Rifamycin merupakan salah satu antibiotik yag paling efektif untuk
pengobatan tubercollusis. Tubercollusis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru. Selain itu, Rifamycin juga efektif terhadap beberapa pathogen termasuk Mycobacteriun avium dan penisilin tahap peneumococcus (Anne, 2000). Rifamycin memiliki efek bakterisida dan efek sterilisasi efektif melawan basil Mycobacterium tuberculosis baik intraseluler dan ekstraseluler, tetapi penggunaan antibiotik ini tetap menjadi masalah untuk pengobatan klinis karena penggunaan rifamycin yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan hati (Zhao, 2013). Rifamycin akan membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi. Rifamycin juga dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifamycin aktif dalam sel yang sedang bertumbuh. Rifamycin menghambat RNA (dRNA) dari mikroorganisme dengan menekan terbentuknya rantai sistesis RNA pada sel eukariotik. BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme Kerja Rifamycin
Rifamycin termasuk dalam senyawa kimia yang bernama gugus ansa. Senyawa kimia golongan ini memiliki cincin aromatik bernama naphtokuinone. Rifamycin menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis protein terutama pada tahap transkripsi. Rifamycin menghalangi pelekatan enzim RNA polymerase (enzim yang dapat membantu mempercepat pembetukan RNA) yang berkaitan dengan sisi aktif enzim tersebut. RNA polymerase ini digunakan untuk membuat protein dan untuk menyalin informasi genetik. Tanpa enzim ini bakteri tersebut akan mati.
2.2 Resistensi Terhadap Rifamycin
Resistensi terhadap rifamycin dapat terjadi ketika terjadi mutasi spontan pada bakteri yang membuat enzim RNA polimerase bakteri tersebut kehilangan afinitas terhadap antibiotik tersebut. Rifamycin menghambat proses transkripsi RNA kuman tubercollusis dengan berikatan pada sub unit beta ( RpoB) RNA polimerase dan mencegah pembentukan RNA. Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB resisten terhadap rifampisin. Rifamycin terikat pada subunit β -RNA polimerase bakteri dan menghambat fungsi enzim ini dalam transkripsi mRNA. Rifamycin memiliki afinitas terhadap RNA polimerase bakteri yang lebih tinggi dibandingkan terhadap RNA polimerase mamalia, sehingga rifampisin dapat mengeblok transkripsi mRNA dan sintesis protein pada sel manusia. Resistensi terhadap rifampisi muncul akibat mutasi pada gen subunit RNA polimerase. RNA polimerase yang berubah akibat mutasi tersebut berfungsi secara normal, namun tidak dapat dihambat oleh rifamycin.
2.3 Dosis Penggunaan Rifamycin
Penggunaan rifamycin sebagai obat anti tubercolusis lini pertama untuk pasien tubercolusis dewasa adalah 25 mg/kg BB atau maksimum 600 mg yang dikonsumsi setiap hari. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dosis standar penggunaan rifamycin yaitu 10 mg/kg BB atau maksimum 600 mg. penggunaan rifanycin harus sesuai dengan anjuran dokter atau informasi yang sudah tercantum pada kemasan dan sesuai kebutuhan untuk penyembuhan penyakit, tetapi penggunaan antibiotik ini tetap menjadi masalah untuk pengobatan klinis karena penggunaan rifamycin yang berlebihan dapat menyebabkan mual, muntah, pusing, nyeri perut, perubahan warna kulit, urin, dan yang paling parah yaitu kerusakan hati. DAFTAR PUSTAKA