Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

STROKE INFARK

Oleh:
Nur Fitri Fadila
NIM. 1608438200

Pembimbing:
dr. Enny Lestari, Sp.S, M. Biomed

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018

1
RSUD ARIFIN ACHMAD
Fakultas Kedokteran UR
SMF/ BAGIAN SARAF
Sekretariat : SMF Saraf – Irna Medikal Lantai 4
Jl. Diponegoro No. 2 Telp. (0761) 7026225
PEKAN BAR U

STATUS PASIEN
Nur Fitri Fadila
Nama Koass
1608438200
NIM/NUK
dr. Enny Lestari, Sp.S, M. Biomed
Pembimbing

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Tn. EA
Umur 36 tahun
Jenis kelamin Laki-laki

Alamat Jl. H. Agus Salim, Pekanbaru

Agama Islam
Status perkawinan Kawin
Pekerjaan Buruh
Tanggal Masuk RS 4 Oktober 2018
Medical Record 997693

II. ANAMNESIS : Alloanamnesis (Anak pasien)


Keluhan Utama
Lemah anggota gerak kiri sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan lemah anggota gerak sebelah kiri sejak 1 hari SMRS.
Kelemahan ini terjadi secara mendadak saat pasien terbangun dari tidur. Pasien

2
terjatuh saat berjalan ke kamar mandi. Pasein juga merasakan kebas pada anggota
gerak kiri.
Keluarga pasien juga mengatakan mulut pasien tampak miring ke arah kanan.
Keluhan nyeri kepala tidak ada. Tidak ada keluhan lain seperti demam, mual,
muntah, penurunan kesadaran dan kejang. Tidak ada gangguan BAB dan BAK,
serta tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan dileher sejak 2011. Sering berdebar-
debar dan merasa sering mudah lelah dan sesak jika beraktifitas.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak memiliki riwayat stroke sebelumnya
 Riwayat hipertiroid sejak 2011 dan sedang dalam pengobatan sejak
februari 2018
 Riwayat hipertensi tidak diketahui
 Riwayat DM tidak diketahui
 Riwayat penyakit jantung tidak diketahui
 Riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui
 Riwayat trauma kepala tidak ada

Riwayat Kebiasaan
 Pasien jarang olahraga
 Pasien merokok

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat stroke (-)
 Riwayat Hipertensi (-) dalam keluarga
 Riwayat DM tidak diketahui

RESUME ANAMNESIS
Tn. EA, usia 36 tahun, dengan keluhan lemah tubuh sebelah kiri sejak 1
hari SMRS. Keluhan terjadi secara mendadak saat pasien bangun dari tidur.
Keluarga juga mengeluhkan mulut pasien tampak miring ke arah kanan.
Pasien juga mempunyai riwayat hipertiroid sejak 2011 dan sedang dalam
pengobatan sejak februari 2018.

3
III. PEMERIKSAAN ( 8 Oktober 2018)
A. KEADAAN UMUM
Tekanan darah : Kanan : 130/70 mmHg, Kiri : 130/70 mmHg
Denyut nadi : Kanan : 84 x/mnt, tidak teratur,
Kiri : 84x/mnt, tidak teratur
Jantung : HR : 80 x/mnt, irama, teratur.
Paru : Respirasi : 15 x/mnt , tipe : torako abdominal
Keadaan Gizi : Berat badan : 45 kg Tinggi badan : 150 cm
Kesan : BMI : 20 (Normal)
Ekstermitas : Udem (-)
B. STATUS GENERALIS
Mata : Eksoftalmus (+) Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-),
Telinga: Sekret (-), serumen (-)
Hidung : Sekret (-), serumen (-)
Leher : Tampak benjolan di colli dekstra, sewarna kulit, sebanyak
satu buah, sebesar telur ayam kampung, permukaan rata,
konsistensi lunak, pinggir tegas, mobile, nyeri (-). Ikut
bergerak saat menelan. Bruit (-)
Thoraks
Paru
 Inspeksi : gerakan dinding dada simetris,
 Palpasi : Vokal fremitus normal simetris kiri dan kanan
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung
 Inspeksi : Iktus Cordis (+)
 Palpasi : Iktus Cordis teraba pada ICS V linea aksilaris anterior
 Perkusi : Batas kanan jantung linea sternalis dekstra, batas kiri
jantung ICS V medial linea aksilaris anterior
 Auskultasi :HR 84 dpm, S1 dan S2 ireguler, sistolik murmur pada
apeks (+)

Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Abdomen tampak datar

4
 Auskultasi : Bising usus (+) 8 kali/menit
 Perkusi : Timpani seluruh lapangan abdomen
 Palpasi : Abdomen supel, hepatosplenomegali (-)

Pemeriksaan ekstemitas
CRT <2 detik, akral hangat, tidak ada edema ekstremitas ,tidak ada akrosianosis,
tremor (-)
Indeks Wayne
Gejala Nilai Tanda Nilai
Dispnoe de +1 Tiroid teraba +3
effort
Berdebar +2 Eksoftalmus +2
Lelah +2 Atrial fibrilasi +4
Total 16

Kesan : equivocal tiroid


C. STATUS NEUROLOGIK
1) Kesadaran : Composmentis Kooperatif , GCS 15 (E4M6V5)
2) Fungsi luhur : Normal
3) Kaku kuduk : Tidak ditemukan
4) Saraf kranial
1. N. I (Olfactorius)
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Normal Normal Normal

2. N. II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan >3/60 > 3/60
Lapang pandang Normal Normal Normal
Pengenalan warna Normal Normal

3. N. III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-)
Pupil
Normal
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Gerak bola mata Normal Normal Normal
Refleks pupil Normal Normal

5
Langsung (+) (+)
Tidak langsung (+) (+)

4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Normal Normal Normal

5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Normal Normal
Sensibilitas Normal Normal Normal
Nyeri (+) (+)
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Raba (+) (+)
Tekan (+)
(+) (+)
Diskriminasi
(+) (+)
Refleks kornea

6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Normal Normal
Strabismus (-) (-) Normal
Deviasi (-) (-)

7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Tic (-) (-)
Motorik
Mengerutkan dahi Normal Normal
Paresis N. VII
Mengangkat alis Normal Normal
kiri, tipe sentral
Menutup mata Normal Normal
Sudut mulut Tidak Tertarik Tertarik

Daya perasa Normal Normal


Normal
Tanda chvostek (-) (-)

6
8. N. VIII (Akustikus)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran Normal Normal Normal

9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus faring Normal Normal
Daya perasa Normal Normal Normal
Refleks muntah (+) (+)

10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus faring Normal Normal
Normal
Dysfonia (-) (-)

11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Normal Normal
Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi

12. N. XII (Hipoglossus)


Kanan Kiri Keterangan
Motorik Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Normal
Tremor (-) (-)
Disartri (+) (+)

I. SISTEM MOTORIK
Kanan Kiri Keterangan

7
Ekstremitas atas
Kekuatan
Distal 5 1
Medial 5 1
Proksimal 5 1
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Ger. Involunter (-) (-) Hemiparese
Ekstremitas bawah sinistra
Kekuatan
Distal 5 1
Medial 5 1
Proksimal 5 1
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Ger. Involunter (-) (-)
Badan
Trofi Eutrofi Eutrofi Normal
Ger. Involunter (-) (-)

II. SISTEM SENSORIK


Kanan Kiri Keterangan
Raba Normal Hipoestesi
Nyeri Normal Hipoestesi
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proprioseptif (+) (+)

III. REFLEKS
Kanan Kiri Keterangan
Refleks Fisiologis
Biseps (+) (+) Normal
Triseps (+) (+)
Refleks fisiologis
KPR (+) (+) Normal

8
APR (+) (+)
Refleks patologis
Babinski (-) (-)
Refleks patologis
Chaddock (-) (-)
dan primitif tidak
Hoffman-Tromer (-) (-)
ditemukan
Refleks primitif
Palmomental (-) (-)
Snout (-) (-)

IV. FUNGSI KOORDINASI


Kanan Kiri Keterangan
Tes telunjuk-hidung Normal Normal
Tes tumit-lutut Normal Sulit dinilai
Gait Sulit dinilai Sulit dinilai Normal
Tandem Sulit dinilai Sulit dinilai
Romberg Sulit dinilai Sulit dinilai

V. SISTEM OTONOM
Miksi : Normal
Defekasi : Normal

VI. PEMERIKSAAN KHUSUS / LAIN


a. Laseque : Tidak terbatas
b. Kernig : Tidak terbatas
c. Patrick : (-/-)
d. Kontrapatrick : (-/-)
e. Valsava test : (-)
f. Brudzinski : (-/-)

VII. STROKE ASSESSMENT TOOLS


National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
Administer stroke scale items in the order listed. Record performance in each category after each subscale
exam. Do not go back and change scores. Follow directions provided for each exam technique. Scores should
reflect what the patient does, not what the clinician thinks the patient can do. The clinician should record
answers while administering the exam and work quickly. Except where indicated, the patient should not be
coached (ie, repeated requests to patient to make a special effort).

Instructions Scale definition Score

9
1a. Level of consciousness: The investigator 0 = Alert; keenly responsive.
must choose a response if a full evaluation is 1 = Not alert; but arousable by minor stimulation to
prevented by such obstacles as an endotracheal obey, answer, or respond.
tube, language barrier, orotracheal 2 = Not alert; requires repeated stimulation to
trauma/bandages. A 3 is scored only if the attend, or is obtunded and requires strong or
__0___
patient makes no movement (other than painful stimulation to make movements (not
reflexive posturing) in response to noxious stereotyped).
stimulation. 3 = Responds only with reflex motor or autonomic
effects or totally unresponsive, flaccid, and
areflexic.

1b. LOC questions: The patient is asked the 0 = Answers both questions correctly.
month and his/her age. The answer must be 1 = Answers one question correctly.
correct - there is no partial credit for being close. 2 = Answers neither question correctly.
Aphasic and stuporous patients who do not
comprehend the questions will score 2. Patients
unable to speak because of endotracheal
___0__
intubation, orotracheal trauma, severe
dysarthria from any cause, language barrier, or
any other problem not secondary to aphasia are
given a 1. It is important that only the initial
answer be graded and that the examiner not
"help" the patient with verbal or non-verbal cues.

1c. LOC commands: The patient is asked to 0 = Performs both tasks correctly.
open and close the eyes and then to grip and 1 = Performs one task correctly.
release the non-paretic hand. Substitute another 2 = Performs neither task correctly.
one step command if the hands cannot be used.
Credit is given if an unequivocal attempt is
made but not completed due to weakness. If the
patient does not respond to command, the task ____0_
should be demonstrated to him or her
(pantomime), and the result scored (ie, follows
none, one or two commands). Patients with
trauma, amputation, or other physical
impediments should be given suitable one-step
commands. Only the first attempt is scored.

2. Best gaze: Only horizontal eye movements 0 = Normal.


will be tested. Voluntary or reflexive 1 = Partial gaze palsy; gaze is abnormal in one or
(oculocephalic) eye movements will be scored, both eyes, but forced deviation or total gaze
but caloric testing is not done. If the patient has paresis is not present.
a conjugate deviation of the eyes that can be 2 = Forced deviation, or total gaze paresis not
overcome by voluntary or reflexive activity, the overcome by the oculocephalic maneuver.
score will be 1. If a patient has an isolated
peripheral nerve paresis (CN III, IV or VI), score
a 1. Gaze is testable in all aphasic patients. __0__
Patients with ocular trauma, bandages, pre-
existing blindness, or other disorder of visual
acuity or fields should be tested with reflexive
movements, and a choice made by the
investigator. Establishing eye contact and then
moving about the patient from side to side will
occasionally clarify the presence of a partial
gaze palsy.

3. Visual: Visual fields (upper and lower 0 = No visual loss.


quadrants) are tested by confrontation, using 1 = Partial hemianopia.
finger counting or visual threat, as appropriate. 2 = Complete hemianopia.
Patients may be encouraged, but if they look at 3 = Bilateral hemianopia (blind including cortical
the side of the moving fingers appropriately, this blindness).
can be scored as normal. If there is unilateral
blindness or enucleation, visual fields in the
__0__
remaining eye are scored. Score 1 only if a
clear-cut asymmetry, including quadrantanopia,
is found. If patient is blind from any cause, score
3. Double simultaneous stimulation is performed
at this point. If there is extinction, patient
receives a 1, and the results are used to
respond to item 11.

10
4. Facial palsy: Ask - or use pantomime to 0 = Normal symmetrical movements.
encourage - the patient to show teeth or raise 1 = Minor paralysis (flattened nasolabial fold,
eyebrows and close eyes. Score symmetry of asymmetry on smiling).
grimace in response to noxious stimuli in the 2 = Partial paralysis (total or near-total paralysis of
poorly responsive or non-comprehending lower face). __1__
patient. If facial trauma/bandages, orotracheal 3 = Complete paralysis of one or both sides
tube, tape or other physical barriers obscure the (absence of facial movement in the upper and
face, these should be removed to the extent lower face).
possible.

5. Motor arm: The limb is placed in the 0 = No drift; limb holds 90 (or 45) degrees for full
appropriate position: extend the arms (palms 10 seconds.
down) 90 degrees (if sitting) or 45 degrees (if 1 = Drift; limb holds 90 (or 45) degrees, but drifts
supine). Drift is scored if the arm falls before 10 down before full 10 seconds; does not hit bed or
seconds. The aphasic patient is encouraged other support.
using urgency in the voice and pantomime, but 2 = Some effort against gravity; limb cannot get to
not noxious stimulation. Each limb is tested in or maintain (if cued) 90 (or 45) degrees, drifts down
__3___
turn, beginning with the non-paretic arm. Only in to bed, but has some effort against gravity.
the case of amputation or joint fusion at the 3 = No effort against gravity; limb falls.
shoulder, the examiner should record the score 4 = No movement.
as untestable (UN), and clearly write the UN = Amputation or joint fusion,
explanation for this choice. explain:________________
5a. Left arm
5b. Right arm

6. Motor leg: The limb is placed in the 0 = No drift; leg holds 30-degree position for full 5
appropriate position: hold the leg at 30 degrees seconds.
(always tested supine). Drift is scored if the leg 1 = Drift; leg falls by the end of the 5-second period
falls before 5 seconds. The aphasic patient is but does not hit bed.
encouraged using urgency in the voice and 2 = Some effort against gravity; leg falls to bed by 5
pantomime, but not noxious stimulation. Each seconds, but has some effort against gravity.
limb is tested in turn, beginning with the non- 3 = No effort against gravity; leg falls to bed ___3__
paretic leg. Only in the case of amputation or immediately.
joint fusion at the hip, the examiner should 4 = No movement.
record the score as untestable (UN), and clearly UN = Amputation or joint fusion,
write the explanation for this choice. explain:________________
6a. Left leg
6b. Right leg

7. Limb ataxia: This item is aimed at finding 0 = Absent.


evidence of a unilateral cerebellar lesion. Test 1 = Present in one limb.
with eyes open. In case of visual defect, ensure 2 = Present in two limbs.
testing is done in intact visual field. The finger- UN = Amputation or joint fusion,
nose-finger and heel-shin tests are performed explain:________________
on both sides, and ataxia is scored only if
present out of proportion to weakness. Ataxia is
___0__
absent in the patient who cannot understand or
is paralyzed. Only in the case of amputation or
joint fusion, the examiner should record the
score as untestable (UN), and clearly write the
explanation for this choice. In case of blindness,
test by having the patient touch nose from
extended arm position.

8. Sensory: Sensation or grimace to pinprick 0 = Normal; no sensory loss.


when tested, or withdrawal from noxious 1 = Mild-to-moderate sensory loss; patient feels
stimulus in the obtunded or aphasic patient. pinprick is less sharp or is dull on the affected side;
Only sensory loss attributed to stroke is scored or there is a loss of superficial pain with pinprick,
as abnormal and the examiner should test as but patient is aware of being touched.
many body areas (arms [not hands], legs, trunk, 2 = Severe to total sensory loss; patient is not
face) as needed to accurately check for aware of being touched in the face, arm, and leg.
hemisensory loss. A score of 2, "severe or total
sensory loss," should only be given when a _1_
severe or total loss of sensation can be clearly
demonstrated. Stuporous and aphasic patients
will, therefore, probably score 1 or 0. The patient
with brainstem stroke who has bilateral loss of
sensation is scored 2. If the patient does not
respond and is quadriplegic, score 2. Patients in
a coma (item 1a=3) are automatically given a 2
on this item.

11
9. Best language: A great deal of information 0 = No aphasia; normal.
about comprehension will be obtained during 1 = Mild-to-moderate aphasia; some obvious loss
the preceding sections of the examination. For of fluency or facility of comprehension, without
this scale item, the patient is asked to describe significant limitation on ideas expressed or form of
what is happening in the attached picture, to expression. Reduction of speech and/or
name the items on the attached naming sheet comprehension, however, makes conversation
and to read from the attached list of sentences. about provided materials difficult or impossible. For
Comprehension is judged from responses here, example, in conversation about provided materials,
as well as to all of the commands in the examiner can identify picture or naming card
preceding general neurological exam. If visual content from patient's response. __0___
loss interferes with the tests, ask the patient to 2 = Severe aphasia; all communication is through
identify objects placed in the hand, repeat, and fragmentary expression; great need for inference,
produce speech. The intubated patient should questioning, and guessing by the listener. Range of
be asked to write. The patient in a coma (item information that can be exchanged is limited;
1a=3) will automatically score 3 on this item. listener carries burden of communication. Examiner
The examiner must choose a score for the cannot identify materials provided from patient
patient with stupor or limited cooperation, but a response.
score of 3 should be used only if the patient is 3 = Mute, global aphasia; no usable speech or
mute and follows no one-step commands. auditory comprehension.

10. Dysarthria: If patient is thought to be 0 = Normal.


normal, an adequate sample of speech must be 1 = Mild-to-moderate dysarthria; patient slurs at
obtained by asking patient to read or repeat least some words and, at worst, can be understood
words from the attached list. If the patient has with some difficulty.
severe aphasia, the clarity of articulation of 2 = Severe dysarthria; patient's speech is so
spontaneous speech can be rated. Only if the slurred as to be unintelligible in the absence of or ___0__
patient is intubated or has other physical out of proportion to any dysphasia, or is
barriers to producing speech, the examiner mute/anarthric.
should record the score as untestable (UN), and UN = Intubated or other physical barrier,
clearly write an explanation for this choice. Do explain:________________
not tell the patient why he or she is being tested.

11. Extinction and inattention (formerly 0 = No abnormality.


neglect): Sufficient information to identify 1 = Visual, tactile, auditory, spatial, or personal
neglect may be obtained during the prior testing. inattention or extinction to bilateral simultaneous
If the patient has a severe visual loss preventing stimulation in one of the sensory modalities.
visual double simultaneous stimulation, and the 2 = Profound hemi-inattention or extinction to more
cutaneous stimuli are normal, the score is than one modality; does not recognize own hand or
__0__
normal. If the patient has aphasia but does orients to only one side of space.
appear to attend to both sides, the score is
normal. The presence of visual spatial neglect
or anosognosia may also be taken as evidence
of abnormality. Since the abnormality is scored
only if present, the item is never untestable.

Skor 14 (Moderate stroke)

Face Arm Speech Test (FAST)10,11


Kriteria Keterangan
F Facial palsy Salah satu sisi wajah terjatuh dan tidak bergerak
A Arm weakness Salah satu sisi lengan tidak bisa bergerak atau lebih
rendah dibandingkan dengan lengan sisi yang lain
S Speech impairment Bicara pelo, tidak dapat berbicara
Keterangan: Diagnosis kemungkinan stroke jika ditemukan 1 kriteria di atas

Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM)

12
Siriraj Stroke Score
Consciousness (C) : Alert (0)
Vomitting (V) : No (0)
Headache within 2 hours (H) : No (0)
Diastolic blood pressure (DBP) : 70 mmHg (50)
Atheroma (A) : Yes (1)

SSS = 2,5 C + 2 V + 2 H + 0,1 DBP - 3 A - 12


= 2,5 (0) + 2 (0) + 2 (0) + 0,1 (70) - 3 (0) - 12
= - 8 (infark serebral)

VIII. RESUME PEMERIKSAAN


Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis, GCS E4M6V5
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Denyut nadi : 84x/menit, tidak teratur
Pernafasan : 15 x/menit
Fungsi luhur : Sulit dinilai
Rangsang meningeal : Tidak ditemukan
Saraf kranial : Paresis N.VII sinistra tipe sentral
Motorik : Hemiparesis sinistra
Sensorik : Hipoestesi ekstremitas kiri
Koordinasi : Normal
Otonom : Normal
Refleks
Fisiologis : (+/+)
Patologis : (-/-)

IX. DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis klinis : Paresis N. VII sinistra tipe sentral
Hemiparesis sinistra
Diagnosis topik : Sistem karotis dektra
Diagnosis etiologik : Stroke infark emboli
Diagnosis banding : Stroke infark trombus

X. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
- Kadar gula darah sewaktu, puasa

13
- Fungsi hepar (AST, ALT) dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
- Profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida)
- Kadar asam urat
- TSH, Free T4
- Kadar elektrolit serum
- Elektrokardiografi (EKG)
- Foto toraks, CT scan kepala, EKG

XI. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah rutin (3 Oktober 2018)
- Hb : 9,6 gr/dl - WBC : 11.310/ l
- Ht : 29,9 % - PLT : 430.000/ l

Kadar gula darah (3 Oktober 2018)


- Gula darah sewaktu : 105 mg/dl

Fungsi ginjal (3 Oktober 2018)


- Ureum : 15 mg/dl
- Creatinin : 0,41 mg/dl

Kadar elektrolit serum (3 Oktober 2018)


- Na+ : 141 mmol/l
- K+ : 3,4 mmol/l
- Cl- : 109 mmol/l

Profil lipid (4 Oktober 2018)


- Kolesterol total : 94 mg/dl
- LDL : 54 mg/dl
- HDL : 23,6 mg/dl
- Trigliserida : 82 mg/dl

Fungsi hati (3 Oktober 2018)


- AST : 24 U/l
- ALT : 33 U/l
Imunoserologi (6 Oktober 2018)
TSH : 0,05 uUl/l

14
Free T4 : 100,00 p mol/l

Elektrokardiografi (4 Oktober 2018)

Irama asinus, HR 100x/menit, aksis normal, gelombang P dan interval PR tidak


dapat dinilai, gelombang QRS 0,08 detik, segmen ST normal, terdapat LVH dan
LBBB.
Kesan : atrial fibrilasi

Ekokardiografi (8 Oktober 2018)


Dimensi ruang normal
Katup mitral dan trikuspid regurgitasi
Fungsi sistolik LV baik, EF 48%
LV wall normokinetik
Trombus di LV (-)
Bendungan (-)

15
Foto toraks (3 Oktober 2018)

Cor : CTR > 50%


Pulmo : tidak tampak kelainan
Kesan : Kardiomegali

CT scan kepala (3 Oktober 2018)

Kesan: infark serebri di cortical subcortical parietotemporal dextra


XII. DIAGNOSIS AKHIR

16
Stroke infark (bikin infark kardioemboli atau infark aja?) + hipertiroid +
atrial fibrilasi

XIII. RENCANA TERAPI


a. Umum
- Tirah baring dengan posisi kepala ditinggikan 30o
- Observasi tanda-tanda vital dan status neurologis
- Mobilisasi dan rehabilitasi medik
b. Khusus
- IVFD RL 20 tpm
- Citicoline 2 x 1000 mg IV
- Aspilet 1 x 80 mg tab PO
- Digoxin 1 x 0,25 mg tab PO
- Simarc 1 x 2 mg tab PO
- Propiltiourasil 1 x 100 mg tab PO
- Bisoprolol 1 x 5 mg tab PO

J. FOLLOW UP
Follow Up
Jumat 5 Oktober 2018
S : Anggota gerak kiri lemah, bicara pelo, namun mengerti apa yang
diinstruksikan, perdarahan (-), demam (-), kejang (-), makan (+), tidur (+) BAB
(-)
O:
KU : TSR
Kes : CM GCS : E4M6V5
Tekanan darah : 120/70 mmHg Respirasi : 20x/menit
Frekuensi nadi : 90x/menit Suhu : 36,0oC
Status neurologis
- N. cranialis : paresis N. VII sinistra tipe sentral
- Motorik : Hemiparese dextra
5 1
5 1
- Sensorik : hipoestesi ekstremitas kiri
- Ref. Fisiologis: (+/+)
- Ref. Patologis: (-/-)
A: Stroke Infark + hipertiroid + atrial fibrilasi
P : - IVFD RL 20 tpm
- Citicoline 2 x 1000 mg IV
- Aspilet 1 x 80 mg tab PO

17
- Digoxin 1 x 0,25 mg tab PO
- Simarc 1 x 2 mg tab PO
- Propiltiourasil 1 x 100 mg tab PO
- Bisoprolol 1 x 5 mg tab PO
Sabtu 6 Oktober 2018
S : Anggota gerak kiri lemah, bicara pelo, namun mengerti apa yang
diinstruksikan, perdarahan (-), demam (-), kejang (-), makan (+), tidur (+) BAB
(-)
Batuk (+) kering, demam (-)
O:
KU : TSR
Kes : CM GCS : E4M6V5
Tekanan darah : 130/80 mmHg Respirasi : 20x/menit
Frekuensi nadi : 86x/menit Suhu : 36,2oC
Status neurologis
 N. cranialis : paresis N. VII dextra tipe sentral
 Motorik : Hemiparese dextra
5 0
5 0
 Sensorik : hipoestesi ekstremitas kiri
 Ref. Fisiologis : (+/+)
 Ref. Patologis : (-/-)

A: Stroke Infark + hipertiroid + atrial fibrilasi


P : - IVFD RL 20 tpm
- Citicoline 2 x 1000 mg IV
- Aspilet 1 x 80 mg tab PO
- Digoxin 1 x 0,25 mg tab PO
- Simarc 1 x 2 mg tab PO
- Propiltiourasil 1 x 100 mg tab PO
- Bisoprolol 1 x 5 mg tab PO

Senin 8 Oktober 2018


S : Anggota gerak kiri pasien masih lemah, bicara pelo (+)
Batuk (+)
O:
KU : TSS
Kes : CM GCS : E4M6V5
Tekanan darah : 120/80 mmHg Respirasi : 20x/menit
Frekuensi nadi : 84x/menit Suhu : 36,7oC

18
Status neurologis
- N. cranialis : paresis N. VII sinistra tipe sentral
- Motorik : Hemiparese dextra
5 1
5 1
- Sensorik : hipoestesi ekstremitas kiri
- Ref. Fisiologis: (+/+)
- Ref. Patologis: (-/-)
A: Stroke Infark + hipertiroid + atrial fibrilasi
P : - IVFD RL 20 tpm
- Citicoline 2 x 1000 mg IV
- Aspilet 1 x 80 mg tab PO
- Digoxin 1 x 0,25 mg tab PO
- Simarc 1 x 2 mg tab PO
- Propiltiourasil 1 x 100 mg tab PO
- Bisoprolol 1 x 5 mg tab PO
Selasa 9 Oktober 2018
S : Anggota gerak kiri pasien masih lemah, bicara pelo (+)
O:
KU : TSR
Kes : CM GCS : E4M6V5
Tekanan darah : 120/60 mmHg Respirasi : 20x/menit
Frekuensi nadi : 76x/menit Suhu : 36,3oC
Status neurologis
- N. cranialis : paresis N. VII sinistra tipe sentral
- Motorik : Hemiparese dextra
5 1
5 1
- Sensorik : hipoestesi ekstremitas kiri
- Ref. Fisiologis : (+/+)
- Ref. Patologis : (-/-)
A: Stroke Infark + hipertiroid + atrial fibrilasi
P : - IVFD RL 20 tpm
- Citicoline 2 x 1000 mg IV
- Aspilet 1 x 80 mg tab PO
- Digoxin 1 x 0,25 mg tab PO
- Simarc 1 x 2 mg tab PO
- Propiltiourasil 1 x 100 mg tab PO
- Bisoprolol 1 x 5 mg tab PO

19
- Boleh pulang

20
PEMBAHASAN

1. Stroke
1.1 Definisi
Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi
klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang
berlangsung dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
kematian tanpa ditemukannya penyakit selain gangguan vaskular.1,2

1.2 Klasifikasi2,3
A. Berdasarkan kelainan patologik pada otak
1. Stroke hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Yang dibagi atas subtipe:
 Trombosis serebri
 Emboli serebri
 Hipoperfusi sistemik
B. Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya
1. Transient Ischemic Attack (TIA): defisit neurologis dalam durasi
kurang dari 24 jam. 80% dari semua TIA hilang dalam waktu kurang dari
30 menit.
2. Prolonged Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (PRIND):
defisit neurologik yang menghilang lebih dari 24 jam sampai 3 minggu.
3. Stroke in Evolution (SIE) yaitu defisit neurologik yang secara
bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin berat dalam
beberapa jam atau hari.
4. Completed stroke, yaitu defisit neurologis yang menetap atau
hanya berubah sedikit selama observasi, dan akan menghilang setelah
lebih dari 3 minggu atau menyebabkan kacacatan.

B. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler


1. Sistem karotis
 Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
 Sensorik : hemihipestesia kontralateral, parestesia
 Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral, amourosis fugax
 Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2. Sistem vertebrobasiler
 Motorik : hemiparese alternan, disartria

21
 Sensorik : hemihipestesia alternan, paresthesia
 Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo

1.3 Faktor risiko


Faktor risiko stroke dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Faktor risiko stroke2
Tidak dapat Dapat dimodifikasi
dimodifikasi
Usia Merokok Riwayat stroke
Jenis kelamin Konsumsi alkohol Hipertensi
Genetik Penggunaan narkotika Penyakit jantung
Ras Hiperhomosisteinemia Diabetes mellitus
Antibodi anti fosfolipid Stenosis karotis
Hiperurisemia TIA
Peningkatan hematokrit Hiperkolesterolemia
Peningkatan kadar fibrinogen Penggunaan kontrasepsi oral
Obesitas

1.4 Stroke infark


Stroke infark terjadi karena adanya sumbatan pada pembuluh darah arteri
servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak akibat berbagai faktor, seperti
aterotrombosis, emboli. Otak mendapatkan suplai darah yang mengandung
oksigen dan nutrisi untuk otak dari jantung. Jumlah aliran darah ke otak dalam
keadaan normal biasanya sekitar 50-60 ml/100 gram jaringan otak/menit. Ini
berarti otak membutuhkan 20% darah yang dipompakan dari jantung. Apabila
arteri tersumbat, sel otak tidak dapat menghasilkan energi yang cukup dan kerja
otak berhenti.2,4
Bila aliran darah ke otak terhenti dalam waktu 6 detik, maka akan terjadi
gangguan metabolisme neuron. Aliran darah ke otak yang terhenti lebih dari 30
detik akan menunjukkan gambaran EEG mendatar. Jika terhenti selama 2 menit,
maka akan terjadi penghentian aktivitas otak. Jika terhenti selama 5 menit, maka
kerusakan otak akan mulai terjadi. Manusia akan meninggal jika aliran darah ke
otak terhenti selama lebih dari 9 menit. Iskemia jaringan otak terjadi bila aliran
darah ke otak berkurang 25-30 ml/100 gram jaringan otak/menit.2
Oklusi yang mendadak dari pembuluh darah otak oleh gumpalan darah,
lemak, tumor, bakteri, atau udara mengganggu aliran darah ke suatu bagian otak

22
secara tiba-tiba dan mengakibatkan nekrosis atau infark jaringan otak. Luasnya
suatu infark tergantung pada ada atau tidaknya aliran darah anastomosis yang
adekuat.4
1.4.1 Stroke infark kardioemboli5,6
Stroke kardioemboli merupakan salah satu subtipe stroke infark yang
terjadi karena oklusi arteri serebral oleh emboli yang bersumber dari jantung atau
melalui jantung. Hampir 90% emboli yang berasal dari jantung berakhir di otak
sehingga defisit neurologis sering merupakan manifestasi awal dari penyakit
sistemik karena embolia.
Kejadian stroke kardioemboli bervariasi dari setiap penelitian. The
National Institute of Neurogical Disorders and stroke (NINDS) mendapatkan dari
1273 penderita stroke infark, 246 penderita (14%) mengalami stroke
kardioemboli. Streifler mengumpulkan data dari berbagai proyek multisenter,
dengan kriteria diagnosa dan pemeriksaan penunjang yang beragam, mendapatkan
angka kejadian stroke kardioemboli antara 15-20% dari seluruh stroke infark.
Prevalensi stroke kardioemboli lebih tinggi pada usia di bawah 45 tahun,
antara 23-36%, walaupun pada kenyataannya penyakit jantung mayor yang
mendasarinya lebih banyak pada usia yang lebih tua. Kardioemboli merupakan
salah satu penyebab stroke tersering pada dewasa muda. Penyakit jantung sering
menjadi sumber emboli tergantung dari masing-masing daerah, misalnya penyakit
jantung rematik merupakan yang paling sering menjadi sumber emboli untuk
negara berkembang, sedangkan pada daerah Eropa dan Amerika Utara, sumber
emboli paling sering adalah prolaps katup mitral dan paten foramen ovale.
1.4.2 Stroke infark trombosis5-8
Stroke infark trombosis adalah stroke yang disebabkan oleh adanya oklusi
pembuluh darah yang disebabkan oleh trombus. Trombus adalah pembentukan
bekuan platelet atau fibrin di dalam darah yang dapat menyumbat pembuluh darah
vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Trombus
ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan disebut tromboemboli.
Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting dalam patogenesis
stroke infark. Lokasi trombosis sangat menentukan jenis gangguan yang
ditimbulkan, misalnya trombosis arteri dapat mengakibatkan infark jantung,
stroke, maupun claudicatio intermitten, sedangkan trombosis vena dapat
menyebabkan emboli paru.

23
Trombosis merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen
utama hemostasis yang meliputi faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah,
permukaan vaskuler, dan konstituen seluler, terutama platelet dan sel endotel.
Trombosis arteri merupakan komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena
adanya plak aterosklerosis yang pecah. Trombosis diawali dengan adanya
kerusakan endotel sehingga tampak jaringan kolagen di bawahnya. Proses
trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh
darah akibat kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang
normal bersifat anti thrombosis. Hal ini disebabkan karena adanya glikoprotein
dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada
endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi agregasi platelet. Pada endotel yang
mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen
pembuluh darah, kemudian akan merangsang trombosit dan agregasi trombosit
serta merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-
granula trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung
lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit
dengan jaringan kolagen pembuluh darah.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sel sabit,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat serangan migrain. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombosis.

Perbedaan stroke infark oleh karena Trombus dan Emboli


Stroke trombus Stroke Emboli
Lebih lambat dan biasanya dilalui TIA Mendadak, dapat disertai nyeri kepala
beberapa jam sebelumnya
Tidak di temui sumber emboli atau Ada ditemukan sumber emboli
pendarahan misalnya jantung dan A.carotis
Sumbatan akibat proses pembentukan Sumbatan berasal dari tempat lain
trombus di pembuluh darah otak itu misalnya trombus yang lepas dari
sendiri jantung ataupun arteri karotis
Lebih jarang pada usia muda Lebih sering pada usia muda
Terjadi pada saat istirahat Terjadi saat beraktivitas
Tidak disertai penurunan kesadaran Dapat terjadi penurunan kesadaran
Distribusi merata Sering ke arteri serebri media karena

24
lebih besar dan lurus

1.5 Patofisiologi3
a. Stroke infark trombosis
Trombosis merupakan penyebab tersering dari stroke iskemik (40%),
biasanya disebabkan oleh stenosis aterosklerosis atau oklusi pembuluh
darah besar, terutama arteri karotis dan arteri serebri media. Oleh karena
oklusi pembuluh darah merupakan proses yang bertahap, onsetnya akan
lebih lambat dibandingkan dengan tipe stroke lainnya. Beberapa tanda
akan mendahului tipe stroke ini, dimana setengah dari seluruh pasien
stroke trombosis dilaporkan pernah terserang TIA.
b. Stroke infark emboli
Sekitar 30% stroke disebabkan oleh emboli. Stroke emboli timbul akibat
platelet, kolesterol, fibrin, dan komponen-komponen darah lainnya yang
mengapung di dalam sirkulasi hingga mencapai distal pembuluh darah
korteks.
c. Stroke infark lakunar
Sekitar 20% stroke merupakan stroke tipe lakunar. Stroke lakunar
merupakan suatu infark yang sangat kecil, yaitu kurang dari 1 cm3, yang
timbul jika terjadi perforasi kecil pada cabang arteriol. Sekitar 85% pasien
dengan stroke lakunar akan sembuh dengan memuaskan.

1.6 Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek,
maka evaluasi dan diagnosis klinik harus dilakukan dengan cepat,
sistematik dan cermat. Evaluasi gejala dan tanda klinis stroke akut
meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, onset, aktivitas
penderita saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual,
muntah rasa berputar, kejang, cegukan, gangguan visual,
penurunan kesadaran serta faktor resiko stroke.
b. Pemeriksaan fisik seperti penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri
dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala leher, torsak, abdomen kulit
dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan
neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsangan
selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks,
koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan saat ini ada;ah NIHSS (National Institutes of Health
Stroke Scale). Berbagai algoritma dan assessment tool dapat
digunakan untuk membedakan apakah gejala dan tanda pada

25
pasien disebabkan oleh stroke atau bukan stroke, algoritma yang
sebelumnya sering dipakai diantaranya adalah Face Arm Speech
Test (FAST) dan Los Angeles Prehospital Stroke Scale (LAPSS).

Tabel 4 NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale)

Tabel 3 Face Arm Speech Test (FAST)10,11


Kriteria Keterangan
F Facial palsy Salah satu sisi wajah terjatuh dan tidak bergerak
A Arm weakness Salah satu sisi lengan tidak bisa bergerak atau lebih
rendah dibandingkan dengan lengan sisi yang lain
S Speech impairment Bicara pelo, tidak dapat berbicara
Keterangan: Diagnosis kemungkinan stroke jika ditemukan 1 kriteria di atas

Tabel 4 Los Angeles Prehospital Stroke Scale (LAPSS)13


Kriteria Jawaban
Usia > 45 tahun Yes Unknown No
Tidak ada riwayat bangkitan atau epilepsi sebelumnya Yes Unknown No
Lama gejala kurang dari 24 jam Yes Unknown No
Pasien dapat berjalan normal sebelum onset serangan Yes Unknown No
Kadar gula darah antara 60-400 mg/dl Yes No
Kelemahan pada satu sisi tubuh saat pemeriksaan
1. Facial smile / grimace Yes No
2. Genggaman tangan
3. Mengangkat lengan
Keterangan: diagnosis kemungkinan stroke jika semua kriteria di atas memiliki
jawaban “yes” atau “unknown”

26
Setelah menentukan tanda dan gejala yang terdapat pada pasien
disebabkan oleh stroke, penentuan jenis patologi stroke sangat penting dilakukan
untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat pada pasien.

Beberapa algoritma dan assessment tool dapat digunakan untuk


menentukan apakah stroke yang terjadi pada pasien merupakan stroke hemoragik
atau stroke infark adalah Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) dan Siriraj
Stroke Score (SSS).
Siriraj Stroke Score 14
SSS = 2,5 C + 2 V + 2 H + 0,1 DBP - 3 A - 12
C = Consciousness
- Alert : 0
- Drowsy, stupor : 1
- Semicoma, coma : 2
V = Vomitting
- No : 0
- Yes : 1
H = Headache within 2 hours
- No : 0
- Yes : 1
DBP = Diastolic blood pressure (mmHg)
A = Atheroma (riwayat diabetes mellitus, angina, klaudikasio)
- No : 0
- One or more : 1
Tabel 5 Interpretasi Siriraj Stroke Score (SSS)
14
Total SSS Keterangan
Hemoragik serebral
Infark serebral
s.d. Tidak dapat ditentukan, perlu pemeriksaan penunjang lain

1.7 Diagnosis banding16-18


Beberapa kelainan selain stroke, baik intrakranial maupun ekstrakranial,
dapat menimbulkan manifestasi klinis yang mirip dengan stroke. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa 19% kasus yang didiagnosis stroke oleh neurologist tanpa
melihat hasil CT scan kepala ternyata bukan merupakan kasus stroke. Kelainan ini
disebut dengan stroke mimics. Beberapa stroke mimics adalah:
a. Hipoglikemia

27
Hipoglikemia dapat menunjukkan manifestasi klinis yang mirip dengan
stroke, seperti hemiplegia dan afasia. Patogenesis disfungsi sistem saraf
pusat fokal akibat hipoglikemia masih belum jelas. Hipoglikemia
merupakan kelainan yang dapat dideteksi dengan cepat dan dapat
dikoreksi dengan cepat pula. Kondisi hemiplegia dapat pulih segera
setelah pemberian glukosa intravena, namun dapat juga pulih setelah
beberapa jam.
b. Space occupying lesion (SOL) intrakranial
Hematoma subdural, abses serebral, tumor primer sistem saraf pusat, dan
metastasis tumor merupakan kondisi klinis yang sering menunjukkan
manifestasi klinis mirip stroke. Manifestasi klinis pada kondisi ini bersifat
kronis progresif. Namun tidak jarang ditemukan manifestasi klinis dengan
onset akut. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh SOL yang dapat
menyebabkan hidrosefalus obstruktif atau efek sekunder dari penekanan
SOL pada pembuluh darah otak.
c. Bangkitan (seizure)
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa bangkitan merupakan penyebab
yang sering menjadi penyebab timbulnya manifestasi klinis mirip stroke.
Suatu penelitian menyatakan bahwa bangkitan dapat menyebabkan
kelemahan pada ekstremitas dalam waktu singkat, namun dapat juga
bertahan hingga 48 jam. Bangkitan juga merupakan komplikasi dari stroke
akut atau timbul pada pasien dengan riwayat stroke.
d. Migrain
Migrain kemungkinan dapat mencetuskan terjadinya stroke. Namun, ada
suatu jenis migrain, yaitu, migrain hemiplegia (hemiplegic migrain),
dimana hemiparesis unilateral timbul secara bersamaan dengan migrain.
Diagnosis ini sulit untuk ditegakkan pada saat hal tersebut muncul pertama
kalinya, namun diagnosisnya menjadi lebih jelas seiring berjalannya waktu
dan manifestasi klinisnya muncul berulang kali.
e. Ensefalopati dan kondisi toksik-metabolik lainnya
Hiperglikemia hiperosmolar dapat menyebabkan defisit neurologis fokal
yang mirip dengan stroke. Manifestasi klinis defisit neurologis fokal pada
hiperglikemia meliputi afasia, hemianopia homonim, hemihipestesia,
hemiparesis, hiperrefleks unilateral, dan ditemukannya refleks Babinski.
Kondisi ensefalopati metabolik lainnya yang dapat menyebabkan

28
manifestasi klinis yang mirip dengan stroke adalah hiponatremia dan
ensefalopati hepatik.
1.8 Penatalaksanaan stroke infark5
A. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini harus diselesaikan pada saat di ruang
Emergensi dengan tujuan untuk mencegah perluasan dari jaringan otak yang
rusak. Pada stadium ini pasien dilakukan stabilisasi jalan napas dan
pernapasan dan stabilisasi hemodinamik dengan pemberian cairan
kristaloid/koloid.10
B. Stadium Akut
1. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
1) Tinggikan posisi kepala 20 - 300 0

2) Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular


3) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
4) Hindari hipertermia
5) Jaga normovolernia
6) Osmoterapi atas indikasi:
 Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam
dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
C). Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama
pemberian osmoterapi.
 Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
2. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin. Pada umumnya, kebutuhan cairan
30ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral). Balans cairan diperhitungkan
dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang
tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan
yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita
panas)
3. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Pada keadaan akut,
kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
 Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
 Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);

29
 Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari
(pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
4. Penatalaksanaan hipertensi pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah
diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah
awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah
diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi
terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180
mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat
antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid,
nikardipin, atau diltiazem intravena.
5. Pemberian antikoagulan
a) Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke
ulang awal, menghentikan perburukan defisit neurologi, atau
memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke
iskemik akut.
b) Antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada penderita dengan
stroke akut sedang sampai berat karena meningkatkan komplikasi
perdarahan intrakranial.
c) Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah
stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih
merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik
akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis
berat arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi pemberian
heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi yang tidak
terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.
6. Pemberian antiplatelet
a) Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
b) Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi
akut pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena.
c) Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.
d) Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah
pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan.

30
e) Pemberian clopidogrel saja atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke
iskemik akut, tidak dianjurkan, kecuali pada pasien ada indikasi
spesifik, misalnya angina pektoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau
recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah
kejadian.
f) Pemberian antiplatelet intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein IIb/ IIIa tidak dianjurkan. Kombinasi Aspilet + extended-
release dipyridamol pilihan yang diterima oleh FDA sebagai
pencegahan sekunder stroke iskemik dibandingkan hanya aspilet saja.
Pemberian warfarin dan antikoagulan oral lain meningkatkan resiko
perdarahan sehingga tidak direkomendasikan.
7. Neuroprotektan
Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang
efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai
saat ini memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada
pada stroke iskemik akut dengan dosis 2 x 1000 g intravena 3 hari dan
dilanjutkan dengan oral 2 x 1000 g selama 3 minggu. Selain itu, pada
penelitian yang dilakukan PERDOSSI secara multisenter, pemberian
plasmin oral 3 x 500 mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di
Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita stroke akut berupa
perbaikan motorik, score MRS, dan Barthel index.
8. Pemberian Terapi Trombolisis rTPA pada Stroke Iskemik Akut secara
umum memberikan keungtungan reperfusi dari lisisnya trombus dan
perbaikan sel serebral yang bermakna. Pemberian fibrinolitik merupakan
rekomendasi yang kuat diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke
iskemik akut ditegakkan (awitan 3 jam pada pemberian intravena dalam 6
jam pemebrian intraarterial).
9. Prevensi stress ulcer pada pasien stroke dengan pemberian sitoprotektor
atau penghambat reseptor H2
10. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi seperti mobilisasi dan penilaian dini
untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia,
thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan
kontraktur) perlu dilakukan.

31
11. Penatalaksanaan medis lain seperti pemantauan kadar glukosa darah sangat
diperlukan. Hiperglikemia (kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut
harus diobati dengan titrasi insulin. Target yang harus dicapai adalah
normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa
40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
12. Rehabilitasi
C. Stadium subacute
Terapi medis termasuk tindakan terapi kognitif, kebiasaan sehari-hari,
menelan, terapi bicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Memberikan
terapi jangka panjang dan intensif post-stroke dengan tujuan membentuk
kemandirian pasien, pemahaman dan implementasi dari program pencegahan
primer and sekunder.10

2. Dasar diagnosis
2.1 Dasar diagnosis klinis
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan lemah anggota
gerak sebelah kiri sejak 1 hari SMR yang terjadi secara mendadak saat pasien
terbangun dari tidur. Pasein juga merasakan kebas pada anggota gerak kiri. Pasien
juga dengan riwayat hipertiroid sejak 2011. Pada pemeriksaan fisik didaptkan
paresis N. VII tipe sentral dan hipoestesi ekstremitas kiri. NIHSS menunjukkan
skor 14 (moderate stroke) dan Interpretasi Face Arm Speech Test adalah diagnosis
kemungkinan stroke. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka diagnosis klinis pada
pasien ini adalah stroke.

2.2 Dasar diagnosis topik


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan hemiparesis
sinistra dan parese N. VII dan hipoestesi ekstremitas kiri sehingga dipikirkan
diagnosis topik pada pasien adalah sistem karotis. Sistem karotis dekstra
dipikirkan sebab lesi pada satu sistem karotis akan memberikan defisit neurologis
yang bersifat kontralateral dan kelumpuhan saraf kranial kontralateral dengan
kelumpuhan motorik pada lengan dan tungkai. Maka berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, gangguan motorik ditemukan pada sisi kiri, sehingga lesi
dipikirkan berada pada hemisfer serebri kanan.

2.3 Dasar diagnosis etiologik

32
Diagnosis etiologik stroke infark pada pasien ini didapatkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan kelemahan anggota
gerak kiri yang dirasakan muncul tiba-tiba saat pasien bangun tidur. Pasien tidak
ada menunjukkan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial (penurunan
kesadaran, kejang, dan muntah). Pasien juga mempunyai riwayat hipertiroid. Pada
pemeriksaan fisik umum didapatkan adanya tanda atrial fibrilasi dan pada
pemeriksaan fisik neurologis didapatkan paresis N. VII dextra tipe sentral sentral,
hemiparesis sinistra, dan hipoestesi ekstremitas kiri tidak ada penurunan
kesadaran, dan tidak ada tanda rangsangan meningeal. Pada algoritma stoke Gajah
Mada serta Siriraj Stroke Score (SSS) pada pasien ini dengan skor – 10 diduga
pasien mengalami infark serebral. Temuan pada pemeriksaan fisik pada pasien ini
mengarah kepada stroke infark emboli yang disebabkan oleh adanya atrial
fibrilasi.
2.4 Dasar diagnosis banding
Perbandingan stroke infark emboli dan stroke infark trombus pada kasus
cukup signifikan sehingga dapat membedakan secara klinis langsung antara stroke
infark emboli dan trombotik.

Perbandingan stroke infark emboli, stroke infark trombotik dan kasus


Trombus Emboli Pada pasien ini
Usia tua Usia muda Usia muda (73 tahun)

Sering saat istirahat Sering terjadi saat Saat istirahat


beraktivitas

Tekanan darah tinggi Tekanan darah relative Tekanan darah normal


normal atau tinggi

33
Trombus Emboli Pada pasien ini
Tidak ditemui sumber Ditemukan sumber Ditemukan
emboli atau perdarahan emboli misalnya jantung kemungkinan sumber
atau a. carotis emboli di jantung

Sumbatan akibat proses Sumbatan berasal dari


pembentukan thrombus di tempat lain misalnya
pembuluh darah otak trombus yang lepas dari
jantung atau a. carotis

Distribusi merata Sering ke a. cerebri


media karena lebih besar
dan lurus

2.5 Dasar usulan pemeriksaan penunjang


- Pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
dilakukan untuk mendeteksi faktor risiko stroke, yaitu peningkatan
hematokrit.
- Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu, puasa dilakukan untuk mendeteksi
faktor risiko stroke, yaitu diabetes mellitus, dan juga untuk merencanakan
tatalaksana jika ditemukan kelainan kadar gula darah.
- Fungsi hepar (AST, ALT) dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin) dilakukan
untuk menyingkirkan diagnosis banding stroke, yaitu ensefalopati hepatik
dan kondisi toksik-metabolik lainnya
- Profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) dilakukan untuk
mendeteksi faktor risiko stroke, yaitu dislipidemia, dan juga untuk
merencanakan tatalaksana jika ditemukan kelainan profil lipid
- Kadar asam urat dilakukan untuk mendeteksi faktor risiko stroke, yaitu
hiperurisemia, dan juga untuk merencanakan tatalaksana jika ditemukan
kelainan kadar asam urat
- Kadar elektrolit serum dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
stroke, yaitu hiponatremia
- Kadar TSH dan Free T4 untuk menilai fungsi tiroid
- Elektrokardiografi (EKG), ekokardigrafi dan foto toraks dilakukan untuk
mendeteksi faktor risiko stroke, yaitu kelainan jantung, dan juga untuk
merencanakan tatalaksana jika ditemukan kelainan jantung

34
- CT scan dan MRI kepala dilakukan untuk menegakkan diagnosis,
mengetahui jenis patologi stroke, menyingkir diagnosis banding, dan
merencanakan tatalaksana terhadap penyakit.

2.6 Dasar diagnosis akhir


Diagnosis akhir stroke infark cardioemboli, hipertiroid dan atrial fibrilasi.
Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
ditunjang oleh hasil pemeriksaan lanjutan.
Dari anamnesis diketahui bahwa gejala yang dialami pasien yaitu lemah
anggota gerak kiri timbul mendadak saat pasien istirahat. Keluhan disertai rasa
kebas pada ekstremitas kiri. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
komposmentis, GCS E4M6V5, tekanan darah pasien 130/70 mmHg, kesan sistem
motorik parese N.VII dextra tipe sentral, hemiparese sinistra dan hipoestesi
ekstremitas sinistra.
Pemeriksaan head CT-scan merupakan gold standar untuk menentukan
penyebab stroke yang terjadi. Hasil Head CT-Scan tampak area hipodens di
cortical sub cortical lobus temporoparietal dekstra kesan stroke iskemik cortical
sub cortical lobus temporoparietalis dekstra. Pemeriksaan EKG menunjukkan
gambaran atrial fibrilasi.

2.7 Dasar rencana terapi


A. Umum
- Tirah baring dengan posisi kepala ditinggikan 30o dilakukan untuk
mempertahankan sirkulasi darah yang adekuat ke otak
- Observasi tanda-tanda vital dan status neurologis dilakukan untuk
memantau perkembangan penyakit
- Mobilisasi dan rehabilitasi medik dilakukan untuk mencegah terjadinya
kecacatan maupun komplikasi dari immobilisasi lama akibat stroke dan
juga untuk membantu mengembalikan fungsi yang optimal dalam
menjalankan activity of daily living (ADL)
B. Khusus
- Infus RL 20 tetes/menit untuk mempertahankan keadaan euvolemik.
- Citicoline 2 x 1000 mg IV diberikan sebagai neuroprotektan. Citicolin
berfungsi sebagai peningkatan integritas struktural membran sel. Citicolin
menyediakan choline dan cytidine untuk menghasilkan fosfolipid hal ini
menurunkan radikal bebas pada kondisi iskemik.

35
- Pemberian aspilet sebagai antiplatelet agregasi bertujuan mengurangi
agregasi trombosit, adhesi platelet, pembentukan trombus melalui
penekanan tromboksan A2 dalam trombosit.
- Pemberian propitiourasil
- Pemberian bisoprolol
- Pemberian simarc
- Pemberian digoxin

DAFTAR PUSTAKA

1. D’Aliberti G, Longoni M, Motto C, et al. Ischemic stroke. Switzerland:


Springer International Publishing; 2017.

2. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru: SMF Saraf RSUD
Arifin Achmad / Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2007.

3. Rumantir CU. Pola penderita stroke di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
periode 1984-1985. Laporan penelitian pengalaman belajar riset dokter
spesialis bidang ilmu saraf; 1986.

4. The Internet Stroke Center. About stroke [cited on January 23rd, 2017].
Washington: National Institute of Neurological Disorders and Stroke; 2010.
Available from: www.strokecenter.org/patients/about-stroke/

5. Degroot J. Neuroanatomi korelatif edisi ke-21. Jakarta: EGC; 1997.

6. Misbach J. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1999.

7. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.


Guideline stroke tahun 2011. Jakarta; Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia; 2011.

8. Japardi I. Patofisiologi stroke infark akibat tromboemboli. Medan: Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2002.

9. Wijaya AK. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. Denpasar:


SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar; 2013.

36
10. Warlow C, Gijn JV, Dennis M, Wardlaw J, Bamford J, Hankey G, et al.
Stroke practical management third edition. Massachusetts: Blackwell
Publishing; 2008. p.41-6.

11. Walker G, Yip S, Zhelev Z, Henschke N. Prehospital stroke scales as


screening tools for early identification of stroke and transient ischemic attack.
Canada: John Wiley & Sons; 2014.

12. Harbison J, Hossain O, Jenkinson D, Davis J, Louw SJ, Ford GA. Diagnostic
accuracy of stroke referrals from primary care, emergency room physicians,
and ambulance staff using the Face Arm Speech Test. Stroke 2003; 34:71-6.

13. The Internet Stroke Center. Stroke assessment scale [cited on January 27th,
2017]. Washington: National Institute of Neurological Disorders and Stroke;
2013. Available from: www.strokecenter.org/professionals/stroke-
diagnosis/stroke-assessment-scales/

14. Queensland Government. Clinical practice procedures: assessment/pre-


hospital stroke screening tool. Queensland: Queensland Ambulance Service;
2016.

15. Widiastuti P, Nuartha AABN. Sistem skoring diagnostik untuk stroke: skor
Siriraj. CDK-223 2015; 42(10):776-9.

16. Israr YA. Stroke. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau / RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau; 2008.

17. Handoko SSG, Budiman Y, Suryakusuma L, Sasmita PK. Korelasi metode


Algoritma Stroke Gadjah Mada dan Siriraj Stroke Score dengan hasil CT-scan
dalam mendiagnosa stroke berdasarkan data rekam medis Rumah Sakit Atma
Jaya tahun 2013. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya; 2015.

18. Jauch EC, Stettler B, Kasab SA. Ischemic stroke [cited on January 27 th,
2017]. Available from: emedicine.medscape.com/article/1916852

19. Liebeskind DS. Hemorrhagic stroke [cited on January 27 th, 2017]. Available
from: emedicine.medscape.com/article/1916662

20. Huff JS. Stroke differential diagnosis – mimics and chameleons. Chicago:
Foundation for Education and Research in Neurological Emergencies; 2013.

37

Anda mungkin juga menyukai