PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum tentang ketenaga kerjaan dalam pelaksanaannya harus memenuhi hak-hak dan
perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh serta pada saat yang
bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.
Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah
masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara
lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya
saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan
tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.
Hukum Perburuhan atau ketenaga kerjaan merupakan seperangkat aturan dan norma
baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara Pengusaha,
disatu sisi, dan Pekerja atau buruh disisi yang lain.
Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa
menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa
1
diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya undang-undang ketenagakerjaan yaitu
mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia
usaha di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan hukum tenaga kerja wanita menurut dari UU No. 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan?
2. Masalah apa saja yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja wanita dan
anak dibawah umur
BAB II
PEMBAHASAN
Masalah pekerja anak atau tenaga kerja anak diatur di dalam ps.1 Undang-undang
No.25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), yang sekaligus
menetapkan batas usia anak yang diperbolehkan bekerja adalah 15 tahun, baik untuk anak
laki-laki maupun untuk anak perempuan. Tetapi menanggapi pertanyaan apakah peraturan
tersebut sudah memadai dan sejauhmana pelaksanaannya adalah jauh dari mudah, karena
sampai saat ini masalah pekerja anak masih menjadi kontroversi dalam isu tentang
perlindungan anak pada umumnya. Bisa dikatakan, masalah pekerja anak merupakan masalah
klasik dalam hal perlindungan anak.
Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam Keppres
No.36 Tahun 1990, maka ada baiknya kita merujuk pada KHA untuk semua masalah seputar
anak yang kita temui. Di dalam pasal 32 dari KHA, dinyatakan bahwa anak mempunyai hak
untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomi dan dari setiap bentuk pekerjaan
yang berbahaya dan mengganggu pendidikannya, membahayakan kesehatannya atau
mengganggu perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak
Ada tiga pendekatan dalam memandang masalah pekerja anak, yaitu penghapusan
(abolition), perlindungan (protection), dan pemberdayaan (empowerment). Pendekatan
abolisi mendasarkan pemikirannya pada bahwa setiap anak tidak boleh bekerja dalam kondisi
apapun, karena anak punya hak yang seluas-luasnya untuk bersekolah dan bermain, serta
mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Sementara pendekatan proteksi mendasarkan
pemikirannya pada jaminan terhadap hak sipil yaitu bahwa sebagai manusia dan sebagai
warga negara setiap anak punya hak untuk bekerja. Dan pendekatan pemberdayaan
sebenarnya merupakan lanjutan dari pendekatan proteksi, yang mengupayakan pemberdayaan
terhadap pekerja anak agar mereka dapat memahami dan mampu memperjuangkan hak-
haknya. Pada dasarnya ILO didukung beberapa negara termasuk Indonesia secara terus-
menerus mengupayakan pendekatan abolisi atau penghapusan terhadap segala bentuk pekerja
anak.
2
Adapun pasal-pasal yang menyebutkan tentang perlindungan pekerja anak yang termuat
dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, sebagai berikut:
a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68), yaitu setiap orang yang
berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 nomor 26).
b. Ketentuan tersebut dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun
sampai 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dari kesehatan fisik, mental dan sosial
Ketentuan mengenai pekerja anak diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 75 UU
Ketenagakerjaan.
Bagi anak yang telah berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan15 (lima belas)
tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental, dan sosial anak tersebut. Perusahaan yang akan mempekerjakan anak
dalam lingkup pekerjaan ringan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Namun, terdapat pengecualian bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya, yaitu
tidak diperlukan hal-hal yang ada dalam huruf a, b, f, dan g di atas.
b. Pekerja anak yang bekerja di tempat kerja yang merupakan bagian dari
kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
Yang dapat bekerja di tempat kerja tersebut adalah anak yang berumur paling sedikit
empat belas (14) tahun. Namun, pengusaha yang bersangkutan harus memiliki beberapa
persyaratan bagi pekerja anak yang bekerja ditempatnya, yaitu:
1. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan
pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan
2. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
3
c. Pekerja anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minatnya
Tujuan dari jenis pekerjaan anak ini adalah agar usaha untuk mengembangkan bakat dan
minat anak tidak terhambat pada umumnya. Pengusaha yang mempekerjakan anak untuk
mengembangan bakat dan minat pekerja anak tersebut, wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. pekerjaan dilakukan di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari, dan;
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial,
dan waktu sekolah.
Bagi pengusaha yang melanggar persyaratan tersebut, dikenakan sanksi pidana kurungan
paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus
juta rupiah).
Dalam hal ini, tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
Pengusaha atau pihak yang mempekerjakan dan melibatkan anak-anak dalam pekerjaan-
pekerjaan terburuk tersebut, dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,-
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Kewajiban untuk melindungi pekerja anak tidak hanya harus dilakukan oleh pengusaha
yang mempekerjakan anak, tetapi juga harus dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah
diwajibkan untuk melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan
kerja. Tujuan dari upaya penanggulangan tersebut adalah untuk menghapuskan atau
mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya penanggulangan tersebut harus
dilakukan secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait. Contoh dari
anak yang bekerja diluar hubungan kerja adalah anak penyemir sepatu, anak penjual koran,
dan masih banyak lagi pekerja anak lainnya.
4
II. Perlindungan terhadap pekerja perempuan
Selain pekerja anak yang memiliki perlindungan hukum, pekerja perempuan juga
memiliki perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap pekerja wanita diatur dalam
Pasal 76 UU Ketenagakerjaan.
Pekerja/buruh perempuan tersebut dilarang untuk dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00.
Bagi pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
memberitahukan hal tersebut kepada pengusaha, ia tidak wajib untuk bekerja pada hari
pertama dan kedua pada waktu haid. Pelaksanaan ketentuan tersebut berlaku dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pekerja/buruh perempuan memiliki hak untuk memperoleh istirahat selama 1,5 (satu
setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau
sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan.
5
h. Bagi pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu
Pengusaha yang melanggar ketentuan dalam nomor 6 dan 7 diberikan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,- (empat
ratus juta rupiah).
6
BAB III
KESIMPULAN
Permasalahan pekerja wanita dan anak sebenarnya hampir menyerupai sebuah gunung
es. Kompleksitas pada dasar permasalahannya tidak tampak, sedangkan aktualisasi pada
permukaan berupa tindakan-tindakan eksploitasi terhadap wanita dan anak juga hanya
muncul sedikit. Budaya masyarakat yang lebih cenderung bersifat patriarchi dan kemiskinan
secara struktural menciptakan suatu iklim yang permisif terhadap pekerja anak di Indonesia.
Terbatasnya studi dan perhatian terhadap kondisi pekerja wanita dan anak di Indonesia.
Pelaksanaan peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan tersebut, khususnya
dalam perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan dilaksanakan oleh pemerintah,
pengusaha dan pekerja pada perusahaan-perusahaan, berorientasi pada tiga domein, yaitu
domein tenaga kerja, pengusaha dan pemerintah (lingkungan kerja).
.
DAFTAR PUSTAKA
K. Rampersad. Hubert, 2006. PERLINDUNGAN WANITA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
A. Judge. Timothy dan Stephen P. Robbins. 2008. PEKERJA WANITA Edisi 12. Jakarta:
Salemba Empat.
http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010_11_01_archive.html#uds-
search-results
http://www.ebooklibs.com/word-
documents/kedudukan,_kewenangan_pemerintah.html
http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010_11_01_archive.html#uds-
search-results
http://www.ebooklibs.com/word-documents/pekerja anak perlindungan.html
http://omrudi.blogspot.com/search/label/ARTIKEL