Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR – DASAR MIKROBIOLOGI AKUATIK

KODE MATA KULIAH (PMB1002)

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Buku Panduan Praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik.
Buku panduan merupakan suatu pedoman yang menyajikan metode
pelaksanaan praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik yang pada dasarnya
dirangkum dari berbagai referensi untuk menuntun praktikan dalam
melaksanakan praktikum dengan baik.
Buku panduan ini merupakan penuntun praktikan selama praktikum
Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik, sehingga dapat bermanfaat bagi praktikan dan
pembaca. Kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang secara
lansung maupun tidak lansung telah membantu dalam penyelesaian buku
panduan ini. Tim penyusun menyadari akan keterbatasan yang dimiliki, sehingga
kami mengharapkan saran atau kritik konstruktif bagi penyempurnaan buku ini di
lain waktu

Malang, September 2019

Tim Penyusun
TATA TERTIB PRAKTIKUM

DASAR-DASAR MIKROBIOLOGI AKUATIK

1. Datang 30 menit sebelum praktikum dimulai.


2. Lulus seleksi masuk praktikum.
3. Memakai baju berkerah, bawahan sopan, sepatu tertutup dan berkaos kaki,
serta rambut rapi (rambut panjangdikuncir).
4. Memakai jas lab sesuai dengan identitaspraktikan.
5. Tidak menggunakan hp kecuali untukdokumentasi.
6. Diwajibkan menggunakan masker dan sarung tangan lateks selama
praktium.
7. Diwajibkan menghitung dengan kalkulator saintifik selamapraktikum.
8. Dilarang menggunakan alat-alat di laboratorium selain yang digunakan untuk
praktikum.
9. Dilarang meninggalkan praktikum tanpa seizin koordinator asistenpraktikum.
10. Dilarang makan dan minum selama praktikum berlansung kecuali seizin
koordinator asistenpraktikum.
11. Menjaga ketertiban dan kelancaran jalannyapraktikum.
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroorganisme adalah jasad mikro yang tidak dapat terlihat oleh mata,
karena ukurannya sangat kecil, bahkan beberapa jenis di antaranya hanya terdiri
dari satu sel. Contohnya bakteri, hanya dapat diamati sosoknya jika
menggunakan alat tertentu, seperti mikroskop dengan perbesaran hingga seribu
kali. Walau tidak tidak terlihat, kehadiran mikroorganisme dapat dirasakan,
seperti penyebab penyakit pada organisme tertentu. (Novizan,2002).
Mikroorganisme sebagai bagian komponen ekosistem perairan memiliki
berbagai peran, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Organisme renik
tersebut akan selalu didapati pada semua habitat alam, di mana ada kehidupan
maka mikroorganime akan selalu menjadi komponen dari ekosistem alam
tersebut. Khususnya di lingkungan akuakultur, keberadaan mikroorganisme
sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan pertumbuhan ikan yang dipelihara.
Hal tersebut disebabkan mikroorganisme merupakan produsen primer, mata
rantai pertama dalam rantai makanan (food chain) dan berperan penting dalam
siklus unsur-unsur (biogeochemical cycles), seperti siklus C, N, P, O dan unsur
lainnya, sekaligus beberapa di antaranya bersifat patogenik bagi ikan.
Berdasarkan kemampuannya dalam merombak bahan organik dan anorganik
melalui reaksi enzimatis, maka melalui penerapan bioteknologi berbasis
mikroorgansme limbah pertanian dan air buangan diolah menjadi substrat untuk
memproduksi enzim (Khasani, 2010).
Selain memiliki peranan positif, ternyata keberadaan mikroorganisme di
lingkungan akuatik juga seringkali menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan
organisme lainnya. Pada lingkungan budidaya perikanan, mikroorganisme juga
kerapkali menginfeksi ikan atau udang yang dipelihara atau dengan kata lain
menjadi penyebab munculnya penyakit yang dapat menimbulkan kematian ikan
dan kegagalan usaha budidaya. Besarnya peranan mikroorganisme dalam
lingkungan akuatik, tentunya menuntut bagi manusia untuk mampu mengetahui
seluk-beluk kehidupan mikroorganisme baik secara morfologis, fisiologis, genetik
maupun keanekaragamannya, sehingga dapat diambil langkah dalam
mengoptimalkan kemampuan mikroorganisme tersebut bagi peningkatan
kesejahteraan hidup manusia dan sekaligus mengendalikan potensi negatif yang
dimilikinya (Khasani, 2010).

1
1.2 Maksud
Maksud dari praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik adalah untuk
menambah pengetahuan dan pemahaman tentang sterilisasi, pembuatan media,
pengencerean, penanaman, teknik isolasi pada cawan petri, analisis pewarnaan
gram, pengamatan hifa pada jamur, dan perhitungan koloni bakteri dengan
metode TPC serta kepadatan sel bakteri dengan haemocytometer.

1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik yaitu:
1. Mengetahui dan mampu mengenali alat-alat yang digunakan pada saat
praktikum dan cara sterilisasi alat danbahan.
2. Mengetahui dan mampu mebuat media, melakukan pengenceran serta
penanaman bakteri danjamur.
3. Mengetahui dan mampu melakukan teknik isolasi pada cawanpetri.
4. Mengetahui dan mampu melakukan analisis pewarnaangram.
5. Mengetahui dan mampu mengamati hifa jamur di bawahmikroskop.
6. Mengetahui dan mampu menghitung koloni bakteri dengan metodeTPC.
7. Mengetahui dan mampu menghitung kepadatan sel bakteri dengan
haemocytometer.

1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik dilaksanakan pada tanggal
13 – 17 September 2019 untuk shift 1 dan 20 – 23 September 2019 untuk shift 2.
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Divisi Penyakit dan
Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya,
Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Alat dan Sterilisasi


Pengenalan alat dan sterilisasi merupakan salah satu ilmu dasar dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan mikrobiologi selanjutnya. Obyek yang terbebas
dari kehidupan mikrobia disebut dengan steril. Sterilisasi adalah suatu usaha
untuk membebaskan alat-alat dan bahan-bahan dari segala macam bentuk
kehidupan, terutama mikroba, sehingga tidak terkontaminasi dengan pihak luar.
Hal ini sesuai dengan pendapat Haryati, et al (2015), bahwa sterilisasi adalah
salah satu metode pemanasan yang dapat membunuh mikroba pada suatu alat
maupun produk pangan karena menggunakan suhu lebih tinggi dibandingkan
metode pemanasan lainnya (misal pasteurisasi) Sterilisasi yang dapat
membunuh seluruh mikroba yaitu pada suhu 121o C selama 10menit.
Menurut pernyataan Atmawati, et al. (2017), sterilisasi terbagi menjadi
dua, yaitu :
1. Sterilisasi basah, yaitu sterilisasi dengan menggunakan alat autoklaf yang
dipanaskan pada suhu 121o C tekanan 1 atm/ 0,15 Mpa selama 15 - 20
menit.
2. Sterilisasi kering, yaitu sterilisasi yang menggunakan alat oven dengan
temperatur 160 – 170o C selama kurang lebih 2jam.
Sterilisasi ditujukan agar terjadi denaturasi protein dan tidak aktifnya
enzim yang digunakan untuk metabolisme bakteri serta perlakuan panas
ditujukan untuk membunuh spora bakterinya. Sterilisasi pada media dan alat-alat
bertujuan untuk mencegah adanya bakteri yang tidak diinginkan dalam
pemiaraan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahardja, et al. (2011), tujuan
sterilisasi alat dan media pemeliharaan adalah agar organisme penyebab
penyakit dapat dimusnahkan dan kotoran serta senyawa beracun dapat
dinetralkan. Sehingga semua alat yang disterilisasi benar-benar steril dari
mikroba dan tidak ada lagi spora mikroba yangmasuk.

2.2 Pembuatan Media, Pengenceran dan Penanaman


Media adalah suatu substrat dimana mikroorganisme dapat tumbuh yang
disesuaikan dengan lingkungan hidupnya. Media pertumbuhan harus memenuhi
persyaratan nutrisi yang dibutuhkan oleh suatu mikroorganisme (Atlas, 2004).
Nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhannya meliputi karbon,

3v
nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn,
Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, air, dan energi (Cappucino dan Sherman
2013).
Menurut Harti (2015), media kultur berdasarkan konsistensinya dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu:
1. Media padat (solid media) mengandung agar-agar 1,2 – 1,5%, biasanya
dalam bentuk plate agar (lempeng agar) atau slant agar (agarmiring).
2. Media semi padat (semi solid media), mengandung agar-agar 0,6 – 0,75%,
contohnya media SIM (Sulfida, Indol, Motilitas) untuk pengamatanmotilitas.
3. Media cair (liquid media), tanpa mengandung bahan pemadat, contoh
media Nutrien Broth (NB), Lactose Broth(LB).
Selain berdasarkan konsistensinya, media kultur juga dapat dibedakan
berdasarkan komposisi atau susunan bahannya. Menurut Harti (2015), media
kultur berdasarkan bahan penyusunnya dapat dibedakan menjadi 2 macam
yaitu:
1. Media alami, terdiri dari bahan-bahan alami contohnya ekstrak kentang,
sari wortel dan ekstrakdaging.
2. Media sintensis (chemically defined media) terdiri dari bahan-bahan yang
telah diketahuikomposisinya.
Pengenceran merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengurangi
kepadatan dari bakteri dengan cara mengurai nutrien tempat bakteri tersebut
tumbuh. Menurut Yunita, et al. (2015) tujuan dari pengenceran bertingkat yaitu
memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan.
Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada
perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Media pengencer berfungsi untuk
mengencerkan konsentrasi nutrisi dan mengurai koloni mikroorganisme yang
bergerombol padat sehingga dapat di amati dan diketahui jumlah
mikroorganisme secara spesifik dan untuk mendapatkan perhitungan yang tepat.
Pengenceran biasanya menggunakan larutan berupa larutan fosfat buffer,
larutan garam fisiologis (NaCl) 0,9% atau larutan ringer. Pengenceran yang
dilakukan terhadap suatu bakteri dapat mengurangi kepadatan bakteri yang akan
dilakukan prosespenanaman.
Penanaman bakteri atau biasa disebut juga inokulasi adalah pekerjaan
memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan
tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Inokulasi dilakukan dalam kondisi aseptic,
Yakni kondisi dimana semua alat yang ada dalam hubungan nya dengan
medium dan pengerjaan, dijaga agar tetap steril. Hal ini untuk menghindari
terjadinya kontaminasi (Dwidjoseputro,1998).
Secara umum, metode penanaman dapat dibedakan atas dua macam
yaitu metode tuang (pour plate) dan metode sebar (spread plate). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ijong (2015), metode penanaman bakteri dapat dibedakan
menjadi dua prinsip, yaitu :
a. Metode Tuang (PourPlate)
Prinsip pelaksanaan metode tuang yaitu dengan menempatkan jumlah
tertentu dari suspensi mikroba dalam cawan petri steril, kemudian menuangkan
15-20 ml media Agar dalam keadaan cair (bersuhu ± 45 oC), mencampur media
dengan suspensi bakteri dengan cara menggoyangkan membentuk angka
delapan cawan petri di atas meja, atau menggoyangkan ke kiri, ke kanan, ke
depan, ke belakang, putar ke kiri tiga kali dan putar ke kanan tiga kali, lalu
didiamkan sampai media menjadi padat (mengeras). Setelah media agar
mengeras, cawan petri dimasukan dalam inkubator dan inkubasi selama
semalam pada suhu 37oC. Pada saat penuangan media agar, dianjurkan untuk
memperhatikan suhu media supaya tidak melebihi 45o C (Gambar 1). Kondisi ini
dikarenakan suhu di atas 45o C dapat membunuh sebagian mikroba, kecuali
untuk tujuan menghitung bakteri yang bersifat termofilik maka suhu media agar
dapat diatur pada suhu > 55oC.

Gambar 1. Metode Tuang (Sanders, 2012)


b. Metode Tebar (SpreadPlate)
Prinsip metode sebar sama seperti pada metode tuang, perbedaan
mendasar kedua metode tersebut yaitu pada cara menyebarkan suspensi bakteri
pada media agar. Prinsip metode sebar yaitu suspensi bakteri disebar secara
merata dengan menggunakan penyebar khusus yang terbuat dari gelas atau
logam yang dibentuk seperti huruf “L” (yang dikenal dengan sebutan Conrad’s
rod) atau “segitiga sama kaki” dengan tangkainya (Gambar 2). Mikroba yang
tumbuh pada metode ini yaitu mudah mengalami kontaminasi terutama pada
saat melakukan penyebaran suspensi bakteri pada permukaan mediaagar.

Gambar 2. Metode Tebar (Sanders, 2012)

2.3 Perhitungan Bakteri


Perhitungan koloni bakteri pada media agar yang telah diinkubasi dengan
menggunakan alat yang disebut dengan colony counter. Menurut Nurhayati dan
Samallo (2013), total bakteri merupakan salah satu metode yang paling banyak
digunakan dalam analisa, karena koloni dapat dilihat langsung dengan mata
tanpa menggunakan mikroskop. Perhitungan total bakteri dengan metode cawan
salah satu contohnya menggunakan media Nutrient Agar (NA) yang telah
ditumbuhi koloni bakteri. Bakteri akan bereproduksi pada medium agar dan
membentuk koloni setelah 18-24 jam inkubasi. Perhitungan jumlah koloni dalam
cawan petri dapat digunakan alat colony counter yang biasanya dilengkapi
dengan pencatat elektronik. Contoh perhitungan jumlah sel yang dapat
digunakan adalah TPC (Total Plate Count) SNI. Berdasarkan perhitungan bakteri
yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia, syarat perhitungan koloni
masuk dalam range 25-250. Faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu
bakteri seperti misalnya nutrien, suhu, pH dan kadar oksigen (Kartika, et al.,
2014).
Menurut Yunita et al. (2015), tahap-tahap utama dalam analisa TPC
meliputi pembuatan media, pengenceran dan penanaman bakteri. Dalam
pembuatan media ini, media biakan diperlukan untuk tumbuhnya bakteri yang
ditanam. Sehingga media biakan yang baik harus dapat menyediakan nutrisi,
tempat inkubasi dan terpenuhinya kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh
mikroba. Yuliasih dan Nabilah (2015) juga menambahkan bahwa
prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada
di dalam sampel dibagi dengan jumlah pengenceran yang digunakan dan
dilakukan baik secara duplo maupun tidak.
Rumus perhitungan koloni bakteri berdasarkan SNI (2006), sebagai berikut:

Keterangan:

N : Jumlah koloni produk (koloni/ml)


: Jumlah koloni pada semua cawan yangdihitung
: Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
: Jumlah cawan pada penenceran kedua yang dihitung
: Pengenceran pertama yang dapat dihitung

Rumus perhitungan kepadatan bakteri dengan haemocytometer, sebagai


berikut:

Keterangan:
N : jumlah kepadatan bakteri(sel/ml)
µ : jumlah sel bakteri pada 5 bidangpandang
5 : jumlah bidang pandang
p : banyaknyapengenceran

Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan


suatu hal yang penting untuk diketahui. Pertumbuhan merupakan pertambahan
jumlah atau volume serta ukuran sel. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan
Jawetz, et al. (1996), pertumbuhan adalah peningkatan jumlah semua komponen
dari suatu organisme secara teratur. Pertumbuhan organisme pada suatu
lingkungan sangat dipengaruhi berbagai faktor lingkungan, meliputi faktor fisika
dan faktor kimia yang dapat menyebabkan penurunan kecepatan tumbuh suatu
organisme. Pertumbuhan mikroorganisme terdiri dari beberapa fase yaitu fase
adaptasi, pertumbuhan awal, pertumbuhan logaritmik, pertumbuhan lambat,
pertumbuhan tetap (stationer), menuju kematian, serta fase kematian. (Gambar
3). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah nutrien, air, pH, suhu
dan oksigen.

Gambar 3. Kurva Pertumbuhan Mikroba (Jawetz, et al., 1996)

2.4 Isolasi Bakteri


Isolasi bakteri merupakan pengambilan atau memindahkan mikroba dari
lingkungannya di alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam
medium buatan (Fitri dan Yekki, 2011). Prinsip dari isolasi mikroba adalah
memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari
campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dilakukan dengan
menumbuhkannya dalam media padat sehingga sel-sel mikroba akan
membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya. Salah satu contoh
metode isolasi yaitu dengan metode cawan gores yaitu dengan mengambil satu
ose suspensi bakteri kemudian digoreskan pada media uji serta dilakukan
inkubasi pada suhu 350C (Gambar 4) (Anggani, et al.,2015).
Tujuan isolasi yaitu dapat mengidentifikasi suatu jenis bakteri tertentu
baik dari kelimpahan maupun morfologinya. Untuk memperoleh biakan murni
dapat dilakukan isolasi yang diawali dengan pengenceran bertingkat. Proses
isolasi mikroba adalah memisahkan mikroba satu dengan mikroba lain yang
berasal dari campuran berbagai mikroba untuk dapat mempelajari sifat biakan,
morfologi dan sifat mikrobalainnya.
Gambar 4. Streak Bakteri 4 Kuadran pada Media Agar (Pommerville,
2007)

2.5 Pewarnaan Gram


Mikroorganisme memiliki ukuran mikroskopis sehingga untuk melakukan
pengamatan dilakukan dengan bantuan mikroskop. Sifat dari suatu
mikroorganisme yaitu tidak mengabsorbsi atau membiaskan cahaya. Kegiatan
yang dilakukan untuk mengamati morfologi dari bentuk dan warna dibutuhkan zat
warna yang membantu mikroorganisme khususnya bakteri dalam membiaskan
cahaya.

Salah satu pewarnaan yang sering digunakan untuk mengidentifikasi


bakteri adalah pewarnaan gram. Berdasarkan pewarnaan gram, bakteri dapat
dibedakan menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
Bakteri yang sudah diberi warna dapat dilihat bentuknya dengan mikroskop
cahaya. Bentuk bakteri juga berguna untuk mengidentifikasi bakteri. Bakteriyang
tetap berwarna ungu dengan pewarnaan oleh kristal violet disebut bakteri gram
positif. Berbeda halnya apabila bakteri yang warna ungunya hilang jika dibilas
dengan alkohol, tetapi tetap berwarna merah muda karena menahan warna
merah safranin disebut bakteri gram negatif (James dan Sherman, 2002). Dewi
(2013) menambahkan, pewarnaan gram bertujuan untuk mengamati morfologi
sel bakteri dan metode pewarnaan bakteri yang paling sering digunakan.
Pewarnaan gram ini dikembangkan oleh Hans ChristianGram.
Pewarnaan gram berdasarkan metode Cappucino dan Sherman (1987),
dengan membuat olesan tipis suspensi dari isolat bakteri berumur 24 jam pada
gelas objek yang bersih kemudan dikeringkan dan difiksasi diatas bunsen.
Reagen yang digunakan untuk pewarnaan gram adalah sebagai berikut:
1. Zat warna utama (kristalviolet)
2. Lugol (larutan iodin) yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintansifkan
warna utama
3. Peluntur zat warna (alkohol/aseton) yaitu solven organik yang digunakan
untuk melunturkan zat warna utama
4. Zat warna kedua atau cat penutup (safranin) digunakan untuk mewarnai
kembali sel-sel yang telah kehilangan cat utama setelah perlakuan dengan
alkohol.
Menurut Yusra, et al. (2014), mekanisme penyerapan warna dua
kelompok bakteri ini dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Gram Positif
Bakteri gram positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada sel bakteri.
Hal tersebut disebabkan karena bakteri gram positif mempunyai dinding sel
dengan lapisan peptidoglikan yang tebal dan kandungan lipid yang lebih
rendah, sehingga dinding sel bakteri akan lebih mudah terdehidrasi akibat
perlakuan dengan alkohol. Dinding sel yang terdehidrasi menyebabkan ukuran
pori-pori sel menjadi kecil dan daya permeabilitasnya berkurang sehingga zat
warna ungu kristal yang merupakan zat warna utama tidak dapat keluar dari sel
dan sel akan tetap berwarnaungu.
2. Gram Negatif
Bakteri gram negatif mengandung lipid dan lemak dalam persentase yang lebih
tinggi daripada bakteri gram positif, selain itu bakteri gram negatif juga memiliki
peptidoglikan yang lebih tipis daripada bakteri gram positif. Bakteri gram negatif
terlihat berwarna merah karena bakteri ini kehilangan pewarna kristal violet
pada waktu pembilasan dengan alkohol namun mampu menyerap pewarna
tandingan yaitu safranin (Gambar 5).
Bakteri yang tetap berwarna ungu dengan pewarnaan oleh kristal violet
disebut bakteri bakteri Gram positif, misalnya Bacillus sp., Staphylococcus
aureus, sedangkan bakteri yang warna ungunya hilang jika dibilas dengan
alkohol, tetapi tetap berwarna merah muda karena menahan merah safranin
disebut bakteri Gram negatif, misanya Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa. Beberapa bakteri tidak terwarnai dengan pewarnaan Gram, misalnya
Mycobacterium spp., karena dinding selnya mengandung banyak lipid, sehingga
digunakan pewarnaan tahan asam untuk mengidentifikasikannya. Pada
pewarnaan ini sel bakteri akan berwarna merah muda tetapi sel jaringan akan
berwarna hijau (James, etal.,2008).

(a) (b)
Gambar 5. (a) Bakteri Gram Positif, (b) Bakteri Gram Negatif (Hauser, 2006)

2.6 Penentuan Kelas Alga


Alga adalah tumbuhan tingkat rendah yang sangat melimpah di alam.
Alga dapat digolongkan ke dalam makro alga dan mikroalga. Tumbuhan ini dapat
hidup dan bertahan dengan kondisi yang beragam dengan pola pertumbuhan
dan adaptasi yang sangat baik. Makroalga mempunyai peranan sangat penting
bagi ekosistem laut dan air tawar. Hal ini karena makro alga merupakan
produktivitas primer yang dapat menyokong kehidupan konsumen tingkat
pertama dan seterusnya (Kasim,2016).
Menurut Kasim (2016), ciri dan pembagian Alga secara Umum sebagai
berikut:
Kelas Pigmen Hasil Dinding sel Penyebaran
Fotosintesis dan Jumlah
Spesies
Alga Klorofil a, b, Pati atau amilum Selulosa Menyebar di
hijau/green karotin, lutein yang merupakan laut dan di
algae karbohidrat perairan
(Chlorophyta) terdiri atas umum
sejumlah besar dengan
unit glukosa jumlah
bergabung spesies
dengan ikatan sekitar 1.200
Glikosidik. jenis
Namun, pada
alga merah
sebagai sumber
energi yang
sama seperti
phycobiliproteins
Alga cokelat Klorofil a, c, Laminaran Selulosa Sebanyak
(Phaeophyta) fucoxantin, (polisakarida dan alginat 99,7% alga
beta karotin, glukosa yang ini ditemukan
lutein ditemukan pada di laut dan
alga cokelat). diperkirakan
Sama halnya jumlah
dengan spesiesnya
cadangan adalah 2.000
jenis
Alga merah Klorofil a, b Floridean Selulosa Sekitar 98%
(Rhodophyta) fikosianin, polisakarida, karaginin ditemukan di
Phycoerythrin, sama halnya dan agarose perairan laut
α, β-caroten dengan dengan
karbohidrat yang jumlah
terdiri atas spesies
sejumlah besar sekitar 9000
unit glukosa jenis
bergabung
dengan ikatan
glikosidi.
Namun, pada
alga merah
sebagai sumber
energi yang
sama seperti
phycobiliproteins

Alga hijau- Klorofil a, Glikogen dan Selulosa Umumnya


Fikosianin, polisakarida yang
biru glikoprotein berada di
khas bagi
Phycoerythrin,
(Cyanophyta) cyanophyta perairan
αβ-caroten
umum
sekitar 75%
dan hanya
sekitar 25%
di perairan
laut
Gambar 6. Alga Berdasarkan Filum (Bellinger dan Sigee, 2010).
Perbedaan warna pada alga berdasarkan filum secara umum: Dinophyta
(Alga coklat: C), Cyanophyta (Alga biru-kehijauan: An, Aph, M) dan Chlorophyta
(Alga hijau: P). Contoh alga secara umum: An – Anabaena, Aph – Aphanothece,
C – Ceratium, G – Gomphosphaeria, M – Microcystis, P – Pandorina.

Menurut Murtius (2018), mengidentifikasi dan menganalisa alga yang


berukuran mikroskopis di lingkungan laboratorium tentu membutuhkan alat bantu
mikroskop. Mikroskop yang umum digunakan saat ini untuk keperluan
laboratorium adalah mikroskop cahaya. Pada mikroskop tersebut, cahaya
dilewatkan pada objek sehingga objek terlihat seperti bayangan atau tampak
lebih gelap dari latar. Mikroskop bekerja menggunakan prinsip yang hampir sama
dengan alat optik lain, yaitu berdasarkan perbedaan indeks bias. Ketika cahaya
melewati bahan dengan kerapatan yang lebih besar, maka kecepatannya akan
berubah. Cahaya kemudian merambat dengan arah yang berbeda dari
sebelumnya. Hal tersebut memberikan kesan bahwa benda memiliki ukuran yang
lebih besar atau berada lebih dekat.
Gambar 7. Bagian-bagian Mikroskop Cahaya
(www.southwestschool.org ,2008)

Mikroskop memiliki dua jenis lensa yaitu objektif dan okuler yang bekerja
untuk memperbesar gambar objek. Ada empat ukuran perbesaran lensa objektif
yang umum dimiliki mikroskop, yaitu perbesaran 4 kali, 10 kali, 40 kali dan 100
kali. Keempat lensa tersebut dapat digunakan bergantian dengan memutar
piringan di atasnya sampai posisi lensa sejajar dengan tabung menuju lensa
okuler. Sementara untuk lensa okuler, ukuran magnifikasi yang umum ada
adalah perbesaran 5 kali, 10 kali dan 15 kali. Namun demikian, perubahan
perbesaran lensa hanya bisa dilakukan dengan membuka lensa dan
menggantinya dengan ukuran sesuai yang diinginkan. Ukuran perbesaran yang
mampu dipenuhi lensa biasanya tertulis pada bingkai atau dinding tabung lensa
(Murtius,2018).

2.7 Pengamatan Hifa pada Jamur


Jamur adalah mikroorganisme eukariotik yang ada dimana-mana
(ubiquitous), bersifat nonfotosintetik dan kebanyakan berperan sebagai saprofit.
Bebarapa di antaranya sebagai saprofit. Beberapa di antaranya sebagai parasit
pada tumbuhan dan hewan tingkat tinggi. Bentuk pertumbuhan miselia
merupakan ciri utama dari kebanyakan fungi. Benang-benang miselia (filamen)
atau bentuk lain dari fungi biasanya diselubungi oleh dinding sel yang keras
karena mengandung kitin (Ijong, 2015). Menurut Setiadi dan Setiawan (2011),
Hifa adalah salah satu struktur dari jamur berbentuk seperti benang halus yang
berfungsi sebagai penyerap unsur hara dari luar. Miselia merupakan kumpulan
dari hifa.
Menurut Sutejo, et al (2008), pada medium PDA, koloni jamur tumbuh
dengan cepat dan aerial miselium yang bewarna putih mungkin dengan cepat
menjadi berwarna kemerahan, ungu atau muncul warna biru pada sklerotium
ketika terbentuk dalam jumlah yang banyak atau dengan warna krem menjadi
coklat kekuning-kuningan kemudian berubah menjadi oranye jika sporodokium

melimpah. Pertumbuhan koloni jamur pada medium PDA sangat cepat, dengan
warna putih yang tebal sampai warna merah muda pada aerial miseliumnya.
Sporodokium berwarna oranye berkembang saat umur kultur sudah tua (Gambar
8).
Cendawan (fungus) termasuk ke dalam dunia tumbuh-tumbuhan yang
berderajat rendah, yakni Thallophyta, yang memiliki tubuh yang disebut thallus,
karena tubuh itu tidak dapat dibedakan antara akar, batang dan daun.
Disebutkan di atas, jamur khususnya, atau cendawan pada umumnya tidak
memilki akar, batang dan daun, semuanya disebut thallus. (Hastiono,2004).
Secara umum fungi dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu:
fungi sesungguhnya, terdiri dari Phycomycetes, Basidiomycetes, Ascomycetes,
Deuteromycetes (Ijong,2015).
Menurut Pelczar dan Chan (2008), jamur diklasifikasikan menjadi empat
kelas yaitu:
1. Kelas Phycomycota
Bentuk Tubuh Phycomycota ialah tidak adanya septum (sekat) di dalam
hifa. Reproduksi Phycomycota secara seksual pada beberapa genus terjadi
dengan peleburan ujung-ujung hifa multinukleat. Contoh jamur ini adalah Mucor
sp., Abisidia sp., dan Rhizopus sp.

2. KelasAscomycota
Bentuk tubuh Ascomycota beragam, ada yang seperti mangkuk, adapula
yang bulat. Reproduksi Ascomycota terjadi secara aseksual membentuk konidia.
Konidia merupakan spora aseksual yang dibentuk di ujung konidiofor. Konidiofor
sendiri adalah hifa yang termodifikasi membentuk tangkai sporangium dan
seksual dengan cara konjugasi.Contoh jamur ini Saccharomyces cereviceae.
3. KelasBasidiomycota
Bentuk jamur ini ada yang seperti payung, kuping, dan setengah
lingkaran Tubuh buah Basidiomycota terdiri atas tudung (pileus), bilah (lamella),
dan tangkai (stipe). Basidiomycota hidup sebagai dekomposer pada kayu atau
bagian lain tumbuhan. Reproduksi pada jamur ini terjadi secara aseksual dan
secara seksual. Reproduksi secara aseksual menghasilkan konidia. Seksual
terjadi dengan cara perkawinan antara hifa yang berbeda jenisnya. Contoh jamur
ini adalah jamur merang (Volvariella volvacea), Saprolegnia sp. dan
Aphanomycessp.
4. Kelas Deuteromycota
Bentuk tubuh Deuteromycota mempunyai bentuk kepala konidium yang
khas berbentuk bulat. Reproduksi Deuteromycota adalah jamur yang belum
diketahui cara reproduksi seksualnya. Karena itu Deuteromycota sering disebut
sebagai jamur yang tidak sempurna. Reproduksi aseksual terjadi dengan
menghasilkan konidia atau menghasilkan hifa khusus yang disebut
konidiofor.Contoh jamur ini Penicillium sp. dan Aspergillus sp.
Jamur adalah organisme yang tampak seperti serat benang halus di
permukaan tubuh ikan. Penyakit jamur mudah dideteksi karena gejalanya tampak
jelas. Jenis jamur yang banyak menyerang tubuh dan telur ikan hias adalah
Saprolegnia sp. (Sitanggang, 2008). Spesies khamir yang digunakan sebagai
probiotik adalah Saccharomyces cereviseae dan Candida pentolopesii,
sedangkan spesies jamur yang digunakan sebagai probiotik adalah Aspergillus
niger dan Aspergillus oryzae (Pamungkas dan Yenny., 2006). Menurut Afrianto
(2015), contoh penyakit pada larva udang yang disebabkan oleh aktivitas jamur
patogen, yaitu Lagenidium spp. dan Sirolpidium spp. Kedua jenis jamur ini
tumbuh optimal pada kisaran suhu 25 – 34oC dan kisaran pH 7 –9.

Gambar 8. Bentuk Zygospora dari Jamur Phycomyces blakesleeanus


(Hauser, 2006)
3. METODE

3.1 Alat dan Fungsi

3.1.1 Pengenalan Alat dan Sterilisasi


Alat yang digunakan dalam praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik
Materi Pengenalan alat dan Sterilisasi adalah:
Alat kecil
• Erlenmeyer (250ml) : untuk tempat untuk pembuatan media TSA dan
PDA.
• Beaker glass (250ml) : untuk tempat pembuatanNa-fis.
• Gelasukur (100ml) : untuk tempat mengukur aquades.
• Bunsen :untuk melakukan pengkondisian aseptis.
• Washing bottle : untuk tempat aquades.
• Triangle : untuk membantu meratakan sampel bakteripada
media biakan padat dengan metode tebar.
• Bolahisap : untuk membantu pipet volume mengambil
larutan
- S (Suction) : untuk mengambil larutan.
- E (Empty) : untuk mengeluarkan larutan.
- A (Aspirate) : untuk mengeluarkan udara.
• Object glass : untuk tempat objek yang akan diamati dibawah
mikroskop.
• Object glass cekung : untuk mengamati jamur
• Cover glass : untuk menutup objek glass.
• Spatula : untuk menghomogenkan larutan secara manual.
• Pipet volume : untuk mengambil larutan dengan skala 1-10ml.
• Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil.
• Ose jarum : untuk menginokulasi mikroba dari media padat ke
padat.
• Ose loop : untuk menginokulasi mikroba dari media padat ke
cair atau sebaliknya.
• Tabung reaksi : untuk tempat pengenceran bertingkat dansampel
bakteri pada media TSB.

16
• Raktabung reaksi : untuk tempat meletakkan tabung reaksi.
• Sprayer : untuk tempat alcohol 70%.
• Cawan petri : untuk tempat media pertumbuhan bakteri.
• Kaca arloji : untuk alas pada penimbangan media.
• Nampan : untuk wadah meletakkan alat dan bahan
• Mikropipet : untuk memindahkan cairan bervolume kecil,
biasanya kurang dari 1000 µL
Alat besar
• Hot plate : untuk memanaskanmedia
• Mikroskop : untuk mengamati mikroorganisme yang tidak bisa
dilihat dengan mata telanjang.
• Kulkas : untuk tempat menyimpan sampel dan media steril
• Inkubator : untuk menginkubasi media padat pada suhu yang
bisa ditentukan
• Autoklaf : untuk melakukan sterilisasi basah pada suhu
1210 C dan tekanan 1 atm (0,15 Mpa) selama 15-
20 menit
• Kompor : untuk sumber pemanas
• Timbangan digital : untuk menimbang bahan dalam jumlah tertentu
dengan ketelitian 0,01 gram
• Colony counter : untuk menghitung jumlah kolonibakteri
• Vortexmixer : untuk membantu menghomogenkan larutan yang
berisi sampel

3.1.2 Pembuatan Media, Pengenceran dan Penanaman


Alat-alat yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pembuatan media, pengenceran dan penanaman antara lain :
• Botol film : untuk tempat sampel
• Tube : untuk tempat sampel saat disentrifuge
• Sentrifuge : untuk memisahkan supernatan dan residu
• Hot plate : untuk memanaskan media
• Gelas ukur 100ml : untuk mengukur volume aquades yang dibutuhkan
• Washing bottle : untuk wadah aquades
• Nampan : untuk wadah alat dan bahan
• Bunsen : untuk melakukan pengondisian aseptis
• Raktabung reaksi : tempat tabung reaksi
• Tabung reaksi : untuk tempat pengenceran bertingkat dan tempat
media TSB
• Pipet volume : untuk memindahkan media TSB dari erlenmayer
ke tabung reaksi
• Bola hisap : untuk membantu pipet volume memindahkan
media TSB
• Mikropipet : untuk memindahkan sampel bervolume kurang
dari 1000µL
• Triangle : untuk membantu meratakan pada saat
penanaman dengan metode tebar
• Cawan petri : untuk tempat penanaman bakteri danjamur
• Beaker glass (250 ml) : untuk tempat tabung reaksi berisi Na fis danTSB
• Erlenmeyer : untuk tempat pembuatan Na fis, media TSA,TSB
dan PDA
• Autoklaf : untuk sterilisasi basah pada tekanan 1 atm, 0,15
Mpa, selama 15-20 menit pada suhu 121oC
• Timbangan digital : untuk menimbang sampel dengan ketelitian 10-2
gram
• Vortexmixer : untuk menghomogen kanlarutan
• Spatula : untuk menghomogenkan larutan secara manual
• Kulkas : untuk tempat inkubasi media TSA steril
• Korekapi : untuk sumber api
• Inkubator : untuk menginkubasi media TSA dan PDA yang
sudah berisi sampel
• Sprayer : untuk wadah alkohol 70%

3.1.3 Perhitungan Koloni Bakteri dengan MetodeTPC


Alat-alat yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Perhitungan Koloni Bakteri antara lain :
• Colony counter : untuk menghitung jumlah koloni bakteri
• Haemocytometer : untuk wadah menghitung koloni bakteri
• Cover glass : untuk menutup sampel bakteri di haemocytometer
• Handtally counter : untuk membantu menghitung koloni bakteri
• Mikroskop : untuk mengamati jumlah koloni bakteri
• Pipiet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil
• Tabung reaksi : untuk wadah sampel koloni bakteri pada media
TSB
• Cawanpetri : untuk wadah sampel koloni bakteri pada media
TSA
• Sprayer : untuk pengkondisian aseptis, berisi alkohol70%.
• Nampan : untuk wadah alat dan bahan
• Destruktor : untuk merebus cawan petri berisi media yang
tidak digunakan lagi
• Bolpoin : untuk menandai koloni yang terdapat pada cawan
petri

3.1.4 Perhitungan Kepadatan Sel Bakteri dengan Haemocytometer


Alat-alat yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Perhitungan Koloni Bakteri antara lain :
• Haemocytometer : untuk wadah menghitung koloni bakteri
• Cover glass : untuk menutup sampel bakteri di haemocytometer
• Handtally counter : untuk membantu menghitung koloni bakteri
• Mikroskop : untuk mengamati jumlah koloni bakteri
• Pipiet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil
• Tabung reaksi : untuk wadah sampel koloni bakteri pada media
TSB
• Sprayer : untuk pengkondisian aseptis, berisi alkohol 70%.
• Nampan : untuk wadah alat danbahan
• Bolpoin : untuk menandai koloni yang terdapat pada cawan
petri

3.1.5 Isolasi Bakteri


Alat-alat yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Isolasi bakteri antara lain :
• Ose loop : untuk isolasi bakteri
• Bunsen : untuk pengkondisian aseptis
• Kulkas : untuk tempat menyimpan TSA steril
• Inkubator : untuk tempat inkubasi media TSA yang sudah
diisolasi
• Nampan : untuk wadah alat dan bahan
• Destruktor : untuk merebus cawan petri berisi media yang tidak
digunakan lagi
• Korekapi : untuk sumber api
• Sprayer : untuk tempat alkohol 70%

3.1.6 Pewarnaan Gram


Alat-alat yang digunakan dalam Praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pewarnaan Gram adalah :
• Object glass : untuk meletakkan sampel bakteri
• Mikroskop : untuk mengamati warna dari bakteri
• Ose loop :untuk mengambil koloni bakteri yang akan diwarnai
• Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam pewarnaan gram
• Sprayer : untuk tempat alkohol 70%
• Washingbottle : untuk tempat aquades
• Bunsen : untuk fiksasi dan pengkondisian aseptik
• Korekapi : untuk sumber api

3.1.7 Pengambilan Sampel Alga


Alat-alat yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pengambilan Sampel Alga Bakteri antara lain :
• Botol film : untuk wadah air sampel alga
• Pipet volume : untuk mengambil sampel alga diperairan

3.1.8 Pembuatan Preparat dan Penentuan KelasAlga


Alat-alat yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pembuatan Preparat dan Penentuan Kelas Alga antara
lain:
• Botol film : untuk wadah air sampel alga
• Washing bottle : untuk wadah aquades
• Object glass : untuk tempat objek saat pengamatan dibawah
mikroskop
• Pipet tetes : untuk mengambil sampel
• Cover glass : Untuk menutup object glass
• Nampan : untuk tempat alat dan bahan
• Mikroskop : untuk mengamati sampel alga

3.1.9 Pengamatan Hifa pada Jamur


Alat - alat yang digunakan dalam praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pengamatan Hifa pada Jamur adalah:
• Cawan Petri : untuk tempat media dan sampeljamur.
• Object glass cekung : untuk tempat pengamatan jamur agar hifanya
tidak rusak
• Bunsen : untuk pengkondisianaseptis.
• Cover glass : untuk menutup object glass cekung
• Mikroskop : untuk mengamati jamur dengan perbesaran yang
bisa ditentukan.
• Sprayer : untuk pengkondisian aseptis, berisi alkohol70%.
• Nampan : untuk wadah alat alat yang digunakan.
• Ose loop : untuk memindahkan jamur ke cover glass dan
isolosi bakteri ke agar miring
• PipetTetes : untuk mengambil larutan Nafis
• Tabung Reaksi : untuk wadah Nafis
• RakTabung Reaksi : untuk tempat tabung reaksi.
• Destruktor : untuk perebusan media dan alat yang dipakai.
• Inkubator : untuk mengnkubasi jamur
• Kamera : untuk mendokumentasikan
3.2 Bahan dan Fungsi

3.2.1 Pengenalan Alat dan sterilisasi


Bahan yang digunakan dalam praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik Materi Pengenalan alat dan Sterilisasi adalah:
• Kapas : sebagai penutup tabung reaksi, erlenmeyer dan
pipet serelogis yang akan disterilisasi
• Kertas : sebagai pembungkus cawan petri dan pipet
volume yang akan disterilisasi
• Karet : sebagai pengerat bungkus media dan beaker glass
yang disterilisasi
• Air : sebagai pembersih alat yang akan disterilisasi
• Kertas label : sebagai pemberi tanda padatiap-tiap
perlakuan/kelompok
• Tisu : sebagai pembersih air dan kotoran pada alat-alat
• Spiritus : sebagai bahan bakar bunsen
• Alkohol70% : sebagai bahan pengondisian aseptis

3.2.2 Pembuatan Media, Pengenceran dan Penanaman


Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pembuatan media, pengenceran dan penanaman antara lain :

• Airsampel : sebagai bahan yang akan dilakukan pengenceran


dan penanaman
• Plasticwarp : sebagai pembungkus cawan petri yang sudah
berisi media
• Karet :sebagai perapat bungkus media agar tidak
mudah terlepas
• Kertas label : sebagai pemberi tanda tiap-tiap perlakuan
• Kapas : sebagai penutup tabung reaksi dan erlenmeyer
• Auminiumfoil : sebagai pembungkus beaker glass
• Bluetip : sebagai pemindah larutan
• Nafis steril : sebagai larutan pada pengenceran bertingkat
• PDA : sebagai media penanaman jamur
• TSA : sebagai media padat penanaman bakteri
• TSB : sebagai media cair penanaman bakteri
• NaCl teknis : sebagai bahan pembuatan Natrium Fisologis
• Spirtus : sebagai bahan bunsen untuk tindakan aseptis
• Plastik : sebagai alas yang digunakan untuk menimbang
sampel
• Air : sebagai pembersih alat-alat yang telah digunakan
• Alkohol 70% : sebagai larutan pengkondisian aseptis

3.2.3 Perhitungan Koloni Bakteri dengan Metode TPC


Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Perhitungan Koloni Bakteri antara lain :
• Koloni bakteri : sebagai sampel yang akan dihitung koloni bakterinya
• TSA : sebagai media tempat tumbuh bakteri untuk
perhitungan menggunakan metode TPC
• Kapas : sebagai penutup wadah media TSB
• Alkohol70% : sebaga pembersih alat
• Tisu : sebagi pengering alat yang sudah digunakan

3.2.4 Perhitungan Kepadatan Sel Bakteri dengan Haemocytometer


Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Perhitungan Koloni Bakteri antara lain :
• Kolonibakteri : sebagai sampel yang akan dihitung koloni bakterinya
• TSB : sebagai media tempat tumbuh bakteri untuk
perhitungan dihaemocytometer
• Kapas : sebagai penutup wadah mediaTSB
• Alkohol 70% : sebaga pembersih alat
• Tisu : sebagi pengering alat yang sudah digunakan

3.2.5 Isolasi Bakteri


Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Isolasi bakteri antara lain :
• Koloni bakteri : sebagai sampel yang akandi isolasi
• Plastic warp : sebagai pembungkus cawan petri
• Media TSA steril : sebagai mediaisolasi
• Alkohol 70% : sebagai pengondisian aseptis
• Spirtus : sebagai sumber panas dari bunsen
• Air : sebagai pembersih alat yang sudah digunakan
• Tisu : sebagai pengering alat yang sudah digunakan

3.2.8 PewarnaanGram
Bahan-bahan yang digunakan dalam Praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pewarnaan Gram adalah :
• Koloni bakteri : sebagai objek yang akan dilakukan uji pewarnaan
gram
• Kristal ungu : sebagai pewarnaprimer
• Iodium : sebagai mengintensifkan warna Kristal ungu
• Alkohol70% : sebagai pelarut lemak
• Safranin : sebagai pewarna sekunder
• Aquades : sebagai pembilas sisa-sisa pewarnaan
• Spirtus : sebagai fiksasi dan pengkondisian aseptis
• Tisu : sebagai pembersih kelebihan larutan saat
pewarnaan
• Alkohol 70% : sebagai pembersihalat

3.2.6 Pengambilan Sampel Alga


Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pengambilan Sampel Alga antara lain :
• Air kolam : sebagai sampel yang akan diamati alganya
• Kertas label : sebagai pemberi tanda pada botol film

3.2.7 Pembuatan Preparat dan Penentuan Kelas Alga


Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pembuatan Preparat dan Penentuaan Kelas Alga antara lain :
• Akuades : sebagai pengkalibrasi objek glass dan cover
glass
• Tisu : sebagai pengering object glass dan coverglass
• Air sampel : sebagai sampel yang diamati alganya

3.2.9 Pengamatan Hifa pada Jamur


Bahan bahan yang digunakan dalam praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi
Akuatik materi Pengamatan Hifa pada Jamur adalah:
• Spiritus : sebagai isi bunsen untuk pengkondisian aseptis
• Alkohol : sebagai larutan pengkondisian aseptis.
• Nafis : sebagai larutan yang memperjelas bayangan
saat identifikasi jamur menggunakan mikroskop.
• Jamur : sebagai objek sampel yangdiamati
• Auminium foil : sebagai pembungkus beaker glass dan tabung
reaksi yang berisi agar miring setelah diisolasi
• Tisu : sebagai pembersih objek glass.
• Kertas Label : sebagai pemberi tanda pada alat.
• Alkohol 70% : sebagai pembersih alat
3.3 Skema Kerja

3.3.1 Pengenalan Alat danSterilisasi

a. Sterilisasi

Autoklaf Elektrik

- Autoklaf harus ditempatkan pada tempat dimana cukup lapang untuk


pelepasan uap
- Masukkan akuades dalam ruang sterilisasi, sampai menutup sistem
pemanas (heater), untuk mencegah penimbunan kapur pada elemen
pemanas
- Masukkan keranjang berisi bahan/alat yang akan disterilkan ke dalam
autoklaf, kemudian tutup Autoklaf.
- Pastikan klep keluarnya uap (safety falve) pada posisiberdiri/tegak
- Nyalakan autoklaf pada posisi ON (keatas), lampu power berwarna kuning
- Temperatur diputar pada posisi maksimal, sehingga warna lampu heating
berwarna hijau
- Biarkan hingga keluar uap air dari klep lalu tutup/arah kesamping
- Tunggu sampai jarum menunjukkan suhu sterilisasi(1210C)
- Temperatur diturunkan sampai lampu pada sterilizing berwarna kuning
- Atur timer pada posisi 15 menit (waktu sterilisasi)
- Alarm berbunyi tanda sterilisasi berakhir, turunkan temperatur minimal
- Matikan autoklaf pada posisi OFF (kebawah)
- Klep dibuka secara perlahan sampai jarum menunjukan angka 0
- Tutup autoklaf dapat dibuka

Hasil
3.3.2 Pembuatan Media, Pengenceran dan Penanaman
a. Pembuatan Media
Pembuatan media PDA

Pembuatan Na Fisiologis
a. Pengambilan Sampel Bakteri dan Jamur

b. Pengenceran
Pengenceran bakteri

c. Pengenceran jamur
d. Penanaman Bakteri dan Jamur
Media Padat
I. MetodeTuang

ii. Metode Tebar

iii. Media Cair


3.3.3 Perhitungan Bakteri
a. MetodeTPC

b. Metode Haemocytometer

3.3.4 Isolasi Bakteri


3.3.5 Pewarnaan Gram

3.3.6 Penentuan Kelas Alga


a. Pengambilan Sampel Alga

b. Pembuatan Preparat
c. Penentuan Kelas Alga

3.3.7 Pengamatan Hifa pada Jamur


SOAL PEMBAHASAN

1. Apakah tujuan dilakukannya pembungkusan alat sebelum disterilisasi?

2. Bagaimana prinsip kerja autoklaf dalam sterilisasi?

3. Mengapa pemanasan media menggunakan hotplate perlu dilakukan?

4. Jelaskan kemungkinan yang akan terjadi apabila pembuatan media dilakukan

tanpa proses sterilisasi!


5. Apakah tujuan dari pengenceran bertingkat dan mengapa pengenceran

tersebut harus dilakukan secara bertingkat?

6. Apa makna dari 10-1 , 10-2, 10-3 dan seterusnya pada pengenceran?

7. Mengapa pada penanaman bakteri sampel yang digunakan sebanyak 1 ml,

sedangkan sampel pada jamur yang digunakan hanya sebesar 0,1 ml ?

8. Mengapa pada saat setelah penanaman bakteri dan jamur cawan petri yang

telah dibungkus plastic warp kemudian dibalik dan setelah itu diinkubasi? Apa

tujuannya?
9. Mengapa suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri?

10. Mengapa cawan petri harus dibalik ketika dilakukan perhitungan koloni

bakteri menggunakan colony counter?

11. Hanya satu sel bakteri yang diambil untuk diisolasi. Mengapa hanya satu sel

yang digunakan dan apa yang akan terjadi jika mengambil lebih dari satu sel?

Jelaskan analisis Anda!

12. Mengapa isolasi bakteri dilakukan dengan metode streak 4 dimensi?


13. Mengapa objectglass yang akan dipakai pada pewarnaan gram dibersihkan

terlebih dahulu menggunakan alkohol dan dilap secara searah?

14. Pada pewarnaan gram,mengapa object glass yang telah digoreskan sampel

dilewatkan diatas bunsen?

15. Apakah jamur dapat diwarnai dengan pewarnaan gram?

16. Apakah yang akan terjadi apabila lemak pada lapisan dinding sel meluruh?
17. Ketika sampel alga telah diteteskan pada object glass kemudian ditutup

dengan cover glass dengan kemiringan 450. Apa yang akan terjadi apabila

penutupan dengan cover glass dilakukan pada sudut 900?

18. Apakah mungkin pada pengamatan alga terdapat lebih dari satu macam jenis

alga dalam satu sampel? Jelaskan analisis Anda!

19. Mengapa pada prosedur pengamatan hifa jamur, sampel ditetesi dengan Na-

fisiologis?

20. Media apa yang digunakan untuk menanam jamur dan jelaskan mengapa

harus menggunakan media tersebut untuk penanaman jamur?


ANALISIS HASIL

Perbedaan Alat Sebelum dan Sesudah Sterilisasi


Perhitungan Koloni Bakteri dengan Metode TPC

Grafik 12 cm x7cm
Perhitungan Kepadatan Sel Bakteri dengan Metode Haemocytometer

Grafik 12 cm x7cm
Pewarnaan Gram

Gambar 7 cm x 6 cm
Penentuan Kelas Alga

Gambar 7 cm x 6 cm
Pengamatan Hifa pada Jamur

Gambar 7 cm x 6 cm
PENUTUP

Kesimpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., E. Liviawaty., Z. Jamaris dan Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar
Swadaya. Jakarta: 220 hlm.
Anggani, O. F., R. Kusdarwati dan H. Suprapto. 2015. Potensi Bacillus
licheniformis dan Streptomyces olivaceoviridis sebagai penghambat
pertumbuhan jamur Saprolegnia sp., penyebab saprolegniasis pada ikan
secara in vitro. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7 (2): 133 – 140.
Atlas, R. M. 2004. Handbook of Microbiological Media fourth Edition Volume 1.
Atmawati, T. U., M. A. Faisal., dan Rahmiati. 2017. Pola kepekaan isolat bakteri
aerob pada konjungtivitis terhadap antibiotik terpilih. Jurnal Kedokteran.
13 (1): 15 – 22.
Bellinger, E. G and D. C. Sigee. 2010. Freshwater Algae Identification and Use
for Bioremediation. West Sussex:Willey-Blackwell.
Cappucino, G. James and N. Sherman. 1987. Microbiology, A Laboratory
Manual. California. Menlo Park. 477p.
, James G and Sherman Natalie. 2013. Manual Laboratorium
biologi; alih bahasa, Nur Miftahurrahmah. EGC. Jakarta. 477 hlm.
Dewi, A. K. 2013. Isolasi, identifikasi dan uji sensitivitas Staphylococcus aureus
terhadap amoxicillin dari sampel susu kambing pernakan ettawa (PE)
penderita mastitis di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal
Sain Veteriner. 31 (2): 138 – 150.
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan
Fitri, L. dan Y. Yasmin. 2011. Isolasi dan pengamatan morfologi koloni bakteri
kitinolitik. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi. 3 (2): 20 – 2.
Harti, A. S. 2015. Mikrobiologi Kesehatan; Peran Mikrobiologi dalam Bidang
Kesehatan. Jogjakarta: 274 hlm.
Haryati, T. Estiasih., F. Heppy dan K. Ahmadi. 2015. Pendugaan unsur simpan
menggunakan metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT) dengan
pendekatan Arrhenius pada produk tape ketan hitam khas Mojokerto
hasil sterilisasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (1): 156-165
Hastiono, S. 2004. Hikmah hidup bersama cendawan.Jurnal Wartazoa. 14 (4):
178 – 182.
Hauser, J. T. 2006. Techniques for Studying Bacteria and Fungi. USA. Carolina
______. Tth. The Compound Light Microscope. Diambil pada tanggal 20 Februari
2008, dari www.southwestschool.org
Ijong, F. G. 2015. Mikrobiologi Perikanan dan Kelautan. Rineka Cipta Jakarta.
Indonesia. Jurnal Keterteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 3 (3):
237 – 248.
James G and N. Sherman. 2002. Manual Laboratorium biologi; alih bahasa, Nur
Miftahurrahmah. Jakarta: EGC.
James, J., C. Baker dan H, Swain. 2008. Prinsip-Prinsip Sains untuk
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Erlangga. 245 hlm.
Jawetz, Melnick and Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Kartika, G. F., C. Jose, Nurbalatif, M. Rasyid Ridho, Zulkhairul, Y. Haryani. 2014.
Kuantifikasi parameter fisiokimia pada aliran Sungai Siak daerah
Meredan dan Perawang. Ind.Che.Acta. 5 (1): 15 – 22.
Kasim, 2016. Makro Alga. Kajian Biologi, Pemanfaatan dan Budidaya. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Khasani, I. 2010. Pemanfaatan bioteknologi berbasis mikroorganisme guna
mendukung peningkatan produktivitas perikanan nasional. Jurnal Media
Akuakultur. 5 (1): 22 – 31.
Leboffe, M.J. and B.E. Pierce. 2011. A Photographic Atlas for The Microbiology
Laboratory 4th Edition. Morton Publishing: Colorado. 256 p.

Novizan. 2002. Membuat & memanfaatkan pestisida ramah lingkungan. PT


AgroMedia Pustaka: Tangerang. 94 hlm.
Nurhayati dan I. M. Samallo. 2013. Analisis degradasi polutan limbah cair
pengolahan rajungan (Portunus pelagicus) dengan penggunaan mikroba
komersial. Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik. 9 (1): 1 – 60.
Pamungkas, D., dan Y. N. Anggraeny. 2006. Probiotik dalam pakan ternak
ruminansia. Jurnal Wartazoa. 16 (2): 82 – 91.
Pelczar, M. J., dan Chan E. C. S. 2008. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-
Press. 442 hlm.
Pommerville, J. C. 2007. Alcamo’s Laboratory Fundamental of Microbiology.
Prescott, H. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology 5th Edition.The
McGraw Hill Company: USA. 466 p.

Rahardja, B. S., dan D. Sari., dan M. A. Alamsjah. 2011. Pengaruh penggunaan


tepung daging bekicot (Achatina fulica) pada pakan buatan terhadap
pertumbuhan, rasio, konversi pakan dan tingkat kelulushidupan benih
ikan patin (Pangasius pangasius). Jurnal Ilmiah Peikanan dan Kelautan.
3 (1): 117 – 122.
Safrida, Y. D., C.Yulvizar dan C. N. Devira. 2012. Isolasi dan karakterisasi bakteri
berpotensi probiotik pada ikan kembung (Rastrelliger sp.). Jurnal Ilmu
ilmu Perairan, Pesisir, dan Perikanan. 1 (3): 200 – 203.

Sanders, E. R. 2012. Aseptic laboratory techniques: plating methods. Journal of


Visualized Experiments. (63): 1 – 18.
Setiadi, Y., dan A. Setiawan. 2011. Studi status fungi mikoriza arbuskala di areal
rehabilitasi pasca penambangan nikel (studi kasus PT INCO Tbk.
Sorowako, Sulawesi Selatan). Jurnal Silvikultur Tropika. 3 (1): 88 – 9..
Sitanggang, M. 2008. Mengatasi Penyakit & Hama pada Ikan Hias. Jakarta:
AgroMedia Pustaka. 52 hlm.
Standar Nasional Indonesia. 2006. Cara Uji Mikrobiologi-Bagian 3: Penentuan
Angka Lempeng Total (ALT) pada Produk Perikanan. Badan Standar
Nasional SNI 01-2332.3. 11 hlm.
Subandi. 2010. Mikrobiologi. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Hal 91.Sudbury.
Jones and Bartlett Publishers. 343 p.

Sutejo, A. M., A. Priyatmojo., dan A. Wibowo. 2008. Identifikasi morfologi


beberapa spesies jamur Fusarium. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia. 14 (1): 7 – 13.
Yunita, M., Y. Hendrawan., dan R. Yulianingsih. 2015. Analisis kuantitatif
mikrobiologi pada makanan penerbangan (aerofood acs) Garuda
Yusra, F. Azima, Novelina dan Periadnadi. 2014. Isolasi dan identifikasi
mikroflora indigenous dalam budu. Agritech. 34 (3): 316 –320.

Anda mungkin juga menyukai