Anda di halaman 1dari 26

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil'aalamin, segala puja dan puji syukur penulis


panjatkan kepada Allah Yang Maha Penyayang yang selalu memberikan rahmat
serta kasih-Nya sehingga kita selalu diberikan kemudahan dalam mengerjakan
sesuatu tidak terkecuali penulisan booklet ini. Booklet ini hadir sebagai salah
satu tugas bersama mata kuliah Dinamika Kependudukan dan Kebijakan yang
disusun oleh seluruh anggota kelas di bawah bimbingan Ibu Ni’mal tercinta.
Dengan mengusung tema Lansia serta bagaimana konsep kesejahteraan dan
kesehatan lansia, booklet ini mengharapkan pembaca dapat mengetahui
mengapa lansia menjadi salah satu insan yang perlu dicinta di usianya yang tak
lagi muda dan renta.
Dengan segala usaha yang telah diberikan oleh rekan-rekan yang
belakangan kami sebut “Keluarga Biostatistika”, semoga booklet ini
memberikan sumbang pikiran yang terbuka terhadap permasalahan lansia
teruntuk para pembaca yang telah menelaah isi booklet ini. Meskipun telah
berusaha untuk menghindarkan kesalahan, penulis menyadari bahwa tak ada
sesuatu yang sempurna dan luput dari cacat tidak terkecuali buku ini yang juga
masih mempunyai kekurangan. Karena itu, penulis berharap agar pembaca
berkenan menyampaikan kritikan. Dengan segala pengharapan dan keterbukaan,
penulis menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus-tulusnya. Kritik
merupakan perhatian agar dapat menuju kesempurnaan. Salam semangat dari
kami rekan-rekan Biostatistika Kependudukan Angkatan 2016.

Jember, 31 Mei 2019

Penyusun

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan
judul “Kesehatan Lansia (Usia Lanjut)”. Booklet ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Epidemiologi Kesehatan Reproduksi yang tidak mungkin
terselesaikan tanpa adanya kerja sama dan dukungan dari semua pihak yang
terlibat. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ibu Ni’mal Baroya, S.KM., M.PH selaku dosen mata kuliah
Epidemiologi Kesehatan Reproduksi yang yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam menyusun booklet ini.
2. Teman-teman penempuh mata kuliah Epidemiologi Kesehatan
Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
yang telah memberikan saran, kritik dan masukan yang
membangun, serta semua pihak yang terlibat dalam proses
penyempurnaan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan
dalam dalam booklet ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pembaca demi kesempurnaan booklet ini dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jember, 31 Mei 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA.......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI iv
BAB 1. LANJUT USIA (LANSIA) ................................................................. 5
A. Pengertian Lansia ................................................................................. 5
B. Pembagian Umur Lansia ...................................................................... 6
BAB 2. LANSIA DI INDONESIA................................................................... 7
A. Stuktur Penduduk di Indonesia ............................................................. 7
B. Lansia Di Indonesia Tahun 2017 .......................................................... 9
BAB 3. MASALAH YANG DIHADAPI LANSIA ...................................... 11
A. Faktor yang mempengaruhi kemandirian lansia ................................. 11
B. Tingkat Depresi pada Lansia .............................................................. 12
C. Tingkat Kemandirian dalam Aktifitas Sehari-hari pada Lansia .......... 13
BAB 4. REGULASI LANJUT USIA (LANSIA) DI INDONESIA DAN
INTERNASIONAL ........................................................................... 14
A. Regulasi Lansia di Indonesia .............................................................. 14
B. Regulasi Lansia Internasional ............................................................. 14
BAB 5. UPAYA/PROGRAM DI INDONESIA DALAM RANGKA
MENINGKATKAN KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN
LANSIA BESERTA CAPAIANNYA............................................... 17

iv
BAB 1. LANJUT USIA (LANSIA)

A. Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap
ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang
mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera,
serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan ancaman bagi integritas orang usia
lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri,
kedudukan sosial, serta berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut
menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000). Penuaan merupakan prosees normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah
fase akhir dari rentangkehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi
dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya secara perlahan-lahan. Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena
tidak semua orang dapat mencapai usiatersebut, maka orang yang berusia lanjut

5
memerlukan tindakan keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun yang preventif,
agar ia dapat menikmati masa usia emas sertamenjadi usia lanjut yang berguna dan
bahagia.
B. Pembagian Umur Lansia
Menurut WHO (World Health Organization) menetapkan pembagian umur
mengenai usia lanjut, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun
2. Usia lanjut (elderly) : 60 - 74 tahun
3. Tua (old) : 75 – 90 tahun
4. Sangat tua (very old) : di atas 90 tahun
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), pembagian umur lansia adalah
sebagai berikut:
1. Pra lansia (prasenelis) yaitu sesorang yang berusia 45-59 tahun.
2. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi adalah berusia 70 tahun atau lebih atau usia 60 tahun atau
lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
5. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah ,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

6
BAB 2. LANSIA DI INDONESIA

A. Stuktur Penduduk di Indonesia


Indonesia termasuk negara berpenduduk struktur tua, karena persentase
penduduk lanjut usia yang telah mencapai di atas 7% dari total penduduk. Keadaan ini
berkaitan dengan adanya perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Struktur penduduk yang menua tersebut, selain merupakan salah satu
indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara nasional, sekaligus
juga merupakan tantangan dalam pembangunan.

Gambar 1. Struktur Penduduk Indonesia Tahun 2017


(sumber: Pusat Data dan Informsi)
Dari gambar di bawah menunjukkan bahwa belum seluruh provinsi Indonesia
berstruktur tua. Ada 19 provinsi (55,88%) provinsi Indonesia yang memiliki struktur
penduduk tua. Dari gambar di bawah dapat dilihaat tiga provinsi dengan persentase
lansia terbesar adalah DI Yogyakarta (13,81%), Jawa Tengah (12,59) dan Jawa Timur
(12,25%). Sementara itu, tiga provinsi dengan persentase lansia terkecil adalah Papua
(3,20%), Papua Barat (4,33%) dan Kepulauan Riau (4,35%).
Baru-baru ini Pemerintah melalui Kementerian PPN/Bappenas bersama Badan
Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Population Fund (UNFPA) merilis hasil
proyeksi penduduk Indonesia hingga 2045 mendatang. Pada tahun 2045 penduduk
Indonesia diperkirakan mencapai 318,9 juta jiwa (dengan asumsi Total Fertility
Rate (TFR) bertahan di angka 2,1). Hasil proyeksi juga menunjukkan bahwa pada tahun
2045 jumlah penduduk lanjut usia (lansia) g– yang didefinisikan sebagai penduduk

7
kelompok usia 60 tahun ke atas berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun
1998 – mengalami peningkatan sekitar 19,8 persen (Bappenas, dkk., 2018).
Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut mengingat menurunnya angka
fertilitas dan meningkatnya angka harapan hidup di Indonesia. Pada tahun 2015, angka
harapan hidup (AHH) bertambah panjang menjadi 70,8 (SUPAS 2015), yang semula
pada tahun 1971 hanya berkisar 55,1 tahun. Angka ini diprediksi akan meningkat di
tahun 2035 menjadi sekitar 72 tahun (Adioetomo & Mujahid, 2014; Arifin, dkk., 2012).
Hasil proyeksi penduduk Indonesia 2015-2045 menunjukkan terjadinya
fenomena penuaan penduduk. Maka dari itu, Indonesia dihadapkan pada tantangan yang
tidak sedikit dalam menghadapi fenomena ini. Salah satunya adalah bagaimana menjaga
kualitas hidup lansia, khususnya terkait kesehatan lansia. Hidup lebih lama belum tentu
berarti hidup dalam kondisi sehat. Prevalensi penyakit pada lansia mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini dikarenakan kerentanan terhadap penyakit dan
disabilitas meningkat seiring dengan usia (Christensen, dkk., 2009; Gatimu dkk., 2016).
Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, angka kesakitan pada lansia di
tahun 2014 sebesar 25,05% yang berarti pada setiap 100 lansia, terdapat 25 orang yang
sakit (Kemenkes RI, 2016). Selain itu, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh
Pusat Penelitian Kependudukan – LIPI di Kota Medan, faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup lansia adalah kesehatan dan peran keluarga (Vibriyanti, 2017). Dengan
kata lain bahwa lansia akan menjawab hidupnya berkualitas jika mereka merasa sehat
dan hidup dekat dengan keluarga. Permasalahan lain seperti faktor ekonomi juga perlu
diperhatikan. Hasil studi Situmorang, dkk., (2017) dengan menggunakan data Susenas
2013 memperlihatkan bahwa lebih dari sepertiga lansia masih aktif bekerja yang
sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar (SD) kebawah. Melihat fakta tersebut,
besar kemungkinan mereka bekerja di sektor informal dengan penghasilan yang kurang
memadai. Belum lagi ketika menengok permasalahan terkait kehidupan sosial dan
lingkungan ramah lansia. Masih minimnya infrastruktur ramah lansiajuga masih menjadi
pekerjaan rumah tersendiri di Indonesia.

8
B. Lansia Di Indonesia Tahun 2017

Gambar 2. Persentase Penduduk Lansia di Indonesia 2017

Gambar 3. Persentase Lansia Menurut Jenis Kelamin

Berdasarkan gambar di atasa, angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dari
pada laki-laki, hal ini terlihat dengan keberadaan penduduk lansia perempuan yang lebih
banyak dari pada lansia laki-laki.
Angka beban ketergantungan mencerminkan beban ekonomi yang harus
ditanggung oleh penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk lansia dengan

9
asumsi bahwa penduduk lansia tersebut secara ekonomi bukanlah lansia yang produktif.
Rasio ketergantungan penduduk lansia Indonesia pada tahun 2015 sebesar 13,28 artinya
bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar14orang
penduduk lansia. Perkembangan rasio ketergantungan penduduk lansia dari tahun 2012
sampai dengan tahun 2015 tidak ada perubahan yang signifikan.

10
BAB 3. MASALAH YANG DIHADAPI LANSIA

A. Faktor yang mempengaruhi kemandirian lansia


Faktor yang mempengaruhi kemandirian lansia yaitu usia, imobilitas dan mudah
jatuh. Faktor pertama yang menentukan tingkat kemandirian lansia yaitu usia. Peneliti
membatasi usia responden yaitu 60 – 69 tahun sesuai batasan usia yang ditentukan oleh
Depkes. Faktor kedua yang mempengaruhi kemandirian lansia yaituimobilitas,
Imobilitas sendiri merupakan ketidakmampuan lansia untuk bergerak secara aktif. Pada
saat penelitian ditemukan bahwa 3 lansia dengan usia 60 – 69 tahun sudah ada yang
memiliki penyakit stroke dan Parkinson. Ketiga lansia tersebut masuk ke dalam kategori
ketergantungan total karena saat hasil pengkajian ditemukan bahwa semua kriteria yang
tercantum dalam barthel index dilakukan dengan cara dibantu. Pada lansia dengan
ketergantungan sebagian atau ketergantungan total yang tidak dapat melakukan aktivitas
secara mandiri pihak dari panti sosial sudah menyediakan alat bantu seperti kursi roda.
Faktor ketiga yang mempengaruhi kemandirian lansia yaitu mudah jatuh, sesuai
dengan pernyataan Ediawati (2013) bila seseorang bertambah tua, kemampuan fisik dan
mentalnya perlahan akan menurun. Kemampuan fisik dan mental yang menurun sering
menyebabkan jatuh pada lansia, akibatnya akan berdampak pada menurunnya aktivitas
dalam kemandirian lansia. Pada saat penelitian ditemukan bahwa di panti sosial tersebut
sudah difasilitas dengan pegangan tangan di setiap dinding.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Suhartini (2009) bahwa faktor – faktor yang
mempengaruhi kemandirian lansia yaitu kondisi kesehatan, kondisi sosial dan kondisi
ekonomi. Faktor pertama yaitu kondisi kesehatan yang mempengaruhi tingkat
kemandirian lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Senjarawi bahwa di panti tersebut
sudah cukup memiliki fasilitas kesehatan seperti petugas kesehatan serta alat kesehatan
yang menunjang. Namun panti belum memiliki jadwal yang tetap untuk memeriksa
kesehatan seluruh lansia secara rutin. Serta kegiatan yang menunjang kemandirian lansia
seperti senam lansia sudah lama tidak terlaksana. Faktor kedua yaitu kondisi sosial, para
lansia di panti sudah memiliki jadwal rutinitas untuk mengikuti acara keagamaan atau

11
beribadah bersama. Dengan mengikuti acara keagamaan ataupun diadakannya acara
bersama kunjungan dari institusi atau kunjungan donator maka para lansia dapat
meningkatkan sosialisasi antar lansia.
Faktor ketiga yaitu kondisi ekonomi, seluruh lansia memiliki kondisi ekonomi
yang kurang dikarenakan sudah tidak memiliki sumber keuangan. Sebagian besar lansia
tersebut sudah tidak bekerja lagi dan bagi lansia yang masih memiliki keluarga hanya
menunggu bantuan dari anak-anak atau saudara. Bagi lansia yang sudah tidak memiliki
keluarga hanya menunggu bantuan dari donatur. Penelitian ini didukung oleh teori dari
Nugroho (2008) bahwa kondisi lanjut usia akan menyebabkan kemunduran di bidang
ekonomi. Masa pensiun akan berakibat turunnya pendapatan, hilangnya fasilitas-
fasilitas, kekuasaan, wewenang dan penghasilan.

B. Tingkat Depresi pada Lansia


Permasalahan permasalahan status mental tersebut secara lambat laun
memberikan pengaruh terhadap kemampuan aktivitas sehari-hari pada lansia. Depresi
pada lansia yaitu adanya perasaan cemas, iritabel, harga diri yang menurun, perasaan
hampa dan perasaan negatif terhadap diri sendiri (Miller, 2004). Status mental yang
dihadapi oleh lansia merupakan kondisi lanjut usia berkaitan dengan gangguan mental
yang dihadapi. Gangguan mental tersebut meliputi agresi, marah, kecemasan, kekacauan
mental, penolakan, ketergantungan, depresi, ketakutan, rasa sakit dan sebagainya.
Gangguan-gangguan mental seperti ini dapat mempengaruhi lanjut usia terhadap
kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Nugroho, 2008).
Tingkat depresi yang terjadi pada lansia meliputi gangguan penglihatan,
gangguan pendengaran, gangguan mobilisasi, kesulitan berpakaian, berjalan terganggu,
kesulitan toileting, kesulitan mandi, kesulitan merapikan diri, pola tidur terganggu,
kelemahan otot ekstremitas bawah, dan kelemahan otot ekstremitas atas.
Berdasarkan hasil analisis tingkat depresi terjadi peningkatan yang signifikan (p
< 0,05), hal tersebut disebabkan oleh gangguan psikologis yang meliputi marah,
kecemasan, ketergantungan, ketakutan, sehingga mempengaruhi lansia terhadap
kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Nugroho, 2008).

12
C. Tingkat Kemandirian dalam Aktifitas Sehari-hari pada Lansia
Menurut Maryam (2008) bahwa kemandirian, kemampuan atau keadaan dimana
individu mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa bergantung
dengan orang lain. Lansia yang mandiri adalah lansia yang kondisinya sehat dalam arti
luas masih mampu untuk menjalankan kehidupan pribadinya. Lansia yang sehat berarti
lansia yang menurut peneliti dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang
lain. Kemandirian pada lansia meliputi kemampuan lansia dalam melakukan aktifitas
sehari-hari, seperti : mandi, berpakaian rapi, pergi ke toilet, berpindah tempat, dapat
mengontrol Buang Air Kecil (BAK), atau Buang Air Besar (BAB), serta dapat makan
sendiri (Palestin, 2006).
Kemandirian juga dipengaruhi oleh perubahan situasi kehidupan, aturan sosial,
usia dan penyakit. Lansia akan berangsur-angsur mengalami keterbatasan dalam
kemampuan fisik dan peningkatan kerentanan terhadap penyakit kronis. Selain itu,
ketergantungan lansia dalam hal ekonomi khususnya bagi lansia pria merupakan
kenyataan pahit yang harus diterima lansia dan akan membuat gerak lansia menjadi
terbatas baik secara fisik maupun ekonomi (Putri 2011).
Menurut peneliti, lansia memiliki tingkat kemandirian yaitu dengan
ketergantungan berat, hal ini disebabkan karena terjadinya proses penuaan maka terjadi
berbagai kemunduran kemampuan baik itu dari fisik maupun mental, penglihatan,
pendengaran, sehingga sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

13
BAB 4. REGULASI LANJUT USIA (LANSIA) DI
INDONESIA DAN INTERNASIONAL

A. Regulasi Lansia di Indonesia


Di Indonesia, orang lanjut usia dilindungi dengan regulasi yang telah dibuat,
diantaranya :
1. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan
Masyarakat.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia.
4. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia.

Menurut Direktur Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Kementerian Sosial


(Kemensos) Andi Hanindito (Kompas, 2018) perlu dilakukan revisi pada Undang -
Undang Nomor 13 Tahun 1998. Hal tersebut dikarenakan peraturan tersebut masih
belum sepenuhnya mengakomodasi pemenuhan hak lanjut usia, dianggap sudah kaku
dan tidak relevan khususnya terkait pelibatan pemerintah daerah terhadap kaum lansia.
Revisi yang dilakukan pun bertujuan agar penyejahteraan lansia di Indonesia terintegrasi
dari pusat hingga daerah.

B. Regulasi Lansia Internasional


Menurut Fredvang, et al (2012) peraturan tentang hak asasi manusia termasuk
tentang lansia diatur dalam The International Bill of Rights, dimana hak asasi manusia
tidak memandang jenis kelamin, usia, agama, cacat, orientasi seksual dan perbedaan
lainnya. Universal Declaration of Human Rights (UDHR) (masih termasuk dalam Bill of
Rights) yang dianggap sebagai hukum adat dan mengikat secara hukum namun

14
didalamnya membahas tentang lansia pada pasal 25 ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang
memiliki hak untuk keamanan dan standar hidup yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya dan keluarganya” (Fredvang, et al, 2012).
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESR)
dalam Fredvang, et al (2012) membahas tentang lansia secara tersirat pada pasal 6-7
tentang pekerjaan, pasal 9 tentang hak atas jaminan sosial, pasal 11 tentang standar
hidup yang layak, dan pasal 12 tentang standar tertinggi kesehatan fisik dan mental.
International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dalam Fredvang, et al
(2012) pada pasal 18, 19, 21 membahas tentang perhatian khusus untuk orang tua yang
menjadi komitmen negara untuk menjamin kebebasan berekspresi, berserikat dan
berkumpul. Pasal 25 mengakui hak untuk berpartisipasi dalam urusan negara mereka
sendiri. Pasal 26 menyatakan “Semua orang sama di depan hukum, berhak tanpa
diskriminasi apapun dan mendapat perlindungan yang sama dari hukum”.
Vienna International Plan of Action on Aging yang diterbitkan oleh United
Nations (PBB) di New York membahas tentang rekomendasi untuk tindakan dan
rekomendasi implementasi bagi lansia. Rekomendasi untuk tindakan seperti :
1. Rekomendasi kebijakan umum.
2. Dampak penuaan pada pengembangan.
3. Kesehatan dan gizi lansia.
4. Perlindungan konsumen lansia.
5. Perumahan dan lingkungan.
6. Keluarga.
7. Kesejahteraan sosial.
8. Keamanan pendapatan dan lapangan kerja.
9. Pendidikan.
Rekomendasi implementasi seperti :
1. Peran pemerintah.
2. Peran kerjasama internasional dan regional.
3. Penilaian, tinjauan dan penilaian.
Regulasi lansia di Indonesia telah berkorelasi dengan regulasi lansia
internasional. Namun perbedaannya adalah regulasi internasional lebih tersirat dalam

15
membahas tentang lansia, tidak seperti regulasi di Indonesia yang spesifik dalam
membahas lansia.

16
BAB 5. UPAYA/PROGRAM DI INDONESIA DALAM
RANGKA MENINGKATKAN KESEHATAN DAN
KESEJAHTERAAN LANSIA BESERTA
CAPAIANNYA

Negara berkembang seperti Indonesia, tantangan yang dihadapi jauh lebih


kompleks dibanding negara-negara maju yang telah lebih dulu masuk pada populasi
menua. Terdapat dua alasan utama yang mendasari. Pertama, penuaan penduduk di
negara-negara berkembang diproyeksikan akan berkembang jauh lebih cepat dari pada
negara-negara maju. Yang kedua, negara berkembang menghadapi penuaan populasi
penduduk saat tingkat pembangunan ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan negara
maju. Kebijakan terkait lansia di Indonesia diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia yang menitikberatkan pada pemenuhan hak dasar
lansia yang meliputi pelayanan keagamaan, kesehatan, kesempatan kerja, pendidikan,
kemudahan fasilitas, dan pelayanan sarana dan prasarana umum serta bantuan hukum,
sosial dan perlindungan sosial. Kemudian untuk pelaksanaannya dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2004.
Saat ini, permasalahan terkait lansia yang mencakup kesehatan, ekonomi, sosial
dan lingkungan telah ditangani oleh berbagai pemangku kepentingan baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah. Namun demikian, pada prakteknya seringkali program-
program yang dilaksanakan masih bersifat parial dan berjalan sendiri-sendiri. Jika
mencoba menelaah beberapa program terkait lansia di masyarakat, seperti Bina
Keluarga Lansia (BKL) oleh BKKBN dan Posyandu Lansia oleh Kementrian Kesehatan
RI misalnya, kedua program ini cenderung belum terintregrasi dengan baik padahal
memiliki tujuan yang sama. Bahkan ditingkat daerah, kegiatan BKL cendrung minim
tidak segencar kegiatan posyandu lansia.
Kegiatan lansia yang dilakukan dapat bermanfaat untuk menstimultan otak dan
memperlambat terjadinya kemunduran fungsi otak. Program kegiatan lansia dilapangan
17
dapat menajadi suatu stimulasi otak yang menyenangkan dan menjadikan lansia lebih
berperan aktif fan produktif, bukan hanya sekedar menghambat proses kemunduran
otak, namun juga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia dan orang di sekitarnya.
Banyak kegiatan yang dapat dilakukan untuk menstimultan otak. Namun secara garis
besar, berbasis pada kepentingan kegiatan stimulasi otak lansia dikomunitas, ada 3
kegiatan utama seperti aktivitas fisik, stimulasi mental, dan aktivitas sosial. Aspek
kegiatan spiritual merupakan hal penting yang dapat menstimulasi otak pada lansia,
namun kegiatan spiritualitas dapat menjadi bagian aktifitas sosial dan stimulasi mental.
Menurut Tim Nasional Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) program
perlindungan sosial untuk lansia masih sangat terbatas
1. Penerimaan Bantuan Iuran (PBI) Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
diberikan kepada 92,4 Juta jiwa yang berada pada kesejahteraan sosial dan
ekonomi sekitar 40% terbawah, termasuk sekitar 8,2 juta lansia dalam data
terpadu
2. Program Asistensi Lanjut Usia (ASLUT), yang dikelola oleh Kementrian Sosial,
pada tahun 2016 baru menjangkau sekitar 30.000 penduduk lansia miskin diatas
60 tahun keatas (yang terlantar dan bed-ridden) dengan nilai bantuan Rp.200.000
per jiwa per bulan selama 12 bulan.
3. Program Keluarga Harapan (PKH), yang dikelola oleh Kementrian Sosial,
memasukkan komponen lansia berusia diatas 70 tahun sebanyak 150.000 (2017)
pada keluarga peserta PKH dengan nilai bantuan Rp.200.000 per jiwa per bulan
selama 12 bulan (Rp. 2.400.000).
Tantangan Memasukkan Lansia dan Penyandang Disabilitas (PwD) dalam
Komponen PKH
1. Tantangan terbesar adalah tidak ada jaminan bahwa manfaat bantuan dinikmati/
menjangkau anggota keluarga Lansia dan Difabel dalam keluarga. Pengurus
keluarga mungkin akan memprioritaskan anggota keluarga lain (misalnya anak-
anak dan/atau mereka yang bekerja), lansia dan difabel dalam posisi
subservient/bergantung pada dukungan/bantuan lain yang akan memengaruhi
martabat serta kesejahteraannya

18
2. Jika dukungan/bantuan hanya diberikan kepada sejumlah penerima bantuan yang
ada sekarang dengan anggota keluarga Lansia dan Difabel, program tidak dapat
secara maksimal menjangkau penduduk Lansia lain yang masih rentan. Di
Indonesia, sekitar 14% Lansia perempuan hidup sendiri dibadingkan 4% Lansia
laki-laki yang hidup sendiri, banyak yang sangat rentan dan belum/tidak menerima
bantuan
3. Negara yang sebelumnya berupaya mengadopsi strategi seperti PKH di Indonesia
dengan memasukkan penduduk lansia serta penyandang disabilitas sebagai bagian
dari Program bantuan Bersyarat/CCT telah mengubah strategi dan beralih
mengembangkan sistem perlindungan sosial menggunakan pendekatan life-
cycle/siklus hidup:
a. Mexico, sebelumnya berupaya mendukung Lansia melalui program
Oportunidades/CCT, tetapi setelah beberapa tahun secara bertahap
mengembangkan pemberian program “pensiun” secara menyeluruh kepada
Lansia. Saat ini jumlah lansia sama dengan jumlah penerima Program
Oportunidades.
b. Ekuador, secara bertahap Bono de Desarrollo Humano (BDH) kemabli
menjadi CCT tanpa penerima Lansia maupun Difabel. Penerima manfaat
untuk Lansia dan kelompok Difabel yang dipisahkan dari CCT diperluas.
Bahkan program “pensiun” sekarang menjadi skema yang terbesar di Ekuador.
Kementrian Kesehatan dalam upaya untuk meningkatkan status kesehatan para
lanjut usia, melakukan beberapa program yaitu:
1. Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan para lansia di pelayanan kesehatan
dasar, khususnya puskesmas dan kelompok lansia program Puskesmas Santun
lanjut usia. Mengutamakan aspek promotif dan preventif di samping aspek kuratif
dan rehabilitatif, secara pro-aktif, baik dan sopan serta memberikan kemudahan
dan dukungan bagian lansia.
2. Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lansia melalui pengembangan
poliklinik Geriarti di Rumah Sakit.

19
3. Peningkatan penyuluhan dan penyebaran informasi kesehatan dan gizi bagi usia
lanjut. Program kesehatan lansia adalah uaya kesehatan berupa promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif, untuk meningkatkan status kesehatan lansia.
Kegiatan program kesehatan lansia terdiri dari:
a. Kegiatan promotif penyuluhan tentang perilaku Hidup Sehat dan Gizi Lansia
b. Deteksi Dini dan Pemantauan Kesehatan Lansia
c. Pengobatan ringan bagi lansia
d. Kegiatan Rehabilitatif berupa upaya medis, psikologis dan edukasi.
Capaian dari upaya program Kementerian Kesehatan RI untuk meningkatkan
status kesehatan para lanjut usia, sebagai berikut :
1. Meningkatkan jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang melaksanakan pelayanan kesehatan santun
lanjut usia.
a. Meningkatnya jumlah puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan santun lanjut usia, persentase capaiannya dari target pada tahun
2016 hingga 2018 telah terlaksana sebesar 40%. Sedangkan target program
ini pada tahun 2019 adalah 50%.
b. Meningkatnya jumlah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan
geriatri terpadu. Capaiannya ada peningkatan jumlah rumah sakit yang
menyelanggarakan pelayanan geriatri, pada tahun 2016 terdapat 10 rumah
sakit yang menyelanggarakan pelayanan geriatri, hingga 2018 terdapat
peningkatan terdapat 15 rumah sakit yang menyelanggarakan pelayanan
geriatri untuk orang-orang lanjut usia.
c. Meningkatnya jumlah lanjut usia yang mendapat pelayanan kesehatan,
persentase pencapaiannya dari tahun 2016 hingga 2018 telah meningkat
sebesar 25%. Target persentase capaian pada tahun 2019 adalah 75%,
artinya hingga tahun 2018 sebanyak 50% lansia di Indonesia telah mendapat
pelayanan kesehatan.
2. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring dengan lintas program,
lintas sector, organisasi profesi, Lembaga Pendidikan, Lembaga penelitian,

20
Lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, media massa yang terkait kesehatan
lanjut usia.
a. Adanya forum kemitraan terkait kesehatan lanjut usia yang aktif dan
berfungsi di pusat. Pencapaian dari program ini telah terlaksana mulai tahun
2017 hingga sekarang.
b. Persentase provinsi yang memiliki forum kemitraan dalam pembinaan
kesehatan lanjut usia. Hingga tahun 2018 program ini telah tercapai 50%.
c. Persentase Kabupaten/Kota yang telah memiliki forum kemitraan dalam
pembinaan kesehatan lanjut usia di masing-masing provinsi yang telah
memiliki forum kemitraan. Pencapaiannya hingga tahun 2018 sebesar 50%
Kabupaten/Kota telah memiliki forum kemitraan.
d. Persentase puskesmas yang telah membina Posbindu lanjut usia yang
terintegrasi. Pencapaiannya hingga tahun 2018 terdapat 20% puskesmas
yang telah menjalankan kegiatan tersebut.
3. Mengembangkan pelayanan perawatan bagi lanjut usia dalam keluarga (home
care).
a. Persentase provinsi yang telah mendapatkan pelatihan home care lanjut usia.
Program ini telah berjalan mulai tahun 2017 hingga sekarang, untuk
pencapaiannya hingga 2018 sudah 15% meningkat.
b. Persentase Kabupaten/Kota yang telah mengembangkan pelayanan
kesehatan lanjut usia di rumah (home care). Kegiatan ini merupakan
kegiatan yang baru di bentuk pada tahun 2018 lalu, untuk persentase target
pencapaiannya pada tahun 2019 adalah 15%.

21
Kesimpulan
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Indonesia
termasuk negara berpenduduk struktur tua, karena persentase penduduk lanjut usia yang
telah mencapai di atas 7% dari total penduduk. Keadaan ini berkaitan dengan adanya
perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Berdasarkan data dari
sumber Pusat Data dan Informasi tentang struktur Penduduk Indonesia tahun 2017
menyatakan ada 19 provinsi (55,88%) provinsi Indonesia yang memiliki struktur penduduk
tua. Tiga provinsi dengan persentase lansia terbesar adalah DI Yogyakarta (13,81%), Jawa
Tengah (12,59) dan Jawa Timur (12,25%). Sementara itu, tiga provinsi dengan persentase
lansia terkecil adalah Papua (3,20%), Papua Barat (4,33%) dan Kepulauan Riau (4,35%).
Masalah yang sering dihadapi oleh lansia antara lain; faktor yang mempengaruhi
kemandirian lansia, Tingkat depresi pada lansia hingga tingkat kemandirian dalam aktifitas
sehari-hari pada lansia. Berdasarkan masalah diatas, beberapa faktor tentu berpengaruh
termasuk usia dan kumpulan gejala-gejala mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan oleh
para lansia.
Terdapat regulasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia dan Internasional. Di Indonesia regulasi
lanjut usia (Lansia) dilindungi oleh Peraturan Perundang-undangan yang telah dibuat oleh
pemerintah. Sedangkan Regulasi Lansia yang di tetapkan secara Internasional Menurut
Fredvang, et al (2012) peraturan tentang hak asasi manusia termasuk tentang lansia diatur
dalam The International Bill of Rights, dimana hak asasi manusia tidak memandang jenis
kelamin, usia, agama, cacat, orientasi seksual dan perbedaan lainnya. Selain itu terdapat
program-program yang telah di selenggarakan oleh pemerintah untuk Lansia.
Saran
1. Lembaga kesehatan perlu melakukan sosialisasi terkait kesehatan dan
kesejahteraan lansia agar penduduk dengan usia yang telah lanjut tersebut dapat
tetap hidup sehat dan terhindar dari depresi yang kerap dialami orang-orang
seusianya.
2. Lembaga kesehatan perlu meningkatkan kegiatan yang mendukung terhadap
upaya kesejahteraan dan kesehatan lansia.

22
3. Sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat kita bisa menerapkan upaya
kemandirian terhadap lansia kepada orang-orang lansia yang ada di sekitar kita
sesuai dengan disiplin ilmu yang telah kita pelajari.

23
DAFTAR PUSTAKA

Fathra Annis Nauli., Eka Yuliatri., Reni Savita3.2014. HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI
DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN DALAM AKTIFITAS SEHARI-HARI PADA
LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 9, No.2, Juli
2014.
Fredvang, M., et al. 2012. The Rights of Older Persons: Protection and Gaps Under Human
Rights Law. Australia: The Centre for Public Policy.
Indonesia, M. K. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2016 Tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-
2019 .
Kemenkes RI. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan.
Kompas. 2018. Pemerintah Segera Revisi UU tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
https://amp.kompas.com/regional/read/2018/10/12/18154331/pemerintah-segera-
revisi-uu-tentang-kesejahteraan-lanjut-usia. [Diakses pada 8 Juni 2019]
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN
2016. TENTANG RENCANA AKSI NASONAL KESEHATAN LANJUT USIA
2016-2019.
RI, K. (2017). Lansia Di Indonesia.
Seftiani, S. 2018. Menelaah Program Lansia di Indonesia. Online
http://kependudukan.lipi.go.id/en/population-study/publich-health/532-menelaah-
program-lansia-di-indonesia [Diakses pada tanggal 11 Juni 2019]
Seftiani, S. (2018). Pusat Penelitian Kependudukan. Menelaah Program Lansia di
Indonesia.
Slamet Rohaedi., Suci Tuty Putri., Aniq Dini Karimah.2016. TINGKAT KEMANDIRIAN
LANSIA DALAM ACTIVITIES DAILY LIVING DI PANTI SOSIAL TRESNA
WERDHA SENJA RAWI. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia 2(1) : 16 -21
(2016)
United Nations New York. 1983. Vienna International Plan of Action on Aging. New York.

24
___________, 2017. Penduduk Lanjut Usia (Lansia) dan Keterjangkauan Program
Perlindungan Sosial bagi Lansia. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K).

25
26

Anda mungkin juga menyukai