Diabetes
Diabetes
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolik terutama metabolisme
karbohidrat yang disebabkan oleh berkurangnya atau ketiadaan hormon insulin
dari sel beta pankreas, atau akibat gangguan fungsi insulin, atau keduanya
(Sutedjo, 2010).
Terdapat dua jenis penyakit diabetes melitus, yaitu Diabetes melitus tipe I
(insulin-dependent diabetes melitus) dan diabetes melitus tipe II (noninsulin-
dependent diabetes melitus). Diabetes melitus tipe I yaitu dicirikan dengan
hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau langhernas pancreas sehingga
terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes melitus tipe II, terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap aktivitas insulin
yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar
glukosa yang normal dalam darah. Diabetes melitus tipe II lebih banyak
ditemukan dan meliputi 90% dari semua kasus diabetes diseluruh dunia
(Maulana, 2009).
Menurut WHO (2011), diabetes melitus termasuk penyakit yang paling
banyak diderita oleh penduduk di seluruh dunia dan merupakan urutan 2 ke
empat dari prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif. Prevalensi
Diabetes Melitus pada populasi dewasa di seluruh dunia diperkirakan akan
meningkat sebesar 35% dalam dua dasawarsa dan menjangkit 300 juta orang
dewasa pada tahun 2025. Bagian terbesar peningkatan angka pravalensi ini akan
terjadi di negara-negara berkembang (Gibney, 2009).
Di Indonesia, diabetes melitus berada diurutan 4 penyakit kronis berdasarkan
pravalensinya. Data Riskesdas tahun 2013, menyatakan prevalensi nasional
penyakit diabetes melitus adalah 1,5%. Merujuk kepada prevalensi nasional,
Sumatera Barat memiliki prevalensi total DM sebanyak 1,3%. Dimana Sumatera
Barat berada diurutan 14 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Berdasarakan
1
2
umur, penderita banyak dalam rentang usia 56-64 tahun dengan prevalensi
sebesar 4,8% (Kemenkes, 2013).
Dr. Aman Palungan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengatakan gejala
yang perlu diwaspadai jika anak menderita DM adalah anak menjadi banyak
makan, banyak minum, sering kencing, dan mengompol, penurunan berat badan
yang drastis dalam 2-6 minggu sebelum terdiagnosis, kelelahan dan mudah
marah, dan gejala lainnya seperti sesak napas dan dehidrasi.
DM tipe 1 tidak dapat dicegah dan siapapun dapat mengalaminya. Di
Indonesia penyakit ini pertama kali didiagnosis paling banyak pada kelompok
usia 10-14 tahun dengan 403 kasus, kemudian kelompok usia 5-9 tahun dengan
275 kasus, kelompok usia kurang dari 5 tahun dengan 146 kasus, Dan paling
sedikit adalah usia di atas 15 tahun dengan 25 kasus.
Diabetes melitus dapat menjadi serius dan menyebabkan kondisi kronik yang
membahayakan apabila tidak diobati. Akibat dari hiperglikemia dapat terjadi
komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetik (KAD) dan keadaan
hiperglikemi dalam jangka waktu yang lama berkontribusi terhadap komplikasi
neuropatik. Diabetes melitus juga berhubungan dengan penigkatan kejadian
penyakit makrovaskular seperti MCI dan stroke (Smeltzer & Bare, 2013).
Hensarling (2009) membagi dukungan keluarga menjadi empat dimensi
dukungan yaitu dimensi empathethic (emosional), dimensi encourgement
(penghargaan), dimensi facilitative (instrumental), dan dimensi participative
(partisipasi). Masing-masing dimensi ini penting dipahami bagi individu yang
ingin memberikan dukungan keluarga karena menyangkut persepsi tentang
keberadaan dan ketepatan dukungan bagi seseorang. Mengingat terapi dan
perawatan DM memerlukan waktu yang panjang tentunya bisa menimbulkan
kebosanan dan kejenuhan pada pasien DM. Oleh karena itu selain
memperhatikan masalah fisik maka perlu juga diperhatian faktor psikologis
pasien dalam penyelesaian masalah diabetes melitus.
Keikutsertaan anggota keluarga dalam memandu pengobatan, diet, latihan
merupakan bentuk peran serta aktif bagi keberhasilan penatalaksanaan diabetes
mellitus. Pembinaan terhadap anggota keluarga lainnya untuk bekerja sama
3
2. Klasifikasi
a. Klasifikasi klinis
1) Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA (American Diabetes
Association) 2009:
a) Tipe I : IDDM
Diabetes Melitus tipe ini disebabkan karena destruksi sel beta
pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Tipe ini menjurus ke
4
5
a. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin yang
terletak di abdomen bagian tengah dan di belakang lambung, di depan
betgrae lumbal pertama (L1), panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 6 cm,
mulai dari duodenum sampai limpa, beratnya 60-90 gram terdiri 3
bagian:
1) Kepala pankreas (kaput) terletak di sebelah kanan abdomen di
dalam pada bagian cekung duodenum.
2) Badan pankreas (korpus) merupakan bagian utama pankreas yang
terletak di belakang lambung di depan vertebra lumbalis pertama.
3) Bagian ekor (kauda) merupakan bagian runcing yang terletak di
sebelah kiri abdomen dan menyentuh limpa.
b. Fisiologi Pankreas
Pankreas merupakan kelenjar kompleks tubulo alveolar, secara
keseluruhan pankreas menyerupai setangkai anggur. Cabang-
cabangnya merupakan saluran bermuara pada duktus pankreaticus
7
Sebagai akibatnya cairan dari dalam sel akan keluar guna meelakukan
homeodinamik. Keluarnya cairan dari dalam sel akan memberikan sinyal
haus, sehingga pasien akan meningkatkan asupan cairan (polidipsi).
Peningkatan cairan dalam darah juga akan meningkatkan jumlah darah
yang melalui ginjal sehingga terjadi peningkatan jumlah produksi urin
(poliuri).
Penurunan glukosa yang masuk ke dakam sel menghambat sel menjadi
kekurangan energi dan mulai memecahsumber glukagon lain. Hal ini juga
dapat menyebabkan terjadinya penurunan massa otot sehingga pasien
diabetes melitus terlihat kulit menggelambir. Glukosa yang tidak dapat
masuk ke dalam sel akan memicu kelaparan sel. Kelaparan sel akan
menyebabkan subuh memberikan sinyal untuk melakukan pemecahan
glukosa lebih banyak lagi. Produksi glukosa dapat melalui proses
pemechan glikogen, protein, dan lemak. Pemechan glukosa dari lemak
akan menyebabkan meningkatnya jumlah keton dalam darah. Keton
tersebut bersifat asam dan dapat meningkatkan derajat keasaman darah
sehingga pada pasien dapat terjadi ketoasidosis.
Glukosa merupakan bahan bakar pada seluruh sel termasuk sel di otak.
Otak tidak mampu menyimpan glukosa, sehingga suplai glukosa
bergantung pada aliran darah ke otak. Kecukupan glukosa pada otak
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya disfungsi neurologis dan
kematian sel. Pada kondisi hipoglikemia, terjadi penurunan kesadaran
dan gangguan neurologis.
6. Manifestasi Klinis
Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila menderita
dua dari tiga gejala dibawah ini:
a. Keluhan TRIAS: banyak minum, banyak kencing dan penurunan berat
badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200mg/dl.
12
8. Penatalaksanaan Medik
Menurut Rendy & Margareth (2012) penatalaksanaan medik diabetes
mellitus sebagai berikut.
a. Aktivitas dan latihan membantu menurunkan kadar glukosa karena
metabolisme yang meningkat serta mempertahankan BB agar stabil,
meningkatkan permeabilitas sel sehingga glukosa mudah masuk dalam sel.
Dilanjutkan latihan jasmani (3-4 minggu) selama 30 menit.
b. Diit : ditujukan pada pengaturan jumlah kalori dan karbohidrat yang
masuk untuk membantu memenuhi kebutuhan energi, mencapai dan
mempertahankan BB yang sesuai.
c. Obat dapat berupa injeksi insulin dan obat-obat oral.
d. Cangkok pankreas : Pendekatan terbaru untuk cangkok pankreas
adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik.
Penyuluhan : Penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit
(PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM melalui bermacam-macam cara atau media.
9. Komplikasi
Menurut Rendy & Margareth (2012) komplikasi dari diabetes mellitus
sebagai berikut.
a. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia
2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar,
penyakit jantung koronr ( crebrovaskuler, penyakit pembuluh darah
kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler : mengenai pembuluh darah kecil,
retinopati, nefropati.
4) Neurofati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas saraf
otonom berpengaruh pada gastro intestinal kardiovskuler.
b. Komplikasi menahun
1) Neuropati diabetik, dapat menyebabkan mati rasa atau kesemutan
pada jari-jari baik itu jari kaki maupun tangan.
15
1) Poliuria
2) Konstipasi/diare
3) Nokturia (berkemih pada malam hari).
4) Infeksi kulit.
5) Inkontinensia.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kelemahan otot.
2) Fatigue (kelelahan).
3) Lemah, letih,sulit bergerak atau berjalan.
e. Pola tidur dan istirahat
1.)Sering terbangun karena notukria.
f. Persepsi kognitif
1) Nyeri abdomen.
2) Pusing.
3) Pandangan kabur.
4) Baal atau kesemutan pada ekstremitas.
5) Kram otot.
g. Pola persepsi dan konsep diri
1.) Harga diri rendah karena penyakit.
2.) Masalah finansial.
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama.
1.)Perubahan peran dalam keluarga/masyarakat.
i. Pola reproduksi
1) Impotensi.
2) Vagina infeksi.
3) Penurunan libido.
j. Pola koping toleransi terhadap stress
1) Depresi.
2) Iritabilitas.
3) Apatis.
k. Pola kepercayaan
17
1.) Komitmen untuk merubah gaya hidup termasuk diet, pengobatan dan
pola aktivitas.
2.) Berusaha untuk mengubah cara hidup, diet, pengobatan, dan pola
aktivitas.
2. Diagnosa
Menurut Herdman (2015) diagnosa keperawatan pada penyakit diabetes
melitus sebagai berikut.
a. Kekurang volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
b. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
c. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
asupan diet.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
diabetes melitus.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik.
f. Keletihan berhubungan dengan status penyakit.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan status penyakit.
3. Intervensi
a. DP 1: Resiko kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan asupan diet dapat teratasi.
1) Keseimbangan Cairan
a) Tekanan darah ditingkatkan ke level 5.
b) Denyut nadi radial dipertahankan pada level 5.
c) Keseimbangan inteka dan output dalam 24 jam ditingkatkan ke
level 5.
18
Intervensi (NIC)
1.)Manajemen energi
a) Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai
dengan konteks usia dan perkembangan.
b) Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk
menjaga ketahanan.
c) Lakukan ROM aktif/pasif untuk menghilangkan ketegangan
otot.
d) Buat batasan untuk aktivitas hiperaktif klien saat mngganggu
yang lain atau dirinya sendiri.
e) Ajarkan pasien mengenai pengelolaan kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
f) Instruksikan pasien/orang yang dekat dengan pasien mengenai
teknik perawatan diri yang memungkinkan penggunaan energy
sehemat mungkin (monitor diri dan teknik untuk melakukan
aktivitas sehari-hari).
2.)Manajemen alam perasaan
a) Tentukan apakah pasien menunjukan risiko keamanan pada diri
sendiri atau orang lain.
b) Evaluasi alam perasaan (misalnya, tanda, gejala, riwayat
pribadi) diawal dan teratur, selama perkembangan penanganan.
c) Bantu pasien untuk bisa mengatur siklus tidur/bangun yang
normal (misalnya, jadwal istirahat, teknik relaksasi, pengobatan
sedasi, pembatasan kafein).
d) Berikan umpan balik terkait dengan ketepatan dari perilaku
sosialnya.
e) Ajarkan koping baru dan keterampilan membuat keputusan.
f) Bantu dokter dalam memberikan penanganan terapi kejut
listrik/electroconvulsive (ECT), jika diindikasikan.
3.)Peningkatan tidur
a) Tentukan pola tidur/aktivitas pasien.
30
Intervensi (NIC)
1.)Kontrol infeksi
a) Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protocol institusi.
b) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan setiap pasien.
c) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat universial.
d) Pakai sarung tangan steril dengat tepat.
e) Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
f) Anjurkan psien untuk meminum antibiotic seperti yang diresepkan.
g) Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.
31
2.)Perlindungan infeksi
a) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local.
b) Monitor kerentanan terhadap infeksi.
c) Hindari kontak dekat dengan hewan peliharaan hewan, dan
penjamu dengan imunitas yang membahayakan.
d) Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko.
e) Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area (yang mengalami)
edema.
f) Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
g) Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana cara menghindari
infeksi.
h) Instruksikan pasien untuk minum antibiotic yang diresepkan.
4. Implementasi
Menurut Santa Manurung (2011), pada tahap pelaksanaan kita benar-
benar siap untuk melaksanakan intervensikeperawatan dan aktivitas-aktivitas
keperawatan yang dituliskan dalam rencana keperawatan pasien. Dalam kata
lain dapat disebut bahwa pelaksanaan adalah peletakan suatu rencana menjadi
tindakan yang mencangkup:
a. Penulisan dan pengumpulan data lanjutan
b. Pelaksanaan intervensi keperawatan
c. Pendokumentasian tindakan keperawatan.
d. pemberian laporan / mengkomunikasikan status kesehatan pasien dan
respons pasien terhadap intervensi keperawatan.
Pada kegiatan impelementasi diperlukan kemampuan perawat terhadap
penguasaan teknis keperawatan, kemampuan hubungan interpersonal, dan
kemampuan intelektual untuk menerapkan teori keperawatan dalam praktek.
5. Evaluasi
Menurut Santa Manurung (2011), Evaluasi merupakan tahap akhirdari
proses keperawatan, dimana perawat akan mengevaluasi respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan unuk memastikan bahwa
hasil yang diharapkan sudah di capai. Evaluasi adalah kegiatan yang terus
32