Anda di halaman 1dari 65

A.

TINJAUAN TEORI MEDIS


I. DEFINISI
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir dalam setengah
jam setelah janin lahir.(Winkjosastro, 2006:656).
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi
waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak,
artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan
tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti
perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba,
2006:176).

II. JENIS JENIS RETENSIO PLASENTA


Ada berbagai jenis retensio plasenta, antara lain :
a. Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
b. Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga
menembus desidua basalis dan Nitabuch layer.
c. Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang sampai
menembus myometrium.
d. Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
sampai perimetrium
e. Plasenta inkaserata : tertahannya plasenta didalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

III. ETIOLOGI RETENSIO PLASENTA


Penyebab Retensio Plasenta menurut Hanifa Winkjosastro (200:163)
dibagi dalam 2 golongan yaitu sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
Sebab fungsional :
a. His yang kurang kuat (sebab utama)
b. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba);
bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya
(plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab
di atas disebut plasenta adhesive.
Sebab patologi anatomik :
Dalam sebab patologi anatomik termasuk plasenta akreta. Secara terinci
plasenta akreta dibagi dalam plasenta akreta, inkreta dan perkreta.

IV. PATOGENESIS
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi
dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi
lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga
ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya
daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang
tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar
memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah
yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang
saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah
dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan
berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan
pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru
tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi
ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus
yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan
tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta
bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil
darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa
perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya
fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-
tanda lepasnya plasenta adalah sering ada semburan darah yang mendadak,
uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus
meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun
masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah
plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan
oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah
rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi
ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring
dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara
spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan
persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan
secara bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari
uterus, serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari plasenta,
misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta
akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari
uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta
menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang
tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan
menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.

V. PENCEGAHAN
Untuk mencegah retensio plasenta dapat disuntikkan 0.2 mg methergin
IV atau 10 u pitosin IM waktu bahu bayi lahir. (Winkjosastro, 2000:164)
Menurut Manuaba (1998:300) upaya preventif retensio plasenta oleh
bidan antara lain :
a. Meningkatkan penerimaan keluarga berencana sehinggga memperkecil
terjadinya retensio plasenta
b. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang terlatih
c. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak
diperkenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat
proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat
mengacaukan kontraksi otot Rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit.
Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin
time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang
sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini
penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor
lain.

VII.DIAGNOSA BANDING

Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada


miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.

VIII. PENANGANAN
Pada semua retensio plasenta diusahakan pelepasan plasenta secara
manual. Kalau plasenta dengan pengeluaran plasenta tidak lengkap dapat
disusul dengan upaya kuretase. Plasenta Akreta kompleta tidak dapat
dilepaskan secara manual dan memerlukan histerektomi. (Winkjosastro,
2000:164)
Bagi tenaga kesehatan, khususnya Bidan sebagai tenaga terlatih di lini
terdepan sistem pelayanan kesehatan dapat mengambil sikap dalam
menghadapi “retensio plasenta” sebagai berikut :
1. Sikap umum bidan
a. Memperhatikan keadaan umum penderita
 Apakah anemis
 Bagaimana jumlah perdarahannya
 Keadaan umum penderita : tekanan darah, nadi, suhu
 Keadaan fundus uteri : kontraksi dan tinggi fundus uteri
b. Mengetahui keadaan plasenta
 Apakah plasenta inkarserata
 Melakukan tes plasenta lepas : metode kusnert, metode klein,
metode strassman, metode manuaba
c. Memasang infus dan memberikan cairan pengganti
2. Sikap khusus bidan
Bidan hanya diberikan kesempatan untuk melakukan plasenta
manual dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan diatas 400 cc
dan terjadi retensio plasenta. Seandainya masih terdapat kesempatan,
penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit
sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan
memasang infus dan memberikan cairan dan dalam perjalanan diikuti
oleh tenaga kesehatan yang dapat memberikan pertolongan darurat.

Pelaksanaan plasenta Manual


 Kaji ulang indikasi
 Persetujuan tindakan medis
 Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus (NaCl 0.9 %).
(Anik, 2013:161)
 Berikan sedative dan analgetika (misalnya, petidin dan diazepam IV,
jangan dicampur dalam semprit yang sama) atau ketamine.
 Beri antibiotika dosis tunggal (profilaksis) :
Ampisilin 2 IV ditambah metronidazole 500 mg IV atau sefazolin 1
IV ditambah metronidazole 500 mg IV
 Pasang sarung tangan DTT
 Jepit tali pusat denan kokher dan tegakkan sejajar lantai
 Masukkan tangan secara obstetric dengan menelusuri bagian bawah
tali pusat
 Tangan sebelah enyusuri tali pusat asuk ke dala kavu uteri, sementara
itu tangan yang sebelah lagi menahan fundus uteri, sekaligus untuk
menceah inversion uteri
 Dengan bagian lateral jari-jari tangan dicari insersi pinggir plasenta
 Buka tangan obstetric menjadi seperti meberi salam, jari-jari
dirapatkan
 Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yan paling bawah
 Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke kranial
sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan
 Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus,
kemungkinan plasenta akreta (akreta, inkreta dan perkreta) dan
siapkan laparatomi untuk histerektomi supravaginal
 Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta
 Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saat
plasenta dikeluarkan
 Eksplorasi untuk memastikan tidak ada baian plasenta yan masih
melekat pada dinding uterus
 Beri oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologik atau
ringer laktat) 60 tetes per menitdan masase uterus untuk merangsang
kontraksi
 Jika masih berdarah banyak, beri ergometrin 0.2 m IM atau
prostaglandin
 Periksa apakah plasenta lengkap atau tidak. Jika tidak lengkap
lakukan eksplorasi ke dalam kavum uteri
 Periksa dan perbaiki robekan serviks, vagina, atau episiotomi.
(Saifuddin, 2002:P42)

Komplikasi tindakan plasenta manual


Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
 Terjadi perforasi uterus
 Terjadi infeksi : terdapat sisa plasenta atau membrane dan bakteria
terdorong ke dalam rongga Rahim
 Terjadi perdarahan karena atonia uteri

RETENSIO PLASENTA INKRETA

I. DEFINISI
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir dalam setengah
jam setelah janin lahir.(Winkjosastro, 2006:656).
Plasenta Inkreta adalah Implantasi jonjot korion plasenta yang sampai
menembus myometrium. (Saifuddin, 2010: 526).
Dari pengertian diatas retensio plasenta inkreta adalah plasenta yang
belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir dikarenakan oleh
implantasi jonjot korion plasenta sampai menembus myometrium.

II. FAKTOR FAKTOR PREDISPOSISI


a. Plasenta previa
b. Seksio sesarea sebelumnya
c. Trauma dari kuretase uterus sebelumnya
d. Destruksi endometrium dari infeksi sebelumnya
e. Pengeluaran plasenta secara manual sebelumnya
f. Graviditas yang tinggi. (Taber, 1994:336)

III. KOMPLIKASI POTENSIAL


a. Perdarahn yang banyak
b. Rupture uteri
c. Inversio uteri
d. Infeksi uterus. (Taber, 1994:337)
IV. PENATALAKSANAAN DAN PENDIDIKAN PASIEN

PLASENTA AKRETA Konsentrasi Hb


Faktor predisposisi Syok Jenis dan uji silang darah
neurogenic akibat traksi Pembekuan darah
Kuat tali pusat
PLASENTA AKRETA

Eksplorasi

Tertanam seluruhnya
Tertanam sebagian

Tidak ada perdarahan Manual plasenta

Sebagian plasenta dapat


dikeluarkan
Tidak ada perdarahan

Sebagian besar
plasenta tertanam
dalam Uterotonika observasi
HISTEREKTOMI
a. Cairan dan darah Intravena dan perawatan lanjut
Penting untuk memperbaiki hipovolemia karena kehilangan darah.
b. Histerektomi abdominal
Merupakan pengobatan yang lebih disukai untuk kebanyakan
pasien segera setelah diagnosis ditegakkan. Karena pelepasan plasenta
normal tidak mungkin, berbagai upaya untuk mengeluarkan plasenta yang
lengket secara manual atau dengan kuretase dapat menyebabkan
katastropik atau rupture traumatik otot uterus yang tipis.
Apabila tidak ada perdarahan, plasenta dapat ditinggalkan in situ
apabila pasien berkeinginan keras untuk memiliki anak lagi dan bersedia
menerima resiko infeksi uterus dan pelvis. Tingkat mortalitas pasien yang
diobati tanpa histerektomi hampir empat kali lebih tinggi dari pasien yang
diobati dengan histerektomi segera. (Taber, 1994:337)

PENATALAKSANAAN HISTEREKTOMI
Histerektomi pasca persalinan dapat dilakukan secara supravaginal
atau total. Histerektomi total mungkin diperlukan pada kasus robekan segmen
bawah yang meluas sampai serviks atau perdarahan plasenta previa.
 Kaji ulang indikasi
 Kaji ulang prinsip penanganan operatif dan mulailah infus IV
 Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal
Ampisilin 2 IV atau sefazolin 1 IV
 Jika terdapat perdarahan setelah persalinan pervaginam yang tidak
terkontrol, ingatlah bahwa kecepatan merupakan hal yang penting.
Untuk membuka daerah abdomen :
 Buat insisi vertical di garis tengah dibawah umbilicus sampai
rambut pubis, menembus kulit sampai ke facia
 Buat insisi 2-3 cm vertical pada fasia
 Pegang ujung fasia dengan forceps dan perluas insisi ke atas
dan ke bawah dengan gunting
 Gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot rektus (otot
dinding abdomen)
 Gunakan jari untuk membuat pembukaan pada peritoneum
didekat umbillikus
 Gunakan gunting untuk memprluas insisi ke atas dan ke bawah
untuk dapat melihat uterus.
 Gunakan gunting untuk memisakan lapisan dan membuka
bagian bawah peritoneum secara hati-hati untuk menghindari
perlukaan pada kandung kemih
 Letakkan retractor abdomen yang dapat menahan sendiri diatas
tulang pubis.
 Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea, klem tempat
perdarahan sepanjang insisi uterus
 Pada kasus perdarahan hebat, mintalah asisten untuk menekan
aorta pada abdomen bawah dengan jarinya. Tindakan ini akan
mengurangi perdarahan intra peritoneum
 Perluas insisi pada kulit jika diperlukan

HISTEREKTOMI SUBTOTAL (SUPRAVAGINAL)


Memisahkan adneksa dari uterus
 Angkat uterus ke luar abdomen dan secara perlahan tarik untuk
menjaga traksi.
 Klem 2 kali dan potong ligamentum rotundum dengan gunting. Klem
dan potong pedikel, tetapi ikat setelah arteri uterine diamankan untuk
menghemat waktu
 Dari ujung potongan ligamentum rotundum, buka sisi depan. Lakukan
insisi sampai :
 Satu titik tempat peritoneum kandung kemih bersatu dengan
permukaan uterus baian bawah di garis tengah, atau
 Peritoneum yang diinsisi pada seksio sesarea
 Gunakan 2 jari untuk mendorong bagian belakang ligamentum
rotundumke depan, di bawah tuba dan ovarium, didekat pinggir
uterus. Buatlah lubang seukuran jari pada ligamentum rotundum
dengan menggunakan gunting. Lakukan klem dua kali dan potong
tuba, ligamentum ovarium, dan ligamentum rotundum melalui lubang
pada ligamentum rotundum
 Pisahkan sisi belakang ligamentum rotundum kea rah bawah, kea rah
ligamentum sakrouterina, dengan menggunakan gunting.

Membebaskan kandung kemih


 raih ujung flap kandung kemih dengan forceps atau dengan klem
kecil. Gunakan jari / gunting, pisahkan KK ke bawah dengan segmen
bawah uterus
 arahkan tekanan ke bawah tetapi ke dalam menuju serviks dan segmen
bawah uterus

Mengidentifikasi dan mengikat pembuluh darah uterus


 cari lokasi arteri dan vena uterine pada setiap sisi uterus. Rasakan
perbatasan uterus denan serviks
 lakukan klem 2 kali pada pembuluh darah uterus dengan sudut 90
derajat pada setiap sisi serviks. Potong dan lakukan pengikatan 2 kali
dengan catut kromik 0 / polilikolik
 periksa dengan seksama untuk mencari adanya perdarahan. Jika arteri
uterine diikat dengan baik, perdarahan akan berhenti dan uterus
terlihat pucat.
 Kembali ke pedikel ligamentum rotundum dan ligamentum
tuboovarika yang diklem dan ligase dengan catgut kromik 0 (atau
poligloklik)

Amputasi korpus uteri


 Amputasi uterus setinggi arteri uterine dengan menggunakan gunting.

Menutup tunggul serviks


 Tutup tunggul (stump) serviks dengan jahitan terputus, dengan
menggunakan catgut kromik (atau polilikolik) ukuran 2-0 atau 3-0
 Periksalah secara seksama tunggul serviks, ujung ligamentum
rotundum, dan struktur lain pada dasar pelvis untuk mencari adanya
perdarahan
 Jika terjadi perdarahan kecil atau dicurigai adanya gangguan
pembekuan, letakkan drain melalui dinding abdomen. Jangan
meletakkan drain melalui tunggul serviks Karena hal ini akan
menyebabkan timbulnya infeksi
 Pastikan tidak terdapat perdarahan, buang bekuan dengan kasa
 Pada semua kasus, periksalah adanya perlukaan pada kandung kemih.
Jika terdapat perlukaan pada KK, perbaiki luka tersebut.
 Tutup fasia dengan jahitan jelujur dengan catgut kromik 0 (atau
poliglikolik)
 Jika terdapat tanda-tanda infeksi, dekatkan jaringan subkutan dengan
longgar dan jahit longgar dengan catgut 0 (atau polilikolik). Tutup
kulit dengan penutupan lambat setelah setelah infeksi sembuh.
 Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutuplah kulit dengan jahitan
matras vertical dengan benang nilon 3-0 (atau silk) dan tutup dengan
pembalut steril.

HISTEREKTOMI TOTAL
Histerektomi Total mungkin diperlukan pada kasus robekan segmen bawah
yang meluas sampai serviks atau perdarahan plasenta previa.
Pada histerektomi total, diperlukan langkah tambahan sebagai berikut :
 Dorong KK ke bawah untuk membebaskan ujung atas vagina 2 cm
 Buka dinding posterior dari ligamentum rotundum
 Klem, ligase dan potong ligamentum sakrouterina
 Klem, ligase dan potong ligamentum cardinal, yang didalamnya
terdapat cabang desenden pembuluh darah uterus. Ini merupakan
langkah penting pada operasi :
 Pegang ligamentum secara vertical dengan klem yang
ujungnya besar
 Letakkan klem 5 mm lateral dari serviks dan potong
ligamentum sedekat mungkindengan serviks. Meninggalkan
tunggul medial dari klem untuk keamanan
 Jika serviks masih panjang, ulangi lankah 2 atau 3 kali sesuai
kebutuhan.
Ujung atas vagina sepanjang 2 cm harus terbebas dari
perlekatan
 Potong vagina sedekat mungkin dengan serviks, lakukan hemostasis
pada titik perdarahan
 Lakukan penjahitan hemostatic yang mengikutkan ligamentum
rotundum, cardinal, dan sakrouterina
 Lakukan penjahitan jelujur pada ujung vagina untuk menghentikan
perdarahan
 Tutup abdomen setelah memasang drain pada ruang ekstra peritoneum
didekat tanggul serviks.

B. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN


Dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu bersalin (intranatal) merupakan
bentuk catatan dari asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada ibu dalam masa
intranatal, yakni pada kala I sampai dengan kala IV meliputi pengkajian,
pembuatan diagnosis kebidanan, pengidentifikasian masalah terhadap tindakan
segera dan melakukan kolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lain serta
menyusun asuhan kebidanan dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan
yang dibuat pada langkah sebelumnya. (Wildan, Moh : 49)

Menurut Helen Varney’s 2007, alur berfikir bidan saat menghadapi pasien
meliputi tujuh langkah, agar diketahui orang lain apa yang telah dilakukan oleh
seorang bidan melalui proses berfikir sistimatis, maka didokumentasikan dalam
bentuk SOAP. (Yeyeh Rukiyah, AI, dkk. : 67).

PENGKAJIAN

Tanggal: Jam:

IDENTITAS PASIEN
Biodata Ibu
1. Nama
Nama dikaji untuk mengenal/memanggil klien agar tidak keliru dengan pasien
lain dan untuk membina hubungan antara bidan dan pasien agar lebih akrab.
(Wiknjosastro, 2002).
2. Umur
Umur dikaji untuk mengetahui adanya risiko tinggi atau tidak dalam masa
kehamilan. (Manuaba, 2001). Reproduksi sehat dikenal usia 20-30 tahun
karena kematian maternal wanita hamil dan melahirkan usia dibawah 20 tahun
ternyata 2-5% lebih tinggi dari kematian maternal usia 20-29 tahun.
(Wiknjosastro, 2002).
3. Agama
Agama dikaji untuk mengetahui agama yang dianut sehingga berguna dalam
pemberian support mental, memudahkan bidan melakukan pendekatan dalam
melakukan asuhan kebidanan dan untuk mengetahui adanya penyulit terhadap
kebiasaan yang dijalankan yang berpengaruh terhadap kesehatan ibu.
(Manuaba, 2001).
4. Pendidikan
Pendidikan dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu. Semakin tinggi
tingkat pendidikan semakin baik pula tingkat pengetahuan dan semakin mudah
menerima informasi. (Pusdiknakes, 2003).
5. Pekerjaan
Pekerjaan dikaji untuk mengetahui taraf hidup dan masalah ekonomi karena
berpengaruh pada masalah kesehatan klien dalam menjaga kondisi
kehamilannya. (Manuaba, 2001).
6. Alamat
Alamat dikaji untuk mengetahui tempat tinggal dan lingkungan sesuai syarat
rumah sehat, mempermudah kunjungan, mengetahui geografis rumah berupa
pegunungan atau daerah terpencil sehingga diketahui keterjangkauan terhadap
tenaga kesehatan, menghasilkan waktu lama merujuk ke fasilitas kesehatan.
(Wiknjosastro, 2002).

Biodata Suami
1. Nama
Nama suami dikaji untuk mengenal suami klien, mengetahui orang yang
bertanggung jawab pada pasien apabila butuh pengambilan keputusan segera
(Sarwono, 2002).
2. Umur
Umur suami dikaji karena berkaitan dengan kesiapan suami dalam merawat
anak (Wiknjosastro, 2002).
3. Agama
Agama dikaji untuk mengetahui agama suami sama dengan ibu atau tidak,
karena jika berbeda berpengaruh pada kebiasaan dan kondisi psikologis ibu
( Manuaba, 2001).
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan suami dikaji karena semakin tinggi tingkat pendidikan
diharapkan semakin baik pengetahuan dan semakin mudah menerima informasi
yang diberikan (Manuaba, 2001)
5. Pekerjaan
Pekerjaan suami dikaji untuk mengetahui kesejahteraan keluarga dan jenis
pekerjaannya untuk mengetahui seberapa besar peran suami bisa mendamping
ibu (Wiknjosastro, 2002).
DATA SUBYEKTIF
Data subjektif merupakan langkah awal dokumentasi dari data yang
dikumpulkan melalui anamnesis (Saminem, 2010). Pengkajian pasien menurut
Nursalam (2008) terdiri dari :
1. Alasan Datang
Alasan datang dikaji untuk mengetahui alasan yang mendasari pasien datang
melakukan pemeriksaan. (Wiknjosastro, 2002).
2. Keluhan Utama
Yang perlu dikaji adalah adanya keluhan yang dirasakan pasien dan tanda yang
mendukung terjadinya persalinan sesungguhnya.
Hal yang perlu dikaji :
- Waktu, frekuensi dan durasi kontraksi.
- Intensitas kontraksi
- Gambaran lokasi nyeri dengan kontraksi.
(Varney, 2001 : 186)

Keluhan yang terjadi pada ibu bersalin dengan retensio plasenta adalah
mengalami perdarahan yang lebih banyak, pasien mengeluh lemah, letih,
berkeringat dingin, menggigil (Saifuddin, 2006).

3. Riwayat Kesehatan
Yang dikaji dalam riwayat kesehatan adalah penyakit-penyakit yang dapat
mempengaruhi proses persalinan.
a Penyakit Kardiovaskuler
1). Penyakit Jantung
Ibu yang bersalin dengan disertai penyakit jantung mempunyai resiko
yang besar dalam proses persalinan karena dikhawatirkan tidak kuat
mengejan. (Wiknjosastro, 2005 : 430)
2). Hipertensi
Wanita hipertensi yang dinyatakan hamil perlu mendiskusikan dengan
dokternya tentang pengobatan mana yang aman digunakan selama
mengandung. Selain itu, wanita dengan hipertensi yang sudah ada
sebelumnya mengalami peningkatan resiko terjadinya preeklampsia
selama kehamilan. (Varney, H. Kriebs, J.M, Gregor, C.I. : 131)
b Penyakit Sistem Pernafasan
1). Tuber Kulosis Paru
Dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan
masyarakat sekitarnya. Janin baru tertular penyakit setelah lahir karena
dirawat/disusui oleh ibunya. (Winkjosastro, 2006 : 491).
2). Asma Bronkhiale
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan
beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen (O 2)
atau hipoksia. Bila tidak diatasi sering terjadi keguguran, persalinan
prematur atau berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan (gangguan
pertumbuhan janin). (Winkjosastro, 2006 : 490)
c Penyakit Gastrointestinal
1). Hiperemesis Gravidarum
Akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya diplopia,
palsinervus ke-6, nistagmus, ataksia, dan kejang. Jika hal ini tidak segera
ditangani, akan terjadi psikosis Korsak off (amnesia, menurunnya
kemampuan untuk beraktivitas), ataupun kematian. Oleh karena itu,
untuk hiperemesis tingkat III perlu dipertimbangkan terminasi
kehamilan. Pada fetal, penurunan berat badan yang kronis akan
meningkatkan kejadian gangguan pertumbuhan janin dalam rahim
(IUGR). (Saifuddin, 2009 : 816-817)
2). Kolestasis Obstetrik
Risiko pertama adalah pruritus yang merupakan gejala yang sangat
mengganggu. Risiko selanjutnya adalah perdarahan pasca persalinan
yang disebabkan oleh pemanjangan waktu protrombin sebagai
konsekuensi gangguan fungsi hati. Pruritus dan gangguan fungsi hati
kembali ke normal setelah persalinan. Bila dalam 3 bulan tidak normal
kembali, harus dirujuk ke hepatologi. Hindari memakai KB yang
mengandung estrogen pada ibu-ibu yang mempunyai riwayat kolestasis
obstetric. Kolestasis obstetric dilaporkan berhubungan dengan
peningkatan prematuritas, fetal distress, dan kematian janin. (Saifuddin,
2009 : 820-821)
d Penyakit Endokrin
1). Diabetes Mellitus Gestasional
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan dengan diabetes sangat
bervariasi. Pada ibu akan meningkatkan risiko terjadinya pre-eklampsia,
seksio sesarea, dan terjadinya diabetes melitus tipe II di kemudian hari,
sedangkan pada janin meningkatkan risiko terjadinya makrosomia,
trauma persalinan, hiperbilirubinemia, hipoglikemi, hiopokalsemia,
polisitemia, hiperbilirubinemia neonatal, sindroma distress respirasi
(RDS), serta meningkatnya mortalitas atau kematian janin. (Saifuddin,
2009 : 851)
2). Penyakit Kelenjar Tiroid dalam Kehamilan
a). Hipertiroid
Keadaan bayi perinatal dari perempuan dengan tirotoksiksikosis
sangat bergantung pada tercapai tidaknya pengontrolan metabolik.
Kelebihan tiroiksin dapat menyebabkan terjadinya keguguran
spontan. Pada perempuan yang tidak mendapat pengobatan, atau
pada mereka yang tetap hipertiroid meskipun terapi telah diberikan,
akan meningkatkan risiko terjadinya pre-eklampsia, kegagalan
jantung, dan keadaan perinatal yang buruk.
b). Hipotiroid
Keadaan hipotiroid pada ibu dapat menghambat perkembangan
neurofisiologik janin. Anak-anak yang dilahirkan oleh perempuan
dengan kadar T4 kurang dari 10 persentil, berisiko terjadinya
ketidakseimbangan perkembangan psikomotor. Selain itu, pada
hipotiroid subklinis bisa meningkatkan terjadinya persalinan
prematur, solusio plasenta, dan perawatan bayi di NICU. (Saifuddin,
2009 : 847-850)
e Penyakit Sistem Reproduksi
1). Mioma Uteri
Terdapatnya mioma uteri mungkin mengakibatkan hal-hal sebagai
berikut :
a). Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada
mioma uteri submukosum
b). Kemungkinan abortus bertambah.
c). Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang
letaknya di serviks.
d). Inersa uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di
dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
e). Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang
submukus dan intramural. (Winkjosastro, 2006 : 421-422)
2). Kista Vagina
Kista vagina biasanya kecil berasal dari duktus gartner atau duktus
muller. Letaknya lateral dalam vagina bagian proksimal, di tengah, atau
distal di bawah orifisium uretrae eksternum. Wanita tidak mengalami
kesulitan waktu persetubuhan dan persalinan. Jarang sekali kista ini
demikian besarnya, sehingga menghambat turunnya kepala dan perlu di
pungli, atau pecah akibat tekanan kepala. (Winkjosastro, 2006 : 419)
f Penyakit Ginjal
1). Gagal ginjal akut dalam kehamilan
Gagal ginjal akut merupakan komplikasi yang sangat gawat dalam
kehamilan dan nifas karena dapat menimbulkan kematian atau kerusakan
fungsi ginjal yang tidak bisa sembuh lagi. Penderita dapat meninggal
dalam waktu 14 hari setelah timbulnya anuria. Kerusakan jaringan dapat
terjadi di beberapa tempat yang tersebar atau keseluruh jaringan ginjal.
(Saifuddin, 2009 : 840)
2). Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi yang paling sering terjadi
selama kehamilan (4-10%). Meskipun bakteri uria asimptomatik paling
sering dijumpai, infeksi simptomatik bisa melibatkan traktus yang lebih
bawah dan menyebabkan sistitis, atau bisa juga melibatkan kaliks, pelvis
dan parenkim ginjal, dan menyebabkan pielonefritis. (Saifuddin, 2009 :
835)
g Penyakit Sistem Saraf
1). Epilepsi
Pada umumnya epilepsi tidak dipengaruhi oleh kehamilan. Namun
wanita hamil dengan epilepsi mempunyai resiko terhadap hipertensi
karena kehamilan, persalinan prematur, bayi berat badan lahir rendah,
bayi dengan kelainan bawaan dan kematian perinatal. (Saifuddin, 2010 :
M-46)

h Penyakit Menular
1). HIV
Transmisi HIV dari ibu kepada janin dapat terjadi melalui intrauterin,
saat persalinan, dan pasca persalinan. Kelainan yang dapat terjadi adalah
berat badan lahir rendah, bayi lahir mati, partus preterm, dan abortus
spontan. (Sarwono, 2009 : 933)

2). Sifilis
Merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh treponema pallidum.
Transmisi treponema dari ibu ke janin umumnya terjadi setelah plasenta
terbentuk utuh, kira-kira sekitar umur 16 minggu, kemungkinan untuk
timbulnya sifilis kongenital lebih memungkinkan. (Sarwono, 2009 : 929)

4. Riwayat Obstetri
a. Riwayat haid
1). Menarche
Menarche dikaji untuk mengetahui tingkat fertilitas ibu, faktor keturunan,
kesehatan umum serta keadaan gizi (Mochtar, 2005).
2). Siklus
Panjang siklus haid berkaitan dengan normal tidaknya klien mendapatkan
haid setiap bulan (oligominorea, hipermenorea, dll) (Mansjor, 2003).
3). Sifat darah
Perlu dikaji untuk mengetahui kemungkinan DIC dengan sifat darah beku
dan adanya trombus dalam darah (Mansjor, 2003).
4). Dismenorhea
Dikaji terutama pada dismenorhea sekunder yaitu dismenorhea yang
disertai kelainan anatomis genetalis (Mochtar, 2005).
5). Banyaknya
Banyaknya darah yang keluar dikaji untuk mengetahui adakah kelainan
yang ada pada sistem reproduksi (Mochtar, 2005).

Anamnesa haid memberikan kesan pada kita tentang faal alat


kandungan. Haid terakhir, teratur tidaknya haid, dan siklusnya dipergunakan
untuk memperhitungkan tanggal persalinan. Yang dimaksud dengan haid
terakhir ialah hari pertama dari haid yang terakhir.

b. Riwayat Kehamilan Sekarang


1). Pemeriksaan Antenatal
Bila kehamilan normal, jumlah kunjungan cukup empat kali yaitu
satu kali pada Trimester I, satu kali pada Trimester II, dan dua kali pada
Trimester III. Hal ini dapat memberikan peluang yang lebih besar bagi
petugas kesehatan untuk mengenali secara dini berbagai penyulit atau
gangguan kesehatan yang terjadi pada ibu hamil. Pada Trimester I mual
muntah pada pagi hari dapat terjadi tapi tidak selalu, hal ini masih dalam
batas–batas tertentu, keadaan yang masih fisiologis (Winkjosastro, 2006 :
126).

Beberapa penyakit atau penyulit tidak segera timbul bersamaan


dengan terjadinya kehamilan hipertensi dalam kehamilan, atau baru akan
menampakkan gejala pada usia kehamilan tertentu misalnya perdarahan
antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa (Prawirohardjo, 2010 :
284).

Trimester III perhatian bidan diarahkan pada: persipaan persalinan


dan untuk menyusui, rencana perawatan bayi, kemungkinan–
kemungkinan yang timbul. (Pusdiknakes: 2003 : 63)

2). Kontraksi
Perlu dikaji kapan mulai kontraksi, teratur atau tidak, seberapa
sering terjadi kontraksi. Pada seluruh trimester kehamilan dapat dicatat
adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mmHg yang tidak teratur.
His sesudah 30 minggu terasa lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36
minggu aktivitas uterus lebih meningkat lagi sampai persalinan mulai.
Jika persalinan mulai yaitu pada permulaan kala I, frekuensi dan
amplitudo his meningkat. (Prawirohardjo, 2010 : 290).

Pada retensio plasenta, sering disetai dengan keadaan kontraksi


uterus yang melemah.(Saifuddin, 2006:178)

3). Gerakan bayi


Pada banyak nulipara, masuknya bagian kepala janin ke pintu atas
panggul telah tercapai sebelum persalinan mulai dan penurunan janin
lebih jauh tidak akan terjadi sampai awal persalinan. Sementara pada
multipara masuknya kepala janin kedalam pintu atas panggul mula-mula
tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh akan terjadi pada kala satu
persalinan.

4). Ketuban pecah


Perlu dikaji warna, kental atau encer dan waktu. Pecah ketuban
secara spontan sering terjadi pada sewaktu-waktu pada persalinan aktif.
Pecah ketuban sebelum persalinan mulai dari tahapan kehamilan mana
pun disebut ketuban pecah. (Prawirohardjo, 2010 : 305-306).

5). Pengeluaran Pervaginam


Perlu dikaji keluarnya cairan bercampur darah yaitu bercak atau
darah segar yang keluar pervaginam.
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
- Kehamilan: Adakah gangguan seperti perdarahan, muntah yang sangat.
- Persalinan: Spontan atau buatan, aterm atau prematur, perdarahan,
ditolong oleh siapa (bidan, dokter).
- Nifas: Adakah panas atau perdarahan, bagaimana laktasi.
- Anak: Jenis kelamin, hidup atau tidak, kalau meninggal umur berapa dan
sebabnya meninggal, berat badan waktu lahir.
Pertanyaan ini sangat mempengaruhi prognosa persalinan dan
pimpinan persalinan, karena jalannya persalinan yang lampau adalah hasil
ujian-ujian dari segala faktor yang mempengaruhi persalinan. (Wiknjosastro,
2010 : 133-134)

5. Riwayat Perkawinan
Riwayat perkawinan dikaji untuk mengetahui pengaruh status
perkawinan terhadap masalah kesehatan yang dialami, mengetahui lamanya
pernikahan, jumlah pernikahan dan jumlah anak yang dapat mempengaruhi
kondisi psikologi saat kehamilan (Saifudin, 2002).

6. Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui kontrasepsi yang dipakai sebelumnya adakah
keluhan, kesadaran dalam perencanaan reproduksi. (Hartanto, 2002).

7. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari


Kegiatan Terakhir
a. Makan dan Minum
Perlu dikaji kapan terakhir makan dan minum
b. Eliminasi
Perlu dikaji apakah ada kesulitan dalam berkemih. (Yeyeh, 2009 : 68).
Anjurkan ibu untuk berkemih 2 jam atau lebih sering karena kandung kemih
yang penuh akan menghalangi kontraksi, menghalangi penurunan janin,
menambah rasa sakit, kesulitan melahirkan plasenta dan perdarahan pasca
persalinan. (JNPK-KR, 2007 : 3-4).
c. Aktivitas
Perlu dikaji apakah ibu melakukan pekerjaan berat yang menyebabkan ibu
merasa capek atau kelelahan sehingga tidak mempunyai tenaga.
(Pusdiknakes WHO JHPIEGO, 2002 : 163)
d. Istirahat
Perlu dikaji untuk mengetahui istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
yang berlebihan, tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur (Saifuddin,
2006)

8. Data Psikososial dan Spiritual


a. Aspek Psikologis
Untuk mengetahui tentang perasaan ibu sekarang, apakah ibu takut, cemas
atau bingung. (Prawirohardjo, 2007)
b. Data Spiritual
Dikaji tentang agama pasien dan suami, tingkat kebutuhan dan ketakwaan
pasien dan keluarga dalam menjalankan agama/ibadahnya.
c. Data Budaya
Menurut Varney (2004) riwayat sosial budaya meliputi:
1). Dukungan Keluarga : Apakah keluarganya mendukung ibu atau tidak
2). Keluarga lain yang tinggal serumah : Apakah ibu tinggal serumah dengan
keluarga lain
3). Pantangan makanan : Apakah dikeluarganya ada pantangan makan untuk
ibu atau tidak
4). Kebiasaan adat istiadat : Apakah ada kebiasaan adat istiadat di keluarga
atau tidak
5). Penggunaan obat-obatan atau rokok
Perlu dikaji apakah ibu perokok dan pemakai obat-obatan atau jamu-
jamuan selama hamil atau tidak. Jamu-jamuan dapat menyebabkan
perlekatan plasenta semakin kuat sehingga memicu terjadinya retensio
plasenta. (Winkjosastro, 2008)

d. Keadaan Ekonomi
Dikaji gunanya untuk mengukur dan mengetahui tingkatan sosial
ekonominya karena ini mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut
(Ambarwati, 2008)

9. Data Pengetahuan
Berpengaruh terhadap tindakan kebidanan dan mengetahui sejauh mana
tingkat intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai
dengan pendidikannya. (Ambarwati, 2008)

DATA OBYEKTIF

Data objektif adalah data mengenai hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan (Saminem, 2010).

1. PEMERIKSAAN FISIK
a Pemeriksaan umum
1). Keadaan Umum
Dikaji untuk mengetahui bagaimana keadaan ibu dilihat secara umum
baik buruknya dimana biasanya keadaan umum fisiologi adalah baik
kesadaran compos mentis (Hamilton, 2007).

Untuk mengetahui keadaan ibu apakah baik, sedang, jelek. Pada kasus
ibu nifas dengan perdarahan karena atonia uteri keadaan umumnya
sedang (Saifuddin, 2008).
2). Kesadaran
Adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan
dari lingkungan, pada kasus ini tingkat kesadaran pasien adalah
composmentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya (Saifuddin,
2008).
a) Komposmentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya
maupun terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan
pemeriksa dengan baik.
b) Apatis, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuk tak acuh
terhadap lingkungannya.
c) Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan
siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah,
kacau, disorientasi dan meronta-ronta.
d) Somnolen (letergia, obtundasi, hipersomnia), yaitu keadaan
mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila
rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.
e) Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam, pasien masih
dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang
nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
memberikan jawaban verbal yang baik.
f) Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat
dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik.
Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
g) Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada
gerakan spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.
(Winkjosastro, 2009 : 227)

3). Vital Sign


a) Tekanan darah
Meningkat selama kontraksi disertai peningkatan sistolik rata-rata 15
(10-20) mmHg dan diastolik rata-rata 5-10 mmHg. Pada waktu-waktu
diantara kontraksi, tekanan darah kembali ke tingkat sebelum
persalinan. Dengan mengubah posisi tubuh dari telentang ke posisi
miring, perubahan tekanan darah selama kontraksi dapat dihindari.
Nyeri, rasa takut dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan
tekanan darah.

b) Suhu
Suhu badan wanita inpartu umumnya tidak melebihi 37 2 0C umumnya
sesudah partus + 0,5 0 C dari keadaan normal. (Marmi, 2011)

c) Nadi
Normalnya 55–90 kali reguler per menit. Diukur pada awal
persalinan, selanjutnya diukur antara 1 dan 4 jam sekali selama
persalinan (Chapman, 2006 : 40).

d) Respirasi
Jumlah dan kekuatan kontraksi mempengaruhi pola dan kedalaman
pernafasan selama persalinan. Menahan nafas tidak boleh dilakukan,
melainkan sebaliknya, ibu dianjurkan untuk bernafas dalam di antara
dua kontraksi guna mempertahankan oksigenasi yang diperlukan oleh
aktivitas otot. (Johnson, 2005 : 70).

4). Tinggi badan


TB < 145 cm berkaitan dengan panggul sempit.
5). Berat badan
Kekurangan atau kelebihan nutrisi dapat menyebabkan kelainan yang
tidak diinginkan seperti anemia, inersia uteri, hemoraghia pospartum,
sepsis puerperalis, dan sebagainya. Sedangkan makan secara berlebihan
dapat pula mengakibatkan komplikasi antar lain pre-eklampsia, bayi
terlalu besar dan sebagainya. Kenaikan berat badan wanita hamil rata-
rata antara 6,5 kg sampai 16 kg. (Winkjosastro, 2006 : 161)

b Status Present
Status present dikaji untuk mengetahui keadaan setelah persalinan mulai
kepala sampai kaki diperoleh dari pemeriksaan (Yanti, 2010).
1) Kepala
Rambut dikaji kebersihannya, warna dan kekuatannya. Rambut
kemerahan dan mudah dicabut berarti kurang gizi (Myles, 2010).
2) Mata
Mata dikaji keadaan konjungtiva merah muda/pucat (anemia), sklera
ikterik/ tidak, simetris / tidak (Saifudin, 2000).
3) Hidung
Ada massa/tidak, ada secret/tidak, ada masalah/ tidak karena hidung
berhubungan dengan pernafasan sehingga apabila ada gangguan dapat
mengganggu proses pernafasan (Saifudin, 2000).
4) Muka
Ada edema/tidak, kulit wajah kemerahan/pucat. Edema menjadi indikasi
terjadinya preeklamsi postpartum (Saifudin, 2000).
5) Telinga
Keluar cairan abnormal/tidak, simetris/tidak, bersih/tidak karena untuk
mengetahui ada/tidak tanda infeksi ditelinga (Yanti, 2010).
6) Mulut
Bibir sianosis/tidak, stomatitis/tidak, gigi bersih/tidak, caries / tidak,
lidah bersih/tidak sehingga diketahui keadaan mulut (Yanti, 2010).
7) Leher
Leher dikaji untuk mengetahui adakah pembesaran kelenjar tiroid, limfe,
vena jugularis karena pembesaran vena menunjukkan adanya kelainan
jantung (Saifudin, 2000).
8) Dada dan aksilla
Ada kelainan/tidak, ada retraksi dinding dada/tidak, ada wheezing/ tidak,
ada ronchi/tidak, dan ada nyeri tekan/ tidak (Saifudin, 2002).
9) Abdomen
Untuk mengetahui apakah ada luka bekas operasi abdomen, pembesaran
hepar, limfe, nyeri daerah ginjal (Yanti, 2010).
10) Ekstremitas
Ekstremitas dikaji untuk mengetahui adanya edema, sianosis, fungsi
abnormal, dan reflek patella yang berguna mengetahui hiporefleksia
(defisiensi vitamin B1) / hiperefleksia (preeklamsia) (Yanti, 2010).
11) Anogenital
Anogenital dikaji untuk mengetahui ada/tidak lecet, memar, dan lesi lain,
edema vulva, abses, varises, hemoroid (Yanti, 2010)
c Pemeriksaan Obsteri
1). Mamae
Hiperpigmentasi areola dan puting mamae. Mamae menjadi tegang dan
besar, keadaan ini disebabkan oleh pengaruh estrogen dan progesteron
mempengaruhi duktus alveoli mamae. Glandula montgomery tampak
jelas (Winkjosastro, 2006 : 95)
Mamae dikaji hiperpigmentasi areola, tegang, membesar, glandula
montgomery jelas, pengeluaran colostrum (Manuaba, 2000)
2). Abdomen
a). Palpasi
- Leopold I
Menentukan usia kehamilan dan bagian yang terdapat di dalam
fundus. (Hidayat, 2009). Kepala teraba sebagai benda keras dan
bulat, sedangkan bokong lunak dan tidak bulat. (Saifuddin, 2006).
TFU umur kehamilan 36 minggu adalah 3 jari di bawah px.
(Jannah, 2012)

 TFU menurut spierbleg, diperoleh tabel sebagai berikut :


UMUR
22-28 minggu 24-25 cm diatas simfisis
28 minggu 26,7 cm diatas simfisis
30 minggu 29,5-30 cm di atas simfisis
32 minggu 29,5 – 30 cm diatas simfisis
34 minggu 31 cm di atas simfisis
36 minggu 32 cm diatas simfisis
38 minggu 33 cm diatas simfisis
40 minggu 37,7 cm diatas simfisis
(Winkjosastro, 2006 :
158)

 Tinggi Fundus Uteri


Umur Kehamilan TFU
8 minggu Belum teraba
12 minggu 3 jari di atas simfisis
16 minggu Pertengahan pusat – simfisis
20 minggu 3 jari di bawah pusat
24 minggu Setinggi pusat
28 minggu 3 jari di atas pusat
32 minggu Pertengahan pusat – px
36 minggu 3 jari di bawah px
40 minggu Pertengahan pusat px melebar ke samping
(Jannah,
2012)

- Leopold II
Menentukan dimana letaknya punggung anak dan di mana letaknya
bagian-bagian kecil. (Hidayat, 2009). Batas samping uterus dan
posisi punggung pada bayi letak memanjang. (Saifudin, 2006).

- Leopold III
Menentukan apa yang terdapat di bagian bawah dan apakah bagian
bawah anak. (Hidayat, 2009).

- Leopold IV
Menentukan bagian janin yang berada di bawah, juga bagian kepala
yang telah masuk pintu atas panggul (PAP). (Saifuddin, 2006).

- Kontraksi Uterus
Pada kala I interval 2-3 menit, durasi 40 detik atau lebih.

Pada kala II interval 2-3 menit, durasi 50-100 detik (Manuaba,


2010).

- TBJ
Diukur dengan menggunakan rumus Johnson Toshack. Taksiran
Berat Janin (TBJ) = (TFU (dalam cm) – N) X 155.

N = 13 bila kepala belum melewati PAP

N = 12 bila kepala masih berada di atas spina iskiadika

N = 11 bila kepala masih berada di bawah spina iskiadika.


(Saifuddin, 2006)
Palpasi pada perut penting diketahui untuk memastikan apakah
tinggi fundus uteri sudah dalam keadaan normal atau belum, dan
untuk mengetahui kontraksi uterus sudah menjadi keras atau masih
lembek (Ambarwati, 2008).

Pada kasus Atonia uteri ini pemeriksan abdomen digunakan untuk


meraba kontraksi ada atau tidak, untuk mengetahui tinggi fundus
uteri TFU, untuk mengetahui kandung kemih kosong atau penuh
(Prawirohardjo, 2007).

b).Auskultasi
Dalam keadaan sehat, bunyi jantung antara 120-140 kali per menit.
Bunyi jantung dihitung dengan mendengarkannya selama 1 menit
penuh. Bila kurang dari 120 kali atau lebih dari 140 kali per-menit,
kemungkinan dalam keadaan gawat janin. (Hidayat, 2009 : 142-145)
3). Pemeriksaan dalam
Untuk mengetahui dan menilai :
a). Keadaan vulva dan vagina
b). Pembukaan serviks
c). Kapasitas panggul
d). Pecah tidaknya selaput ketuban
e). Bagian terendah janin (Wiknjosastro, 2009 : 193)
f). Pembukaan serviks 0-4 cm pada fase laten
g). Pembukaan serviks 4-10 cm pada fase aktif (Anonim, 2003 : 3)

d Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan bila ada indikasi dengan
spesimen kultur dan sensitifitas urine (kultur dan sensitifitas), Hb, dan
hematokrit.
Data penunjang dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosa.
Seperti pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium. Rontgen, USG, dan lain-
lain (Varney, 2007). Pemeriksaan laboratorium pada kasus atonia uteriadalah
Hb dan golongan darah diperlukan sebagai pemastian kondisi ibu yang telah
mengeluarkan darah, sehingga bila Hb darah ibu turun segera ditangani
(Saifuddin, 2008).

ASSESMENT
Masalah yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun
objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan karena keadaan pasien terus berubah
dan selalu ada informasi baru baik subjektif juga objektif yang diungkapkan
secara terpisah menyebabkan pengkajian menjadi proses yang dinamik (Yanti,
2010). Kebiasaan menganalisa adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti
perkembangan pasien dan menjamin perubahan baru yang cepat diketahui dan
dapat diikuti sehingga dapat diambil tindakan yang tepat (Winkjosastro, 2008).
Kala I

Nama…umur...G...P...A...umur kehamilan, letak janin, hidup/mati, posisi janin,


masuknya presentasi janin, masuknya presentasi dalam janin lahir dan
kemajuan persalinan. (Saifuddin, 2009 : 91)

Data dasar:

Data Subyektif
 HPHT/HPL
 Ibu merasa kenceng teratur sejak... dan sudah mengeluarkan lendir darah
(Wiknjosastro,99:182)
Data Obyektif
 Palpasi :
Leopold I : TFU 2 jari dibawah px pada kehamilan aterm. (Varney,
2007 : 91)

Leopold II : Teraba bagian keras memanjang seperti papan. Teraba bagian


kecil terputus-putus.

Leopold III : Teraba keras, bulat dan tidak melenting.

Leopold IV : Kepala masuk bidang hogde II, atau III, atau IV.

 Auskultasi
 Pemeriksaan Dalam
PELAKSANAAN
Penatalaksanaan merupakan bagian dari asuhan kebidanan yang terdiri dari
rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, sekaligus hasil dari tindakan yang
dilakukan apakah sudah teratasi atau belum. Rencana tindakan yang dilakukan
adalah dengan membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang untuk
menetapkan tindakan kebidanan yang dilakukan dalam mengatasi masalah yang
disusun berdasarkan dari hasil analisis dan interprestasi data untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien yang sebaik mungkin atau
mempertahankan kesejahteraannya (Saminem, 2010). Proses ini termasuk
kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam batas
waktu tertentu, tindakan yang diambil harus membantu pasien mencapai
kemajuan dalam kesehatan. Rencana (planning) yang dilakukan disesuaikan
dengan situasi klien. Pada langkah ini direncanakan asuhan secara komprehensif
yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya dengan penjelasan rasional.
Rencana kemudian dilaksanakan secara efisien dan aman disesuaikan dengan
rencana tindakan. Yang dilaksanakan dalam persalinan :
1. Menghadirkan orang yang dikehendaki ibu
2. Menjaga privasi ibu dengan menutup tirai pada saat dilakukan pemeriksaan.
3. Membimbing ibu untuk tenang, memberikan dukungan pada ibu dengan
menghadirkan orang yang ibu kehendaki.
4. Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan memberikan minum yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi. (Saifuddin, 2001 : 109)
5. Menganjurkan ibu mengosongkan kandung kemih setiap jam. (Buku Saku
Persalinan, 2005 : 18)
6. Menjelaskan kemajuan persalinan, perubahan yang terjadi dalam tubuh ibu
serta prosedur yang akan dilakukan dan hasil pemeriksaan. (Moh Wildan,
Dokumentasi Kebidanan, 2008 : 51)
7. Memantau keadaan ibu, janin dan kemajuan persalinan.
 Keadaan ibu meliputi tanda vital setiap 4 jam.
 Keadaan bayi meliputi DJJ tiap ½ jam pada fase aktif.
 Kemajuan persalinan meliputi : frekuensi, lama dan kekuatan his kontrol
setiap ½ jam, pada fase aktif pembukaan serviks, penipisan serviks,
penurunan bagian terendah, molase setiap 4 jam. (Saefuddin, 2001 : 107)
8. Menyiapkan partus set, perlengkapan ibu dan bayi.
 Partus set
Bak instrument berisi alat-alat steril terdiri dari : 2 klem Kelly, 1 gunting
tali pusat, ½ kocher, benang tali pusat, kassa steril, handscoon steril.
 Kom betadine
 Bengkok
 Bak instrument berisi alat untuk heacting, terdiri dari : jarum jahit, benang
jahit, kassa steril, gunting, benang, pinset.

EVALUASI

Setelah rencana tindakan dilaksanakan barulah dievaluasi keefektifan dari


asuhan yang diberikan. Evaluasi berisi penilaian hasil akhir dari tindakan yang
telah dilakukan pada klien. (Saifudin,2001). Evaluasi dibagi menjadi 3:
a. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil dilakukan untuk menilai keefektifan dari semua tindakan yang
telah dilakukan dalam mengatasi diagnose atau masalah.
b. Evaluasi respon
Evaluasi respon dilakukan saat atau segera setelah tindakan dilakukan.
c. Evaluasi proses
Evaluasi proses dilakukan selama pemberian asuhan berlangsung.
Dengan evaluasi ini dapat dinilai sejauh mana hasil yang telah dicapai
apakah sesuai dengan harapan yang diinginkan atau tidak. Hasil dari evaluasi akan
digunakan sebagai data awal untuk menyusun asuhan yang selanjutnya, terutama
bila terdapat diagnosa yang belum teratasi dengan tindakan yang telah diberikan.
Pada tahap ini dilakukan evaluasi atau penilaian terhadap asuhan kebidanan
yang telah dilakukan pada ibu bersalin misalnya sebagai contoh:
1. Ibu mengerti tentang hasil pemeriksaan yang dilakukan.
2. Ibu mau jalan-jalan dan miring ke kiri.
3. Keadaan ibu dan janin baik.
4. Ibu mau minum dan makan.
5. Ibu merasa cukup tenang.
6. Partus set dan Hecting Set sudah disiapkan.
Manajemen Kala II

Tanggal . . . . . . . . Jam . . . . . . .

SUBJEKTIF
Ibu merasa ingin meneran bersama dengan terjadinya kontraksi uterus.

OBJEKTIF

1. Pembukaan servik telah lengkap.


2. Terlihatnya bagian kepala bayi melalui
introitus vagina
(JNPK – KR, 2007 : 75 – 76)

3. His lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2


– 3 menit sekali (Saifuddin, 2005 : 184)

ASSESMENT

Nama ibu, umur, gravida, para, abortus, umur kehamilan, janin tunggal atau
ganda, hidup atau mati, intra atau ekstra uterin, puka atau puki, presentasi…dalam
persalinan kala II.

PELAKSANAAN

Merencanakan asuhan yag menyeluruh berdasarkan diagnosa dan masalah yang


ditegakkan oleh bidan. Menyusun rencana asuhan kebidanan dilaksanakan untuk
menetapkan tindakan kebidanan yang dilakukan dalam mengatasi masalah

1. Melakukan pimpinan meneran


saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran
a Membimbing ibu untuk meneran saat ibu
mempunyai dorongan untuk meneran seperti : tarik nafas yang panjang,
kemudian lepaskan sambil kepala diangkat dan lihat ke perut dan dagu
menempel di dada, tangan berada di paha lipatan lutut dan memberikan
pilihan pada ibu untuk mengambil posisi yang lebih nyaman di antaranya
posisi setengah duduk, jongkok miring ataupun berdiri.
b Mendukung dan memberi semangat atas
usaha ibu untuk meneran
c Membantu ibu mengambil posisi yang
nyaman sesuai dengan pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang)
d Menganjurkan ibu untuk beristirahat
diantara 2 kontraksi
e Menganjurkan keluarga untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu
f Memonitor asupan cairan peroral
g Menilai DJJ tiap 5 menit

Manajemen Kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit.

Tanggal . . . . . . . . Jam . . . . . . .

SUBJEKTIF

Ibu merasa mules karena adanya kontraksi uterus (Saifuddin, 2001 : 115 )

OBJEKTIF

1. Bayi lahir jam . . . jenis apgar score 1 dan 5 menit


2. Uterus berbentuk bulat penuh
3. Fundus berada diatas pusat
4. Tali pusat memanjang
5. Semburan darah mendadak dan singkat
(JNPK – KR, 2007 : 124)

ASSESMENT

Nama Ibu, umur, gravida, para, abortus, dalam persalinan kala III

PELAKSANAAN

Merencanakan asuhan yag menyeluruh berdasarkan diagnosa dan masalah yang


ditegakkan oleh bidan. Menyusun rencana asuhan kebidanan dilaksanakan untuk
menetapkan tindakan kebidanan yang dilakukan dalam mengatasi masalah.

Perencanaan yang harus dilakukan pada ibu bersalin normal pada kala III adalah
lakukan manajemen aktif kala III

1. Dalam waktu 1 menit setelah kelahiran bayi,


memberikan suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha atas bagian distal lateral
mengaspirasinya terlebih dahulu.
2. Setelah uterus berkontraksi, tali pusat ke arah bawah
sambil tangan lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso kranial)
dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadi inversio uteri. Jika plasenta
tidak lahir setelah 30-40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan
menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya. Jika uterus tidak segera
berkontraksi meminta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan
stimulasi putting susu.
3. Setelah plasenta terlepas meminta ibu untuk
meneran sambil menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke
arah atas, mengikuti poros jalan lahir.

Manajemen Kala IV
Dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.

Tanggal . . . . . . . . Jam . . . . . . .

SUBJEKTIF

Secara emosi ibu merasa lega karena persalinan sudah selesai

OBJEKTIF

1. Plasenta lahir lengkap


2. Bayi dalam keadaan baik atau tidak
a. Nilai apgar score bayi normal 7-10.
b. Nilai apgar score bayi asfiksia ringan – sedang 4-6.
c. Nilai apgar score bayi asfiksia berat 0-3.
(Mochtar, 1998 : 120)

d. Tidak ada tanda-tanda kesulitan pernafasan


e. BB > 2,5 Kg
3. Ibu dalam keadaan baik (Wiknjosastro, 2005 : 200)
a Nadi dan tekanan darah normal, tidak ada pengaduan sakit kepala atau enek.
Adanya frekuensi nadi yang menurun dengan volume yang baik adalah
suatu gejala baik. (Wiknjosastro, 2005 : 201).
Nadi berkisar umumnya 60-80 denyut/menit. Segera setelah partus dapat
terjadi bradikardia. Umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu
badannya.

b Suhu tubuh naik 0,5C dari keadaan normal tetapi tidak melebihi 38,0C .
c TFU setinggi pusat atau beberapa jari di bawah pusat. (JNPK – KR, 2007 :
137)
d Tidak ada perdarahan dari vagina atau perdarahan dari dalam genitalis
lainnya, kandung kemih kosong, luka perineum terawat baik .
e Kontraksi uterus baik (Wiknjosastro, 2005 : 200).

ASSESMENT

Nama Ibu……Umur ibu…….P…..A…..dalam persalinan kala IV (Saifuddin,


2002 : 91).

PELAKSANAAN

Merencanakan asuhan yang menyeluruh berdasarkan diagnosa dan masalah yang


ditegakkan oleh bidan. Menyusun rencana asuhan kebidanan dilaksanakan untuk
menetapkan tindakan kebidanan yang dilakukan dalam mengatasi masalah.
Perencanaan yang harus dilakukan pada ibu bersalin normal dengan robekan
perineum derajat II adalah :

1. Memastikan uterus berkontraksi baik dan tidak terjadi perdarahan


pervaginam.
2. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan mencegah
perdarahan pervaginam.
a 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
b Setiap 15 menit pada ±1 jam pertama pasca persalinan.
c Setiap 30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
d Jika uterus tak berkontraksi baik, melakukan asuhan yang sesuai
untuk penatalaksanaan atonia uteri.
e Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan
penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan tehnik yang sesuai.
3. Mengevaluasi kehilangan darah.
4. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih tiap
15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan tiap 30 menit selama jam
kedua pasca persalinan.
5. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)
 Lama Persalinan Jumlah perdarahan .
o Kala I…………......…. jam Kala I…………………cc
o Kala II……….........… jam Kala II………………..cc
o Kala III....………....... jam Kala III…………...….cc
o Kala IV….…….....…. jam Kala IV……………….cc
_______________________ _________________________

o Jumlah Total..……...... jam Jumlah Total………….cc

 Dilampiri dengan partograf

C. KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN PATOLOGIS


PADA NY. N USIA 30 TAHUN G2P1A0 USIA HAMIL 39 MINGGU
DENGAN RETENSIO PLASENTA
DI BPM SRI WINASIH, KALISARI, NGADIREJO, TEGALREJO
MAGELANG

PENGKAJIAN :
Tanggal : 7 Januari 2014
Jam : 08.00 WIB
Tempat : BPM Sri Winasih

IDENTITAS PASIEN :
Nama Ibu : Ny.N Nama Suami : Tn. S
Umur : 30 tahun Umur : 31 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Pedagang
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia Suku Bangsa :
Jawa/Indonesia
Alamat : Magelang Alamat : Magelang

I. DATA SUBYEKTIF
1. ALASAN DATANG
Ibu ingin memastikan sudah masuk inpartu atau belum.

2. KELUHAN UTAMA :
Ibu mengatakan cemas karena perdarahan yang banyak, ari-arinya
belum lahir dan ibu merasa letih, lemah, menggigil dan mengeluarkan
keringat dingin.

3. TANDA-TANDA PERSALINAN
Kontraksi : Lemah
Frekuensi : 1x dalam 10 menit
Lokasi Ketidaknyamanan : nyeri pinggang menjalar ke perut bagian
bawah

4. RIWAYAT KESEHATAN
Sekarang : ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit seperti :
a. Kardiovaskular (jantung, stroke, hipertensi)
b. Darah (Anemia,gangguan pembekuan darah)
c. System pernafasan (astma, TBC)
d. Sistem Urogenital (ISK, infeksi ginjal,batu ginjal, sifilis, herpes, dll)
e. System syaraf ( epilepsy, kejang non epilepsy, nyeri kepala kronis)
f. System gastrointestinal (iritasi lambung, anoreksia, diare)
g. Hepar (Hepatitis)
h. Sistem endokrin (Gondok, DM)
i. Infeksi lain (Malaria)
j. Imun (Alergi)
k. Sistem reproduksi (Tumor / kanker organ reproduksi)
l. Penyakit jiwa (depresi, kecemasan berat)

Yang Lalu : ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti :


a. Kardiovaskular (jantung, stroke, hipertensi)
b. Darah (Anemia,gangguan pembekuan darah)
c. System pernafasan (astma, TBC)
d. Sistem Urogenital (ISK, infeksi ginjal,batu ginjal, sifilis, herpes, dll)
e. System syaraf ( epilepsy, kejang non epilepsy, nyeri kepala kronis)
f. System gastrointestinal (iritasi lambung, anoreksia, diare)
g. Hepar (Hepatitis)
h. Sistem endokrin (Gondok, DM)
i. Infeksi lain (Malaria)
j. Imun (Alergi)
k. Sistem reproduksi (Tumor / kanker organ reproduksi)
l. Penyakit jiwa (depresi, kecemasan berat)

Keluarga : ibu mengatakan baik dari pihak keluarga ibu maupun suami
tidak pernah menderita :
a. Penyakit menurun : DM, jantung, hipertensi, cacat bawaan, pre
eklamsi, penyakit jiwa
b. Penyakit sangat menular dan berbahaya : TBC, typoid, hepatitis, GO,
sifilis, HIV/AIDS

5. RIWAYAT OBSTETRI
a. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Nyeri Haid : selama haid, daerah pinggang
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
Warna Darah : merah
Leukorea : menjelang haid, tidak gatal dan tidak bau.

b. Riwayat Kehamilan Sekarang


G ke 2 hamil 39 minggu
HPHT : 7 April 2013 HPL : 14 Januari 2014
Gerakan Janin : aktif dan sering sejak usia hamil 20 minggu
TT : 2x
Fe : ya
Minum jamu/obat selain vitamin: tidak minum obat / jamu selain
vitamin
ANC :9x
Penkes : Ibu mengatakan mendapatkan penyuluhan
tentang tanda bahaya kehamilan pada saat usia keham ilan 20
minggu

c. Riwayat Kehamilan Persalinan dan Nifas yang Lalu


Kehamilan Persalinan
Tahun AN Masala UK Jenis Penol JK/ Penyu Nifas Ket
C h ong BB lit
2009 ya Tidak 40 Sponta bidan L/ Tidak Normal Anak hidup
ada minggu n 280 ada , baik sehat
0 gr
Hamil
sekara
ng

6. RIWAYAT PERKAWINAN :
Ibu mengatakan perkawinannya syah, kawin 1 kali, pada umur 25
tahun dengan suami umur 26 tahun, lamanya perkawinan 9 tahun dan
mempunyai anak 1 orang.

7. RIWAYAT KB :
Ibu mengatakan setelah kelahiran anak pertama menggunakan KB
IUD selama 3 tahun, kemudian berhenti karena ingin mempunyai
anak lagi. Selama menggunakan KB ibu tidak ada keluhan apapun.

8. POLA PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI :


a. Pola Nutrisi
Pola Makan dan minum
Makan terakhir : Ibu mengatakan makan terakhir tanggal 7
Januari 2014 pukul 06.30 WIB dengan satu porsi nasi ½ piring,
lauk tempe dan sayur.
Minum terakhir : Ibu mengatakan minum terakhir 1 gelas air
putih dan teh pukul 17.00 WIB.

b. Pola Eliminasi
BAB terakhir : Ibu mengatakan BAB terakhir tanggal 6 Januari
2014 pukul 06.00 WIB.
BAK terakhir : Ibu mengatakan BAK terakhir tanggal 7 Januari
2014 pukul 07.00 WIB.

c. Pola Aktivitas
Ibu mengatakan aktivitas terakhir adalah menyapu dan memasak

d. Pola Istirahat dan Tidur


Sebelum hamil : Ibu mengatakan tidur siang 1 jam dan tidur
malam 6 – 7 jam.
Selama hamil : tidur siang 1 jam dan tidur malam 6 -7 jam
Istirahat terakhir : Ibu mengatakan tidak bisa tidur.

e. Pola Sexual
Ibu berhubungan seksual 1 kali dalam seminggu, tidak ada keluhan,
tidak ada contact bleeding.

f. Pola Hygiene
Selama hamil : Ibu mengatakan mandi 2 kali sehari, menggosok
gigi setiap kali mandi dan berganti pakaian.
Saat pengkajian : Ibu mengatakan mandi terakhir pada tanggal 7
Januari 2014 pukul 05.30 WIB.

9. DATA PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :


a. Perasaan menghadapi persalinan ini
Ibu mengatakan senang dengan persalinannya ini dan juga merasa
cemas karena ari-ari tidak kunjung lahir.
b. Kehamilan ini direncanakan/tidak
Ibu mengatakan kehamilan ini direncanakan.
c. Jenis kelamin yang diharapkan
Ibu mengatakan anak laki-laki maupun perempuan sama saja,
yang penting anaknya bisa lahir dengan selamat dan sehat.
d. Dukungan terhadap kehamilan ini
Ibu mengatakan keluarga dari pihak dirinya maupun pihak dari
suaminya sangat mendukung kehamilannya.
e. Keluarga lain yang tinggal serumah
Ibu mengatakan tinggal bersama suami dan 1 orang anaknya.
f. Pantangan makanan
Ibu mengatakan tidak ada pantangan makanan apapun.
g. Kebiasaan adat istiadat dalam kehamilan
Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada adat istiadat dalam
kehamilan.
II. DATA OBYEKTIF
1. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum :
Keadaan Umum : sedang Tensi :130/90 mmhg
Kesadaran : composmentis Nadi : 84x / menit
BB Sebelum /Selama : 48 kg/56 kg Suhu : 36.2 oC
TB : 160 cm RR : 24x/menit
LILA : 25 cm

b. Status Present
Kepala : Rambut : Bersih, tidak rontok, tidak berketombe.
Muka : Tidak odema, ada sedikit cloasma gravidarum.
Mata : Tidak oedema, Conjungtiva merah muda, Sklera Putih.
Hidung : Bersih, tidak ada benjolan.
Mulut : Bersih, tidak ada caries, gusi tidak berdarah.
Telinga : Bersih, tidak ada serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, limfe, dan vena
jugularis
Ketiak : bersih, tidak ada benjolan
Dada : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada retraksi dinding
dada
Perut : tidak ada benjolan, tidak ada massa
Lipat Paha : tidak ada pembesaran kelenjar inguinal
Vulva : tidak lecet, tidak memar, tidak oedem, tidak ada
pengeluaran pervaginam
Ekstremitas : atas bawah simetris, tidak ada benjolan, tidak ada
varices pada kaki
Punggung : tidak ada kelainan bentuk, tidak ada benjolan
Anus : tidak ada hemoroid, tidak lecet
Reflek Patella : ++ (positif 2)
c. Status Obstetrik
1. Inspeksi :
Muka : tidak ada chloasma
Mammae : membesar, simetris,
Abdomen : ada linea nigra, ada striae gravidarum,
Vulva : tidak ada varises, tidak ada luka, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada kemerahan, tali pusat terjulur sebagian,

Perdarahan 400 cc

Perineum : tidak ada robekan


Bentuk uterus : diskoid
2. Palpasi :
Kontraksi : lemah
TFU : setinggi pusat

d. Pemeriksaan Penunjang :
Tidak dilakukan

III. ASSESMENT
Ny. N G2P1A0 umur 30 tahun inpartu kala III dengan Retensio
Plasenta

DATA DASAR
Data Subyektif :
1) Ibu mengatakan rujukan dari bidan dan plasenta belum keluar.
2) Ibu mengatakan merasa letih, lemah, menggigil dan mengeluarkan
keringat dingin dan merasa cemas karena perdarahan yang banyak,
ari-arinya belum lahir.

Data Obyektif :
1) KU : Sedang.
2) Kesadaran : Composmentis.
3) TTV :
TD : 130/90 mmHg S : 36,2°C
N : 84 x/menit R : 24 x/menit.
4) Kontraksi : Lemah.
5) TFU : Setinggi pusat
6) Vulva : Tali pusat terjulur keluar sebagian.
7) Bentuk uterus : diskoid

DIAGNOSA MASALAH
Ibu mengatakan cemas karena ari-ari belum lahir dan perdarahan
yang banyak.

DIAGNOSA POTENSIAL
Potensial terjadi syok haemorrhage dan infeksi puerperium

IV. PELAKSANAAN DI BPM


1. Mengkaji ulang indikasi untuk dilakukan plasenta manual
Hasil : ada indikasi untuk melakukan plasenta manual yaitu
perdarahan sekitar 400 cc dan adanya retensio plasenta
2. Meminta persetujuan medis kepada keluarga untuk dilaksanakan
plasenta manual
Hasil : suami menandatangi inform consent yang menyatakan setuju
untuk dilakukan plasenta manual kepada istrinya
3. Memasang infus NaCl kepada ibu
Hasil : Telah terpasang infus NaCl 0.9 % kepada ibu
4. Memberikan sedative dan analgetika kepada ibu
Hasil : telah diberikan petidin dan diazepam IV dalam semprit yang
berbeda
5. Memberikan antibiotika dosis tunggal (profilaksis) kepada ibu
Hasil : telah diberikan Ampisilin 2 IV ditambah metronidazole 500
mg IV kepada ibu
6. Memakai sarung tangan DTT
Hasil : sarung tangan DTT telah terpakai di kedua tangan
7. Melakukan manual plasenta :
a. Menjepit tali pusat dengan kokher dan menegakkan sejajar lantai
b. Memasukkan tangan secara obstetric dengan menelusuri bagian
bawah tali pusat
c. Tangan sebelah menyusuri tali pusat masuk ke dalam kavum uteri,
sementara itu tangan yang sebelah lagi menahan fundus uteri,
sekaligus untuk menceah inversion uteri
d. Dengan bagian lateral jari-jari tangan mencari insersi pinggir
plasenta
e. Membuka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam, jari-jari
dirapatkan
f. Menentukan implantasi plasenta, menemukan tepi plasenta yan
paling bawah
g. Menggerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke
kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat
dilepaskan
Hasil : plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus.
Sebagian besar plasenta tertanam dalam
8. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang kondisinya saat ini
bahwa plasenta tidak dapat dikeluarkan secara manual dari Rahim ibu.
Hasil : ibu dan keluarga telah diberi tahu
9. Melakukan kolaborasi dengan dokter kandungan, dan memberikan
cairan secara Intra vena dan oksigen kepada ibu secara adekuat
Hasil : telah diberikan infus RL 500 ml dan oksigen sebanyak 2 liter
per menit selama rujukan
10. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin dan berusaha untuk posisi ibu
dalam keadaan trendelenburg agar perdarahan tidak terlalu banyak
Hasil : posisi ibu telah trendelenburg dan ibu merasa nyaman
11. Melibatkan keluarga untuk memberi dukungan kepada ibu
Hasil : keluarga setia menemani dan memberikan semangat serta doa
kepada ibu
12. Membuat inform consent untuk meminta persetujuan tindakan rujukan
ke rumah sakit dan menjelaskan kemungkinan yang akan terjadi
Hasil : ibu dan keluarga telah menyetujui dan menandatangani inform
consent
13. Menyiapkan manajemen rujukan dengan BAKSOKU:
B : Bidan menemani pasien sampai tempat rujukan
A : Mempersiapkan alat-alat selama perjalanan rujukan
K : keluarga ikut menemani selama proses rujukan dan mencari
pendonor darah
S : surat rujukan untuk RS berisi keterangan kondisi ibu.
O : Obat-obatan yang diperlukan
K : Kendaraan
U : Uang
Hasil : semua kebutuhan dalam manajemen BAKSOKU telah
terpenuhi
14. Merujuk ibu ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas untuk menangani
kegawat daruratan ibu
Hasil : Ibu telah dirujuk ke RS tujuan dengan selamat
PELAKSANAAN DI RUMAH SAKIT

 Mengkaji ulang indikasi


 Mengkaji ulang prinsip penanganan operatif dan mulai menginfus IV
 Melakukan USG pada ibu
 Memberikan antibiotika profilaksis dosis tunggal :

Ampisilin 2 IV atau sefazolin 1 IV

 Jika terdapat perdarahan setelah persalinan pervaginam yang tidak


terkontrol, mengingat bahwa kecepatan merupakan hal yang penting.
Untuk membuka daerah abdomen :

 Membuat insisi vertical di garis tengah dibawah umbilicus


sampai rambut pubis, menembus kulit sampai ke facia
 Membuat insisi 2-3 cm vertical pada fasia
 Memegang ujung fasia dengan forceps dan memperluas insisi
ke atas dan ke bawah dengan gunting
 Menggunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot rektus
(otot dinding abdomen)
 Menggunakan jari untuk membuat pembukaan pada
peritoneum didekat umbillikus
 Menggunakan gunting untuk memperluas insisi ke atas dan ke
bawah untuk dapat melihat uterus.
 Menggunakan gunting untuk memisakan lapisan dan
membuka bagian bawah peritoneum secara hati-hati untuk
menghindari perlukaan pada kandung kemih
 Meletakkan retractor abdomen yang dapat menahan sendiri
diatas tulang pubis.
 Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea, mengklem tempat
perdarahan sepanjang insisi uterus
 Pada kasus perdarahan hebat, meminta asisten untuk menekan
aorta pada abdomen bawah dengan jarinya. Tindakan ini akan
mengurangi perdarahan intra peritoneum
 Memperluas insisi pada kulit jika diperlukan

Memisahkan adneksa dari uterus

 Mengangkat uterus ke luar abdomen dan secara perlahan menarik


untuk menjaga traksi.
 Mengklem 2 kali dan memotong ligamentum rotundum dengan
gunting. Mengklem dan memotong pedikel, tetapi mengikat setelah
arteri uterine diamankan untuk menghemat waktu
 Dari ujung potongan ligamentum rotundum, membuka sisi depan.
Melakukan insisi sampai :
 Satu titik tempat peritoneum kandung kemih bersatu dengan
permukaan uterus bagian bawah di garis tengah, atau
 Peritoneum yang diinsisi pada seksio sesarea
 Menggunakan 2 jari untuk mendorong bagian belakang ligamentum
rotundum ke depan, di bawah tuba dan ovarium, didekat pinggir
uterus. Membuat lubang seukuran jari pada ligamentum rotundum
dengan menggunakan gunting. Melakukan klem dua kali dan
memotong tuba, ligamentum ovarium, dan ligamentum rotundum
melalui lubang pada ligamentum rotundum
 Memisahkan sisi belakang ligamentum rotundum kearah bawah,
kearah ligamentum sakrouterina, dengan menggunakan gunting.

Membebaskan kandung kemih

 Meraih ujung flap kandung kemih dengan forceps atau dengan klem
kecil. Dengan menggunakan jari / gunting, memisahkan KK ke bawah
dengan segmen bawah uterus
 Mengarahkan tekanan ke bawah tetapi ke dalam menuju serviks dan
segmen bawah uterus

Mengidentifikasi dan mengikat pembuluh darah uterus

 Mencari lokasi arteri dan vena uterine pada setiap sisi uterus.
Merasakan perbatasan uterus denan serviks
 Melakukan klem 2 kali pada pembuluh darah uterus dengan sudut 90
derajat pada setiap sisi serviks. Memotong dan melakukan pengikatan
2 kali dengan catgut kromik 0 / polilikolik
 Memeriksa dengan seksama untuk mencari adanya perdarahan. Jika
arteri uterine diikat dengan baik, perdarahan akan berhenti dan uterus
terlihat pucat.
 Kembali ke pedikel ligamentum rotundum dan ligamentum
tuboovarika yang diklem dan meligase dengan catgut kromik 0 (atau
poligloklik)

Amputasi korpus uteri

 Mengamputasi uterus setinggi arteri uterine dengan menggunakan


gunting.

Menutup tunggul serviks

 Menutup tunggul (stump) serviks dengan jahitan terputus, dengan


menggunakan catgut kromik (atau polilikolik) ukuran 2-0 atau 3-0
 Memeriksa secara seksama tunggul serviks, ujung ligamentum
rotundum, dan struktur lain pada dasar pelvis untuk mencari adanya
perdarahan
 Jika terjadi perdarahan kecil atau dicurigai adanya gangguan
pembekuan, meletakkan drain melalui dinding abdomen. Jangan
meletakkan drain melalui tunggul serviks Karena hal ini akan
menyebabkan timbulnya infeksi
 Memastikan tidak terdapat perdarahan, buang bekuan dengan kasa
 Pada semua kasus, memeriksa adanya perlukaan pada kandung kemih.
Jika terdapat perlukaan pada KK, memperbaiki luka tersebut.
 Menutup fasia dengan jahitan jelujur dengan catgut kromik 0 (atau
poliglikolik)
 Jika terdapat tanda-tanda infeksi, mendekatkan jaringan subkutan
dengan longgar dan menjahit longgar dengan catgut 0 (atau
polilikolik). Menutup kulit dengan penutupan lambat setelah setelah
infeksi sembuh.
 Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, metutup kulit dengan jahitan
matras vertical dengan benang nilon 3-0 (atau silk) dan menutup
dengan pembalut steril.
DATA PERKEMBANGAN DI RUMAH SAKIT

Tanggal : 8 Januari 2014

Jam : 03.00 WIB


S:
1. Ibu mengatakan merasa senang karena ari-arinya terlepas.
2. Ibu mengatakan agak capek.
3. Ibu mengatakan perutnya mules.

O:

KU :Baik

Kesadaran : composmentis

TTV : Tekanan darah : 110/80 mmhg Respirasi : 20x/menit

Nadi : 88 x / menit Suhu :36 o C


Kontraksi uterus keras

TFU : 3 jari dibawah pusat

Perdarahan ± 150 ml
A : Ny. N G2P1A0 umur 30 tahun inpartu kala IV dengan riwayat Retensio
Plasenta Inkreta
P:

1. Mengobservasi tiap 15 pada jam pertama meliputi : keadaan umum,


tekanan darah, suhu, nadi, respirasi, TFU, kontraksi dan perdarahan.

2. Mengobservasi tiap 30 pada jam kedua meliputi : keadaan umum, tekanan


darah, suhu, nadi, respirasi, TFU, kontraksi dan perdarahan.
3. Memberitahu bahwa keadaan ibu dalam keadaan lemah
4. Mengajari ibu untuk massase perut

D. PEMBAHASAN
PENGKAJIAN
1. Biodata
Kasus :
Nama Ibu Ny.N, Umur 30 tahun, Agama Islam, Pendidikan SMA,
Pekerjaan IRT, Suku Bangsa Jawa/Indonesia, Alamat Magelang
Pembahasan :
Nama dikaji untuk mengenal/memanggil klien agar tidak keliru dengan pasien
lain dan untuk membina hubungan antara bidan dan pasien agar lebih akrab.
(Wiknjosastro, 2002). Pada pasien telah diketahui namanya adalah Ny.N
Umur dikaji untuk mengetahui adanya risiko tinggi atau tidak dalam masa
kehamilan. (Manuaba, 2001). Reproduksi sehat dikenal usia 20-30 tahun
karena kematian maternal wanita hamil dan melahirkan usia dibawah 20 tahun
ternyata 2-5% lebih tinggi dari kematian maternal usia 20-29 tahun.
(Wiknjosastro, 2002). Pada Ny. N termasuk ke dalam usia reproduksi sehat.
Agama dikaji untuk mengetahui agama yang dianut sehingga berguna dalam
pemberian support mental, memudahkan bidan melakukan pendekatan dalam
melakukan asuhan kebidanan dan untuk mengetahui adanya penyulit terhadap
kebiasaan yang dijalankan yang berpengaruh terhadap kesehatan ibu.
(Manuaba, 2001). Dalam kasus Ny.N ibu tersebut beragama Islam dan bidan
dapat membimbing dengan doa doa agama Islam selama proses persalinan.
Pendidikan dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu. Semakin tinggi
tingkat pendidikan semakin baik pula tingkat pengetahuan dan semakin mudah
menerima informasi. (Pusdiknakes, 2003). Pada Ny.N Pendidikan terakhirnya
adalah SMA, artinya tidak terlalu rendah maupun terlalu tinggi. Pada Ny.N
bidan dapat memberikan konseling yang disesuaikan dengan tingkat
pendidikan ibu tersebut.
Pekerjaan dikaji untuk mengetahui taraf hidup dan masalah ekonomi karena
berpengaruh pada masalah kesehatan klien dalam menjaga kondisi
kehamilannya. (Manuaba, 2001). Pada kasus Ny.N, Ny.N bukanlah seseorang
yang memiliki kesibukan padat, karena Ny.N sebagai ibu rumah tangga maka
Ny.N tentu memiliki banyak waktu untuk beristirahat selama kehamilannya.
Alamat dikaji untuk mengetahui tempat tinggal dan lingkungan sesuai syarat
rumah sehat, mempermudah kunjungan, mengetahui geografis rumah berupa
pegunungan atau daerah terpencil sehingga diketahui keterjangkauan terhadap
tenaga kesehatan, menghasilkan waktu lama merujuk ke fasilitas kesehatan.
(Wiknjosastro, 2002). Pada Ny.N, alamat menunjukkan kota Magelang,
sehingga bidan dengan mudah dalam melakukan kunjungan rumah untuk
mengetahui keadaan kesehatan ibu, baik saat hamil ataupun nanti pada saat
masa nifas.

2. Keluhan Utama
Kasus :
Ibu mengatakan cemas karena perdarahan yang banyak, ari-arinya belum
lahir dan ibu merasa letih, lemah, menggigil dan mengeluarkan keringat
dingin.
Pembahasan :
Keluhan yang terjadi pada ibu bersalin dengan retensio plasenta adalah
mengalami perdarahan yang lebih banyak, pasien mengeluh lemah, letih,
berkeringat dingin, menggigil (Saifuddin, 2006). Ny. N merasa lemah, letih,
berkeringat dingin, menggigil dikarenakan jumlah darah yang dikeluarkan
sudah cukup banyak. Karena suplay oksien ke seluruh tubuh berkurang,
sehingga fungsi organ mengalami penurunan dan ibu merasa lemah.
3. Riwayat Kesehatan
Kasus :
Pada Ny.N, ibu mengatakan bahwa ibu tidak sedang dan tidak pernah
menderita penyakit yang mengganggu kehamilan dan persalinan
Pembahasan :
Ny. N tidak sedang dan tidak pernah menderita penyakit yang mengganggu
persalinan, adanya retensio plasenta disini dimungkinkan oleh sebab lain dan
bukan dari penyakit yang sedang atau pernah diderita oleh ibu
4. Riwayat Obstetri
Kasus :
a. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Nyeri Haid : selama haid, daerah pinggang
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
Warna Darah : merah
Leukorea : menjelang haid, tidak gatal dan tidak bau.
Pembahasan :
Dari data diatas Ny. N menarche umur 13 tahun dikatakan normal karena
menarche seorang wanita rata-rata pada umur 12-15 tahun. Siklus normal
karena teratur setiap bulan ibu menstruasi
b. Riwayat kehamilan sekarang
Ny. N selama hamil ANC sebanyak 9x dan mendapat TT sebanyak 4x
Pembahasan :
Dari data tersebut ibu sudah memenuhi standar kunjungan normal. Hal ini
dapat memberikan peluang lebih besar bagi petugas nakes untuk mengenali
secara dini berbagai penyulit pada ibu hamil. Beberapa penyakit tidak
segera timbul bersamaan dengan terjadinya hipertensi dalam kehamilan /
akan menampakkan gejala pada usia kehamilan tertentu
(prawirohardjo,2010:284). Ny.N sudah mendapat imunisasi TT sebanyak 2
kali. Sehingga diharapkan Ny.N dan bayinya mendapatkan perlindungan
dari penyakit tetanus.
5. Riwayat perkawinan
Kasus :
Ibu mengatakan perkawinannya syah, kawin 1 kali, pada umur 25 tahun
dengan suami umur 26 tahun, lamanya perkawinan 9 tahun dan mempunyai
anak 1 orang.
Pembahasan : dapat diketahui bahwa kehamilan ini sangat diharapkan bagi ibu
dan keluarga.
6. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Kasus :
Pola Makan dan minum
Makan terakhir : Ibu mengatakan makan terakhir tanggal 7
Januari 2014 pukul 06.30 WIB dengan satu porsi nasi ½ piring, lauk
tempe dan sayur.
Minum terakhir : Ibu mengatakan minum terakhir 1 gelas air
putih dan teh pukul 17.00 WIB.
Pembahasan :
Ny.N masih kurang dalam meningkatkan asupan nutrisi yang sangat
penting untuk proses persalina Ny.N, makan dan minum terakhir penting
untuk memenuhi kebutuhan eneri dan mencegah dehidrasi.
b. Pola eliminasi
Kasus :
BAB terakhir : Ibu mengatakan BAB terakhir tanggal 6 Januari 2014
pukul 06.00 WIB.
BAK terakhir : Ibu mengatakan BAK terakhir tanggal 7 Januari 2014
pukul 07.00 WIB.
Pembahasan :
Pada kasus Ny.N tidak ada isi kandung kemih yang menghalangi turunnya
bagian terbawah janin ke rongga panggul karena tidak ada urin yang
tertahan. Karena kandung kemih yang penuh dapat menghalangi
penurunan bagian terbawah dari janin.(saifuddin,2003:112)
c. Aktivitas
Kasus :
Ibu mengatakan aktivitas terakhir adalah menyapu dan memasak
Pembahasan :
Pada kasus Ny.N dapat dibahas bahwa tidak ada pekerjaan berat yang
menyebabkan ibu merasa capek atau kelelahan yang menyebabkan ibu
tidak mempunyai tenana (pusdiknakes WHO,2002:163)
d. Pola istirahat
Kasus :
Sebelum hamil : Ibu mengatakan tidur siang 1 jam dan tidur
malam 6 – 7 jam.
Selama hamil : tidur siang 1 jam dan tidur malam 6 -7 jam
Istirahat terakhir : Ibu mengatakan tidak bisa tidur.
Pembahasan :
Pada istirahat terakhir ibu, ibu beristirahat dalam waktu yang sebentar.
Padahal istirahat dibutuhkan untuk kesegaran dan dapat menyusun tenaga
baru. (Ibrahim, 1995:94)
e. Pola hyiene
Kasus :
Selama hamil : Ibu mengatakan mandi 2 kali sehari, menggosok gigi
setiap kali mandi dan berganti pakaian.
Saat pengkajian : Ibu mengatakan mandi terakhir pada tanggal 7 Januari
2014 pukul 05.30 WIB.
Pembahasan :
Ibu merupakan seorang yang memperhatikan kebersihan dirinya sehingga
ibu tidak berisiko terkenan infeksi
7. Data psikososial dan kultural
Kasus :
Ibu mengatakan senang dengan persalinannya ini dan juga merasa cemas
karena ari-ari tidak kunjung lahir. Ibu mengatakan kehamilan ini
direncanakan.Ibu mengatakan anak laki-laki maupun perempuan sama saja,
yang penting anaknya bisa lahir dengan selamat dan sehat. Keluarga dari
pihak dirinya maupun pihak dari suaminya sangat mendukung kehamilannya.
Ibu tinggal bersama suami dan 1 orang anaknya. Tidak ada pantangan makanan
apapun dan tidak ada adat istiadat dalam kehamilan.
Pembahasan :
Dari kasus, diketahui ibu cemas karena plasenta ibu belum lepas, hal ini wajar
karena wanita mengalam i banyak perubahan emosi / psikologi selama
masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menghadapi menjadi seorang ibu
(Retna, 2008).
PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum :
Kasus :
Keadaan Umum : sedang Tensi : 130/90 mmhg
Kesadaran : composmentis Nadi : 84x / menit
BB Sebelum /Selama : 48 kg/56 kg Suhu/ T : 36.2 oC
TB : 160 cm RR : 24x/menit
LILA : 25 cm
Pembahasan :
Pada Ny.N Keadaan umum menunjukkan keadaan sedang. Keadaan ibu
bersalin dengan rentensio plasenta yaitu sedang (Rukiyah, 2010).
Untuk kesadaran ibu, yaitu composmentis, karena ibu memiliki kesadaran
penuh dengan memberikan respon yang cukup. Kesadaran ibu bersalin
dengan
retensio plasenta yaitu composmentis (Rukiyah, 2010).
Untuk tanda-tanda vital ibu masih tergolong normal dan belum sampai
mengarah ke keadaan syok.
b. Status present
Kasus :
Kepala : Rambut : Bersih, tidak rontok, tidak berketombe.
Muka : T idak odema, ada sedikit cloasma gravidarum.
Mata : Tidak oedema, Conjungtiva merah muda, Sklera Putih.
Hidung : Bersih, tidak ada benjolan.
Mulut : Bersih, tidak ada caries, gusi tidak berdarah.
Telinga : Bersih, tidak ada serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, limfe, dan vena
jugularis
Ketiak : bersih, tidak ada benjolan
Dada : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada retraksi dinding dada
Perut : tidak ada benjolan, tidak ada massa
Lipat Paha : tidak ada pembesaran kelenjar inguinal
Vulva : tidak lecet, tidak memar, tidak oedem, tidak ada pengeluaran
pervaginam
Ekstremitas : atas bawah simetris, tidak ada benjolan, tidak ad avarices pada
kaki
Punggung : tidak ada kelainan bentuk, tidak ada benjolan
Anus : tidak ada hemoroid, tidak lecet
Reflek Patella : ++ (positif 2)
Pembahasan :
Tidak ada rambut rontok, berarti gizi ibu baik. Mata konjungtiva merah
muda berarti ibu tidak mengalami anemia. Didapati pula sclera Ny. N Putih
berarti ibu tidak mengalami kerusakan pada hati, muka ibu tidak oedem berarti
ibu tidak mengalami gejala pre eklamsi.
Pada Ny. N tidak ada pembesaran kelenjar tiroid yang mengarah pada
hipertiroid(saifuddin:285-286). Apabila hipertiroid janin bias meninggal
ataupun lahir premature. Pada ibu juga tidak ada pembesaran vena jugularis,
yang merupakan tanda dan gejala gagal jantung yang dapat menyebabkan
komplikasi saat persalinan.
Ny.N tidak mengalami sianosis berarti bahwa tidak ada gangguan
vaskularisasi, tidak ada oedem berarti tidak ada retensi cairan sehingga
sirkulasi darah baik.

PEMERIKSAAN OBSTETRI
Kasus :
1. Inspeksi :
Muka : tidak ada chloasma
Mammae : membesar, simetris, hiperpigmentasi
Abdomen : ada linea nigra, ada striae gravidarum,
Vulva : tidak ada varises, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan, tidak ada

kemerahan, tali pusat terjulur sebagian, Perdarahan 400 cc

Perineum : tidak ada robekan


Bentuk uterus : diskoid
2. Palpasi :
Kontraksi : lemah
TFU : setinggi pusat
Pembahasan :

Untuk kasus pada retensio plasenta Ny.N menunjukkan perdarahan 400 cc, hal

ini belum mengarah pada keadaan syok, karena perdarahan berat adalah
perdarahan yang lebih dari 500 cc.
Bentuk uterus menunjukkan discoid, karena gejala retensio plasenta akreta
parsialis adalah menunjukkan bentuk uterus discoid, TFU setinggi pusat, dan
perdarahan dari sedang sampai banyak. (Saifuddin, 2006:178)

ASSESMENT
Kasus :
Ny. N G2P1A0 umur 30 tahun inpartu kala III dengan Retensio Plasenta.

Data Dasar
Data Subyektif :
1) Ibu mengatakan rujukan dari bidan dan plasenta belum keluar.
2) Ibu mengatakan merasa letih, lemah, menggigil dan mengeluarkan keringat
dingin dan merasa cemas karena perdarahan yang banyak, ari-arinya belum
lahir.
Data Obyektif :
1) KU : Sedang.
2) Kesadaran : Composmentis.
3) TTV :
TD : 130/90 mmHg S : 36,2°C
N : 84 x/menit R : 24 x/menit.
4) Kontraksi : Lemah.
5) TFU : Setinggi pusat
6) Vulva : Tali pusat terjulur keluar sebagian.
7) Bentuk uterus : diskoid

Diagnosa Masalah
Ibu mengatakan cemas karena ari-ari belum lahir dan perdarahan yang
banyak.

Diagnosa Potensial
Potensial terjadi syok haemorrhage dan infeksi puerperium
Pembahasan :
Ny. N G2P1A0 umur 30 tahun inpartu kala III dengan Retensio Plasenta
diketahui dalam data subyektif melalui Tanya jawab.(winkjosastro,99:182). Dari
data objektif menunjukkan bahwa Ny. N mengalami retensio plasenta akreta.

PELAKSANAAN
Kasus :
1. Mengkaji ulang indikasi untuk dilakukan plasenta manual
2. Meminta persetujuan medis kepada keluarga untuk dilaksanakan plasenta
manual
3. Memasang infus NaCl kepada ibu
4. Memberikan sedative dan analgetika kepada ibu
5. Memberikan antibiotika dosis tunggal (profilaksis) kepada ibu
6. Memakai sarung tangan DTT
7. Melakukan manual plasenta :
a. Menjepit tali pusat dengan kokher dan menegakkan sejajar lantai
b. Memasukkan tangan secara obstetric dengan menelusuri bagian bawah tali
pusat
c. Tangan sebelah menyusuri tali pusat masuk ke dalam kavum uteri,
sementara itu tangan yang sebelah lagi menahan fundus uteri, sekaligus
untuk menceah inversion uteri
d. Dengan bagian lateral jari-jari tangan mencari insersi pinggir plasenta
e. Membuka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam, jari-jari
dirapatkan
f. Menentukan implantasi plasenta, menemukan tepi plasenta yan paling
bawah
g. Menggerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke kranial
sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan
8. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang kondisinya saat ini bahwa
plasenta tidak dapat dikeluarkan secara manual dari Rahim ibu.
9. Melakukan kolaborasi dengan dokter kandungan, dan memberikan cairan
secara Intra vena dan oksigen kepada ibu secara adekuat
10. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin dan berusaha untuk posisi ibu dalam
keadaan trendelenburg agar perdarahan tidak terlalu banyak
11. Melibatkan keluarga untuk memberi dukungan kepada ibu
12. Membuat inform consent untuk meminta persetujuan tindakan rujukan ke
rumah sakit dan menjelaskan kemungkinan yang akan terjadi
13. Menyiapkan manajemen rujukan dengan BAKSOKU:
B : Bidan menemani pasien sampai tempat rujukan
A : Mempersiapkan alat-alat selama perjalanan rujukan
K : keluarga ikut menemani selama proses rujukan dan mencari pendonor
darah
S : surat rujukan untuk RS berisi keterangan kondisi ibu.
O : Obat-obatan yang diperlukan
K : Kendaraan
U : Uang
14. Merujuk ibu ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas untuk menangani
kegawat daruratan ibu
Pembahasan:
Pada kasus Ny.N semua tindakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi kegawat daruratan Ny.N. Pada pelaksanaannya sudah sesuai dengan teori
kegawat daruratan dimana bidan berwenang dalam melakukannya.

E. KESIMPULAN dan SARAN

Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan kebidanan dapat disimpulkan :

1. Pada tahap pengkajian setelah dilakukan pengumpulan data dapat


ditemukan masalah pada Ny N G2P2A0 dengan gangguan pada Kala III
yaitu adanya Retensio Plasenta.
2. Dari masalah yang ada telah dilakukan asuhan kebidanan sesuai dengan
langkah-langkah manajemen kebidanan dan dilakukan plasenta manual
setelah adanya indikasi untuk tindakan tersebut.
3. Retensio plasenta mempunyai arti klinis yang besar karena dapat
menyebabkan perdarahan hebat, perforasi uterus dan infeksi yang
berakibat pada morbiditas bahkan mortalitas pada ibu.

Saran
1. Untuk petugas kesehatan diharapkan dapat memberikan perawatan dan
tindakan medis yang maksimal dalam memberikan asuhan kebidanan
2. Bagi mahasiswa hendaknya mempunyai jam terbang yang tinggi dalam
praktek. Agar nanti jika lulus dapat menjadi seorang bidan yang kompeten
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta

Maryuani, anik. 2013.. Asuhan Kegawatan Maternal & Neonatal. Trans Info
Media.Jakarta

Saifudin, Abdul Bari dkk.2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.

Saifudin, Abdul Bari dkk 2002 Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.

Taber, Ben-zion. 1994. Kapita Selekta kedaruratan Obstetri dan Ginekologi.


EGC. Jakarta

Wiknjosastro, Hanifa. dkk. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka


Sarwono prawirohardjo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai