Anda di halaman 1dari 30

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Ny. Y (41 Tahun) masuk masuk dan dirawat di ruangan Onkologi RSUP

Dr. M.Djamil Padang tanggal 27 Agustus 2018 masuk melalui Poliklinik

Kebidanan RSUP. Dr. M.Djamil Padang , rencana akan menjalani kemoterapi

pada tanggal 28 Agustus 2018, namun karena saat pemeriksaan laboratorium

didapatkan hasil bahwa nilai hb pasien rendah yaitu 9,0 g/dl. Sebelumnya pasien

sudah menjalani tindakan operasi sebanyak 3 kali, dan menjalani kemoterapi

masuk tahapan kedua di RSUP Dr. M.Djamil Padang. Namun, setelah tindakan

tersebut pasien mengatakan perutnya kembali terasa membesar. Pada saat

dilakukan pengkajian di ruangan Onkologi tanggal 27 Agustus 2018, perut pasien

tampak membesar, pasien mengeluh badannya terasa lemah, lelah, dan tidak

bertenaga. Pasien juga mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini. Selain itu,

pasien juga mengatakan nafsu makan baik namun terjadi penurunan berat badan

selama sakit sebanyak 8 kg, dimana BB sebelum sakit 60 kg dan sekarang 52 kg.

Pasien juga mengeluhkan terkadang merasakan nyeri pada bagian perutnya. Nyeri

dirasakan mulai dari abdomen bagian bawah sampai ke punggung dan pinggang

seperti di remas – remas dan nyeri bertambah saat melakukan aktifitas berat. Hasil

pemerikasaan hemoglobin tanggal 27 Agustus 2018 yaitu 9,0 gr/dl dan hasil

pemeriksaan CA 125 didapatkan sebesar 97, 12 u/mL (normal <35 u/mL).

95
96

Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda internasional.

Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita yaitu adanya penyakit kewanitaan

atau ginekologi. Menurut hasil statistik terdapat 50,95% wanita yang mempunyai

penyakit ginekologi dan diantaranya 87,5% wanita yang sudah menikah.

Ditambah lagi banyak wanita diserang tumor rahim. Wanita yang berusia 30-50

tahun sebanyak 30% mempunyai tumor rahim, dan diantaranya dari tumor yang

tidak ganas menjadi tumor yang ganas (Stoppard, 2010 dalam Taufiqoh, 2012 ).

Perempuan mempunyai dua buah ovarium yang berfungsi memproduksi

sel telur dan mengeluarkan hormon. Tumor adalah gangguan yang paling umum

yang terjadi pada ovarium. Tumor tersebut dapat berupa solid atau berisi cairan.

Sebagian besar tumor pada indung telur adalah tumor jinak (94%) dan termasuk

didalamnya cysts, cystadenomas, teratomas, endometriomas, dan fibromas

(Faizal, 2005 dalam Taufiqoh, 2012).

Kanker ovarium adalah keganasan yang berasal dari ovarium dalam tiga

bentuk sel yang berbeda yaitu, sel germinal, sel epitel dan sel stroma dimana

ketiga bentuk tersebut hadir dengan ciri-ciri yang berbeda dan ditangani secara

berbeda pula (Young, 2008 dalam Delrizal, 2013). Tingkat kejadian kanker

ovarium diseluruh dunia setiap tahunnya adalah sekitar 204.000 wanita dan

125.000 wanita meninggal karena kanker ovarium (Sankaranarayanan, 2006

dalam Delrizal, 2013). Salah satu dari ketiga jenis keganasan ovarium tersebut,

yaitu keganasan ovarium yang berasal dari sel germinal umumnya terjadi pada
97

wanita muda dan remaja yang berusia dibawah 30 tahun dengan angka kira-kira

75% (Young, 2008 dalam Delrizal, 2013).

Kanker ovarium merupakan 20% dari semua keganasan alat reproduksi

wanita. Insedensi rata-rata dari semua jenis diperkirakan 15 kasus baru per

100.000 populasi wanita sebelumnya (Sarwono, 2008 dalam Delrizal, 2013).

Penyebab kanker ovarium saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada

faktor risiko terjadinya kanker ovarium yaitu (1) faktor lingkungan, yang mana

insiden terjadinya kanker ovarium umumnya terjadi di negara industri, (2) faktor

reproduksi, meningkatnya siklus ovulatori berhubungan dengan tingginya risiko

menderita kanker ovarium karena tidak sempurnanya perbaikan epitel ovarium,

(3) faktor genetik, mempunyai riwayat keluarga yang menderita kista / kanker

ovarium, kanker payudara ataupu penyakit keganasan lainnya (4) gaya hidup yang

tidak sehat, (5) usia dini menarche, (6) nullipara (Manuaba, 2013).

Saat pengkajian didapatkan data bahwa Ny. Y berusia 41 tahun dengan

diagnosa kanker ovarium + anemia sedang tidak pernah memiliki riwayat kista/

kanker ataupun penyakit keganasan lainnya terdahulu, pasien menstruasi pada

usia 12 tahun dan tidak memiliki riwayat hipertiroid, pasien mengatakan ia hanya

merasakan gelaja seperti perut ada terasa benjolan, mengalami penurunan berat

badan dan ± 8 tahun yang lalu pasien merasakan nyeri hebat saat menstruasi

dengan lama menstruasi 15 hari, dan + 3 bulan yang lalu mengalami nyeri pada

perut bagian bawah, nyeri dirasakan mulai dari abdomen bagian bawah sampai

pinggang dan punggung seperti di remas – remas dan nyeri bertambah saat
98

melakukan aktifitas berat. Pasien mengatakan saat sehat pasien jarang

mengonsumsi sayur dan hobi mengonsumsi makanan berpenyedap.

Menurut teori, kebanyakan wanita yang memiliki kanker ovarium tidak

memiliki gejala sampai periode tertentu. Menurut Nugroho (2010), beberapa

orang dapat mengalami gejala seperti nyeri saat menstruasi, nyeri di perut bagian

bawah, nyeri saat berhubungan seksual, nyeri pada punggung terkadang menjalar

sampai ke kaki, terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB, siklus

menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.

Dari hasil pengkajian di atas didapatkan data sesuai dengan teori. Dimana

Ny. Y mengalami nyeri menstruasi pada + 8 tahun yang lalu, hobi makanan

berbumbu dan berpenyedap, adanya benjolan pada perut, dan nyeri pada abdomen

bagian bawah. Selain itu, Ny. Y menderita kanker ovarium diusia 41 tahun, hal ini

sama dengan hasil penelitian Fadilah (2015).

Pasien mengatakan menikah pada usia 27 tahun dan memiliki 1 orang

anak. Akan tetapi pasien sudah ± 8 tahun tidak menggunakan alat kotrasepsi, dan

di anggota keluarga tidak ada yang memiliki riwayat kista maupun kanker. Selain

itu di dapatkan juga data bahwa ketika menstruasi, Ny.Y mengganti 2-3 kali ganti

duk/ pembalut. Seperti yang diketahui, hygiene yang kurang baik di duga sebagai

salah satu pemicu terjadinya kanker ovarium. Pasien mengatakan rutin

mengkonsumsi obat pelangsing tubuh sejak ia gadis. Mengonsumsi obat

pelangsing secara berlebihan dapat mempengaruhi kerja hormon dalam tubuh

terutama hormone estrogen sehingga dapat mempengaruhi siklus menstruasi yang

menjadi salah satu faktor resiko terjadinya kanker ovarium.


99

Berdasarkan data yang didapatkan, sebelum sakit pasien tidak memilki

keluhan BAB maupun BAK, namun semenjak sakit yaitu kurang lebih sejak + 1

tahun yang lalu pasien merasakan sulit BAB. Pasien BAB 1x/3 hari dan dibantu

dengan obat pencahar. Pasien mengatakan tidak ada mengalami gangguan BAK.

Jika disesuaikan dengan teori hal ini adalah salah satu akibat adanya massa di

perut bagian bawah yang menyebabkan pembesaran pada perut, dan terjadi

tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya kista atau

posisinya dalam perut. Apabila kista mendesak kandung kemih dan dapat

menimbulkan gangguan miksi, sedangkan massa yang lebih besar tetapi terletak

bebas di rongga perut terkadang juga menimbulkan obstipasi dan konstipasi

(Smeltzer and Bare, 2001). Berdasarkan data yang didapatkan, pasien memiliki

riwayat menstruasi teratur dengan siklus 28 hari. Hal ini sesuai dengan teori

(Smeltzer and Bare, 2001) bahwa kanker ovarium tidak mengubah pola haid

kecuali jika kista/tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.

Dari semua data yang didapatkan dalam pengkajian pada kasus pasien

dengan kanker ovarium sesuai dengan yang terdapat pada teori. Faktor pendukung

dalam pengkajian ini, adanya kerja sama antara penulis dengan pasien dan

keluarga sehingga pengkajian dapat berjalan dengan lancar, selain itu tersedianya

buku referensi sebagai acuan penulis yang memudahkan dalam pengkajian.

Selama pengkajian tidak ditemukan adanya faktor penyulit yang berarti dalam

pengkajian, karena pasien dan keluarga bersifat terbuka dalam memberikan data.
100

B. Diagnosa

Berdasarkan dari hasil pengkajian diatas, maka diagnosa yang diangkat

sebelum pasien operasi adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dalam darah, nyeri kronis

berhubungan dengan inflamasi penyakit, risiko ketidakefektifan pola nafas

berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, risiko

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake makanan yang tidak adekuat, ansietas berhubungan dengan ancaman

perubahan status kesehatan, keputusasaan berhubungan dengan stres jangka

panjang, dan gangguan citra tubuh b.d efek pengobatan (kemoterapi).

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan konsentrasi Hb dalam darah.

Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan

dengan penurunan konsentrasi Hb dalam darah ditegakkan karena pada

saat pengkajian didapatkan data klien mengatakan badannya terasa lemas

dan tidak bertenaga, klien mengatakan merasa pusing ketika, dari hasil

pemerikasaan laboratorium di dapatkan HB 9,0 gr/dl dan dari hasil

pemeriksaan fisik, didapatkan data klien tampak lemah, konjungtiva

tampak anemis, CRT ˃ 3 detik, muka tampak pucat, mukosa bibir kering,

dan suhu kulit teraba dingin, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 98x/i,

suhu 36,4ºC dan pernapasan 20x/i.

Dalam Nursing Diagnosis Defenition And Clasification (NANDA)

didapatkan bahwa defenisi dari diagnosis ketidakefektifan perfusi jaringan


101

perifer adalah penurunan pemberian oksigen dalam kegagalan memberi

makan jaringan pada tingkat kapiler. Diagnosis ini merujuk pada

kerusakan transport oksigen melalui alveoler atau membran kapiler.

Banyak pasien tumor/ kanker yang menderita anemia yang diikuti

kelemahan tubuh atau disebut dengan cachexia. Sel-sel neoplasma

diberikan prioritas untuk mendapat asam-asam amino sehingga sel-sel

tubuh lainnya akan mengalami kekurangan. Ini dapat menerangkan

mengapa penderita tumor ganas stadium akhir mengalami cachexia

(Boyd). Penyebabnya sangat multifaktorial, seperti intake makanan yang

berkurang karena abnormalitas indera perasa dan kontrol nafsu makan dari

pusat. Ada juga kemungkinan terlibatnya faktor TNF dan IL-1 yang

dihasilkan oleh makrofag yang teraktivasi. Disini TNF menekan nafsu

makan dan menginhibisi aksi lipoprotein lipase, menginhibisi pelepasan

asam lemak bebas dari lipoprotein (Robbins,2010). Pada klien terjadi

warna kulit tampak pucat dan capilarry reffil ˃ 3 detik, Hb 9,0 gr/dl.

b. Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi penyakit.

Diagnosa nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi penyakit

ditegakkan karena data-data yang ditemukan pada saat pengkajian

mendukung ditegakkannya diagnosa ini yaitu, didapatkan pasien

mengatakan perutnya terasa nyeri dan terasa sesak, nyeri kadang

menyebabkan pasien tidak bisa tidur dengan nyenyak, nyeri timbul kadang

disiang hari dan kadang dimalam hari, pasien sering tampak diam dan

memalingkan wajah, faktor pencetus nyeri adalah saat pasien tidur


102

telentang tapi jika pasien tidur dengan posisi miring, pasien merasa berat

pada perutnya, skala nyeri pasien 5, tekanan darah 120/70 mmHg, dan

nadi 98x/i.

Dalam Nursing Diagnosis Defenition And Clasification (NANDA)

diagnosis nyeri kronis didefenisikan sebagai serangan secara tiba – tiba

atau perlahan dari berbagai intensitasnya dari ringan sampai berat, terus –

menerus atau berulang tanpa antisipasi atau yang dapat diantisipasi/

diprediksi dengan durasi waktu lebih dari enam bulan.

Menurut Lywellin (2001) dalam Safitri tahun (2011) kanker

ovarium jinak tumbuh secara tersembunyi tidak dapat di deteksi selama

beberapa tahun. Tidak menyebabkan nyeri, tapi jika abdomen membesar

dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Diagnosis ini merujuk pada adanya

inflamasi penyakit. Pada Ny. Y didapatkan data yang sesuai untuk

mengangkat diagnosa ini.

c. Risiko ketidakefektifan pola nafas b.d posisi tubuh yang menghambat

ekspansi paru

Diagnosa risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru ditegakkan karena data-data

yang ditemukan pada saat pengkajian mendukung ditegakkannya diagnosa

ini yaitu, didapatkan pasien mengatakan sesak nafas dan pasien sering

mengubah posisinya agar sesaknya berkurang.. Pasien kadang tampak

sesak dan gelisah, dengan RR pasien 22x/i. Sesak dirasakan pasien saat
103

posisi tubuh pasien yang tidak nyaman, sehingga massa diabdomen pasien

mendesak diafragma.

Dalam Nursing Diagnosis Defenition And Clasification (NANDA)

didapatkan bahwa defenisi dari diagnosis risiko ketidakefektifan pola

nafas adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi

adekuat. Diagnosis ini merujuk pada ketidakadekuatan pola nafas baik itu

pada fase inspirasi ataupun pada fase ekspirasi.

Ketidakefektifan pola nafas diartikan inspirasi dan ekspirasi yang

tidak memberi ventilasi adekuat atau pertukaran udara inspirasi dan

ekspirasi yang tidak adekuat sehingga akan menimbulkan gejala

bradipnea, dispnea, Fase ekspirasi memanjang, ortopnea, penggunaan otot

bantu pernapasan, peningkatan diameter anterior-posterior, penurunan

kapasitas vital, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi,

penurunan ventilasi semenit, pernapasan bibir, pernapasan cuping hidung,

perubahan ekskursi dada, pola nafas abnormal, dan takipnea ((Herdman.

H.T & Kamitsuru. S (2015)).

Menurut analisis peneliti, tegaknya diagnosis keperawatan

ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan diafragma

sama dengan teori. Pertukaran udara terganggu karena kanker ovarium itu

sendiri telah bermetastasis ke abdomen yang tandanya ditemui asites yang

mendesak ke diafragma. Sehingga menimbulkan gejala pasien sesak nafas,

frekuensi pernapasan 22 kali/menit, tarikan dinding dada tidak ada karena

desakan massa sampai ke prosesus xipoideus.


104

d. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

kurang asupan nutrisi

Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake makanan yang tidak adekuat ditegakkan

karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data pasien

mengatakan selera makan ada, namun tetap mengalami penurunan

berat badan ± 8 Kg. pasien mengeluhkan badannya terasa lemas, tidak

bertenaga. Berat badan pasien sekarang adalah 52 Kg (sebelumnya 60

kg). Dari hasil observasi, tampak pasien kurus, wajah pucat, mukosa

bibir pucat dan kering.

Gejala tersebut terjadi karena proses inflamasi dan karsinogen dari

penyakit pasien tersebut. Sel – sel abnormal terjadi secara terus –

menerus, progresif memakan sel – sel yang sehat sehingga terjadi

penurunan data tahan tubuh dan pasien menjadi lemah, lelah, tamapak

pucat bahkan oksigen tidak mampu sampai di perifer. Penyebaran sel –

sel abnormal dapat terjadi melalui pembuluh darah maupun pembuluh

limfe.

Hal ini sesuai dengan definisi Nursing Diagnosis Defenition And

Clasification (NANDA) yang menyebutkan bahwa ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan individu

yang mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi


105

kebutuhan metabolik. Dengan batasan karakteristik yaitu nyeri

abdomen, penurunan berat badan 10% atau lebih dibawah berat badan

ideal, kurang nafsu makan, mual dan muntah, membaran mukosa

pucat, sariawan rongga perut, ketidakmampuan makan makanan.

Banyak pasien kanker/ tumor yang menderita anemia yang diikuti

kelemahan tubuh atau disebut dengan cachexia. Sel-sel neoplasma

diberikan prioritas untuk mendapat asam-asam amino sehingga sel-sel

tubuh lainnya akan mengalami kekurangan. Pada penderita tumor/

kanker akan kehilangan lemak tubuh dan massa tubuh yang progresif

akibat penggunaan kalori dan BMR yang tetap meninggi. Penyebabnya

sangat multifaktorial, seperti intake makanan yang berkurang karena

abnormalitas indera perasa dan kontrol nafsu makan dari pusat. Ada

juga kemungkinan terlibatnya faktor TNF dan IL-1 yang dihasilkan

oleh makrofag yang teraktivasi. Disini TNF menekan nafsu makan dan

menginhibisi aksi lipoprotein lipase, menginhibisi pelepasan asam

lemak bebas dari lipoprotein (Robbins, 2010).

e. Ansietas berhubungan dengan ancaman perubahan status kesehatan

Diagnosa ansietas berhubungan dengan ancaman perubahan status

kesehatan ditegakkan karena data-data yang ditemukan pada saat

pengkajian mendukung ditegakkannya diagnosa ini yaitu, didapatkan

pasien mengatakan cemas dengan kondisinya sekarang, pasien takut

bahwa kondisi pasien pada awal sakit dulu akan kambuh lagi.
106

Dalam Nursing Diagnosis Defenition And Clasification (NANDA)

diagnosis ansietas didefenisikan sebagai perasaan tidak nyaman atau

kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali

tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu): perasaan takut yang

disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Diagnosis ini merujuk

pada beberapa factor yang mempengaruhi adanya kecemasan seperti

perilaku, factor afektif (pasien lebih banyak diam dan berfokus pada

diri sendiri), factor parasimpatik dan kognitif.

Hasil penelitian Arsianti (2012) tentang kecemasan pasien kista

ovarium yang belum memiliki keturunan mengidentifikasi skala

kecemasan pasien kanker ovarium bervariasi dari sangat rendah

sampai tinggi. Wanita dengan kankera ovarium yang memiliki

kecemasan rendah sebanyak 6,7%, kecemasan sedang 40%, dan

kecemasan tinggi 36,7%. Hal ini menunjukkan subyek penelitian

memiliki skor kecemasan yang tergolong sedang ke tinggi. Hal ini

sesuai dengan data pengakajian bahwa pasien memiliki tingkat

kecemasan sedang dengan kondisinya yang sekarang.

f. Keputusasaan berhubungan dengan stres jangka panjang

Diagnosa keputusasaan b.d stress jangka panjang ditegakkan

karena data-data yang ditemukan pada saat pengkajian mendukung

ditegakkannya diagnosa ini yaitu, didapatkan pasien mengatakan sudah

lelah menjalani segala pengobatan yang harus ia jalani. Pasien


107

mengatakan bahwa ia merasa sedih melihat kondisinya, disaat pasien

lain ditunggui keluarganya sedangkan ia hanya sendiri di rumah sakit.

Dalam Nursing Diagnosis Defenition And Clasification (NANDA)

didapatkan bahwa defenisi dari diagnosis keputusasaan adalah kondisi

subjektif ketika seorang individu memandang keterbatasan atau tidak

adanya alternatif atau pilihan pribadi serta tidak mampu memobilisasi

energi demi kepentingan sendiri.

Menurut Nietzel, dkk (2004) dalam Caninsti (2012) menekankan

bahwa keputusasaan merupakan ketiadaan harapan seorang individu

untuk mengubah pola kesengsaraan hidupnya di masa mendatang.

Individu menganggap bahwa peristiwa hidup negatif sebagai suatu hal

yang pasti terjadi dan tidak bisa dihindari, sementara peristiwa hidup

positif dipandang sebagai suatu hal yang tidak akan terjadi.

Pada situasi yang ekstrim keputusasaan akan bermanifestasi dalam

bentuk tingkah laku yang patologis seperti mental illnes, termasuk di

dalamnya keinginan untuk bunuh diri, depresi, atau bermanifestasi

dalam bentuk lainnya seperti sociopathy, penurunan fungsi fisik,

mental, spiritual dan kualitas hidup. Secara patologis, sifat

keputusasaan yang sudah mengakar dalam diri individu akan

membuatnya mudah mengalah pada situasi sulit dan enggan berusaha

maksimal untuk mengatasi kesulitan hidup (Farran dkk, 2005).

Terkait dengan keputusasaan pada pasien penyakit kronis, Lumenta

(2009) berpendapat bahwa selain tidak dapat disembuhkan, penyakit


108

kronis membutuhkan pengobatan dan perawatan dalam waktu yang

cukup lama. Pengobatan ini dapat berlangsung selama belasan atau

puluhan tahun. Menurut Soedarsono (2012) penyakit kronis dapat

digolongkan sebagai stressor, yaitu peristiwa yang menimbulkan stres

pada seseorang. Hal ini seringkali menimbulkan pemikiran dalam diri

pasien bahwa nyawanya akan terancam dan harapan untuk hidup

semakin berkurang, pasien mengalami keputusasaan dan ketakutan

bahwa usianya tidak lama lagi, dan permasalahan ini juga

menimbulkan konflik dalam keluarga.

g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek pengobatan

(kemoterapi)

Diagnosa gangguan citra tubuh b.d efek pengobatan (kemoterapi)

ditegakkan karena data-data yang ditemukan pada saat pengkajian

mendukung ditegakkannya diagnosa ini yaitu, didapatkan pasien

mengatakan bahwa semenjak sakit ia malu untuk keluar rumah karena

perutnya yang membesar dan terlihat seperti orang hamil. Pasien

mengatakan bahwa semenjak ia selesai menjalani kemoterapi yang ke

1 pada tahap 2, rambut pasien mudah sekali rontok.

Dalam Nursing Diagnosis Defenition And Clasification (NANDA)

didapatkan bahwa defenisi dari diagnosis gangguan citra tubuh adalah

konfusi dalam gambaran mental seorang individu tentang gambaran

diri serta gambaran fisik individu.


109

Citra tubuh (body image) merupakan gambaran mental seseorang

terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang

mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia rasakan

terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira

penilaian orang lain terhadap dirinya Honigman & Castle (2002)

(dalam Sitorus, 2011). Perubahan Citra Tubuh (body image)

menghasilkan sikap positif dan negatif pada setiap wanita (Sari, 2010).

Wanita yang memiliki citra tubuh negatif atau ketidakpuasan

terhadap tubuhnya, akan lebih mudah mengalami depresi dari pada

yang merasa puas akan tubuhnya. Seperti yang diungkapan Goldfield

dari hasil penelitiannya, bahwa seorang wanita yang merasa tidak puas

dengan tubuhnya menunjukkan adanya gejala depresi yang lebih berat,

seperti anhedonia, harga diri negatif, dan tingginya angka depresi dari

pada yang memiliki kepuasan tinggi (Hasni, 2013). Penelitian serupa

juga mengatakan, bahwa investasi disfungsional citra tubuh (body

image) dapat merusak kesejahteraan pada psikologis wanita salah

satunya yaitu depresi Markland, 2011 (dalam Kartikasari,2013).

C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan

Rencana keperawatan merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien.

Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat

mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan

keperawatan yang dirumuskan dengan tepat memfasilitasi konyuitas asuhan


110

perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat

mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan

konsisten. Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi

oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga

mencakup kebutuhan klien jangka panjang (Potter, 2009).

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

konsentrasi Hb

Masalah pertama adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dalam darah, tujuan yang

ingin di capai yaitu pengisian kapiler, warna kulit normal, suhu kulit hangat,

dan Hb dalam batas normal, implementasi yang dilakukan adalah memberi

transfusi darah PRC 2 kantong pada hari rawat ke dua dan ke tiga,

kemuadian dilakukan pemeriksaan Hb, dan didapatkan Hb klien 11,5 gr/dl,

di samping pemberian transfusi darah juga dilakukan pengkajian secara

komprehensif pada sirkulasi klien seperti memonitor suhu dan warna kulit,

memonitor TTV, dan memonitor konjungtiva serta capillary reffil.

Dalam upaya meningkatkan kadar Hb dalam darah, salah satu

implementasi yang dilakukan adalah menganjurkan klien banyak makan

sayur bayam dan jus tomat setelah perawatan nanti. Hal ini karena daun

bayam hijau (amaranthus hybridus L) memiliki kandungan zat besi (Fe)

sebesar 6,43% mg per 180 gram. Fungsi zat besi adalah membentuk sel

darah merah, sehingga apabila produksi sel darah merah dalam tubuh cukup

maka kadar hemoglobin akan normal (Kusumawardani, 2010). Zat besi


111

merupakan mineral yang sangat dibutuhkan dalam proses hemopoiesis,

namun zat besi merupakan zat yang sulit diserap oleh tubuh. Pada proses

pencernaan, besi mengalami proses reduksi dari bentuk feri (Fe3+) ke fero

(Fe2+) agar mudah diserap (Budi, 2007)

Selain itu, implementasi yang diberikan pada Ny. Y adalah meberikan terapi

PRC selama perawataan. Satu kantong PRC yang diberikan kepada pasien

dapat meningkatkan 1 gr/dl Hb dalam darah (Arisman, 2013). Pada Ny. Y

diketahui bahwa Hb awal adalah 9,0 gr/dl. Tiga minggu sebelum jadwal

klien menjalani kemoterapi kedua, klien mengalami mentruasi dan

perdarahan abnormal di ruang perawatan pasien mendapatkan PRC 2 unit.

Setelah Ny. Y mendapatkan terapi PRC 2 unit, Hb Ny.Y adalah 11,5. Hal

ini sesuai dengan teori tersebut, bahwasanya Ny.Y juga mengalami

peningkatan Hb per 1 unit PRC nya 1gr/dl. Selain itu, setelah didapatkan

terapi tersebut, CRT< 3 dtk, akral hangat, dan konjungtiva pasien tidak

anemis. Pemberian cairan intravena juga mempengaruhi perfusi jaringan

perifer (Black, 2009). Pada Ny.Y didapatkan terapi RL 20 tts/i sehingga

membantu memperbaiki perfusi jaringan perifer pada pasien.

b. Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi penyakit (kanker ovarium)

Masalah kedua adalah nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi

penyakit, tujuan yang ingin di capai yaitu melaporkan kenyamanan dengan

kontrol gejala, melaporkan psikologi yang membaik, mengekspresikan

kepuasan dengan lingkungan fisik, mengekspresikan kepuasan dengan

hubungan sosial, mengekspresikan kepuasan spiritual, dan mengekspresikan


112

keyamanan dengan kontrol nyeri. Intervensi yang direncanakan berdasarkan

NIC adalah manajemen nyeri dan administrasi analgetik. Implementasi yang

dilakukan pada pasien adalah melakukan pengkajian nyeri secara secara

komprehensif, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi, mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan,

menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien, mengurangi faktor presipitasi nyeri, melakukan penanganan

nyeri farmakologi dan nonfarmakologi, menganjurkan pasien meningkatkan

istirahat, memonitor TTV.

Penanganan nyeri secara non farmakologi yang dilakukan pada

pasien adalah teknik relaksasi nafas dalam. Menurut Huges dkk (2015)

teknik relaksasi melalui olah nafas merupakan salah satu keadaan yang

mampu merangsang tubuh untuk membentuk system penekan nyeri,

disamping itu juga dapat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan fisik

dan keseimbangan tubuh dan pikiran. Hal ini karena, olah nafas dianggap

dapat membuat tubuh menjadi rileks. Sehingga berdampak pada

keseimbangan tubuh dan pengontrolan tekanan darah.

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan yang dilakukan dengan cara nafas lambat (menahan inspirasi

secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan.

Selain dapat mengurangi intensitas nyeri relaksasi nafas dalam juga dapat

meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Pada


113

kondisi rileks tubuh akan menghentikan produksi hormone adrenalin dan

semua hormone yang diperlukan saat stress (Smeltzer, 2009).

Menurut Smeltzer and Bare (2009) teknik relaksasi nafas dalam

dapat dipercaya menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu

dengan merelaksasi otot-otot skelet yang megalami spasme yang disebabkan

oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh

darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami

spasme atau iskemik. Teknik relaksasi nafas dalam mampu merangsang

tubuh untuk melepaskan endogen yaitu endorphin dan empefalin. Teknik

relaksasi juga dilakukan dan tidak memerlukan alat.

Pada Ny. Y efek yang dirasakannya setelah melakukan nafas dalam

adalah menjadi lebih tenang, nyeri berkurang, dan pola tidur menjadi lebih

baik. Pada hasil observasi tampak Ny. Y lebih tenang dan mampu

mengenali nyeri serta mampu melakukan teknik nafas dalam dengan baik.

Penanganan nyeri secara non farmakologi pada pasien yang

mengalami nyeri adalah dengan massage therapy. Pijat dianggap sebagai

pengobatan komplementer dan alternatif yang digunakan oleh banyak orang

untuk menghilangkan rasa sakit, mengurangi stres dan kecemasan,

merehabilitasi cedera dan meningkatkan kesehatan secara umum (Shehata,

2016). Massage therapy (MT) adalah suatu teknik yang dapat meningkatkan

pergerakan beberapa struktur dari kedua otot dan jaringan subkutan, dengan

menerapkan kekuatan mekanik ke jaringan. Pergerakan ini dapat

meningkatkan aliran getah bening dan aliran balik vena, mengurangi


114

pembengkakan dan memobilisasi serat otot, tendon dengan kulit. Salah satu

massage therapy yang dilakukan pada pasien yaitu teknik effleurage

massage.

Teknik nonfarmakologis yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri

pada pasien kanker yaitu teknik effleurage massage (Andarmoyo, 2013).

Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan yang

memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular

secara berulang (Reeder, 2011). Effleurage merupakan teknik masase yang

aman, mudah dilakukan, tidak memerlukan banyak alat, tidak memerlukan

biaya, tidak memiliki efek samping dan dapat dilakukan sendiri atau dengan

bantuan orang laing (Ekowati, 2011).

Teknik effleurage massage bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi

darah, menghangatkan otot abdomen, memberi tekanan dan meningkatkan

relaksasi fisik (Jurnal Occupational and Environtment Medicine, 2008

dalam Pane, 2014). Teknik effleurage massage suatu rangsangan pada kulit

abdomen dengan melakukan usapan menggunakan ujung-ujung jari telapak

tangan dengan arah gerakan membentuk pola geraka seperti kupu-kupu

abdomen seiring degan pernafasan abdomen (potter dan perry 2006). Kedua

teknik tersebut bertujuan untuk meingkatkan sirkulasi darah, memberi

tekanan, menghangatkan otot abdomen dan meningkatkan relaksasi fisik

(jurnal occupational and environment medicine, 2008). Selama melakukan

teknik effleurage massage pasien mengatakan merasakan manfaatnya. Nyeri yang

dirasakan oleh Ny. Y berkurang dan lebih terasa rileks. Sehingga juga
115

mempengaruhi dalam mobilisasi pasien, pasien mengatakan saat bergerak nyeri

terasa berkurang.

c. Risiko ketidakefekrifan pola nafas b.d posisi tubuh yang menghambar

ekspansi paru

Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan peningkatan

kerja otot pernapasan ditandai dengan, sesak napas, adanya pernapasan

cuping hidung, peningkatan usaha pernapasan, frekuensi dan irama

pernapasan tidak teratur, takipneu, retraksi dinding dada, pernafasan perut,

suara tambahan ronki pada paru (Muttaqin Arif, 2014)

Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan yaitunya

menjelaskan tindakan dan tujuan keperawatan yang akan dilakukan,

observasi TTV, berikan posisi semi fowler, ajarkan cara batuk efektif,

monitor aliran O2, lakukan auskultasi pada pasien, kaji kedalaman nafas,

ajarkan pasien nafas dalam. Pasien mengatakan sesak napas berkurang, Ku

membaik, TD 110/70 mmhg, N 88x/menit, RR 20x/ menit, tarikan dada

tidak ada, ekspirasi yang memanjang tidak ada, nafas cepat dan dangkal

mulai normal, adnya pernafasan perut.

d. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang

asupan nutrisi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan penurunan asupan nutrisi, tujuan yang ingin dicapai

yaitu status nutrisi pasien baik, dan intake nutrisi yang adekuat agar berat
116

badan terkontrol, maka disusunlah rencana tindakan manajemen nutrisi, dan

monitor nutrisi.

Implementasi yang dilakukan adalah dengan mendampingi pasien

pada saat makan dan memberikan motivasi pada pasien untuk

menghabiskan dietnya, menganjurkan pasien untuk meningkatkan intake

oral. Pasien dianjurkan untuk menghabiskan diet secara bertahap dan tidak

sekaligus.

Beberapa strategi diperlukan untuk memenuhi kecukupan nutrisi

pada pasien yang sedang menjalani terapi sehubungan dengan efek samping

yang dialami. Sebagian besar pasien dapat mentoleransi makanan dengan

porsi kecil dan sering. Untuk dapat mencukupi kebutuhan nutrisi pasien di

anjurkan mengkonsumsi makanan/minuman padat kalori. Pada pasien yang

tidak dapat memenuhi kecukupan nutrisi, bila perlu, dapat diberikan

suplementasi diet cair (Indonesia Journal of Cancer, 2016).

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan asupan nutrisi

pada pasien dengan anoreksia atau cepat merasa kenyang yaitu, anjurkan

pasien makan makanan yang disukai dan dapat diterima walau tidak merasa

lapar, makan lebih banyak bila ada rasa lapar, hindari minum dekat dengan

waktu makan, memotivasi diri bahwa makan adalah bagian penting dalam

program pengobatan, porsi makan kecil dan diberikan sering (lebih dari tiga

kali sehari), dan makan dalam situasi yang nyaman.


117

e. Ansietas berhubungan dengan ancaman perubahan status kesehatan Masalah

yang ketiga adalah ansietas berhubungan dengan ancaman

perubahan status kesehatan, tujuan yang ingin dicapai adalah pasien mampu

mengontrol kecemasan, vital sign dalam batas normal, postur tubuh, ekspresi

wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan kecemasan berkurang.

Implementasi yang dilakukan adalah Gunakan pendekatan yang menenangkan,

pahami prespektif pasien terhadap situasi stress, temani pasien untuk

memberikan keamanan dan mengurangi takut, anjurkan kepada keluarga untuk

menemani pasien, dengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian. Anjurkan

pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi. Instruksikan

pasien untuk menggunakan teknik rileksasi.

Kecemasan yang terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri,

kemungkinan cacat, menjadi bergantung dengan orang lain dan mungkin

kematian (Potter & Perry, 2005). Secara fisik kecemasan dapat memicu

kelenjer adrenal untuk melepas hormon-hormon epinefrin dan norefinefrin

yang kemudian menggerakkan hormon tubuh tersebut untuk mengatasi

situasi yang mengancam. Hormon-hormon tersebut akan meningkatkan

detak jantung, frekuensi pernafasan dan tekanan darah (Chung, 2013).

Terapi relaksasi merupakan salah satu alternatif yang dapat diberikan

untuk mengurangi respon kecemasan. Hal ini dapat membantu orang

menjadi rileks dan dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik serta

dapat mengontrol diri sehingga mengambil respon yang tepat saat berada

dalam situasi yang menegangkan (Dumaris, 2013). Teknik relaksasi


118

merupakan salah satu cara untuk mengurangi kecemasan dengan pendekatan

non farmakologi. Nonfarmakologi lebih sederhana dan tanpa efek samping

yang merugikan (Jaafarpour, 2014).. Ada beberapa teknik relaksasi yang

dapat digunakan meliputi: relaksasi napas dalam, relaksasi benson, imajinasi

terbimbing, teknik relaksasi otot progresif, biofeedback dan hipnotis diri

(Brunner & Suddarth, 2002; Dossey & Keegan, 2009).

Pada Ny.Y diberikan teknik relaksasi benson. Teknik Relaksasi

Benson merupakan tekhnik relaksasi yang digabung dengan keyakinan yang

dianut oleh pasien, relaksasi benson akan menghambat aktifitas saraf

simpatis yang dapat menurunkan konsumsi oksigen oleh tubuh dan

selanjutnya otot-otot tubuh menjadi rileks sehingga menimbulkan perasaan

tenang dan nyaman (Benson & Proctor 2000).

Manfaat dari relaksasi benson terbukti memodulasi stres terkait

kondisi seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi,

hipertensi dan insomnia serta menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang

(Benson & Proctor, 2000). Green (2005) menyatakan bahwa relaksasi

benson dapat berguna untuk menghilangkan nyeri, insomnia atau

kecemasan.

Hasil penelitian Mardian (2014) mengungkapkan bahwa adanya

pengaruh relaksasi benson terhadap kecemasan pasien pre operasi

(p=0,000). Dimana, relaksasi Benson cukup efektif untuk memunculkan

keadaan tenang dan rileks, dimana gelombang otak mulai melambat yang

akhirnya akan membuat seseorang dapat beristirahat dengan tenang. Hal ini
119

terjadi ketika individu mulai merebahkan diri dan mengikuti instruksi

relaksasi, yaitu pada tahap pengendoran otot dari bagian kepala hingga

bagian kaki. Selanjutnya dalam keadaan rileks mulai untuk memejamkan

mata, saat itu frekuensi gelombang otak yang muncul mulai melambat dan

menjadi lebih teratur. Pada tahap ini individu mulai merasakan rileks dan

mengikuti secara pasif keadaan tersebut sehingga menekan perasaan tegang

yang ada di dalam tubuh.

Manfaat tersebut juga dirasakan oleh Ny. Y dimana kecemasan

terhadap tindakan yang akan dijalani berkurang, nyeri pun terasa berkurang,

serta Ny. Y merasa lebih nyaman dan siap menjalani tindakan yang akan

dilakukan kepadanya.

f. Keputusasaan berhubungan dengan stres jangka panjang

Keputusasaan adalah suatu kondisi yang sangat umum dialami oleh

setiap orang dalam hidupnya. Secara psikologis, keputusasaan sangat erat

kaitannya dengan harapan. Keduanya memiliki kaitan yang erat, namun

merupakan dua pengalaman yang berbeda. Orang yang putus asa, akan

mampu mengatasi keputusasaan tersebut dengan menghadirkan harapan

dalam dirinya ketika menghadapi situasi sulit. Semakin seorang individu

menyadari dan memahami keputusasaannya, maka semakin dirinya

berpotensi untuk mengembangkan harapan akan situasi yang lebih baik,

begitu juga sebaliknya (Farran dkk, 2005).

Berdasarkan standar asuhan keperawatan diagnosa psikososial oleh

Tim Jiwa Keperawatan FIK UI (2011) intervensi keperawatan pada klien


120

dengan keputusasaan yaitu : (1) Intervensi keperawatan pada pasien :

diskusi kejadian yang membuat putus asa/perasaan/perilaku yang berubah,

latihan berpikir positif melalui harapan dan makna hidup, latihan

melakukan aktifitas fisik untuk menumbuhkan harapan dan makna hidup.

(2) Intervensi keperawatan pada keluarga pasien : mendiskusikan kondisi

pasien, melatih keluarga merawat pasien dengan keputusasaan.

Sedangkan untuk implementasi yang dapat dilakukan pada pasien

dengan keputusasaan yaitu tindakan yang dilakukan antara lain membina

hubungan saling percaya, melatih klien untuk melakukan ADL di rumah

sakit secara mandiri mulai dari makan, minum, dan berapakaian secara

mandiri, dan memberikan penguatan positif. selain itu kita bisa melatih

keluarga pasien untuk menemukan kemampuan positif yang dimiliki

pasien kanker ovarium.

g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek pengobatan (kemoterapi)

Kemoterapi adalah agen antineoplastik yang digunakan untuk

membunuh sel-sel kanker dan menghambat perkembangannya.

Kemoterapi kadang dikombinasi penggunaannya dengan pembedahan atau

radiasi atau keduanya (Smeltzer& Bare, 2006). Perubahan fisik merupakan

perubahan yang terjadi pada bentuk tubuh, kenyataan fisiologis, dan

perubahan dalam penampilan fisik. Perubahan ini biasanya berada dalam

batas normal, kecuali jika seseorang tersebut memiliki penyakit tertentu

(Potter, 2009). Efek samping yang berat sering penderita rasakan, dan

bahkan dapat menimbulkan kematian. Penelitian yang dilakukan Orge dan


121

Oskan ( 2008), menunjukkan bahwa penderita kanker mengalami gejala

fisik termasuk nyeri, mual, muntah, kurang tenaga, fatique atau kelelahan,

diare atau konstipasi, insomnia, kurang konsentrasi, mulut kering,

kerontokan rambut serta gejala psikologis seperti sedih, gelisah, putus asa,

depresi, ketidaknyamanan, dan ketakutan yang cenderung meningkat

setelah menjalani kemoterapi.

Menurut Stuart (2007) konsep diri dapat diartikan semua pikiran,

keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu

tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.

Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil

pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat

dan dengan realitas dunia. Konsep diri pada manusia terdiri dari 5

komponen diantaranya adalah: gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran

diri, identitas diri, konsep diri.

Penderita kanker pada umumnya yakni mereka akan merasa malu,

menarik diri, kontrol diri yang kurang, takut,pasif, asing terhadap diri serta

frustasi. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah dan

identitas diri yang kabur pada penderita kanker yakni mengkritik diri

sendiri, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung, pesimis,

gangguan berhubungan, menarik diri, kecemasan tinggi (hingga panik),

ideal diri tidak realistis, tidak/kurang penerimaan terhadap diri serta

hubungan intim terganggu.


122

D. Evaluasi

Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi di artikan sebagai

proses yang disengaja dan sistematik dimana penilaian dibuat mengenai kualitas,

nilai dan kelayakan dari sesuatu dengan membandingkan pada kriteria yang

diidentifikasi atau standar sebelumnya. Dalam proses keperawatan, evaluasi

adalah suatu aktivitas yang direncanakan, terus menerus, aktivitas yang di sengaja

dimana pasien, keluarga dan perawat serta tenaga kesehatan profesional lainnya

menentukan.

Evaluasi atau penilaian dilakukan secara terus menerus dan

berkesinambungan dengan cara mengamati langsung perubahan-perubahan yang

terjadi pada pasien, pada prinsipnya tidak semua masalah dapat teratasi dengan

sempurna sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, adanya kerja

sama yang baik antara tim kesehatan dan keluarga dalam asuhan keperawatan

yang efektif, serta tersedianya fasilitas yang diperlukan sangat membantu dalam

perawatan pasien.

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan konsentrasi Hb. Setelah dilakukan intervensi didapatkan

pada hari rawatan ke empat hasil Hb pasien berdasarkan hasil

laboratorium adalah Hb dalam batas normal yaitu 11,5 gr/dl, dan hasil

pemeriksaan capilary reffil pada hari rawatan ke empat setelah

pemberian PRC 2 unit adalah didapatkan hasil ˂ 2 detik, konjungtiva

tidak anemis, suhu dan warna kulit dalam batas normal.


123

b. Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi penyakit sesuai dengan

kriteria hasil yang diharapkan yaitu tanda-tanda vital dalam batas

normal, pasien menyatakan rasa nyaman dan nyeri berkurang, dan

apabila nyeri datang dengan skala sedang pasien sudah dapat

mengatasinya dengan cara nonfarmakologi yaitu dengan teknik nafas

dalam.

c. Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan posisi tubuh

yang menghambat ekspansi paru sesuai dengan kriteria hasil yang

diharapkan yaitu tanda-tanda vital dalam batas normal, pasien

menyatakan bahwa sesak sudah tidak ada, pasien mengungkapkan rasa

nyaman dan tidak gelisah.

d. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kurang asupan nutrisi di dapatkan hasil evaluasi

pasien belum banyak mengalami perubahan pada nafsu makannya.

Sebelumnya pasien nafsu makan menurun dan mengalami penurunan

berat badan + 8 kg, pada hari kedua didapatkan bahwa pasien dapat

mengahabiskan ½ porsi dietnya (MB), keluarga pasien mengatakan

pasien sudah mau makan makanan diet yang didapat dan pasien tidak

mengalami mual dan muntah, Selama dirawat pasien belum mengalami

penambahan berat badan dan lingkar lengan. Pada hari rawatan ke

empat pasien di usulkan pulang oleh dokter dan semua intervensi

keperawatan pada pasien dihentikan.


124

e. Ansietas berhubungan dengan ancaman perubahan status kesehatan,

didapatkan hasil evaluasi sesuai dengan kriteria hasil yang yang

diharapkan yaitu pasien mampu mengontrol cemas dengan baik dan

untuk mengurangi cemasnya pasien juga melakukan teknik relaksasi

benson. Pada pelaksanaan intervensi, pada hari ke dua kecemasan

pasien dapat diatasi sehingga intervensi untuk kecemasan pasien

dihentikan.

f. Keputusasaan berhubungan dengan stres jangka panjang didapatkan

hasil evaluasi sesuai dengan kriteria hasil yang yang diharapkan yaitu

pasien mampu mengidentifikasi nilai-nilai positif yang dimilikinya,

pasien mampu melihat dukungan dari orang-orang sekitar yang peduli

dan menyayangi pasien. Pada pelaksanaan intervensi, pada hari ke dua

keputusasaan pasien dapat diatasi sehingga intervensi untuk

keputusasaan pasien dihentikan.

g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek pengobatan

(kemoterapi) didapatkan hasil evaluasi sesuai dengan kriteria hasil

yang yang diharapkan yaitu pasien mampu mengidentifikasi nilai-nilai

positif yang dimilikinya, pasien mampu dan bisa mengikuti alternatif

yang disarankan untuk meningkatkan citra tubuh dan kepercayaan diri

pasien. Pada pelaksanaan intervensi, pada hari ke dua gangguan citra

tubuh pasien dapat diatasi sehingga intervensi untuk gangguan citra

tubuh pasien dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai