dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornelis de
Houtmen pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
b. Perang Diponegoro
Di lingkungan istana terdapat golongan yang memihak Belanda, banyak juga yang menentang
Kolonial Belanda, seperti Pangeran Diponegoro (putra Sultan Hamengku Buwono III). Kecurigaan
yang berlebihan ini pada akhirnya menimbulkan permusuhan dan peperangan yang disebut perang
Diponegoro.
1) Penyebab Umum Perang Diponegoro
a. Semakin menderitanya rakyat akibat kerja rodi dan berbagai macam pajak
b. Semakin sempitnya wilayah Kerajaan Mataram akibat dikuasai Belanda.
c. Selalu ikut campurnya Belanda dalam urusan pemerintahan Kerajaan Mataram.
d. Masuknya budaya barat ke dalam keraton yang bertentangan dengan ajaran agama.
e. Kecewanya kaum bangsawan akan aturan Van der Capellen yang melarang usaha perkebunan
swasta di wilayah Kerajaan Mataram.
f. Munculnya pejabat Kerajaan Mataram yang membantu pihak Belanda demi keuntungan pribadi.
2) Penyebab Khusus Perang Diponegoro
Dipengaruhi oleh persoalan pribadi. Terjadi pada tahun 1825, tindakan sewenang-wenang
Belanda yang telah memasang tonggak untuk membangun jalan raya yang melintasi makam leluhur
Pangeran Diponegoro tanpa izin. Perang antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda dibantu oleh
Kasunanan Surakarta, Mangkunegaran, dan Kesultanan Yogyakarta.
Menggungakann strategi atau siasat perang gerilya, pusat pertahanan yang selalu berpindah-
pindah seperti di Gua Selarong, Dekso, lereng Gunung Merapi, dan Bagelan(Purworejo). Terbukti
bahwa pada tahun 1825 sampai 1826, pasukan diponegoro memperoleh kemenangan hingga dapat
merebut daerah Pacitan, Purwodadi, dan Klaten.
Penggungaan sistem Benteng Stelsel oleh Belanda mempersulit pergerakan pasukan
Diponegoro dan hubungan komunikasi antar pasukan. Pada tahun 1828, Kiai Mojo bersedia untuk
diajak berunding oleh pihak Belanda namun gagal dan justru ia ditangkap dan diasingkan ke
Minahasa sampai wafat pada tahun 1849. Jendral De Kock mengajak berundingSentot Alibasa
Prawirodirjo, Tetapi selalu mengalami kegagalan. Pada tahun 1829, Sentot Alibasa Prawirodirjo
menyerah, ia dituduh memihak kaum Padri sehingga akhirnya ia diasingkan ke Cianjur dan
kemudian dipindahkan ke Bengkulu hingga wafat pada tahun 1855.
Pangeran Mangkubumi menyerah pada tahun 1829 dan putranya sendiri yang bernama
Dipokusumo beserta patihnya menyerah pula pada tahun 1830. Jendral de kock ditanggapi positif
oleh Pangeran Diponegoro dan disepakati bersama bahwa perundingan akan dilaksanakan pada
tanggal 28 Maret 1830 di kota Magelang. Pangeran Diponegoro dibawa ke Semarang dan Batavia
kemudian diasingkan lagi ke Manado. Ia kembali dipindahkan ke Makassar hingga wafat pada
tanggal 8 januari 1855
c. Perlawanan rakyat Aceh (1873-1904)
Aceh merupakan salah satu kerajaan di Indonesia yang kuat dan masih tetap bertahan hinga abad
ke-19. berdasarkan Traktat London tahun 1824 bangsa Inggris dan Belanda yang sudah pernah
berkuasa di Indonesia harus saling sepakat untuk menghormati keberadaan kerajaan Aceh.
Berdasarkan Perjanjian (Taktat) Sumatera tahun 1871 atau yang lebih dikenal dengan Traktat
London ke-3, pihak Inggris melepas tuntutannya terhadap daerah Aceh. Kerajaan Aceh berusaha
mencari bantuan ke Turki serta menghubungi Kedutaan Italia dan Kedutaan Amerika Serikat di
Singapura. Sementara bantuan dari Turki belum datang, pada bulan Maret 1873, perangnya ke
Kutaraja atau Banda Aceh di bawah pimpinan Jendral Kohler, berusaha merebut dan menduduki
ibu kota dan Istana Kerajaan Aceh. Kerajaan Aceh berhasil, tetapi dalam pertempuran
tersebut Jendral Kohler tewas tertembak. Mengawali terjadinya perang Aceh yang
berkepanjangan mulai tahun 1873 sampai 1904. pasukan Belanda melaksanakan
operasiKonsentrasi Stelsel sambil menggertak para pemimpin Aceh agar menyerah. Beberapa
pimpinan utama Aceh seperti Teuku Cik Di Tiro, Cut Nya’ Din, Panglima Polim, dan Cut Meutia
(bersama-sama dengan rakyat Aceh) untuk melancarkan serangan umum.
Pada bulan Desember 1873, Belanda mengirim pasukan perang ke Aceh dengan kekuatan 8.000
personil dibawah pimpinan Mayor Jendral Van Swiesten. Akan tetapi upaya Belanda untuk
menawan Sultan Mahmud Syah belum berhasil karena Sultan beserta para pejabat kerajaan telah
menyingkir ke Luengbata. Setelah Sultan Mahmud Syah meninggal karena sakit, ia digantikan oleh
putranya yang bernama Sultan Muhammad Daudsyah.
Setelah Teuku Cik Di Tiro sebagai pemimpin utama Aceh Wafat. Pucuk pimpinan
dilanjutkan oleh Teuku Umar dan Panglima Polim. Pada tahun 1893, Teuku Umar beserta
pasukannya memanfatkan kelengahan Belanda dengan tujuan mendapatkan senjata. Disambut baik
dan mendapat gelar Teuku Johan pahlawan. Pada tahun 1896, Teuku Umar bergabung kembali
dengan rakyat Aceh dengan membangun markas pertahanan Meulaboh.
Peristiwa Teuku Umar yang berhasil menyiasati Belanda dipandang sebagai kesalahan
besar Deykerhoff sebagai gubernur militer. Digantikan oleh Jendral Van Heutsz. Belanda
memeberi tugas kepada Dr. Snock Hurgronje untuk menyelidiki perilaku masyarakat Aceh. Dr.
Snock Hurgronje dalam menjalankan tugasnya menggunakan nama smaran, yaitu Abdul gafar.
Untuk mengalahkan Aceh, lebih cepat dan tepat, Belanda menggunakan Strategi sebagai
berikut :
1. menghancurkan dan menangkap seluruh pemimpin dan ulama dari pusat
2. membentuk pasukan gerak cepat (marschose marechausse)
3. semua pemimpin dan ulama yang tertangkap harus menandatangani perjanjian
4. setelah melakukan operasi militer, Belanda mengikuti kegiatan perdamaian rehabilitasi
(pasifikasi)
5. bersikap lunak terhadap para bangsawan.
Atas usulan Dr. Snock Hurgronje, pemerintah Belanda memberi tugas kepda Jendral
militer Van Heutsz. Pada tahun 1899, pasukan gerak cepat pimpinanVan Heutsz, is gugur pada
tahun 1899. dilanjutkan oleh istrinya Cut Nya’ Din, tetapi kemudian tertangkap dan diasingkan ke
Sumedang hingga akhir hayatnya.
Belanda menyandera keluarga raja dan keluarga Panglima Polim. Perlawanan Aceh
berikutnya dilanjutkan oleh Cut Meutia, tetapi perlawanan ini dapat dipadamkan dan pada tahun
1904 perang Aceh dinyatakan berakhir.
Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Belanda. Pos-pos
pertahanan Belanda di Bali diserbu dan semua senjata dirampas oleh gusti Jelantik. Pada tahun
1849, pasukan belanda datang dari Batavia untuk menyerbu dan menguasai seluruh pantai
Buleleng dan menyerbu benteng Jagaraga. Sejak runtuhnya Kerajaan Buleleng, perjuangan rakyat
Bali mulai lemah. Meskipun demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih berusaha
melakukan perlawanan terhadap Belanda.