Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Hukum Tata Negara
Dosen Pengampu : Fatimatuz Zahro MHI
Disusun Oleh :
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kelancaran dalam
pengerjaan makalah ini. Sholawat serta salam semoga selalu tersampaikan dan tercurahkan
kepada Baginda Rasul Muhammad Saw yang telah menyampaikan risalah kenabiannya dan
syafa’atnya kepada ummat sebagai penuntun hidup dunia dan akhirat.
Tugas makalah Hukum Tata Negara ini yang berjudul “PEMILIHAN UMUM ” semoga
dapat bermanfaat dan mudah dipahami oleh para pembacanya sehingga dapat diamalkan kembali
kelak.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada para pembimbing kami dalam
memahami ilmu ini. Yang pasti kepada Allah Swt dan kepada dosen pengampu mata kuliah
Hukum Tata Negara Fatimatuz Zahro MHI. Semoga ilmu yang telah disampaikan selalu
mendapatkan barakah dan manfaat dunia dan akhirat.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, pemilihan umum (pemilu) diadakan untuk pertama kali pada tahun
1955 dan dijalankan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1953 tentang
“Pemilihan Umum anggota Konstituante dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat”.
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 7 tahun 1953 dinyatakan, “Anggota
Konstituante dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih oleh warga negara
Indonesia, yang dalam tahun pemilihan berumur 18 tahun atau yang sudah kawin lebih
dahulu”. Dengan demikian, warga Negara yang memiliki hak pilih adalah laki-laki dan
perempuan yang sudah berusia 18 tahun atau yang sudah menikah.1
1
Dedi Ismatullah & Beni Ahmad Saebeni, Hukum Tata Negara: Refleksi Kehidupan Ketatanegaraan di Negara
Republik Indonesia (Bandung : CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 295.
2
Sirajuddin & Winardi, Dasar-dasar Hukum Tata Negara Indonesia (Malang : Setara Press, 2015), hlm. 311.
3
M. Rusli Karim, Pemilu Demokrasi Kompetitif (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1991), hlm. 2.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari Pemilihan Umum?
2. Apa fungsi dan tujuan dari Pemilihan Umum?
3. Bagaimana perbandingan model dari Pemilihan Umum?
C. Tujuan
Pemilihan Umum adalah memilih seorang penguasa, pejabat atau lainnya dengan
jalan menuliskan nama yang dipilih dalam secarik kertas atau dengan memberikan
suaranya dalam pemilihan.4 Sedangkan, menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun
2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pemilihan Umum adalah
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pengertian Pemilihan Umum adalah suatu proses untuk memilih orang-orang yang
akan menduduki kursi pemerintahan. Pemilihan umum ini diadakan untuk
mewujudkan negara yang demokrasi, di mana para pemimpinnya dipilih berdasarkan
suara mayoritas terbanyak.5
Atau dapat dikatakan pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan asas kedaulatan
rakyat berdasarkan Pancasila dalam Negara Republik Indonesia untuk memilih
pemimpin rakyat atau pemimpin Negara yang diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun
sekali.6
Pada hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk
menjalankan kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam Pembukaan
UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu Lembaga Demokrasi yang
memilih anggota-anggota perwakilan rakyat dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada
4
Abu Nashr Muhammad Al-Iman, Membongkar Dosa-dosa Pemilu (Jakarta: Prisma Media, 2004), hlm. 29.
5
Amei Mulyana , Kajian Teori (Bandung: Universitas Pasundan, 2016). Hlm. 21. Diakses melalui
http://repository.unpas.ac.id/13193/5/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwji-aG-
z7LeAhWDyIMKHZdHDFIQFjABegQICRAB&sqi=2&usg=AOvVaw3DwBaDP__FRSicEeIUzMeW pada
tanggal 1 november 2018 pukul 21.23.
6
Parulian Donald, Menggugat Pemilu, (Jakarta : Penebar Swadaya, 1997), hlm. 9.
gilirannya bertugas untuk bersama sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan
jalannya pemerintahan negara.7
7
Ibid., hlm. 21.
8
Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2013), hlm.
253-258.
2) Umum: setiap warga Negara tanpa memandang latar belakang. Apakah
kaya atau miskin,apapun suku, ras, dan agamanya, apapun warna
(kastanya), apapun jenis kelaminnya, apapun tingkatb pendidikannya,
dimanapun tempat tinggalnya (dalam atau luar negeri, di kota atau tempat
terpencil), cacat tubuh apapun yang disandangnya, apapun perkawinannya,
apapun jenis pekerjaannya (kecuali TNI/Polri), dan apapun ideology yang
diperjuangkan dalam bingkai dasar negara Pancasila, sepanjang telah
memenuhi persyaratan obyektif seperti umur minimal, tidak hilang
ingatan, hak pilihnya tidak sedang dicabut berdasarkan putusan pengadilan
dan tidak menjalani hukuman penjara lima tahun atau lebih, memiliki hak
pilih dan dipilih. Dalam UUD 1945 hal ini tegas-tegas tertuang di dalam
Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan
kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dengan tanpa kecualinya. Berdasarkan asas umum inilah, maka
pengaturan seluruh proses penyelenggaraan pemilu khususnya yang
menyangkut tata cara pendaftaran pemilu dan pemungutan suara harus
memungkinkan semua warga Negara yang berhak dapat mempergunakan
hak pilihnya. Penjelasan Umum UU No,10 Tahun 2008 tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD, DPRD menyatakan bahwa pemilihan yang bersifat
umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku
menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan,
suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan
status sosial.
3) Bebas: mengandung dua dimensi, yakni Bebas Untuk dan Bebas Dari.
Bebas untuk maksudnya setiap warga negara yang berhak memilih
mempunyai kebebasan menyatakan pendapat, aspirasi, dan pilihanya, serta
bebas untuk menghadiri, mendengar atau tidak menghadiri atau tidak
mendengar suatu kampanye partai politik, Sedangkan Bebas dari,
mengandung maksud bahwa setiap warga negara harus terbebas dari
intimidasi, dan paksaan dalam bentuk apapun, serta bebas dari perlakuan
sewenang-wenang dari pihak manapun dalam menentukan pilihannya.
Bagi partai politik peserta pemilu, ases bebas ini juga mengandung
maksud bebas untuk menyatakan pendapat secara lisan maupun tertulis,
bebas berkumpul dan berserikat, serta bebas dari intimidasi, paksaan, dan
perlakuan sewenang-wenang dari pihak manapun. Bebas yang
dipergunakan oleh partai politik tentunya harus tetap dalam koridor sistem
moral dan etik bangsa Indonesia. Hal ini perlu dipahami karena pada
umumnya partai politik jika sudah dibebaskan melakukan tindakan
apapun. Cenderung anarkhis dan berbau premanisme. Menurut penjelasan
UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dab DPRD,
mengandung makna:
a) Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun; dan
b) Di dalam melaksanakan haknya, dijamin keamanannya oleh
negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati
nuraninnya.
4) Rahasia : merupakan asas yang merujuk pada situasi dimana setiap
pemilih memberikan suarannya tanpa diketahui oleh siapapun. Kalaupun
ada orang lain yang mengetahui pilihan seseorang, maka hal itu semata-
mata hanya terjadi karena persetujuan dari pemilih yang bersangkutan,
misalnya seseorang yang memerlukan bantuan orang lain pada waktu
memberikan suara, karena umur lanjut atau menyandang cacat tertentu.
Asas rahasia ini juga tidak berlaku apabila atas dasar kesadaran sendiri
pemilih menyatakan pilihannya kepada orang lain, asalkan pernyataan atau
pemberitahuan itu tidak bermaksud mempengaruhi pilihan orang lain.
Oleh sebab itu penyelenggaraan Pemilu harus menentukan tata cara
pemberian suara, agar tidak memungkinkan orang lain mengetahui apa
pilihan yang diambil oleh setiap orang. Sehubungan dengan hal ini, Pasal
142 UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan
DPRD menegaskan :
a) Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas :
o Kotak suara
o Surat suara
o Tinta
o Bilik pemungutsn suara
o Segel
o Alat untuk memberi tanda pilihan; dan
o Tempat pemungutan suara
b) Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga keamanan,
kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara
dan penghitungan suara, diperlukan dukungan perlengkapan
lain.
Dari asas asas pemilu tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa asas
langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER) dipergunakan saat
pemungutan suara. Sedangkan asas jujur dan adil (JURDIL) dipergunakan
untuk seluruh rangkaian proses pentahapan penyelenggara Pemilu, yang
meliputi :
Jika dipandang dari kacamata demokrasi, tujuan pemilu hendaklah kembali berpegang
pada prinsip kebijaksanaan yang demokratis yaitu menjamin kepentingan semua golongan
masyarakat. Untuk itu, tujuam pemilu harus dinyatakan dalam fungsi-fungsi utama pemilu
yaitu :9
Dalam Undang Undang Pemilu Nomor 23 Tahun 2003 disebutkan bahwa pemilihina
umum presiden dan wakil presiden diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih presiden
dan wakil presiden yang memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat sehingga mampu
menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintahan dalam rangka tercapainya tujuan nasional
sebagaimana diamanatkan Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.10
9
Titik Triwulan, Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 No. 32 Tahun 2004 Dalam Sistem
Pemilu Menurut UUD 1945, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2006), hlm. 37.
10
Departemen Kehakiman RI, UU RI Nomor 23 Tahun 2003, hlm. 47.
11
Ibid., hlm. 9.
c) Tidak sekedar memilih wakil wakil rakyat untuk duduk dalam lembaga
permusyawaratan atau perwakilan rakyat.
d) Pemilihan umum adalah suatu alat yang penggunaanya tidak boleh merusak senid
sendi demokrasi, tetapi menjamin suksesnya perjuangan Orde Baru, yaitu tetap
tegaknya Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
e) Tidsk untuk menyusun negara baru dengan falsafah negara baru.
f) Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.
C. PERBANDINGAN MODEL DARI PEMILIHAN UMUM
Paham kedaulatan rakyat secara asasi mengakui persamaan hak, maka pemilu
harus dapat diikuti oleh semua rakyat yang sudah bisa menggunakan hak pilihnya.
Pemilihan umum menyiratkan hubungan bahwa yang dipilih bertanggung jawab atas
pemilihnya. Pemilu adalah instrumen dan saran yang sangat penting untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat guna memilih wakil-wakilnya di perlemen yang akan
menyalurkan aspirasi rakyat, menjalankan fungsinya untuk pengawasan, legislasi dan
budgeter. Cara pemilihan wakil-wakil rakyat dapat dibedakan menjadi dua macam
cara yaitu:12
Yaitu apabila wakil rakyat yang duduk dalam badan perwakilan langsung
dipilih oleh rakyat sendiri.
b) Pemilihan bertingkat
Yaitu apabila rakyat hanya memilih wakil yang kemudian wakil-wakil ini
memilih lagi wakil-wakil yang akan duduk didalam Badan Perwakilan.
1. Sistem Pemilihan
a) Sistem Distrik
12
Dedi Ismatullah, Hukun Tata Negara, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009) , hlm. 295.
perwakilan dari daerah diluar jawa akan seimbang dengan perwakilan dari
jawa.
b) Sistem Proposional
Sistem ini dipakai pada 1992 yang disebut juga sistem perwakilan
berimbang. Dalam sistem proposional , suatu kesatuan administratif dalam
pemerintah, baik provinsi maupunn daerah kabupaten ditentukan sebagai
daerah pemilihan. Jumlah suara yang diperoleh oleh setiap partai dari
masyarakat menentukan jumlah kursinya diperlemen. Artinya persentase
perolehan suara setiap partai sama dengan persentase perolehan kursi dalam
parlemen.
1) Lebih demokratis karna asas one man one vote dilaksanakan secara penuh.
2) Tidak ada istilah suara mubadzir.
3) Suara rakyat pada hakikatnya suara sendiri bukan suara partai.
13
Dedi Ismatullah, Hukun Tata Negara, hlm. 306.
- Pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan atas asas luberjurdil,
dilaksanakan 5 tahun sekali, pemilihan ini merupakan rangkaian dengan
pemilihan umum anggota DPD, DPR, dan DPRD.
14
Cts Kansil, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008) , hlm. 256.
mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila.15
Jadi dari uraian di atas bahwa pemilih sistem pemcalonan daftar itu
suara pemilih di tunjukkan kepada daftarnya, jika sistem pencalonan
perseorangan itu di tinjukkan kepada calonnya. Kedua cara ini
15
Dedi Ismatullah, Hukun Tata Negara, hlm. 308.
16
Dedi ismatullah, Hukum tata negara, hlm. 297.
dipergunakan oleh indonesia di dalam pemilihan umu pertama kali pada
tahun 1956.
BAB III
PENUTUP
Ismatullah, Dedi & Beni Ahmad Saebeni. Hukum Tata Negara: Refleksi Kehidupan
Ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia. Bandung : CV Pustaka Setia.
2009.
Ismatullah, Dedi. Hukun Tata Negara. Bandung: CV Pustaka Setia. 2009.
Kansil, Cts. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2008.
Karim, M. Rusli. Pemilu Demokrasi Kompetitif. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana
Yogya. 1991.
Mulyana, Amei. Kajian Teori. Bandung: Universitas Pasundan. 2016. Diakses melalui
http://repository.unpas.ac.id/13193/5/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwji-aG-
z7LeAhWDyIMKHZdHDFIQFjABegQICRAB&sqi=2&usg=AOvVaw3DwBa
DP__FRSicEeIUzMeW pada tanggal 1 november 2018 pukul 21.23.
Sirajuddin & Winardi. Dasar-dasar Hukum Tata Negara Indonesia. Malang : Setara
Press. 2015.
Triwulan, Titik. Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 No.
32 Tahun 2004 Dalam Sistem Pemilu Menurut UUD 1945. Jakarta : Prestasi
Pustaka. 2006.