Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Buku Panduan Praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik.
Buku panduan merupakan suatu pedoman yang menyajikan metode
pelaksanaan praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik yang pada dasarnya
dirangkum dari berbagai referensi untuk menuntun praktikan dalam
melaksanakan praktikum dengan baik.
Buku panduan ini merupakan penuntun praktikan selama praktikum
Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik, sehingga dapat bermanfaat bagi praktikan dan
pembaca. Kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang secara
lansung maupun tidak lansung telah membantu dalam penyelesaian buku
panduan ini. Tim penyusun menyadari akan keterbatasan yang dimiliki, sehingga
kami mengharapkan saran atau kritik konstruktif bagi penyempurnaan buku ini di
lain waktu
Tim Penyusun
TATA TERTIB PRAKTIKUM
1
1.2 Maksud
Maksud dari praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik adalah untuk
menambah pengetahuan dan pemahaman tentang sterilisasi, pembuatan media,
pengencerean, penanaman, teknik isolasi pada cawan petri, analisis pewarnaan
gram, pengamatan hifa pada jamur, dan perhitungan koloni bakteri dengan
metode TPC serta kepadatan sel bakteri dengan haemocytometer.
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik yaitu:
1. Mengetahui dan mampu mengenali alat-alat yang digunakan pada saat
praktikum dan cara sterilisasi alat danbahan.
2. Mengetahui dan mampu mebuat media, melakukan pengenceran serta
penanaman bakteri danjamur.
3. Mengetahui dan mampu melakukan teknik isolasi pada cawanpetri.
4. Mengetahui dan mampu melakukan analisis pewarnaangram.
5. Mengetahui dan mampu mengamati hifa jamur di bawahmikroskop.
6. Mengetahui dan mampu menghitung koloni bakteri dengan metodeTPC.
7. Mengetahui dan mampu menghitung kepadatan sel bakteri dengan
haemocytometer.
3v
nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn,
Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, air, dan energi (Cappucino dan Sherman
2013).
Menurut Harti (2015), media kultur berdasarkan konsistensinya dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu:
1. Media padat (solid media) mengandung agar-agar 1,2 – 1,5%, biasanya
dalam bentuk plate agar (lempeng agar) atau slant agar (agarmiring).
2. Media semi padat (semi solid media), mengandung agar-agar 0,6 – 0,75%,
contohnya media SIM (Sulfida, Indol, Motilitas) untuk pengamatanmotilitas.
3. Media cair (liquid media), tanpa mengandung bahan pemadat, contoh
media Nutrien Broth (NB), Lactose Broth(LB).
Selain berdasarkan konsistensinya, media kultur juga dapat dibedakan
berdasarkan komposisi atau susunan bahannya. Menurut Harti (2015), media
kultur berdasarkan bahan penyusunnya dapat dibedakan menjadi 2 macam
yaitu:
1. Media alami, terdiri dari bahan-bahan alami contohnya ekstrak kentang,
sari wortel dan ekstrakdaging.
2. Media sintensis (chemically defined media) terdiri dari bahan-bahan yang
telah diketahuikomposisinya.
Pengenceran merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengurangi
kepadatan dari bakteri dengan cara mengurai nutrien tempat bakteri tersebut
tumbuh. Menurut Yunita, et al. (2015) tujuan dari pengenceran bertingkat yaitu
memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan.
Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada
perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Media pengencer berfungsi untuk
mengencerkan konsentrasi nutrisi dan mengurai koloni mikroorganisme yang
bergerombol padat sehingga dapat di amati dan diketahui jumlah
mikroorganisme secara spesifik dan untuk mendapatkan perhitungan yang tepat.
Pengenceran biasanya menggunakan larutan berupa larutan fosfat buffer,
larutan garam fisiologis (NaCl) 0,9% atau larutan ringer. Pengenceran yang
dilakukan terhadap suatu bakteri dapat mengurangi kepadatan bakteri yang akan
dilakukan prosespenanaman.
Penanaman bakteri atau biasa disebut juga inokulasi adalah pekerjaan
memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan
tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Inokulasi dilakukan dalam kondisi aseptic,
Yakni kondisi dimana semua alat yang ada dalam hubungan nya dengan
medium dan pengerjaan, dijaga agar tetap steril. Hal ini untuk menghindari
terjadinya kontaminasi (Dwidjoseputro,1998).
Secara umum, metode penanaman dapat dibedakan atas dua macam
yaitu metode tuang (pour plate) dan metode sebar (spread plate). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ijong (2015), metode penanaman bakteri dapat dibedakan
menjadi dua prinsip, yaitu :
a. Metode Tuang (PourPlate)
Prinsip pelaksanaan metode tuang yaitu dengan menempatkan jumlah
tertentu dari suspensi mikroba dalam cawan petri steril, kemudian menuangkan
15-20 ml media Agar dalam keadaan cair (bersuhu ± 45 oC), mencampur media
dengan suspensi bakteri dengan cara menggoyangkan membentuk angka
delapan cawan petri di atas meja, atau menggoyangkan ke kiri, ke kanan, ke
depan, ke belakang, putar ke kiri tiga kali dan putar ke kanan tiga kali, lalu
didiamkan sampai media menjadi padat (mengeras). Setelah media agar
mengeras, cawan petri dimasukan dalam inkubator dan inkubasi selama
semalam pada suhu 37oC. Pada saat penuangan media agar, dianjurkan untuk
memperhatikan suhu media supaya tidak melebihi 45o C (Gambar 1). Kondisi ini
dikarenakan suhu di atas 45o C dapat membunuh sebagian mikroba, kecuali
untuk tujuan menghitung bakteri yang bersifat termofilik maka suhu media agar
dapat diatur pada suhu > 55oC.
Keterangan:
Keterangan:
N : jumlah kepadatan bakteri(sel/ml)
µ : jumlah sel bakteri pada 5 bidangpandang
5 : jumlah bidang pandang
p : banyaknyapengenceran
(a) (b)
Gambar 5. (a) Bakteri Gram Positif, (b) Bakteri Gram Negatif (Hauser, 2006)
Mikroskop memiliki dua jenis lensa yaitu objektif dan okuler yang bekerja
untuk memperbesar gambar objek. Ada empat ukuran perbesaran lensa objektif
yang umum dimiliki mikroskop, yaitu perbesaran 4 kali, 10 kali, 40 kali dan 100
kali. Keempat lensa tersebut dapat digunakan bergantian dengan memutar
piringan di atasnya sampai posisi lensa sejajar dengan tabung menuju lensa
okuler. Sementara untuk lensa okuler, ukuran magnifikasi yang umum ada
adalah perbesaran 5 kali, 10 kali dan 15 kali. Namun demikian, perubahan
perbesaran lensa hanya bisa dilakukan dengan membuka lensa dan
menggantinya dengan ukuran sesuai yang diinginkan. Ukuran perbesaran yang
mampu dipenuhi lensa biasanya tertulis pada bingkai atau dinding tabung lensa
(Murtius,2018).
melimpah. Pertumbuhan koloni jamur pada medium PDA sangat cepat, dengan
warna putih yang tebal sampai warna merah muda pada aerial miseliumnya.
Sporodokium berwarna oranye berkembang saat umur kultur sudah tua (Gambar
8).
Cendawan (fungus) termasuk ke dalam dunia tumbuh-tumbuhan yang
berderajat rendah, yakni Thallophyta, yang memiliki tubuh yang disebut thallus,
karena tubuh itu tidak dapat dibedakan antara akar, batang dan daun.
Disebutkan di atas, jamur khususnya, atau cendawan pada umumnya tidak
memilki akar, batang dan daun, semuanya disebut thallus. (Hastiono,2004).
Secara umum fungi dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu:
fungi sesungguhnya, terdiri dari Phycomycetes, Basidiomycetes, Ascomycetes,
Deuteromycetes (Ijong,2015).
Menurut Pelczar dan Chan (2008), jamur diklasifikasikan menjadi empat
kelas yaitu:
1. Kelas Phycomycota
Bentuk Tubuh Phycomycota ialah tidak adanya septum (sekat) di dalam
hifa. Reproduksi Phycomycota secara seksual pada beberapa genus terjadi
dengan peleburan ujung-ujung hifa multinukleat. Contoh jamur ini adalah Mucor
sp., Abisidia sp., dan Rhizopus sp.
2. KelasAscomycota
Bentuk tubuh Ascomycota beragam, ada yang seperti mangkuk, adapula
yang bulat. Reproduksi Ascomycota terjadi secara aseksual membentuk konidia.
Konidia merupakan spora aseksual yang dibentuk di ujung konidiofor. Konidiofor
sendiri adalah hifa yang termodifikasi membentuk tangkai sporangium dan
seksual dengan cara konjugasi.Contoh jamur ini Saccharomyces cereviceae.
3. KelasBasidiomycota
Bentuk jamur ini ada yang seperti payung, kuping, dan setengah
lingkaran Tubuh buah Basidiomycota terdiri atas tudung (pileus), bilah (lamella),
dan tangkai (stipe). Basidiomycota hidup sebagai dekomposer pada kayu atau
bagian lain tumbuhan. Reproduksi pada jamur ini terjadi secara aseksual dan
secara seksual. Reproduksi secara aseksual menghasilkan konidia. Seksual
terjadi dengan cara perkawinan antara hifa yang berbeda jenisnya. Contoh jamur
ini adalah jamur merang (Volvariella volvacea), Saprolegnia sp. dan
Aphanomycessp.
4. Kelas Deuteromycota
Bentuk tubuh Deuteromycota mempunyai bentuk kepala konidium yang
khas berbentuk bulat. Reproduksi Deuteromycota adalah jamur yang belum
diketahui cara reproduksi seksualnya. Karena itu Deuteromycota sering disebut
sebagai jamur yang tidak sempurna. Reproduksi aseksual terjadi dengan
menghasilkan konidia atau menghasilkan hifa khusus yang disebut
konidiofor.Contoh jamur ini Penicillium sp. dan Aspergillus sp.
Jamur adalah organisme yang tampak seperti serat benang halus di
permukaan tubuh ikan. Penyakit jamur mudah dideteksi karena gejalanya tampak
jelas. Jenis jamur yang banyak menyerang tubuh dan telur ikan hias adalah
Saprolegnia sp. (Sitanggang, 2008). Spesies khamir yang digunakan sebagai
probiotik adalah Saccharomyces cereviseae dan Candida pentolopesii,
sedangkan spesies jamur yang digunakan sebagai probiotik adalah Aspergillus
niger dan Aspergillus oryzae (Pamungkas dan Yenny., 2006). Menurut Afrianto
(2015), contoh penyakit pada larva udang yang disebabkan oleh aktivitas jamur
patogen, yaitu Lagenidium spp. dan Sirolpidium spp. Kedua jenis jamur ini
tumbuh optimal pada kisaran suhu 25 – 34oC dan kisaran pH 7 –9.
16
• Raktabung reaksi : untuk tempat meletakkan tabung reaksi.
• Sprayer : untuk tempat alcohol 70%.
• Cawan petri : untuk tempat media pertumbuhan bakteri.
• Kaca arloji : untuk alas pada penimbangan media.
• Nampan : untuk wadah meletakkan alat dan bahan
• Mikropipet : untuk memindahkan cairan bervolume kecil,
biasanya kurang dari 1000 µL
Alat besar
• Hot plate : untuk memanaskanmedia
• Mikroskop : untuk mengamati mikroorganisme yang tidak bisa
dilihat dengan mata telanjang.
• Kulkas : untuk tempat menyimpan sampel dan media steril
• Inkubator : untuk menginkubasi media padat pada suhu yang
bisa ditentukan
• Autoklaf : untuk melakukan sterilisasi basah pada suhu
1210 C dan tekanan 1 atm (0,15 Mpa) selama 15-
20 menit
• Kompor : untuk sumber pemanas
• Timbangan digital : untuk menimbang bahan dalam jumlah tertentu
dengan ketelitian 0,01 gram
• Colony counter : untuk menghitung jumlah kolonibakteri
• Vortexmixer : untuk membantu menghomogenkan larutan yang
berisi sampel
3.2.8 PewarnaanGram
Bahan-bahan yang digunakan dalam Praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pewarnaan Gram adalah :
• Koloni bakteri : sebagai objek yang akan dilakukan uji pewarnaan
gram
• Kristal ungu : sebagai pewarnaprimer
• Iodium : sebagai mengintensifkan warna Kristal ungu
• Alkohol70% : sebagai pelarut lemak
• Safranin : sebagai pewarna sekunder
• Aquades : sebagai pembilas sisa-sisa pewarnaan
• Spirtus : sebagai fiksasi dan pengkondisian aseptis
• Tisu : sebagai pembersih kelebihan larutan saat
pewarnaan
• Alkohol 70% : sebagai pembersihalat
a. Sterilisasi
Autoklaf Elektrik
Hasil
3.3.2 Pembuatan Media, Pengenceran dan Penanaman
a. Pembuatan Media
Pembuatan media PDA
Pembuatan Na Fisiologis
a. Pengambilan Sampel Bakteri dan Jamur
b. Pengenceran
Pengenceran bakteri
c. Pengenceran jamur
d. Penanaman Bakteri dan Jamur
Media Padat
I. MetodeTuang
b. Metode Haemocytometer
b. Pembuatan Preparat
c. Penentuan Kelas Alga
6. Apa makna dari 10-1 , 10-2, 10-3 dan seterusnya pada pengenceran?
8. Mengapa pada saat setelah penanaman bakteri dan jamur cawan petri yang
telah dibungkus plastic warp kemudian dibalik dan setelah itu diinkubasi? Apa
tujuannya?
9. Mengapa suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri?
10. Mengapa cawan petri harus dibalik ketika dilakukan perhitungan koloni
11. Hanya satu sel bakteri yang diambil untuk diisolasi. Mengapa hanya satu sel
yang digunakan dan apa yang akan terjadi jika mengambil lebih dari satu sel?
14. Pada pewarnaan gram,mengapa object glass yang telah digoreskan sampel
16. Apakah yang akan terjadi apabila lemak pada lapisan dinding sel meluruh?
17. Ketika sampel alga telah diteteskan pada object glass kemudian ditutup
dengan cover glass dengan kemiringan 450. Apa yang akan terjadi apabila
18. Apakah mungkin pada pengamatan alga terdapat lebih dari satu macam jenis
19. Mengapa pada prosedur pengamatan hifa jamur, sampel ditetesi dengan Na-
fisiologis?
20. Media apa yang digunakan untuk menanam jamur dan jelaskan mengapa
Grafik 12 cm x7cm
Perhitungan Kepadatan Sel Bakteri dengan Metode Haemocytometer
Grafik 12 cm x7cm
Pewarnaan Gram
Gambar 7 cm x 6 cm
Penentuan Kelas Alga
Gambar 7 cm x 6 cm
Pengamatan Hifa pada Jamur
Gambar 7 cm x 6 cm
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., E. Liviawaty., Z. Jamaris dan Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar
Swadaya. Jakarta: 220 hlm.
Anggani, O. F., R. Kusdarwati dan H. Suprapto. 2015. Potensi Bacillus
licheniformis dan Streptomyces olivaceoviridis sebagai penghambat
pertumbuhan jamur Saprolegnia sp., penyebab saprolegniasis pada ikan
secara in vitro. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7 (2): 133 – 140.
Atlas, R. M. 2004. Handbook of Microbiological Media fourth Edition Volume 1.
Atmawati, T. U., M. A. Faisal., dan Rahmiati. 2017. Pola kepekaan isolat bakteri
aerob pada konjungtivitis terhadap antibiotik terpilih. Jurnal Kedokteran.
13 (1): 15 – 22.
Bellinger, E. G and D. C. Sigee. 2010. Freshwater Algae Identification and Use
for Bioremediation. West Sussex:Willey-Blackwell.
Cappucino, G. James and N. Sherman. 1987. Microbiology, A Laboratory
Manual. California. Menlo Park. 477p.
, James G and Sherman Natalie. 2013. Manual Laboratorium
biologi; alih bahasa, Nur Miftahurrahmah. EGC. Jakarta. 477 hlm.
Dewi, A. K. 2013. Isolasi, identifikasi dan uji sensitivitas Staphylococcus aureus
terhadap amoxicillin dari sampel susu kambing pernakan ettawa (PE)
penderita mastitis di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal
Sain Veteriner. 31 (2): 138 – 150.
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan
Fitri, L. dan Y. Yasmin. 2011. Isolasi dan pengamatan morfologi koloni bakteri
kitinolitik. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi. 3 (2): 20 – 2.
Harti, A. S. 2015. Mikrobiologi Kesehatan; Peran Mikrobiologi dalam Bidang
Kesehatan. Jogjakarta: 274 hlm.
Haryati, T. Estiasih., F. Heppy dan K. Ahmadi. 2015. Pendugaan unsur simpan
menggunakan metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT) dengan
pendekatan Arrhenius pada produk tape ketan hitam khas Mojokerto
hasil sterilisasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (1): 156-165
Hastiono, S. 2004. Hikmah hidup bersama cendawan.Jurnal Wartazoa. 14 (4):
178 – 182.
Hauser, J. T. 2006. Techniques for Studying Bacteria and Fungi. USA. Carolina
______. Tth. The Compound Light Microscope. Diambil pada tanggal 20 Februari
2008, dari www.southwestschool.org
Ijong, F. G. 2015. Mikrobiologi Perikanan dan Kelautan. Rineka Cipta Jakarta.
Indonesia. Jurnal Keterteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 3 (3):
237 – 248.
James G and N. Sherman. 2002. Manual Laboratorium biologi; alih bahasa, Nur
Miftahurrahmah. Jakarta: EGC.
James, J., C. Baker dan H, Swain. 2008. Prinsip-Prinsip Sains untuk
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Erlangga. 245 hlm.
Jawetz, Melnick and Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Kartika, G. F., C. Jose, Nurbalatif, M. Rasyid Ridho, Zulkhairul, Y. Haryani. 2014.
Kuantifikasi parameter fisiokimia pada aliran Sungai Siak daerah
Meredan dan Perawang. Ind.Che.Acta. 5 (1): 15 – 22.
Kasim, 2016. Makro Alga. Kajian Biologi, Pemanfaatan dan Budidaya. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Khasani, I. 2010. Pemanfaatan bioteknologi berbasis mikroorganisme guna
mendukung peningkatan produktivitas perikanan nasional. Jurnal Media
Akuakultur. 5 (1): 22 – 31.
Leboffe, M.J. and B.E. Pierce. 2011. A Photographic Atlas for The Microbiology
Laboratory 4th Edition. Morton Publishing: Colorado. 256 p.