Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran pernapasan penyebab kematian
utama pada balita di dunia. Diperkirakan setiap tahun lebih dari 2 juta anak di
bawah usia 5 tahun meninggal dunia karena pneumonia, sebanyak 5.500 anak
meninggal setiap harinya atau 4 bayi meninggal tiap satu menit karena pneumonia
(Gauri et al., 2012) sedangkan di Indonesia tahun 2007 angka kejadian pneumonia
pada balita yaitu sebesar 15,5% (Depkes RI, 2008). Di provinsi Jawa Tengah
tahun 2014 penemuan kejadian penderita pneumonia pada balita yaitu sebesar
25,77%, sedangkan target standar pelayanan minimalnya untuk Jawa Tengah
sebesar 100% (Dinkes Jawa Tengah, 2015). Sementara pada tahun yang sama di
kota Magelang angka kejadian penderita pneumonia pada balita sebesar 60,06%
dengan 509 kasus lebih tinggi dari tahun 2013 yaitu 55,32% dengan jumlah kasus
518 (Depkes Kota Magelang, 2014).
Pneumonia disebabkan oleh bakteri dan dapat diobati menggunakan
antibiotik. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia pada anak yaitu
Streptococcus pneumoniae (S. pneumoniae) (Elorriaga et al., 2016). Pemilihan
dan penggunaan antibiotik harus rasional untuk menghindari resistensi bakteri.
Dipilih antibiotik yang ampuh dan merupakan pilihan utama untuk mengatasi
kuman penyebab pneumonia berdasarkan data biogram mikrobiologi 6-12 bulan
terakhir (Sudoyo et al., 2007). Peran farmasis dalam terapi pneumonia adalah
menilai perlu tidaknya terapi antibiotik, mengkaji ada tidaknya alergi terhadap
antibiotik yang diresepkan, mengkaji ketepatan antibiotik, lama terapi yang
digunakan, kesesuaian dosis, bentuk obat yang terkait dengan kondisi pasien,
mengkaji ada tidaknya efek samping obat, mengkaji ada tidaknya interaksi obat,
mengkaji respon terapi, resistensi maupun kegagalan terapi, menilai kepatuhan
dan faktor yang menyebabkan kegagalan terapi (Depkes RI, 2005)

1
2

Penelitian sebelumnya di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun


2014 tentang evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia anak yaitu
sebanyak 52 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dari evaluasi penggunaan
antibiotiknya didapatkan hasil yang memenuhi kriteria tepat pasien sejumlah 52
pasien (100%), tepat indikasi sebanyak 52 pasien (100%), tepat obat 52 pasien
(100%), tepat dosis (3,85%) (Aurora, 2015). Perbedaan penelitian ini dibanding
penelitian sebelumnya adalah sampel yang digunakan dimana penelitian ini
adalah balita.
Berdasarkan latar belakang diatas dan data yang didapat dari RSUD Tidar
kota Magelang bahwa tahun 2015 angka kejadian pneumonia termasuk penyakit
10 besar terbanyak di rumah sakit tersebut maka mendorong untuk dilakukan
penelitian evaluasi penggunaan antibiotik pada balita penderita pneumonia di
instalasi rawat inap RSUD Tidar kota Magelang tahun 2016. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk meningkatkan kerasionalan
pengobatan dan ketepatan pemilihan obat.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalahnya adalah: Apakah
penggunaan antibiotik pada pasien balita penderita pneumonia di RSUD Tidar
kota Magelang tahun 2016 sudah memenuhi parameter tepat indikasi, tepat
pasien, tepat obat, dan tepat dosis berdasarkan Standar Pelayanan Kesehatan Anak
di Rumah Sakit (IDAI, 2009), British National Formularium For Children 2011-
2012 dan Modul Tatalaksana Standar Pneumonia (Kemenkes RI, 2010) ?

C. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui gambaran dan ketepatan penggunaan antibiotik pada pasien
balita penderita pneumonia di instalasi rawat inap RSUD Tidar kota Magelang
tahun 2016 dengan parameter tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat
dosis berdasarkan Standar Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit (IDAI,
2009), British National Formularium For Children 2011-2012 dan Modul
Tatalaksana Standar Pneumonia (Kemenkes RI, 2010).
3

D. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah infeksi pada ujung bronkhial dan alveoli yang
disebabkan oleh mikroorganisme (Misnadiarly, 2008). Pneumonia juga diartikan
sebagai peradangan akut di parenkim paru-paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (virus atau bakteri) dan merupakan penyebab morbiditas serta
mortalitas pada anak (Salih et al., 2014). Pneumonia merupakan penyakit
berbahaya karena tidak adanya asupan oksigen pada paru-paru untuk dialirkan ke
seluruh tubuh (Kartasamita, 2010).
Ada 2 jenis pneumonia yaitu pneumonia komuniti dan pneumonia
nosokomial, pneumonia komuniti adalah pneumonia yang diperoleh di komunitas
maksudnya adalah penyakit yang dimulai dari luar rumah sakit atau setelah masuk
rumah sakit dan didiagnosis dalam waktu kurang dari 48 jam, pada pasien yang
tidak tinggal dalam perawatan jangka panjang (14 hari) atau lebih sebelum onset
gejala. Sedangkan pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang didapat di
rumah sakit yaitu dimulai 48 jam setelah pasien mendapat perawatan di rumah
sakit dan pasien tersebut tidak sedang mengalami inkubasi infeksi pada saat
masuk rumah sakit (Tierney et al., 2002).
Berdasarkan pedoman pengendalian infeksi saluran pernapasan akut
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan ( ) pada balita
klasifikasi penyakit pneumonia dibedakan untuk golongan umur < 2 bulan dan
umur 2 bulan sampai 5 tahun, adalah sebagai berikut:
1. Untuk golongan umur < 2 bulan, diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
a. Pneumonia berat : ditandai dengan napas yang cepat, yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam yang kuat.
Tindakan : segera dirujuk ke rumah sakit.
b. Bukan pneumonia : tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam yang kuat, tidak ada napas yang cepat, frekuensi napas : kurang dari
60 kali per menit.
4

Tindakan : nasehati ibu untuk tindakan perawatan di rumah seperti menjaga


kebersihan lingkungan dan memberikan nutrisi yang cukup pada anak .
2. Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun diklasifikasikan menjadi 3 :
a. Pneumonia berat : tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam kuat.
Tindakan : segera dirujuk ke rumah sakit.
b. Pneumonia : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, ada
napas cepat :
2 bulan - < 12 bulan : > 50 x / menit
12 bulan - < 5 tahun : > 40 x / menit
Tindakan : nasehati ibu untuk tindakan perawatan di rumah, anjurkan ibu
untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk.
c. Batuk bukan pneumonia : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam, tidak ada napas cepat :
2 bulan - < 12 bulan : < 50 x / menit
12 bulan - < 5 tahun : < 40 x / menit
Tindakan : bila batuk > 3 minggu, rujuk kerumah sakit.
(Kemenkes RI, )
Anak dengan pneumonia akan lebih sulit bernapas jika mengalami demam
tinggi (> 38,5ºC) , sehingga perlu diterapi dengan paracetamol tiap 6 jam selama 3
hari dengan dosis yang sesuai, sampai demamnya reda. Demam itu sendiri bukan
indikasi untuk pemberian antibiotik, kecuali pada bayi yang berumur kurang dari
2 bulan. Bayi yang berumur kurang dari 2 bulan jika menderita demam maka
harus dirujuk, jangan diberikan paracetamol untuk mengatasi demamnya
(Kemenkes RI, 2010).

b. Patofisiologi
Biasanya mikroorganisme penyebab terhirup masuk melalui saluran
pernapasan menuju ke paru-paru bagian perifer. Awalnya terjadi edema akibat
reaksi jaringan yang memudahkan proliferasi serta penyebaran kuman ke jaringan
sekitarnya. Bagian paru-paru yang terkena mengalami gangguan, yaitu terjadinya
5

gangguan pada sel polymorphonuclease (PMN), cairan edema, fibrin, eritrosit dan
terdapat kuman di paru-paru bagian alveoli (Rahajoe et al, 2008).
c. Etiologi
Penyebab paling sering kasus pneumonia adalah respiratory syncytial
virus (RSV), parainfluenza virus, adenovirus dan influenza virus. Sedangkan
bakteri yang memiliki peran penting adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus group B, Haemophillus influenza dan kuman
mikoplasma serta atipik klamidia. Pada usia prasekolah penyebab terbanyak kasus
pneumonia dan berkurang dengan bertambahnya umur adalah Chlamydia
pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae (McIntosh, 2002).
Perbedaan penyebab pada pneumonia nosokomial dengan pneumonia
komuniti ditunjukkan dalam tabel berikut :
Tabel 1. Etiologi umum pada pneumonia nosokomial dan komuniti
Lokasi Sumber Penyebab
Nosokomial Klebsiella pneumonia
Staphylococcus aureus
Basil usus gram negatif (Escherichia coli)
Pseudomonas aeroginesa
Komuniti Mycobacterium tubercolosis
Streptococcus pneumonia
Haemophillus influenza
Legionella pneumonia
Aderovina
Influenza tipe A, B, C

(Syamsudin dan Keban, 2013)

d. Diagnosis
1. Gambaran klinis
Gejala pneumonia yang timbul adalah batuk, wheezing, pilek, sakit kepala,
demam, myalgia (pada anak), nyeri abdomen dan malaise (Suriadi, 2006).
Gambaran klinis ditandai dengan suhu tubuh tinggi melebihi 40ºC, demam, sesak
6

napas, menggigil, batuk berdahak, nyeri dada. Pada pemeriksaan fisis dada
dipengaruhi luas dari lesi di paru-paru (PDPI, 2003).
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis yaitu
dilakukan foto toraks. Foto toraks hanya menunjukkan arah dignosis etiologi tidak
dapat menentukan secara khas penyebab pneumonia. Pemeriksaan penunjang
lainnya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
peningkatan jumlah leukosit biasanya lebih dari 10000/uL dan bisa mencapai
30000/uL. Pemeriksaan kultur darah dan dahak dapat digunakan untuk
menentukan diagnosis etiologi (PDPI, 2003).
e. Tatalaksana terapi
Penatalaksanaan terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama
seperti infeksi pada umumnya yaitu dengan antibiotik yang dimulai secara empiris
dengan antibiotik berspektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri
patogen diketahui, pemberian antibiotik diubah menjadi antibiotik yang
berspektrum sempit sesuai dengan patogennya (Depkes RI, 2005). Antibiotik
yang digunakan pada pneumonia anak dibagi menjadi dua, yaitu antibiotik injeksi
intravena dan antibiotik oral. Pada bayi berumur < 2 bulan pemberian antibiotik
oral merupakan tindakan pra rujukan dan diberikan jika bayi masih bisa minum.
Bila bayi tidak bisa minum maka diberikan dengan injeksi intra muskular
(Kemenkes RI, 2010). Berdasarkan efikasi klinis untuk eradikasi mikroba atau
sesuai protokol terapi, lama pemberian antibiotik untuk infeksi pneumonia adalah
5-7 hari (Kemenkes RI, 2011).
7

Tabel 2. Dosis dan frekuensi pengunaan antibiotik pada pneumonia anak


Nama Antibiotik Dosis
Ampisillin BBL <7hari:30 mg/kg setiap 12 jam.
BBL 7-21 hari: 30 mg/kg setiap 8 jam.
BBL 21-28 hari :30 mg/kg tiap 6 jam.
Anak 1 bulan- 18 tahun :25 mg/kg (max: 500 mg) setiap 6 jam
Ceftriaxon BBL : 20-50 mg/kg 1x sehari (IV selama 60 menit).
Anak 1bulan – 12 tahun dengan BB <50 kg : 50-80 kg
1 x sehari (IV atau IM) dan BB≥50 kg : 1 g 1x sehari.
Anak 12-18 tahun :1 g 1x sehari.
Gentamicin Satu kali sehari untuk anak umur 1 bulan -18 tahun: 7 mg/kg.
Chloramphenicol BBL ≤14 hari: 12,5 mg/kg 2 xsehari.
BBL 14-28 hari12,5 mg/kg 2-4x sehari.
Anak 1bulan - 18 tahun: 12,5 mg/kg setiap 6 jam.
Cefotaxime BBL<7hari:25 mg/kg setiap 12 jam.
BBL 7-21 hari: 25 mg/kg setiap 8 jam.
BBL 21-28 hari :25 mg/kg tiap 6-8 jam.
Anak 1 bulan - 18 tahun :50 mg/kg setiap 8-12 jam
Cefuroxime Anak 3bulan -2 tahun: 10mg/kg (max125 mg) 2x sehari
Anak 2 tahun - 12 tahun 15 mg/kg (max 250 mg) 2x sehari
Anak 12 tahun -18 tahun: 250 mg 2 x sehari.
(BNFC, 2011-2012)

Terapi untuk neonatus - 2 bulan : Ampisillin + Gentamicin


Terapi untuk usia > 2 bulan :
a. Lini pertama : ampisillin, bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan bisa
ditambahkan chloramphenicol.
b. Lini kedua : ceftriaxon

(IDAI, 2009)
8

Antibiotik Intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat


menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat. Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat
perbaikan setelah mendapat antibiotik secara intravena (IDAI, 2009).

Tabel 3. Pilihan antibiotik oral untuk pneumonia anak


Amoksisilin
Kotrimoksasol Beri 2 kali sehari
Beri 2 kali sehari selama 3 hari selama
Umur atau
3 hari
berat
Tablet
Badan Tablet Sirup/5 ml Sirup
Dewasa Kaplet
Anak 40 mg + 125 mg/5
80 mg + 400 500 mg
20 mg + 80 mg 200 mg ml
mg
2- < 4 bulan 2,5 ml 5 ml
4- < 6 kg ¼ 1 (0,5 sendok ¼ (1 sendok
takar) takar)
4- < 12 bulan 5 ml 10 ml
6- < 10 kg ½ 2 (1 sendok ½ (2 sendok
takar) takar)
1 - < 3 tahun 7,5 ml 12,5 ml
10 - < 16 kg (1,5 sendok (2,5
¾ 2,5 2/3
takar) sendok
takar)
3- < 5 tahun 10 ml 15 ml
16- < 19 kg 1 3 (2 sendok ¾ (3 sendok
takar) takar)

(Kemenkes RI, 2010)

Tabel 4. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia anak


Umur atau berat badan Antibiotik Frekuensi Dosis
Setiap 12 jam
< 2 bulan Ampisilin dan 100 mg/kgBB
(< 4 kg) Gentamisin 2,5 mg/kgBB

2 bulan - 5 tahun Ampisilin dan Setiap 6 jam 50 mg/kgBB


(4-19 kg) Gentamisin Setiap 24 jam 7,5 mg/kgBB
Diberikan selama 5 hari.

(Kemenkes RI, 2010)


9

Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik pada anak <5 tahun
karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada
anak, ditoleransi dengan baik dan murah (IDAI, 2009). Penggunaan antibiotik
ampisillin juga dianjurkan untuk terapi empirik pada anak (IDAI, 2009), menurut
Depkes RI (2005) terapi antibiotik pada pasien pneumonia berdasarkan patogen
penyebabnya.
Tabel 5. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia anak
Antibiotik Dosis Frekuensi Keterangan
Penisilin G 50.000 unit/kg/kali Tiap 4 jam S. pneumonia
Dosis tunggal maks.
4.000.000 unit
Cefuroxime 50 mg/kg/kali Tiap 8 jam S. pneumoniae, H.
Dosis tunggal maks. Influenza
2 gram
Ampisilin 100 mg/kg/hari Tiap 6 jam S. pneumoniae, H.
Influenza
Ceftriaxone 50 mg/kg/kali Satu kali sehari S. pneumoniae, H.
Dosis tunggal maks. Influenza
2 gram
Kloramfenikol 100 mg/kg/hari Tiap 6 jam S. pneumoniae, H.
Influenza
Clindamycin 10 mg/kg/kali Tiap 6 jam S. aureus, S.
Dosis tunggal maks. pneumoniae,
1,2 gram (alternatif untuk
anak alergi
beta laktam, lebih
jarang
menimbulkan flebitis
pada
pemberian IV
daripada
eritromisin)

(IDAI, 2009)
Terapi pendukung untuk penderita pneumonia adalah :
a. Diberi oksigen pada pasien yang menunjukkan gejala sesak napas dan
hipoksemia.
b. Pengeluaran sputum dapat diatasi dengan melakukan fisioterapi dada.
c. Hidrasi yang cukup bisa melalui parenteral.
d. Pasien dengan penderita demam dapat diberikan antipiretik.
e. Bronkodilator untuk pasien dengan bronkospasme.
f. Pemberian nutrisi yang cukup.
(Depkes RI, 2005)
10

2. Antibiotik
a. Definisi
Antibiotik merupakan zat yang berasal dari mikroba bekerja menghambat
atau membunuh mikroba jenis lain. Penggunaan antibiotik berdasarkan pada
faktor pasien dan penyebab infeksi (Sukandar et al., 2009). Antibiotik yang sering
digunakan pada terapi pneumonia oleh Pedoman dan Diagnosis Penatalaksanaan
Pneumonia tahun 2003 adalah :
1. Golongan Makrolida
Antibiotik gologan makrolida yang dapat digunakan adalah azitromisin,
eritromisin dan claritromisin. Keuntungan dari azitromisin pada terapi pneumonia
seperti mengurangi lama tinggal dirumah sakit, mengurangi angka kesakitan dan
kematian (Gangil et al., 2010).
2. Golongan Betalaktam
Antibiotik ini dibagi menjadi dua jenis golongan yaitu sefalosporin dan penisilin :
a. Penisilin
Penisilin berfungsi menghambat sintesis pada dinding sel dan bersifat
bakterisid. Golongan penisilin yang sering digunakan pada terapi pneumonia
komunitas yaitu ampisilin, ampicillin-sulbaktam dan piperacillin-tazobactam
(Sukandar et al., 2009).
b. Sefalosporin
Sefalosporin dihasilkan dari jamur Cephalorium acremonium yang berasal
dari sicilia. Sefalosporin memiliki khasiat, sifat dan struktur mirip dengan
penisilin. Kelebihan sefalosporin adalah spektrum antibakterinya yang lebih luas
namun tidak mencakup kuman anaerob, Enterococci dan resisten dengan
penisilinase (Sukandar et al., 2009).
b. Resistensi Bakteri
Resistensi bakteri adalah pertumbuhan bakteri didalam tubuh tidak dapat
dihambat oleh antibiotik sehingga efek terapi tidak tercapai (Kuswandi, 2011).
Penggunaan bermacam-macam antibiotik mengakibatkan munculnya berbagai
jenis bakteri yang resisten terhadap lebih dari satu jenis antibiotik. Resistensi yang
disebabkan karena konsumsi agen antibiotik dalam jangka waktu yang lama dan
11

frekuensi tinggi disebut resistensi sekunder (Pratiwi, 2008). Salah satu cara untuk
mencegah resistensi bakteri yaitu dengan menggunakan antibiotik secara rasional.
c. Rasionalitas
Penggunaan obat yang rasional adalah pemberian obat yang sesuai dan
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut jika tidak
terpenuhi memiliki dampak salah satunya terjadi resistensi bakteri dan
meningkatkan biaya pengobatan.
Penggunaan obat yang rasional apabila memenuhi hal-hal sebagai berikut :
1. Tepat indikasi adalah pemberian obat disesuaikan dengan diagnosis dan gejala
pasien.
2. Tepat pasien adalah pemberian obat yang disesuaikan kondisi pasien dengan
efek obat yang ditimbulkan.
3. Tepat obat adalah pemberian obat disesuaikan dengan diagnosis penyakit dan
obat yang dipilih harus mempunyai efek terapi sesuai dengan spektrum
penyakit.
4. Tepat dosis adalah pemberian obat yang tepat frekuensi, besaran dan
pemberian sehingga efek terapi dapat tercapai.
5. Tepat cara pemberian adalah cara pemberiannya disesuaikan dengan kondisi
pasien sehingga efek terapi dapat tercapai maksimal.
(Depkes RI, 2011)

E. LANDASAN TEORI

Penelitian sebelumnya di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun


2014 tentang evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia anak yaitu
diketahui sebanyak 52 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dari evaluasi
penggunaan antibiotiknya didapatkan hasil yang memenuhi kriteria tepat pasien
sejumlah 52 pasien (100%), tepat indikasi sebanyak 52 pasien (100%), tepat obat
52 pasien (100%), tepat dosis (3,85%) (Aurora, 2015). Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat diketahui gambaran penggunaan antibiotik yang meliputi tepat
12

indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis pada pasien balita penderita
pneumonia di instalasi rawat inap RSUD Tidar kota Magelang tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai