Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum tentang ketenaga kerjaan dalam pelaksanaannya harus memenuhi hak-hak dan
perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh serta pada saat yang
bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.
Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah
masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara
lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya
saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan
tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.

Hukum Perburuhan atau ketenaga kerjaan merupakan seperangkat aturan dan norma
baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara Pengusaha,
disatu sisi, dan Pekerja atau buruh disisi yang lain.

Perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja harus merupakan


kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor.
Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ditandai dengan tumbuhnya industri-industri baru
yang menimbulkan banyak peluang bagi angkatan kerja pria maupun wanita namun kadang
ada anak dibawah umur yg ikut bekerja. Sebagian besar lapangan kerja di perusahaan pada
tingkat organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan keterampilan yang khusus lebih
banyak memberi peluang bagi tenaga kerja wanita dan anak di bawah umur, Tuntutan
ekonomi yang mendesak dan berkurangnya peluang serta penghasilan di bidang pertanian
yang tidak memberikan suatu hasil yang tepat dan rutuin, dan adanya kesempatan untuk
bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja wanita.
Tidak hanya pada tenaga kerja wanita yang sudah dewasa yang sudah dapat digolongkan
pada angkatan kerja. Tetapi sering juga wanita dan anak yang belum dewasa yang
selayaknya masih harus belajar di bangku sekolah.

Oleh karena itu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaan harus


terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara efektif oleh
para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan ketenagakerjaan
sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan perundang-undangan di
bidang ketenagakerjaan dapat ditegakkan. Penerapan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan/keserasian hubungan antara
hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan
ktenagakerjaan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan kerja dapat
terjamin.

Sementara itu Dengan demikian,Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sangat


berarti dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di
dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi.

Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa
menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa

1
diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya undang-undang ketenagakerjaan yaitu
mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia
usaha di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hukum tenaga kerja wanita menurut dari UU No. 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan?

2. Masalah apa saja yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja wanita dan
anak dibawah umur

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlindungan terhadap pekerja anak

Masalah pekerja anak atau tenaga kerja anak diatur di dalam ps.1 Undang-undang
No.25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), yang sekaligus
menetapkan batas usia anak yang diperbolehkan bekerja adalah 15 tahun, baik untuk anak
laki-laki maupun untuk anak perempuan. Tetapi menanggapi pertanyaan apakah peraturan
tersebut sudah memadai dan sejauhmana pelaksanaannya adalah jauh dari mudah, karena
sampai saat ini masalah pekerja anak masih menjadi kontroversi dalam isu tentang
perlindungan anak pada umumnya. Bisa dikatakan, masalah pekerja anak merupakan masalah
klasik dalam hal perlindungan anak.

Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam Keppres
No.36 Tahun 1990, maka ada baiknya kita merujuk pada KHA untuk semua masalah seputar
anak yang kita temui. Di dalam pasal 32 dari KHA, dinyatakan bahwa anak mempunyai hak
untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomi dan dari setiap bentuk pekerjaan
yang berbahaya dan mengganggu pendidikannya, membahayakan kesehatannya atau
mengganggu perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak

Ada tiga pendekatan dalam memandang masalah pekerja anak, yaitu penghapusan
(abolition), perlindungan (protection), dan pemberdayaan (empowerment). Pendekatan
abolisi mendasarkan pemikirannya pada bahwa setiap anak tidak boleh bekerja dalam kondisi
apapun, karena anak punya hak yang seluas-luasnya untuk bersekolah dan bermain, serta
mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Sementara pendekatan proteksi mendasarkan
pemikirannya pada jaminan terhadap hak sipil yaitu bahwa sebagai manusia dan sebagai
warga negara setiap anak punya hak untuk bekerja. Dan pendekatan pemberdayaan
sebenarnya merupakan lanjutan dari pendekatan proteksi, yang mengupayakan pemberdayaan
terhadap pekerja anak agar mereka dapat memahami dan mampu memperjuangkan hak-
haknya. Pada dasarnya ILO didukung beberapa negara termasuk Indonesia secara terus-
menerus mengupayakan pendekatan abolisi atau penghapusan terhadap segala bentuk pekerja
anak.

2
Adapun pasal-pasal yang menyebutkan tentang perlindungan pekerja anak yang termuat
dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, sebagai berikut:

a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68), yaitu setiap orang yang
berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 nomor 26).
b. Ketentuan tersebut dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun
sampai 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dari kesehatan fisik, mental dan sosial

Ketentuan mengenai pekerja anak diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 75 UU
Ketenagakerjaan.

Pada dasarnya Pasal 68 UU Ketenagakerjaan melarang pengusaha mempekerjakan anak,


akan tetapi terdapat pengecualian di dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai
hak-hak bagi pekerja anak, sebagai berikut:

a. Pekerja anak yang melakukan pekerjaan ringan

Bagi anak yang telah berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan15 (lima belas)
tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental, dan sosial anak tersebut. Perusahaan yang akan mempekerjakan anak
dalam lingkup pekerjaan ringan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. izin tertulis dari orang tua atau wali;


b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas;
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Namun, terdapat pengecualian bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya, yaitu
tidak diperlukan hal-hal yang ada dalam huruf a, b, f, dan g di atas.

Bagi pengusaha yang melanggar persyaratan-persyaratan ruang lingkup pekerjaan ringan


bagi pekerja anak, dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).

b. Pekerja anak yang bekerja di tempat kerja yang merupakan bagian dari
kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang

Yang dapat bekerja di tempat kerja tersebut adalah anak yang berumur paling sedikit
empat belas (14) tahun. Namun, pengusaha yang bersangkutan harus memiliki beberapa
persyaratan bagi pekerja anak yang bekerja ditempatnya, yaitu:

1. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan
pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan
2. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

3
c. Pekerja anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minatnya

Tujuan dari jenis pekerjaan anak ini adalah agar usaha untuk mengembangkan bakat dan
minat anak tidak terhambat pada umumnya. Pengusaha yang mempekerjakan anak untuk
mengembangan bakat dan minat pekerja anak tersebut, wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

a. pekerjaan dilakukan di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari, dan;
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial,
dan waktu sekolah.

Bagi pengusaha yang melanggar persyaratan tersebut, dikenakan sanksi pidana kurungan
paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus
juta rupiah).

d. Pekerja anak yang dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa

Dalam hal ini, tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

e. Larangan mempekerjakan dan melibatkan anak dalam pekerjaan-pekerjaan


yang terburuk.

Pekerjaaan-pekerjaan terburuk tersebut meliputi:

a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;


b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk
pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk
produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya; dan/atau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

Pengusaha atau pihak yang mempekerjakan dan melibatkan anak-anak dalam pekerjaan-
pekerjaan terburuk tersebut, dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,-
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Kewajiban untuk melindungi pekerja anak tidak hanya harus dilakukan oleh pengusaha
yang mempekerjakan anak, tetapi juga harus dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah
diwajibkan untuk melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan
kerja. Tujuan dari upaya penanggulangan tersebut adalah untuk menghapuskan atau
mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya penanggulangan tersebut harus
dilakukan secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait. Contoh dari
anak yang bekerja diluar hubungan kerja adalah anak penyemir sepatu, anak penjual koran,
dan masih banyak lagi pekerja anak lainnya.

4
II. Perlindungan terhadap pekerja perempuan

Selain pekerja anak yang memiliki perlindungan hukum, pekerja perempuan juga
memiliki perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap pekerja wanita diatur dalam
Pasal 76 UU Ketenagakerjaan.

Jenis-jenis perlindungan terhadap pekerja/buruh perempuan adalah:

a. Bagi pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)


tahun

Pekerja/buruh perempuan tersebut dilarang untuk dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00.

b. Bagi pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter


berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya.

Pengusaha dilarang untuk mempekerjakannya antara pukul 23.00 sampai dengan


pukul 07.00.

c. Bagi pekerja/buruh perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai


dengan pukul 07.00.

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai


dengan pukul 07.00, wajib:

a. memberikan makanan dan minuman bergizi, dan


b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

d. Bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara


pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan


pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00, wajib untuk menyediakan
angkutan antar jemput.

e. Bagi pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid

Bagi pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
memberitahukan hal tersebut kepada pengusaha, ia tidak wajib untuk bekerja pada hari
pertama dan kedua pada waktu haid. Pelaksanaan ketentuan tersebut berlaku dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

f. Bagi pekerja/buruh perempuan yang akan melahirkan dan setelah melahirkan

Pekerja/buruh perempuan memiliki hak untuk memperoleh istirahat selama 1,5 (satu
setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

g. Bagi pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan

Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau
sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan.

5
h. Bagi pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu

Pekerja/buruh perempuan harus diberikan kesempatan untuk menyusui anaknya jika


hal tersebut harus dilaksanakan selama waktu kerja.

Pengusaha yang melanggar ketentuan dalam nomor 1, 2, 3, dan 4 diberikan sanksi


pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pengusaha yang melanggar ketentuan dalam nomor 6 dan 7 diberikan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,- (empat
ratus juta rupiah).

III. Peranan Penting Dinas tenaga Kerja


Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja
wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan pada Dinas
Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan di bidang ketenagakerjaan dan melakukan
pengawasan ke Perusahaan.
Berdasarkan Modul Penanganan Pekerja Anak (2005), terdapat upaya pola
penanganan pekerja anak yang meliputi upaya pencegahan pekerja anak, perlindungan
pekerja anak, dan penghapusan pekerja anak. Pertama, upaya pencegahan anak merupakan
upaya penanggulangan yang bersifat awal sebelum terjadinya masalah atau terulangnya suatu
masalah. Upaya pencegahan bertujuan mencegah anak agar tidak memasuki dunia kerja dan
anak yang berhasil ditarik dari dunia kerja tidak kembali menjadi pekerja anak sehingga anak
memperoleh hak-haknya sebagai anak terutama mendapatkan pendidikan ataupun pelatihan
sebagai bekal memasuki dunia kerja dimasa depan. Adapun kegiatan yang dilakukan sebagai
upaya pencegahan pekerja anak meliputi: a. Peningkatan Kesadaran Masyarakat, b.
Peningkatan Akses Pendidikan, c. Pemberdayaan Keluarga dan Masyarakat.

Kedua, perlindungan pekerja anak meliputi penerapan syarat-syarat dan penegakkan


hukum. Pada prinsipnya pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Dasar hukum pada BPTA
(Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak) diatur dalam peraturan perundang-undangan
nasional dibidang ketenagakerjaan yang mengatur dan merinci tentang apa yang dimaksud
dengan BPTA yang tertuang dalam Undang-Undang yang meliputi: a. UU No. 1 Tahun 2000
tentang Pengesahan Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 mengenai Larangan dan
Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; b. UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; c. Keputusan Menteri Tenag Kerja dan Transmigrasi
Nomor: KEP-235/MEN/2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan,
Keselamatan atau Moral Anak.

Ketiga, kegiatan penghapusan pekerja anak meliputi penghapusan BPTA, rehabilitasi,


reintegrasi sosial, penegakkan hukum dan pemantauan evaluasi pekerja anak. Kegiatan
pendekatan pengahapusan BPTA ini meliputi pemindahan ke pekerjaan ringan, dan
mengeluarkan dari BPTA. Selanjutnya kegiatan rehabilitasi yang meliputi perawatan
kesehatan & bantuan psikologis, dan bantuan hukum & perlindungan.

6
BAB III
KESIMPULAN
Permasalahan pekerja wanita dan anak sebenarnya hampir menyerupai sebuah gunung
es. Kompleksitas pada dasar permasalahannya tidak tampak, sedangkan aktualisasi pada
permukaan berupa tindakan-tindakan eksploitasi terhadap wanita dan anak juga hanya
muncul sedikit. Budaya masyarakat yang lebih cenderung bersifat patriarchi dan kemiskinan
secara struktural menciptakan suatu iklim yang permisif terhadap pekerja anak di Indonesia.
Terbatasnya studi dan perhatian terhadap kondisi pekerja wanita dan anak di Indonesia.
Pelaksanaan peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan tersebut, khususnya
dalam perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan dilaksanakan oleh pemerintah,
pengusaha dan pekerja pada perusahaan-perusahaan, berorientasi pada tiga domein, yaitu
domein tenaga kerja, pengusaha dan pemerintah (lingkungan kerja).
.

DAFTAR PUSTAKA
 K. Rampersad. Hubert, 2006. PERLINDUNGAN WANITA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
 A. Judge. Timothy dan Stephen P. Robbins. 2008. PEKERJA WANITA Edisi 12. Jakarta:
Salemba Empat.
 http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010_11_01_archive.html#uds-
search-results
 http://www.ebooklibs.com/word-
documents/kedudukan,_kewenangan_pemerintah.html
 http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010_11_01_archive.html#uds-
search-results
 http://www.ebooklibs.com/word-documents/pekerja anak perlindungan.html
 http://omrudi.blogspot.com/search/label/ARTIKEL

Anda mungkin juga menyukai