Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENGAMATAN

ULTRASONIC ANEMOMETER
ME-4112 METEROROLOGI LAPISAN BATAS
Studi Kasus : Komplek Cimindi Raya Blok B No.1, Cimahi, Jawa Barat

Disusun Oleh :

Nindy Heryati 12816001

Rahma Alfina S. 12816004

Mega Restu Utari 12816014

Gifania Sofia L. 12816032

Desty Aulia 12816045

PROGRAM STUDI METEOROLOGI

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2019
BAB I.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lapisan Batas Atmosfer atau yang juga sering dikenal sebagai Planetary Boundary
Layer (PBL) merupakan bagian dari troposfer yang mendapat pengaruh secara langsung dari
permukaan bumi dengan rentang waktu respon sekitar satu jam atau kurang (Stull 1988; Garatt,
1992). Kondisi di dalam Lapisan Batas Atmosfer tersebut menyebabkan siklus diurnal (harian)
beberapa unsur-unsur meteorologi (suhu, kelembaban, dan angin) dan variasi polusi udara.
Turbulensi intensif juga terjadi di dalam Lapisan Batas Atmosfer, inilah salah satu karakter
alami yang menyebabkan Lapisan Batas Atmosfer begitu unik (Stull, 2000). Lapisan Batas
Atmosfer memiliki pengaruh sangat besar terhadap proses fisika di atmosfer dan juga sistem
iklim secara keseluruhan, yang menjadi karakter Lapisan Batas Atmosfer. Karakter-karakter
Lapisan Batas Atmosfer tersebut dapat diidentifikasi oleh beberapa parameter/variabel
meteorologi seperti suhu udara, kelembaban, dan kecepatan angin. Kajian mengenai Lapisan
Batas Atmosfer di Indonesia masih terbatas sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut. Oleh
karena itu, dilakukan pengamatan menggunakan ultrasonic anemometer yang mampu
mengukur vektor angin secara 3 dimensi (komponen u, v, dan w), serta mampu menghasilkan
data temperatur virtual akustik.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pengamatan ini adalah:
1. Verifikasi kebenaran formula perata-rataan Reynolds untuk kuantifikasi heat flux
berdasarkan hasil pengamatan selama 60 menit.
2. Menganalisis kecepatan angin rata-rata dalam waktu perata-rataan 0-60 menit dengan
menggunakan data pengamatan selama 60 menit.
3. Menganalisis data kecepatan angin selama 60 menit pada dua kondisi yang berbeda dengan
metode Fast Fourier Transform (FFT).
4. Menganalisis variasi harian nilai turbulence kinetic energy dan heat flux di wilayah Kota
Cimahi.

1.3. Wilayah Kajian


Pengamatan dilakukan di Rumah Nindy Heryati (Mahasiswa Meteorologi 2016) yang
berada di Komplek Cimindi Raya Jl Budhi Raya II Blok B No.1, Pasir Kaliki, Cimahi, Jawa
Barat (-6.8841°𝐿𝑆, 107.5627°𝐵𝑇). Alat pengamatan diletakkan di rooftop yang berada di lantai
4 (± 15 meter).

Gambar 1. Wilayah Pengamatan (pin biru)


(sumber: google earth)
Dengan menggunakan tiang 4 meter, maka sensor alat berada pada ketinggian ± 19
meter dari permukaan. Daerah rumah penempatan alat adalah daerah perumahan dengan
ketinggian bangunan di sekitar rumah pengamatan adalah relatif seragam, berkisar 5-7 meter.
Kriteria penempatan alat observasi pada daerah yang memiliki ketinggian obstacle relatif
seragam adalah sensor diletakkan di ketinggian 10 meter (Tim R. Oke, 2006). Oleh karena itu,
sensor alat yang berada pada ketinggian ± 19 meter dapat diterima dalam kriteria penempatan
alat observasi.
Keadaan area penempatan alat dalam 4 arah mata angin ditunjukkan pada Gambar:
Gambar 2.1 Arah a) Utara Pada Lokasi Penempatan Alat, b) Selatan Pada Lokasi
Penempatan Alat

Gambar 2.2 Arah a) Timur Pada Lokasi Penempatan Alat, b) Barat Pada Lokasi Penempatan
Alat

1.4. Waktu Pengamatan


Pengamatan dilakukan sejak 7 April 2019 20.41 WIB hingga 8 April 2019 20.41 WIB.
Interval pengambilan 5 data setiap detik.
BAB II.
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Metode Dasar Statistical


2.1.1. Rata-rata
Gerakan turbulen yang terkait dengan eddies itu sangat acak dan sulit, maka
dapat mengkarakterisasi hal tersebut dengan menggunakan konsep statistic, salah
satunya adalah perata-rataan. Tipe perata-rataan ada berbagai macam, yaitu: rata-rata
waktu, rata-rata spasial, rata-rata ensemble, rata-rata volume, dan rata-rata area.
Namun, yang umumnya digunakan adalah rata-rata waktu. Rata-rata waktu bekerja
dengan merata-ratakan seluruh data berdasarkan periode waktu P yang telah
ditentukan. Rata-rata waktu dapat diaplikasikan pada satu titik ruang pengamatan.
Rata-rata waktu ntuk setiap variabel yang diwakilkan oleh A sebagai fungsi waktu t,
dan ruang s, didefinisikan sebagai:
𝑁−1 𝑃
1 1
𝐴̅(𝑠) = ∑ 𝐴(𝑖, 𝑠) atau 𝐴̅(𝑠) = ∫ 𝐴(𝑡, 𝑠) 𝑑𝑡
𝑁 𝑃
𝑖=0 𝑖=0

2.1.2. Perata-rataan Reynolds (Reynolds Averaging)


Fluktuasi skala kecil yang terjadi di atmosfer sulit untuk diperhitungkan secara
mendetail dan keseluruhan, oleh karena itu diperlukan adanya averaging atau
smoothing operators, untuk mendeskripsikan rata-rata keadaan atmosfer, dengan
mengikuti pendekatan “Reynolds Averaging” yang mengambil nama dari Osborne
Reynolds.
Perata-rataan ini akan membuat unknowns baru dalam bentuk persamaan
tambahan di persamaan primitif. Persamaan tambahan mewakili efek dari fluks eddy
yang muncul dari skala gerak yang telah dihilangkan dengan menggunakan prosedur
perata-rataan.
Perata-rataan memiliki beberapa aturan dan syarat. Perata-rataan ini dapat
dimulai dengan membagi variabel ke dalam bagian rata-rata dan turbulen. Misal 𝐴 =
𝐴̅ + 𝑎′ dan 𝐵 = 𝐵̅ + 𝑏′. Maka, dapat berlaku persamaan berikut sesuai dengan aturan
perata-rataan:
 (𝐴) = ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
Akan berlaku persamaan ̅̅̅̅̅ (𝐴̅ + 𝑎′) = ̅̅̅̅̅ ̅ = 𝐴̅ + 𝑎′
(𝐴̅) + 𝑎′ ̅ jika dan hanya
̅ = 0. Begitu pula untuk variabel B.
jika 𝑎′
 Akan berlaku persamaan ̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅ = 𝐵̅. 0 = 0 dan ̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝐵̅ 𝑎′) = 𝐵̅ 𝑎′ (𝐴̅ 𝑏′) = 0
Rata-rata variabel A dan B akan menjadi:
(𝐴. 𝐵) = ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅̅̅ (𝐴̅ + 𝑎′ ) + (𝐵̅ + 𝑏′ )

= ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝐴̅𝐵̅ + 𝑎′ 𝐵̅ + 𝐴̅𝑏′ + 𝑎′ 𝑏′)

= ̅̅̅̅̅̅̅
(𝐴̅𝐵̅) + ̅̅̅̅̅̅̅
(𝑎′ 𝐵̅) + ̅̅̅̅̅̅̅
(𝐴̅𝑏′) + ̅̅̅̅̅
𝑎′𝑏′
= ̅̅̅̅̅̅̅
(𝐴̅𝐵̅) + 0 + 0 + ̅̅̅̅̅
𝑎′𝑏′
= 𝐴̅𝐵̅ + ̅̅̅̅̅
𝑎′𝑏′
Variabel nonlinear ̅̅̅̅̅
𝑎′𝑏′ tidak dibutuhkan untuk bernilai nol. Hal ini juga berlaku

𝑎′2 , ̅̅̅̅̅̅̅
2
untuk variabel nonlinear lainnya seperti: ̅̅̅̅ 𝑎′𝑏′ , ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑎′2 𝑏′2 . Variabel nonlinear ini
seharusnya dipertahankan untuk pemodelan turbulen yang lebih baik. Namun, dalam
beberapa teori seringkali diabaikan ketika pendekatan orde pertama.
2.1.3. Variansi dan Kovarians

𝑎′2 , ̅̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅̅ , ̅̅̅̅ 2
Variabel nonlinear seperti 𝑎′𝑏′ 𝑎′𝑏′ , ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑎′2 𝑏′2 disebut sebagai eddy atau
fluks turbulen. Perhitungan statistical disperse data adalah variansi 𝜎 2 yang
didefinisikan sebagai berikut:
𝑁−1
1
𝜎𝐴2 = ∑(𝐴𝑖 − 𝐴̅)2 = ̅̅̅̅
𝑎′2
𝑁
𝑖=0

Perhitungan statistical lainnya adalah kovarians yang didefinisikan sebagai:


𝑁−1
1
𝑐𝑜𝑣𝑎𝑟(𝐴, 𝐵) = ∑ (𝐴𝑖 − 𝐴̅)(𝐵𝑖 − 𝐵̅ ) = ̅̅̅̅̅
𝑎′𝑏′
𝑁
𝑖=0

Nilai variansi dan kovariansi tersebut dapat bernilai nol namun hanya berlaku
pada beberapa kasus. Karena variabel nonlinear turbulen memiliki arti yang sama
dengan dispersi atau kovarians, itulah sebabnya variabel nonlinear turbulen tidak
dibutuhkan untuk bernilai nol.

2.2. Variabel Rata-rata dan Turbulen


Turbulen skala mikro merupakan fenomena 3 dimensi. Turbulensi merupakan salah
satu proses transpor yang penting bagi atmosfer dan bisa digunakan untuk menentukan lapisan
batas atmosfer. Turbulen adalah gerak udara yang arahnya tidak beraturan dalam skala kecil
dan ditandai oleh angin yang kecepatannya bervariasi. Turbulen menyebabkan variasi dalam
bidang suhu, kelembaban, dan polutan jika ada suatu gradient rata-rata dari variabel tersebut
di seluruh domain turbulen. Aliran pada Lapisan Batas Atmosfer
biasanya di dekomposisi menjadi dua bagian, yaitu aliran rata-rata dan turbulen. Partisi dari
berbagai variabel sebagai berikut:
̅ + 𝑢′
𝑈=𝑈
𝑉 = 𝑉̅ + 𝑣 ′
̅ + 𝑤′
𝑊=𝑊
𝜃𝑣 + 𝜃𝑣 ′
𝜃𝑣 = ̅̅̅
𝑞 = 𝑞̅ + 𝑞 ′
𝑐 = 𝑐̅ + 𝑐 ′

Gambar 3. Detail Record Kecepatan Angin


(Sumber : Stull,1988)

2.3. Fourier Transform


Transformasi Fourier, dinamakan atas Joseph Fourier, adalah sebuahtransformasi
integral yang menyatakan-kembali sebuah fungsi dalamfungsi basis sinusoidal, yaitu
sebuah fungsi sinusoidal penjumlahan atau integral dikalikan oleh beberapa koefisien
("amplitudo"). Ada banyak variasi yang berhubungan-dekat dari transformasi ini
tergantung jenis fungsi yang ditransformasikan
Transformasi Fourier merupakan ururai fungsi waktu (sinyal) ke dalam frekuensi
yang membuat fungsi waktu, mirip dengan bagaimana chord musik dapat dinyatakan
sebagai amplitudo (atau kenyaringan). Transformasi Fourier dari fungsi waktu itu sendiri
adalah fungsi bernilai kompleks, yang merupakan nilai absolut jumlah frekuensi dalam
fungsi semula, dan yang argumen kompleks adalah fase offset dari sinusoidal dasar dalam
frekuensi tersebut. Transformasi Fourier disebut representasi domain frekuensi sinyal asli.
Istilah Fourier transform mengacu baik representasi domain frekuensi dan operasi
matematika yang mengaitkan representasi domain frekuensi fungsi waktu. Transformasi
Fourier tidak terbatas pada fungsi waktu, tetapi untuk memiliki bahasa yang seragam,
domain dari fungsi asli sering disebut sebagai domain waktu.

2.4. Fast Fourirer Transform


Transformasi Fourier cepat (Bahasa Inggris: Fast Fourier Transform, biasa disingkat
FFT) adalah suatu algoritma untuk menghitungtransformasi Fourier diskrit (Bahasa Inggris:
Discrete Fourier Transform, DFT) dengan cepat dan efisien. Transformasi Fourier Cepat
diterapkan dalam beragam bidang, mulai dari pengolahan sinyal digital, memecahkan
persamaan diferensial parsial, dan untuk algoritma untuk mengalikan bilangan bulat besar.
Misalkan ''x0, ...., xN-1 merupakan bilangan kompleks. Transformasi Fourier Diskret
didefinisikan oleh rumus:

Menghitung deret ini secara langsung memerlukan operasi aritmetika sebanyak O(N 2).
Sebuah algoritma FFT hanya memerlukan operasi sebanyak O(N log N) untuk menghitung
deret yang sama. Secara umum algoritma tersebut tergantung pada pemfaktoran N. Setiap
algoritma FFT, dengan penyesuaian, dapat diterapkan pula untuk menghitung DFT invers.
Ini karena DFT invers adalah sama dengan DFT, namun dengan tanda eksponen berlawanan
dan dikalikan dengan faktor 1/N.

2.5. Tapering of Windowed Time Series


Metode analisis data seismik yang banyak digunakan, yang sering diterapkan untuk
mempelajari proses geofisika, terdiri dalam analisis spektral sinyal seismik setelah
melakukan transformasi Fourier dari deret waktu. Namun, untuk analisis data gangguan,
rekaman beberapa puluh menit biasanya dibagi lagi menjadi jendela waktu yang jauh lebih
pendek (biasanya 30 detik atau 60 detik). Untuk rekaman gempa bumi, estimasi spektral dari
fase spesifik dalam seismogram, khususnya yang direkam pada jarak lokal dan regional,
dapat menjadi sulit karena kesulitan dalam mengisolasi fase tertentu. Sebaliknya, prinsip-
prinsip matematika membutuhkan deret waktu lama yang tak terbatas untuk melakukan
transformasi Fourier dan, karenanya, windowing seperti itu akan menyebabkan transformasi
Fourier untuk mengembangkan nilai-nilai non-nol terutama pada frekuensi yang lebih
rendah (umumnya disebut kebocoran spektral, yaitu beberapa frekuensi cenderung bocor ke
frekuensi lainnya).

Oleh karena itu, itu adalah praktik standar untuk mengalikan jendela data dengan
taper sebelum melakukan transformasi Fourier. Taper terdiri dari fungsi yang secara halus
membusuk ke nol di dekat ujung setiap jendela, yang bertujuan untuk meminimalkan efek
diskontinuitas antara awal dan akhir deret waktu. Meskipun kebocoran spektral tidak dapat
dicegah, ia dapat dikurangi secara signifikan dengan mengubah bentuk fungsi taper dengan
cara untuk meminimalkan diskontinuitas yang kuat di dekat tepi window.

Dalam analisis data seismik lancip cosinus sering digunakan, karena keduanya
efektif dan mudah untuk dihitung, meskipun fungsi berbentuk lonceng dan segitiga
kadang-kadang diterapkan juga. Dalam bentuk matematika, taper cosinus dapat ditulis
sebagai:
dengan rasio waktu dan taper a. Windowing kosinus mewakili upaya untuk dengan
mulus mengatur data ke nol pada batas sementara tidak secara signifikan mengurangi
tingkat transformasi berjendela. Taper seperti itu akan menyebabkan efek mengurangi
kebocoran daya spektral dari puncak spektral ke frekuensi dan ‘mengkasarkan’ resolusi
spektral oleh faktor1 / (1 - a) untuk kemiringan kosinus di atas.

2.6. Angin dan Aliran


Gesekan permukaan, terrain, pemanasan matahari, dan lainnya mempengaruhi bagian
atmosfer yang paling dekat dengan permukaan, yang mengarah ke turbulensi, aktivitas
konvektif, serta variasi arah dan kecepatan angin. Angin permukaan merupakan aliran udara
yang yang sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi, dimana permukaan bumi tersebut
memberikan gaya gesek bagi aliran angin. Angin dapat dibagi menjadi 3 kategori utama, yaitu:
angin rata-rata, turbulen, dan gelombang (Stull, 1988). Setiap kategori tersebut dapat muncul
di Lapisan Batas Atmosfer, dimana transportasi kuantitas kelembaban, panas, momentum, dan
polutan didominasi secara horizontal oleh angin rata-rata, dan secara vertikal oleh turbulensi.
Angin rata-rata melakukan perpindahan udara dengan arah mendatar/horizontal yang dapat
disebut sebagai adveksi. Angin bervariasi terhadap ketinggian. Gaya gesek permukaan yang
menyebabkan angin dekat permukaan lebih lambat daripada angin pada lapisan yang lebih
atas, dapat menjadi salah satu penyebab adanya turbulensi. Gelombang melakukan transportasi
panas, kelembaban, dan polutan dalam jumlah yang lebih sedikit. Namun, gelombang efektif
dalam perpindahan momentum dan energi.
Gambar 4. Plot ideal a) Angin rata-rata, b) Gelombang, c) Turbulen
(Sumber : Stull,1988)

2.7. Turbulence Kinetic Energy (TKE)


Turbulen adalah suatu gerakan acak dengan durasi yang relative singkat. Turbulen
sangat berpengaruh terhadap kondisi Lapisan Batas Atmosfer karena turbulen melakukan
proses transfer energi dan panas. Turbulen dipengaruhi oleh stabilitas atmosfer yang
bergantung pada gradien temperatur. Oleh karena itu penting untuk mengetahui energi dari
turbulen itu sendiri. Intensitas turbulen berhubungan langsung dengan Turbulence Kinetic
Energy (TKE) per unit satuan massa yang berasosiasi dengan kecepatan fluktuasi.
Energi kinetic atau kinetic energy (KE) dapat didefinisikan sebagai: KE = 0.5 m M2,
dimana m adalah unit satuan massa. Energi kinetik ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
bagian yang berkaitan dengan angin rata-rata atau mean wind (MKE), serta bagian yang
berkaitan dengan turbulen (TKE). Persamaan TKE per unit satuan massa dapat diungkapkan
ke dalam persamaan berikut:
𝑇𝐾𝐸 ̅̅̅̅
′ 2 + ̅̅̅̅
= 0.5 (𝑢 𝑣 ′ 2 + ̅̅̅̅̅
𝑤 ′ 2 ) = 𝑒̅
𝑚

2.8. Heat Flux


Fluks adalah transfer kuantitas yang melewati per unit area dalam waktu tertentu
(Stull,1988). Fluks panas merupakan laju perpindahan energi panas dalam suatu area per
satuan waktu. Fluks panas yang terjadi diakibatkan dari perbedaan temperatur pada
permukaan dengan udara diatasnya (Sutisna, 2014). Fluks panas dipengaruhi oleh kondisi
wilayahnya. Lokasi pengamatan dengan karakteristik perkotaan dapat meningkatkan fluks
panas secara cepat dan bertahan lebih lama dibanding lokasi lain (Mukhtar, 2016). Nilai heat
flux dapat diketahui dengan persamaan berikut:
𝐻
= ̅̅̅̅̅̅
𝑤 ′𝜃′
𝜌 𝐶𝑝
Dimana H adalah sensible heat flux (𝑊/𝑚2 ), 𝜌 adalah densitas udara (𝐾𝑔/𝑚3 ), 𝐶𝑝
adalah kapasitas spesifik panas dari udara, dan ̅̅̅̅̅̅
𝑤 ′ 𝜃 ′ adalah vertical kinematic eddy heat flux.
Persamaan 𝜌 𝐶𝑝 = 1.216 𝑥 103 (𝑊/𝑚2 )(𝐾𝑚/𝑠) memudahkan kita untuk mengubah
kinematic heat flux menjadi normal heat flux (Stull, 1988).
Untuk menghitung nilai kinematik fluks panas dapat dilakukan dengan kovarian,
yaitu menghitung besar hubungan antara kedua persebaran data komponen angin vertikal (𝑤)
dan temperature potensial (𝜃) , dimana persamaan sebagai berikut:
𝑁−1
1
̅ )(𝜃𝑖 − 𝜃̅ ) = ̅̅̅̅̅̅
𝑐𝑜𝑣𝑎𝑟(𝑤, 𝜃) = ∑ (𝑤𝑖 − 𝑤 𝑤′𝜃′
𝑁
𝑖=0

2.9. Windrose
Windrose adalah sebuah grafik yang memberikan gambaran tentang bagaimana arah
dan kecepatan angin terdistribusikan di sebuah lokasi dalam periode tertentu. Windrose
menampilkan frekuensi dari arah mana angin berhembus. Panjang dari masing-masing
kriteria yang mngelilingi lingkaran diasumsikan sebagai frekuensi waktu dimana angin
berhembus dari arah tertentu. Keadaan ditentukan sebagai angin teduh (calm) jika kecepatan
kurang dari satu knot atau ± 0.5 m/s.
BAB III.
DATA DAN METODE

3.1. Data Pengamatan


Data yang digunakan adalah data observasi dengan menggunakan alat ukur ultrasonic
anemometer dengan menggunakan tiang setinggi 4 meter. Ultrasonic anemometer mengukur
angin u,v,w di ketinggian ± 19 meter dari permukaan tanah serta temperatur virtual akustik
dengan interval waktu 1/5 detik (dalam 1 detik terekam 5 data).

Gambar 5. Ultrasonic Anemometer


(sumber:www.pamsite.rutgers.edu)
Prinsip kerja dari ultrasonic anemometer dalam pengukuran kecepatan angin dengan
cara mengirimkan gelombang pulsa suara pada transduser alat, kemudian mengukur waktu
yang dibutuhkan untuk sebuah pulsa suara menjalar diantara sepasang transduser tersebut.
Karena suara menyebar melalui udara, maka kecepatan udara sangat dipengaruhi oleh suhu.

3.2. Metode
Pada tahap metode pengolahan data digunakan teori/ rumus yang telah dijelaskan pada
Bab II mengenai kajian pustaka.
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Verifikasi Kebenaran Formula Perata-Rataan Reynolds Untuk Kuantifikasi Heat Flux

Persamaan di bawah ini adalah persamaan vertical heat flux dengan menggunakan
aturan perata-rataan Reynolds.
(𝑊. 𝜃) = ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅ + 𝑤 ′ ) + (𝜃̅ + 𝜃 ′ )
(𝑊

= ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝑊̅ 𝜃̅ + 𝑤′𝜃̅ + 𝑊 ̅ 𝜃 ′ + 𝑤 ′ 𝜃′)

= ̅̅̅̅̅̅̅
(𝑊̅ 𝜃̅ ) + ̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝑤 ′ 𝜃̅) + ̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝑊̅ 𝜃′) + ̅̅̅̅̅̅
𝑤′𝜃′
= ̅̅̅̅̅̅̅
(𝑊̅ 𝜃̅ ) + 0 + 0 + ̅̅̅̅̅̅
𝑤′𝜃′
̅̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝑊. 𝜃) = 𝑊 ̅̅̅̅̅̅
̅ 𝜃̅ + 𝑤′𝜃′

Dimana ̅̅̅ ̅ = 0 sementara ̅̅̅̅̅̅


𝑤′ = 0 dan 𝜃′ 𝑤′𝜃′ tidaklah harus bernilai 0. Perhitungan
berdasarkan pengamatan dengan menggunakan ultrasonic anemometer diambil 1 jam data
pengamatan pada tanggal 7 April 2019 pukul 14.00-15.00 WIB, dengan terlebih dahulu
̅ ,𝑎𝑛 𝜽′ dalam waktu 1 jam tersebut. Hal ini dikarenakan untuk
̅ ,𝜽
mencari nilai 𝒘′,𝒘
mengisolasi variasi skala besar dari bagian turbulen dengan cara melakukan perata-rataan
dengan periode antara 30 menit sampai 1 jam, agar dapat mengeliminasi atau merata-ratakan
simpangan positif dan negative dari kecepatan turbulen terhadap rata-ratanya (Stull, 1988).
Tabel perhitungan ntuk membuktikan persamaan vertical heat flux menggunakan
aturan perata-rataan Reynolds, sebagai berikut:
Index 𝑾 𝜽 𝒘′ 𝜽′ (𝒘′ )𝟐 (𝜽′ )𝟐 𝒘. 𝜽 𝒘′ 𝜽′
1 0.96 30.75 1.006607 0.7838827 1.0132 0.6144 29.52 0.789062
222 78 58 72
2 1.09 30.84 1.136607 0.8738827 1.2918 0.7636 33.615 0.993261
222 78 76 71 6
3 1 30.87 1.046607 0.9038827 1.0953 0.8170 30.87 0.94601
222 78 87 04
4 0.05 30.32 0.096607 0.3538827 0.0093 0.1252 1.516 0.034188
222 78 33 33
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
17997 0.17 29.19 0.216607 - 0.0469 0.6023 4.9623 -0.16811
222 0.7761172 19 58
22
17998 0.2 29.19 0.246607 - 0.0608 0.6023 5.838 -0.1914
222 0.7761172 15 58
22
17999 0.13 29.19 0.176607 - 0.0311 0.6023 3.7947 -0.13707
222 0.7761172 9 58
22
18000 0.18 29.18 0.226607 - 0.0513 0.6179 5.2524 -0.17814
222 0.7861172 51 8
22
Rata-rata - 29.96611 1.77858E- - 0.5041 0.2271 - 0.129787
0.04660 72 16 2.51045E- 68 65 1.2668 362
72 14 5
Tabel 1. Hasil Verifikasi Formula

Dengan periode perata-rataan 1 jam, diperoleh hasil:


̅̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝑊. 𝜃) ≈ −1.26685
̅ 𝜃̅ + ̅̅̅̅̅̅
𝑊 𝑤 ′ 𝜃 ′ = (−0.0466072)(29.9661172) + 0.1297874 ≈ −1.26685

Maka, terbukti bahwa nilai ̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅ 𝜃̅ + ̅̅̅̅̅̅


(𝑊. 𝜃) bernilai sama dengan 𝑊 𝑤′𝜃′. Hal tersebut
dapat terjadi karena nilai ̅̅̅ ̅ = −2.51045E − 14 sangatlah kecil sehingga
𝑤′ = 1.77858E − 16 dan 𝜃′
dapat diabaikan dan dianggap bernilai nol. Meskipun demikian, ̅̅̅̅̅̅
𝑤′𝜃′ tidak bernilai sangat kecil
juga dikarenakan ̅̅̅̅̅̅
𝑤′𝜃′ ≠ ̅̅̅ ̅ . Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut maka asumsi
𝑤 ′ . 𝜃′
perata-rataan Reynolds bahwa ̅̅̅ ̅ = 0 sementara ̅̅̅̅̅̅
𝑤′ = 0 dan 𝜃′ 𝑤′𝜃′ tidak harus bernilai 0 dapat
diterima.
Hal ini menunjukan bahwa metode pertubasi (metode rataan dan turbulen) dapat
diterapkan dalam formula ini. Formula tersebut menyatakan penjumlahan nilai turbulen dan
nilai rata-rata. Nilai turbulen ini merupakan nilai kovarian temperatur udara dan aliran vertikal
atau yang disebut vertical heat flux.

4.2. Analisis Kecepatan Angin Rata-Rata


4.2.1. Plot U vs t

Gambar 6 merepresentasikan kecepatan angin pada pukul 13.00 WIB s/d 14.00
WIB memiliki fluktuasi yang cukup besar.

Gambar 6. Kecepatan Angin Observasi Pukul 13.00 WIB-14.00 WIB

Kecepatan angin selalu berfluktuasi, oleh karena itu energi dari angin selalu
berubah. Seberapa besar variasi itu tergantung pada cuaca dan kondisi permukaan.
Aliran kecepatan fluida secara terus menerus mengalami perubahan pada kedua besar
dan arahnya, disebabkan oleh turbulensi. Oleh karena itu pada Gambar 6 kecepatan
angin sangat fluktuatif. Untuk memudahkan dalam visualisasi data, maka dilakukan
perata-rataan kecepatan angin setiap 1 menit yang ditunjukkan oleh Gambar 7.
Gambar 7. Kecepatan Angin Rata-Rata Setiap 1 Menit

Dari Gambar 7 plot kecepatan angina rata-rata 1 menit dapat terlihat lebih jelas
bahwa adanya trend kecepatan angin yang meningkat. Hampir di seluruh lokasi di
bumi, kecepatan angin pada siang hari lebih tinggi dibandingkan malam hari. (Danish,
2003). Variasi yang besar ini dapat disebabkan karena perbedaan temperatur antara
siang dan malam. Akibat dari pemanasan permukaan oleh radiasi matahari sedang
dalam puncak pemanasan pada waktu tersebut sehingga menyebabkan panas thermal
naik dan menghasilkan turbulensi (Kakiailatu dan Munandar). Gaya gesek permukaan
menyebabkan angin dekat permukaan lebih lambat daripada lapisan atasnya juga dpat
menyebabkan turbulensi mekanis (adanya geser angin (wind shear) yaitu perubahan
kecepatan dan arah angin terhadap ketinggian (Golding, 2000)).

̅ vs P
4.2.2. Plot 𝐔
Gambar 8. Kecepatan Angin Rata-Rata Terhadap Periode

Perata-rataan waktu berlaku pada satu titik tertentu dalam ruang, dan terdiri dari
jumlah atau periode waktu integral (Stull, 1988). Pada Gambar 7 dan Gambar 8
keduanya dapat terlihat adanya fluktuasi, namun pada Gambar 7 plot kecepatan angin
terhadap waktu memiliki magnitude yang lebih bervariasi dibandingkan Gambar 8 plot
kecepatan angin rata-rata terhadap periode (lebih smooth). Pada plot kecepatan angin
terhadap waktu, pertubasi yang dimiliki data lebih banyak. Sementara, pada data
kecepatan angin rata-rata terhadap periode, semakin tinggi periodenya (waktu
perata-rataan) maka menunjukkan nilai yang semakin mendekati rata rata sebenarnya
(pertubasi kecil). Lapisan Batas Atmosfer didefinisikan Stull (1999) sebagai bagian
dari troposfer yang dipengaruhi langsung oleh pemukaan bumi dan merespon karakter-
karakter permukaan dalam rentang waktu satu jam atau kurang. Kalimat yang
menyatakan merespon karakter permukaan dalam rentang waktu satu jam atau kurang
bukan berarti bahwa Lapisan Batas Atmosfer mencapai keseimbangannya dalam waktu
tersebut, hanya saja perubahan paling kecil dimulai dalam rentang waktu tersebut (Stull
1999).

4.3. Analisis Kecepatan Angin Pada Dua Kondisi


4.3.1. Plot U vs t

Gambar 9. Plot Kecepatan Angin Terhadap Waktu Pukul 06:00 WIB


Kecepatan angin mengalami fluktuasi di tiap waktunya. Pada Gambar 9 di atas
terlihat bahwa kecepatan angin mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya waktu.
Hal ini dapat disebabkan oleh kenaikan suhu seiring dengan pemanasan permukaan oleh
matahari yang berhubungan dengan kenaikan parsel udara yang memengaruhi kecepatan
angin.

Gambar 10. Plot Kecepatan Angin Terhadap Waktu Pukul 14:00 WIB

Gambar 10 menunjukkan fluktuasi angin zonal pada siang hari pukul 14.00
sampai pukul 15.00. Kecepatan angin cenderung menurun, hal ini dapat disebabkan karena
intensitas penyinaran matahari berkurang seiring dengan pertambahan waktu. Dengan
menurunnya temperatur, dinamika udara di mixing layer yang terbentuk di siang hari juga
menurun sehingga kecepatan angin juga ikut menurun.

Kecepatan angin pada pukul 14.00 lebih kencang dari pada saat pukul 06.00. Hal ini
dapat diakibatkan karena pada pagi hari, lapisan batas masih cenderung stabil sehingga
pergerakan parsel udara juga cenderung stabil yang menghasilkan kecepatan angin yang
tidak terlalu kencang.

4.3.2. Plot Periodogram U


Gambar 11. Periodogram Hasil FFT Kecepatan Angin Pukul 06:00 WIB

Gambar 12. Plot Periodogram Hasil FFT Kecepatan Angin Pukul 14:00 WIB

Analisa Spektrum pada kecepatan angin zonal (Gambar 11) menunjukan adanya
puncak spektrum yang signifikan di periode 8.3 menitan, begitu juga pada kecepatan
angin zonal (Gambar 12) menunjukan adanya puncak spektrum yang signifikan di
periode 8.3 menitan namun dengan magnitude yang berbeda. Magnitude spectrum
pada kecepatan angina zonal di pagi hari (Gambar 11) lebih kecil dibanding pada siang
hari (Gambar 12). Hal tersebut mengindikasikan kecepatan angin dipengaruhi oleh
adanya turbulensi.

4.3.3. Plot Periodogram 𝐔′


Gambar 13. Plot Kecepatan Angin Turbulen Terhadap Waktu Pukul 06:00 WIB

Gambar 14. Plot Kecepatan Angin Turbulen Terhadap Waktu Pukul 14:00 WIB

Berdasarkan hasil plot dapat dilihat bahwa turbulensi pada siang hari (gambar
14) lebih besar daripada pagi hari (gambar 13). Hal ini akibat terjadinya turbulensi
termal, yakni ketika suhu udara permukaan telah menghangat sampai suhu maksimum.
Pada prosesnya udara yang lebih hangat dan tidak stabil akan naik dan udara yang
dingin dan stabil akan turun. Hal ini karena udara yang lebih hangat memiliki densitas
yang lebih rendah dan akan naik ke atas lapisan udara yang lebih dingin (yang memiliki
densitas lebih tinggi).
Gambar 15. Plot Periodogram Hasil FFT Kecepatan Angin Turbulen Pukul 06:00 WIB

Gambar 16. Plot Periodogram Hasil FFT Kecepatan Angin Turbulen Pukul 14:00 WIB

Analisa Spektrum pada kecepatan angin turbulen (Gambar 15) menunjukan


adanya puncak spektrum yang signifikan di periode 14 menitan, sedangkan pada
kecepatan angin turbulen puncak spectrum yang signifikan pada periode 8,3 menitan
dalam rentang waktu yang sama (Gambar 16). Magnitude spectrum pada kecepatan
angina turbulen di pagi hari (Gambar 15) lebih tinggi dibanding pada siang hari
(Gambar 16). Hal tersebut diakibatkan karena kecepatan angin turbulen pada siang hari
dipengaruhi oleh udara yang hangat dari permukaan naik ke udara dan berbenturan
dengan udara yang lebih tinggi di atmosfir.

4.4. Analisis Variasi Diurnal TKE dan Fluks Panas


Turbulence Kinetic Energy (TKE) merupakan representasi energi kinetik dari aliran
turbulen. Dengan nilai TKE, dapat menunjukkan intensitas fenomena turbulensi yang terjadi.
Dari hasil pengamatan, akan dapat terlihat variasi diurnal yang terjadi cukup signifikan antara
siang dan malam. Variasi diurnal dari TKE per unit satuan massa ditunjukkan dengan Gambar
17.

Gambar 17. Variasi Diurnal TKE/m

Turbulensi dapat terjadi karena berbagai macam faktor. Di dalam Lapisan Batas
Atmosfer, turbulensi dapat dihasilkan dari akibat pemanasan (buoyant production), serta akibat
gesekan dan ketidakstabilan (mechanical production). Udara yang bergerak lebih cepat
mengalir di atas udara yang lebih lambat akibat gesekan dengan permukaan, sehingga terjadi
windshear, yang menyebabkan adanya turbulensi. Selain itu, Ketika radiasi matahari
memanaskan permukaan, menyebabkan lapisan thermal naik dari permukaan yang
menghasilkan turbulensi. Hal ini selaras dengan Gambar 17 bahwa pemanasan matahari yang
intens memicu nilai maksimum TKE terjadi pada pukul 13.00 WIB.
Siklus diurnal TKE ini disebabkan oleh hubungan yang kuat antara turbulensi dan
stabilitas atmosfer. Ketika kondisi atmosfer cenderung tidak stabil di atas permukaan yang
hangat (suhu udara lebih dingin dibandingkan suhu permukaan), dan atmosfer tercampur
dengan baik (terbentuk mixed layer), artinya intensitas fenomena turbulensi yang terjadi
cenderung tinggi. Lapisan campuran terjadi setelah matahari terbit dan berlangsung sampai
sore hari atau ketika evening trantition terjadi. Oleh karena itu, nilai TKE yang ditunjukkan
pada Gambar 17 terlihat mulai meningkat sejak pagi hari. Penyebab ketidakstabilan adalah
suhu udara lebih dingin dibandingkan dengan suhu permukaan. Penyebab suhu permukaan
menjadi lebih hangat yaitu: pemanasan matahari pada siang hari, aliran udara hangat yang
dibawa oleh angin, dan pergerakan udara yang melalui permukaan yang hangat.
Pada malam hari, intensitas fenomena turbulensi turun ke level yang rendah. Karena
pada sejak matahari terbenam hingga malam hari, intensitas radiasi matahari menurun terus
menerus, yang akhirnya membuat suhu permukaan menjadi dingin. Hal ini menyebabkan
kondisi atmosfer cenderung stabil karena suhu permukaan lebih dingin dibandingkan dengan
suhu udara di atasnya.
Kondisi Lapisan Batas Atmosfer dapat dipengaruhi oleh kondisi topografinya yang
memiliki efek terhadap besar dan arah angin. Besar dan arah angin dekat permukaan serta
variasinya terhadap ketinggian di Lapisan Batas Atmosfer memiliki karakter yang unik yaitu
turbulensi yang tidak terdapat pada lapisan-lapisan atmosfer lainnya (Arya 2001). Angin ini
bervariasi terhadap ketinggian. Angin dekat permukaan akan lebih lambat daripada angin pada
lapisan yang lebih atas karena adanya gaya gesekan dengan permukaan, dan hal ini dapat
menjadi salah satu penyebab adanya turbulensi. Namun, karena keterbatasan data maka yang
dapat ditijau hanya besar dan arah angin dekat permukaan yang ditunjukkan oleh grafik
windrose.
Angin rata-rata pun melakukan transportasi seperti kelembaban, panas, momentum,
dan polutan secara horizontal. Angin rata-rata ini melakukan perpindahan udara secara
horizontal yang disebut sebagai adveksi. Adveksi ini menjadi salah satu penyebab suhu
permukaan menjadi lebih hangat pada siang hari, dan suhu permukaan menjadi lebih dingin
pada malam hari, yang akan berefek pada kestabilan atmosfer.
Pada pagi hari (pukul 06.00 WIB-11.00 WIB), dimana intensitas turbulensi yang masih
cenderung kecil, kecepatan angin permukaan yang juga relatif kecil dibawah 2 m/s, berhembus
datang dari berbagai arah, namun arah angin didominasi dari arah timur hingga selatan. Dan
pada siang hari (pukul 12.00 WIB-17.00 WIB), intensitas turbulensi terus meningkat hingga
mencapai puncaknya pada pukul 13.00 WIB, kecepatan angin permukaan pun meningkat
namun tetap moderate, dan arah angin yang berhembus dominan dari barat hingga tenggara.
Setelah matahari terbenam, intensitas turbulensi biasanya berkurang, dan gaya gesek
permukaan menghasilkan angin di lapisan bawah. Tetapi bagaimanapun, tanpa turbulensi,
udara di tengah Lapisan Batas Atmosfer tidak akan merasakan gaya gesek permukaan dan
tidak akan mengalami percepatan. (Pratikasari, 2011)
Gambar 18. Windrose Pada: a) Pagi Hari, b) Siang Hari

Turbulence Kinetic Energy (TKE) tentu memiliki hubungan terhadap proses transfer di
Lapisan Batas. Jika angin rata-rata melakukan transportasi secara horizontal, maka turbulensi
melakukannya secara vertikal. Salah satunya adalah proses transfer panas atau vertical heat
flux yang ditunjukkan dengan Gambar 19.

Gambar 19. Variasi Diurnal Vertical Heat Flux


Gambar 20. a) net upward turbulent heat flux pada kondisi tidak stabil, b) net downward
turbulent heat flux pada kondisi stabil

Turbulensi dapat menyebabkan transportasi panas secara vertikal. Pada siang hari,
ketika kondisi atmosfer cenderung tidak stabil yaitu apabila suhu udara lebih dingin
dibandingkan dengan suhu permukaan. Oleh karena itu, parsel udara yang bergerak ke bawah
(𝑤′ negatif) akan menjadi lebih dingin dibandingkan sekitarnya (𝜃′ negatif), yang
menghasilkan 𝑤′𝜃′ bernilai positif. Dan parsel udara yang bergerak ke atas (𝑤′ positif) akan
menjadi lebih hangat dibandingkan sekitarnya (𝜃′ positif), sehingga juga menghasilkan 𝑤′𝜃′
yang bernilai positif. Baik upward maupun downward keduanya menghasilkan 𝑤′𝜃′ yang
̅̅̅̅̅̅) bernilai positif
bernilai positif. Oleh karena itu, rata-rata dari kinematic eddy heat flux (𝑤′𝜃′
untuk proses pencampuran yang dilakukan oleh eddy pada siang hari. Dan pada malam hari,
ketika kondisi atmosfer cenderung stabil yaitu apabila suhu permukaan lebih dingin
dibandingkan dengan suhu udara di atasnya. Hal ini membuat parsel yang bergerak ke atas (𝑤′
positif) menjadi lebih dingin dibandingkan sekitarnya (𝜃′ negatif), sehingga menghasilkan nilai
𝑤′𝜃′ yang negatif, sementara parsel yang bergerak ke bawah (𝑤′ negatif) menjadi lebih hangat
dibandingkan sekitarnya (𝜃′ positif) juga menghasilkan nilai 𝑤′𝜃′ yang negatif. Efek dari small
eddy menyebabkan nilai ̅̅̅̅̅̅
𝑤′𝜃′ bernilai negatif, yang artinya panas ditransfer ke bawah.
Pada hasil pengamatan, diperoleh heat flux bernilai positif, sedangkan pada malam hari,
permukaan kehilangan energi karena tidak ada radiasi matahari. Kehilangan energi ini akan
dikompensasi dengan menerima panas dari udara dan media tanah. Namun pada data, heat flux
yang bernilai negatif hanya pukul 03.00 WIB-05.00 WIB. Hal ini mengindikasikan bahwa
adanya vegetasi yang dapat menyimpan energi panas yang lebih lama mempengaruhi nilai heat
flux.
BAB V.
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
1. Persamaan heat flux dengan menggunakan perata-rataan Reynolds yaitu ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝑊. 𝜃) = 𝑊̅ 𝜃̅ +
̅̅̅̅̅̅
𝑤′𝜃′ dapat terbukti.
2. Pada data kecepatan angin rata-rata terhadap periode, menunjukkan nilai yang semakin
mendekati rata rata sebenarnya (pertubasi kecil) ketika semakin tinggi periode (waktu
perata-rataan) nya, dibandingkan data kecepatan angin sebenarnya.
3. Nilai kecepatan angin turbulen pada siang hari lebih besar daripada pagi hari akibat nilai
fluktuasi kecepatan angin yang tinggi pada siang hari
4. Pemanasan radiasi matahari mempengaruhi siklus diurnal intensitas terjadinya fenomena
turbulensi yang terjadi (diindikasikan oleh TKE), serta transfer heat flux. Ketika siang hari,
nilai TKE dan heat flux mencapai nilai maksimum pukul 13.00 WIB karena kondisi
atmosfer yang tidak stabil. Dan pada malam hari, kondisi atmosfer cenderung lebih stabil
sehingga nilai TKE dan heat flux menjadi lebih rendah.
BAB VI.
DAFTAR PUSTAKA

Dewansyah, I. (2015). Windrose (Mawar Angin). Lampung: Universitas Lampung.

Garratt, J. (1992). The Atmospheric Boundary Layer. Cambridge: Cambridge University Press.

Julie Lundquist, Andrew Clifton. (2012). How Turbulence Can Impact Power Performance.
Diambil kembali dari National Wind Watch: https://www.wind-
watch.org/documents/how-turbulence-can-impact-power-performance/

Mukhtar, K. (2016). Perbandingan Fluks Panas Hasil Observasi dan Estimasi Bulk
Parameterization. Bandung: Tugas Akhir Strata-1, Program Studi Meteorologi, Fakultas
Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

Oke, T. R. (2006). Initial Guidance to Obtain Represenative Meteorological Observations at


Urban Sites. WMO Instruments and Observing Method Report No. 81, 24-25.

Pratikasari, R. (2011). Kajian Teoritis dan Empiris Distribusi Spasial dan Temporal Parameter-
Parameter Atmospheric Boundary Layer (Studi Kasus: Bogor, Karawang, dan Pulau
Pramuka). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Randall, D. (2006). Reynold Averaging. Colorado: Colorado State University.

Rati, C. (2013). Analisis Karakteristik Parameter-Parameter Atmospheric Boundari Layer


dengan Data Radiosonde (Studi Kasus: Kota Serang). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Setyawan, F. (2015). Hubungan Variasi Nilai Harian Turbulence Kinetic Energy dan Fluks
Panas di Wilayah Kota Bandung. J. Pijar MIPA, Vol. X No.2, 8-11.

Stull, R. B. (1988). An Introduction to Boundary Layer Meteorology. Dordrecht: Kluwer


Academic Publishers.

Stull, R. B. (2000). Meteorology for Scientist and Engineers Second Edition. USA: Brooks/Cole.

Young, R. (2004). Instruction Ultrasonic Anemometer Model 8100. R.M. Young Company.

Anda mungkin juga menyukai