Anda di halaman 1dari 19

PEMILIHAN UMUM

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Hukum Tata Negara
Dosen Pengampu : Fatimatuz Zahro MHI

Disusun Oleh :

Dina Ayu Lailiyah (931100817)


Nashirul Haq Shilahuddin (931102317)
Riskawati (931108317)

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kelancaran dalam
pengerjaan makalah ini. Sholawat serta salam semoga selalu tersampaikan dan tercurahkan
kepada Baginda Rasul Muhammad Saw yang telah menyampaikan risalah kenabiannya dan
syafa’atnya kepada ummat sebagai penuntun hidup dunia dan akhirat.

Tugas makalah Hukum Tata Negara ini yang berjudul “PEMILIHAN UMUM ” semoga
dapat bermanfaat dan mudah dipahami oleh para pembacanya sehingga dapat diamalkan kembali
kelak.

Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada para pembimbing kami dalam
memahami ilmu ini. Yang pasti kepada Allah Swt dan kepada dosen pengampu mata kuliah
Hukum Tata Negara Fatimatuz Zahro MHI. Semoga ilmu yang telah disampaikan selalu
mendapatkan barakah dan manfaat dunia dan akhirat.

Kediri, 1 November 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia, pemilihan umum (pemilu) diadakan untuk pertama kali pada tahun
1955 dan dijalankan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1953 tentang
“Pemilihan Umum anggota Konstituante dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat”.
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 7 tahun 1953 dinyatakan, “Anggota
Konstituante dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih oleh warga negara
Indonesia, yang dalam tahun pemilihan berumur 18 tahun atau yang sudah kawin lebih
dahulu”. Dengan demikian, warga Negara yang memiliki hak pilih adalah laki-laki dan
perempuan yang sudah berusia 18 tahun atau yang sudah menikah.1

Dalam dinamika sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia selama lebih dari


enam dasawarsa (1945-2015) telah berlangsung 11 (sebelas) kali pemilu dengan tiga
rezim konstitusi yang berbeda, yaitu Pemilu 1955 dibawah UUDS 1950, Pemilu selama
Orde Baru (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1977) dan Pemilu era transisi ke reformasi,
yakni pemilu 1999 yang kesemuanya dibawah UUD 1945, serta pemilu 2004, pemilu
2009 dan pemilu 2014 yang merupakan pemilu sesudah Perubahan konstitusi, yaitu
UUD Negara RI Tahun 1945.2

Pemilihan umum mempunyai esensi sebagai sarana demokrasi untuk membentuk


sistem kekuasaan Negara yang pada dasarnya lahir dari bawah menurut kehendak rakyat
sehingga terbentuk kekuasaan Negara yang benar-benar memancarkan ke bawah
sebagai suatu kewibawaan sesuai dengan keinginan rakyat, oleh rakyat, menurut sistem
permusyawaratan dan perwakilan. Pada hakekatnya, pemilu merupakan pengakuan dan
perwujudan dari hak-hak politik rakyat dan sekaligus merupakan pendelegasian hak-hak
tersebut oleh rakyat kepada wakil-wakilnya untuk menjalankan pemerintahan.3

1
Dedi Ismatullah & Beni Ahmad Saebeni, Hukum Tata Negara: Refleksi Kehidupan Ketatanegaraan di Negara
Republik Indonesia (Bandung : CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 295.
2
Sirajuddin & Winardi, Dasar-dasar Hukum Tata Negara Indonesia (Malang : Setara Press, 2015), hlm. 311.
3
M. Rusli Karim, Pemilu Demokrasi Kompetitif (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1991), hlm. 2.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari Pemilihan Umum?
2. Apa fungsi dan tujuan dari Pemilihan Umum?
3. Bagaimana perbandingan model dari Pemilihan Umum?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari Pemilihan Umum.


2. Untuk mengetahui apa fungsi dan tujuan dari Pemilihan Umum.
3. Untuk mengetahui perbandingan model dari Pemilhan Umum.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEMILIHAN UMUM

Pemilihan Umum adalah memilih seorang penguasa, pejabat atau lainnya dengan
jalan menuliskan nama yang dipilih dalam secarik kertas atau dengan memberikan
suaranya dalam pemilihan.4 Sedangkan, menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun
2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pemilihan Umum adalah
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pengertian Pemilihan Umum adalah suatu proses untuk memilih orang-orang yang
akan menduduki kursi pemerintahan. Pemilihan umum ini diadakan untuk
mewujudkan negara yang demokrasi, di mana para pemimpinnya dipilih berdasarkan
suara mayoritas terbanyak.5

Atau dapat dikatakan pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan asas kedaulatan
rakyat berdasarkan Pancasila dalam Negara Republik Indonesia untuk memilih
pemimpin rakyat atau pemimpin Negara yang diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun
sekali.6

Pada hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk
menjalankan kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam Pembukaan
UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu Lembaga Demokrasi yang
memilih anggota-anggota perwakilan rakyat dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada

4
Abu Nashr Muhammad Al-Iman, Membongkar Dosa-dosa Pemilu (Jakarta: Prisma Media, 2004), hlm. 29.
5
Amei Mulyana , Kajian Teori (Bandung: Universitas Pasundan, 2016). Hlm. 21. Diakses melalui
http://repository.unpas.ac.id/13193/5/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwji-aG-
z7LeAhWDyIMKHZdHDFIQFjABegQICRAB&sqi=2&usg=AOvVaw3DwBaDP__FRSicEeIUzMeW pada
tanggal 1 november 2018 pukul 21.23.
6
Parulian Donald, Menggugat Pemilu, (Jakarta : Penebar Swadaya, 1997), hlm. 9.
gilirannya bertugas untuk bersama sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan
jalannya pemerintahan negara.7

Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2008 menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan secara


efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Sedangkan menurut Pasal 21 ayat (3) Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia
ditegaskan bahwa kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuatan pemerintah; kemauan
ini harus dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan yang berkala yang jujur dan yang
dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan
pemungutan suara rahasia maupun menuntut cara lain yang juga menjamin kebebasan
mengeluarkan suara. Dari kedua ketentuan tersebut di atas, maka dapat ditarik
persamaan bahwa asas Pemilu yang paling mendasar adalah, langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil. Maksud dari asas-asas tersebut adalah : 8

1) Langsung: seseorang pemilih memberikan suaranya tanpa perantara orang


lain sehingga terhindar dari kemungkinan menipulasi kehendak oleh
perantara, siapapun perantara itu. Hal ini berarti rakyat sebagai pemilih
mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai
dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Berkaitan dengan hal
ini, penyimpangan asas tersebut bias saja dilakukan jikalau ternyata
pemilih mempunyai keterbatasan fisik pada saat akan melakukan
pemberian suara. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 156 UU No. 10
Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang
menyatakan:
a) Pemilih tunanetra , tunadaksa, dan yang mempunyai
halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS dapat
dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.
b) Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan
suaranya sebagaimana dimaksud pada ayat (!) wajib
merahasiakan pilihan pemilih.

7
Ibid., hlm. 21.
8
Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2013), hlm.
253-258.
2) Umum: setiap warga Negara tanpa memandang latar belakang. Apakah
kaya atau miskin,apapun suku, ras, dan agamanya, apapun warna
(kastanya), apapun jenis kelaminnya, apapun tingkatb pendidikannya,
dimanapun tempat tinggalnya (dalam atau luar negeri, di kota atau tempat
terpencil), cacat tubuh apapun yang disandangnya, apapun perkawinannya,
apapun jenis pekerjaannya (kecuali TNI/Polri), dan apapun ideology yang
diperjuangkan dalam bingkai dasar negara Pancasila, sepanjang telah
memenuhi persyaratan obyektif seperti umur minimal, tidak hilang
ingatan, hak pilihnya tidak sedang dicabut berdasarkan putusan pengadilan
dan tidak menjalani hukuman penjara lima tahun atau lebih, memiliki hak
pilih dan dipilih. Dalam UUD 1945 hal ini tegas-tegas tertuang di dalam
Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan
kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dengan tanpa kecualinya. Berdasarkan asas umum inilah, maka
pengaturan seluruh proses penyelenggaraan pemilu khususnya yang
menyangkut tata cara pendaftaran pemilu dan pemungutan suara harus
memungkinkan semua warga Negara yang berhak dapat mempergunakan
hak pilihnya. Penjelasan Umum UU No,10 Tahun 2008 tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD, DPRD menyatakan bahwa pemilihan yang bersifat
umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku
menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan,
suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan
status sosial.
3) Bebas: mengandung dua dimensi, yakni Bebas Untuk dan Bebas Dari.
Bebas untuk maksudnya setiap warga negara yang berhak memilih
mempunyai kebebasan menyatakan pendapat, aspirasi, dan pilihanya, serta
bebas untuk menghadiri, mendengar atau tidak menghadiri atau tidak
mendengar suatu kampanye partai politik, Sedangkan Bebas dari,
mengandung maksud bahwa setiap warga negara harus terbebas dari
intimidasi, dan paksaan dalam bentuk apapun, serta bebas dari perlakuan
sewenang-wenang dari pihak manapun dalam menentukan pilihannya.
Bagi partai politik peserta pemilu, ases bebas ini juga mengandung
maksud bebas untuk menyatakan pendapat secara lisan maupun tertulis,
bebas berkumpul dan berserikat, serta bebas dari intimidasi, paksaan, dan
perlakuan sewenang-wenang dari pihak manapun. Bebas yang
dipergunakan oleh partai politik tentunya harus tetap dalam koridor sistem
moral dan etik bangsa Indonesia. Hal ini perlu dipahami karena pada
umumnya partai politik jika sudah dibebaskan melakukan tindakan
apapun. Cenderung anarkhis dan berbau premanisme. Menurut penjelasan
UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dab DPRD,
mengandung makna:
a) Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun; dan
b) Di dalam melaksanakan haknya, dijamin keamanannya oleh
negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati
nuraninnya.
4) Rahasia : merupakan asas yang merujuk pada situasi dimana setiap
pemilih memberikan suarannya tanpa diketahui oleh siapapun. Kalaupun
ada orang lain yang mengetahui pilihan seseorang, maka hal itu semata-
mata hanya terjadi karena persetujuan dari pemilih yang bersangkutan,
misalnya seseorang yang memerlukan bantuan orang lain pada waktu
memberikan suara, karena umur lanjut atau menyandang cacat tertentu.
Asas rahasia ini juga tidak berlaku apabila atas dasar kesadaran sendiri
pemilih menyatakan pilihannya kepada orang lain, asalkan pernyataan atau
pemberitahuan itu tidak bermaksud mempengaruhi pilihan orang lain.
Oleh sebab itu penyelenggaraan Pemilu harus menentukan tata cara
pemberian suara, agar tidak memungkinkan orang lain mengetahui apa
pilihan yang diambil oleh setiap orang. Sehubungan dengan hal ini, Pasal
142 UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan
DPRD menegaskan :
a) Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas :
o Kotak suara
o Surat suara
o Tinta
o Bilik pemungutsn suara
o Segel
o Alat untuk memberi tanda pilihan; dan
o Tempat pemungutan suara
b) Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga keamanan,
kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara
dan penghitungan suara, diperlukan dukungan perlengkapan
lain.

Dukungan perlengkapan lain pemungutan suara lainnya


meliputi sampul kertas, tanda pengenal KPPS/KPPSLN, tanda
pengenal petugas keamanan TPS/TPSLN, tanda pengenal
saksi, karet pengikat suara, lem atau perekat, kantong plastik,
balpoin.

Gembok, spidol, formulir untuk berita acara dan sertifikat,


sticker nomor kotak suara, tali pengikat, tanda pilihan, dan alat
bantu tunanetra.

5) Jujur: setiap tindakan pelaksanaan Pemilu harus sesuai dengan peraturan


perundang-undangan yang berlaku, sesuai dengan etika dan moralitas
masyarakat, serta bebas dari praktek-praktek intimidasi, paksaan,
manipulasi, penipuan, pembelian suara dan korupsi. Hal ini tidak hanya
berlaku bagi penyelenggara pemilu (KPU), tetapi juga bagi peserta pemilu
(Partai Politik), kandidat, pemantau Pemilu, para pemilih dan penegak
hukum. Asas kejujuran ini juga diperuntukan kepada pada lembaga survey
yang mulai marak menjelang Pemilu terutama pada saat mereka
melaksanakan quick count (hitung cepat). Asas kejujuran begitu penting
sehingga tidak saja peserta Pemilu mengutus wakilnya untuk menjadi saksi
dalam penghitungan suara, tetapi juga dibuka kesempatan yang luas bagi
Lembaga Pemantau Pemilu dari luar negeri, dan bagi para pemilih untuk
memantau atau menyaksikan seluruh proses pelaksanaan pemilu.
6) Adil: setiap warga negara yang berhak memilih dan dipilih, setiap Partai
Politik Peserta Pemilu atau kandidat dan setiap daerah, diperlakukan sama
dan setara oleh setiap unsur penyelenggaraan Pemilu, seperti KPU,
Panwas dan instansi Penegak Hukum. Asas adil ini juga berarti melakukan
proses yang sama untuk kasus yang sama, menjamin hasil yang sama
untuk kasus yang sama, dan berbagai pihak yang terlibat dalam suatu
kasus mendapat kesempatan yang sama yang didengar versinya mengenai
kasus tersebut. Agar setiap warga Negara yang berhak memilih memiliki
keempatan dan sarana yang sama untuk mempengaruhi hasil Pemilu, dan
agar setiap Partai Politik peserta Pemilu dan atau kandidat memiliki
kesempatan dan sarana yang sama untuk berkompetisi mendapat simpati
pemilih, maka adil juga berarti secara aktif ditempuh upaya pencegahan
dominasi seseorang perusahaan yang kaya terhadap suatu partai atau
kandidat, dan mencegah keberpihakan pemerintah dan birokrasi sipil dan
tentara dan salah satu Partai Politik atau kandidat. Tentang dana
kampanye, misalnya merupakan upaya untuk menjamin asas adil tersebut,

Dari asas asas pemilu tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa asas
langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER) dipergunakan saat
pemungutan suara. Sedangkan asas jujur dan adil (JURDIL) dipergunakan
untuk seluruh rangkaian proses pentahapan penyelenggara Pemilu, yang
meliputi :

a) Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih


b) Pendaftaran Peserta Pemilu
c) Penetapan Peserta Pemilu
d) Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan
e) Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota
f) Masa kampanye
g) Masa tenang
h) Pemungutan dan penghitungan suara
i) Penetapan hasil pemilu; dan
j) Pengucapan sumpah/janji anggota DPR,DPD,DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota.
B. FUNGSI DAN TUJUAN PEMILIHAN UMUM
1. Fungsi Pemilihan Umum

Jika dipandang dari kacamata demokrasi, tujuan pemilu hendaklah kembali berpegang
pada prinsip kebijaksanaan yang demokratis yaitu menjamin kepentingan semua golongan
masyarakat. Untuk itu, tujuam pemilu harus dinyatakan dalam fungsi-fungsi utama pemilu
yaitu :9

a) Membentuk pemerintahan perwakilan lewat parpol pemenang pemilu.


b) Menentukan wakil rakyat dilembaga perwakilan rakyat.
c) Pergantian atau pengukuran elit penguasa.
d) Pendidikan politik bagi rakyat melalui partisipasi masyarakat didalam pemilu
2. Tujuan Pemilihan Umum

Dalam Undang Undang Pemilu Nomor 23 Tahun 2003 disebutkan bahwa pemilihina
umum presiden dan wakil presiden diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih presiden
dan wakil presiden yang memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat sehingga mampu
menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintahan dalam rangka tercapainya tujuan nasional
sebagaimana diamanatkan Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.10

Hakikat dan tujuan pemilu adalah sebagai berikut :11

a) Menyusun Lembaga Permusyawaratan Perwakilan Rakyat untuk mewujudkan


susunan tata kehidupan yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945.
b) Memilih wakil wakil rakyat oleh rakyat yang membawakan isi hati nurani rakyat
dalam melanjutkan perjuangan mempertahankan dan mengembangkan
kemerdekaan guna memenuhi dan mengemban amanat penderitaan rakyat.

9
Titik Triwulan, Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 No. 32 Tahun 2004 Dalam Sistem
Pemilu Menurut UUD 1945, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2006), hlm. 37.
10
Departemen Kehakiman RI, UU RI Nomor 23 Tahun 2003, hlm. 47.
11
Ibid., hlm. 9.
c) Tidak sekedar memilih wakil wakil rakyat untuk duduk dalam lembaga
permusyawaratan atau perwakilan rakyat.
d) Pemilihan umum adalah suatu alat yang penggunaanya tidak boleh merusak senid
sendi demokrasi, tetapi menjamin suksesnya perjuangan Orde Baru, yaitu tetap
tegaknya Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
e) Tidsk untuk menyusun negara baru dengan falsafah negara baru.
f) Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.
C. PERBANDINGAN MODEL DARI PEMILIHAN UMUM

Paham kedaulatan rakyat secara asasi mengakui persamaan hak, maka pemilu
harus dapat diikuti oleh semua rakyat yang sudah bisa menggunakan hak pilihnya.
Pemilihan umum menyiratkan hubungan bahwa yang dipilih bertanggung jawab atas
pemilihnya. Pemilu adalah instrumen dan saran yang sangat penting untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat guna memilih wakil-wakilnya di perlemen yang akan
menyalurkan aspirasi rakyat, menjalankan fungsinya untuk pengawasan, legislasi dan
budgeter. Cara pemilihan wakil-wakil rakyat dapat dibedakan menjadi dua macam
cara yaitu:12

a) Pemilihan secara langsung

Yaitu apabila wakil rakyat yang duduk dalam badan perwakilan langsung
dipilih oleh rakyat sendiri.

b) Pemilihan bertingkat

Yaitu apabila rakyat hanya memilih wakil yang kemudian wakil-wakil ini
memilih lagi wakil-wakil yang akan duduk didalam Badan Perwakilan.

1. Sistem Pemilihan
a) Sistem Distrik

Pada tanggal 27 Juli 1967, pemerintah dan partai-partai sepakat


menggunakan sistem perwakilan berimbang dalam pemilihan umum, hanya di
tuap-tiap kabupaten akan dijamin sekurang-kurangnya satu kursi sehingga

12
Dedi Ismatullah, Hukun Tata Negara, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009) , hlm. 295.
perwakilan dari daerah diluar jawa akan seimbang dengan perwakilan dari
jawa.

Kelebihan sisten distrik:

1) Lebih efektif dan tidak menelan biaya banyak.


2) Wakil-wakil yang dipilih lebih dikenal oleh masyarakat pemilih.
3) Hubungan wakil dengan penduduk di daerah pemilihan lebih dekat dan
terbuka.
4) Wakil yang dipilih komitmenya akan lebih dekat pada distriknya.
5) Partai politik akan lebih independen.
6) Sistem distrik mendorong ke arah integrasi partai-partai politik, karna yang
direbutkan hanya satu kursi.
7) Menekan terjadinya pembentukan partai baru.
8) Memudahkan suara mayoritas partai diparlemen.

Kelemahan sistem distrik

1) Tersingkirnya partai politik yang kecil.


2) Partai kecil dipandang sebagai golongan minoritas yang dapat dijual
belikan secara politik.
3) Calon legislator cenderung memperjuangkan kebutuhan distrik dan
partainya, tetapi kebutuhan nasional kurang mendapat perhatian.
4) Kurang efektif, terutama pada masyarakat yang heterogen dan pluralistrik.

b) Sistem Proposional

Sistem ini dipakai pada 1992 yang disebut juga sistem perwakilan
berimbang. Dalam sistem proposional , suatu kesatuan administratif dalam
pemerintah, baik provinsi maupunn daerah kabupaten ditentukan sebagai
daerah pemilihan. Jumlah suara yang diperoleh oleh setiap partai dari
masyarakat menentukan jumlah kursinya diperlemen. Artinya persentase
perolehan suara setiap partai sama dengan persentase perolehan kursi dalam
parlemen.

Keuntungan sistem proposional

1) Lebih demokratis karna asas one man one vote dilaksanakan secara penuh.
2) Tidak ada istilah suara mubadzir.
3) Suara rakyat pada hakikatnya suara sendiri bukan suara partai.

Kelemahan sistem proposional

1) Partai-partai mudah terpecah belah.


2) Partai besar mudah mendirikan partai baru karna konflik internal.
3) Kerja sama antara partai-partai kecil cenderung untuk kepentinganan partai
dan wakil partai bukan untuk negara.
4) Jumlah partai yang banyak akan mengeruk dana yang fantastik, sementara
masyarakat belum mendapat kesejahteraan.
5) Banyak wakil rakyat yang kurang intelektualitasnya karna lebih
mengutamankan modal untuk dapat diusung oleh partai.
6) Negara sibuk mengurus partai, partai sibuk mengurus partainya sehinga
masyarakat kurang terurus.
7) Tuntutan pemilu agar lebih demokratis semakin menambah beban negara.
8) Rawan korupsi baik dalam partai, KPU. Atau anggota legislatif.
9) Masyarakat semakin bingung memilih.
10) Politik uang menjadi kebudayaan kampanye partai.13
2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Ketentuan umum presiden

- Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam NKRI


yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 untuk memilih presiden dan wakil
presiden

13
Dedi Ismatullah, Hukun Tata Negara, hlm. 306.
- Pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan atas asas luberjurdil,
dilaksanakan 5 tahun sekali, pemilihan ini merupakan rangkaian dengan
pemilihan umum anggota DPD, DPR, dan DPRD.

3. Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden


Pemilu presiden dan wakil presiden adalah pasangan calon yang
diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Syarat calon presiden dan wakil presiden antara lain:

1) Bertaqwa kepada tuhan yang maha esa


2) Warga negara indonesia sejak kelahiranyadan tidak pernah menjadi
warga negara lain karena kehendak sendiri.
3) Tidak pernah menghianati negara.
4) Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai persiden dan wakil presiden.
5) Bertempat tingga di walayah indonesia
6) Terdaftar sebagai pemilih
7) Belum pernah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden selama dua
kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
8) Setia kepada pancasila sebagai dasar negara dan undang-undang dasar RI
tahun 1945 dan cita-cita proklamasi 17 agustus 1945
9) Berusia sekurang-kurangnya 35 tahun
10) Bukan bekas anggota organisasi terlarang atau bukan orang yang terlibat
langsung G 30 S\PKI.14
4. Pemilihan Badan Legislatif

Menurut Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2003, salah satu pemili


yang harus dilaksanakan di Indonesia adalah Pemilu anggota legislatif, yaitu
anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pemilihan anggota legislatif dilaksanakan
karena pertimbangan bahwa pemilihan umum merupakan sarana untuk

14
Cts Kansil, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008) , hlm. 256.
mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila.15

Cara- cara wakil rakyat mengajukan dirinya dalam pemilihan, ada 2


sistem yaitu:

a) Sistem pencalonan secara daftar,

Yaitu masing-masing calon wakil rakyat yang asal dari satu


golongan akan bergabung pada satu daftar atau satu tanda gambar. Dalam
daftar atau dibawah tanda gambar tersebut terdapat nomor urut masing-
masing calon tersebut di atas. Misalnya dalam daftar A (dari golongan A)
terdaftar 15 orang calon, masing-masing akan ditulis dengan nomor urut
dari nomor 1 sampai nomor 15. Demikian juga daftar lainnya. Apabila
dalam perhitungan suara, dari daftar A hanya dapat masuk 10 calon saja,
maka yang akan ditunjuk sebagai wakil rakyat ialah 10 calon yang
nomornya teratas, yaitu calon nomor 1 sampai 10 sedangkan calon nomor
11 sampau 15 tidak dapat duduk sebagai wakil rakyat. Kalau dikemudian
hari ternyata salah satu calon nomor 1 sampai 10 yang manjadi wakil
tidak dapat menjalankan tugasnya maka diganti dengan nomor 11. Begitu
juga seterusnya.

b) Sistem pencalonan secara perseorangan.

Yaitu ini suara pemilih si tunjukkan kepada orang yang dipilihnya.


Dalam sisrem ini masing-masing calon mencalonkan dirinya sendiri. Suara
pemilih hanya ditunjukan kepada seorang calon yang bersangkutan
memperoleh suara berlebihan tidak boleh diberikan kepada calon lain
walaipun kedua calon tersebut berasal dari golongan tang sama.16

Jadi dari uraian di atas bahwa pemilih sistem pemcalonan daftar itu
suara pemilih di tunjukkan kepada daftarnya, jika sistem pencalonan
perseorangan itu di tinjukkan kepada calonnya. Kedua cara ini

15
Dedi Ismatullah, Hukun Tata Negara, hlm. 308.
16
Dedi ismatullah, Hukum tata negara, hlm. 297.
dipergunakan oleh indonesia di dalam pemilihan umu pertama kali pada
tahun 1956.
BAB III
PENUTUP

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Pemilihan Umum adalah


memilih seorang penguasa, pejabat atau lainnya dengan jalan menuliskan nama yang
dipilih dalam secarik kertas atau dengan memberikan suaranya dalam pemilihan.
Dengan ini pemilihan umum juga menggunakan asas LUBERJURDIL yang artinya
yakni Langsung, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Pemilu juga mempunyai fungsi
yakni untuk kembali berpegang pada prinsip kebijaksanaan yang demokratis yaitu menjamin
kepentingan semua golongan masyarakat. Serta mempunyai tujuan yakni untuk memilih
presiden dan wakil presiden yang memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat sehingga
mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintahan dalam rangka tercapainya tujuan
nasional sebagaimana diamanatkan Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Cara
pemilihan wakil-wakil rakyat dapat dibedakan menjadi dua macam cara yaitu dengan
dua cara yaitu Pemilihan secara langsung dan Pemilihan bertingkat.
DAFTAR ISI

Al-Iman, Abu Nashr Muhammad. Membongkar Dosa-dosa Pemilu. Jakarta: Prisma


Media. 2004.
Departemen Kehakiman RI, UU RI Nomor 23 Tahun. 2003.
Donald, Parulian. Menggugat Pemilu. Jakarta : Penebar Swadaya. 1997.
Handoyo, Hestu Cipto. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Universitas Atma
Jaya Yogyakarta. 2013.

Ismatullah, Dedi & Beni Ahmad Saebeni. Hukum Tata Negara: Refleksi Kehidupan
Ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia. Bandung : CV Pustaka Setia.
2009.
Ismatullah, Dedi. Hukun Tata Negara. Bandung: CV Pustaka Setia. 2009.
Kansil, Cts. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2008.
Karim, M. Rusli. Pemilu Demokrasi Kompetitif. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana
Yogya. 1991.

Mulyana, Amei. Kajian Teori. Bandung: Universitas Pasundan. 2016. Diakses melalui
http://repository.unpas.ac.id/13193/5/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwji-aG-
z7LeAhWDyIMKHZdHDFIQFjABegQICRAB&sqi=2&usg=AOvVaw3DwBa
DP__FRSicEeIUzMeW pada tanggal 1 november 2018 pukul 21.23.

Sirajuddin & Winardi. Dasar-dasar Hukum Tata Negara Indonesia. Malang : Setara
Press. 2015.
Triwulan, Titik. Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 No.
32 Tahun 2004 Dalam Sistem Pemilu Menurut UUD 1945. Jakarta : Prestasi
Pustaka. 2006.

Anda mungkin juga menyukai