INSPEKSI
a. Definisi
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera
penglihatannya untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari
bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk,
warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien.
b. Cara pemeriksaan
1. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2. Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri
pakaiannya Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya
untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
3. Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas.
4. Catat hasilnya
PALPASI
a. Definisi
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan
bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi
suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan
kelainan dari jaringan/organ tubuh. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan
penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
b. Cara pemeriksaan
1. Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa dan
bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2. Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman untuk menghindari
ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil pemeriksaan
3. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
4. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5. Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan yaitu dengan tekanan ringan dan sebentar-
sebentar.
6. Palpasil daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan
7. Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8. Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9. Lakukan Palpasi ringan apabila memeriksa organ/jaringan yang dalamnya kurang dari 1 cm.
10. Lakukan Palpasi agak dalam apabila memeriksa organ/jaringan dengan kedalaman 1 - 2,5
cm.
11. Lakukan Palpasi bimanual apabila melakukan pemeriksaan dengan kedalaman lebih dari 2,5
cm. Yaitu dengan mempergunakan kedua tangan dimana satu tangan direlaksasi dan
diletakkan dibagian bawah organ/jaringan tubuh, sedangkan tangan yang lain menekan
kearah tangan yang dibawah untuk mendeteksi karakteristik organ/ jaringan.
12. Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak
dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/
trill, serta rasa nyeri raba / tekan
13. Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat
PERKUSI
a.Definisi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/
gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan
getaran/ gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut
dengan resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan
kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin
lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan
b. Cara pemeriksaan
1. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung pada bagian mana yang akan
diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2. Pastikan pasien dalam keadaan rilek dan posisi yang nyaman untuk menghindari ketegangan
otot yang dapat mengganggu hasil perkusi.
3. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5. Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
a) Metode langsung yaitu melakukan perkusi atau mengentokan jari tangan langsung dengan
menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
b) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut :
1) Jari tengah tangan kiri (yang tidak dominan) sebagai fleksimeter di letakkan dengan lembut
di atas permukaan tubuh, upayakan telapak tangan dan jari-jari lain tidak menempel pada
permukaan tubuh.
2) Ujung jari tengah dari tangan kanan (dominan) sebagai fleksor, untuk memukul/ mengetuk
persendian distal dari jari tengah tangan kiri.
3) Pukulan harus cepat, tajam dengan lengan tetap/ tidak bergerak dan pergelangan tangan
rileks.
4) Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh.
5) Bandingkan bunyi frekuensi dengan akurat.
6) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
(a) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas
seperti drum (lambung).
(b) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas
bergema (paru normal).
(c) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan
(empisema paru).
(d) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak
Lama kualitas seperti petir (hati).
(e) Bunyi kempes mempunyai intensitas lembut, nada tinggi, waktu pendek, kualitas datar
(otot).
AUSKULTASI
a. Definisi
Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang terbentuk
di dalam organ tubuh. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi adanya kelainan dengan cara
membandingkan dengan bunyi normal. Auskultasi yang dilakukan di dada untuk mendengar
suara napas dan bila dilakukan di abdomen mendengarkan suara bising usus.
b. Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1. Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2. Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3. Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4. Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
Pemeriksa harus mengenal berbagai tipe bunyi normal yang terdengar pada organ yang
berbeda, sehingga bunyi abnormal dapat di deteksi dengan sempurna. Untuk mendeteksi suara
diperlukan suatu alat yang disebut stetoskop yang berfungsi menghantarkan, mengumpulkan dan
memilih frekuensi suara. Stetoskop terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian kepala, selang
karet/plastik dan telinga. Selang karet/plastik stetoskop harus lentur dengan panjang 30-40 cm
dan bagian telinga stetoskop yang mempunyai sudut binaural dan bagiannya ujungnya mengikuti
lekuk dari rongga telinga Kepala stetoskop pada waktu digunakan menempel pada kulit pasien.
Ada 2 jenis kepala stetoskop yaitu :
1. Bel stetoskop digunakan untuk bunyi bernada rendah pada tekanan ringan, seperti pada bunyi
jantung dan vaskuler. Bila ditekankan lebih kuat maka nada frekuensi tinggi terdengar lebih
keras karena kulit menjadi teranggang, maka cara kerjanya seperti diafragma.
2. Diafragma digunakan untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
c. Cara pemeriksaan
1. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa dan
bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2. Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3. Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala, selang dan
telinga
4. Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai arah, ukuran dan
lengkungannya. Stetoskop telinga
5. Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak tangan pemeriksa
atau menggosokan pada pakaian pemeriksa
6. Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa dan lakukan
pemeriksaan dengan seksama dan sistimatis
7. Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada tekanan ringan
yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada tinggi
seperti bunyi usus dan paru
8. Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.
Untuk menjadi seorang dokter yang baik harus dimulai dengan penguasaan teknik-teknik pemeriksaan
fisik yang baik dan benar. Melalui pemeriksaan fisik yang baik seorang dokter akan memperoleh data
atau informasi yang berharga tentang pasiennya sehingga dapat menegakkan diagnosis yang tepat
sehingga pada akhirnya akan menentukan terapi yang tepat untuk pasien tersebut.
Apa itu pemeriksaan fisik ?????
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari suatu
sistem atau suatu organ tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi),
dan mendengarkan (auskultasi).
Langsung aja kita bahas mulai dari yang paling pertama yaitu : Inspeksi
1. Inspeksi
Inpeksi adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat. Dengan melihat maka kita mendapatkan hasil
pemeriksaan dalam hal antara lain :
- Kesan Umum Penderita : apakah tampak kesakitan atau tidak, bagaimana cara jalannya, dll.
- Warna-warna dari permukaan tubuh yang dapat dilihat seperti : warna kulit, warna sklera, pucat,
sianosis, dll.
- Bentuk : bentuk badan atau bagian badan tertentu
- Ukuran : perbandingan antar bagian tubuh, atau abnormal dari dinding dada pada waktu bernafas.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan meraba dengan menggunakan rasa propioseptif ujung jari dan
tangan. Dengan palpasi dapat terbentuk gambaran dari berbagai aspek seperti :
- Permukaan; misalnya halus/kasar, menonjol/datar, keras/lunak dll
- Getaran-getaran atau denyutan: denyut nadi, pukulan jantung pada dinding dada, dll
- Keadaan alat dibawah permukaan: misalnya batas-batas hepar(hati), adanya massa abnormal di
tempat yang tidak seharusnya, dll.
Cara melakukan Palpasi :
- Daerah yang akan diperiksa harus bebas dari gangguan-gangguan yang menutupi.
- Yakinkan bahwa tangan anda tidak dingin untuk menghindari kram bagi yang sensitif.
Cara melakukan palpasi dapat menggunakan:
- Jari telunjuk dan ibu jari : untuk menentukan besarnya benda.
- Jari ke 2,3,4 bersama dapat digunakan untuk menentukan konsistensi atau garis besar kualitas benda.
- Seluruh telapak tangan dapat merasakan adanya getaran.
- Sedikit tekanan dengan ujung atau telapak jari dapat menemukan adanya rasa sakit yang dapat dilihat
dari perubahan mimik muka atau mendengarkan keluhan yang tertekan.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk permukaan badan dengan perantaraan jari tangan.
Tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh. Tergantung dari isi jaringan
yang ada di bawahnya, maka akan timbul berbagai nada yang dibedakan menjadi lima kualitas dasar,
yaitu : Pekak, redup, sonor, hipersonor, dan timpani.
- Nada suara pekak, dihasilkan oleh massa padat, misalnya perkusi pada bagian paha.
- Nada suara redup, dihasilkan oleh suara perkusi dari hati.
- Nada suara sonor, dihasilkan oleh perkusi pada paru yang normal.
- Nada suara hipersonor, dihasilkan oleh paru yang emfisematous.
- Nada suara timpani, dihasilkan oleh perkusi pada pipi yang dikembungkan atau gelembung udara pada
lambung.
Cara melakukan Perkusi :
Jari tengah dari tangan kiri diletakkan pada permukaan yang akan diperkusi. jari tersebut dalam sikap
hiperektensi. Tekanan persendian interfalang pada permukaan yang diperkusi dengan bagian lain dari
tangan kiri.
Tempatkan tangan kanan ke dekat daerah yang akan diperkusi dalam posisi menekuk ke atas. Jari
tengah dalam sikap fleksi, relaks, dan siap untuk mengetuk.
Dengan gerakan yang cepat, tapi relaks dari pergelangan tangan kanan ketuklah jari tengah tangan kiri
yang menempel pada bidang yang diperiksa dengan jari tengah kanan. Gunakan ujung jari dengan posisi
yang sedapat mungkin tegak lurus. Buatlah ketukan seringan mungkin yang dapat menghasilkan suara
yang jelas.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan suara yang terdapat di dalam tubuh dengan bantuan alat yang disebut
Stetoskop. Alat ini berfungsi sebagai saluran pendengaran di luar tubuh untuk dapat meredam suara di
sekitarnya. Dari pemeriksaan auskultasi, dokter dapat mendengarkan suara-suara secara kualitatif dan
kuantitatif yang ditimbulkan oleh jantung, pembuluh darah, paru, dan usus.
Cara melakukan Auskultasi :
- Gunakan stetoskop dengan pipa pendek (25-30 cm). pasangkan kedua "ear pieces" ke dalam telinga,
sehingga betul-betul masuk, tetapi tidak menekan.
- Gunakan bagian bel dari stetoskop untuk memeriksa toraks dan bagian dalam diafragma untuk
memeriksa abdomen.
Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan Pemeriksaan Fisik Dasar (Inspeksi, Palpasi, Perkusi,
Auskultasi) :
A. Memberi Penjelasan dan Informasi Kepada Pasien.
1. Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa takut dan stress sebelum melakukan
pemeriksaan fisik :
- Memberikan penjelasan dengan benar dan jelas tentang tujuan dan manfaat sebelum pemeriksaan
fisik.
- Memberi tahu adanya rasa tidak nyaman yang mungkin timbul selama pemeriksaan fisik.
B. Melakukan Pemeriksaan Inspeksi
1. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
2. Menunjukkan bagaimana melakukan inspeksi pada bagian tubuh tertentu pada saat duduk : wajah,
mata, dan lainnya.
3. Menyuruh pasien untuk berdiri dan bergerak.
4. Menunjukkan bagaimana melakukan inspeksi pasien sewaktu berdiri dan bergerak.
5. Memberi instruksi pasien untuk berbaring.
6. Menyuruh pasien untuk membuka pakainnya/menyingkap bagian tubuh.
7. Menunjukkan bagaimana melakukan inspeksi pasien dalam keadaan berbaring : dada, perut dan
anggota gerak.
8. Melaporkan hasil pemeriksaan.
C. Melakukan Pemeriksaan Palpasi
1. Meletakkan 3 jari pada pergelangan tangan pasien.
2. Meraba dada pasien dengan seluruh telapak tangan dan merasakan gerakan pernafasan.
3. Tampak membandingkan gerakan dada kanan dan kiri dengan meletakkan satu tangan di dada kanan
dan tangan lainnya didada kiri.
4. Melaporkan hasil pemeriksaan.
D. Melakukan Pemeriksaan Perkusi
1. Menekankan interfalang jari ke-3 tangan kiri ke permukaan dinding dada.
2. Mengetuk dengan jari tengah tangan kanan secara tegak lurus terhadap interfalang jari ke-3 tangan
kiri.
3. Sikap tangan kanan rileks, gerakan pada pergelangan tangan.
4. Suara yang dihasilkan benar, sesuai dengan daerah yang diperkusi.
5. Melaporkan hasil pemeriksaan.
E. Melakukan Pemeriksaan Auskultasi
1. Memasang ear plug stetoskop pada telinga.
2. Mendengarkan suara selama 2-3 detik pada suatu tempat sebelum berpindah tempat
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT PELAYANAN
KESEHATAN DI LAHAN PRAKTIK
A. Pendahuluan
”Health-care Associated Infections (HAIs)” merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di
pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga
sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired Infections” merupakan persoalan serius
karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak
berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah
sakit yang lebih banyak.
HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal dari
pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit
atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari
rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah
pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Angka kejadian terus meningkat mencapai sekitar 9% (variasi3-21%) atau lebih dari 1,4 juta
pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia.Kondisi ini menunjukkan penurunan mutu
pelayanan kesehatan. Tak dipungkiri lagi untuk masa yang akan datang dapat timbul tuntutan
hukum bagi sarana pelayanan kesehatan, sehingga kejadian infeksi di pelayanan kesehatan harus
menjadi perhatian bagi Rumah Sakit.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko
mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari
pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada
pasien. Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas,
peningkatan lama hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi pasien,
petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas
juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan
program PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan
Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu
wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Beberapa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan lahan praktik
bagi mahasiswa/siswa serta peserta magang dan pelatihan yang berasal dari berbagai jenjang
pendidikan dan institusi yang berbeda-beda. Tak diragukan lagi bahwa semua mahasiswa/siswa
dan peserta magang/pelatihan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penularan infeksi
dan akan beresiko mendapatkan HAIs. Oleh karena itu penting bagi mahasiswa/siswa, peserta
magang/pelatihan, termasuk juga karyawan baru memahami proses terjadinya infeksi,
mikroorganisme yang sering menimbulkan infeksi, serta bagaimana pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Sebab bila sampai terjadi infeksi nosokomial akan cukup
sulit mengatasinya, pada umumnya kuman sudah resisten terhadap banyak antibiotika. Sehingga
semua mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan yang akan mengadakan praktik di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, termasuk juga karyawan baru yang akan bertugas
harus diberikan Layanan Orientasi dan Informasi (LOI) tentang Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi.
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai
dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang
diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada
manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor,
yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load)
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap
ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia, binatang, tumbuh-
tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput
lendir saluran nafas atas, usus dan vagina
3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu
keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan
membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir
ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :
1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada saat
pemeriksaan fisik, memandikan pasen
2) Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek (benda/alat) perantara:
melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci
b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk
bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria,
Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps,
rubella c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak
penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis, virus
campak, Varisela (cacar air), spora jamur
d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan kuman
penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air, darah,
serum, plasma, tinja, makanan
e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan
kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada
kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang
suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih
dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup
untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang mempengaruhi:
umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau
pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh
adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter.
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi
(pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu
dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs),
baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis
B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk
nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh
metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan
seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan
Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar)
dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
D. Kewaspadaan Isolasi
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada pasien
lain dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan benar dapat menurunkan risiko transmisi
dari pasien infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba
infeksius diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan
isolasi sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar.
gabungan dari:
berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit
pelayanan kesehatan
dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standard precautions.
1983 CDC Pedoman Kewaspadaan Membagi menjadi 2 golongan sistim Isolasi; katagori spesifik
Isolasi RS dan penyakit spesifik
1996 Pedoman Kewaspadaan Dibuat oleh The Healthcare Infection Control Practices Advisory
Isolasi dalam Rumah Sakit
Committee (HICPAC), CDC
Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan tangan/Handhygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face shield
(pelindungwajah), gaun
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hyangiene respirasi/Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi
Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada
pasien gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular yang dapat
ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak kulit atau permukaan terkontaminasi.
a) Penempatan pasien :
Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs)
Kohorting (management MDRo )
b) APD petugas:
Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius, lepaskan sarung tangan
sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik
Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan
c) Transport pasien
a) Penempatan pasien :
b) APD petugas:
c) Transport pasien
a) Penempatan pasien :
b) APD petugas:
Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan
Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk
Catatan :
Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi patogen yang sama di ruang
yang sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.
Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien
rawat inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta barang yang
terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan
antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan yang
telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya.
7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan
didisinfeksi benar.
E. Kebersihan Tangan
Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan dengan
baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi
nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi.
Teknik yang digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air
mengalir atau handrub berbasis alkohol.
Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi
(orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang
penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.
Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan air bersih mengalir dan sabun harus dilakukan
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan kotor
harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya mencuci tangan sabun
antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.
Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit
Langkah 2 : Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan
sebaliknya
Langkah 3 : Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang
Langkah 4 : Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
Langkah 5 : Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, dan
lakukan sebaliknya
Langkah 6 : Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri,
dan lakukan sebaliknya
F. Penutup
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun cara memutus mata
rantai penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan “Isolation Precautions”
(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions”
(Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara
penularan).
Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas minimal dengan imunisasi Hepatitis B, dan diulang
tiap 5 tahun paska imunisasi.
Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus dilaksanakan sesuai dengan
Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk Jarum merupakan bahaya yang sangat nyata
dan membutuhkan program manajemen paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP)
terhadap petugas kesehatan berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan
lainnya.
Daftar Bacaan:
Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007.
Jakarta: Kemenkes RI
Depkes RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI:
Ditjen Bina Yan Med
_____. 2007. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes
RI
Siegel JD et al. and HICPAC CDC. 2007. Guideline for Isolation Precaution: Preventing
Transmission of Infectious Agent in Healthcare Setting. CDC hal 1-92