Anda di halaman 1dari 44

Pembahasan makalah agama islam tentang kedudukan akal dan wahyu

1. 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedudukan akal dan wahyu dalam


Islam menempati posisi yang sangat terhormat, melebihi agama-agama lain. karena
Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia, dialah yang
memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada Sang
Kholiq, akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi pekerti
yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari
Baginda Rasulullah SAW. Tidak hanaya itu dengan akal juga manusia bisa menjadi
ciptaan pilihan yang Allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini,
begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian Allah yang sangat
luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus. Namun dalam
menggunakan akal terbatas akan hal-hal bersifat tauhid, karena ketauhitan Sang
pencipta tak akan terukur dalam menemukan titik akhir, begitu pula dengan wahyu
sang Esa, karena wahyu diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-mata untuk
menunjukkan kebesaran Allah. Maka dalam menangani antara wahyu dan akal harus
selalu mengingat bahwa semua itu karna Allah semata. Dan tidak akan terjadi jika
Allah tak mengizinkannya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan
terhadap Allah karena kesombongannya. Akal mengandung arti daya untuk
memperoleh pengetahuan, membuat seseorang dapat membedakan antara dirinya
dengan benda lain dan antara benda yang satu dengan benda yang lainnya.disamping
memiliki kemampuan yang konkrit, akal dapat mengabstralkan benda-benda yang
ditangkap panca indra atau benda-benda konkrit bahkan membedakan antara kebaikan
dan keburukan atau mempunyai fungsi moral. Akal dalam pengertian Islam adalah
daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia: daya, yang memperoleh
pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Pengertian inilah yang
dikontraskan dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia.
Wahyu berasal dari bahas Arab al-wahy, artinya suara, api dan
kecepatan,bisikan,isyarat,dan tulisan. Juga berati pemberitahuan secara tersembunyi
dan cepat. Pemberitahuan yang dimaksud datang dari luar diri manusia. Yaitu Tuhan.
Dengan demikian wahyu diartikan penyampaian sabda Tuhan kepada pilihannya agar
diteruskan kepada umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup. Berbeda dengan
akal yang memberi
2. 2. pengetahuan dari luar diri, yaitu dari Tuhan. Maka dari itu kita bedakan akal dan
wahyu serta hubungannya dengan ilmu dalam pembahasan ini. 2 B. Tujuan Adapun
tujuan dibuatnya makalah ini karena : 1. Ingin mengetahui apa yang dimaksud Islam
dan ilmu pengetahuan. 2. Memberikan pengetahuan mengenai pendidikan agama
Islam. 3. Sebagai suatu media untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. 4.
Menambah kepustakaan. C. Rumusan Masalah 1. Kedudukan akal dan wahyu dalam
Islam. 2. Klasifikasi ilmu dalam Islam. 3. Kewajiban menuntut ilmu. D. Manfaat
Manfaat yang dapat kami petik dalam pembuatan makalah ini : 1. Menambah ilmu
dan pengetahuan khususnya di bidang Agama Islam. 2. Dapat dijadikan sebagai bahan
pembelajaran masalah Islam dan ilmu pengetahuan khususnya untuk mahasiswa dan
mahasiswi.
3. 3. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Kedudukan Akal dan Wahyu a. Pengertian Akal
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql ( ,(‫ العـقـل‬yang
dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (
‫ ) عـقـلوه‬dalam 1 ayat, ta’qiluun ( 24 (‫ تعـقـلون‬ayat, na’qil ( 1 (‫ نعـقـل‬ayat, ya’qiluha ( 1
(‫ يعـقـلها‬ayat dan ya’qiluun ( 22 (‫ يعـقـلون‬ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan
mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang
memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis
sesuatu yang kemampuanya sangat luas. b. Fungsi Akal Akal mempunyai banyak
fungsi antara lain : 1. Sebagai tolak ukur antara kebaikan dan keburukan. 2. Sebagai
alat untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang. 3. Sebagai alat untuk
mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar. c. Kekuatan Akal Kekuatan
akal antara lain : 1. Mengetahui Tuhan dan sifat-sifatnya. 2. Mengetahui adanya hidup
dan akhirat. 3. Mengetahui bahwa kebahagiaan jiwa di akherat bergantung pada
mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraan di akherat adalah
bergantung pada tidak mengenal Tuhan dan berbuat jahat. 4. Mengetahui wajibnya
manusia berbuat baik dan wajibnya ia menjahui perbuatan jahat untuk kebahagiaan di
akherat. 5. Membuat hukum-hukum tentang kewajiban-kewajiban itu. d. Pengertian
Wahyu Kata wahyu berasal dari kata arab ‫ الوحي‬, dan al-wahy adalah kata asli Arab
dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan.[1] Dan
ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat.
oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat
kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan
ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhada Nabi-NabiNYA ini
4. 4. sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi. Menurut Muhammad
Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di
dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu
datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik
menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya. 4 e. Fungsi Wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi
informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih
kepada Tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta
menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan Allah kepada
nabi-nabiNya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang
tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang
pencipta yaitu Allah SWT. f. Kekuatan Wahyu Memang sulit saat ini membuktikan
jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada,
oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:
1) Wahyu ada karena izin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah. 2)
Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. 3)
Membuat suatu keyakinan pada diri manusia. 4) Untuk memberi keyakinan yang
penuh pada hati tentang adanya alam ghaib. 5) Wahyu turun melalui para ucapan
nabi-nabi. B. Klasifikasi Ilmu dalam Islam Akal menjadi faktor utama yang
melahirkan pengetahuan, baik yang dilahirkan dalam diri manusia sendiri, maupun
pengetahuan yang datang dari Tuhan. Berdasarkan dua macam sumber tersebut, para
ahli membuat klasifikasi ilmu yang sesuai dengan kehendak ajaran Islam. Al-Ghazali
mengklasifikasikan ilmu dalam empat sistem sebagai berikut : 1. Pembagian ilmu atas
dasar teoritis dan praktis Ilmu teoritis adalah ilmu yang diketahui sebagaimana
adanya. Sedangkan ilmu praktis adalah tindakan-tindakan manusia yang bertujuan
untuk mencari aktifitas kodusif manusia untuk kesejahteraannya di dunia dan akherat.
5. 5. 5 2. Pembagian atas dasar yang dihadirkan dan dicapai Pembagian ini didasarkan
atas perbedaan paling mendasar berkenaan dengan cara-cara mengetahui.
Pengetahuan yang dihadirkan bersifat langsung,serta merta,supra rasional,intuitif, dan
kontemplatif. Ilmu semacam ini disebut ilmu laduuni (pengetahuan dari yang tinggi)
dan ilmu mukasyafah (pengetahuan menangkap misteri Illahi). Pengetahuan yang
dicapai atau pengetahuan perolehan bersifat tidak langsung, rasional, logis dan
diskursif. Pengetahuan yang dihadirkan lebih unggul daripada pengetahuan yang
dicapai karena terbebas dari kesalahan dan keraguan. Pengetahuan kategori ini jugfa
memberikan kepastian tertinggi mengenai kebenaran-kebenaran spiritual. 3.
Pembagian atas dasar religius dan intelektual Ilmu religius adalah ilmu yang diperoleh
nabi-nabi dan tidak hadir pada mereka melalui akal. Sedangkan ilmu-ilmu intelektual
adalah ilmu yang diperoleh melalui itelek manusia. 4. Pembagian atas dasar
kewajiban individu (fardu ain), dan kewajiban umat (fardhu kiffayah). Topik ini mula
diberi perhatian oleh Imam al-Ghazali setelah beliau mendapati sebagian daripada
ilmuan Islam dari berbagai bidang disiplin ilmu seperti ilmu kalam [tawhid], fiqh,
tasawuf, tafsir dan hadist bercanggah pendapat tentang bidang-bidang ilmu yang
wajib dikuasai oleh setiap individu Islam. Berdasarkan sabda Nabi Muhammad
(s.a.w) yang bermaksud “Menuntut ilmu adalah fardhu yang diwajibkan ke atas setiap
individu Islam”. Imam al-Ghazali menimbulkan persoalan tentang ilmu; adakah
menuntut ilmu itu fardhu ‘ain ataupun fardhu kifayah atas individu Islam ?
Berpandukan persoalan tersebut Imam al-Ghazali telah mengkalsifikasikan ilmu
kepada dua bagian utama yaitu : a) Ilmu Mu‘amalah. Ilmu mu‘amalah dimaksudkan
sebagai suatu ilmu yang diperolehi manusia melalui utusan Allah, akal
[pembelajaran], pengalaman dan pendengaran. Pada asasnya ilmu tersebut
[mu‘amalah] tiada sebarang perbedaan melainkan menerusi nama-nama khas yang
dberikan kepadanya seperti ilmu fardhu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah oleh para ilmuan
Islam. Ilmu mu‘amalah menurut beliau terbagi kepada dua bagian yaitu : 1- Ilmu
fardhu ‘ain.
6. 6. Ilmu fardhu ‘ain secara ringkas dimaksudkan sebagai ilmu tentang asas-asas agama
Islam seperti mengucap syahadah, menunaikan sembahyang, mengeluarkan zakat,
berpuasa dan menunaikan fardhu haji bagi yang berkemampuan. Ia merupakan suatu
ilmu yang wajib dituntut oleh setiap individu Islam kerana menerusi ilmu
pengetahuan tersebut individu Islam dapat melaksanakan segala tuntutan yang
ditaklifkan samada berbentuk iktikad [kepercayaan], melaksanakan perintah dan
menjauhi laranganNya. Ilmu fardhu ‘ain hanya diperolehi menerusi utusan Allah iaitu
para rasulNya. 6 2- Ilmu fardhu kifayah. Ilmu fardhu kifayah menurut ajaran Islam
merupakan suatu ilmu yang perlu dikuasai oleh sebahagian manusia yang mendiami
sesebuah kawasan, daerah atau negeri. Hukum mempelajari ilmu fardhu kifayah
berubah menjadi fardhu ‘ain apabila tiada seseorang pun di sesebuah kawasan, daerah
atau negeri mengetahui tentang sesuatu ilmu seperti ilmu perubatan, pertanian,
pembinaan, pengiraan dan sebagainya. Ilmu fardhu kifayah juga dimaksudkan sebagai
ilmu yang berhubung kait dengan kehidupan sosial. Ilmu tersebut terbahagi kepada
tiga bahagian iaitu : i) Terpuji Ilmu terpuji adalah ilmu yang bermanfaat kepada
kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Menurut Imam al-Ghazali ilmu terpuji
merangkumi dua kategori iaitu : a) Ilmu syariah. Ilmu syariah hanya dapat diperolehi
menerusi utusan Allah atau dalam kata lain ilmu yang tak tercapai oleh akal,
pengalaman dan pendengaran untuk mengetahuinya seperti ilmu tentang hari kiamat.
b) Ilmu umum. Ilmu umum pula mampu diperolehi manusia menerusi akal
(pembelajaran), pengalaman dan pendengaran seperti ilmu bahasa dan ilmu
perubatan. ii) Harus. Ilmu yang harus dipelajari oleh manusia adalah seperti ilmu-
ilmu kesusasteraan, sejarah dan sebagainya. iii) Tercela. Ilmu tercela merupakan ilmu
yang dilarang kepada manusia untuk mempelajarinya seperti ilmu sihir dan
sebagainya. b) Ilmu Mukasyafah. Ilmu mukasyafah merupakan suatu ilmu yang hanya
diperolehi oleh manusia menerusi ilham yang diberikan oleh Allah kepadanya setelah
melalui peringkat-peringkat tertentu dalam amalannya. Ilmu ini lebih dikenali di
kalangan ahli-ahli tasawuf sebagai ilmu ladunni. Pembagian ilmu-ilmu tersebut adalah
berdasarkan kepada pemerhatian Imam al-Ghazali tentang : a) Sejauh manakah ilmu-
ilmu tersebut bermanfaat kepada manusia dari segi penggunaanya seperti ilmu bahasa.
7. 7. b) Sejauh manakah ilmu-ilmu tersebut bermanfaat kepada kehidupan beragama 7
manusia. c) Sejauh manakah ilmu-ilmu tersebut bermanfaat kepada kehidupan
manusia di dunia seperti ilmu perobatan dan pengiraan. d) Sejauh manakah kesan
ilmu-ilmu tersebut dalam memberi ilmu pengetahuan dan keseronokan kepada
manusia seperti ilmu kesusasteraan dan ilmu sejarah. Menurut Imam al-Ghazali
dasarnya sesuatu ilmu tidak tercela sehingga ilmu tersebut : 1- Mendatangkan
kemudaratan ke atas diri orang yang mempelajarinya serta orang lain. 2-
Mendatangkan lebih banyak kemudaratan kepada penuntutnya. 3- Tidak memberikan
sebarang faedah kepada penuntutnya maupun orang lain. Berdasarkan kepada
klasifikasi ilmu yang diberikan oleh Imam al-Ghazali ilmu fardhu ‘ain merupakan
ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu Islam. Manakala lain-lain ilmu adalah
berdasarkan kepada sejauh manakah ilmu-ilmu tersebut bermanfaat kepada kehidupan
individu ataupun masyarakat di dunia dan di akhirat. C. Kewajiban Menuntut Ilmu Di
dalam Islam, menuntut ilmu itu wajib hukumnya, sebagaimana Nabi bersabda.
“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR.Bukhari). Ditambah lagi
dalam firman Allah “Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan manusia
juga di hadapan-Nya”.Selain itu Allah juga menegaskan bahwa akan mengangkat
derajat orang yang mempunyai ilmu pengetahuan. Seperti di bawah ini ” ….Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11). Katakanlah: “Adakah sama orang-
orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya
orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9). Menuntut
ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim dan di bawah ini ada beberapa hadits
yang berhubungan dengan menuntut ilmu. Hadits riwayat Ibnu Abdil Bar ‫لتلرلَ ِل ملل‬ َ َ‫ل‬
‫ع ُر‬َ ‫ر‬ ْ
ُ ْ
ُ ُُ
ِ َ‫ا‬ ‫رس‬ُ ‫ل‬ ‫االلق‬ ُ
‫ط‬ ْ
ُُ‫ل‬ ‫الر‬
ْ َ ‫ر‬ْ ‫ا‬ ‫رم‬ ‫باللل‬ ‫ل‬
َ ‫اللر‬ ‫ل‬ ْ
ُ ُ ‫رف‬
ِ َ ‫طرل‬ ْ
‫لل‬ ‫ال‬ ‫ل‬
َ ْ ‫ا‬ ‫رم‬ ْ
ُ ُُ ْ
‫ل‬ ُ ‫ا‬ ْ
ُ ُُ ُ‫ب‬ :َ
‫ل‬ َ ‫ال‬ ‫ال‬ ‫ر‬ ْ
‫ف‬ ‫االل‬
ُ ‫ ىلللو ل ْل ُو ر الََُ ق لُبْلرلطيلالل رحلل رر رما ْ َر ِرطلَطرلتل ل ُح ُْا‬Artinya: “Tuntutlah ilmu walaupun
di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut
ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut. (H.R. Ibnu Abdil Bar). Penjelasan
Hadits:
8. 8. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar di atas menunjukkan bahwa
menuntut ilmu itu wajib dan para malaikat turut bergembira. Agama Islam sangat
memperhatikan pendidikan untuk mencari ilmu pengetahuan karena dengan ilmu
pengetahuan manusia bisa berkarya dan berprestasi serta dengan ilmu, ibadah
seseorang menjadi sempurna. Begitu pentingnya ilmu, Rasulullah saw. mewajibkan
umatnya agar menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan. Adakah sama antara
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Az-
Zumar:9). “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah:11). 8
Menuntut ilmu itu pahalanya begitu besar: “Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam
rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan menuju surga. Dan sesungguhnya
malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia
perbuat. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim) “Barangsiapa keluar dalam
rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga
kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan) “Barangsiap menempuh jalan untuk mencari ilmu,
maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim) “Barangsiapa yang
Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia dalam (masalah)
dan (agama).” (HR.Bukhari) Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib
dituntut adalah ilmu yang bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat
mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita,
keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau pun di akhirat. Rasulullah saw bersabda:
“Apabila anak cucu adam itu wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan
orangtuanya.” (HR.Muslim, dari Abu Hurairah ra) Allah berfirman, “Dan seandainya
pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya
tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan)
kalimat (ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha
bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27) Bagaimana dengan orang yang selalu
mengamalkan ilmunya? “Sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat-Nya, serta
penghuni langit dan bumi, hingga semut yang ada pada lubangnya, dan ikan hiu yang
ada di lautan akan membacakan shalawat atas orang yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia.” (Merupakan bagian dari hadits Abu Umamah di atas.). Rasulullah
saw bersabda, “Barangsiapa mengajar orang lain kepada suatu petunjuk, maka dia
akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melaksanakan petunjuk itu, tanpa
mengurangi pahala mereka sama sekali.”Nabi bersabda, ”Barangsiapa mengamalkan
apa-apa yang ia ketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum
diketahuinya, dan Allah akan menolong dia dalam amalan nya sehingga ia
mendapatkan surga. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan ilmunya maka ia
tersesat oleh ilmunya itu. Dan Allah tidak menolong dia dalam amalannya sehingga ia
akan mendapatkan neraka“.
9. 9. Banyak to keutamaan mencari ilmu dengan manfaat mengamalkan ilmu. Terus
bagaimana selengekan pada awal notes ini? Bagaimana seharusnya niat yang ada
didalam hati dalam mencari ilmu? Dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al Ghazali
menulis sebagai berikut : “Wahai, hamba Allah yang rajin menuntut ilmu.Jika kalian
menuntut ilmu, hendaknya dengan niat yang ikhlas karena Allah semata-mata. Di
samping itu, juga dengan niat karena melaksanakan kewajiban karena menuntut ilmu
wajib hukumnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib
bagi setiap orang Islam laki-laki maupun perempuan” [HR Ibnu Abdul barr].
Janganlah sekali-kali engkau menuntut ilmu dengan maksud untuk bermegah-
megahan, sombong, berbantah-bantahan, menandingi dan mengalahkan orang lain
(lawan bicara), atau supaya orang mengagumimu. Jangan pula engkau menuntut ilmu
untuk dijadikan sarana mengumpulkan harta benda kekayaan duniawi. Yang demikian
itu berarti merusak agama dan mudah membinasakan dirimu sendiri. Nabi SAW
mencegah hal seperti itu dengan sabdanya. “Barangsiapa menuntut ilmu yang
biasanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah, tiba-tiba ia tidak mempelajarinya,
kecuali hanya untuk Mendapatkan harta benda keduniaan, maka ia tidak akan
memperoleh bau harumnya surga pada hari kiamat. ” [HR Abu Dawud]. Rasulullah
SAW bersabda, “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap
para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk
perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan
atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti
itu, maka baginya neraka…neraka.” [HR Tirmidzi & Ibnu Majah]. Terkait dengan
harta : Jawaban-jawaban dari Imam Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang mana
yang lebih utama antara Ilmu dengan harta : ” Ilmu lebih utama daripada harta, Ilmu
adalah pusaka para Nabi, sedang harta adalah pusaka Karun, Sadad, Fir’aun, dan lain-
lain.” ” Ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu menjagamu sedangkan harta
malah engkau yang harus menjaganya.” ” Harta itu bila engkau tasarrufkan (berikan)
menjadi berkurang, sebaliknya ilmu jika engkau tasarrufkan malahan bertambah.” ”
Pemilik harta disebut dengan nama bakhil (kikir) dan buruk, tetapi pemilik ilmu
disebut dengan nama keagungan dan kemuliaan. ” Pemilik harta itu musuhnya
banyak, sedangkan pemilik ilmu temannya banyak.” ” Ilmu lebih utama daripada
harta, karena diakhirat nanti pemilik harta akan dihisab, sedangkan orang berilmu
akan memperoleh safa’at.” ” Harta akan hancur berantakan karena lama ditimbun
zaman, tetapi ilmu tidak akan rusak dan musnah walau ditimbun zaman.” ” Harta
membuat hati seseorang menjadi keras, sedang ilmu malah membuat hati menjadi
bercahaya.” ” Ilmu lebih utama daripada harta, karena pemilik harta bisa mengaku
menjadi Tuhan akibat harta yang dimilikinya, sedang orang yang berilmu justru
mengaku sebagai hamba karena ilmunya.” Lalu, apakah semua ilmu akan
mendapatkan balasan luar biasa seperti diatas? Tidak. Hanyalah ilmu yang
bermanfaatlah yang mendapatkan ini semua. Apa sih ilmu yang bermanfaat? “Ya,
Rabbi. apakah ilmu yang bermanfaat itu ? ” tanya Nabi Daud. 9
10. 10. “Ialah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui keluhuran, keagungan, kebesaran,
dan kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala sesuatu.Inilah yang mendekatkan
engkau kepada- Ku.” Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ar Rabi-i’,
Rasulullah SAW bersabda, “Tuntutlah ilmu. Sesungguhnya, menuntut ilmu adalah
pendekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla, sedangkan Mengajarkannya kepada
orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan
adalah keindahan bagi ahlinya didunia dan akhirat.”Oleh karena itu, Rasulullah SAW
pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni a’uudzubika min ‘ilmin laa
yanfa’u”.‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.’
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Allah SWT Memberi wahyu kepada Nabi
Dawud a.s. Firman-Nya, “Wahai, Dawud. Pelajarilah olehmu ilmu yang bermanfaat.”
Itulah sedikit hal yang perlu diperhatikan dalam menjadi pencari ilmu. Baik sebagai
penyemangat dan menjadi ilmu buat kedepan. 10
11. 11. 11 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Itulah sedikit hal yang perlu diperhatikan
dalam menjadi pencari ilmu. Baik sebagai penyemangat dan menjadi ilmu buat
kedepan. Ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang menyebabkan kita semakin
dapat mengenal Allah, yang dapat kita amalkan, yang membuat kita rendah hati serta
terhindar dari sifat takabur. Semoga kita dapat menjadi pribadi yang haus akan ilmu
yang bermanfaat yang akan berguna bagi kita di dunia dan di akhirat. Amin. B. Saran
Sebagai mahasiswa dan mahasiswi yang baik dan berbudi luhur, maka kita sebagai
para pencari ilmu hendaknya mencari ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk di dunia
maupun di akhirat. Dimanapun kita berada, apapun yang kita kerjakan hendaknya
disertai dengan niat yang baik semata-mata hanya untuk mencari ridho Allah SWT.
12. 12. 12 DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad Daud, Prof, S.H., Pendidikan Agama
Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 1997 Suryana, Toto, Drs, M.Pd., Pendidikan Agama
Islam, Bandung, Tiga Mutiara, 1997 Asa-2009.blogspot.com Galuhe.wordpress.com
Pendiislami.tripod.com Hikmah-kata.blogspot.com/2012/09/hadist-tentang- ilmu-
pengetahuan.html

Pendahuluan
Di dalam ajaran agama yang diwahyukan ada dua jalan untuk memperoleh
pengetahuan, pertama, jalan wahyu dalam arti komunikasi dari Tuhan kepada
manusia, dan kedua jalan akal, yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia, dengan
memakai kesan-kesan yang diperoleh panca indera sebagai bahan pemikiran untuk
sampai kepada kesimpulan-kesimpulan. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini
bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal
bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah.

Makalah ini akan mencoba membahas kedua hal tersebut. Sebuah topik pembahasan
yang sarat dengan dialektika para ulama, baik yang terdahulu hingga kini; sebuah
telaah sederhana guna mencoba memahami pemikiran-pemikiran ulama terdahulu
yang telah terlebih dahulu hanyut dalam perdebatan panjang.

B. Definisi Akal dan Wahyu

Kata akal yang sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-aql yang
dalam bentuk kata benda, berlainan dengan al-wahy, tidak terdapat dalam Al-
Quran. Al-Quran hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluh dalam 1 ayat,
ta’qilun 24 ayat, na’qil 1 ayat, ya’qiluha 1 ayat dan ya’qilun 22 ayat. Kata-kata itu
datang dalam arti faham dan mengerti.
Kamus bahasa Arab Lisan Al-‘Arab menjelaskan bahwa al-‘aql berarti al-hijr
menahan dan al-‘aqil ialah orang yang menahan diri dan mengekang hawa nafsu.
Seterusnya diterangkan pula bahwa al-‘aql mengandung arti kebijaksanaan, al-nuha,
lawan dari lemah pikiran, al-humq. Selanjutnya disebut bahwa al-‘aql juga
mengandung arti kalbu, al-qalb.

Arti asli dari kata ‘aqala kelihatannya adalah mengikat dan menahan dan orang yang
‘aqil di jaman jahiliah, yang dikenal dengan hamiyyah atau darah panasnya, adalah
orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap
dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya.[1]

Dalam pemahaman Profesor Izutsu (Harun Nasution, 1986), kata ‘aql di jaman
jahiliah dipakai dalam arti kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam
istilah psikologi mpdern disebut kecakapan memecahkan masalah (problem-solving
capacity). Orang berakal, menurut pendapatnya adalah, orang yang mempunyai
kecakapan untuk menyelesaikan masalah, setiap kali ia dihadapkan dengan
problema dan selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang ia hadapi.
Kebijaksanaan praktis serupa ini amat dihargai oleh orang Arab jaman jahiliah.[2]

Wahyu sendiri berasal dari kata Arab al-wahy, dan al-wahy adalah kata asli Arab
dan bukan kata pinjaman dari bahasa asing. Kata itu berarti suara, api dan
kecepatan. Di samping itu ia juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan
kitab. Al-Wahy selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara tersembunyi
dan dengan cepat. Tetapi kata itu lebih dikenal dalam arti “apa yang disampaikan
Tuhan kepada nabi-nabi”.

Dalam kata wahyu dengan demikian terkandung arti penyampaian sabda Tuhan
kepada orang pilihanNya agar diteruskan kepada umat manusia dalam perjalanan
hidupnya baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Dalam Islam wahyu atau sabda
Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul semuanya
dalam Al-Quran.[3]

C. Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Teologi Islam

Teologi sebagai ilmu yang membahas soal ketuhanan dan kewajiban-kewajiban


manusia terhadap tuhan, memakai akal dan wahyu dalam memperoleh pengetahuan
tentang kedua hal tersebut. Akal, sebagai daya berpikir yang ada dalam diri manusia,
berusaha keras untuk sampai kepada diri Tuhan, dan wahyu sebagai pengkhabaran
dari alam metafisika turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang
Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan.

Banyak terdapat dalam buku-buku klasik tentang ilmu kalam yang membahas
persoalan akal dan wahyu, keduanya terkait dengan dua masalah pokok yang
masing-masing bercabang dua. Masalah pertama ialah soal mengetahui Tuhan dan
masalah kedua soal baik dan jahat. Masalah pertama bercabang menjadi mengetahui
Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan yang dalam istilah Arab disebut husnul
ma’rifah Allah dan wujud ma’rifah Allah.[4] Kedua cabang dari masalah kedua
ialah: mengetahui baik dan jahat, dan kewajiban mengerjakan perbuatan baik dan
kewajiban menjauhi perbuatan jahat atau ma’rifah i’tinaq al-hasan wa ijtinab al-
qabih, yang disebut al-tahsin wa al-taqbih.[5]

Sederhananya seperti ini:


1. Dapatkah akal mengetahui adanya Tuhan?
2. Kalau ya, dapatkah akal mengetahui kewajiban berterimakasih kepada Tuhan?
3. Dapatkah akal mengetahui apa yang baik dan apa yang jahat?
4. Kalau ya, dapatkah akal mengetahui bahwa wajib bagi manusia berbuat baik dan
wajib baginya menjauhi perbuatan jahat?

Polemik yang terjadi antara aliran-aliran teologi Islam yang bersangkutan ialah:
yang manakah di antara keempat masalah itu yang dapat diperoleh melalui akal dan
mana melalui wahyu? Masing-masing aliran memberikan jawaban-jawaban yang
berlainan.

Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa ke-empat masalah tersebut dapat diketahui


akal, golongan Asy’ariah mengatakan bahwa akal dapat mengetahui hanya satu dari
ke-empat masalah itu, yaitu adanya Tuhan. Menurut penjelasan Al-Asy’ari sendiri,
semua kewajiban dapat diketahui hanya melalui wahyu. Akal tak dapat menentukan
Sesuatu menjadi wajib dan dengan demikian tak dapat mengetahui bahwa
mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan jahat adalah wajib.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa akal dapat mengetahui adanya Tuhan, tetapi
mengetahui tentang kewajiban terhadap Tuhan diperoleh hanya melalui wahyu.

Jelas bahwa antara Mu’tazilah dan Asy’ariyah terdapat perbedaan besar mengenai
kesanggupan akal manusia. Kalau bagi aliran pertama daya fikir manusia adalah
kuat, bagi aliran kedua akal adalah lemah.

Kamu Maturidiah Samarkand memberi jawaban yang lain terhadap ke-empat


pertanyaan di atas. Bagi mereka hanya satu, yaitu kewajiban berbuat baik dan
menjauhi perbuatan jahat, yang tidak dapat diketahui oleh akal. Akal dapat
mengetahui adanya Tuhan, wajibnya manusia berterima kasih kepada Tuhan dan
kebaikan serta kejahatan.

Kaum Maturidiah Bukhara tidak sefaham dengan Samarkand dalam hal ini. Bagi
Bukhara hanya pengetahuan-pengetahuan yang dapat diperoleh akal. Adapun
kewajiban-kewajiban, itu wahyulah yang menentukannya. Jadi yang dapat diketahui
akal hanya dua dari ke-empat masalah di atas, yaitu adanya Tuhan dan kebaikan
serta kejahatan.

Jika diadakan perbandingan antara ke-empat golongan ini akan dijumpai bahwa dua
aliran memberi daya kuat kepada akal, aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiah
Samarkand dan dua aliran memandang akal manusia lemah, aliran Maturidiah
Bukhara dan Asy’ariah. Dan jika diperinci lebih lanjut lagi Mu’tazilah memberi
angka 4 kepada akal, Maturidiah Samarkand memberi angka 3, Maturidiah Bukhara
memberi angka 2, dan Asy’ariah memberi angka 1. Uraian di atas menunjukkan
bahwa akal mempunyai kedudukan terkuat dalam pendapat Mu’tazilah dan terlemah
dalam pendapat Asy’ariah.

Kalau demikian peranan akal dalam soal keagamaan, timbul pertanyaan: apa jadinya
fungsi wahyu? Pertanyaan ini terutama dihadapkan kepada golongan Mu’tazilah dan
maturidiah Samarkand yang memberikan daya kuat kepada akal manusia.

Akal dalam pendapat Mu’tazilah dapat mengetahui hanya garis-garis besar dari ke-
empat masalah di atas. Akal, kata Al Qadi ‘Abd Al-Jabbar, seorang pemuka
Mu’tazilah dapat mengetahui kewajiban-kewajiban secara umum, tetapi tidak
sanggup mengetahui perinciannya, baik mengenai hidup manusia di akhirat nanti,
maupun mengenai hidup manusia di dunia sekarang. Wahyu datang untuk
menjelaskan perincian dari garis-garis besar itu. Umpamanya akal dapat mengetahui
kewajiban manusia berterima kasih kepada Tuhan, tetapi tidak dapat mengetahui
cara dan perinciannya. Wahyulah yang menjelaskan cara dan perincian kewajiban
tersebut yaitu dalam bentuk salat lima kali sehari. Zakat sekali setahun, puasa
sebbulan setahun dan haji sekali seumur hidup.

Selanjutnya tidak semua kebaikan dan kejahatan dapat diketahui akal. Akal, kata
Ibnu Abi Hasyim, seorang tokoh Mu’tazilah lain, mengetahui kewajiban menjauhi
perbuatan-perbuatan yang membawa kemudaratan, tetapi ada perbuatan-perbuatan
yang tak dapat diketahui akal apakah membawa kebaikan atau kejahatan. Dalam hal
demikian wahyulah yang menentukan buruk atau baiknya perbuatan bersangkutan.
Umpamanya akal mengatakan bahwa meotong binatang adalah perbuatan tidak
baik. Tetapi wahyu turun menjelaskan bahwa menyembelih binatang untuk
keperluan-keperluan tertentu, seperti memperingati peristiwa keagamaan
bersejarah, memperkuat tali persahabatan dengan tetangga dan menunjukkan rasa
kasih sayang kepada fakir miskin, adalah baik.

Sejalan dengan pendapat ini kaum Mu’tazilah mengadakan perbedaan antara


qaba’ih aqliyah serta manakir ‘aqliyah perbuatan-perbuatan yang tidak baik
menurut pendapat akal dan qabaih syar’iyah serta manakir syar’iyah, perbuatan-
perbuatan yang tidak baik menurut wahyu. Juga mereka perbedakan antara wajibat
‘aqliyah serta taklif ‘aqli kewajiban yang ditentukan akal, dan wajibat syar’iyah
serta taklif sam’i wajibat syar’iyah kewajiban yang ditentukan wahyu.
Wahyu turun, di samping untuk hal-hal di atas, juga untuk memberi penjelasan
tentang perincian hukuman dan upah untuk memberi penjelasan tentang perincian
hukuman dan upah yang akan diterima manusia kelak di akhirat. Al-Qadi ‘Abd Al-
Jabbar menegaskan bahwa akal tidak dapat mengetahui besar kecilnya pahala di
surge dan hukuman di neraka nanti. Menurut Al-Jubba’I wahyulah yang
menjelaskan semua itu.

Jelas kiranya bahwa kaum Mu’tazilah, sungguhpun mereka memberi daya yang kuat
kepada akal, tidak membelakangkan wahyu, tetapi tetap berpegang dan berhajat
pada wahyu. Demikian pula kaum Maturidiah Samarkand. Adapun Maturidiah
Bukhara dan kaum Asy’ariah, bagi kedua aliran ini fungsi wahyu lebih banyak dari
padabegi kedua aliran di atas.

Bagi mereka hanya wahyulah yang dapat menentukan wajibnya bagi manusia
sebagai makhluk untuk berterimakasih kepada sang Pencipta, hanya wahyulah yang
dapat menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk dan hanya
wahyulah yang dapat mewajibkan orang berbuat baik dan mewajibkannya menjauhi
perbuatan jahat. Akal tidak mempunyai peranan dalam hal-hal ini. Bagi Asy’ariah
bahkan akal tidak dapat mengetahui kebaikan dan kejahatan. Sekiranya tidak ada
wahyu, manusia tidak akan dapat membedakan antara apa yang baik dan apa yang
buruk. Dalam hubungan ini Al-Asy’ari menjelaskan bahwa berdusta adalah
perbuatan jahat karena wahyu menentukan demikian; sekiranya wahyu mengatakan
berdusta adalah perbuatan baik, maka itu mesti baik, dan jika berdusta diwajibkan
Tuhan, maka ia mesti bersifat wajib.

Pandangan berbeda-beda terhadap akal dan wahyu sebagai diuraikan di atas


membawa perbedaan pula dalam pendapat-pendapat teologi dari aliran itu.
Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akalnyalah maka manusia
mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain di sekitarnya.
Bertambah tinggi akal manusia bertambah tinggi kesanggupannya untuk
mengalahkan kekuatan-kekuatan makhluk lain itu. bertambah lemah kekuatan akal
manusia bertambah rendah kesanggupannya menghadapai kekuatan-kekuatan lain
tersebut.

Sejalan dengan uraian ini, maka manusia dalam pandangan Mu’tazilah dan
Maturidiah Samarkand merupakan manusia yang kuat sedang dalam pandangan
Asy’ariah dan Maturidiah Bukhara manusia merupakan makhluk lemah.
Diungkapkan dengan kata-kata lain, kalau dalam paham aliran pertama manusia
merupakan dewasa dan dapat berdiri sendiri, dalam paham kedua aliran lainnya
manuia merupakan anak yang belum dewasa dan masih banyak bergantung pada
bimbingan orang lain.

Dalam perbandingan teologi memang dikenal bahwa Mu’tazilah dan Maturidiah


Samarkand termasuk dalam aliran yang mengatakan bahwa manusia mempunyai
kebebasan dalam menentukan kemauan dan perbuatannya (qadariah-free will and
free act) sedang kedua lainnya termasuk dalam aliran yang berpendapat bahwa
manusia tidak mempunyai kebebasan dalam kemauan dan perbuatannya (jabariah-
predestination).[6]

Kaum Mu’tazilah, dalam membela faham qadariah mereka, mempergunakan ayat-


ayat Al-Qur’an, antara lain:
“Siapa yang mau (percaya) percayalah dan siapa yang mau (tidak percaya)
janganlah ia percaya.” (QS, 18:96)

Kaum Asy’ariyah demikian juga membawa ayat-ayat Al-Quran untuk memperkuat


argumen rasional mereka. Umpamanya ayat:
“Tuhan menciptakan kamu dan perbuatan kamu.” (QS, 37:96)

Karena dianggap akal manusia mempunyai daya besar, diperbandingkan dengan


anggapan Al-Asy’ariah dan Maturidiah Bukhara, aliran teologi Mu’tazilah
mengambil bentuk rasionla yang kerasionalannya lebih tinggi dari kerasionalan
aliran-aliran lain. Dalam memahami ayat-ayat Al-Quran Mu’tazilah lebih bayak
memakai penafsiran majazi atau metaforis dari pada penafsiran lafdzi atau letterlek.
Sebagai umpama dapat disebut ayat-ayat tajsim atau antropomorfis yang terdapat
dalam Al-Quran. Wajah TUhan ditafsirkan menjadi esensi Tuhan dan tangan Tuhan
menjadi kekuasaan Tuhan. Asy’ari sebaliknya lebih banyak berpegang kepada arti
lafdzi, yaitu wajah tetap berarti wajah dan tangan tetap berarti tangan, hanya wajah
dan tangan Tuhan berbeda dari wajah dan tangan manusia.

Demikian juga terdapat perbedaan dalam pendapat-pendapat aliran-aliran itu


tentang kekuasaan, kehendak, keadilan Tuhan, perbuatan-perbuatan dan sifat-sifat
Tuhan.[7]
Perlu ditegaskan bahwa semua aliran teologi ini dalam memperkuat pendapat
mereka masing-masing, di samping membawa argumen-argumen rasional, juga
membawa ayat-ayat Al-Quran dianggap belum cukup kuat. Demikian juga semua
aliran itu, termasuk Mu’tazilah, dalam pemikiran teologis mereka, tidak menentang
nas atau teks ayat. Semuanya tunduk kapada nas atau teks Al-Quran; hanya nas itu
diberi interpretasi yang sesuai dengan pendapat akal. Perbedaannya hanyalah bahwa
golongan Mu’tazilah memberikan interpretasi yang sesuai dengan pendapat akal.
Perbedaannya hanyalah bahwa golongan Asy’ariah. Dengan kata lain, penafsiran
Asy’ariah dekat kepada arti lafdzi sedang penafsiran Mu’tazilah jauh dari arti lafdzi.
Tetapi, bagaimanapun semua aliran itu, termasuk Asy’ariah, mempergunakan akal
dalam memahami ayat-ayat Al-Quran.[8]

[1] Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986, hlm 5-6.
[2] Toshihiko Izutsu, Litt. D., God and Man in the Quran, Tokio, Keio University,
1964, hlm. 65.
[3] Ibid, hlm. 15
[4] Lihat al-Syahrastani, Kitab Nihayah al-Iqdam fi ‘Ilm al-Kalam (selanjutnya
disebut Nihayah) London, 1934, hlm.371.
[5] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986. Hlm 81-82
[6] Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986.
Hlm. 97-111
[7] Ibid. hlm. 112-139
[8] Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986. Hlm. 80-81
P E ND A H UL U AN
K e d u d u k a n a k a l d a n w a h yu d a l a m I s l a m m e n e m p a t i p o s i s i ya n g
s a n g a t t e r h o r m a t , m e l e b i h i agama-agama lain. karena Akal dan wahyu adalah suatu
yang sangat urgen untuk manusia, dialah yang memberikan perbedaan manusia untuk
mencapai derajat ketaqwaan kepada sang kholiq, akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu
sehingga mnghasilkan budi pekrti yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber kehidupan
dan juga tujuan dari baginda rasulullah SAW. Tidak hanaya itu dengan akal juga manusia
bisa menjadi ciptaan pilihan yang allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi
ini, begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar
biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Namun dalam menggunakan akal terbatas akan hal-hal bersifat tauhid, karena
ketauhitan sang pencipta tak akan terukur dalam menemukan titik ahir, begitu pula dengan
wahyu sang Esa, karena wahyu diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-mata untuk
menunjukkan kebesaran Allah. Maka dalam menangani anatara wahyu dana akal harus slalu
mengingat bahwa semua itu karna allah semata. Dan tidak akan terjadi jika allah tak
mengijinkannya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan terhadap allah karena
kesombongannya.

BAB II
RUMUSAN MAKALAH

1) Wahyu
2) Akal
3) Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam

BAB III
PEMBAHASAN

A. Wahyu

a. Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab ‫الوحي‬, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan
pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan.[1] Dan ketika Al-Wahyu
berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering
disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa
seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhada
Nabi-NabiNYA ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi.[2]
Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah
pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa
semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik
menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.
b. Fungsi wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksut memberi informasi
disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan,
menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian
upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan allah kepada
nabi-nabiNYA untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak
menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu
Allah SWT.

c. Kekuatan wahyu
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak
mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan
karena beberapa faktor antara lain:
1) Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
2) Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3) Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
4) Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
5) Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.

B. Akal

a. Pengertian Akal
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql (‫)العـقـل‬, yang
dalam bentuk kata benda.[3] Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh
(‫ )عـقـلوه‬dalam 1 ayat, ta’qiluun (‫ )تعـقـلون‬24 ayat, na’qil (‫ )نعـقـل‬1 ayat, ya’qiluha (‫ )يعـقـلها‬1 ayat
dan ya’qiluun (‫ )يعـقـلون‬22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka
dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk
membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya
sangat luas.
Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti
kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut
kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut
pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah.
Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir. Sedangkan
Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah: sutu daya yang hanya dimiliki manusia
dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain.

b. Fungsi Akal
Akal banyak memiliki fungsi dalam kehidupan, antara lain:

1. Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.


2. Sebagai alat untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang.
3. Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin
penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap
manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan
tersebut. Dan Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna
kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan
akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.
c. Kekuatan Akal
Tak seperti wahyu, kekuatan akal lebih terlihat jelas dan mudah dimengerti, seperti
contoh:
1) Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.
2) Mengetahui adanya hidup akhirat.
3) Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat
baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.
4) Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.
5) Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia mnjauhi perbuatan jahat untuk
kebahagiannya di akhirat.
6) Membuat hukum-hukum mengnai kwajiban-kwajiban itu.

C. Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam


Kedudukan antara wahyu dalam islam sama-sama penting. Karena islam tak akan
terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh
dalam segala hal dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan akal ibarat
penyeimbang. Andai ketika hukum islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal
akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu
tindakan yang terkena hukum tersebut.karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki
kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang
mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi
setiap manusia yang diberikan Allah.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan
berartiakal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan
untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat
akan selalucocok dengan syariat islam dalam permasalahan apapun. Dan W a h yu b a i k
berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi
N a b i Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang
sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu mmerupakan perintah yang berlaku
umum atas seluruh umat manusia, tanpamengenal ruang dan waktu, baik perintah
itu disampaikan dalam bentuk umum ataukhusus. A p a ya n g d i b a w a o l e h w a h yu
t i d a k a d a ya n g b e r t e n t a n g a n d e n g a n a k a l , b a h k a n i a sejalan dengan prinsip-
prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah -
pisah.W a h yu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan
m a n u s i a . b a i k p e r i n t a h maupun larangan. S e s u n g g u h n ya w a h y u y a n g b e r u p a
a l - q u r ’ a n d a n a s - s u n n a h t u r u n s e c a r a b e r a n g s u r - angsur dalam rentang waktu
yang cukup panjang.[4]
Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring perkembangan
zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah dari Allah terhadap
orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu tersebut. Apakah wahyu itu
benar dari Allah ataukah hanya pemikiran seseorang yang beranggapan smua itu wahyu.
Seperti pendapat Abu Jabbar bahwa akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu
perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain,
demikian pula akal tak mengetahui bahwa hkuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar
dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui
dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian
hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhira
Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam
konteks, yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumbr pengetahuan
manusia tentang tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada tuhan, tentang apa
yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari
yang buruk. Maka para aliran islam memiliki pendapat sendiri-sendiri antra lain:[5]
I. Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat
bahwa akal mmpunyai kemampuan mengetahui empat konsep tersebut.
II. Sementara itu aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran
kalam tradisional, mengatakan juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang
buruk akan mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.
III. Sebaliknya aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisional
juga berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya,
yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban melaksanakan
yang baik dan menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan wahyu.
IV. Sementara itu aliran maturidiah Bukhara yang juga digolongkan kedalam
pemikiran kalam tradisional berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni
mengetahui tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui dngan akal,
sedangkan dua hal lainnya yakni kewajiaban berterima kasih kepada tuhan serta kewajiban
melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui dengan
wahyu.
Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah Samarkand dan
mu’tazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka adalah surat as-sajdah, surat
al-ghosiyah ayat 17 dan surat al-a’rof ayat 185. Di samping itu, buku ushul fiqih berbicara
tentang siapa yang menjadi hakim atau pembuat hukum sebelum bi’sah atau nabi diutus,
menjelaskan bahwa Mu’tazilah berpendapat pembuat hukum adalah akal manusia sendiri.
dan untuk memperkuat pendapat mereka dipergunakan dalil al-Qur’an surat Hud ayat
24.Sementara itu aliran kalam tradisional mngambil beberapa ayat Al-qur’an sebagai dalil
dalam rangka memperkuat pendapat yang mereka bawa . ayat-ayat tersebut adalah ayat 15
surat al-isro, ayat 134 surat Taha, ayat 164 surat An-Nisa dan ayat 18 surat Al-Mulk.
Dalam menangani hal tersebut banyak beberapa tokoh dengan pendapatnya
memaparkan hal-hal yang berhubungan antara wahyu dan akal. Seperti Harun Nasution
menggugat masalah dalam berfikir yang dinilainya sebagai kemunduran umat islam dalam
sejarah. Menurut beliau yang diperlukan adalah suatu upaya untuk merasionalisasi
pemahaman umat islam yang dinilai dogmatis tersebut, yang menyebabkan kemunduran umat
islam karena kurang mengoptimalkan potensi akal yang dimiliki. bagi Harun Nasution
agama dan wahyu pada hakikatnya hanya dasar saja dan tugas akal yang akan menjelaskan
dan memahami agama tersebut.

[1] Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI Press, Jakarta, cetakan kedua, 1986.
[2] Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), UI Press, Jakarta,cet.V,1986.

[3] www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id

[4] Nasution, Harun, Tentang Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I,II.

[5] Atang, Metodologi Study Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK ILMU DALAM ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang disampaikan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai

Rasul-Nya mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah kurang lebih selama 23 tahun. Sebagai agama

wahyu, seperti telah disebutkan berulang-ulang, komponen agama Islam adalah akidah, syari’ah dan

akhlaq yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist. Selain komponen utama agama islam, di dalam

Al-Qur’an perkataan ilmu ( pengetahuan tentang sesuatu ) dalam berbagai bentuk disebut sebanyak

854 kali. Karena banyak dan seringnya perkataan itu disebut dalam berbagai hubungan atau konteks,

dapatlah disimpulkan bahwa kedudukan ilmu sangat penting dalam agama Islam. Perkataan ilmu

dilihat dari sudut kebahasaan bermakna penjelasan. Menurut Al-Qur’an, ilmu adalah suatu

keistimewaan pada manusia yang menyebabkan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain. Ini

tercermin, seperti dalam kisah nabi Adam sewaktu ditanya oleh Allah tentang nama-nama benda.

Adam dapat menjawab semua nama benda yang Allah tanyakan kepadanya. Dalam surat Al-Baqarah

(2):38. Allah berfirman sambil memerintahkan: “Hai Adam, beritahukan kepada mereka ( Iblis )

nama-nama benda”. Berdasarkan keterangan Al-Qur’an itu, manusia telah mempunyai potensi

berilmu dan mengembangkan ilmunya dengan izin Allah (Quraish Shihab, 1996 : 445).

Pandangan Al-Quran tentang ilmu dan teknologi juga dapat diketahui prinsip - prinsipnya

dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. “Bacalah dengan nama

Tuhanmu yang telah mencipta. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhan

engkau adalah Maha Mulia. Dia yang mengajarkan dengan qalam. Mengajari manusia apa-apa yang

tidak tahu. (QS Al-’Alaq [96]: 1-5).


BAB II

PEMBAHASAN

A. KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK ILMU DALAM ISLAM

Akal menghasilkan ilmu, dan ilmu berkembang dalam masa keemasan sejarah Islam. Agar dapat

dipelajari dengan baik dan benar. Sebagian klasifikasi ilmu itu asli dan berpengaruh, tetapi sebagian

lagi hanyalah pengulangan klasifikasi sebelumnya yang kemudian dilupakan orang. Pada massa Al-

Farabi, Al-Gazali, Qutubuddin telah berhasil mengklasifikasikan ilmu Islam menjadi beberapa bagian.

Ketiga tokoh tersebut adalah orang- orang pendiri terkemuka aliran intelektual dan mereka tumbuh

dan berkembang dalam periode-periode penting sejarah Islam. Adapun mereka telah

mengklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yakni :

1. Menurut Al-Farabi, perincian klasifikasinya yakni sebagai berikut :

a. Ilmu Bahasa

b. Ilmu Logika

c. Ilmu Matematis

d. Metafisika

e. Ilmu Politik, Ilmu Fiqih dan Ilmu Kalam

Karakteristik klasifikasi Ilmu Al-Farabi adalah sebagai berikut:

1) Para pengkaji dapat memilih subjek-subjek yang benar-benar membawa manfaat bagi dirinya.

2) Memungkinkan seseorang belajar tentang hierarki

3) Memberikan sarana yang bermanfaat dalam menentukan sejauh mana spesialisasi dapat ditentukan

secara benar.
4) Memberikan informasi kepada para pengkaji tentang apa yang seharusnya dipelajari sebelum

seseorang dapat mengklaim diri ahli dalam suatu ilmu tertentu.

2. Menurut Al-Gazali, perincian klasifikasinya yakni sebagai berikut :

a. Ilmu teoritis dan ilmu praktis

Ilmu teoritis adalah ilmu yang menjadikan keadaan-keadaan yang wujud diketahui sebagaimana

adanya.

Ilmu praktis berkenaan dengan tindakan-tindakan manusia untuk memperoleh kesejahteraan di

dunia dan di akhirat.

b. Ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai

Ilmu yang dihadirkan adalah bersifat langsung, serta merta, suprarasional ( diatas atau diluar

jangkauan akal ), intuitif ( berdasar bisikan hati ), dan kontemplatif ( bersifat renungan ). Dia biasa

menyebut dengan ilmu ladunni

Ilmu yang dicapai adalah ilmu yang dicapai oleh akal pikiran manusia (ilmu insani)

c. Ilmu keagamaan dan ilmu intelektual

Ilmu keagamaan adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dari para nabi, tidak hadir dari akal pikiran

manusia biasa.

Ilmu intelektual adalah berbagai ilmu yang dicapai atau diperolek melalui kemampuan intelek ( daya

atau kecerdasan berpikir ).

d. Ilmu fardu ‘ain dan ilmu fardu kifayah

Ilmu fardu ‘ain merujuk pada kewajiban agama yang mengikat setiap muslim dan muslimah.

Ilmu fardu kifayah lebih kepada hal-hal yang merupakan perintah ilahi yang bersifat mengikat

komunitas ( kelompok orang ) muslim dan muslimat menjadi satu kesatuan.


3. Menurut Qutubuddin Al-Syirazi, perincian klasifikasinya yakni sebagai berikut :

a. Ilmu – ilmu filosofis ( kefilsafatan )

b. Ilmu-ilmu nonfilosofi adalah ilmu-ilmu religius atau termasuk dalam ajaran wahyu.

Klasifikasi dari ke-3 tokoh tersebut terhadap ilmu pengetahuan, berpengaruh sampai kini. Di

tanah air kita sering mendengar klasifikasi ilmu dengan : ilmu agama dan ilmu umum.

Menurut Al-Qur’an ilmu dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Ilmu ladunni, yakni ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia.

b. Ilmu insani, yakni ilmu yang diperoleh karena usaha manusia.

Pembagian ilmu kedalam 2 golongan ini dilakukan karena menurut Al-Qur’an ada hal-hal yang

ada tetapi tidak diketahui manusia, ada pula yang wujud yang tidak

tampak. Ditegaskan dalam Al-Quran antara lain dalam firmanNya pada surat Al-Haqqah ayat 38-39

yang artinya:

“ Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan dengan yang tidak kamu lihat.”

Dari kalimat terakhir jelas bahwa obyek Ilmu ada 2 yakni : materi dan nonmateri, fenomena

dan nonfenomena, bahkan ada yang wujud yang jangankan dilihat diketahui manusia saja tidak.

Dari kutipan-kutipan ayat-ayat diatas jelas bahwa pengetahuan manusia hanyalah sedikit, dan telah

diregaskan oleh Allah dalam firmanNya:“ kamu tidak diberi ilmu ( pengetahuan ) kecuali sedikit.”(

Q.S 17 : 85 ). Walaupun sedikit namun manusia harus memanfaatkannya untuk kemaslahatan

manusia.

Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan

ilmiahnya. Disamping itu perlu dikemukakan bahwa manusia memiliki naluri haus pengetahuan,

sebagaimana telah dikemukan Rasulullah dalam sebuah hadistnya :


“ Ada 2 keinginan yang tidak pernah terpuaskan yaitu keinginan menuntut ilmu dan keinginan

mencari harta”

Yang perlu diusahakan adalah mengarahkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi

untuk kemaslahatan hidup, bukan untuk merusak dan membahayakan umat manusia. Pengarahnya

adalah agama dan moral yang selaras dengan ajaran agama. Disinilah letak hubungan antara agama

Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ( iptek )

yang bersumber dari akal dan penalaran manusia.

B. KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK ILMU KEPERAWATAN DALAM ISLAM

Profesi perawat merupakan pekerjaan yang mulia. Menurut handerson, tugas unik perawat

ialah membantu individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit melalui berbagai upayanya

melaksanakan berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau

proses meninggal dengan damai. Keperawatan juga merupakan manifestasi dari ibadah yang

berbentuk pelayanan profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal serta kiat keperawatanm berbentuk pelayanan bio-

psiko-sosial-kultural-spiritual yang komprehensif. Di dalam islam keperawatan tidak dapat

dipisahkan dari ajaran islam secara keseluruhan.

Seiring perkembangan kekhalifahan Islam, klasifikasi perkembangan dunia keperawatan

dalam dunia Islam terbagi dalam:

1. Masa penyebaran Islam (The Islamic Period) 570 – 632 M

Pada masa ini keperawatan sejalan dengan perang kaum Muslimin/jihad (holy wars), pada masa

ini Rufaidah binti Sa’ad memberikan kontribusinya kepada dunia keperawatan.

2. Masa setelah Nabi (Post Prophetic Era) 632 – 1000 M.


Masa ini setelah nabi wafat. Pada masa ini lebih didominasi oleh kedokteran dan mulai muncul

tokoh-tokoh Islam dalam dunia kedokteran seperti Ibnu Sina (Avicenna), dan Abu Bakar Ibnu

Zakariya Ar-Razi (Ar-Razi).

3. Masa pertengahan 1000 – 1500 M

Pada masa ini negara-negara di Jazirah Arab membangun rumah sakit dengan baik dan

memperkenalkan metode perawatan orang sakit. Di masa ini mulai ada pemisahan antara kamar

perawatan laki-laki dan perempuan dan sampai sekarang banyak diikuti semua rumah sakit di

seluruh dunia.

4. Masa Modern ( 1500 – sekarang )

Pada masa inilah perawat-perawat asing dari dunia barat mulai berkembang. Saat itu, seorang

perawat/bidan Muslimah pada tahun 1960 yang bernama Lutfiyyah Al-Khateeb mendapatkan

Diploma Keperawatan di Kairo.

C. KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

Al-Gazali menyebut dalam klasifikasinya, ilmu fardu ‘ain dan ilmu fardu kifayah. Istilah fardu

‘ain merujuk pada kewajiban agama yang mengikat setiap muslim dan muslimah. Ilmu fardu kifayah

merujuk pada hal-hal yang merupakan perintah Ilahi yang mengikat komunitas muslim dan muslimat

sebagai satu kesatuan, tidak mengikat setiap anggota komunitas.

Kalau klasifikasi Al-Gazali tersebut diatas dihubungkan dengan ilmu, maka menuntut ilmu

merupakan kewajiban semua umat manusia tidak memandang umur, jenis kelamin ataupun

derajatnya. Sesuai dengan keadaan, bakat, dan kemampuan. Bahwa mencari ilmu adalah kewajiban

bagi setiap manusia dasarnya baik dalam Al-Qur’an maupun di dalam al-Hadist.

Salah satu sifat Allah yang disebut dalam Al-Qur’an adalah ‘Alim yang berarti yang memiliki
pengetahuan. Oleh karena itu pula memiliki pengetahuan merupakan sifat Ilahi dan mencari

pengetahuan merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman. Dan apabila orang yang beriman

diwajibkan mewujudkan sifat-sifat Allah dalam diri mereka sendiri seperti dikatakan dalam sebuah

hadist maka setiap orang berkewajiban untuk beriman kepada Allah yang menjadi sumber segala

sesuatu, meneladani sifat-sifat-Nya dan pengetahuan, sehingga wawasan tentang Allah akan

mendarah daging bagi umat manusia. Namun tidak semua sifat Allah dapat kita teladani karena

keterbatasan kita menjadi umat yang telah diciptakanNya.

Pentingnya kita mempelajari dan memahami ilmu, yaitu :

a. Perbedaan yang jelas antara orang yang berilmu dengan orang yan g tidak berilmu.

b. Hanya orang –orang yang berakal yang dapat menerima pelajaran ( Q.S 39 : 9 )

c. Hanya orang yang berilmu yang mempu memahami hakikat sesuatu yang disampaikan Allah

melalui perumpamaan-perumpamaan ( Q.S 29 : 43 )

d. Allah memerintahkan agar manusia berdo’a agar ilmunya bertambah.

e. Orang yang mencari ilmu berjalan dijalan Allah, telah melakukan ibadah.

Pentingnya ilmu menurut agama Islam, dorongan serta kewajiban mencari dan menuntut

ilmu seperti disebutkan diatas, telah menjadikan dunia Islam pada suatu masa di zaman lampau

menjadi pusat pengembangan ilmu dan kebudayaan. Di masa yang akan datang kejayaan yang telah

ada itu, Insyaallah akan datang kembali kalau pemeluk agama Islam menyadari makna firman allah

“kalian adalah umat terbaik yang yang dilahirkan untuk manusia, mempelajari dan mengamalkan

agama Islam secara menyeluruh”.

Manfaat mempelajari ilmu bagi kehidupan kita, yaitu :

a. Akan mendapatkan pahala secara terus menerus bagi yang mengajarkannya.


b. Ilmu memberikan kepada yang memiliki pengetahuan untuk membedakan apa yang terlarang dan

yang tidak, menerangi jalan kesurga, kawan diwaktu sepi dan teman ketika kita kehilangan sahabat.

c. Ilmu memimpin kita kepada kebahagiaan, menghibur kita dalam duka, perhiasan dalam pergaulan,

perisai terhadap musuh.

D. ILMU ADALAH PEMIMPIN AMAL

1. Mu’adz bin Jabal –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,

;ُ‫تَا ِبعهُ َوال َع َملُ ال َع َم ُِل ِإ َمامُ ال ِع ْلم‬

“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.”

2. Allah ta’ala berfirman

ُ‫ّللا إِ َُّل إِلَهَُ َُل أَنَّهُ فَا ْعلَ ْم‬ ْ ‫ِل َذ ْنبِكَُ َوا‬
َُّ ‫ست َ ْغ ِف ُْر‬

“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selainAllah dan

mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad [47]: 19)

3. Al Muhallab rahimahullah mengatakan,


“Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih dahulu didahului dengan ilmu. Amalan

yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-harap ganjaran, dan merasa telah berbuat

ikhlas, maka ini bukanlah amalan. Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti amalannya orang

gila yang pena diangkat dari dirinya.”

4. Allah Ta’ala berfirman,

ُ‫ّللا َي ْرفَ ِع‬


َُّ َُ‫د ََر َجاتُ ا ْل ِع ْل َُم أوتوا َوالَّذِينَُ ِم ْنك ُْم آ َ َمنوا الَّذِين‬

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat.” (QS Al Mujadalah: 11)

5. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َُّ‫ارا ي َو ِرثوا لَ ُْم األ َ ْنبِيَا َُء إِن‬ ُْ ‫َوافِرُ بِ َحظُ أ َ َخ َُذ بِ ُِه أ َ َخ َُذ فَ َم‬
ً َ‫ن ا ْل ِع ْل َُم َو َّرثوا إِنَّ َما د ِْر َه ًما َو ُلَ دِين‬

“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu.

Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.”

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setiap muslim wajib menuntut ilmu. Rasulullah saw bersabda: “Menuntut ilmu adalah

kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Allah memberikan keutamaan dan

kemuliaan bagi orang-orang yang berilmu dalam firman-Nya dalam Al-Qur`an surat Al-Mujaadilah
ayat 11 : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang

diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Orang-orang yang berilmu akan pula dimudahkan

jalannya ke syurga oleh Allah dan senantiasa didoakan oleh para malaikat.

Sabda Rasullullah SAW :“Seorang alim (berilmu)dengan ilmunya dan amal perbuatannya

akan berada di dalam syurga, maka apabila seseorang yang berilmu tidak mengamalkan ilmunya

maka ilmu dan amalnya akan berada di dalam syurga, sedangkan dirinya akan berada dalam neraka”

(HR. Daiylami)

Keutamaan manusia dari makhluk Allah lainnya terletak pada ilmunya. Allah bahkan menyuruh

para malaikat agar sujud kepada Nabi Adam as karena kelebihan ilmu yang dimilikinya. Cara kita

bersyukur atas keutamaan yang Allah berikan kepada kita adalah dengan menggunakan segala

potensi yang ada pada diri kita untuk Allah atau di jalan Allah.

DAFTAR PUSTAKA
http://iffah-althafunnisa.blogspot.com/2013/02/kedudukan-ilmu-dalam-islam_9765.html

Asmadi, 2008. KONSEP DASAR KEPERAWATAN. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC
Salim, Muhammad Ibrahim.2002. Perempuan-Perempuan Mulia Di Sekitar Rasulullah Saw.Jakarta:
Gema insane
HADIST TENTANG KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

1. Hadits “Keutamaan Mempelajari Al Qur’an”


ُ‫خَـي ُْر ُك ْم َم ْن تَعَلَّ َم ْالقُ ْراآنَ َو َعلَّ َمه‬
Artinya : ”Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan
mengajarkannya”. (HR. Bukhari)

2. Hadits “Keutamaan Membaca Al Qur’an”


َ ‫ فَإِنَّهُ يَأْتِ ْي يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة‬، َ‫إِ ْق َر ُؤ ْالقُ ْراآن‬
ْ َ ‫ش ِف ْيعًا ِِل‬
‫ص َحابِ ْه‬
Artinya : ”Bacalah kamusekalian Al Qur’an, karena sesungguhnya Al Qur’an itu akan datang
pada Hari Kiamat sebagai penolong bagi para pembacanya”. (HR. Ahmad dan Muslim)

3. Hadits “Kewajiban Mencari Ilmu”


‫ضةٌ َعلَى ُك ِِّل ُم ْس ِل ٍم َو ُم ْس ِل َم ٍة‬
َ ‫طلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬
َ
Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim
perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)

4. Hadits “Menginginkan Kebahagiaan Dunia-Akhirat Harus Wajib dengan Ilmu”


‫ َو َم ْن أ َ َرادَ ُه َما فَعَلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬،‫آخ َرة َ فَعَلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬
ِ ‫ َو َم ْن أ َ َرادَ ْاال‬،‫َم ْن أ َ َرا دَالدُّ ْنيَا فَعَلَ ْي ِه بِا ْل ِع ْل ِم‬
Artinya : ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki
ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki
ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR.
Turmudzi)

5. Hadits “Keutamaan Mencari Ilmu”


َ ‫طلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ُه َو فِى‬
‫سبِ ْي ِل هللاِ َحتَّى يَ ْر ِج َع‬ َ ‫َم ْن خ ََر َج فِى‬
Artinya : ”Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga
ia pulang”. (HR. Turmudzi)

6. Hadits “Kewajiban dan Keutamaan Menuntut Ilmu”


‫ط ِر ْيقًا ِإلَى‬ َ ‫س فِ ْي ِه ِع ْل ًما‬
َ ‫س َّه َل هللاُ بِ ِه‬ ُ ‫ط ِر ْيقًا يَ ْلت َِم‬
َ َ‫سلَك‬
َ ‫َم ْن‬
‫ْال َجنَّ ِة‬
Artinya : ”Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu. Niscaya Allah
memudahkannya ke jalan menuju surga”. (HR. Turmudzi)

7. Hadits “Menuntut Ilmu”


‫ب ا ْل ِع ْل َم ِمنَ ْال َم ْه ِد إِلَى الَّلحْ ِد‬ ْ ُ‫أ‬
ِ ُ ‫طل‬
Artinya : ”Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat”. (Al Hadits)

8. Hadits “Keutamaan Kalimat Tahlil”


َ‫صا دَ َخ َل ْال َجنِّة‬
ً ‫َم ْن قَا َل ََلإِلَهَ إِ َّال هللاُ ُم ْخ ِل‬
Artinya : ”Barang siapa yang mengucapkan ‘Tiada Tuhan Selain Allah’ dengan ikhlas pasti
masuk surga”.

9. Hadits “Allah tidak suka orang yang suka bertengkar”


َ ‫الر َجا ِل إِلَى هللاِ ْاِلَلَدُّ ْال ِخ‬
‫صا ْم‬ ُ ‫أ َ ْبغ‬
ِّ ِ ‫َض‬
Artinya : ”Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah yang suka bertengkar”. (HR. Bukhari
dan Muslim)
10. Hadits “Tiga Macam Dosa Besar”
‫عقُ ْو ُق ْال َوا ِلدَي ِْن‬
ُ ‫ َو‬,‫ َو َقتْ ُل النَّ ْف ِس‬,ِ‫أ َ ْكبَ ُر ْال َكبَائِ ِر أ َ ْ ِْل ْش َراكُ بِاهلل‬
ُّ ُ ‫ش َهادَة‬
‫الز ْو ِر‬ َ ‫َو‬
Artinya : ”Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah dan membunuh manusia dan
berani kepada orang tua dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari)

11. Hadits “Tiga Tanda Orang Munafiq”


َ َ‫ َو ِإذَا َو َعدَ أ َ ْخل‬,‫ب‬
َ‫ َو ِإذَا ائْت ُ ِمنَ خَان‬,‫ف‬ َ َ‫َّث َكذ‬ ِ ‫آ َيةُ ْال ُمنَا ِف‬
ُ ‫ق ث َ َال‬
َ ‫ث؛ ِإذَا َحد‬
Artinya : ”Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga: bila berbicara dusta dan apabila berjanji
ingkar dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Bukhari & Muslim)

12. Hadits “Pengadu Domba Tidak Masuk Surga”


‫َال يَدْ ُخ ُل ْال َجنَّةُ نَ َّما ٌم‬
Artinya : ”Tidak Akan masuk surga pengadu domba”. (HR. Bukhari dan Muslim)

13. Hadits “Menyambung Silaturrahim/ Persaudaraan”


‫صلُ ْوا أَ ْر َحا َم ُك ْم‬
ِ ‫إِتَّقُ ْوهللاَ َو‬
Artinya : ”Bertaqwalah kepada Allah dan sambunglah tali persaudaraan diantara kamu
sekalian”. (HR. Ibnu ‘Asakir)

14. Hadits “Keutamaan Kebersihan”


‫ان‬ ِ ْ َ‫ظافَةُ ِمن‬
ِ ‫اْل ْي َم‬ َ َّ‫أَلن‬
Artinya : ”Kebersihan itu sebagian dari iman”. (HR. Turmudzi)

15. Hadits “Dua Warisan Rasul”


ُ ‫سنَّةَ َر‬
‫س ْو ِل ِه‬ َّ ‫َض ُّل أَبَدًا َماإِ ْن تَ َم‬
َ ‫س ْكت ُ ْم ِب ِه َما ِكت‬
ُ ‫َاب هللاِ َو‬ ِ ‫ت ََر ْكتُ فِ ْي ُك ْم أ َ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬.
Artinya : ”Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara kamu tidak akan tersesat selamanya,
selama kamu berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul”. (HR.
Hakim dan Lain-lain)

16. Hadits “Kesempurnaan Iman”


َ ْ‫أَ ْك َم ُل ْال ُمؤْ ِم ِنيْنَ ِإ ْي َمانًا أَح‬
‫سنُ ُه ْم ُخلُقًا‬
Artinya : ”Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik
akhlaqnya”. (HR.Ahmad)

17. Hadits “Hamba yang paling dicintai Allah SWT”


َ ْ‫أَ َحبُّ ِعبَا ِد هللاِ إِلَى هللاِ أَح‬
‫سنُ ُه ْم ُخلُقًا‬
Artinya : ”Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah mereka yang paling baik
akhlaqnya”. (HR. Thabrani)

18. Hadits “Orang mukmin bagai bangunan kokoh”


ُ ‫شدُّ بَ ْع‬
‫ضهُ بَ ْعضًا‬ ِ َ‫أ َ ْل ُمؤْ ِمنُ ِل ْل ُمؤْ ِم ِن ك َْالبُ ْني‬
ُ َ‫ان ي‬
Artinya : ”Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya adalah bagaikan sebuah bangunan
yang saling menguatkan sebagiannya kepada sebagian yang lainnya”. (HR. Bukhari dan
Muslim)

19. Hadits “Sikap Orang Beriman/ Islam tidak akan menyakiti”


َ ‫س ِل َم ْال ُم ْس ِل ُم ْونَ ِم ْن ِل‬
‫سانِ ِه َويَ ِد ِه‬ َ ‫أ َ ْل ُم ْس ِل ُم َم ْن‬
Artinya : ”Orang islam sejati adalah apabila orang islam yang lain merasa aman dari ucapan
dan tangannya”. (HR. Muslim)
20. Hadits “Yang Muda Menghormati yang lebih tua”
‫ص ِغي َْرنَا َوي َُوقِِّ ْر َكبِي َْرنَا‬
َ ‫ْس ِمنَّا َم ْن لَ ْم يَ ْر َح ْم‬
َ ‫لَي‬
Artinya : ”Bukan termasuk golongan kita orang yang tidak menyayangi generasi muda dan
tidak menghormati generasi tua”. (HR. Turmudzi)

21. Hadits “Perintah Sholat”


َ ُ ‫ارأ َ ْيت ُ ُم ْونِى أ‬
‫ص ِلِّى‬ َ ‫صلُّ ْوا َك َم‬
َ
Artinya : ”Shalatlah kamu sekalian seperti kamu melihatku melakukan shalat”. (HR. Bukhari)

22. Hadits “Keutamaan Menunjukkan kepada kebenaran”


‫َم ْن دَ َّل َعلَى َخي ٍْر فَلَهُ ِمثْ ُل أَجْ ِرفَا ِع ِل ِه‬
Artinya : ”Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan maka baginya pahala seperti pahala
pelakunya”. (HR.Muslim)

23. Hadits “Amal yang paling dicintai oleh Allah SWT”


‫أَ َحبُّ ْاِل َ ْع َما ِل ِإلَى هللاِ أد َْو ُم َها َو ِإ ْن قَ َل‬
Artinya : ”Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang terus menerus walaupun
sedikit”. (HR. Bukhari & Muslim)

24. Hadits “Larangan Membuka Aurat”


‫ِإنَّانُ ِه ْينَا أ َ ْن ت ُ َرى َع ْو َراتُنَا‬
Artinya : ”Sesungguhnya kita dilarang memperlihatkan aurat kita”.

25. Hadits “Perintah Kasih Sayang”


‫اء‬
ِ ‫س َم‬ ِ ‫ِإ ْر َح ْم َم ْن فِى ْاِل َ ْر‬
َّ ‫ض َي ْر َح ْمكَ َم ْن فِى ال‬
Artinya : ”Sayangilah siapa saja yang ada di gmuka bumi niscaya akan menyayangi kamu
siapa saja yang ada di langit”. (HR. Thabrani & Hakim)

26. Hadits “Hak dan Kewajiban Sesama Muslim”


ِ َ‫ َوتَ ْش ِميْتُ ْالع‬,ِ‫ َوإِ َجابَةُ الدَّع َْوة‬,‫ع ْال َجنَائِ ِز‬
‫اط ِس‬ ِ ‫ َو ِعيَادَة ُ ْال َم ِري‬,‫س؛ َردُّالس ََّال ِم‬
ُ ‫ َواتِِّبَا‬,‫ْض‬ ٌ ‫َح ُّق ْال ُم ْس ِل ِم َعلَى ْال ُم ْس ِل ِم خ َْم‬
Artinya : ”Kewajiban seorang muslim kepada muslim yang lainnya ada lima hal:
1. Menjawab salam
2. Menengok orang sakit
3. Mengiring jenazah
4. Menghadiri undangan
5. Dan mendoakan orang yang bersin”. (HR. Ibnu Majah)

27. Hadits “Senyum Adalah Shodaqoh”


ٌ‫صدَقَة‬
َ َ‫س ُمكَ فِى َوجْ ِه أَ ِخ ْيك‬
ُّ َ‫تَب‬
Artinya : ”Senyummu kepada saudaramu adalah shodaqoh”. (HR. Ibnu Hibban)

28. Hadits “Kedudukan Ibu Dalam Islam”


ِ ‫أَ ْل َجنَّةُ تَحْ تَ أ َ ْقدَ ِام ْاِل ُ َّم َها‬
‫ت‬
Artinya : ”Surga itu di bawah telapak kaki ibu”. (HR. Ahmad)

29. Hadits “Kedudukan Orang Tua Dalam Agama Islam”


‫س ْخ ِط ْال َوا ِلدَي ِْن‬
ُ ‫ط هللاِ ِفى‬ ُ ‫ضى ْال َوا ِلدَي ِْن َو‬
ُ ‫س ْخ‬ َ ‫ض هللاِ ِفى ِر‬
َ ‫ِر‬
Artinya : ”Ridho Allah tergantung pada kerelaan kedua orang tua dan murka Allah
tergantung pada kemarahan orang tua”. (HR. Turmudzi)
30. Hadits “Wanita Sholehah Adalah Hiasan Dunia”
َّ ‫ع َوخَ ي ُْر َمت َاعِ ْالدُّ ْنيَا أَ ْل َم ْر َءة ُ ال‬
ُ‫صا ِل َحة‬ ٌ ‫أَلدُّ ْنيَا َمت َا‬
Artinya : ”Dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita
sholehah”.

31. Hadits “Allah Maha Indah”


‫إِ َّن هللاَ َج ِم ْي ٌل َوي ُِحبُّ ْال َج َما َل‬
Artinya : ”Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan”. (HR. Muslim)

Anda mau dapat sms motivasi dari Kurma ?


Silahkan daftarkan sekarang juga, caranya mudah kok, ketik :
DAFTAR#NAMA#KOTA
KIRIM KE 0897260202
"SALING MEMOTIVASI, SALING BERBAGI ILMU ITU INDAH

Nabi bersabda: ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”. (HR. Ibnu Majah)

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu
hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebahagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu”
apakah yang dimaksud dalam hadis ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala
atau Rasul-Nya Muhammad SAW menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-
Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu agama, termasuk kata “ilmu” yang terdapat
dalam hadis di atas.

Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan manusia juga di hadapan Allah:
”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-
Zumar [39]: 9).

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa darjat.” (Al-Mujadilah:11)

Itulah kemulian orang yang berilmu!

Menuntut ilmu itu satu tuntutan yang begitu besar:


“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan
menuju surga.” (HR.Muslim)

“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan fahamkan dia dalam
(masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari)

Dalam hadis lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang
bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah
SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau
pun di akhirat.
Allah berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi
tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, nescaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha
perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)

Oleh kerana itu, Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni
a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’u”. ‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang
tidak bermanfaat.’

Kita menuntut ilmu dunia selama 12 tahun dari tahun 1 hingga tahun 6, disambung pula
dengan tingkatan 1 hingga tingkatan 5 dan selepas itu melanjutkan pelajaran ke universiti.
Setiap hari paling tidak 5 jam kita mempelajari ilmu dunia. Tapi pernahkah kita menghitung
berapa lama kita belajar ilmu agama? Adakah sejam sehari? atau hanya sejam atau dua jam
dalam satu minggu??

Jika tidak, sungguh malang nasib kita, padahal ilmu agama penting bagi kita guna
mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Bukankah kebahagiaan di akhirat lebih baik dan lebih
kekal? Bukankah hidup di dunia hanya sekejap saja?

Meski kita berpangkat besar seperti Profesor atau Doktor Pakar sekali pun, tapi jika tidak
tahu ilmu agama apakah yang akan kita bawa untuk kembali ke alam akhirat nanti?

Tentu saja bukan maksud kita menyanggah kepentingan ilmu dunia. Mempelajari ilmu dunia
yang bermanfaat adalah fardu kifayah. Sejarah Islam menunjukkan bahwa meski pun umat
Islam gemar mempelajari ilmu agama, namun ilmu dunia mereka juga tinggi. Angka yang
dunia pakai sekarang adalah angka Arab (Arabic Numeral) yang diperkenalkan sarjana
Muslim kepada dunia. Bukan angka Romawi atau Eropa! Aljabar (Algebra), Algoritma yang
mengembangkannya adalah sarjana Muslim: Al Khawarizm. Demikian pula di bidang
kedoktoran dikenal Avicenna (Ibnu Sinna), di bidang sosial Averroes (Ibnu Rusyid), dan
sebagainya. Kimia (Chemical) juga berasal dari bahasa Arab Alkimia (Alchemy). Yang
memperkenalkan angka 0 ke dunia adalah ummat Islam. Itulah prestasi ummat Islam di
bidang ilmu dunia.

Jika sebahagian muslim sudah mempelajarinya (misalnya ada beberapa orang yang belajar
ilmu kedoktoran), maka gugurlah kewajiban itu bagi yang lainnya. Tapi mempelajari ilmu
agama adalah fardu ‘ain, kewajiban bagi setiap Muslim. Tanpa ilmu, maka semua amalnya
akan menjadi sia-sia.

Jadi kesimpulannya, sebagai seorang Muslim kita wajib mempelajari ilmu dunia dan lebih-
lebih lagi ilmu akhirat
Kewajiban Menuntut Ilmu

Nah, tahukah Anda bahwa di dalam Islam, menuntut ilmu itu wajib hukumnya,
sebagaimana Nabi bersabda. “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.”
(HR.Bukhari).

Ditambah lagi dalam firman Allah “Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan
manusia juga di hadapan-Nya”.Selain itu Allah juga menegaskan bahwa akan
mengangkat derajat orang yang mempunyai ilmu pengetahuan. Seperti di bawah ini

” ….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-
Zumar [39]: 9).

Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui? (Az-Zumar:9)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah:11).

Menuntut ilmu itu pahalanya begitu besar:

“Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan
jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penunutu
ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim)

“Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam
sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)

“Barangsiap menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan
menuju surga.” (HR.Muslim)

“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia
dalam (masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari)

Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang
bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada
Allah SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat baik
di dunia mau pun di akhirat.

Rasulullah saw bersabda: “Apabila anak cucu adam itu wafat, maka terputuslah amalannya
kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan
orangtuanya.” (HR.Muslim, dari Abu Hurairah ra)

Allah berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi
tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha
perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)

Bagaimana dengan orang yang selalu mengamalkan ilmunya?

“Sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat-Nya, serta penghuni langit dan bumi, hingga
semut yang ada pada lubangnya, dan ikan hiu yang ada di lautan akan membacakan shalawat
atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (Merupakan bagian dari hadits Abu
Umamah di atas.).

Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengajar orang lain kepada suatu petunjuk, maka dia
akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melaksanakan petunjuk itu, tanpa
mengurangi pahala mereka sama sekali.”

Nabi bersabda, ”Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui, maka Allah akan
mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya, dan Allah akan menolong dia dalam
amalan nya sehingga ia mendapatkan surga. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan
ilmunya maka ia tersesat oleh ilmunya itu. Dan Allah tidak menolong dia dalam amalannya
sehingga ia akan mendapatkan neraka“.

Banyak to keutamaan mencari ilmu dengan manfaat mengamalkan ilmu. Terus


bagaimana selengekan pada awal notes ini? Bagaimana seharusnya niat yang ada
didalam hati dalam mencari ilmu?

Dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al Ghazali menulis sebagai berikut : “Wahai, hamba
Allah yang rajin menuntut ilmu.Jika kalian menuntut ilmu, hendaknya dengan niat yang
ikhlas karena Allah semata-mata. Di samping itu, juga dengan niat karena melaksanakan
kewajiban karena menuntut ilmu wajib hukumnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki maupun perempuan” [HR Ibnu
Abdul barr]

Janganlah sekali-kali engkau menuntut ilmu dengan maksud untuk bermegah-megahan,


sombong, berbantah-bantahan, menandingi dan mengalahkan orang lain (lawan bicara), atau
supaya orang mengagumimu. Jangan pula engkau menuntut ilmu untuk dijadikan sarana
mengumpulkan harta benda kekayaan duniawi. Yang demikian itu berarti merusak agama dan
mudah membinasakan dirimu sendiri.

Nabi SAW mencegah hal seperti itu dengan sabdanya. “Barangsiapa menuntut ilmu yang
biasanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah, tiba-tiba ia tidak mempelajarinya, kecuali
hanya untuk Mendapatkan harta benda keduniaan, maka ia tidak akan memperoleh bau
harumnya surga pada hari kiamat. ” [HR Abu Dawud]

Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya


terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk
perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau
rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu, maka
baginya neraka…neraka.” [HR Tirmidzi & Ibnu Majah]

Terkait dengan harta bagaimana?


Jawaban-jawaban dari Imam Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang mana yang lebih
utama antara Ilmu dengan harta :

” Ilmu lebih utama daripada harta, Ilmu adalah pusaka para Nabi, sedang harta adalah
pusaka Karun, Sadad, Fir’aun, dan lain-lain.”

” Ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu menjagamu sedangkan harta malah
engkau yang harus menjaganya.”

” Harta itu bila engkau tasarrufkan (berikan) menjadi berkurang, sebaliknya ilmu jika
engkau tasarrufkan malahan bertambah.”

” Pemilik harta disebut dengan nama bakhil (kikir) dan buruk, tetapi pemilik ilmu disebut
dengan nama keagungan dan kemuliaan.

” Pemilik harta itu musuhnya banyak, sedangkan pemilik ilmu temannya banyak.”

” Ilmu lebih utama daripada harta, karena diakhirat nanti pemilik harta akan dihisab,
sedangkan orang berilmu akan memperoleh safa’at.”

” Harta akan hancur berantakan karena lama ditimbun zaman, tetapi ilmu tidak akan rusak
dan musnah walau ditimbun zaman.”

” Harta membuat hati seseorang menjadi keras, sedang ilmu malah membuat hati menjadi
bercahaya.”

” Ilmu lebih utama daripada harta, karena pemilik harta bisa mengaku menjadi Tuhan
akibat harta yang dimilikinya, sedang orang yang berilmu justru mengaku sebagai hamba
karena ilmunya.”

Lalu, apakah semua ilmu akan mendapatkan balasan luar biasa seperti diatas? Tidak.
Hanyalah ilmu yang bermanfaatlah yang mendapatkan ini semua. Apa sih ilmu yang
bermanfaat?

“Ya, Rabbi. apakah ilmu yang bermanfaat itu ? ” tanya Nabi Daud.

“Ialah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui keluhuran, keagungan, kebesaran, dan
kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala sesuatu.Inilah yang mendekatkan engkau kepada-
Ku.”

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ar Rabi-i’, Rasulullah SAW bersabda,
“Tuntutlah ilmu. Sesungguhnya, menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza
wa Jalla, sedangkan Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah
shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya didunia dan
akhirat.”

Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni
a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’u”.‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang
tidak bermanfaat.’
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Allah SWT Memberi wahyu kepada Nabi Dawud
a.s. Firman-Nya, “Wahai, Dawud. Pelajarilah olehmu ilmu yang bermanfaat.”

Itulah sedikit hal yang perlu diperhatikan dalam menjadi pencari ilmu. Baik sebagai
penyemangat dan menjadi ilmu buat kedepan. Ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang
menyebabkan kita semakin dapat mengenal Allah, yang dapat kita amalkan, yang membuat
kita rendah hati serta terhindar dari sifat takabur. Semoga kita dapat menjadi pribadi yang
haus akan ilmu yang bermanfaat yang akan berguna bagi kita di dunia dan di akhirat. Amin..

Contoh Makalah

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA

Tugas Mandiri
Mata Kuliah : Perkembangan Peserta Didik

#LOGO#

Disusun oleh :

Nama : YULI SITI RODIYAH

NIM : 2013150152

Ruang : 02 PPKMB

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

UNIVERSITAS PAMULANG

2014

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya layak tercurahkan kepada Allah SWT. , karena atas
limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak
untuk diteladani, yang seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya
kebaikan. Sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri ini tepat pada waktunya.
Penulis sangat tertarik untuk mengajukan Judul : KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN
SOSIAL REMAJA.

Banyak kesulitan dan hambatan yang Penulis hadapi dalam membuat tugas mandiri ini tapi
dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga Penulis
mampu menyelesaikan tugas mandiri ini dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini,
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

 Perempuan istimewa Mamah dan Alm ayah yang selalu menjadi inspirasiku, serta
mencurahkan kasih sayang tanpa pamrih.
 Bapak Sucipto sebagai dosen Perkembangan Peserta Didik. Semoga ilmunya berkah dan
menjadi aliran amal hingga kelak di Barzakh.
 Mahardika, yang sudah memberikan motivasinya dan teman – teman kelas 02PPKMB.

Penulis menyimpulkan bahwa tugas mandiri ini masih belum sempurna, oleh karena itu
Penulis menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas mandiri ini dan bermanfaat bagi
Penulis dan pembaca pada umumnya.

Pamulang, Maret 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL……………………………………………………………………………………… i

KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………
…. ii

DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………………………
… iv

BAB
I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………
.. 1

1. Latar Belakang…………………………………………………………………………… 1
2. Rumusan Masalah………………………………………………………………………. 2

BAB
II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………
….. 3

1. Pengertian Perkembangan Sosial………………………………………………….. 3


2. Ciri Perkembangan Sosial……………………………………………………………. 3
3. Penyesuaian Karakteristik Sosial Remaja………………………………………. 4
4. Transisi Sosial……………………………………………………………………………. 5
5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial…………….. 5

BAB V KESIMPULAN DAN


SARAN……………………………………………………….. 8

DAFTAR
PUTAKA……………………………………………………………………………………….
8

Pada unduhan akan lebih rapih, dan sama rata marginnya.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peserta didik adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, ia membutuhkan orang lain
untuk dapat tumbuh kembang menjadi manusia yang utuh. Dalam perkembangannya,
pendapat dan sikap peserta didik dapat berubah karena interaksi dan saling berpengaruh antar
sesama peserta didik maupun dengan proses sosialisasi. Dengan mempelajari perkembangan
hubungan sosial diharapkan dapat memahami pengertian dan proses sosialisasi peserta didik.

Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam arti belum memiliki kemampuan
dalam berinteraksi dengan orang lain. Perkembangan sosial pada masa remaja berkembang
kemampuan untuk memahami orang lain sebagai individu yang unik. Baik menyangkut sifat-
sifat pribadi, minat, nilai-nilai atau perasaan sehingga mendorong remaja untuk bersosialisasi
lebih akrab dengan lingkungan sebaya atau lingkungan masyarakat baik melalui persahabatan
atau percintaan. Pada masa ini berkembangan sikap cenderung menyerah atau mengikuti
opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, keinginan orang lain. Ada lingkungan sosial
remaja (teman sebaya) yang menampilkan sikap dan perilaku yang dapat dipertanggung
jawabkan misalnya: taat beribadah, berbudi pekerti luhur, dan lain-lain. Tapi ada juga
beberapa remaja yang terpengaruh perilaku tidak bertanggung jawab teman sebayanya,
seperti : mencuri, pergaulan bebas, narkotik, miras, dan lain-lain. Remaja diharapkan
memiliki penyesuaian sosial yang tepat dalam arti kemampuan untuk mereaksi secara tepat
terhadap realitas sosial, situasi dan relasi baik di lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.

Oleh karena itu, penyusun ingin membuat makalah dengan judul : “Karakteristik
Perkembangan Sosial Remaja”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan sosial ?


2. Apa saja ciri – ciri perkembangan sosial remaja ?
3. Apa saja ruang lingkup perkembangan karakteristik sosial remaja ?
4. Bagaimana transisi sosial remaja ?
5. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial ?

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial adalah kemajuan yang progresif melalui kegiatan yang terarah dari
individu dalam pemahaman atas warisan sosial dan formasi pola tingkah lakunya yang luwes.
Hal itu disebabkan oleh adanya kesesuaian yang layak antara dirinya dengan warisan sosial
itu.

Menurut Elizabeth B. Hurlock, perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam


bersikap atau tata cara perilakunya dalam berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat.

Jadi, dapat diartikan bahwa perkembangan sosial akan menekankan perhatiannya kepada
pertumbuhan yang bersifat progresif. Seorang individu yang lebih besar tidak bersifat statis
dalam pergaulannya, karena dirangsang oleh lingkungan sosial, adat istiadat, kebiasaan –
kebiasaan kelompok dimana ia sebagai salah satu anggota kelompoknya.

B. Ciri Perkembangan Sosial Remaja

 Berkembangnya kemampuan memahami orang lain.


 Pemilihan persahabatan dengan kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya.
 Berkembangnya sikap kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti pendapat, nilai,
kebiasaan, kegemaran, atau keinginan sebaya.
 Memiliki kemampuan merekasi yang tepat terhadap realitas sosial.

C. Penyesuaian Karakteristik Sosial Remaja

Remaja yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang
terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Mereka belum memahami benar tentang
norma-norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat
menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi, karena mereka sukar untuk menerima
norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap
canggung dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan
adanya upaya pengembangan hubungan sosial remaja diantaranya :

 Lingkungan Keluarga
o Menjalin hubungan yang baik dengan anggota keluarga.
o Menerima otoritas orang tua.
o Bertanggung jawab norma-norma yang berlaku dikeluarga.
o Berusaha untuk membantu anggota keluarga, sebagai individu maupun kelompok
dalam mencapai tujuannya.
 Lingkungan Sekolah.
o Menghormati dan menerima peraturan sekolah.
o Berpartisipasi dalam kegiatan sekolah.
o Bersosisalisasi dengan lingkungan sekolah.
 Lingkungan Masyarakat
o Menghormati hak-hak orang lain
o Bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat.
o Bersimpati dan empati terhadap kesejahteraan orang lain.
o Menghormati nilai-nilai, hukum, tradisi dan kebijakan yang berlaku dimasyarakat.

D. Transisi Sosial

Santrock (2003: 24) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan
dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan
dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan
agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam
peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-
emosional dalam perkembangan remaja. John Flavell (dalam Santrock, 2003: 125) juga
menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka secara
efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan kompetensi sosial
mereka.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan
anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi
dan inteligensi.

a. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai


aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam
keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya
keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak.

Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan
oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap
lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.

b. Kematangan Anak

Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan


dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan
intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.

Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik
sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.

c. Status Sosial Ekonomi


Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang
independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak
itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan
kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.

Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang
telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak
akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu,
maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam
pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi
“terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan
normanya sendiri.

d. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di
dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti
luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga,
masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja
diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).

Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi
dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan antarbangsa.
Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

e. Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi

Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,


memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi,
kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.

Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama
dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya, Penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia berkaitan


dengan meningkatnya kebutuhan manusia.
2. Perhatian remaja mulai tertuju pada pergaulan dimasyarakat dan mereka membutuhkan
pemahaman tentang norma kehidupan yang kompleks. Pergaulan remaja banyak
diwujudkan dalam bentuk kehidupan kelompok terutama kelompok sebaya.Perkembangan
anak remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : kondisi keluarga, kematangan anak,
status sosial ekonomi keluarga, pendidikan, dan kapasitas mental terutama intelek dan
emosi.
3. Saran

Sesuai dengan kesimpulan diatas, Penulis menyarankan setiap calon peserta didik dapat
memahami konsep perkembangan sosial peserta didiknya.

DAFTAR PUSTAKA

“KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA”,


http://nahdamar.blogspot.com/2013/03/karakteristik-perkembangan-sosial-remaja.html

“KARAKTERISTIK REMAJA” http://belajarpsikologi.com/karakteristik-remaja/

Anda mungkin juga menyukai