Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Puisi termasuk salah satu genre sastra yang berisi ungkapan perasaan penyair,
mengandung rima dan irama, serta diungkapkan dalam pilihan kata yang tepat dan cermat.
Berdasarkan cara pengungkapannya, dikenal adanya puisi kontemporer dan puisi
konvensional. Puisi kontemporer pada awalnya sangat tidak lazim di Indonesia, puisi yang
lebih dominan dengan karakter klasik bangsa Indonesia dahulu yang lebih di dominasi oleh
karya-karya pujangga lama yang lebih mengedepankan sisi konvensialnya. Kelahiran puisi
kontemporer merupakan gerakan awal yang di usung oleh sosok Sutardji C.B.
Menganalisis puisi bertujuan memahami makna puisi. Menganalisis puisi
merupakan usaha menangkap dan memberi makna kepada teks puisi. Karya sastra itu
merupakan struktur yang bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya satra itu merupakan
sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.
Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau
ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang memiliki arti. Bahasa merupakan sistem ketandaan
yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi masyarakat. Oleh karena itu, dalam karya
tulis kali ini, penulis ingin menganalisis perbedaan bahasa puisi kontemporer dan puisi
konvensional.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1) Apa perbedaan puisi kontemporer dan puisi konvensional?
2) Jelaskan contoh puisi kontemporer dan puisi konvensional dan analisis maksud
puisi tersebut?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1) Ingin mengetahui perbedaan puisi kontemporer dan puisi konvensional.
2) Ingin mengetahui contoh puisi kontemporer dan puisi konvensional serta
menganalisis maksud puisi tersebut.

1
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penulisan karya tulis ini sebagai berikut.
1) Bagi pembaca, mampu memahami dan menganalisi perbedaan puisi kontemporer
dan puisi konvensional.
2) Bagi guru, mampu membuat siswa untuk memaknai dan mengapresiasikan puisi
dengan baik.
3) Bagi penulis mampu membuat puisi yang lebih mudah lagi untuk dipahami oleh
pembaca.

2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Puisi

Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani yaitu poites, yang berarti
pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya
membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya,
makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun
menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan
(Sitomorang, 1980:10).
Menurut Vicil C. Coulter, kata poet berasal dari kata bahasa Gerik yang berarti
membuat, mencipta. Dalam bahasa Gerik, kata poet berarti orang yang mencipta melalui
imajinasinya, orang yang hampir menyerupai dewa-dewa atau orang yang amat suka pada
dewa-dewa. Dia adalah orang yang mempunyai penglihatan yang tajam, orang suci, yang
sekaligus seorang filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang
tersembunyi (Situmorang, 1980:10).
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Sedangkan
menurut Putu Arya Tirtawirya mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara
implisit, samar dengan makna yang tersirat di mana kata-katanya condong pada makna
konotatif.

2.1.1 Unsur-unsur Pembentuk Puisi


Ada beberapa pendapat tentang unsur-unsur pembentuk puisi. Salah satunya adalah
pendapat I.A. Richard. Dia membedakan dua hal penting yang membangun sebuah puisi
yaitu hakikat puisi (the nature of poetry), dan metode puisi (the method of poetry). Hakikat
puisi terdiri dari empat hal pokok, yaitu:
1). Sense (tema, arti)
Sense atau tema adalah pokok persoalan (subyek matter) yang dikemukakan
oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh pengarang

3
baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus menebak atau
mencari-cari, menafsirkan).
2) Feeling (rasa)
Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan
dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam
menghadapi suatu persoalan.
3) Tone (nada)
Yang dimaksud tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat
karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah hati,
angkuh, persuatif, sugestif.
4) Intention (tujuan)
Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun
kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan
dalam karyanya. Tujuan atau amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita,
pandangan hidup, dan keyakinan yang dianut penyair.
Metode Puisi
Untuk mencapai maksud tersebut, penyair menggunakan sarana-sarana yang
disebut metode puisi. Metode puisi terdiri dari:
1) Diction (diksi)
Diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair
dengan secermat mungkin. Penyair mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang
bermakna denotatif maupun konotatif sehingga kata-kata yanag dipakainya benar-
benar mendukung maksud puisinya.
2) Imageri (imaji, daya bayang)
Yang dimaksud imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang
dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang
dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap kemampuan
imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya dalam membuat puisi. Imaji
disebut juga citraan, atau gambaran angan. Ada beberapa macam citraan, antara lain

4
a. Citra penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan atau
berhubungan dengan indra penglihatan
b. Citra pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau
berhubungan dengan indra pendengaran
c. Citra penciuman dan pencecapan, yaitu citraan yang timbul oleh penciuman
dan pencecapan.
d. Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya
tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak.
e. Citra lingkungan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran
selingkungan
f. Citra kesedihan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran
kesedihan
3) The concrete word (kata-kata kongkret)
Yang dimaksud the concrete word adalah kata-kata yang jika dilihat secara
denotatif sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan
situasi dan kondisi pemakaiannya. Slametmulyana menyebutnya sebagai kata berjiwa,
yaitu kata-kata yang telah dipergunakan oleh penyair, yang artinya tidak sama dengan
kamus.
4) Figurative language (gaya bahasa)
Adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan
menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan,
pelambangan dan sebagainya. Jenis-jenis gaya bahasa antara lain:
a. perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal
lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak,
seperti, semisal, umpama, laksana, dll.
b. Metafora, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa
mempergunakan kata-kata pembanding.
c. Perumpamaan epos (epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau
diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat
berturut-turut.

5
d. Personifikasi, ialah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia di mana
benda mati dapat berbuat dan berpikir seperti manusia.
e. Metonimia, yaitu kiasan pengganti nama.
f. Sinekdoke, yaitu bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk
benda itu sendiri.
g. Allegori, ialah cerita kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang
dilanjutkan.
5) Rhythm dan rima (irama dan sajak)
Irama ialah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembutnya ucapan
bunyi bahasa dengan teratur. Irama dibedakan menjadi dua, Irama menyebabkan
aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan
bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama diwujudkan dalam bentuk
tekanan-tekanan pada kata. Tekanan tersebut dibedakan menjadi tiga,
a. dinamik, yaitu tyekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu.
b. Nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara.
c. Tempo, yaitu tekanan cepat lambatnya pengucapan kata.

2.2. Puisi Kontemporer


Kontemporer berarti pada waktu sama, semasa, sewaktu, pada masa kini, dan
dewasa ini (KBBI, 2008: 729). Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa puisi
kontemporer sama dengan puisi mutakhir. Puisi Indonesia yang dianggap termasuk puisi
kontemporer pada saat ini adalah puisi-puisi yang diciptakan selepas angkatan ’66.
Masa kini atau mutakhir , pengenaan atau penerapan istilah kontemporer pada puisi
kontemporer lebih mengarah kepdaa kehendak menunjukkan pada kondisi kreatif seniman
di dalam mengolah dan menemukan idiom-idiom baru. Jika yang berpendapat bahwa
kontemporer pada puisi kontemporer menunjukkan pada waktu dan bukan pada model puisi
tertentu, maka pendapat demikian itu perlu diluruskan atau diperbaiki. Mengertikan seni
kontemporer atau lebih khusus kepada puisi kontemporer dengan memakai kurun waktu
misalnya dari tahun sekian sampai dengan tahun sekian, merupakan langkah atau sikap
yang gegabah, tidak setiap hasil karya atau puisi misalnya tahun 1970-an berhak disebut

6
kontemporer selama di dalamnya tidak terdapat atau tampak ciri-ciri kontemporer. Oleh
karena itu, puisi kontemporer tidak menunjuk pada waktu. Didalam puisi kontemporer
salah satu wajah yang penting adalah wajah eksplorasi dan sejumlah kemungkinan baru.
Kemugkinan baru itu antara lain lahirnya eksperimen berupa penjungkirbalikan kata.
Penciptaan kata-kata baru. Penciptaan idiom-idiom baru, percobaan semantik dan sintaksis.
Puisi kontemporer tidak hanya terikat pada tema, tetapi juga terikat pada struktur
fisik puisi. Berdasarkan keberadaan puisi kontemporer ini, maka pengertiannya, puisi yang
muncul pada masa kini yang bentuk dan gayanya tidak mengikuti kaidah-kaidah puisi pada
umumnya, puisi yang lahir di dalam kurun waktu tertentu yang memiliki ciri-ciri yang
berbeda dengan puisi lainnya.
Puisi kontemporer adalah bentuk puisi yang berusaha lari dari ikatan konvensional
puisi itu sendiri. Misalnya, Sutardji mulai tidak mempercayai kekuatan kata tetapi dia mulai
berpaling pada eksistensi bunyi dan kekuatannya. Danarto justru memulai kekuatan garis
dalam menciptakan puisi.

2.2.1 Tema dan Ciri-ciri Puisi Kontemporer


A. Tema Puisi Kontemporer
a. Tema protes yang ditujukan kepada kepincangan sosial dan dampak negatif
dari industrialisasi.
b. Tema humanisme yang mengemukakan kesadaran bahwa manusia adalah
subjek pembangunan dan bukan objek pembangunan.
c. Tema yang mengungkapkan kehidupan batin yang religius dan cenderung
kepada mistik.
d. Tema yang dilukiskan melalui alegor dan parable.
e. Tema tentang perjuangan menegakkan hak-hak azasi manusia berupa
perjuangan untuk kebebasan, persamaan hak, pemerataan, dan bebas dari
cengkeraman dari teknologi modern.
f. Tema kritik sosial terhadap tindakan sewenang-wenang dari mereka yang
menyelewengkan kekuasaan dan jabatan.

B. Ciri-ciri Puisi Kontemporer

7
a. Puisi bergaya mantra dengan sarana kepuitisan berupa pengulangan kata,
frasa, atau kalimat.
b. Gaya bahasa paralelisme dikombinasi dengan gaya bahasa hiperbola dan
enumerasi dipergunakan penyair untuk memperoleh efek pengucapan
maksimal.
c. Tipografi puisi dieksploitasi secara sugestif dan kata-kata nonsens
dipergunakan dan diberi makna baru.
d. Kata-kata dari bahasa daerah banyak dipergunakan untuk memberi efek
kedaerahan dan efek ekspresif.
e. Asosiasi bunyi banyak digunakan untuk memeroleh makna baru.
f. Banyak digunakan gaya penulisan prosais.
g. Banyak menggunakan kata-kata tabu.
h. Banyak ditulis puisi lugu untuk mengungkapkan gagasan secara polos.

2.2.2 Ragam Puisi Kontemporer


Adapun puisi kontemporer bisa dibedakan menjadi beberapa ragam sebagai berikut.
1. Puisi Tanpa Kata, yaitu puisi yang sama sekali tidak menggunakan kata sebagai
alat ekspresinya. Sebagai gantinya di gunakan titik-titik, garis, huruf, atau
simbol-simbol lain.
2. Puisi Mini Kata, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata dalam jumlah
yang sangat sedikit, dilengkapi dengan symbol lain yang berupa huruf, garis,
titik, atau tanda baca lain.
3. Puisi Multi Lingual, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata atau
kalimat dari berbagai bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
4. Puisi Tipografi, yaitu puisi kontemporer yang memandang bentuk atau wujud
fisik puisi mampu memperkuat ekspresi puisi. Bahkan wujud fisik puisi
dipandangg sebagai salahh satu unsure puisi, sebagai suatu tanda yang memiliki
makna tertentu, yang tidak terlepas dari keseluruhan makna puisi.
5. Puisi Supra Kata, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata-kata
konvensional yang dijungkir-balikkan atau penciptaan kata-kata baru yang belum

8
pernah ada dalam kosakata bahasa Indonesia. Puisi macam ini lebih
mementingkan aspek bunyi dan ritme, sehingga merangsang timbulnya suasana
magis (cenderung sebagai puisi mantra).
6. Puisi Idiom Baru. Puisi ini dibedakan dengan puisi konvensional terutama oleh
penggunaan idiom-idiom baru yang terdapat didalamnya. Puisi idiom baru tetap
menggunakan kata sebagai alat ekspresinya, tetapi kata tersebut dibentuk dan
diungkapkan dengan cara baru, diberi nyawa baru. Digunakan idiom-idiom baru
yang belum pernah dijumpai sebelumnya.
7. Puisi Mbeling. Puisi ini pada umumnya mengandung unsure humor, bercorak
kelakar. Dalam puisi ini sering terdapat unsure kritik, terutama kritik sosial. Puisi
mbeling tidak mengharamkan penggunaan suatu kata. Semua kata mempunyai
hak yang sama dalam penulisan puisi ini.

2.3 Puisi Konvensional


Puisi konvensional ialah puisi yang berbentuk adanya sajak-sajak yang berkaitan,
seperti soneta, pantun, kwatrin dan sebagainya.
A. Soneta
Sajak soneta biasanya terdiri atas empat belas larik dengan pola rima tertentu,
sedangkan kwatirn adalah sebait sajak yang terdiri atas empat larik dengan rima
tertentu.
B. Kwatrin
Kwatrin adalah bentuk sajak yang lebih pendek karena hanya terdiri atas empat
larik. Tradisi penulisan kwartin dijumpai dalam kesusastraan Sanskrit lama yang
dimulai dari 1500 SM hingga dalam khazanah sastra Persia sekitar abad pertama
Masehi. Penyair persia yang terkenal adalah Omar Khayyuam, dan dalam
bahasa Persia kwartin disebut ruba’iyat.

C. Pantun

9
Pantun adalah sebuah bentuk puisi khas Melayu yang terdiri atas empat baris.
Rimanya a-b-a-b dan dua larik pertama tidak saling terkait dengan dua larik
berikutnya dari segi isi, namun kedua pasangan itu memiliki hubungan bunyi
dan irama yang derat.Ada pantun yang dibuat untuk saling memadu kasih, yang
disebut dengan pantun berkasih-kasihan, dan ada pula yang isinya jenaka dan
disebut pantun jenaka.

10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional Istilah


Dari literatur-literatur yang telah dikumpulkan mengenai definisi dari puisi
kontemporer dan puisi konvensional, maka kedua puisi tersebut memiliki perbedaan dari
gaya bahasanya maupun cirri-cirinya. Puisi kontemporer adalah bentuk puisi yang berusaha
lari dari ikatan konvensional puisi itu sendiri. Sedangkan puisi konvensional adalah puisi
yang terikat akan aturan atau kaidah puisi.

3.2 Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode deskriptif.
Metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,
peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan
perhatian kepada pemecahan masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat
penelitian dilaksanakan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan studi
dokumentasi. Pengertian observasi dan studi dokumentasi sebagai berikut.
1) Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu
pengamatan dengan disertasi pencatatan-pencatatan terhadapat keadaan objek sasaran
(Fathoni, 2006:104).
2) Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan diambil dari media
cetak dan internet, seperti buku dan website yang didukung dan berkesinambungan
dengan masalah yang ada pada penelitian ini (Fathoni, 2006:112). Dalam karya tulis
ini, penulis mengumpulkan data dari buku dan website.

11
3.4 Sumber Data
1) Buku kumpulan puisi/sajak Sutardji
2) Beberapa literature di internet

3.5 Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan membaca buku kumpulan
puisi dan sajak dari Sutardi, dan biografi dari Sutardji. Analisis dilakukan dengan
membandingkan contoh puisi kontemporer dan puisi konvensional.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perbedaan Puisi Kontemporer dan Puisi Konvensional

12
Istilah puisi kontemporer di padankan dengan istilah puisi inkonvensional, puisi
masa kini, puisi mutakhir, istilah kontemporer di dalam puisi kontemporer tidak menunjuk
kepada waktu walaupun di dalam kamus istilah itu berarti dewasa ini. Masa kini atau
mutakhir , pengenaan atau penerapan istilah kontemporer pada puisi kontemporer lebih
mengarah kepdaa kehendak menunjukkan pada kondisi kreatif seniman di dalam mengolah
dan menemukan idiom-idiom baru.
Jika yang berpendapat bahwa kontemporer pada puisi kontemporer menunjukkan
pada waktu dan bukan pada model puisi tertentu, maka pendapat demikian itu perlu
diluruskan atau diperbaiki. Mengertikan seni kontemporer atau lebih khusus kepada puisi
kontemporer dengan memakai kurun waktu misalnya dari tahun sekian sampai dengan
tahun sekian, merupakan langkah atau sikap yang gegabah, tidak setiap hasil karya atau
puisi misalnya tahun 1970-an berhak disebut kontemporer selama di dalamnya tidak
terdapat atau tampak ciri-ciri kontemporer. Oleh karena itu, puisi kontemporer tidak
menunjuk pada waktu. Didalam puisi kontemporer salah satu wajah yang penting adalah
wajah eksplorasi dan sejumlah kemungkinan baru. Kemugkinan baru itu antara lain
lahirnya eksperimen berupa penjungkirbalikan kata. Penciptaan kata-kata baru. Penciptaan
idiom-idiom baru, percobaan semantik dan sintaksis.
Puisi kontemporer tidak hanya terikat pada tema, tetapi juga terikat pada struktur
fisik puisi. Berdasarkan keberadaan puisi kontemporer ini, maka pengertiannya, puisi yang
muncul pada masa kini yang bentuk dan gayanya tidak mengikuti kaidah-kaidah puisi pada
umumnya, puisi yang lahir di dalam kurun waktu tertentu yang memiliki ciri-ciri yang
berbeda dengan puisi lainnya.
Puisi kontemporer adalah bentuk puisi yang berusaha lari dari ikatan konvensional
puisi itu sendiri. Misalnya, Sutardji mulai tidak mempercayai kekuatan kata tetapi dia mulai
berpaling pada eksistensi bunyi dan kekuatannya. Danarto justru memulai kekuatan garis
dalam menciptakan puisi.

4.2 Analisis Contoh Beberapa Puisi Kontemporer dan Puisi Konvensional


4.2.1 Contoh Puisi Kontemporer
Puisi 1

13
Di
(Noorca Marendra)
Di
betul
kau pasti
sedang menghitung
berapa nasib lagi tinggal
sebelum fajar terakhir kau tutup
tanpa seorang pun tahu siapa kau dan
di
kau
maka kini
lengkaplah sudah
perhitungan di luar akal
dan angan-angan di dalam hati kita
tentang sesuatu yang tak bisa siapa pun
menerangkatakan pada saat itu kau mungkin sedang
di
betul
kan
?

Puisi 2
SEPISAUPI
(Sutardji Calzoum Bachri)

Sepisau luka sepisau duri


sepikul dosa sepukau sepi

14
seriasau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisau sepisaupi
sepisaupanya sepikausepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya ke dalam nyanyi

Pada puisi 1, bentuk atau tipografi puisi sangat ditonjolkan. Puisi tersebut
sangat mementingkan gambaran visual. Namun, bentuk dan diksinya memiliki
makna yang mendalam. Pada puisi 2, penggunaan katanya yang sangat menonjol.
Perhatikan kata-katanya. Pengarang seakan melakukan penolakan terhadap
gramatika bahasa. Secara keseluruhan, kedua puisi tersebut menimbulkan imaji
visual dan bunyi.

Puisi 3
O
(Sutardji Calzoum Bachri)
dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian
mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai
siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia
waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas
duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai
oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o
Kau O..

15
Kata duka, resah, ragu, mau, sia, duhai, dan o merupakan kata-kata sifat atau
perasaan yang akhirnya diikuti oleh kata ganti milik; aku, kau, dan kalian yang
menunjukkan semua kata atau perasaan tersebut dimiliki oleh setiap orang.
Sedangkan judul serta huruf o yang diulang pada akhir puisi ini, bila dikaitkan
pada ketika seseorang mengucapkan huruf o secara serentak, hal ini merupakan
huruf yang mewakili kata paham. Menunjukkan bahwa sudah tahu akan apa yang
telah terjadi atau atas penjelasan yang disampaiakn. Selain itu, o sendiri juga bisa
diartikan sebagai suatu pengharapan.
Dari keseluruhan puisi O tersebut dapat diketahui adanya sebuah perasaan
penyesalan, pengaduan serta pencarian yang berujung pada sebuah pemahaman
tersendiri tapipemahaman itu malah menimbulkan sebuah kebingungan yang baru.
Hal itu dapat dilihat dari baris terakhir “oku okau okosong orindu okalian obolong o
risao o Kau O..”. setelah menciptakan aatu mengesankan adanya sebuah pada oku
okau tapi pemahaman itu kembali menimbulkan pertanyaan serta menimbulkan
sebuah kerinduan untuk semakain ingin bertemu, sebuah pencarian dengan orindu
okalian obolong o risau o Kau O….
Penggunaan huruf k yang dicetak besar pada kata kau pada baris terakhir
juga menimbulkan pemahaman tersendiri. Umumnya sebuah kata ganti yang
diawali denagn huruf besar yang letaknya bukan diawal kalimat adalah
menunjukkan bahwa itu adalah Tuhan, sebagai contoh penggunaan kata ganti milik
–Nya. Dari sini mungkin puisi O ini menunjukkan bahwa adanya pengaduan serta
ingin tahu dan usaha pencarian untuk bertemu dengan Tuhan yang menciptakannya.
Akan tetapi semakin dia tahu maka menjadikannya semakin bingung dan semakin
ingin tahu lagi.
Tak lupa, dalam puisi ini juga sangat terasa efek magis yang ditimbulkan
dari perulanagn kata serta penggunaan kata-katanya yang tidak wajar.

Puisi 4
Kucing
(Sutardji Calzoum Bachri)

16
Ngiau! Kucing dalam darah dia menderas
lewat dia mengalir ngilu ngiau dia bergegas lewat dalam aortaku dalam rimba
darahku dia besar dia bukan harimau bukan singa bukan hiena bukan leopar
dia macam kucing bukan kucing tapi kucing
ngiau dia lapar dia merambah rimba afrikaku dengan cakarnya dengan
amuknya
dia meraung dia mengerang jangan beri
daging dia tak mau daging Jesus jangan
beri roti dia tak mau roti ngiau kucing meronta dalam darahku meraung
merambah barah darahku dia lapar O alangkah lapar ngiau berapa juta hari
dia tak makan berapa ribu waktu dia
tak kenyang berapa juta lapar lapar kucingku berapa abad dia mencari
mencakar menunggu tuhan mencipta kucingku
tanpa mauku dan sekarang dia meraung
mencariMu dia lapar jangan beri daging jangan beri nasi tuhan menciptanya
tanpa setahuku dan kini dia minta
tuhan sejemput saja untuk tenang sehari untuk kenyang sewaktu untuk tenang.

Kucing, salah satu sajak puisi Sutardji sangatlah aneh. Ngiau! Kucing dalam darah dia
menderas/ lewat dia mengalir ngilu ngiau dia/ bergegas. Sebuah pembuka sajakyang penuh
dengan makna. Citraan pembaca akan keluar ketika seekor kucing mengiau
karena menahan ngilu, akan menderas lalu lewat dalam aorta, sebuah pembuluh darah besar
yang kayaakan oksigen (bersih >< kotor, vena). Ini semua merupakan kiasan
bagaimana seorang Sutardji melakukan pencarian terhadap sesuatu yang jernih
dan suci (diibaratkan sebagai aorta).
...
dia bukan harimau bukan singa bukan hiena bukan leopard
dia macam kucing bukan kucing tapi kucing
ngiau dia lapar dia merambah rimba afrikaku dengan cakarnya dengan
amuknya

17
dia meraung dia mengerang

Di sini dijelaskan bahwa kucing ya kucing. Bukan harimau, bukan hiena,
bukan leopar, bukan macam kucing yang didalamnya itu kucing, tetapi dia itu
tetap kucing. Yang akan selalu mengiaudalam keadaan apapun, lapar, sedih, senang,
haus, dsb. Sutardji ya sutardji, bukan Paijo, Parman,atau pun Suedi. Juga diceritakan bahwa si
Kucing merambah/menjelajah sampai ke rimbah Afrika,hanya untuk melakukan pencarian
yang suci.
Pergi dengan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain, dengan keberaniannya, dia
berusaha untuk tetap berkeyakinan pada dirinya sendiri. Walaupun itu amat sangat
sakit. Tidak ada yang bisa menghentikan perbuatan Sutardji.

…daging dia tak mau daging Jesus jangan beri roti dia tak mau roti ngiau
kucing meronta dalam darahku meraung
merambah barah darahku dia lapar O
alangkah lapar ngiau berapa juta hari
dia tak makan berapa ribu waktu dia
tak kenyang
….
Jangan beri sogokan, dia tidak mau dengan apapun, walaupun itu sangat
berharga bagi Sutardjisendiri. Dia hanya ingin kebebasan dalam mencari kesucian.
Kenapa ada kata Jesus? Sutardji yangsemakin meronta, semakin mengalami
kebuntuan dalam mencari kesucian, tidak akan mudah tergoyang. Dia mulai
mengembara kedunia spiritual dan rohani. Di dalam dunia itu semua terdapat
kebijakan, tetapi kebijakan yang dibuat itu belum menjangkau kesucian.
Sutardji semakin meraung, semakin menjadi jadi untuk mencari kesucian yang
arif.
… berapa juta lapar lapar kucingku
berapa abad dia mencari mencakar menunggu tuhan mencipta kucingku
tanpa mauku dan sekarang dia meraung mencariMu…

18
Sutardji tidak menginginkan ini semua, ini semua bukan maunya Sutardji. Dia hanya
ingin mencarisosok Tuhan, ingin dekat dengan Tuhan.

…dan kini dia minta


tuhan sejemput saja untuk tenang sehari untuk kenyang sewaktu untuk tenang
Sebuah keinginan sederhana Sutardji untuk mendapatkan ketenangan di
dalam kehidupan yang singkat. Sajak Kucing yang ditulis oleh Sutardji,
menurut penulis merupakan suatu pergulatan dalam melakukan pencarian yang
suci, yaitu Tuhan.

4.2.2 Contoh Puisi Konvensional


1) Mantra
Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
2) Pantun,
Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap
baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris
berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun
anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukkan ke dalam hati

19
3) Karmina
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
4) Seloka
Seloka adalah pantun berkait.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
5) Gurindam
Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a,
berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)

Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)


Bagai rumah tiada bertiang (b)

Jika suami tiada berhati lurus (c)


Istri pun kelak menjadi kurus (c)
6) Syair
Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris,
bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)

20
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
7) Talibun
Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10
baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Perbedaan puisi kontemporer dan koonvensional adalah terletak pada cara
penulisan puisi tersebut. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional yang
terikat pada bait, larik, rima, serta aturan-aturan lainnya. Puisi kontemporer biasanya

21
mengandung kepuitisan berupa pengulangan kata, frasa, atau kalimat. Tipografi dalam puisi
dieksploitasi secara sugestif dan kata-kata nonsens dipergunakan dan diberi makna baru.
Sedangkan puisi konvensional adalah puisi yang terikat pada aturan-aturan seperti jumlah
baris, bait, rima, sajak, dll.

5.2 Saran
Dalam karya tulis ini penulis memberikan saran, bahwa dalam menilai sebuah puisi
jangan sekedar dilihat dari keindahan kata yang digunkan oleh pengarang. Sebaiknya dalam
menilai sebuah puisi kita harus bersifat netaral entah puisi itu mengugunakan kata, frase,
kalimat atau simbol lain. Yang paling utama dalam menilai sebuah puisi adalah isi amanat
yang disampaikan oleh pengarang dengan menggunkan simbol-simbol bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

22

Anda mungkin juga menyukai