net/publication/328224033
TELAAH INTELEGENSI
CITATIONS READS
0 1,999
1 author:
Jati - Fatmawiyati
Airlangga University
14 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Jati - Fatmawiyati on 11 October 2018.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan dapat memberikan perubahan-perubahan yang berarti pada
kapasitas intelegensi seseorang, walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah
dibawa sejak lahir. Intelegensi tidak dapat terlepas dari otak. Perkembangan otak
sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-ransangan
yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat
penting.
Menurut Azwar (2011), proses lingkungan yang juga berpengaruh terhadap
intelegensi adalah proses belajar. Proses belajar menyebabkan perbedaan perilaku
individu satu dengan yang lainnya. Apa yang dipelajari dan diajarkan pada seseorang
akan menentukan apa dan bagaimana reaksi individu terhadap stimulus yang
dihadapinya. Sikap, perilaku, reaksi emosional, dan sebagainya merupakan atribut
yang dipelajari dari lingkungan. Lewat belajar, pengaruh budaya secara tidak
langsung juga mempengaruhi individu. Standard dan norma sosial yang berlaku pada
suatu kelompok budaya tempat individu berada akan menjadi acuan individu dalam
berpikir dan berperilaku.
Dengan demikian, pengaruh faktor herediter atau warisan yang dibawa
individu dan pengaruh lingkungan tempat individu berada akan bersama-sama
membentuk sifat dan karakter individu, dalam hal ini termasuk kapasitas
intelegensinya, sehingga individu yang satu tidak sama persis dengan individu
lainnya.
2. Pendekatan Neurobiologis
Pendekatan neurolobiologis beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar
anatomis dan biolgis sehingga perilaku intelegen dapat ditelusuri dasar-dasar neuro-
anatomis dan neurofisiologisnya. Pendekatan ini menimbulkan berbagai teori
intelegensi yang mengaitkan perilaku intelegensi serta ciri-cirinya dengan aspek
biologis. Hal ini dapat terlihat dari teori Halstead serta teori intelegensi Cattell dan
Hebb. Halstead mengemukakan teori Intelegensi biologis, dimana ia percaya bahwa
ada sejumlah fungsi otak yang berhubungan dengan intelegensi, yang relatif tidak
tergantung pada pertimbangan budaya. Sedangkan Cattel dan Hebb, mengemukakan
bahwa terdapat dua jenis Intelegensi, yaitu Fluid Intelligence (Gf) dan Crystallized
Intelligence (Cc).
3. Pendekatan Psikometris
Pendekatan ini berasumsi bahwa intelegensi adalah sesuatu konstruk atau
traits, yang kadarnya bisa berbeda-beda setiap individu. Pendektan ini bersifat
kuantitatif. Para ahli psikometri lebih tertarik pada pengukuran psikologis, maka
lebih mengutamakan pada cara praktis untuk melakukan klasifikasi dan prediksi
berdasarkan hasil pengukuran intelegensi daripada meneliti hakekat intelegensi.
Umumnya setelah mereka menyusun tes intelegensi baru kemudian ditetapkan
3. Charles E Spearman
Pandangan Spearman mengenai intelegensi (dalam Azwar, 2011) ditunjukkan
dalam two factor theory. Intelegensi mengandung dua komponen kualitatif yaitu (a)
edukasi relasi dan (b) edukasi korelasi. Edukasi relasi adalah kemampuan untuk
menemukan suatu hubungan dasar yang berlaku diantara dua hal. Misalnya,
menemukan keterkaitan antara kata “panjang-pendek”. Edukasi korelasi adalah
kemampuan untuk menerapkan hubungan dasar yang telah diterapkan dalam proses
edukasi relasi sebelumnya ke dalam situasi baru. Sebagai contoh, apabila telah
mengetahui “panjang-pendek” memiliki makna berlawan arti, maka hal ini dapat
diterapkan ke situasi pertanyaan seperti ” baik-….” tentu dapat dilakukan. Konsep ini
disebut sebagai proses enkoding, proses penyimpulan dan aplikasi. Hal ini merupakan
proses penalaran dengan menggunakan analogi, yang menurut Spearman, sebagai
salah satu indikator faktor g-terbaik.
5. Cyril Burt
Burt meyakini bahwa inteligensi merupakan kumpulan kemampuan yang
terorganisasikan secara hierarkhis. Artinya, kemampuan mental terbagi atas beberapa
faktor yang berada pada tingkatan yang berbeda. Faktor-faktor tersebut, yaitu: (a)
satu faktor umum (general); (b) faktor-faktor kelompok besar (broad group), (c)
faktor-faktor kelompok kecil (narrow group); dan (d) faktor-faktor spesifik (specific).
Model tingkat mental hiraki ini digambarkan sangat erat kaitannya dengan
suatu hirarki fungsional yang diurutkan berdasarkan kompleksitas kognitifnya.
Tingkat mental terendah berupa kemampuan penginderaan (sensory) dan proses
penggerak (motor). Berada di atasnya adalah tingkat kemampuan yang lebih tinggi
berupa proses persepsi atau pengamatan dan gerakan terkoordinasi (perceptual
process dan coordinated movement). Selanjutnya proses asosiasi yang lebih
kompleks dengan melibatkan ingatan (memory) dan pembentukan kebiasaan (habit).
Berada di atasnya adalah proses relational yang pada puncaknya adalah intelegensi
umum, yang dianggap memiliki peranan integrative yang terlibat dalam setiap tingkat
hirarki.
8. C. Halstead
Teori ini merupakan teori inteligensi dengan pendekatan neurobiologis.
Halstead berpendapat bahwa ada sejumlah fungsi otak yang berkaitan dengan
inteligensi. Ada empat faktor inteligensi yang oleh Halstead disebut sebagai
Inteligensi Biologis.Keempat faktor tersebut adalah :
a. Central Integrative, merupkan kemampuan mengorganisasikan pengalaman.
Fungsi faktor ini adalah penyesuaian, latar belakang pengalaman seseorang dan
hasil belajarnya akan mengintegrasikan pengalaman-pengalaman baru
b. Abstraction, kemampuan mengelompokkan sesuatu dengan cara yang berbeda,
melihat persamaan-perbedaan diantara benda, konsep, peristiwa
c. Power, kemampuan mengendalikan emosi, sehingga kemampuan rasional dan
intelektual dapat berkembang
d. Directional , kemampuan memberikan arah dan sasaran bagi kemampuan
individu, yang menunjukkan secara spesifik cara mengekspresikan intelektual dan
perilaku.
Anastasia, A & Urbina S. (1998). Tes Psikologi (edisi Bahasa Indonesia). Jakarta:
PT.Prenhallindo
Azwar, S. 2011. Pengantar Psikologi Inteligensi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Goleman Daniel. 2001. Emosional Intelligence: mengapa EI lebih penting dari pada
IQ, Jakarta: Gramedia. (Terj.)
Guilford, J.P. 1950. Creativity. American Psychologist, Vol. 5
Hurlock, Elizabeth. 2005. Perkembangan Anak. Bandung: Erlangga
Rhodes, M. 1961. An Analysis Of Creativity. The Phi Delta Kappan, 42(7), 305-310.
Semiawan, Conny dkk, 1994. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah
Menengah, Gramedia, Jakarta.
Stenberg, Robert J, Edward E. Smith. 1988. The Psychology of Human Thought.
USA: Cambridge University Press.
Stenberg, R. J., Kaufman J.C., & Prez J.E. 2002. The Creativity. New York:
Psychology Press
Solso, R.l., Maclin, O.H., & Machlin, M.K. 2008. Psikologi Kognitif. Jakarta :
Erlangga.
Sukardi, Dewa Ketut & Desak P. E. Nila Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : ANDI
Weisberg, Robert W. 2006. Creativity: Understanding Innovation in Problem
Solving, Science, Invention and the Art. USA: John Willey & Sons, Inc.