Anda di halaman 1dari 53

MANAJEMEN KELAS

Diktat

Oleh:

Imam Gunawan, S.Pd., M.Pd

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Agustus 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmad dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Diktat Matakuliah Manajemen Kelas. Manajemen kelas mendukung dalam
mewujudkan pembelajaran yang efektif. Manajemen kelas yang diterapkan oleh
seorang guru mempengaruhi keefektifan pembelajaran di kelas. Kepala sekolah
dan supervisor sebagai orang yang memiliki tugas untuk membantu guru dalam
meningkatkan kualitas pembelajarannya, sudah sepatutnya harus memahami
tentang manajemen kelas.
Diktat ini terbagi menjadi tiga bab, yakni Bab I Konsep Dasar Manajemen
Kelas, membahas tentang pengertian manajemen kelas, tujuan manajemen kelas,
prinsip-prinsip manajemen kelas, dan masalah-masalah dalam manajemen kelas.
Bab II Aspek dan Fungsi Manajemen Kelas, membahas tentang aspek manajemen
kelas dan fungsi manajemen kelas. Bab III Pendekatan Manajemen Kelas,
membahas tentang pendekatan pengubahan perilaku, pendekatan iklim sosio-
emosional, dan pendekatan proses kelompok.
Akhirnya diktat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca dan
berkontribusi konstruktif bagi perkembangan ilmu pendidikan.

Malang, Agustus 2015

Imam Gunawan, S.Pd., M.Pd

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I KONSEP DASAR MANAJEMEN KELAS


A. Pengertian Manajemen Kelas ............................................ 1
B. Tujuan Manajemen Kelas .................................................. 8
C. Prinsip-prinsip Manajemen Kelas ...................................... 11
D. Masalah-masalah dalam Manajemen Kelas ....................... 13

BAB II ASPEK DAN FUNGSI MANAJEMEN KELAS


A. Aspek Manajemen Kelas ................................................... 16
B. Fungsi Manajemen Kelas .................................................. 28

BAB III PENDEKATAN MANAJEMEN KELAS


A. Pendekatan Pengubahan Perilaku ...................................... 35
B. Pendekatan Iklim Sosio-Emosional ................................... 42
C. Pendekatan Proses Kelompok ........................................... 46

DAFTAR RUJUKAN ................................................................................ 49

ii
BAB I
KONSEP DASAR MANAJEMEN KELAS

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak terlepas dari kegiatan


pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa di kelas. Upaya pencapaian tujuan
pendidikan sekolah adalah manajemen kelas yang baik dalam arti seluas-luasnya.
Mutu pembelajaran guru adalah cerminan mutu pendidikan sekolah. Hal inilah
yang menjadi dasar bahwa pembinaan manajemen kelas sangat urgen dilakukan.
Supriyanto (2003:43) menyatakan pembinaan pendidikan diarahkan pada kelas
dan konsekuensinya amatlah wajar jika dikelola secara baik dan optimal.
Manajemen kelas merupakan persyaratan penting yang menentukan terciptanya
pembelajaran yang efektif. Manajemen kelas yang efektif adalah suatu segi
penting dari proses belajar mengajar. Ketika siswa merasa bahwa kelas adalah
seperti rumahnya sendiri, maka ia akan belajar dengan rasa senang dan lapang.

A. PENGERTIAN MANAJEMEN KELAS


Penciptaan kelas yang nyaman merupakan kajian dari manajemen kelas,
sebab manajemen kelas merupakan serangkaian perilaku guru dalam upayanya
menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik
untuk belajar dengan baik. Keefektifan manajemen kelas sangat tergantung
kepada bagaimana guru memahami berbagai aspek pelaksanaannya. Aspek sifat
kelas, situasi kelas, dan tindakan efektif kreatif dari guru sangat menentukan
apakah manajemen kelas yang dilakukannya dapat dilaksanakan sesuai dengan
apa yang diharapkan atau tidak. Sifat dan situasi kelas perlu diperhatikan dan
hasilnya dapat digunakan untuk menentukan bentuk dan metode pendekatan
dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan. Selanjutnya guru juga harus paham
dengan apa yang menjadi tujuan dari manajemen kelas yang dilakukannya,
sehingga apa yang dikerjakan mengarah kepada satu titik tujuan yang hendak
dicapai dengan batasan-batasan yang sudah ditentukan. Sehingga setiap apa yang
dilakukannya dapat diukur dalam pengertian pemahaman tentang faktor-faktor
pendukung terhadap lancarnya kegiatan pengelolaan menjadi satu aktivitas di
dalamnya.

1
Inovasi dalam bidang pendidikan terus digalakkan guna menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam bidang pendidikan. Inovasi
dalam bidang pendidikan tersebut seperti kurikulum, metode mengajar, media
pembelajaran, administrasi pendidikan, dan strategi pembelajaran. Implikasi dari
inovasi dalam bidang pendidikan adalah bahwa ukuran keberhasilan proses
belajar mengajar guru di kelas mengalami perubahan, tuntutan ketertiban kelas
juga menjadi berubah. Guru mengajar tanpa menyiapkan satuan pelajaran, tanpa
media, tanpa variasi metode, keadaan kelas yang tenang tanpa aktivitas para siswa
mengerjakan tugas atau melakukan kegiatan belajar demi tercapainya tujuan
belajar, bukanlah kelas yang baik, dan itu perlu dihindari. Adanya perubahan
tuntutan kondisi / ketertiban kelas agar proses belajar lebih berkualitas, maka guru
perlu mengetahui manajemen kelas dalam proses pembelajaran. Setiap proses
pembelajaran dengan metode, media, pendekatan tertentu menuntut suasana kelas
tertentu pula.
Pembelajaran yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pembaharuan
kurikulum, fasilitas yang tersedia, kepribadian guru yang simpatik, pembelajaran
yang penuh kesan, wawasan pengetahuan guru yang luas tentang semua bidang,
melainkan juga guru harus menguasai kiat manajemen kelas. Setiap kegiatan
belajar mengajar mengisyaratkan tercapainya tujuan, baik tujuan instruksional
maupun tujuan pengiring. Namun tidak dapat dipungkiri keadaan di kelas sering
kali tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, guru bertugas
untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang menguntungkan bagi
peserta didik, sehingga tumbuh iklim belajar yang berkualitas dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran. Usaha preventif dan kuratif perlu dilaksanakan
dalam upaya penciptaan kondisi kelas yang diharapkan. Usaha preventif yaitu
tercipta dan dapat dipertahankannya kondisi kelas yang kondusif harus dirancang
dan diusahakan oleh guru secara sengaja agar hal-hal yang merugikan dapat
dihindari. Sedangkan upaya kuratif yaitu upaya mengembalikan kepada kondisi
yang optimal apabila terjadi hal-hal yang merusak yang disebabkan oleh tingkah
laku peserta didik di dalam kelas.
Upaya guru menciptakan dan mempertahankan kondisi yang diharapkan
akan efektif apabila: (1) diketahui secara tepat faktor-faktor yang dapat

2
menunjang terciptanya kondisi yang menguntungkan dalam proses belajar
mengajar; (2) diketahuinya masalah-masalah yang diperkirakan dan yang
mungkin tumbuh yang dapat merusak iklim belajar mengajar; dan (3) dikuasai
berbagai pendekatan dalam manajemen kelas dan diketahui pula kapan dan untuk
masalah mana satu pendekatan digunakan (Entang dan Joni, 1983:7). Pengajaran
adalah serangkaian kegiatan yang bermaksud memfasilitasi peserta didik
mencapai tujuan pendidikan secara langsung. Manajemen kelas merupakan
segenap upaya guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran guna mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Manajemen
kelas menentukan keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa.
Sehingga nampak jelas bahwa peran guru dalam manajemen kelas sangat
menentukan keefektifan dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan
siswa. Manajemen kelas berasal dari dua kata yaitu manajemen dan kelas.
Apakah yang dimaksud dengan manajemen? Manajemen berasal dari kata manage
yang berarti mengurus, memimpin, mencapai, dan memerintah. Manajemen
berasal dari Bahasa Latin, yaitu manus yang berarti tangan, dan agere yang berarti
melakukan (Usman, 2009:5). Dua kata tersebut digabung menjadi managere, yang
berarti menangani, melakukan dengan tangan. Usman (2009:5) mengemukakan
managere diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, dalam bentuk kata kerja to
manage, kata benda management, dan manager untuk orang yang melakukan
kegiatan manajemen.
Manajemen menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008:909-910) adalah: (1)
proses pemakaian sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran yang telah
ditentukan; dan (2) penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai
sasaran. Stoner (1995) berpendapat bahwa manajemen adalah suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi dan penggunaan berbagai berbagai sumber daya organisasi
lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang diinginkan. Hasibuan (1990)
menyatakan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Siagian (2002)

3
mengemukakan bahwa manajemen adalah kemampuan dan keterampilan untuk
memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan orang lain.
Sementara itu Brech mengemukakan management a social process
entailing responsibility for the effective and economical planning and regulation
of the operations of an enterprise, in fulfillment of a given purpose or task
(Williams, 2006:4). Hal senada dikemukakan oleh Williams (2006:4) yang
menyatakan management involves making plans and decisions about the future
needs of the business; management is about making cost-effective use of resources
through efficient organization and control; and management is about getting the
best out of people to achieve objectives. Hal senada dikemukakan oleh Herujito
(2006:2) yang berpendapat bahwa manajemen adalah pengelolaan suatu pekerjaan
untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan
dengan cara menggerakkan orang-orang lain untuk bekerja. Berdasarkan beberapa
pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah proses
penataan dengan melibatkan segenap sumber daya yang potensial, baik yang
bersifat manusia dan nonmanusia, dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien.
Imron (2003:4-5) menegaskan beberapa unsur yang terdapat dalam
pengertian manajemen, yaitu: (1) adanya suatu proses, hal ini menunjukkan
bahwa ada tahapan tertentu yang harus dilakukan jika seseorang melakukan
kegiatan manajemen; (2) adanya penataan, berarti makna manajemen
sesungguhnya adalah penataan, pengelolaan, dan pengaturan; (3) terdapatnya
sumber-sumber potensial yang harus dilibatkan, baik sumber manusia dan
nonmanusia, namun lebih menekankan pelibatan sumber potensial yang bersifat
manusia, sebab terlibat dan tertatanya sumber-sumber potensial yang bersifat
manusiawi, akan dengan sendirinya menjadikan tertatanya sumber potensial yang
bersifat nonmanusia; (4) adanya tujuan yang hendak tercapai, karena pelibatan
sumber potensial yang bersifat manusia dan nonmanusia tersebut bukan
merupakan tujuan, melainkan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan misi
tertentu; dan (5) pencapaian tujuan tersebut diupayakan agar secara efektif dan
efisien.

4
Selanjutnya apa yang dimaksud dengan kelas? Kelas adalah ruang tempat
belajar di sekolah (Kamus Bahasa Indonesia, 2008:669). Ketika membahas kelas,
maka seseorang lazim akan mempersepsikan bahwa kelas merupakan sebuah
ruang berdinding, di dalamnya ada meja, kursi, papan tulis, dan perabot lainnya
yang digunakan guru dan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran. Wiyani
(2013:53) menyatakan bahwa kelas merupakan bangunan yang tidak bisa digerak-
gerakkan atau dipindahkan. Pengertian tersebut merupakan pengertian sempit dari
kelas. Sedangkan pengertian luas dari kelas adalah semua tempat yang dapat
digunakan dan/atau diakses oleh guru dan siswa untuk melakukan pembelajaran
yang tidak dibatasi ruang dan waktu. Sehingga kelas memiliki cakupan yang luas,
di mana ada interaksi guru dan siswa terkait membahas ilmu pengetahuan, maka
tempat tersebut dapat disebut dengan kelas. Seiring dengan perkembangan
teknologi, wahana untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran pun semakin
kompleks dan canggih. Pembelajaran tidak hanya dilakukan secara tatap muka,
namun dapat dilakukan tanpa tatap muka, seperti pembelajaran dengan sistem e-
learning.
Sementara itu Arikunto (1988) berpendapat bahwa kelas adalah
sekelompok peserta didik yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang
sama dari guru yang sama. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa
jika ada sekelompok peserta didik yang pada waktu bersamaan menerima
pelajaran yang sama dari guru yang berbeda, jelas itu tidak dapat disebut kelas.
Berdasarkan paparan tersebut diketahui bahwa kelas merupakan sekelompok
siswa yang diajar secara bersama-sama atau suatu lokasi di mana kelompok itu
menjalankan aktivitas proses pembelajaran pada waktu dan tempat yang
dikondisikan secara formal. Kelas adalah sekelompok siswa yang ada pada waktu
yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.
Nawawi yang mengartikan kelas sebagai suatu masyarakat kecil yang
merupakan bagian dari masyarakat sekolah sebagai satu kesatuan diorganisasikan
menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
belajar-mengajar yang kreatif untuk mencapai tujuan (Rohmad, 2009:69).
Sedangkan Wiyani (2013:52) mengartikan kelas sebagai unit kerja terkecil di
sekolah yang digunakan sebagai tempat untuk kegiatan belajar-mengajar. Sebagai

5
suatu unit kerja terkecil di sekolah, di dalam suatu kelas terdiri dari sekelompok
peserta didik dan berbagai sarana prasarana belajar. Sekelompok peserta didik
tersebut tentu tidaklah homogen, tetapi heterogen, mulai dari perbedaan jenis
kelamin, tinggi badan, usia, tingkat intelegensi, bakat, minat, hingga perbedaan
tipe belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui pada hakikatnya
kelas adalah merupakan kumpulan individu yang memiliki karakteristik berbeda-
beda dan merupakan wahana paling dominan bagi terselenggaranya proses
pembelajaran bagi siswa. Kedudukan kelas yang demikian penting,
mengisyaratkan bahwa agar proses pendidikan dan pembelajaran dapat
berlangsung secara efektif dan efisien, maka dibutuhkan guru yang profesional
dalam melakukan pengelolaan kelas melalui pendekatan manajemen kelas. Agar
kondisi kelas memberikan kontribusi yang positif bagi keefektifan proses
pembelajaran, maka guru harus mampu menciptakan dan merekayasa kondisi
kelas yang dihadapinya dengan sedemikian rupa. Usaha ini akan efektif manakala
guru memahami secara tepat faktor-faktor yang mendukung terciptanya kondisi
belajar yang menguntungkan, seperti menginventarisasi masalah-masalah yang
diperkirakan mungkin timbul sehingga dapat merusak iklim proses belajar
mengajar, menguasai berbagai pendekatan manajemen kelas, mencari solusi dan
alternatif yang terbaik bagi penyelesaian masalah yang dihadapinya saat
berlangsungnya proses belajar mengajar, merencanakan apa yang seharusnya
dilakukan dalam proses belajar mengajar.
Manajemen kelas adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
penggerakkan, dan pengawasan kegiatan pembelajaran guru dengan segenap
penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien. Manajemen adalah rangkaian kegiatan atau
tindakan yang dimaksud untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan
berlangsungnya pembelajaran. Manajemen kelas merupakan persyaratan penting
yang menentukan terciptanya pembelajaran yang efektif. Berdasarkan paparan
tersebut, dapat diketahui bahwa manajemen kelas yang efektif adalah suatu segi
penting dari proses belajar mengajar.

6
Manajemen kelas adalah seni dan praktis kerja yang dilakukan oleh guru,
baik secara individu, dengan atau melalui orang lain (seperti team teaching
dengan teman sejawat atau siswa sendiri) untuk mengoptimalkan proses
pembelajaran. Jika mengacu pada proses manajemen, maka manajemen kelas juga
memiliki proses, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan (evaluasi).
Perencanaan merujuk pada perencanaan pembelajaran dan unsur-unsur
penunjangnya, yang meliputi program tahunan, program semester, silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran, instrumen evaluasi, dan rubrik penilaian.
Pelaksanaan bermakna proses pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa di
kelas. Sedangkan pengawasan yang berwujud evaluasi pembelajaran, terdiri dari
jenis yaitu evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran.
Berdasarkan paparan di atas dapat simpulkan bahwa manajemen kelas
adalah proses perencanaan, pengorganisasian, aktualisasi, dan pengawasan yang
dilakukan oleh guru, baik individu maupun dengan atau melalui orang lain
(misalnya rekan sejawat atau dengan siswa sendiri) untuk mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien, dengan cara memberdayakan segala
sumber daya yang ada. Jika mengacu pada konteks tersebut, maka tugas guru
adalah menciptakan, memperbaiki, dan memelihari situasi kelas di mana situasi
itulah yang mendukung peran siswa untuk mengukur, mengembangkan, dan
memelihara stabilitas kemampuan bakat, minat, dan energi yang dimilikinya
dalam rangka menjalankan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran, di samping
memberikan stimulus kepada siswa agar terciptanya proses pembelajaran yang
efektif dan efisien di dalam ruang kelas.
Jika mencermati studi tentang manajemen kelas dari berbagai referensi
ilmiah, maka dapat diketahui bahwa konsepsi manajemen kelas disamakan dengan
pengelolaan kelas. Manajemen dari kata Bahasa Inggris yakni management,
diterjemahkan pula menjadi pengelolaan, berarti proses penggunaan sumber daya
secara efektif untuk mencapai sasaran. Sedangkan pengelolaan adalah proses yang
memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan
kebijaksanaan dan pencapaian tujuan (Depdikbud, 1989). Kelas (dalam arti
umum) menunjuk kepada pengertian sekelompok siswa yang ada pada waktu
yang sama menerima pelajaran yang sama dad guru yang sama pula. Sehingga

7
dengan demikian, maksud manajamen kelas adalah mengacu kepada penciptaan
suasana atau kondisi kelas yang memungkinkan siswa dalam kelas tersebut dapat
belajar dengan efektif.
Pengelolaan kelas merupakan seperangkat tindakan guru di dalam
membantu pembentukan tingkah laku siswa, menghindari atau mengurangi gejala
tingkah laku siswa yang tidak sesuai dengan tujuan sekolah dan memelihara
organisasi kelas yang efektif dan efisien dalam rangka proses belajar mengajar
untuk mencapai tujuan pengajaran. Hal ini dipertegas oleh Arikunto (1988:67)
yang menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan
maksud agar dicapai kondisi optimal, sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar
mengajar seperti yang diharapkan.

B. TUJUAN MANAJEMEN KELAS


Manajemen kelas adalah adalah usaha sadar untuk mengatur kegiatan
proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu meliputi penyiapan
bahan ajar, penyediaan sarana dan alat peraga atau media pembelajaran, mengatur
ruang belajar, dan menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Guru dalam melaksanakan pengelolaan kelas harus
memahami kegiatan dalam manajemen kelas atau aspek-aspek manajemen kelas.
Manajemen kelas yang dilakukan guru bukan tanpa ada tujuan. Karena ada tujuan
itulah guru selalu berusaha mengelola kelas, walaupun terkadang kelelahan fisik
maupun pikiran dirasakan. Guru sadar tanpa mengelola kelas dengan baik, akan
berdampak pada terhambatnya kegiatan belajar mengajarnya.
Hal seperti itu sama saja membiarkan jalannya pengajaran tanpa membawa
hasil, yaitu adanya perubahan tingkah laku peserta didik yang menjadi lebih baik
perilakunya, mengantarkan peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu, dari
mengerti menjadi mengerti, dan dari tidak berilmu menjadi berilmu. Tentu tidak
perlu diragukan bahwa setiap kali masuk kelas, guru selalu melaksanakan
tugasnya mengelola kelas. Manajemen kelas dimaksudkan untuk menciptakan
kondisi dalam kelompok kelas yang berupa lingkungan kelas yang baik.
Manajemen kelas dimaksudkan untuk menciptakan kondisi dalam kelompok kelas

8
yang berupa lingkungan kelas yang baik, yang memungkinkan siswa berbuat
sesuai dengan kemampuannya. Kemudian dengan manajemen kelas produknya
harus sesuai dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan manajemen kelas adalah penyedia fasilitas bagi berbagai macam
kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam
kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja,
terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin,
perkembangan intelektual, emosional, dan sikap apresiasi pada siswa. Arikunto
(1988:68) berpendapat bahwa tujuan manajemen kelas adalah agar setiap anak di
kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajar secara
efektif dan efesien.
Jika mengacu pada pengertian manajemen kelas, maka tujuan manajemen
kelas adalah menciptakan suasana atau kondisi kelas yang memungkinkan siswa
dalam kelas tersebut dapat belajar dengan efektif. Beberapa pengertian
manajemen kelas, seperti yang telah dipaparkan pada Subbab Pengertian
Manajemen Kelas di atas, dapat diketahui pengertian berdasarkan konsep lama,
berdasarkan konsep modern, dan berdasarkan pandangan pendekatan operasional
tertentu. Manajemen kelas menurut konsepsi lama diartikan sebagai upaya
mempertahankan ketertiban kelas. Guru menurut konsepsi lama bertugas
menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem organisasi kelas sehingga
individu dapat memanfaatkan kemampuannya, bakatnya, dan energinya pada
tugas-tugas individual (Johnson dan Bany, 1970). Sedangkan manajemen kelas
menurut konsepsi modern adalah proses seleksi yang menggunakan alat yang
tepat terhadap problem dan situasi manajemen kelas.
Manajemen kelas berdasarkan pandangan pendekatan operasional tertentu
menurut Weber (1993) adalah: (1) seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan
dan mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui penggunaan disiplin
(pendekatan otoriter); (2) seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan
mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui intimidasi (pendekatan
intimidasi); (3) seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa
(pendekatan permisif); (4) seperangkat kegiatan guru menciptakan suasana kelas
dengan cara mengikuti petunjuk atau resep yang telah disajikan (pendekatan buku

9
masak); (5) seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan suasana kelas yang
efektif melalui perencanaan pembelajaran yang bermutu dan dilaksanakan dengan
baik (pendekatan instruksional); (6) seperangkat kegiatan guru untuk
mengembangkan tingkah laku peserta didik yang diinginkan dengan mengurangi
tingkah laku yang tidak diinginkan (pendekatan pengubahan perilaku); (7)
seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang
baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif (pendekatan penciptaan iklim
sosio-emosional); dan (8) seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan
mempertahankan organisasi kelas yang efektif (pendekatan sistem sosial).
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa tujuan manajemen
kelas adalah untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan
menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai
dengan kemampuannya. Manajemen kelas merupakan usaha sadar yang bertujuan
untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar
itu mengarah pada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga,
pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar
mengajar, dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan
tujuan kurikuler dapat tercapai (Dirjen Dikdasmen, 1996).
Manajemen kelas ditujukan pada kegiatan yang menciptakan dan menjaga
kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar siswa, seperti membina
hubungan baik antara siswa dengan guru, reinforcement, punisment, dan
pengaturan tugas. Tujuan manajemen kelas adalah: (1) mewujudkan situasi dan
kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar
yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
semaksimal mungkin; (2) menghilangkan berbagai hambatan yang dapat
menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran; (3) menyediakan dan mengatur
fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar
sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa dalam kelas;
dan (4) membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial,
ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya. Kemampuan guru memahami
konsep manajemen kelas dan mampu mengimplementasinya menjadi faktor
penentu keberhasilan pembelajaran.

10
Manajemen kelas ditekankan pada aspek pengaturan lingkungan
pembelajaran yaitu berkaitan dengan siswa dan barang/fasilitas. Kegiatan guru
tersebut dapat berupa pengaturan kondisi dan fasilitas yang berada di dalam kelas
yang diperlukan dalam proses pembelajaran di antaranya tempat duduk,
perlengkapan dan bahan ajar, dan lingkungan kelas. Guru yang profesional adalah
guru yang memiliki kemampuan dalam mengelola atau mendesain kelas, yaitu
menyediakan iklim yang kondusif untuk berlangsungnya proses pembelajaran
yang efektif dan efisien. Apabila suasana belum kondusif, maka seorang guru
harus berupaya seoptimal mungkin untuk menguasai, mengatur membenahi, dan
menciptakan suasana kelas yang kondusif, sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan optimal untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

C. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KELAS


Manajemen kelas merupakan aspek pendidikan yang sering dijadikan
perhatian utama oleh para calon guru, guru baru, dan bahkan guru senior yang
telah berpengalaman sekalipun. Alasannya ialah karena calon guru, guru baru, dan
guru senior yang telah berpengalaman memiliki keinginan agar para peserta didik
dapat belajar dengan optimal. Hal ini dalam arti bahwa guru mampu
menyampaikan bahan pelajaran dan dapat diserap oleh para peserta didik dengan
baik. Penciptaan harapan seperti itu merupakan kajian dari manajemen kelas.
Sebab manajemen kelas merupakan serangkaian perilaku guru dalam uapayanya
menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik
mencapai tujuan-tujuan belajarnya secara efisien, atau memungkinkan peserta
didik belajar dengan baik.
Segala aspek pembelajaran di kelaslah bertemu dan berproses. Guru
dengan segala kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang dan
potensinya, kurikulum dengan segala komponennya, metode dengan segala
pendekatannya, media dengan segala perangkatnya, materi dengan segala sumber
belajarnya bertemu dan berinteraksi di dalam kelas. Lebih lanjut hasil
pembelajaran ditentukan pula oleh apa yang terjadi di kelas. Oleh karena itu,
selayaknyalah kelas harus dikelola secara baik, profesional, terus-menerus, dan
berkelanjutan. Untuk sampai pada tujuan yang dimaksud, diperlukan pemahaman

11
akan hal-hal umum dan prinsip-prinsip manajemen kelas terlebih dahulu sebelum
sampai kepada pemahaman yang lebih khusus. Pemahaman guru dalam hal ini
menjadi hal yang krusial dalam meningkatkan keefektifan pembelajaran.
Prinsip adalah asas atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir dan
bertindak. Manajemen kelas sebagai proses mengelola kelas agar tercapai tujuan
juga harus memerhatikan beberapa prinsip-prinsip manajemen kelas, agar dalam
implementasinya sesuai dengan yang direncanakan. Prinsip-prinsip tersebut hal
yang penting dalam manajemen kelas. Djamarah (2006:185) menyatakan seorang
guru dalam rangka meminimalisasi masalah gangguan dalam mengelola kelas
dapat menggunakan prinsip-prinsip manajemen kelas, yaitu:
1. Hangat dan antusias. Hangat dan antusias diperlukan dalam proses belajar
mengajar. Guru yang hangat dan akrab pada peserta didik, selalu
menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktifitasnya akan berhasil
dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
2. Tantangan. Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan
yang menantang akan meningkatkan gairah dan motivasi siswa untuk belajar
sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang
menyimpang.
3. Bervariasi. Penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi
antara guru dan peserta didik akan mengurangi munculnya gangguan dan
meningkatkan perhatian siswa. Variasi ini merupakan kunci untuk
tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
4. Keluwesan. Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi
mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta
menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran
dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan siswa, tidak ada
perhatian, dan tidak mengerjakan tugas.
5. Penekanan pada hal-hal yang positif. Pada dasarnya dalam mengajar dan
mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari
pemusatan perhatian pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang
positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku siswa
yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan

12
tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif dan
kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu
jalannya proses belajar mengajar.
6. Penanaman disiplin diri. Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah peserta
didik dapat mengembangkan dislipin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya
menjadi teladan mengendalikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi,
guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin peserta didiknya ikut
berdisiplin dalam segala hal.

Manajemen kelas yang baik akan melahirkan interaksi belajar mengajar


yang baik pula. Tujuan pembelajaran pun dapat dicapai tanpa menemukan kendala
yang berarti. Masalah pengelolaan kelas memang masalah yang tidak pernah
absen dari agenda kegiatan guru. Semua itu tidak lain guna kepentingan belajar
peserta didik. Masalah lain yang juga selalu guru gunakan adalah masalah
pendekatan. Hampir tidak pernah ditemukan dalam suatu pertemuan, seorang guru
tidak melakukan pendekatan tertentu terhadap semua peserta didik.
Pengembangan variasi mengajar yang dilakukan oleh guru pun salah satunya
adalah dengan memanfaatkan variasi alat bantu, baik dalam hal variasi media
pandang, variasi media dengar, dan maupun variasi media taktil. Oleh sebab itu,
sangat penting sekali teori manajemen kelas itu, terutama bagi guru sebagai
seorang pendidik dan pebelajar yang memang harus selalu memperhatikan hal
penting itu. Manajemen kelas merupakan salah satu unsur kompetensi pedagogik
seorang guru yang profesional.

D. MASALAH-MASALAH DALAM MANAJEMEN KELAS


Seorang guru dalam kegiatan sehari-hari, akan menghadapi kasus-kasus
dalam kelasnya. Kasus-kasus yang dijumpai guru dalam manajemen kelas antara
lain seperti:
1. Tingkat penguasaan materi oleh siswa di dalam kelas. Misalnya, materi
pelajaran yang diberikan kepada siswa terlalu tinggi atau sulit, sehingga tidak
bisa diikuti oleh siswa, maka di sini diperlukan penyesuaian agar siswa dapat

13
mengikuti kegiatan belajar dengan baik. Apabila tidak diadakan penyesuaian,
siswa-siswa tidak akan serius dan selalu menimbulkan kegaduhan.
2. Fasilitas yang diperlukan. Misalnya alat, media, bahan, tempat, biaya, dan
lain-lain, akan memungkinkan siswa belajar dengan baik.
3. Kondisi siswa. Misalnya, siswa yang kelihatan sudah lesu dan tidak bergairah
dalam menerima pelajaran, hal ini dapat mempengaruhi situasi kelas.
4. Teknik mengajar guru. Misalnya, dalam memberikan pengajaran kurang
menggairahkan suasana kelas dan menjemukan.

Masalah-masalah dalam manajemen kelas dapat dikelompokkan menjadi


dua kelompok, yaitu: (1) masalah individual; dan (2) masalah kelompok.
Tindakan manajemen kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat
mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi dan dapat
memilih strategi penanggulangannya dengan tepat pula. Masalah individu akibat
tidak terpenuhinya kebutuhan diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai
harga diri. Hal ini dapat memicu terjadinya tindakan siswa yang dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu: (1) tingkah-laku yang ingin mendapatkan
perhatian orang lain (attention getting behavior), misalnya melucu di dalam kelas
(aktif), atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapat pertolongan
ekstra (pasif); dan (2) tingkah-laku yang ingin merujukan kekuatan (power
seeking behaviours), misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali
emosional, seperti marah-marah, menangis atau selalu lupa pada aturan penting di
kelas pasif.
Ketepatan tindakan pengelolaan kelas didasari oleh adanya pemahaman
guru terhadap berbagai pendekatan manajemen kelas (akan dibahas lebih lanjut
pada Bab III). Pendekatan manajemen kelas yang digunakan hendaknya
mempertimbangkan manfaat dan kesesuaian atau kecocokan dengan hakikat
masalah yang dihadapi dan/atau yang akan ditanggulangi. Guru dengan demikian
dapat menerapkan lebih dari satu pendekatan, yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi kelasnya. Beberapa pendekatan yang bisa dijadikan alternatif dalam
manajemen kelas yaitu:

14
1. Pendekatan dengan penerapan sejumlah larangan dan anjuran. Pendekatan ini
cocok bagi penanggulangan masalah kelas yang bersifat insidental kurang
mengarah pada pemecahan masalah yang bersifat jangka panjang. Dalam
penerapan pendekatan ini akan muncul bentuk-bentuk penghukuman atau
pengancaman, penguasaan atau penekanan, pengalihan atau pemasabodohan.
Oleh karena itu, dalam penerapan pendekatan ini guru perlu
memperhitungkan dampak psikologisnya terhadap siswa agar penggunaan
pendekatan ini tetap memberikan manfaat positif bagi siswa.
2. Pendekatan pengubahan tingkah laku. Pendekatan ini dimaksudkan untuk
menghentikan atau mengurangi perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki
serta dapat meneruskan atau meningkatkan perilaku-perilaku yang
dikehendaki.
3. Pendekatat iklim sosio-emosional. Pendekatan ini berkeyakinan bahwa
suasana atau iklim kelas yang baik berpengaruh terhadap kegiatan
pembelajaran. Implikasinya adalah bahwa siswa bukan semata-mata sebagai
individu yang sedang mempelajari pelajaran tertentu, tetapi dipandang
sebagai keseluruhan pribadi yang sedang berkembang.
4. Pendekatan proses kelompok. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa
pengalaman belajar di sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, yaitu
kelompok kelas. Dalam hal ini tugas guru terutama membina dan memelihara
kelompok yang efektif dan produktif.
5. Pendekatan elektis. Pendekatan yang merupakan gabungan dari beberapa
pendekatan yang terpilih sesuai dengan potensi atau manfaat dalam
menghadapi suatu situasi kelas.

15
BAB II
ASPEK DAN FUNGSI MANAJEMEN KELAS

Tugas guru seperti mengontrol, mengatur, atau mendisiplinkan peserta


didik dengan ketat adalah tindakan guru yang sekarang kurang relevan lagi (jika
mengacu pada pandangan psikologi belajar humanistik). Dewasa ini aktivitas guru
yang terpenting adalah melaksanakan manajemen, mengorganisasi, dan
mengkoordinasikan usaha atau aktivitas peserta didik menuju tujuan
pembelajaran. Manajemen kelas merupakan keterampilan yang harus dimiliki
guru dalam memutuskan, memahami, mendiagnosis, dan kemampuan bertindak
menuju perbaikan suasana kelas terhadap aspek-aspek manajemen kelas. Oleh
sebab itu, guru mengetahui aspek dan fungsi manajemen kelas sangatlah krusial.
Aspek dan manajemen kelas menjadi pedoman guru dalam mengelola kelas.

A. ASPEK MANAJEMEN KELAS


Adapun aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam manajemen kelas
adalah sifat kelas, pendorong kekuatan kelas, situasi kelas, tindakan selektif, dan
kreatif (Johnson dan Bany, 1970). Kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan
dalam manajemen kelas sebagai aspek-aspek manajemen kelas, seperti tertuang
dalam Dirjen Dikdasmen (2000) adalah: (1) mengecek kehadiran siswa; (2)
mengumpulkan hasil pekerjaan siswa, memeriksa, dan menilai hasil pekerjaan
tersebut; (3) pendistribusian bahan dan alat; (4) mengumpulkan informasi siswa,
mencatat data pemeliharaan arsip; (5) menyampaikan materi pelajaran; dan (6)
memberikan tugas.
Sementara itu hal-hal yang perlu diperhatikan para guru, khususnya guru
baru dalam pertemuan pertama dengan siswa di kelas adalah: (1) ketika bertemu
dengan siswa, guru harus: (a) bersikap tenang dan percaya diri, (b) tidak
menunjukkan rasa cemas, muka masam, atau sikap tidak simpatik; (c)
memberikan salam lalu memperkenalkan diri; dan (d) memberikan format isian
tentang data pribadi siswa atau guru menyuruh siswa menulis riwayat hidupnya
secara singkat; (2) guru memberikan tugas kepada siswa dengan tertib dan lancar;
(3) mengatur tempat duduk siswa secara tertib dan teratur; (4) menentukan tata
cara berbicara dan tanya jawab; (5) membuat denah kelas (tempat duduk siswa);

16
dan (6) bertindak disiplin, baik terhadap siswa maupun terhadap diri sendiri
(Dirjen Dikdasmen, 1996:13).
Konsep dasar yang perlu dicermati dalam manajemen kelas adalah
penempatan individu, ke1ompok, sekolah, dan faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Di samping sifat kelas, peranan dan motif individu dalam
kelompok, sifat-sifat kelompok, penyesuaian yang terjadi dalam perilaku kolektif,
dan pandangan guru dalam mengajar. Selain itu ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan oleh seorang guru dalam mangelola kelas, yaitu:
1. Inovasi Pendidikan dalam Lingkup Kelas
Inovasi kelas menyangkut upaya kepala sekolah untuk menciptakan
kondisi-kondisi yang memungkinkan diri para guru untuk melakukan tindakan-
tindakan atau usaha-usaha yang bersifat kreatif dan inovatif. Dengan demikian,
kepala sekolah dan guru-guru perlu mencari atau menciptakan cara-cara kerja atau
hal-hal yang baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Sekurang-kurangnya
mereka diharapkan mau dan mampu memodifikasi hal-hal atau cara-cara baru
yang lebih baik atau lebih efektif dan efisien. Kondisi demikian perlu diciptakan
di sekolah agar pembaharuan pendidikan dapat muncul dari warga sekolah. Sebab,
hal ini akan menumbuhkan sikap dan daya kreatif warga sekolah.
Kepala sekolah yang baik selalu mendorong diri dan stafnya mencari dan
menerapkan strategi baru dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kepala sekolah
yang baik nembebaskan guru dan staf dari belenggu rutinitas dan mendorong
mereka melakukan perubahan demi keefektifan sekolah. Pemimpin yang baik
membudayakan diri dan seluruh stafnya untuk membayangkan masa depan yang
inspiratif dan berjuang untuk mewujudkannya. Kepala sekolah dalam melakukan
aspek ini perlu memperhatikan hal-hal: (1) harus disadari bahwa sesuatu yang
baru belum tentu lebih baik dari yang lama; (2) jika mampu menemukan atau
menciptakan sesuatu hal atau cara baru, ia tidak perlu memandang rendah yang
lama; dan (3) jika menyangkut hal-hal yang amat pokok seperti kurikulum
nasional, pendekatan belajar-mengajar yang baru, dan sebagainya, maka upaya itu
perlu dikonsultasikan kepada pihak-pihak yang berwenang di lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikdasmen, 1996).

17
Jika mengacu pada paparan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa
manajemen kelas tidak lain menunjuk kepada tiga hal, yaitu: (1) pengaturan
siswa; (2) memelihara lancarnya penugasan; dan (3) pengaturan fasilitas. Inovasi
kelas perlu dilakukan guna menyelesaikan permasalah atau masalah yang
mungkin muncul dalam mengelola kelas, baik itu masalah yang berasal dari
perilaku siswa, prosedur yang masih belum mapan, atau karena faktor teknis.
Guru harus dapat berimprovisasi dalam mencari solusi-solusi jitu untuk
menyelesaikan permasalahan yang timbul, sehingga pembelajaran tetap dapat
berjalan dengan lancar mencapai tujuan dan siswa mampu mengembangkan
kompetensinya.
Ibrahim (1998) menyatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat
berupa sesuatu ide, barang, kejadian, dan metode yang diamati sebagai sesuatu hal
yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dilakukan
dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah, 1992:80).
Program inovasi yang dicanangkan tak jarang juga mendapatkan penolakan.
Penolakan ini sering disebabkan karena adanya perbedaan persepsi dan
komunikasi yang tidak lancar. Guna menghindari penolakan seperti yang
disebutkan di atas, faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan
adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program / tujuan. Faktor tersebut
menentukan pelaksanaan dan keberhasilan program inovasi pendidikan.
a. Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan
pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan
kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di
kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya
kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk
kewibawaan guru antara lain: (1) penguasaan materi yang diajarkan, (2) metode
mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, dan (3) hubungan
antarindividu, baik dengan siswa maupun sesama guru dan unsur lain yang terlibat
dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata
usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.

18
Dengan demikian, keterlibatan guru dalam pembaharuan pendidikan,
mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan
evaluasinya, memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi
pendidikan. Tanpa melibatkan guru, sangat mungkin guru akan menolak inovasi
yang diperkenalkan kepada guru. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena
menganggap inovasi yang tidak melibatkan guru adalah bukan miliknya yang
harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu
ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi
pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai
peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai
dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya.
b. Siswa
Sebagai objek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar
mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Siswa dalam proses
belajar mengajar, dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan
intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul
dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga
dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan
mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari
perencanaan sampai dengan pelaksanaan,sehingga apa yang mereka lakukan
merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekuen.
Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-
unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi
pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena
itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya,
siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan
melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang
diuraikan sebelumnya.
c. Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi
program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah

19
dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar
mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum
memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa
adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamya,
maka inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu
sendiri. Oleh karena itu, dalam pembaharuan pendidikan, perubahan itu
hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti
dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya
akan berjalan searah.
d. Fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan
dalam dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam
pembahruan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut
mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya
fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa dipastikan tidak akan
berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal
yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembaharuan pendidikan. Oleh
karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu
diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, atau meja.
e. Lingkup sosial masyarakat
Sekolah dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara
langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik
positif maupun negatif, dalam pelaksanaan pembaharuan pendidikan. Masyarakat
secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam
pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya
mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat di mana peserta
didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan
tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau
dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan sebaliknya akan
membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi
pendidikan.

20
2. Permasalahan Kelas
Masalah manajemen kelas dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori,
yaitu: (1) masalah individual; dan (2) masalah kelompok (Entang dan Joni,
1983:12). Tindakan manajemen kelas yang dilakukan oleh seorang guru akan
efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang
dihadapi. Munculnya masalah individu didasarkan pada anggapan dasar bahwa
semua tingkah laku individu merupakan upaya mencapai tujuan tertentu yaitu
pemenuhan kebutuhan untuk diterima oleh kelompok dan untuk mencapai harga
diri. Dreikurs (2011) berpendapat bila kebutuhan-kebutuhan itu tidak lagi dapat
dipenuhi melalui cara-cara yang wajar, maka individu yang bersangkutan akan
berusaha untuk mencapainya dengan cara-cara lain, seperti bertindak dengan cara
tidak baik.
Hal ini dipertegas oleh Ornstein (1990:75) yang menyatakan bahwa akibat
dari tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut akan terjadi beberapa kemungkinan
tindakan siswa seperti: (1) tingkah laku yang ingin mendapat perhatian orang lain
(attention getting behaviors), gejala yang tampak dari tingkah laku ini adalah
siswa membadut di kelas atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu
mendapat pertolongan ekstra; (2) tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan
(power seeking behaviors), gejalanya adalah siswa selalu mendebat, kehilangan
kendali emosional, marah-marah, menangis dan juga melaui tindakan pasif yaitu
selalu lupa pada aturan-aturan penting dalam kelas; (3) tingkah laku yang
bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors), gejala yang muncul
dari tingkah laku ini adalah tindakan menyakiti orang lain seperti mengata-ngatai,
memukul, menggigit dan sebagainya; dan (4) peragaan ketidakmampuan (passive
behaviors), gejalanya adalah dalam bentuk sama sekali tidak menerima untuk
mencoba melakukan apapun, karena beranggapan bahwa apapun yang dilakukan
kegagalanlah yang dialaminya.
Sebagai penduga Dreikurs (2011) menyarankan adanya penyikapan
terhadap tindakan para peserta didik, yakni: (1) jika guru merasa terganggu karena
perilaku anak, barangkali tujuan anak adalah untuk mendapatkan perhatian; (2)
jika guru merasa dikalahkan atau terancam, barangkali tujuan anak adalah
mengejar kekuasaan; (3) jika guru merasa disakiti, tujuan anak mungkin

21
membalas dendam; dan (4) jika guru merasa tidak tertolong, tujuan anak mungkin
untuk menyatakan ketidakmampuan. Berdasarkan empat cara/tindakan yang
dilakukan individu tersebut, mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah laku
yang sering nampak pada anak seusia sekolah yaitu: (1) pola aktif-konstruktif,
yaitu pola tingkah laku yang ekstrem, ambisius untuk menjadi super star di
kelasnya, dan mempunyai daya usaha untuk membantu guru dengan penuh
vitalitas dan sepenuh hati; (2) pola aktif-destrukstif, yaitu pola tingkah laku yang
diwujudkan dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar dan
memberontak; (3) pola pasif-konstruktif, yaitu pola yang menunjuk kepada satu
bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan
mengharapkan perhatian; dan (4) pola pasif-destruktif, yaitu pola tingkah laku
yang menunjuk kemalasan (sifat pemalas) dan keras kepala.
Masalah berikutnya adalah masalah kelompok. Masalah ini merupakan
masalah yang harus diperhatikan pula dalam manajemen kelas. Masalah
kelompok akan muncul yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan kelompok. Masalah-masalah kelompok yang mungkin muncul dalam
manajemen kelas menurut Johnson dan Bany (1970) adalah: (1) kelas kurang
kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan
sebagainya; (2) penyimpangan dari norma-norma tingkah laku yang telah
disepakati sebelumnya, misalnya sengaja berbicara keras-keras di ruang baca
perpustakaan; (3) kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya,
misalnya mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara menyanyi
dengan suara sumbang; (4) membombong anggota kelas yang justru melanggar
norma kelompok, misalnya pemberian semangat kepada badut kelas; (5)
kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah
digarap; (6) semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru karena
menganggap tugas yang diberikan kurang fair; dan (7) kelas kurang mampu
menyesuaikan diri dengan keadaan baru, seperti gangguan jadwal, guru kelas
terpaksa diganti sementara oleh guru lain, dan sebagainya.
Lebih lanjut Johnson dan Bany (1970) mengemukakan ciri-ciri kelompok
dalam kelas yang sekaligus sebagai variabelnya, yaitu:

22
a. Kesatuan kelompok
Kesatuan kelompok memegang peranan penting dalam mempengaruhi
anggota-anggotanya bertingkah laku. Kesatuan berkaitan dengan komunikasi,
perubahan sikap dan pendapat, standar kelompok, dan tekanan terhadap
perpecahan kelompok atau ketidaksatuan. Penggunaan dominasi yang kuat dapat
meningkatkan kesatuan, tetapi pemberian peraturan oleh guru dapat menimbulkan
kerusuhan. Kesatuan dapat dikembangkan dengan menolong siswa agar
menyadari hubungan mereka satu sama lain sebagai alat pemersatu. Kesatuan
kelompok kelas tercermin pada struktur organisasi kelas yang solid dan kompak.
b. Interaksi dan komunikasi
Interakasi terjadi dalam komunikasi, kalau beberapa orang / anggota
mempunyai pendapat tertentu, maka terjadilah komunikasi dalam kelompok dan
diteruskan dengan interaksi, membahas pendapat tersebut yang senang disertai
dengan emosi yang memperkuat interaksi. Akan tetapi tiap kelompok akan
berusaha untuk mempertahankan interaksi kelompoknya. Hal ini perlu dibantu
oleh guru supaya tugas-tugas belajar dapat berlangsung secara wajar. Guru perlu
mengetahui kebutuhan berkomunikasi siswa-siswanya dan memberi kebebasan
kepadanya untuk berbicara. Komunikasi verbal atau nonverbal, bila tidak
terselesaikan dapat membuat situasi rusak. Untuk membantu mereka, guru
mengetahui latar belakang mereka.
c. Struktur kelompok
Struktur informal dalam kelompok dapat mempengaruhi struktur formal.
Beberapa individu yang mungkin merupakan struktur informal, bila selalu
ditempatkan pada posisi yang tinggi, hal ini dapat merusak keakraban kelompok.
Tempat anggota dalam kelompok perlu sekali diusahakan agar menarik baginya.
Posisi di atas bila perlu bisa dibuat berganti-ganti.
d. Tujuan-tujuan kelompok
Apabila tujuan-tujuan kelompok ditentukan bersama oleh siswa dalam
hubungan tujuan pendidikan, maka anggota-anggota kelompok akan bekerja lebih
produktif dalam menyelesaikan tugasnya. Dengan kata lain, siswa akan bekerja
dengan baik, apabila hal itu berhubungan dengan tujuan-tujuan mereka.

23
e. Kontrol
Hukuman-hukuman yang diciptakan bersama bagi siswa yang melanggar,
mungkin dapat memperkecil pelanggaran, akan tetapi beberapa anak tetap akan
tidak dapat belajar dengan baik. Cara yang baik adalah guru harus mendiagnosis
kebutuhan dan kesukaran kelompok sebelum membantu mereka. Tindakan-
tindakan yang digunakan untuk mengontrol kelas dari yang paling jelek ke paling
baik ialah: (1) hukuman atau ancaman; (2) pengubahan situasi atau siasat; (3)
dominasi atau pengaruh; dan (4) koperasi atau partisipasi.
f. Iklim kelompok
Iklim adalah persepsi seseorang terhadap budaya organisasi. Iklim
kelompok adalah hasil dari aspek-aspek yang saling berhubungan dalam
kelompok atau produk semua kekuatan dalam kelompok. Iklim kelompok
ditentukan oleh tingkat keakraban kelompok sebagai hasil dari aspek-aspek
tersebut di atas. Keakraban yang kuat akan mengontrol perilaku anggota-
anggotanya. Iklim kelompok merupakan hal yang penting dalam mengadakan
perubahan dalam kelompok. Di samping masalah individu dan masalah
kelompok, hal lain yang erat kaitannya dengan manajemen kelas adalah organisasi
sekolah.
Organisasi sekolah menentukan penempatan siswa, pemanfaatan
kemampuan dan bakat guru-guru, dan pengelolaan organisasi, prosedur, tujuan,
dan fisik direncanakan bersama untuk menentukan perilaku siswa. Pengaruh
organisasi sekolah dipandang menentukan di dalam pengarahan perilaku siswa.
Namun siswa kebanyakan kurang menyadari pengaruh organisasi ini terhadap
dirinya. Guru dan siswa dipengaruhi oleh organisasi sekolah secara keseluruhan,
termasuk cara pengelompokkan, kurikulum, rencana fisik, peraturan-peraturan,
nilai sikap dan tindakan. Asumsi ini masuk akal, sebab organisasi sosial sebagai
subsistem dan sistem sosial yang lebih luas, termasuk sistem persekolahan
nasional. Norma-norma berkembang sebagai hasil proses interaksi dan
penyesuaian terhadap tekanan-tekanan.
Norma dalam kaitan ini adalah meliputi nilai-nilai, ide-ide, dan perasaan-
perasaan. Norma menunjuk kepada kecendrungan kelompok untuk merespons
terhadap situasi, perilaku, atau informasi. Norma menjadi fungsi umum yang

24
mengikat anggota-anggota, orang tua atau siswa di satu sekolah sebagai suatu
sistem. Struktur kerja dan antarhubungan personalia, staf sekolah juga
berhubungan dengan norma yang berwujud aturan dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan. Norma-norma ini membantu mengintegrasikan kepala sekolah
dengan bawahannya. Norma ini mencetuskan bentuk-bentuk perilaku yang cocok
bagi personalia, termasuk perilaku para siswanya.
Kebijakan dan peraturan sekolah memberi refleksi kepada sikap, nilai,
organisasi, tujuan, dan perilaku siswa dalam kelas. Peraturan merupakan
penerapan kebijakan. Peraturan-peraturan secara tertulis tidak mengakibatkan
interpretasi yang berbeda-beda, lain halnya dengan peraturan tidak tertulis.
Peraturan yang tidak tertulis akan membuat interpretasi yang berbeda-beda antara
satu sekolah dengan sekolah lain atau antara guru dengan guru lain. Keadaan ini
merupakan salah satu aspek organisasi sekolah yang kurang efektif dalam
menunjang penciptaan suasana belajar.

3. Kelas yang Nyaman dan Menyenangkan


Kelas merupakan taman belajar bagi siswa. Kelas adalah tempat bagi para
siswa untuk tumbuh dan berkembangnya potensi intelektual dan emosional.
Mengingat itu semuanya, kelas hendaknya dikelola sedemikian rupa sehingga
benar-benar merupakan taman belajar yang nyaman dan menyenangkan.
Sedangkan syarat-syarat kelas yang baik adalah: (1) rapi, bersih, sehat, tidak
lembab; (2) cukup cahaya yang meneranginya; (3) sirkulasi udara cukup; (4)
perabot dalam keadaan baik, cukup jumlahnya dan ditata dengan rapi; dan (5)
jumlah siswa tidak lebih dari 40 orang (Dirjen Dikdasmen, 1996:17). Terdapat
beberapa syarat yang perlu diupayakan agar kelas nyaman dan menyenangkan,
yaitu: (1) tata ruang kelas; dan (2) menata perabot kelas.
a. Tata ruang kelas
Pada dasarnya sistem pembelajaran yang dianut di sekolah sangat
tergantung pada pendekatan atau metode yang digunakan. Menceramah, sistem
yang digunakan adalah sistem klasikal; sedangkan metode eksperimen, diskusi
kelompok, maka sistem yang digunakan adalah nonklasikal. Dalam penataan
ruang keIas, almari kelas dapat diletakan di samping papan tulis atau di samping

25
meja guru. Almari kelas tambahan dapat diletakkan di belakang kelas. Almari
tambahan tersebut akan lebih baik, bila terbuat dari kaca dan hal ini akan
dipergunakan untuk menyimpan piagam, vandel, dan kepustakaan sekolah.
b. Menata perabot kelas
Perabot kelas adalah segala sesuatu perlengkapan yang harus ada dan
diperlukan di kelas. Perabot kelas meliputi atau dapat berupa: (1) papan tulis dan
penghapusnya; (2) meja, kursi guru; (3) meja, kursi siswa; (4) almari kelas; (5)
papan jadwal pelajaran; (6) papan presensi; (7) papan daftar piket kelas; (8)
kalender pendidikan; (9) gambar Presiden dan Wakil Presiden serta lambang
Garuda Pancasila; (10) tempat cuci tangan dan lap tangan; (11) tempat sampah;
(12) sapu lidi, sapu ijuk, dan sapu bulu ayam; (13) gambar-gambar lain/alat
peraga; dan (14) kapur/spidol.
Papan tulis harus cukup besarnya dan permukaan dasarnya harus rata.
Warna papan tulis yang mulai menipis atau belang harus segera dicat ulang.
Warna dasar yang lazin digunakan adalah warna hitam. Namun akhir-akhir ini
warna hijau banyak juga dipakai. Jika memungkinkan di sekolah dasar dapat juga
menggunakan papan tulis putih (white board). Papan tulis harus ditempatkan di
depan kelas dan cukup cahayanya. Penempatan papan tulis hendaknya diatur,
tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, sehingga siswa yang duduk di bagian
belakang kelas dapat melihat/membaca tulisan paling bawah dengan jelas. Papan
tulis dapat juga ditempatkan agak tinggi, namun perlu ada tangga di bawahnya.
Penempatan seperti itu terutama di kelas rendah.

Gambar 2.1 Penempatan Papan Tulis dan Posisi Guru saat Pelajaran

Ukuran meja, kursi guru disesuaikan dengan standar yang lazim. Meja
guru hendaknya berlaci dan ada kuncinya. Meja, kursi guru ditempatkan di depan
sebelah kanan atau kiri meja para siswa. Penempatan ini dimaksudkan agar

26
pandangan siswa ke papan tulis tidak terganggu. Meja, kursi guru dapat juga
ditempatkan di pinggir kanan atau kiri tempat duduk para siswa, asal tetap tidak
mengganggu pandangan siswa ke papan tulis. Meja, kursi siswa ditata berbaris ke
belakang, tiap meja kursi siswa diisi ditempati dua orang siswa. Kursi siswa harus
cukup sesuai dengan jumlah siswa. Meja kursi siswa harus cukup besarnya untuk
dua orang. Meja kursi siswa tingginya sesuai dengan ukuran badan siswa. Meja,
kursi siswa-siswa tersebut dilengkapi dengan tempat tas/buku. Penempatan meja,
kursi siswa diatur sehingga siswa mudah untuk keluar masuk/bergerak di kelas
itu. Almari kelas dapat ditempatkan di samping papan tulis, atau sebelah
kiri/kanan dinding, samping depan sebelah meja/kursi guru. Penempatan almari
diatur agar guru mudah membuka dan menutup almari.

Gambar 2.2 Penempatan Almari di Ruang Kelas

Jadwal pelajaran ditempatkan/ditempel pada tempat yang mudah dilihat.


Daftar jadwal tersebut dapat dibuat dari kayu atau dari kertas manila. Papan
presensi ditempatkan di depan sebelah papan tulis, atau dinding samping
kanan/kiri kelas. Selain itu guru harus memiliki catatan daftar hadir siswa pada
buku khusus, karena daftar absensi di papan absensi diganti setiap hari sesuai
dengan keadaan. Daftar piket siswa ditempatkan di samping papan absensi. Daftar
ini memuat nama-nama para siswa yang bertugas menyiapkan segala sesuatu yang
diperlukan setiap harinya, seperti menyiapkan kapur tulis, membersihkan papan
tulis. Kalender pendidikan ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat. Kalender
ini memuat kegiatan pendidikan untuk satu tahun lamanya atau tergantung pada
kebutuhan.

27
Gambar Presiden, Wakil Presiden, dan lambang Garuda Pancasila, semua
gambar ini ditempatkan di depan kelas di atas papan tulis. Lambang Garuda
Pancasila ditempatkan lepih tinggi dari gambar Presiden dan Wakil Presiden.
Gambar Presiden ditempatkan sebelah kanan lambang Garuda Pancasila dan
Wakil Presiden sebelah kiri lambang Garuda Pancasila. Tempat cuci tangan dan
lap tangan ditempatkan di depan kelas dekat pintu masuk. Tempat cuci tangan
dapat dibuat secara permanen dapat juga secara tidak permanen. Tempat sampah
ditempatkan di sudut kelas. Besar kecilnya tempat sampah disesuaikan dengan
kebutuhan. Tempat sampah dapat terbuat dad seng atau plastik. Sapu dan alat
pembersih yang lain harus tersedia di kelas. Sapu dan alat pembersih itu
diletakkan ditempat yang agak tersembunyi. Penempatan dan pemasangannya
disesuaikan dengan kebutuhan pelajaran yang sedang diajarkan. Gambar dan alat
peraga tersebut dapat ditempelkan di dinding kelas atau disimpan di almari tempat
alat peraga. Gambar/alat peraga itu diantaranya gambar para pahlawan, peta, atau
gambar-gambar untuk pelajaran tertentu.
Perabot dan alat perlengkapan kelas ini harus selalu dijaga keutuhan dan
kelengkapannya. Keutuhan tersebut merupakan tanggung jawab guru dan seluruh
siswa. Kebersihan kelas harus tetap dipelihara. Pemeliharaan ini dilakukan oleh
kelompok petugas piket, maupun oleh semua siswa pada kegiatan kerja bakti
bersama yang dilakukan pada setiap hari Sabtu, atau setiap bulan, atau pada hari
pertama masuk sekolah setalah libur sekolah.

B. FUNGSI MANAJEMEN KELAS


Manajemen memiliki tugas tertentu yang harus dilaksanakan dan tugas-
tugas itulah disebut dengan proses atau fungsi manajemen. Manajemen
merupakan suatu kegiatan, yang tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu
kepada proses atau fungsi-fungsi manajemen. Secara ilmiah, seluruh kegiatan
manajemen dapat dilihat dari proses atau fungsi manajemen. Kajian proses
manajemen secara aksiologis (kegunaan ilmu pengetahuan) adalah untuk
mengetahui sistem kerja dan prosedur kerja organisasi. Imron (2003:7)
menyatakan berdasarkan tinjauan proses, manajemen di bidang apapun tidak
berbeda, karena senantiasa dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan

28
evaluasi. Perbedaan manajemen bidang satu dengan bidang lain adalah aspek
substantif atau bidang garapannya.
Jika menelaah literatur-literatur manajemen, maka dapat diketahui proses
manajemen telah banyak dikemukakan oleh para ahli, meskipun dengan
menggunakan berbagai macam istilah, seperti fungsi-fungsi manajemen dan
abstraksi-abstraksi manajemen (Imron, 2003:5). Herujito (2006:17) berpendapat
bahwa proses atau fungsi manajemen adalah sejumlah kegiatan yang meliputi
berbagai jenis pekerjaan dan digolongkan dalam satu kelompok, sehingga
membentuk suatu kesatuan administratif. Hal ini mengisyaratkan bahwa
manajemen adalah suatu jenis pekerjaan khusus yang menghendaki usaha mental
dan fisik yang diperlukan untuk memimpin, merencana, menyusun, dan
mengawasi.
Fungsi manajemen kelas mengacu pada proses atau kegiatan yang
dilakukan oleh guru di kelas. Oleh sebab itu, sekolah perlu membuat sebuah
standar operasional prosedur (SOP) yang dijadikan acuan oleh guru dalam
mengelola kelas. SOP manajemen kelas ini dapat direvisi dan diperbaharui sesuai
dengan situasi, kondisi, dan tuntutan yang ada dalam pendidikan. Guru dalam
melaksanakan kegiatan manajemen kelas juga harus mengacu pada fungsi-fungsi
manajemen tersebut. Fungsi manajemen yang dipandang perlu dilaksanakan
seperti tertuang dalam Petunjuk Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar (Dirjen
Dikdasmen, 2000) adalah:
1. Perencanaan
Perencanaan dapat dipandang sebagai suatu proses penentuan dan
penyusunan rencana dan program-program kegiatan yang akan dilakukan pada
masa yang akan datang secara terpadu dan sistematis berdasarkan landasan,
prinsip-prinsip dasar dan data yang terkait serta menggunakan sumber-sumber
daya lainnya (misalnya dana, sarana dan prasarana, prosedur, metode, dan teknik)
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
demikian produk perencanaan adalah rencana atau program yang berorientasi ke
masa depan. Program disusun secara lebih spesifik dan operasional. Rencana
tersebut hendaknya memiliki sifat-sifat, yakni:
a. Rencana harus jelas

29
Kejelasan ini harus terlihat pada tujuan dan sasaran atau target yang
hendak dicapai; jenis dan bentuk tindakan atau kegiatan yang akan dilaksanakan;
siapa pelaksananya; prosedur, metode, dan teknik pelaksanaannya; bahan dan
peralatan yang diperlukan; dan waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan.
Perencanaan ini harus tertuang secara tertulis dalam dokumen perangkat
pembelajaran guru (program tahunan, program semester, silabus, rencana
pembelajaran, serta evaluasi hasil belajar).
b. Rencana harus realistis
Hal ini mengandung arti bahwa: (1) rumusan tujuan, target, atau sasaran
harus mengandung harapan-harapan yang memungkinkan dapat dicapai, baik
yang menyangkut aspek kuantitatif maupun aspek kualitatifnya, oleh sebab itu
harapan-harapan tersebut disusun berdasarkan kondisi-kondisi dan kemampuan
yang dimiliki oleh sumber daya yang ada; (2) jenis dan bentuk kegiatannya harus
relevan dengan tujuan dan target atau sasaran yang harus dicapai; (3) prosedur,
metode, dan teknik pelaksanaannya harus relevan dengan tujuan dan target atau
sasaran yang hendak dicapai serta harus memungkinkan kegiatan-kegiatan yang
telah dipilih dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien; (4) sumber daya
manusia yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut harus memiliki
kemampuan-kemampuan dan motivasi serta aspek-aspek pribadi lainnya yang
menjamin atau memungkinkan terlaksananya tugas dan kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya; (5) rencana penggunaan sarana, prasarana, dan dana hams
sesuai dengan tujuan, target, atau sasaran yang hendak dicapai serta
memungkinkan terlaksananya kegiatan-kegiatan secara efektif dan efisien; dan (6)
jadwal kegiatan palaksanaannya harus memungkinkan kegiatan dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien serta sesuai dengan batas waktu yang telah
direncanakan.
c. Rencana harus terpadu
Rencana harus memperlihatkan unsur-unsurnya, baik yang bersifat insani
maupun noninsani sebagai komponen-komponen yang bergantung satu sama lain,
berinteraksi dan bergerak bersama secara sinkron ke arah tercapainya tujuan dan
target yang telah ditetapkan sebelumnya. Rencana harus memiliki tata urut yang

30
teratur dan disusun berdasarkan skala prioritas. Perencanaan tidak bersifat
sekuensial, tetapi mencakup semua unsur dalam kelas.

2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah suatu proses yang menyangkut perumusan dan
rincian pekerjaan dan tugas serta kegiatan yang berdasarkan struktur organisasi
formal kepada orang-orang yang memiliki kesanggupan dan kemampuan
melaksanakannya, sebagai persyaratan bagi terciptanya kerjasama yang harmonis
dan optimal ke arah tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.
Pengorganisasian ini meliputi langkah-langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi tujuan-
tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya; (2) mengkaji
kembali pekerjaan yang telah direncanakan dan merincinya menjadi sejumlah
tugas dan menjabarkannya menjadi sejumlah kegiatan; (3) menentukan personil
yang memiliki kesanggupan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas dan
kegiatan-kegiatan; (4) memberikan informasi yang jelas kepada guru tentang
tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakannya, mengenai waktu dan tempatnya,
serta hubungan kerja dengan guru atau pihak lain yang terkait; dan (5)
mengupayakan sarana dan prasarana serta dana yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas-tugas dan kegiatan-kegiatan tersebut.

3. Menggerakkan
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk memberikan pengaruh-
pengaruh yang dapat menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan tugas dan
kegiatannya secara bersama-sama dalam rangka tujuan pendidikan secara efektif
dan efisien. Fungsi ini perlu dilakukan oleh seorang kepala sekolah, karena: (l)
adanya kenyataan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu pekerjaan, tugas atau
kegiatan apabila ia terdorong untuk memenuhi sesuatu kebutuhan; dan (2) sesudah
perencanaan dan pengorganisasian dilakukan, harus ditindaklanjuti dengan
pelaksanaan tugas. Fungsi ini perlu dilakukan sepanjang proses pelaksanaan
pekerjaan dengan memperhatikan ragam dan tingkat kebutuhan seseorang.
Kepala sekolah dalam rangka melaksanakan fungsi penggerakan ini, dapat
menerapkan beberapa teknik motivasi, yakni: (1) pemberian pujian dan

31
penghargaan; (2) pemberian kepercayaan untuk melaksanakan suatu pekerjaan,
tugas, atau kegiatan; (3) pemberian peluang atau kesempatan untuk melakukan
tindakan-tindakan yang bersifat kreatif inovatif; (4) pemberian insentif atau
imbalan; (5) menciptkan iklim kerja yang harmonis dan menyenangkan; (6)
memberikan teladan yang baik; (7) memberikan petunjuk atau nasihat; (8)
memberikan teguran atau sanksi; (9) menyediakan peralatan dan bahan yang
sesuai dengan tugas dan kegiatan serta sesuai dengan kondisi sekolah; (10)
memberikan layanan yang layak untuk keperluan kenaikan pangkat atau promosi;
(11) memberikan hasil pekerjaan atau kegiatan kepada guru yang bersangkutan
sebagai umpan balik; dan (12) memberikan kesempatan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan guru.

4. Memberikan Arahan
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk memberikan
informasi, petunjuk, serta bimbingan kepada guru yang dipimpinnya agar
terhindar dari penyimpangan, kesulitan, atau kegagalan dalam melaksanakan
tugas. Fungsi ini berlaku sepanjang proses pelaksanaan program kegiatan.
Pelaksanaan fungsi ini dapat berupa kegiatan-kegiatan: (1) memberikan
penjelasan atau petunjuk-petunjuk tentang tugas dan kegiatan yang harus
dilaksanakan oleh guru; (2) memberikan penjelasan atau petunjuk secara garis
besar tentang cara-cara melaksanakan tugas atau kegiatan yang harus
dilaksanakan oleh setiap guru; (3) memberikan gambaran yang jelas tentang cara-
cara kerja yang dapat menghindarkan guru dari penyimpangan, kesulitan, atau
kegagalan; (4) membangkitkan dan membina rasa tanggung jawab moral pada diri
setiap guru yang dipimpinnya atas keberhasilan pekerjaan, tugas, dan kegiatan
yang harus dilaksanakannya; dan (5) memberikan perhatian, peringatan, serta
bimbingan pada saat-saat tertentu, terutama ketika guru yang bersangkutan sedang
mengalami kesulitan atau masalah dalam pelaksanaan tugasnya.

5. Pengkoordinasian
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk menyelaraskan gerak
langkah dan memelihara prinsip taat asas (konsistensi) pada setiap dan seluruh

32
guru dalam melaksanakan semua tugas dan kegiatannya agar dapat mencapai
tujuan dan sasaran yang telah direncanakan. Hal ini dilakukan kepala sekolah
melalui pembinaan kerjasama antarguru dan antara guru dengan pihak-pihak luar
yang terkait. Di samping itu penyelarasan dan ketaatan pada asas diupayakan agar
fungsi manajemen yang satu dengan yang lain, seluruhnya berorientasi pada
tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
demikian, dalam melaksanakan fungsi ini seorang kepala sekolah dapat
menggunakan sekurang-kurangnya tiga pendekatan, yaitu: (1) pengendalian yang
bersifat pencegahan; (2) pengendalian langsung; dan (3) pengendalian yang
bersifat perbaikan.
Pengendalian pencegahan dilaksanakan kepala sekolah dengan
menitikberatkan pada usaha-usaha: (1) melakukan perencanaan yang matang; (2)
pengorganisasian yang tepat; (3) pemberian dorongan yang tepat; (4) pemberian
pengarahan yang jelas dan terarah; (5) menciptakan iklim kerja yang sejuk; dan
(6) pengkoordinasian yang tepat dan harmonis. Pengendalian langsung dapat
dititikberatkan pada usaha-usaha kepala sekolah untuk: (1) mengadakan
pengamatan yang cermat dan terencana secara sistematis pada setiap tahap dalam
proses pelaksanaan program; (2) mengadakan supervisi pelaksanaan program atau
kegiatan yang dilakukan oleh guru; (3) memberikan bantuan atau bimbingan
segera kepada guru yang memerlukannya; dan (4) membina disiplin guru secara
berkesinambungan. Pengendalian yang bersifat perbaikan dilaksanakan
berdasarkan hasil evaluasi dan analisis. Dengan demikian perbaikan ini dilakukan
setelah sesuatu tugas atau kegiatan selesai dilaksanakan.

6. Pengawasan
Pengawasan merupakan suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa
yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengoreksi dengan maksud
supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Pengawasan adalah
proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat
mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah
ditetapkan tersebut. Pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial
tetap diperlukan, bagaimana pun rumit dan luasnya organisasi.

33
Pengawasan dimaksudkan untuk memastikan agar anggota organisasi
melaksanakan apa yang dikehendaki dengan mengumpulkan, menganalisis, dan
mengevaluasi informasi serta memanfaatkannya untuk mengendalikan organisasi.
Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam
upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan.
Herujito (2006:242) berpendapat bahwan pengawasan (controling) adalah
mengamati dan mengalokasikan dengan penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi.
Stoner (1995) mengemukakan empat langkah dasar dalam fungsi
pengawasan, yaitu: (1) menentukan standar dan metode yang digunakan untuk
mengukur prestasi; (2) mengukur prestasi; (3) menganalisis apakah prestasi kerja
memenuhi syarat; dan (4) mengambil tindakan korektif. Empat langkah tersebut
diilustrasikan pada Gambar 2.3. Semua langkah harus diterapkan secara berurutan
dan berulang.

Standar dan Metode Mengukur Prestasi Apakah Prestasi tidak Ambil Tindakan
Pengukuran Prestasi Kerja Memenuhi Standar Korektif
ya
Pengembangan
Program

Gambar 2.3 Langkah-langkah Dasar dalam Fungsi Pengawasan

Adapun langkah-langkah dalam melaksanakan pengawasan lazim


dilakukan dengan tiga tahapan, adalah: (1) menyusun rancangan pengawasan,
meliputi tujuan pengawasan; sasaran/aspek yang akan diawasi; identifikasi faktor
pendukung dan penghambat dalam proses pengawasan; menentukan pendekatan,
teknik, dan instrumen pengawasan; menentukan waktu dan jadwal pengawasan;
dan menghitung biaya yang diperlukan dalam proses melaksanakan pengawasan;
(2) melaksanakan pengawasan; dan (3) menyusun dan melaporkan hasil
pengawasan kepada pihak penyelenggara program.

34
BAB III
PENDEKATAN MANAJEMEN KELAS

Guru adalah pekerja sosial, akan tetapi guru tidak dapat disamakan dengan
seorang tukang. Seorang tukang cukup mengikuti petunjuk yang terdapat dalam
buku petunjuk. Guru perlu menyadari bahwa peranannya adalah sebagai
manajerial di kelas, maka aktivitas kerja guru harus berdasar pada kerangka acuan
pendekatan manajemen kelas. Manajemen kelas dalam proses penyelesaian
masalah terletak pada keterampilan memberikan fasilitas yang berbeda-beda
untuk setiap peserta didik. Penyelesaian masalah merupakan proses penyelesaian
yang beragam, ini tergantung pada sumber permasalahan. Guru harus memiliki,
memahami, dan terampil dalam menggunakan bermacam-macam pendekatan
dalam manajemen kelas, meskipun tidak semua pendekatan yang dipahami dan
dimilikinya digunakan bersamaan atau sekaligus.
Guru dalam hal ini dituntut untuk terampil memilih atau bahkan
memadukan pendekatan yang dianggapnya menyakinkan untuk menangani kasus
manajemen kelas yang tepat dengan masalah yang dihadapinya. Kemungkinan
dari hasil diagnosis memutuskan menggunakan pendekatan A, tetapi setelah
diterapkan ternyata gagal, kemudian situasi tersebut dianalisis kembali, akhirnya
sampai pada kesimpulan guru harus menerapkan altematif kedua, ketiga, atau
kombinasi. Berikut ini akan adalah uraian tentang macam-macam pendekatan
dalam manajemen kelas yang disarikan dari Weber (1993); Entang dan Joni
(1983); dan Depdikbud (1989). Boleh jadi macam-macam pendekatan dalam
manajemen kelas itu ada pendekatan yang sudah tidak tepat lagi. Oleh karena itu,
uraian macam-macam pendekatan ini dimaksudkan untuk lebih memahami
kekuatan dan kelemahan yang ada pada setiap pendekatan, sehingga guru tidak
terjerumus ke dalam penerapan pendekatan yang sudah tidak tepat itu.

A. PENDEKATAN PENGUBAHAN PERILAKU


Pendekatan pengubahan perilaku didasarkan pada prinsip-prinsip psikologi
behaviorisme. Prinsip utama yang mendasari pendekatan ini adalah perilaku
merupakan hasil proses belajar. Prinsip ini berlaku baik bagi perilaku yang sesuai
maupun perilaku yang menyimpang. Penganjur pendekatan ini berpendapat

35
bahwa seorang peserta didik berperilaku menyimpang adalah disebabkan oleh
salah satu dari dua alasan, yaitu: (1) peserta didik telah belajar berperilaku yang
tidak sesuai; atau (2) peserta didik tidak belajar berperilaku yang sesuai.
Pendekatan pengubahan perilaku dibangun atas dasar dua asumsi utama, yaitu: (1)
empat proses dasar belajar; dan (2) pengaruh kejadian-kejadian dalam lingkungan.
Tugas guru adalah menguasai dan menerapkan empat prinsip dasar belajar.
Prinsip tersebut adalah: (1) penguatan positif; (2) hukuman; (3) penghentian; dan
(4) penguatan negatif. Penguatan positif yakni pemberian penghargaan setelah
terjadi suatu perbuatan. Penghargaan menyebabkan perbuatan yang dikuatkan itu
semakin meningkat. Perbuatan yang dihargai tersebut diperkuat dan diulangi di
kemudian hari. Contohnya, Andika membuat karya tulis. Karya tulis itu sangat
rapi. Kemudian karya tulis itu diserahkan kepada guru (perbuatan, tingkah laku).
Guru memuji karya tulis itu dan mengatakan bahwa karya tulis yang rapi lebih
mudah dan enak dibaca dari pada karya tulis yang tidak rapi (penguatan positif).
Dalam karya tulis berikutnya Andika lebih bersungguh-sungguh dan tulisannya
lebih rapai (frekuensi perbuatan yang dikuatkan lebih meningkat).
Hukuman adalah pemberian pengalaman atau rangsangan yang tidak
disukai atau tidak diinginkan sesudah terjadinya suatu perbuatan. Dengan
hukuman menyebabkan suatu perbuatan yang dikenai hukuman frekuensinya
berkurang dan cenderung tidak dilanjutkan. Contohnya: Galang membuat dan
menyerahkan makalah yang tulisannya tidak rapi kepada gurunya (perbuatan
peserta didik). Guru menegur Galang karena dia tidak bekerja rapi. Guru
mengatakan kepadanya bahwa tulisan yang tidak rapi sukar dibaca. Guru
menyuruh agar Galang menulis kembali makalah itu (hukuman). Dalam makalah
berikutnya tulisan Galang bertambah baik (frekuensi perbuatan yang dihukum
berkurang).
Penghentian adalah menahan suatu penghargaan yang diharapkan
(menahan penguatan positif), yang dalam kejadian sebelumnya perbuatan seperti
itu diberi penghargaan. Penghentian menyebabkan menurunnya frekuensi
perbuatan yang sebelumnya dihargai. Contohnya: Sinta yang pekerjaannya rapi
selalu dihargai oleh guru. Ia menyiapkan sebuah karya tulis dengan tulisan yang
rapi, kemudian menyerahkannya kepada guru (perbuatan peserta didik yang

36
sebelumnya dikuatkan oleh guru). Guru menerimanya, kemudian
mengembalikannya kepada Sinta tanpa komentar apa pun (menahan penguatan
positif). Pekerjaan Sinta menjadi kurang rapi dalam membuat makalah berikutnya
(frekuensi perbuatan yang sebelumnya dikuatkan menjadi menurun).
Penguatan negatif adalah penarikan rangsangan (hukuman) yang tidak
diinginkan atau tidak disukai sesudah terjadinya suatu perbuatan, yang
menyebabkan frekuensi perbuatan itu meningkat. Menarik hukuman bermaksud
memperkuat perilaku dan meningkatkan kecenderungan diulangi. Contohnya:
Iskandar adalah salah seorang peserta didik yang selalu menyerahkan pekerjaan
(makalah) yang kurang rapi kepada gurunya. Meskipun guru selalu mengomeli
Iskandar, pekerjaan Iskandar itu tidak bertambah rapi. Guru kali ini menerima
pekerjaan Iskandar tanpa komentar dan tanpa omelan seperti biasanya (menarik
hukuman). Ternyata pada kemudian hari pekerjaan Iskandar menjadi lebih baik
(frekuensi perilaku meningkat).
Berdasarkan pada uraian di atas, guru dapat mendorong perilaku peserta
didik yang sesuai dengan menggunakan penguatan positif (memberikan
penghargaan) dan penguatan negatif (menarik hukuman). Guru dapat mengurangi
perilaku peserta didik yang menyimpang dengan menggunakan hukuman
(memberi rangsangan yang tidak menyenangkan), penghentian (menahan
penghargaan yang diharapkan), dan penarikan (menarik penghargaan dari peserta
didik). Hal yang perlu diingat bahwa konsekuensi-konsekuensi itu memberikan
pengaruh kepada perilaku peserta didik sesuai dengan prinsip-prinsip perilaku
yang telah terbentuk. Jika guru menghargai perilaku yang menyimpang, perilaku
tersebut cenderung diteruskan. Jika guru menghukum perilaku yang sesuai,
perilaku tersebut cenderung tidak diteruskan.
Penentuan waktu, frekuensi penguatan, dan hukuman adalah prinsip lain
yang penting dalam pengubahan perilaku. Perbuatan peserta didik yang hendak
diperkuat oleh guru harus dengan segera dikuatkan setelah perbuatan itu terjadi.
Perbuatan peserta didik yang hendak dihentikan harus segera dikenakan hukuman
setelah perbuatan itu terjadi. Perilaku yang tidak dikuatkan dengan segera
cenderung akan melemah. Perilaku yang tidak dikenakan hukuman dengan segera
cenderung akan menguat. Jadi penentuan waktu yang tepat untuk menghargai dan

37
menghukum adalah penting. Penentuan waktu sama pentingnya dengan frekuensi
terjadinya perilaku yang dikuatkan. Penguatan yang terus menerus, yaitu
penguatan yang menyusul setiap terjadi perilaku menyebabkan makin cepatnya
seseorang mempelajari perilaku tersebut. Jika seorang guru menginginkan
penguatan perilaku siswa tertentu, maka guru harus menghargai setiap kali
perilaku itu terjadi. Penguatan terus menerus akan sangat efektif pada tahap awal
mempelajari suatu perilaku. Sekali perilaku telah terbentuk akan efektif
menguatkannya tanpa tenggang waktu yang lama.
Ada dua macam pendekatan untuk penguatan yang berselang waktu
pendek yaitu: (1) penjadwalan selang waktu; dan (2) penjadwalan rasio.
Penjadwalan selang waktu ialah pendekatan yang digunakan oleh guru
mendorong siswa setelah batas waktu tertentu. Misalnya, guru yang menggunakan
penjadwalan selang waktu akan mendorong seorang siswa setiap jam.
Penjadwalan rasio adalah pendekatan yang digunakan oleh guru mendorong
siswa setelah suatu perbuatan terjadi beberapa kali. Misalnya, guru yang
menggunakan penjadwalan rasio akan mendorong siswa setelah perbuatan tertentu
terjadi empat kali.
Penghargaan atau pendorong adalah suatu rangsangan untuk meningkatkan
frekuensi perbuatan yang mendahuluinya. Hukuman adalah sesuatu yang
mengurangi frekuensi perbuatan yang mendahuluinya. Pendorong dapat
digolongkan dalam dua kategori utama, yaitu: (1) pendorong primer (diperlukan
untuk mempertahankan kehidupan seperti air, makanan, rumah); dan (2)
pendorong bersyarat (pujian, rasa kasih sayang dan sebagainya). Pendorong
bersyarat terdiri dari beberapa tipe seperti pendorong sosial (pujian atau tepukan),
pendorong perlambang (berupa benda/barang - tanda penghargaan), pendorong
nyata (uang atau cek), pendorong kegiatan (bermain di luar, membaca bebas,
diberi kesempatan memilih nyanyian).
Penghargaan (dan hukuman) dapat dipahami hanya dalam kaitannya
dengan peserta didik secara individual. Penghargaan terhadap seorang peserta
didik dapat saja dirasakan sebagai hukuman bagi peserta didik lainnya. Respons
yang dimaksudkan oleh guru sebagai penghargaan dapat dirasakan sebagai
hukuman, dan respons yang dimaksudkan sebagai hukuman dapat menjadi

38
penghargaan. Hal semacam ini sering terjadi. Contoh yang sangat lazim sekali
terjadi apabila seorang peserta didik berperilaku menyimpang dengan maksud
menarik perhatian. Tindakan hukuman yang diberikan oleh guru sesudah kejadian
itu sesungguhnya adalah menghargai, bukan menghukum peserta didik yang haus
perhatian itu. Dan oleh karena itu, peserta didik tersebut meneruskan perilakunya
untuk mendapat perhatian yang didambakannya.
Contoh di atas mengisyaratkan hendaknya guru berhati-hati dalam
memilih suatu pendorong tertentu. Walaupun hal ini benar, proses pemilihan
jangan dibuat sebagai suatu hal yang menyulitkan. Pendorong adalah idiosinkretik
bagi seorang peserta didik. Pendidik itulah sebenarnya dan seyogianya
menemukan pendorong-pendorong tersebut. Jadi pendorong terbaik ialah
pendorong yang dipilih oleh peserta didik itu sendiri. Terdapat tiga metode yang
ditawarkan untuk menemukan pendorong-pendorong yang berorientasi individual,
yaitu: (1) mendapatkan petunjuk mengenai pendorong yang mungkin dengan
mengamati apa yang mungkin dilakukan oleh peserta didik; (2) mendapatkan
petunjuk tambahan dengan mengamati apa saja yang mengikuti perilaku peserta
didik tertentu; dan (3) mendapatkan petunjuk tambahan dengan hanya
menanyakan si anak, apa yang akan dilakukan pada waktu senggang, apa yang
ingin dimiliki, dan untuk apa ia melakukan sesuatu.
Guru menyadari bahwa pujian dan dorongan adalah pendorong sosial yang
sangat kuat. Pendekatan pengubahan perilaku menawarkan sejumlah strategi
menajerial kepada guru yang semuanya mengandung penggunaan dorongan.
Berikut ini adalah strategi-strategi lain yang ditawarkan dalam manajemen kelas.
1. Menggunakan Model
Model adalah proses di mana peserta didik dengan mengamati cara
berperilaku orang lain mendapatkan perilaku yang baru. Sebagai suatu strategi
menajemen, model dapat dipandang sebagai suatu proses di mana guru melalui
tingkah lakunya menampilkan nilai dan sikap, yang dikehendaki dimiliki dan
ditampilkan oleh peserta didik.

2. Menggunakan Pembentukan
Pembentukan adalah suatu prosedur di mana guru meminta peserta didik
menampilkan serangkaian perilaku yang mendekati atau mirip dengan perilaku

39
yang diinginkan. Dan pada setiap kali peserta didik menampilkan perilaku yang
mendekati itu, guru memberikan dorongan kepada peserta didik sehingga ia
mampu secara konsisten menampilkan perilaku yang diinginkan tersebut. Jadi
pembentukan adalah strategi pengubahan perilaku yang digunakan untuk
mendorong perkembangan perilaku yang baru.

3. Mengunakan Sistem Hadiah


Sistem hadiah biasanya terdiri dari tiga unsur. Undur-unsur itu
dimaksudkan untuk mengubah perilaku sekelompok peserta didik. Unsur-unsur
itu berupa: (1) seperangkat instruksi tertulis yang disiapkan dengan teliti, yang
menggambarkan perilaku peserta didik yang hendak dikuatkan atau didorong oleh
guru; (2) suatu sistem yang dirancang dengan baik untuk menghadiahkan barang
kepada peserta didik yang menampilkan perilaku yang sesuai; dan (3) seperangkat
prosedur yang memberikan kesempatan kepada peserta didik saling bertukar
hadiah yang mereka peroleh sebagai penghargaan, atau memberikan kesempatan
terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial.

4. Menggunakan Kontrak Perilaku


Kontrak perilaku adalah suatu persetujuan antara guru dan peserta didik
yang berperilaku menyimpang. Persetujuan itu menentukan perilaku yang
disetujui oleh peserta didik untuk ditampilkan dan kemungkinan-kemungkinan
konsekuensinya apabila peserta didik menampilkan perilaku tersebut. Kontrak
adalah suatu kesepakatan antara guru dan peserta didik yang merinci apa yang
diharapkan dilakukan oleh peserta didik dan ganjaran atau konsekuensi yang akan
diperolehnya apabila melakukan hal-hal yang disepakati itu.

5. Menggunakan Jatah Kelompok


Penggunaan jatah kelompok adalah penggunaan prosedur di mana
konsekuensi (penguatan atau hukuman) tidak hanya tergantung kepada perilaku
seorang peserta didik sendiri, melainkan juga kepada perilaku kelompoknya.
Penghargaan terhadap setiap anggota kelompok tergantung pada perilaku salah
seorang atau lebih atau pada perilaku seluruh anggota kelompok lainnya.

40
6. Penguatan Altematif yang tidak Serasi
Penguatan altematif yang tidak serasi yaitu penguatan yang bertentangan
satu dengan yang lainnya. Penguatan itu terjadi pada situasi di mana guru
menghargai perilaku yang tidak dapat terjadi bersamaan dengan perilaku
menyimpang yang hendak dihilangkan oleh guru.

7. Menggunakan Penyuluhan Perilaku


Penyuluhan perilaku adalah suatu proses yang meliputi pertemuan pribadi
antara guru dan peserta didik. Penyuluhan perilaku ini dimaksudkan untuk
membantu peserta didik yang berperilaku menyimpang mengetahui bahwa
perilakunya tidak sesuai dan merencanakan perubahan. Pertemuan seperti itu akan
membantu peserta didik memahami hubungan antara tindakannya dengan
konsekuensinya, dan mempertimbangkan tindakan-tindakan altematif yang
mungkin dapat menghasilkan konsekuensi yang diinginkan.

8. Menggunakan Pemantauan Sendiri


Pemantauan diri sendiri diartikan sebagai pengelolaan diri sendiri di mana
peserta didik mencatat aspek-aspek perilakunya agar ia dapat mengubahnya.
Pemantauan diri sendiri secara sistematis akan meningkatkan kesadaran peserta
didik terhadap perilaku yang diharapkan dihilangkan atau dikurangi. Pemantauan
diri sendiri meningkatkan kesadaran diri sendiri melalui pengamatan atas dirinya.

9. Menggunakan Isyarat
Isyarat adalah suatu proses untuk merangsang berbuat atau tindakan
mengingatkan secara verbal atau nonverbal yang digunakan oleh guru kepada
peserta didiknya. Hal ini dilakukan apabila ia merasa peserta didiknya berperilaku
menyimpang. Suatu isyarat dapat digunakan untuk mendorong atau mencegah
perilaku tertentu. Berlainan dengan pendorong, isyarat mendahului respons.
Kembali pada dilema paling pelik yang dihadapi oleh para penganjur pendekatan
pengubahan perilaku yaitu penggunaan hukuman untuk menghilangkan perilaku
yang tidak sesuai. Setiap pakar mempunyai pandangan yang berbeda. Ada tiga

41
pandangan pokok yang paling menonjol dalam hal ini, yaitu: (1) penggunaan
hukuman dengan tepat sangat efektif untuk menghilangkan perilaku peserta didik
yang menyimpang; (2) penggunaan hukuman dengan bijaksana pada jenis-jenis
situasi tertentu akan dapat memberikan dampak positif pada perilaku peserta
didik, tetapi karena adanya risiko timbulnya pengaruh sampingan yang negatif,
penggunaan hukuman harus dipantau dengan seksama; dan (3) penggunaan
hukuman harus dihindarkan sama sekali, karena perilaku siswa yang menyimpang
dapat ditangani secara efektif dengan teknik-teknik lain yang tidak mempunyai
pengaruh sampingan yang negatif seperti hukuman.
Menyoal pandangan yang berbeda tentang hukuman di atas, Sulzer dan
Mayer memberikan kajian keuntungan dan kerugian penggunaan hukuman
(Weber, 1993). Keuntungan pemberian hukuman adalah: (1) hukuman tidak
menghentikan dengan segera perilaku siswa yang dihukum, tetapi dapat
mengurangi terjadinya perilaku tersebut untuk jangka waktu lama; (2) hukuman
bersifat memberikan informasi kepada peserta didik, karena membantunya
membedakan dengan cepat perilaku yang dibenarkan dan perilaku yang tidak
benar; dan (3) hukuman bersifat memerintah terhadap siswa lain untuk
mengurangi kemungkinan peserta didik lainnya meniru perilaku yang dihukum
tersebut. Adapun kerugian penggunaan hukuman adalah: (1) hukuman dapat
disalahtafsirkan; (2) hukuman dapat menyebabkan peserta didik yang dihukum
menyisihkan diri sama sekali; (3) hukuman dapat menyebabkan peserta didik
yang dihukum menjadi agresif; (4) hukuman dapat menghasilkan reaksi negatif di
pihak teman-teman sekelasnya; dan (5) hukuman dapat menyebabkan peserta
didik yang dihukum bersikap negatif terhadap dirinya sendiri atau terhadap
situasi.

B. PENDEKATAN IKLIM SOSIO-EMOSIONAL


Pendekatan iklim sosio-emosional dalam manajemen kelas berakar pada
psikologi penyuluhan klinikal, dan karena itu memberikan arti yang sangat
penting pada hubungan antarpribadi. Pendekatan ini dibangun atas dasar asumsi
bahwa manajemen kelas yang efektif (dan pengajaran yang efektif) sangat
tergantung pada hubungan yang positif antara guru dan peserta didik. Guru adalah

42
penentu utama atas hubungan antar dan iklim kelas. Oleh karena itu, tugas pokok
guru dalam manajemen kelas adalah membangun huhungan antarpribadi yang
positif dan meningkatkan iklim sosio-emosional yang positif pula. Banyak
gagasan yang bercirikan pendekatan sosio-emosional yang dapat ditelusuri pada
karya Carl Rogers. Premis utamanya adalah kelancaran proses belajar yang
penting sangat tergantung pada kualitas sikap yang terdapat dalam hubungan
pribadi antara guru dan peserta didik. Rogers mengindentifikasi beberapa sikap
yang diyakini hakiki yaitu: ketulusan, keserasian, sikap menerima, menghargai,
menaruh perhatian, mempercayai, dan pengertian empatik (Weber, 1993).
Sementara itu, Ginott menekankan pentingnya komunikasi yang efektif
untuk meningkatkan hubungan yang baik antara guru dan siswa, di samping
keserasian, sikap menerima, empati, dan memberikan sejumlah contoh bagaimana
sikap-sikap itu diwujudkan oleh guru (Weber, 1993). Cara guru berkomunikasi
ialah dengan berbicara sesuai situasi, bukan dengan kepribadian atau watak siswa.
Apabila dihadapkan kepada perilaku siswa yang tidak dikehendaki, guru
dinasihatkan agar menerangkan apa yang dilihatnya, menjelaskan apa yang
dirasakannya, dan menerangkan apa yang perlu dilakukan. Guru menerima siswa,
tetapi tidak menerima atau menyetujui perilakunya.
Ginott memberikan rekomendasi mengenai cara yang seyogyanya
dilakukan oleh guru untuk berkomunikasi seeara efektif, yaitu: (1) alamatkan
pernyataan kepada situasi siswa, jangan menilai dirinya karena hal itu dapat
merendahkan diri siswa; (2) gambarkanlah situasi, ungkapkan perasaan tentang
situasi itu, dan jelaskan harapan mengenai situasi tersebut; (3) nyatakan perasaan
yang sebenarnya yang akan meningkatkan pengertian siswa; (4) hindarkan cara
memusuhi dengan cara mengundang kerja sama dan memberikan kepada siswa
kesempatan mengalami ketidaktergantungan; (5) hindarkan sikap menentang atau
melawan dengan cara menghindarkan perintah dan tuntutan yang memancing
respons defensif; (6) akui, terima, dan hormati pendapat serta perasaan siswa
dengan cara meningkatkan perasaan harga dirinya; (7) hindarkan diagnosis dan
prognosis yang akan menilai siswa, karena hal itu akan melemahkan semangat;
(8) jelaskan proses, dan tidak menilai produk atau pribadi, berikan bimbingan dan
bukan kecaman; (9) hindarkan pertanyaan dan komentar yang memungkinkan

43
memancing sikap menolak dan mengundang sikap menentang; (10) tolak godaan
memberikan kepada siswa penyelesaian yang ditawarkan secara buru-buru,
pergunakanlah waktu untuk memberikan bimbingan yang diperlukan oleh siswa
untuk memecahkan masalahnya, dandoronglah kemampuan untuk mengatur diri
sendiri; (11) hilangkan sarkasme, karena hal itu akan mengurangi harga diri
peserta didik; (12) usahakan penjelasan yang singkat, hindarkan khotbah bertele-
tele yang tidak akan menyakitkan motivasi; (13) pantau dan waspadalah terhadap
dampak kata-kata yang disampaikan kepada siswa; (14) berikan pujian yang
bersifat menghargai, karena hal itu produktif, tetapi hindarkan pujian yang bersifat
menilai karena hal itu destruktif; dan (15) dengarkanlah apa yang diungkapkan
peserta didik dan dorong mengungkapkan buah pikiran dan perasaannya (Weber,
1993).
Pandangan lain yang dapat digolongkan sebagai pendekatan sosio-
emosional adalah dari Glasser. Glasser menekankan pentingnya keterlibatan guru
dengan menggunakan strategi manajemen yang disebutnya terapi kenyataan.
Glasser (2009) menyatakan bahwa satu-satunya kebutuhan dasar manusia adalah
kebutuhan akan identitas yaitu perasaan berhasil dan dihargai. Untuk mencapai
identitas berhasil dalam konteks sekolah, seseorang harus mengembangkan
perasaan tanggung jawab sosial dan harga diri. Tanggung jawab sosial dan harga
diri adalah hasil yang diperoleh siswa yang telah mengembangkan hubungan yang
baik dengan sesamanya. Jadi untuk mengembangkan identitas keberhasilan yang
penting adalah keterlibatan. Perilaku siswa yang menyimpang adalah buah
kegagalannya mengembangkan identitas keberhasilan.
Lebih lanjut Glasser (2009) mengemukakan delapan langkah untuk
membantu peserta didik mengubah perilakunya, yaitu: (1) secara pribadi
melibatkan diri dengan siswa, menerima siswa tetapi bukan kepada perilakunya
yang menyimpang, menunjukkan kesediaan membantu siswa memecahkan
masalah; (2) memberikan uraian tentang perilaku siswa, menangani masalah tetapi
tidak menilai atau menghakimi siswa; (3) membantu siswa membuat penilaian
atau pendapat tentang perilakunya yang menjadi masalah itu, pusatkan perhatian
kepada apa yang dilakukan oleh siswa yang menimbulkan masalah dan yang
menyebabkan kegagalannya; (4) membantu siswa merencanakan tindakan yang

44
lebih baik, jika perlu berikan altematif-altematif, bantulah siswa membuat
keputusan sendiri berdasarkan penilaiannya atas alternatif-alternatif yang ada
untuk mengembangkan perasaan tanggung jawab sendiri; (5) membimbing siswa
mengikatkan diri dengan rencana yang telah dibuatnya; (6) mendorong siswa
sewaktu melaksanakan rencananya dan memelihara keterikatannya dengan
rencana tersebut, yakinkan siswa bahwa guru mengetahui kemajuan kemajuan
yang dibuatnya; (7) tidak menerima pernyataan maaf siswa apabila siswa gagal
meneruskan keterikatannya, bantulah ia memahami bahwa ia sendirilah yang
bertanggung jawab atas perilakunya, ingatkan siswa akan perlunya rencana yang
lebih baik, menerima peryataan maaf berarti tidak memusingkan masalah siswa;
dan (8) memberikan kesempatan kepada siswa merasakan akibat wajar dari
perilakunya yang menyimpang tetapi jangan menghukumnya, bantulah siswa
mencoba lagi menyusun rencana yang lebih baik dan mengikatkan diri dengan
rencana tersebut.
Sementara itu Dreikurs (2011) dalam kaitan dengan pendekatan sosio-
emosional mengemukakan gagasan-gagasan penting yang mempunyai implikasi
bagi manajemen kelas yang efektif, yakni: (1) penekanan pada kelas yang
demokratis di mana siswa dan guru berbagi tanggung jawab, baik dalam proses
maupun dalam langkah maju; dan (2) pengakuan akan pengaruh konsekuensi
wajar dan logis atas perilaku siswa. Mengembangkan kelas yang demokratis
berasumsi bahwa perilaku dan pencapaian siswa dipermudah oleh suasana kelas
yang demokratis pula. Dalam suasana kelas yang demokratis siswa diharapkan
diperlakukan sebagai orang yang bertanggung jawab, individu yang mempunyai
harga diri, yang mampu membuat keputusan dan memecahkan persoalan dengan
terampil. Kelas yang demokratis, dapat membantu mengembangkan suasana
saling mempercayai antara guru dan siswa dan antara sesama siswa. Guru yang
berusaha menciptakan suasana yang demoktratis tidak boleh melepaskan
tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Guru yang efektif bukanlah seorang
otokratis, tetapi juga bukan anarkis. Guru yang demokratis membimbing peserta
didik, guru yang otokratis mendominasi, guru yang laissez faire lepas tanggung
jawab. Guru yang demokratis bertanggung jawab dengan membagi tanggung
jawab.

45
Menggunakan konsekuensi logis adalah akibat yang diterima dari sebab
perilaku peserta didik itu sendiri. Konsekuensi logis sedikit banyak diatur oleh
guru, tetapi merupakan akibat logis dari perilaku peserta didik. Agar dapat
dipandang sebagai konsekuensi logis, siswa harus menganggap konsekuensi itu
sebagai sesuatu yang wajar. Jika dipandang sebagai hukuman, efek positifnya
akan hilang. Konsekuensi logis sebagai realitas tertib sosial, berkaitan langsung
dengan perilaku yang menyimpang, tidak termasuk unsur pertimbangan moral,
dan hanya menyangkut apa yang akan terjadi di kemudian hari.

C. PENDEKATAN PROSES KELOMPOK


Premis utama yang mendasari pendekatan proses kelompok didasarkan
pada asumsi-asumsi, yakni: (1) kehidupan sekolah berlangsung dalam lingkungan
kelompok, yakni kelompok kelas; (2) tugas pokok guru adalah menciptakan dan
membina kelompok kelas yang efektif dan produktif; (3) kelompok kelas adalah
suatu sistem sosial yang mengandung ciri-ciri yang terdapat pada semua sistem
sosial; dan (4) pengelolaan kelas oleh guru adalah menciptakan dan memelihara
kondisi kelas yang menunjang terciptanya suasana belajar yang menguntungkan.
Schmuck dan Schmuck mengemukakan enam ciri mengenai manajemen
kelas yaitu: (1) harapan; (2) kepemimpinan; (3) daya tarik; (4) norma; (5)
komunikasi; dan (6) keterpaduan (Weber, 1993). Harapan adalah persepsi yang
dimiliki oleh guru dan siswa mengenai hubungan mereka satu sama lain. Persepsi
tersebut adalah perkiraan individual tentang cara berperilaku diri sendiri dan
orang lain. Oleh karena itu, harapan yang bagaimana anggota kelompok akan
berperilaku akan sangat mempengaruhi cara guru dan siswa dalam hubungan
mereka satu dengan yang lainnya.
Kepemimpinan paling tepat diartikan sebagai perilaku yang membantu
kelompok bergerak menuju pencapaian tujuannya. Jadi perilaku kepemimpinan
terdiri dari tindakan-tindakan anggota-anggota kelompok, termasuk di dalamnya
tindakan-tindakan yang membantu penetapan norma-norma kelompok yang
menggerakkan kelompok ke arah tujuan, yang memperbaiki mutu interaksi antara
anggota-anggota kelompok, dan yang menciptakan keterpaduan kelompok.
Berdasarkan peranannya, guru mempunyai potensi terbesar dalam peranan

46
kepemimpinan pembelajaran. Akan tetapi dalam kelompok kelas yang efektif
fungsi kepemimpinan dilaksanakan bersama-sama oleh guru dan para peserta
didik. Suatu kelampak kelas yang efektif adalah kelampok yang fungsi
kepemimpinannya dibagi-bagi dengan baik, dan semua anggota kelampok dapat
merasakan kewenangan dan harga diri dalam menyelesaikan tugas-tugas
akademik dan dalam bekerja bersama-sama.
Daya tarik, menunjuk pada pola-pola persahabatan dalam kelompak
kelas. Daya tarik dapat digambarkan sebagai tingkat persahabatan yang terdapat di
antara para anggota kelampok kelas. Tingkat daya tarik tergantung pada sejauh
mana hubungan antarpribadi yang positif telah berkembang. Pengelola kelas yang
efektif ialah seseorang yang membantu mengembangkan hubungan antarpribadi
yang positif antara para anggota kelompok. Misalnya, guru berusaha
meningkatkan sikap menerima terhadap para siswa yang tidak disukai dan
anggota-anggota baru.
Norma ialah pengharapan bersama mengenai cara berpikir, cara
berperasaan, dan cara berperilaku para anggota kelompok. Norma sangat
mempengaruhi hubungan antarpribadi, karena norma tersebut memberikan
pedoman yang membantu para anggota memahami apa yang diharapkan dari
mereka dan apa yang dapat mereka harapkan dari orang lain. Norma kelompok
yang produktif adalah hakiki bagi efektivitas kelompok. Oleh karena itu, salah
satu tugas guru ialah membantu kelompok menciptakan, menerima, dan
memelihara norma kelompok yang produktif.
Komunikasi, baik verbal maupun nonverbal adalah dialog antara anggota-
anggota kelompok. Komunikasi mencakup kemampuan khas manusia untuk
saling memahami buah pikiran dan perasaan masing-masing. Komunikasi yang
efektif berarti menerima pesan menafsirkan dengan tepat pesan yang disampaikan
oleh pengirim pesan. Oleh karena itu, tugas rangkap guru adalah membuka
saluran komunikasi sehingga semua siswa menyatakan buah pikiran dan
perasaannya dengan bebas, menerima buah pikiran dan perasaan siswa.
Keterpaduan adalah menyangkut perasaan kolektif yang dimiliki oleh
para anggota kelas mengenai kelompok kelasnya. Keterpaduan menekankan
hubungan individu dengan kelompok sebagai suatu keseluruhan. Kelompok

47
menjadi padu karena alasan: (1) para anggota saling menyukai satu sama lainnya;
(2) minat yang besar terhadap pekerjaan; dan (3) kelompok memberikan harga diri
kepada para anggotanya.

48
DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 1988. Pengelolaan Kelas dan Siswa: Sebuah Pendekatan Evaluatif.


Jakarta: Rajawali Pers.

Depdikbud. 1989. Pengelolaan Kelas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan


Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dirjen Dikdasmen. 1996. Pengelolaan Kelas: Seri Peningkatan Mutu 2. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dirjen Dikdasmen. 2000. Petunjuk Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djamarah, S. B. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dreikurs, R. 2011. Psychology in the Classroom. New York: Harper and Row
Publishers.

Entang, M., dan Joni, T., R. 1983. Pengelolaan Kelas. Jakarta: Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Glasser, W. 2009. Control Theory in the Classroom. New York: Harper and Row
Publishers.

Hasibuan, M. S. P. 1990. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta:


Haji Masagung.

Herujito, Y. M. 2006. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Grasindo.

Ibrahim. 1998. Inovasi Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan


Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Imron, A. 2003. Manajemen Pendidikan: Substansi Inti dan Ekstensi. Dalam


Imron, A., Maisyaroh, dan Burhanuddin (Eds.), Manajemen Pendidikan:
Analisis Substantif dan Aplikasinya dalam Latar Institusi Pendidikan (hlm.
3-14). Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Johnson, L. V., dan Bany, M. A. 1970. Classroom Management. London: The


McMillan Company.

Kamus Bahasa Indonesia. 2008. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan


Nasional.

Ornstein, A. C. 1990. Strategies for Effective Teaching. New York: Harper and
Row Publisher Inc.

49
Siagian, S. P. 2002. Organisasi, Kepemimpinan, dan Perilaku Administrasi.
Jakarta: Gunung Agung.

Stoner, J. A. F. 1995. Management. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Subandiyah. 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Supriyanto, A. 2003. Manajemen Kelas. Dalam Imron, A., Maisyaroh, dan


Burhanuddin (Eds.), Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan
Aplikasinya dalam Latar Institusi Pendidikan (hlm. 43-49). Malang:
Penerbit Universitas Negeri Malang.

Usman, H. 2009. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

Weber, W. A. 1993. Classroom Management. Massachusetts: De Heat and


Company.

Williams, K. 2006. Introducing Management A Development Guide. Boston:


Elsevier Ltd.

Wiyani, N. A. 2013. Manajemen Kelas: Teori dan Aplikasi untuk Menciptakan


Kelas yang Kondusif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

50

Anda mungkin juga menyukai