Anda di halaman 1dari 29

KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara
pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat.

B. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis :
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites
(oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi, penyakit
kolagen.
3) Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.
4) Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang
unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang
bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik,
asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga
pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura
dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan
bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan
hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru.
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan
penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang
menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi
cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga
memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada
permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein
plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat).

2
3
Pathway

4
D. Klasifikasi
Karena bukan merupakan penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit maka belum ditemukan
literatur yang menyebutkan klasifikasi dari efusi pleura tetapi ada beberapa jurnal yang membedakan menjadi
efusi pleura non maligna dan efusi pleura maligna.
1) Efusi pleura non maligna
Dalam keadaan fisiologis cairan pleura berkisar antara 10-20cc. Sedangkan tekanan hidrotatik intra
pleura adalah minus 5 cm H2C. Jadi dasar pembentukan cairan ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik
lebih besar dari pada tekanan osmotik.
Pada pleura visceralis terjadi sebaliknya dimana perbedaan tekanan osmotik lebih besar dari pada
tekanan hidrostatik. Pada pleura visceralis terjadi pengisapan cairan.
2) Efusi pleura maligna
Pada efusi pleura maligna faktor-faktor fisiologis tersebut tidak legi dapat diperhitungkan karena
mekanisme pembentukan cairan tidak lagi sesuai dengan keseimbangan yang terjadi pada efusi pleura non
maligna dimana terjadi pembentukan cairan yang begitu cepat.

E. Tanda dan gejala


1) Demam ringan dan berat
2) Berat badan menurun

5
3) Nyeri dada, dan menjalar ke daerah permukaan karena inervasi syaraf interkostalis dan segmen torakalis
atau dapat menyebar ke lengan. Nyerinya terutama saat bernafas dalam sehingga pernafasan penderita
menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernafasan pada hemitorak yang sakit menjadi teringgal.
4) Sesak nafas, terjadi pada saat permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah
cairan efusinya meningkat terutama kalau cairannya penuh, sehingga klien akan berbaring miring kesisi
yang sakit.
5) Batuk, pada umumnya non produktif dan ringan, terutama bila disertai proses tuberkulosis di parunya.

F. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi; pada toraks didapatkan dada yang terkena efusi kelihatan cembung, ruang antar iga mendatar,
pernafasan teringgal pada bagian yang sakit.
2) Palpasi; getaran nafas pada saat perabaan menurun.
3) Perkusi; fokal fremitus melemah, suara ketuk yang redup.
4) Auskultasi : suara pernafasan lemah atau menghilang

G. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1) Laboratorium dilakukan atas darah, cairan maupun hasil biopsi jaringan pleura. Dalam darah sering
dijumpai leukosit yang meningkat karena proses infeksi.

6
Secara makroskopis dan bau; cairan efusi berwarna serous (jarang serohemoragis) ini biasanya
karena infeksi tuberkulosis, bila kerush kekuning-kuningan akibat infeksi non tuberkulosis, keruh susu
dengan endapatan di dasar karena empiema, keruh susu dengan krim di bagian atas karena cylotoraks,
keruh kehijau-hijauan karena arthritis rematoid, kental karena mesothelioma, hemoragis karena karsinoma,
trauma dan infark paru dan bau busuk karena infeksi anaerobik.
Secara mikroskopis; bila ditemukan dominan neutrofil polimorf menunjukkan suatu inflamasi
bakterial dan bila jumlahnya sangat banyak akan menunjukkan empiema. Efusi dengan limfosit dominan
merupakan tanda khas untuk tuberkulosis tetapi dapat juga ditemui pada efusi pleura kronis dengan sebab
apapun.
Secara biokimia; kadar pH dari cairan pleura normal 7,64 tetapi akan menurun (< 7,30) dapat
dijumpai pada penyakit TBC, infeksi non TBC, penyakit kolagen dan neoplasma. Kadar glukosa yang
rendah (40mg%) ditemukan karena proses infeksi dan keganasan.
2) Foto thoraks; gambaran posterior anterior terdapat keruraman pada hemitorak yang terkena efusi, dari foto
thorak lateral dapat diketahui efusi pleura didepan atau dibelakang, pemeriksaan lateral dekubitus dapat
dilihat gambaran permukaan datar cairan terutama untuk efusi pleura dengan jumlah cairan yang minimal.
Disamping itu juga kadnag-kadang terlihat adanya tanda-tanda pendorong jantung dan mediastinum
kearah sisi yang sehat.

7
3) Computed tomography; ini berguna untuk membedakan kelainan parenkim terhadap leura, mengevaluasi
kelainan perenkim menentukan lokulasi, mengevaluasi permukaan pelura, membantu dalam penentuan
terapi.

H. Penatalaksanaan
1) Terapi sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
2) Torakosentesis yaitu pengeluaran cairan dengan cara aspirasi cairan bisa dilakukan dengan pemasangan
water seal drainage (WSD), sampai pasien merasa lega bernafas. Namun perlu diperhatikan bahwa
pengeluaran cairan pada setiap kali aspirasi tidak lebih dari 1500 cc dilakukan dalam 20-30 menit dan bila
masih ada cairan hendaknya dilakukan pada hari berikutnya.
3) Pleurodesis yaitu tindakan melekatkan pleura parietalis dan pleura viseralis dengan memasukkan suatu
bahan kimia atau kuman kedalam rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Bahan kimia
yang lazim digunakan adalah sitostatika seperti teotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil,
adriamisin, dan doksorubisin. Untuk pemakian kuman yang dipakai adalah corynebacterium parvum 5-10
mg dilarutkan dalam 20 ml larutan garam fisiolodgis. Obat lain yang murah dan mudah didapatkan adalah
tertasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan mengembang.
4) Pleurektomi yaitu tindakan pengangkatan pleura parietalis, namun tindakan ini jarang dilakukan kecuali jika
tindakan lain tidak berhasil.

8
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1) Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat
ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa
berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat
batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak
nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan
mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
4) Riwayat Penyakit Dahulu

9
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal
jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir
sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
6) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
7) Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi
tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan

10
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan
umumnya lemah.

c) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi
sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak
bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat
mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian
kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari
lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-
mandir, berisik dan lain sebagainya.

11
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan
pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu
yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di
masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal
pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba
mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien
mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses
berpikirnya.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk
sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola penanggulangan stress

12
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan
mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang
mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
l) Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan
menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

B. Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah
pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi
badan berat badan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang
antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra
lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya
dyspneu.

13
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu
pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh
rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke
medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin
tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-
tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e
artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio
claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan
teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk
menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan
adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal

14
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau
massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor
kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi
abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar,
asites, vesika urinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah
composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal

15
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan
palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan
effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu
diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar)
serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

C. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
1) Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin
kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski
cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan
memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit.
2) Biopsi Pleura

16
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur
percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit
(biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura).

D. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
1) Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada
tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :

17
 Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan
neoplasma
 Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona.
2) Analisa cairan pleura
a) Transudat : jernih, kekuningan
b) Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
c) Hilothorax : putih seperti susu
d) Empiema : kental dan keruh
e) Empiema anaerob : berbau busuk
f) Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
3) Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering
dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma
dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.

18
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya
kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau
atelektasis.
4) Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla,
pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20 %.

E. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi pleura antara lain :
1) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur
abdomen.
3) Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk
bernafas)
4) Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta
perubahan suasana lingkungan.

19
5) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang
lemah).
6) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang
informasi.

F. Intervensi
1) Diagnosa Keperawatan I
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X
dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi:
a) Identifikasi faktor penyebab.

20
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada
serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru.

21
2) Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam
batas normal.
Intervensi:
a) Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama,
ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b) Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi
pencernaan.
c) Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d) Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
e) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

22
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan
reflek.
f) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena
diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
g) Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan
pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet
terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam
tubuh.
3) Diagnosa Keperawatan III
Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya.
Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit,
nadi 80-90 kali permenit.
Intervensi :
a) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.

23
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
b) Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam
perawatan.
c) Ajarkan teknik relaksasi
d) Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
e) Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
f) Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam
mengatasi stress.
g) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional : Hubungan saling
percaya membantu proses terapeutik
h) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
i) Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan
membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
j) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
k) Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik,
perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
4) Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

24
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan,
pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam
waktu 3-8 jam per hari.
Intervensi:
a) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2
dan CO2.
b) Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum
dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses
tidur.
c) Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d) Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.
5) Diagnosa Keperawatan V
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang
lemah).
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

25
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel
hygiene pasien cukup.
Intervensi:
a) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan
tanda-tanda vital.
Rasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b) Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
c) Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
d) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
e) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
f) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi
normal.
6) Diagnosa Keperawatan VI
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi.

26
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
a) Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
b) PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.
c) Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang
perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
Intervensi:
a) Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan
dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b) Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan
dapat meningkatkan insiden kambuh.
c) Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-
tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi.
d) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).

27
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
G. Evaluasi
1) Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3) Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
4) Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
5) Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri dada
sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.
6) Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
7) Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan penatalaksanaan
kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum
minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya ; 2015

Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran
EGC,;2014

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
2010

Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2014

Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 2016

29

Anda mungkin juga menyukai