Anda di halaman 1dari 5

RESISTENSI KUMAN BORDETELLA PERTUSSIS TERHADAP ANTIBIOTIKA

Rini Pangastuti, Eko Suprijanto, Muljati Prijanto,


Dyah W. Isbagio, Dewi Parwati."

ABSTRACT
The antibiotic resistancy o f Bordetella pertussis to erythromicin, chloramphenicol
and tetracyclin has been examined using Disc diffusion method described by Kirby
balder (196 6 ) on Charcoal agar contains 10% sheep blood. The examination was done on
positive culture which had been collected from 233 nasopharyngeal swab specimens.
The results showed that no resistant to erythromicin (0%). Mean while there was
significant resistancy to chloramphenicol(5,6%)and tetracyclin (25%).
Antibiotic treatment should be given rationally to gain efficiency in antibiotic usage,
to avoid antibiotic resistancy and to minimize cost of treatment.

PENDAHULUAN dan muntah. Pada masa paroksismal


Batuk rejan adalah salah satu dari in- yakni 2-4 minggu kemudian, gejala pe-
feksi akut saluran nafas, temtama me- nyakit lebih spesifik, yaitu timbulnya
nyerang anak di bawah lima tahun. Sam- suara whoop. Hal ini terjadi karena
pai saat ini menempati urutan ketiga pergantian udara di paru-pam yang ber-
penyebab kematian anak'. Dalam lapor- langsung dengan cepat akibat inspirasi
an akhir Pelita IV, sekitar 15,6% anak yang dipaksakan, sehingga terjadi ledak-
balita menderita batuk rejan, 2.94% di- an kecil pada waktu udara masuk melalui
antaranya meninggal dunia2. Angka se- glotis yang setengah terbuka. Batuk yang
benarnya dari morbiditas dan mortalitas berkepanjangan dapat mengakibatkan
batuk rejan di Indonesia belum bisa di- perdarahan subkonjungtiva. Pada bayi,
hitung secara tepat, karena kesulitan masa paroksismal ini sering menimbul-
dalam ha1 diagnosis klinis maupun labo- kan sesak nafas disertai gejala sianosis.
ratorisnya2 ~4 l3 Sebagai pencegahan-
15.
Pengobatan batuk rejan yang tepat ada-
nya diberikan imunisasi DPT pada anak lah dengan pemberian antibiotika3 n6 -7 1 8 .
di bawah tiga tahun. Pada hasil penelitian terdahulu temyata
Batuk rejan disebabkan oleh kuman eritromisin, kloramfenikol dan tetrasik-
B. pertussis. Infeksi dimulai selama masa lin adalah sesuai untuk batuk rejan (ti-
inkubasi 1-2 minggu, yang disebut se- dak dipublikasi). Sedangkan Puskesmas
bagai masa katarhal. Pada masa tersebut dianjurkan untuk memberikan kloramfe-
meskipun belum spesifik, gejala penya- nikol atau tetrasiklin5. Masalah utama
kit dapat timbul seperti; panas, batuk adalah apakah kuman B. pertussis ma-

* Puslit Penyakit Menular, Badan Litbangkes Depkes RI.

Bul. Penelit. Kesehat. 18 (2) 1990


Resistensi kuanan , . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rini Pangastuti et. aL

sih peka atau sudah terjadi resistensi 15 dari 233 penderita infeksi akut salur-
terhadap antibiotika tersebut?. Untuk an nafas, disebabkan kesulitan dalam
itu perlu dilakukan tes resistensi. mendiferensiasikan batuk rejan dengan
penyakit saluran pernafasan lainnya, ter-
BAHAN DAN CARA KERJA utama pada anak3 Sedangkan dalam
v4.

Penderita infeksi akut saluran nafas diagnosis .laboratoris, diduga karena pe-
selama 1-2 tninggu dan belum menerima kanya pertumbuhan B. pertussis di luar
pengobatan antibiotika, diambil swab saluran pernafasan. Adapun sebab yang
pada bagian nasofaringeal, kemudian di- pasti, sampai saat ini belum diketa-
tanam pada media selektif. Sampel hui3l10. Tabel 1 memperlihatkan gejala
penelitian dikumpulkan selama 8 bulan penyakit batuk rejan, yaitu panas, ba-
(1 985- 1986) dari klinik kesehatan anak tuk panjang dan muntah; whoop; perda-
RSPADGatot Subroto, RS Pers- hab bat an rahan subkonjungtiva; sianosis. Ternya-
Jakarta dan 3 Puskesmas di Kodya Ban- ta dari 15 penderita dengan isolat ku-
dung yaitu Pasundan, Caringin dan Ci- man positif semuanya menunjukkan ge-
umbeleuit. jala penyakit panas, batuk panjang
Isolasi kuman dilakukan pada media dan muntah sedangkan 10 di antaranya
agar charcoal dengan penambahan 10% disertai dengan whoop. Hal ini dapat di-
v/v darah domba. Dari koloni yang tum- mengerti karena usap tenggorokan yang
buh dilakukan identifikasi dengan cara diperiksa adalah pada minggu 1-2, sa-
yang sesuai, kemudian diuji resistensi- at gejala tersebut sudah mulai tampak.
nya dengan metode cakraml . Isolat 19 Tidak adanya gejala perdarahan subkon-
berumur 18-20 jam (semalam), diambil jungtiva maupun sianosis, karena gejala
dengan loop bergaris tengah 4 mm, di- ini biasanya terjadi pada batuk yang
suspensikan dalam 1 ml casamino acid berkepanjangan. Sianosis biasanya tim-
buffer. Setelah ditentukan kepekatan
bul pada bayi umur kurang dari 3 bu-
kuman yang cocok yaitu 5 x 1O8 angka
kuman, suspensi dituang pada lempeng lan, sedangkan pada penelitian ini sam-
agar charcoal darah. Kuman diratakan pel yang diperiksa berumur 1-5 tahun.
sedernikian rupa, sehingga pertumbuhan-
nya dapat menyebar secara rata. Dibiar- Tabel 2 menunjukkan hasil uji resisten-
si B. pertusis terhadap eritromisin, klo-
kan selama 1-2 menit, kemudian ditem-
ramfenikol dan tetrasiklin. Dari semua
pelkan antibiotic disc dan diinkubasi pa-
isolat kuman yang diperiksa ternyata
da temperatur 37"C, 3-5 hari kemudian
tidak ada yang resisten terhadap eritro-
dilakukan pembacaan hasil dengan meng-
misin (0%) dan 43% intermediate,
ukur zone yang terjadi di sekeliling tiap-
tiap antibiotic disc tersebut. yaitu antara resisten dengan peka. Ter-
hadap kloramfenikol, resistensi 5,6% dan
HASIL DAN PEMBAHASAN intermediate 1 1,1%. Mekanisme kerja
Terbatasnya isolat kuman posltif eritromisin seperti halnya kloramfenikol,
kuman B. pertussis yang didapat, yaitu adalah menghalangi pembentukan prote-

Bul. Penelit. Kesehat. 18 (2) 1990


Resistensi kurnan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rini Pangastuti et. al.

Tabel 1. Distribusi isolat positif kuman B. pertussis dengan gejala penyakit batuk
rejan, pada anak balita penderita infeksi akut saluran nafas di Bandung
dan Jakarta, 1985-1986.

GEJALA PENYAKIT BATUK REJAN

No. Kode batuk panjan~ Whoop Pendarahan sianosis Umur


Isolat muntah Subkonjungtiva th.

Tabel 2. Hasil uji kepekaan kuman B. pertussis terhadap beberapa antibiotika secara
in vitro.
PROSENTASE TINGKAT KEPEKAAN
. ANTIBIOTIKA
Peka Intermediate Resisten

Eritromisin
Kloramfenikol
Tetrasiklin

in pada kuman. Yaitu dengan pengikat- rung lebih tinggi, yaitu 25% dan interne-
an rantai 50 sulfida dari ribosom" . diate 8.4%. Mekanisme kerjanya mirip
Terhadap tetrasiklin, resistensi cende- dengan 2 antibiotika tersebut di atas,

Bul. Penelit. Kesehat. 18 (2) 1990


Resistensi k~ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rini Pangastuti et. al.

hanya bedanya pengikatan tetrasiklin KESIMPULAN


bukan pada rantai 50 sulfida, tetapi pa-
Belum terjadi resistensi yang bermak-
da 30 sulfida dari ribosom" . Beda resis-
na terhadap eritromisin, kloramfenikol
tensi pada kloramfenikol dan tetrasiklin
dn tetrasiklin untuk pengobatan batuk
tersebut adalah tidak bermakna (p 2 0,Ol)
rejan. Dari ketiga macamantibiotikater-
apabila dibandingkan dengan hasil pene-
sebut, eritromisin adalah yang paling po-
litian terdahulu yang menggunakan ma-
ten untuk infeksi batuk rejan, diikuti
cam antibiotika yang lain (tidak dipu-
kloramfenikol baru kemudian tetrasiklin.
blikasi). Terjadinya resistensi ini diduga
Masih perlu dilanjutkan pemeriksaan
karena adanya perubahan reseptor pada
dengan sampel yang lebih banyak yang
sel-sel kuman, sehingga mengurangi ke-
diambil dari daerah-daerah lain, sehingga
mampuan pengikatan antibiotika terse-
hasilnya dapat membantu Program Pe-
but pada targetnya. Selain itu dapat pu-
ngembangan Imunisasi di Indonesia.
la terjadi perubahan di dalam dinding
sel atau plasma, sehingga mongurangi
UCAPAN TERIMA KASIH
permeabilitas kuman terhadap antibioti-
ka tersebut. Hasil penelitian ini tidak ja- Penulis mengucapkan terima kasih
uh berbeda dengan peneliti yang la- kepada Kepala Pusat Penelitian Penyakit
in6l7.l o . Pada pemakai yang kurang ta- Menular Badan Litbang Kesehatan, atas
han terhadap eritromisin, antibiotika ini terlaksananya penelitian ini.
dapat menimbulkan efek samping mual Ucapan terima kasih juga kami tu-
dan muntah. Sedangkan pada pemakai- jukan kepada dokterdokter di RSPAD
an yang lama dan tidak terkontrol baik Gatot Subroto, RS Persahabatan di Ja-
eritromisin, kloramfenikol maupun te- karta dan Puskesmas Pasundan, Cari-
trasiklin dapat menyebabkan hepatoksik. ngin dan Ciumbeleuit di Bandung, ser-
Khusus untuk kloramfenikol bisa menye- ta seluruh teknisi Kelompok Peneliti-
babkan anemia aplastik. an yang Dapat Dicegah dengan Imuni-
Namun demikian masih perlu dilaku- sasi, Badan Litbang Kesehatan, atas
kan pemeriksaan Resistensi kuman B. ke j a samanya sehingga terselesainya
pertussis terhadap antibio tika ini dengan penelitian ini.
pengambllan sampel yang lebih banyak Terima kasih kami sampaikan pula
dari daerahdaerah lain. Selanjutnya di- kepada Drs. B. Dzulkarnain dan Dr.
harapkan hasilnya dapat membantu Pro- Imron Lubis atas kritik dan sarannya
gram Pengembangan Imunisasi di Indo- dalam penyusunan makalah ini.
nesia. DAFTAR ACUAN
Untuk mendapatkan efektifitas peng-
obatan yang maksimal, perlu diperiim- 1. Wld Hlth Org, (1979), Guidlines for anti-
bangkan pemilihan antibiotika yang se- microbial Susceptibility Testing.
sui tanpa efek samping atau paling tidak 2. Program Imunisasi dan Pengembangannya
efek sampingnya seringan mungkin12 dalam Repelita IV, (1984) Umpan ba-

24 Bul. Penelit. Kesehat. 18 (2) 1990


Resistensikumm . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rini Pangastuti et. 1
,

lik EPI-D Penyakit-Penyakit Pengem- 7. Top FH, (1968), Communicable and in-
bangan Program Imunisasi, 47, Tahun fectious diseases, (Diagnosis, preventi-
ke 4, Dep-Kes RI. on, treatment), The CV Mosby Co,
410-417.
3. Parker CD, Linnemann CC, (1980), Bor-
8. Wld Hlth Org, (1983), Acute Respiratory
detella, in Lennette EH, Manual of
Infections in Children (Report of
Clinical Microbiology, 3 th edit,
fist meeting).
American Society for Microbiology,
337-343. 9. Acar JF, (1980), The Disc Susceptibility
test (in Lorian V, Antibiotics in labo-
ratory medicine), The Williams &
4. Soewarso TI (1984). Penyakit-penyakit Wilkins Co, 24-53.
yang bisa dicegah dengan imunisasi,
hasil pengamatan 197 1- 1983. Ditjen 10. Goldman WE, (1984), Bordetella pertussis
PPM-PLP. Tracheal Cytotoxin damage, to the
Respiratory Epithelium in Medical
5. Kumpulan makalah surveilans epidemio- Microbiology and Immunology.
logi dan pedoman pelaksanaan sur- 11. Sherris JC, Minshew BH, (1980), Mutati-
veilans penyakit-penyakit yang dapat onal antibiotic resistance in Lorian
dicegah dengan imunisasi. SE 6, (1984), V, Antibiotics in laboratory medicines,
Dep-Kes RI 117-126. 418-432.
12. Sudarmono P, (1986), Kebijakan Pema-
6. James W, Bass MD, Eugene L, (1969), kaian antibiotika dalam kaitannya de-
Antimicrobial treatment of Pertussis, ngan resistensi kuman, Mikrobiologi
J Ped, 75,768-781. Klinik Indonesia, 1, 22 - 27.

Bul. Penelit. Kesehat. 18 (2) 1990

Anda mungkin juga menyukai