Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

Penurunan Kesadaran et causa Stroke Hemoragik

Oleh:
Nadira Juanti Pratiwi
NIDM : 29.55 12922013

Pembimbing :

Dr. Irfan Taufik, Sp.S

KEPANITERAAN SARAF

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2017
STATUS NEUROLOGI
RSIJ PONDOK KOPI
SUB DEPARTEMEN NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. H
Umur : 74 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pondok Kopi
Tempat Periksa : IGD

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien tidak mau
makan selama > 24 jam, hanya minum air putih, sebelum mengalanmi penurunan
kesadaran, pasien masih dapat merespon jika dipanggil dan mengeluh nyeri pada
kepalanya dan disertai muntah yang kemudian diikuti dengan penurunan kesadaran dan
tidak dapat merespon jika dipanggil.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien memiliki riwayat stroke 6 bulan yang lalu dan hiperkolesterolemia

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat stroke, diabetes mellitus, hipertensi, asma, hiperkolesterolemia dan alergi obat
atau makanan dalam anggota keluarga disangkal.
5. Riwayat Sosial Ekonomi dan Pribadi :
Sehari-hari pasien hanya tidur-tiduran di rumah saja dan sudah tidak bekerja

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Pasien
Kesadaran : GCS 9 (E2V3M4)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 95 x/ menit
Pernafasan : 24x/ menit
Suhu : 36,5oC
Kepala : normocephali
Leher : pergerakan baik, jejas (-), memar (-)
Thoraks
 Jantung : S1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, jejas (-), memar (-), supel, nyeri tekan (-)
bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Edema (-)
Akral Dingin (-)

Status Psikikus  tidak dilakukan

Cara berpikir :
Perasaan hati :
Tingkah laku :
Ingatan :
Kecerdasan :

2. Status Neurologis
A. Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)

B. Kepala
Bentuk : normocephali
Nyeri tekan : (-)
Pulsasi : (-)
Simetri : (+)

C. Leher
Sikap : normal
Pergerakan : dapat digerakkan

D. Nervi kranialis
N. I (Olfaktorius)  tidak dilakukan

N. II (Optikus)  tidak dilakukan


Tajam penglihatan :
Lapang penglihatan :
Melihat warna :
Penglihatan ganda :
N.III (Okulomotorius)
Sela mata : 2 cm / 2 cm
Pergerakan bulbus :
Strabismus : (-) / (-)
Nistagmus : (-) / (-)
Eksofthalmus : (-) / (-)
Pupil
 Besarnya : Isokor
 Bentuknya : bulat / bulat
Refleks cahaya :±
Melihat kembar : tidak dapat dinilai

N. IV (Trokhlearis)  tidak dapat dinilai


Pergerakan mata:
(ke bawah – ke dalam)
Sikap bulbus :
Melihat kembar :

N. V (Trigeminus)
Membuka mulut : tidak dapat dilakukan
Mengunyah : tidak dapat dilakukan
Menggigit : tidak dapat dilakukan
Refleks kornea : (+)
Sensibilitas muka : tidak dapat dilakukan

N. VI (Abducen)  tidak dapat dinilai


Pergerakan mata (ke lateral) :
Sikap bulbus :
Melihat kembar :

N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi :+
Menutup mata :-
Memperlihatkan gigi : tidak dapat dinilai

N. VIII (Vestibulokokhlearis)  tidak dilakukan


Detik arloji :
Suara berbisik :
Tes Swabach :
Tes Rinne :
Tes Weber :

N. IX (Glossofaringeus)  tidak dilakukan


Perasaan lidah (1/3 belakang) :
Sensibilitas faring :

N. X (Vagus)  tidak dilakukan


Arkus faring :
Berbicara :
Menelan :
Nadi :
Refleks okulokardiak :
N. XI (Accesorius)  tidak bisa dilakukan
Mengangkat bahu :
Memalingkan kepala :

N. XII (Hipoglossus)  tidak bisa dilakukan


Pergerakan lidah :
Tremor lidah :
Artikulasi :

E. Badan dan Anggota gerak


1. Badan
Respirasi : thorakoabdominal
Gerak kolumna vertebralis : tidak dapat dinilai

Sensibilitas
 Taktil : tidak bisa dilakukan
 Nyeri : (+)/(+)
 Suhu : tidak dilakukan
 Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


Motorik
Pergerakan : tidak dapat dinilai
Kekuatan : tidak dapat dinilai
Trofi : normotrofi / normotrofi
Tonus : normotonus / normotonus
Refleks fisiologis
 Biseps : (+) / (+)
 Triseps : (+) / (+)

Refleks patologis
 Hoffman – Tromner : (-) / (-)

3. Anggota gerak bawah


Motorik
Pergerakan : tidak dapat dinilai
Kekuatan : tidak dapat dinilai
Trofi : normotrofi / normotrofi
Tonus : normotonus / normotonus

Refleks fisiologis
 Patella : (+) / (+)
 Achilles : (+) / (+)

Refleks patologis
 Babinski : (+) / (+)
 Chaddock : (-) / (-)
 Oppenheim : (-) / (-)

Klonus
 Paha : (-) / (-)
 Kaki : (-) / (-)

Sensibilitas
 Taktil : tidak bisa dilakukan
 Nyeri : (+) / (+)
 Suhu : tidak dilakukan
 Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan

F. Koordinasi, gait, dan keseimbangan  tidak dilakukan


Cara berjalan :
Tes Romberg :
Disdiadokinesis :
Ataksia :
Rebound phenomenon :
Dismetri :

G. Gerak abnormal
Tremor : (-) / (-)
Athetose : (-) / (-)
Mioklonik : (-) / (-)
Chorea : (-) / (-)

H. Alat vegetatif
Miksi : dengan kateter
Defekasi : baik
Refleks anal : tidak dilakukan
Refleks kremaster : tidak dilakukan
Refleks bulbokavernosus : tidak dilakukan

I. Laseque : (-)
Patrick : (-)
Kontra Patrick : (-)
4. Pemeriksaan Siriraj Stroke Score

No Gejala / Tanda Penilaian Indek Skor


1. Kesadaran
(0) Kompos mentis
(1) Mengantuk X 2,5 5
(2) Semi koma/koma
2. Muntah (0) Tidak
X 2 2
(1) Ya
3. Nyeri Kepala (0) Tidak
2
(1) Ya X 2
4. Tekanan Darah Diastolik (70) X 10 % 7
5. Ateroma

a. DM
(0) Tidak
X (-3) -3
b. Angina pektoris (1) Ya

c. Hiperkolesterolemia
Klaudikasio Intermiten
6. Konstanta - 12 -12
HASIL SSS 1

Interpretasi : 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non-hemoragik
3. SSS -1 s/d 1 : meragukan (perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan
CT-SCAN)
Total: 1 → klinis meragukan apakah stroke hemoragik atau non hemoragik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. EKG → dalam batas normal


2. CT Scan Kepala

V. RESUME
Seorang wanita 74 tahun datang diantar keluarganya ke IGD RSIJ Pondok Kopi dengan
keluhan penurunan kesadaran sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
pasien tidak mau makan selama > 24 jam, hanya minum air putih. Sebelum mengalanmi
penurunan kesadaran, pasien masih dapat merespon jika dipanggil dan mengeluh nyeri
pada kepalanya dan disertai muntah yang kemudian diikuti dengan penurunan kesadaran
dan tidak dapat merespon jika dipanggil. Pasien memiliki riwayat stroke 6 bulan yang
lalu dan hiperkolesterolemia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan refleks patologis +
(babinski) pada ekstremitas bawah, kekuatan motorik dan sensorik tidak dapat dinilai.
Pada pemeriksaan CT SCAN kepala didapatkan adanya perdarahan.

VI. ASSESMENT (DIAGNOSIS)


Diagnosa klinis : Penurunan Kesadaran et causa Stroke Hemoragik
Diagnosa topis : Perdarahan intraserebral
Diagnosa Patologis : Hemoragik

VII. PLANNING
A. Terapi
 Pasang DC no. 14
 Pasang NGT no. 16
 Assering + KCl/12 jam
 Ceftriaxone 2 gr dalam NaCl 0,9% 100 cc
 Citicoline 500 mg IV
 Ranitidin 1 ampul IV
 Konsul Ahli Saraf

B. Monitoring
 Awasi tanda-tanda vital
 Intake dan output cairan

VII.PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Malam
Ad Fungsionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Stroke
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi
secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena
trauma maka tidak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

Epidemiologi Stroke
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan stroke mengakibatkan
hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus
stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke.
Pada suatu saat, 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang mengakibatkan
biaya kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70 miliar dolar per tahun. Pada tahun 2010,
Amerika telah menghabiskan$73,7 juta untuk menbiayai tanggungan medis dan rehabilitasi
akibat stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia 55-64 tahun mengalami infark serebral
silent; prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun.
Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi
Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar
16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban
responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007)
menjadi 12,1 per 1000 (2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir 85%
orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke bila menyadari dan mengatasi
faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat
stroke akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih
6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki, 2012).

Faktor Resiko Stroke


Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai berikut (Sjahrir,
2003) :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat kontrasepsi hormonal
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain

Klasifikasi Stroke
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara
pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach,
1999).

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :


1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri

2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler

Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :


1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
3. Lacunar Infark (LACI)
4. Posterior Circulation Infark (POCI)

Patofisiologi Stroke

Patofisiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid.
Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-
masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm)
akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan
batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan
pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang
kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan
volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih
tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak
pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid
umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM).

Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah
buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati
(stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan
periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa
perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut :
 Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
dan terjadi secara tiba-tiba
 Muntah
 Pandangan ganda
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
 Kesulitan menelan
 Kesulitan menulis atau membaca
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik
 Kelemahan pada anggota gerak

Diagnosis Stroke
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis hemoragik atau iskemik,
dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian
dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
I. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat kebiasaan. Menanyakan identitas untuk
mengecek kesadaran pasien apakah ada disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat
digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada identitas yaitu nama, usia,
alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat tangan.
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke dalam kasus apakah
penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam penyakit vaskular dimana harus
terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau
mendadak. Ada 3 hal yang harus disebutkan dalam keluhan utama, yaitu defisit neurologi yang
terjadi, onset, dan kata kunci yang menandakan kasus tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90% anamnesis dapat
menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu
stroke hemoragik dan stroke iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan peningkatan
tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda, dan penurunan
kesadaran.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
 Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai
gejala-gejala yang menyusul berikutnya, secara berurutan
 Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
 Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi,
peningkatan TIK)
 Sifat dan beratnya serangan
 Lokasi dan penyebarannya
 Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
 Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan
aktivitas apa saja)
 Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu
sisi, mulut mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah mencong,
mengompol, baal)
 Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
 Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan
 Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita
keluhan yang sama
 Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau
gejala sisa
 Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat
yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang
berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita

 Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :


 Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :
Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
II. Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk mengetahui adanya
gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan berhubungan dengan saraf otonom.
Suhu diukur untuk menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi.
 Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
 Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang telah
ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai :
 GCS
 Pupil
 Tanda rangsang meningeal
 Nervus cranialis
 Fungsi motorik
 Fungsi sensorik
 Fungsi otonom
 Gait dan koordinasi

III. Pemeriksaan Penunjang


Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis, preventif dalam
menanggulangi faktor resiko, dan untuk menentukan prognosis. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan terdiri dari pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi terdiri
dari CT-scan kepala non kontras dan foto thoraks AP. CT-scan kepala non kontras merupakan
pemeriksaan gold standard yang dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi
pada stroke hemoragik, sedangkan foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya hipertrofi
ventrikel kiri yang merupakan salah satu faktor resiko stroke. Foto thoraks PA merupakan
pilihan terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang umumnya mengalami kelemahan
anggota gerak, maka dilakukan foto thoraks AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor
resiko stroke.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu Hb, profil lipid
darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah puasa (GDP), G2PP, HbA1c,
asam urat, dan hemostasis lengkap (aPTT, INR, D-dimer, fibrinogen). Sedangkan
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menentukan prognosis terdiri dari
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan differential count. Semakin tinggi kadar gula
darah sewaktu, prognosis semakin buruk karena semakin banyak sel neuron otak yang rusak.
Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu keadaan yang
menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan hidup. Sehingga
evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus diputuskan terlebih dahulu
sebelum dilakukan pengobatan.

Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu :


1. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Diagnosis klinis dapat berupa suatu sindrom.
Gejala Awal Stroke Perdarahan Stroke Iskemik
Gejala Peningkatan TIK Muncul pada awal Dapat muncul kemudian,
-Nyeri Kepala
serangan atau tidak muncul
-Penurunan Kesadaran
-Muntah Menyemprot
-Pandangan Ganda
Gejala Lateralisasi Dapat muncul Muncul pada awal serangan
-Kelemahan anggota gerak sesisi
kemudian, atau tidak
-Baal sesisi
-Otonom (BAB, BAK, keringat) muncul

2. Diagnosis topis
Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan.
Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal dari intraserebral
atau subarakhnoid. Untuk membedakannya dapat diketahui dari anamnesis dan
pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis, pasien mengeluhkan nyeri tengkuk pada pasien
stroke perdarahan subarachnoid dan kaku kuduk positif pada pemeriksaan tanda rangsang
meningeal. Sedangkan pada stroke perdarahan intraserebral tidak ditemukan kelainan
tersebut.
3. Diagnosis etiologis
Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada stroke hemoragik,
penyebabnya yaitu pecah / ruptur pembuluh darah.
4. Diagnosis patologis
Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis yang terjadi, yaitu iskemik
atau hemoragik.

Penatalaksanaan Stroke
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati,
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu / mengancam fungsi otak.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke
akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum :
 Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Stabilisasi hemodinamik
 Mencegah peningkatan tekanan intrakranial
 Mengendalikan kejang
 Mengendalikan suhu tubuh
2. Pengelolaan spesifik :
 Manajemen cairan dan elektrolit
 Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
 Manajemen tekanan darah
 Manajemen glukosa darah
 Manajemen kejang
 Terapi trombolitik
 Neurosurgical intervention

 Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :


Antiagregasi trombosit
Statin
Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
Neuroprotektor

 Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut yaitu :


 Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
 Neuroprotektor

Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :


Stroke Hemoragik
 Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam Traneksamat
6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue
plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien
yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang
mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan
obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.
 Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
 Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang
sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan untuk
menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
 Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel Blockers
dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam
selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif
untuk mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7
sesudah iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi
vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan
arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg, bila
gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai 180 – 220
mmHg menggunakan dopamin.
 Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah, penyaluran cairan
serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh darah. Yang penting diperhatikan
selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th  tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th  pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th  operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor  tak dioperasi
Sadar/somnolen  tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan neurologiknya
menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun
kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi  tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)  operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang  tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm  tak dioperasi, kecuali kesadaran atau
defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat
perdarahan dengan VP shunt bila memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka  operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan
pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak  operasi
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc  operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya
menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka  operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan sebelum
timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 – 15
hari kemudian.

Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt & Hest Scale 1
sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat (setelah 14 hari).
Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka
kematian yang tinggi (75%).

 Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
 Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke :
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet agregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
 Menghindari rokok, obesitas, stres
 Berolahraga teratur

 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang
paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik
dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi
menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada
pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi
atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang
mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke :


Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)  Kurangi penekanan pada daerah yang
sering tertekan (sakrum, tumit)
 Modifikasi diet, bed side, positioning
 Mulai PROM dan AROM
Hari 3-5  Evaluasi ambulasi
 Beri sling bila terjadi subluksasi bahu
Hari 7-10  Aktifitas berpindah
 Latihan ADL: perawatan pagi hari
 Komunikasi, menelan
2-3 minggu  Team/family planing
 Therapeuthic home evaluation
3-6 minggu  Home program
 Independent ADL, tranfer, mobility
10-12 minggu  Follow up
 Review functional abilities
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan
merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan
di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang
menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke di
rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas
bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang
sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

Prognosis stroke
Prognosis stroke dapat dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan
gula darah sewaktu dan differential count. Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih
dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu.
Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti
jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah
terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan
pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan
keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat
mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan
penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan
waktu sekitar 6-12 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2 nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002
CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford, Wardlaw.
Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute ischaemic stroke
Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 – 429.,
Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke (terjemahan).
cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -306
Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition. Litle
Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.
Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000 Seri
Pertama, Jakarta, Mei 2000.
National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular
disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.
Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet 1992,
339: 537-9.
Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,
Surabaya 2002.
World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention, diagnosis
anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.

Anda mungkin juga menyukai