. DP 2: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan asupan diet dapat teratasi.

Kreteria Hasil (NOC)


1.)Status Nutrisi
20

a.) Asupan nutrisi ditingkatkan ke level 5.


b.) Asupan makanan ditingkatkan ke level 5.
c.) Asupan cairan ditingkatkan ke level 5.
d.) Energi ditingkatkan ke level 5.
e.) Rasio berat badan/tinggi badan ditingkatkan ke level5.
f.) Hidrasi ditingkatkan ke level 5.
2.)Nafsu Makan
a.) Hasrat/keinginan untuk makan ditingkatkan ke level 5.
b.) Mencari makanan ditingkatkan ke level 5.
c.) Menyenangi makanan ditingkatkan ke level 5.
d.) Merasakan makanan dipertahankan pada level 5.
e.) Energy untuk makan ditingkatkan ke level 5.
f.) Intake makanan ditingkatkan ke level 5.
g.) Intake nutris ditingkatkan ke level 5.
h.) Intake cairan ditingkatkan ke level 5.
i.) Rangsangan untuk makan ditingkatkan ke level 5.
Intervensi (NIC)
1.)Manajemen Nutrisi
a.) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
b.) Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
dimiliki pasien.
c.) Monitor kalori dan asupan makanan.
d.) Tawarkan makanan ringan yang padat gizi.
e.) Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien
selama pasien berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan,
yang sesuai.
f.) Berikan obat-obatan sebelum makan (misalnya, penghilang rasa
sakit, antiementik), jika diperlukan.
2.)Bantuan peningkatan berat badan
a) Monitor mual muntah
21

b) Sediakan variasi makanan yang tinggi kalori dan bernutrisi


tinggi.
c) Timbang pasien pada jam yang sama setiap hari.
d) Sajikan makanan dengan menarik.
e) Ajarkan pasien dan keluarga bagaiman membeli makanan murah
tetapi bergizi tinggi.
f) Rujuk pada lembaga di komunitas yang dapat membantu
memenuhi makanan.
3.)Monitor Nutrisi
a.) Identifikasi perubahan nafsumakan dan aktivitas akhir-akhir ini.
b.) Identifikasi perubahan berat badan terakhir.
c.) Monitor turgor kulit dan mobilitas.
d.) Monitor status mental (misalnya, bingung, depresi, dan cemas).
e.) Monitor diet dan asupan kalori.
f.) Mulai tindakan atau berikan rujukan, sesuai kebutuhan.
c. DP 3: Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan asupan diet.
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan asupan diet dapat teratasi.
Kreteria Hasil (NOC)
1.)Kadar glukosa darah
a.) Glukosa darah ditingkatkan ke level 5.
b.) Hemoglobin glikosilat ditingkatkan ke level 5.
c.) Fruktosamin ditingkatkan ke level 5.
d.) Urin glukosa ditingkatkan ke level 5.
e.) Urin keton ditingkatkan ke level 5.
2.)Keparahan Hiperglikemia
a) Peningkatan urin output ditingkatkan ke level 5.
b) Peningkatan haus ditingkatkan ke level 5.
c) Lapar berlebihan ditingkatkan ke level 5.
22

d) Malaise ditingkatkan ke level 5.


e) Kelelahan ditingkatkan ke level 5.
f) sakit kepala ditingkatkan ke level 5.
g) Pandangan kabur ditingkatkan ke level 5.
h) Kehilangan berat badan yang tidak bisa dijelaskan ditingkatkan
ke level 5.
i) Kehilangan nafsu makan ditingkatkan ke level 5.
j) Mual ditingkatkan ke level 5.
k) Mulut kering ditingkatkan ke level 5.
l) Nafas bau buah ditingkatkan ke level 5.
m) Gangguan elektrolit ditingkatkan ke level 5.
n) Gangguan konsentrasi ditingkatkan ke level 5.
o) Peningkatan glukosa darah ditingkatkan ke level 5.
Intervensi (NIC)
1.) Manajemen hiperglikemia
a) Monitor kadar glukosa darah, sesuai indikasi.
b) Monitor status cairan (termasuk intake dan output) sesuai
kebutuhan.
c) Berikan insulin, sesuai indikasi.
d) Lakukan kebersihan mulut, jika diperlukan.
e) Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa darah.
f) Konsultasikan dengan dokter tanda dan gejala hiperglikemia
yang menetap atau memburuk.
2.)Manajemen hipoglikemia
a) Identifikasi pasien yang berisiko mengalami hipoglikemia.
b) Monitor kadar glukosa darah, sesuai indikasi.
c) Berikan glukosa secara intravena, sesuai indikasi.
d) Berikan umpan balik atas kepatuhan manajemen diri pasien
untuk mengatasi hipoglikemia.
e) Instruksikan pasien untuk selalu patuh terhadap diitnya, terapi
insulinya, dan melakukan olahraga.
23

f) Kolaborasi dengan pasien dan tim perawatan diabetesnya jika


diperlukan perubahan terapi insulinnya (misalnya, terapi insulin
lebih dari 1 kali/hari).
3.)Manajemen pengobatan
a) Tentukan kemampuan pasien untuk mengobati diri sendiri
dengan cara yang tepat.
b) Monitor tanda dan gejala toksisitas obat.
c) Berikan pasien dan keluarga mengenai informasi tertulis dan
visual dengan meningkatkan pemahaman diri mengenai
pemberian obat yang tepat.
d) Ajarkan pasien/keluarga mengenai metode pemberian obat yang
sesuai.
e) Ajarkan pasien/keluarga mengenai tindakan dan efek samping
yang diharapkan dari obat.
f) Konsultasi dengan professional perawatan kesehatan lainnya
untuk meminimalkan jumlah dan frekuensi obat yang dibutuhkan
agar didapatkan efek terapeutik.
d. DP 4: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
diabetes melitus
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis
osmotik dapat teratasi.

Kreteria Hasil (NOC) :

1.) Perfusi jaringan: Perifer


a.) Pengisian kapiler jari ditingkatkan ke level 5.
b.) Pengisian kapiler jari kaki ditingkatkan ke level 5.
c.) Suhu kulit ujung kaki dan ujung tangan ditingkatkan ke l
ditingkatkan ke level 5.
d.) Tekanan darah sistolik ditingkatkan ke level 5.
e.) Tekanan darah diastolic ditingkatkan ke level 5.
24

f.) Edema perifer ditingkatkan ke level 5.


g.) Nyeri diujung kaki dan tangan yang terlokalisasi ditingkatkan ke
level 5.
h.) Nekrosis ditingkatkan ke level 5.
i.) Mati rasa ditingkatkan ke level 5.
j.) Muka pucat ditingkatkan ke level 5.
k.) Kelemahan otot ditingkatkan ke level 5.
l.) Kerusakan kulit ditingkatkan ke level 5.
Kreteria Hasil (NOC) :
1.)Manajemen sensasi perifer
a) Monitor sensansi tumpul atau tajam dan panas seta dingin (yang
dirasakan pasien).
b) Monitor adanya parasthesia dengan tepat (misalnya, mati rasa,
tingting, hipertesia, hipotesia, dan tingkat nyeri).
c) Gunakan alat yang dapat mengurangi penekanan yang sesuai.
d) Didiskusikan atau identifikasi penyebab sensasi abnormal atau
perubahan sensasi yang terjadi.
e) Instruksikan pasien dan keluarga untuk memeriksa adanya
kerusakan kulit setiap hari.
f) Berikan obat analgesic, kortikosteroid, antikonvulsan,
antidepresan trisilik, atau anteltesi local sesuai kebutuhan.
2.)Perawatan sirkulasi: insufisiensi arteri
a) Monitor tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat melakukan
olahraga di malam hari atau saat beristirahat.
b) Monitor jumlah cairan yang masuk dan keluar.
c) Inspeksi kulit untuk adanya luka pada arteri (arterial ulcers) atau
kerusakan jaringan.
d) Tempatkan ujung kaki dan tangan dalam posisi tergantung
dengan tepat.
e) Ubah posisi pasien setidaknya 2 jam sekali, dengan tepat.
25

f) Berikan obat antiplatelet (penurun agregasi platelet) atau


antikoagulan (pengencer darah) dengan tepat.
3.)Perawatan sirkulasi: insufisiensi vena
a) Lakukan penilaian sirkulasi perifer secara komperhensif
(misalnya, mengecek nadi perifer, udem, waktu pengisian
kapiler, warna, dan suhu kulit).
b) Inspeksi kulit apakah terdapat luka tekan dan jaringan yang tidak
utuh.
c) Lindungi ekstermitas dari trauma (misalnya, meletakan bantalan
dibawah kaki dan betis, mletakan footboard untuk menopang
kaki, menggunakan sepatu sepatu sesuai ukuran).
d) Pertahankan hidrasi yang cukup untuk menurunkan viskositas
darah.
e) Tinggikan kaki 20° atau lebih tinggi dari jantung.
f) Dukung latihan ROM pasif dan aktif, terutama pada ekstermitas
bawah, selama beristirahat.
g) Berikan obat antiplatelet atau antikoagulan dengan cara yang
tepat.
e. DP 5: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor
mekanik dapat teratasi.
Kreteria Hasil (NOC)
1.) Integritas Jaringan: kulit dan membrane mukosa
a.) Suhu kulit dipertahankan pada level 5.
b.) Sensasi ditingkatkan ke level 5.
c.) Elastisitas ditingkatkan ke level 5.
d.) Hidrasi ditingkatkan ke level 5.
e.) Keringat ditingkatkan ke level 5.
f.) Tekstur ditingkatkan ke level 5.
g.) Ketebalan ditingkatkan ke level 5.
26

h.) Integritas kulit ditingkatkan ke level 5.


i.) Lesi pada kulit ditingkatkan ke level 5.
j.) Lesi mukosa membrane dipertahankan pada level 5.
k.) Pengelupasan kulit ditingkatkan ke level 5.
l.) Penebalan kulit ditingkatkan ke level 5.
m.) Wajah pucat ditingkatkan ke level 5.
n.) Pengerasan (kulit) ditingkatkan ke level 5.
2.)Posisi tubuh: berinisiatif sendiri
a.) Bergerak dari posisi berbaring ke posisi berdiri dipertahankan
pada level 5.
b.) Bergerak dari posisi duduk ke posisi baring dipertahankan pada
level 5.
c.) Bergerak dari posisi duduk ke berdiri dipertahankan pada level
5.
d.) Bergerak dari posisi berdiri ke posisi duduk dipertahankan pada
level 5.
e.) Bergerak dari posisi berdiri ke posisi berlutut ditingkatkan ke
level 5.
f.) Bergerak dari posisi berlutut ke berdiri ditingkatkan ke level 5.
g.) Bergerak dari posisi berdiri ke jongkok ditingkatkan ke level 5.
h.) Bergerak dari posisi jongkok ke berdiri ditingkatkan ke level 5.
i.) Membungkuk pada pinggang sembari berdiri dipertahankan
pada level 5.
j.) Berpindah dari satu sisi ke sisi yang lain sambil berbaring
ditingkatkan ke level 5.
k.) Bergerak dari depan ke belakang sambil berbaring ditingkatkan
ke level 5.
l.) Bergerak dari belakang ke depan sambil berbaring ditingkatkan
ke level 5.
Intervensi (NIC)
1.) Perawatan daerah (area) sayatan
27

a.) Monitor proses sayatan untuk tanda dan gejala infeksi


b.) Bersihkan mulai dari area yang bersih ke area yang kurang
bersih.
c.) Berikan plester untuk menutup.
d.) Ganti pakaian yang interval (waktu) yang tepat.
e.) Arahkan pasien cara merawat luka insisi selama mandi.
f.) Lepaskan jahitan, steples, atau klip, sesuai indikasi.
2.)Perawatan luka
a.) Angkat balutan dan plester perekat.
b.) Cukur rambut disekitar daerah yang terkena, sesuai kebutuhan.
c.) Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran
dan bau.
d.) Anjurkan pasien atau anggota keluarga untuk mengenal tanda
dan gejala infeksi.
e.) Rujuk pada praktisi ostomy, dengan tepat.
f.) Rujuk pada ahli diet, dengan tepat.
3.)Pengecekan kulit
a.) Periksa kulit dan selaput lender terkait dengan adanya
kemerahan, kehangatan ekstrim, edema atau drainase.
b.) Periksa kondisi luka operasi dengan tepat.
c.) Monitor warna dan suhu kulit.
d.) Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet.
e.) Monitor infeksi, terutama dari daerah edema.
f.) Dokumentasikan perubahan membrane mukosa.
g.) Ajarkan anggota keluarga/pemberi asuhan mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit, dengan tepat.
f. DP 6: Keletihan berhubungan dengan status penyakit
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor
mekanik dapat teratasi.
28

Kreteria Hasil (NOC)


1) Kelelahan: Efek yang mengganggu
a) Malaise ditingkatkan ke level 5.
b) Lethargy ditingkatkan ke level 5.
c) Penurunan energy ditingkatkan ke level 5.
d) Gangguan dengan aktivitas sehari-hari ditingkatkan ke level 5.
e) Ganggun pada rutinitas ditingkatkan ke level 5.
f) Gangguan terhadap aturan pengobatan dipertahankan pada level
5.
g) Nafsu makan menurun ditingkatkan ke level 5.
h) Perubahan status nutrisi ditingkatkan ke level 5.
i) Gangguan aktivitas fisik dipertahankan pad level 5.
j) Gangguan kinerja peran ditingkatkan ke level 5.
k) Pesimis tentang status kesehatan saat ini ditingkatkan ke level 5.
l) Pesimis tentang status kesehatan masa depan dipertahankan
pada level 5.
m) Gangguan untuk menikmati hidup ditingkatkan ke level 5.
2) Tingkat kelelahan
a) Kelelahan ditingkatkan ke level 5.
b) Kelesuan ditingkatkan ke level 5.
c) Alam perasaan depresi ditingkatkan ke level 5.
d) Kehilangan selera makan ditingkatkan ke level 5.
e) Gangguan konsentrasi ditingkatkan ke level 5.
f) Penurunan motivasi ditingkatkan ke level 5.
g) Sakit kepala ditingkatkan ke level 5.
h) Stress ditingkatkan ke level 5.
i) Kegiatan sehari-hari ditingkatkan ke level 5.
j) Kualitas istirahat ditingkatkan ke level 5.
k) Kualitas tidur ditingkatkan ke level 5.
l) Keseimbangan antara kegiatan dan istirahat ditingkatkan ke
level 5.
29

Intervensi (NIC)

1.)Manajemen energi
a) Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai
dengan konteks usia dan perkembangan.
b) Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk
menjaga ketahanan.
c) Lakukan ROM aktif/pasif untuk menghilangkan ketegangan
otot.
d) Buat batasan untuk aktivitas hiperaktif klien saat mngganggu
yang lain atau dirinya sendiri.
e) Ajarkan pasien mengenai pengelolaan kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
f) Instruksikan pasien/orang yang dekat dengan pasien mengenai
teknik perawatan diri yang memungkinkan penggunaan energy
sehemat mungkin (monitor diri dan teknik untuk melakukan
aktivitas sehari-hari).
2.)Manajemen alam perasaan
a) Tentukan apakah pasien menunjukan risiko keamanan pada diri
sendiri atau orang lain.
b) Evaluasi alam perasaan (misalnya, tanda, gejala, riwayat
pribadi) diawal dan teratur, selama perkembangan penanganan.
c) Bantu pasien untuk bisa mengatur siklus tidur/bangun yang
normal (misalnya, jadwal istirahat, teknik relaksasi, pengobatan
sedasi, pembatasan kafein).
d) Berikan umpan balik terkait dengan ketepatan dari perilaku
sosialnya.
e) Ajarkan koping baru dan keterampilan membuat keputusan.
f) Bantu dokter dalam memberikan penanganan terapi kejut
listrik/electroconvulsive (ECT), jika diindikasikan.
3.)Peningkatan tidur
a) Tentukan pola tidur/aktivitas pasien.
30

b) Monitor/catat pola tidur pasien dan jumlah jam tidur.


c) Sesuaikan lingkungan (misalnya, cahaya, kebisingan, suhu,
kasur, dan tempat tidur) untuk meningkatkan tidur.
d) Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur.
e) Ajarkan bagaimana melakukan relaksasi otot autogenic atau
bentuk non-farmakologi lainnya untuk memancing tidur.
f) Berikan pamphlet dengan informasi mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur.
g. DP 7: Resiko infeksi berhubungan dengan status penyakit.
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah Resiko infeksi berhubungan dengan status penyakit dapat
teratasi.
Kreteria Hasil (NOC)
1.)Keparahan infeksi
a.) Kemerahan ditingkatkan ke level 5
b.) Cairan (luka) yang berbau busuk ditingkatkan ke level 5
c.) Malaise ditingkatkan ke level 5
d.) Menggigil ditingkatkan ke level 5
e.) Lethargy ditingkatkan ke level 5
f.) Hilangnya nafsu makan ditingkatkan ke level 5.

Intervensi (NIC)

1.)Kontrol infeksi
a) Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protocol institusi.
b) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan setiap pasien.
c) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat universial.
d) Pakai sarung tangan steril dengat tepat.
e) Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
f) Anjurkan psien untuk meminum antibiotic seperti yang diresepkan.
g) Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.
31

2.)Perlindungan infeksi
a) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local.
b) Monitor kerentanan terhadap infeksi.
c) Hindari kontak dekat dengan hewan peliharaan hewan, dan
penjamu dengan imunitas yang membahayakan.
d) Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko.
e) Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area (yang mengalami)
edema.
f) Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
g) Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana cara menghindari
infeksi.
h) Instruksikan pasien untuk minum antibiotic yang diresepkan.
4. Implementasi
Menurut Santa Manurung (2011), pada tahap pelaksanaan kita benar-
benar siap untuk melaksanakan intervensikeperawatan dan aktivitas-aktivitas
keperawatan yang dituliskan dalam rencana keperawatan pasien. Dalam kata
lain dapat disebut bahwa pelaksanaan adalah peletakan suatu rencana menjadi
tindakan yang mencangkup:
a. Penulisan dan pengumpulan data lanjutan
b. Pelaksanaan intervensi keperawatan
c. Pendokumentasian tindakan keperawatan.
d. pemberian laporan / mengkomunikasikan status kesehatan pasien dan
respons pasien terhadap intervensi keperawatan.
Pada kegiatan impelementasi diperlukan kemampuan perawat terhadap
penguasaan teknis keperawatan, kemampuan hubungan interpersonal, dan
kemampuan intelektual untuk menerapkan teori keperawatan dalam praktek.
5. Evaluasi
Menurut Santa Manurung (2011), Evaluasi merupakan tahap akhirdari
proses keperawatan, dimana perawat akan mengevaluasi respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan unuk memastikan bahwa
hasil yang diharapkan sudah di capai. Evaluasi adalah kegiatan yang terus
32

menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif


dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau
menghentikan rencana keperawatan. Walaupun evaluasi dilakukan pada akhir
proses keperawatan, namun evaluasi sebaiknya dilakukan secara terus
menerus selama pasien dirawat.

Anda mungkin juga menyukai