Anda di halaman 1dari 6

Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali

dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornelis de
Houtmen pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.

1. Perlawanan Rakyat terhadap Portugis


Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan Kepulauan Maluku merupakan
perintah dari negaranya untuk berdagang.

a. Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis


Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuqauerque menyerang Kerajaan Malaka.
Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan
karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah
pimpinan Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat
dihancurkan oleh Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta
(Jakarta)

b. Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis


Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat
perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh
pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1629.

c. Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis


Bangsa Portugis kali pertama mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis
berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Tertnate merasa dirugikan oleh Portugis karena
keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-
rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir
Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat
kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis
hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan
Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor

2. Perlawanan Rakyat terhadap Belanda (VOC)


Persekutuan dagang Hindia Timur milik pemerintah Belanda di Indonesia adalah Vereenigde
oost Indische Compagnie (VOC) yang berdiri tahun 1602.

a. Perlawanan Rakyat Mataram


1) Perlawanan Rakyat Mataram Pertama
Dilakukan pada bulan Agustus 1628 yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso.

2) Perlawanan Rakyat Mataram Ke dua


Dilaksanakan tahun 1629 dan dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Pasukan
Mataram tetap menyerbu Batavia dan berhasil menghancurkan benteng Hollandia, dilanjutkan ke
benteng Bommel tetapi belum berhasil.
3) Perlawanan Trunojoyo
Sultan Agung Hanyakrakusuma wafat pada tahun 1645, kedudukannya digantikan oleh
putranya yang bergelar Susuhunan Amangkurat I. tahun 1674 meletuslah pemberontakan rakyat
yang dipimpin oleh Trunojoyo, putra Bupati Madura. Trunojoyo mendapat dukungan dari para
pengungsi Makassar yang dipimpin Karaeng Galesong dan Montemarano mengakibatkan
Amangkurat I terdesak dan melarikan diri untuk meminta bantuan kepada Belanda. Meninggal
dunia di Tegalwangi (dekat kota Tegal). 1677, putra mahkota naik tahta sebagai raja Mataram
dengan gelar Amangkurat II. Perjanjian kepada Belanda berupa Bandar di Semarang, hak
perdagangan yang luas, seluruh daerah di Jawa Barat, disebelah selatan Batavia, dan pembayaran
semua ongkos perang dengan jaminan beberapa Bandar di pantai utara pulau Jawa. Setelah
Trunojoyo tertangkap dan dijatuhi hukum mati (tahun 1679), Kerajaan Mataram selalu mendapat
pengaruh dari pemerintah Hindia Belanda.
4) Perlawanan Untung Suropati
Untung Suropati adalah putra Bali yang menjadi prajurit kompeni di Batavia antara tahun
1686 sampai 1706, Untung Suropati dan kawan-kawannya menyingkir ke Mataram dan bekerja
sama dengan Sunan Mas atau Amangkurat III untuk melakukan perlawanan terhadap Kompeni
Belanda (VOC) dan dinobatkan menjadi Adipati dengan gelar Aria Wiranegara. Kekuasaan Untung
Suropati meliputi Blambangan, Pasuruan, Probolinggo, Bangil, Malang, dan Kediri. 1705, Kompeni
Belanda secara sepihak mengangkat pangeran Puger sebagai Sunan Pakubuwana I untuk
menggantikan Amangkurat III atau Sunan Mas bergabung dengan Untung Suropati. 1706, wilayah
pertahanan Untung Suropati diserbu oleh Kompeni Belanda. Untung Suropati gugur di Bangil dan
Amangkurat III atau Sunan Mas tertangkap, diasingkan ke Sri Langka.
5) Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said
Tahun 1749, Pangeran Mangkubumi (adik dari Pakubuwana II) bekerjasama dengan Mas Said
(Pangeran Samber Nyawa) melakukan perlawanan terhadap pakubuwana II dan VOC. 1749,
Pangeran Mangkubumi meninggalkan istana dan membentuk pasukan untuk melakukan perlawanan
terhadap Pakubuwana II dan Kompeni Belanda (VOC), mengalahkan pasukan kompeni. Pada tahun
1751, pasukan kompeni yang dipimpin Mayor De Clerx, dapat dihancurkan. Perlawanan Mangkubumi
dan Mas Said diakhiri dengan Perjanjian Giyanti (tahun 1755) dan Perjanjian Salatiga (tahun
1757).

b. Perlawanan Rakyat Banten


Perlawanan rakyat Banten dibangkitkan oleh Abdul Fatah (Sultan Ageng Tirtayasa) dan
putranya Pangeran Purbaya. Tahun 1659, perlawanan rakyat Banten mengalami kegagalan. 1683,
VOC menerapkan politik domba (devide et impera) antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan
putranya yang bernama Sulatan Haji. Sultan Haji yang dibantu oleh VOC dapat mengalahkan
Sultan Ageng Tirtayasa menghasilkan kompensasi. 1750, terjadi perlawanan rakyat banten
terhadap Sultan Haji.

c. Perlawanan Rakyat Makassar


Perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dilakukan oleh Kerajaan Gowa dan Tallo, yang
kemudian bergabung menjadi Kerajaan Makassar. Kerajaan Makassar, mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintah Sultan Hasanuddin tahun 1654-1669. Abad ke-17 Makassar
menjadi pesaing berat bagi Kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia Timur.
Setelah mendapatkan berdagang, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai
mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin. Pertempuran antara rakyat Makassar dengan
VOC terjadi. Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633. Pada tahun 1654 diawali dengan
perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang yang akan masuk maupun keluar
Pelabuhan Makassar mengalami kegagalan. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666-1667, pasukan
kompeni dibantu olehpasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan pasukan Kapten Yonker dari Ambon.
Angakatan laut VOC, yang dipimpin oleh Spleeman. Pasukan Aru Palaka mendarat din Bonthain dan
berhasil mendorog suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin.
Penyerbuan ke Makassar dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Sultan Hasanudin terdesak dan
dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.
Factor penyebab kegagalan rakyat Makassar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda
terhadap Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap
melakukan perlawanan terhadap VOC.

d. Perlawanan rakyat Maluku


Terjadi di Tidore
1) Perlawanan di Ternate
Pertama pada tahun 1635 yang dipimpin oleh Kakiali. 1646 kembali terjadi perlawanan
rakyat Ternate terhadap VOC, yang dipimpin oleh Telukabesi. Pada tahun 1650, rakyat Ternate
yang dipimpin oleh Saidi mengalami kegagalan.
2) Perlawanan di Tidore
Tidore dipimpin oleh Kaicil Nuku atau Sultan Nuku. Perlawanan fisik dan perundingan
berhasil mengusir Belanda, mengusir Kolonial Inggris dari Tidore.

3) Perlawanan oleh Patimura


Bulan Mei 1817, meletus perlawanan rakyat Maluku di Saparua yang dipimpin oleh Thomas
Mattulessy atau Kapitan Pattimura. Benteng kompeni Duurstede di Saparua diserbu dan direbut
rakyat Maluku. Meluas hingga ke Ambon dan ke pulau–pulau sekitarnya, dikuasai oleh Kapitan
Pattimura, Anthony Rybok, Paulus-paulus Tiahahu, Martha Christina Tiahahu, Latumahina, Said
Perintah dan Thomas Pattiwael, kewalahan perlawanan rakyat Pattimura pada tahun 1817
mendantangkan pasukan Kompeni dari Ambon yang dipimpin oleh kapten Lisnet.
Oktober 1817, menyerang rakyat Maluku secara besar-besaran, menangkap Kapitan
Pattimura (tahun 1817) dihukum mati pada tanggal 16 Desember 1817.

Reaksi-reaksi Rakyat Indonesia Terhadap Kolonialisme


Belanda dalam Bentuk Perang Besar

a. Perang Padri (1821-1837)


Terjadi di Sumatera Barat atau di tanah Minangkabau. Perselisihan antara kaum Padri dengan
kaum Adat yang kemudian mengundang campur tangan pihak Belanda.
Perang Padri pertama (tahun 1821-1825) dan perang Padri kedua (tahun 1830-1837)
1) Perang Padri Pertama
Di kota Lawas, berkembang ke daerah lainnya seperti Alahan Panjang. Kaum Padri dipimpi
oleh Datok Bandaro bertempur melawan kaum Adat yang dipimpin oleh Datuk Jati.Setelah Datuk
Bandaro meninggal dunia, pucuk pimpinan dipegang oleh Malim Basa (Tuanku Imam Bonjol) dan
dibantu oleh Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Cerdik, dan Tuanku Nan Gapuk.
Tahun 1821, kaum Padri menyerbu pos Belanda di semawang dan mengacaukan kedudukan Belanda
di daerah Lintau. Belanda membangun benteng nama Firt van der Capllen. Tahun 1822 didaerah
Baso terjadi pertempuran antara Pasukan Padri yang dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh. 1823
terjadipertempuran lagi di Bonio dan Agam. Belanda dapat merebut benteng pertahanan kaum
Padri. 1825, kedudukan Belanda mulai sulit karena harus berhadapan dengan kaum Padri dan juga
harus menghadapi pasukan Diponegoro.
November 1825, Belanda dan Kaum Padri menandatangani perjanjian damai yang berisi
tentang pengakuan Belanda atas beberapa daerah sebagai wilayah kaum Padri dan untuk
sementara peperangan gelombang pertama berakhir.
2) Perang Padri Gelombang ke Dua
1829, di daerah pariaman. 1830, kaum Adat mulai banyak membantu kaum Padri dan kedua kaum
tersebut menyadari bahwa perlunya kerja sama. Perang antara rakyat Minangkabau melawan
penjajah Belanda.
1831, penyerangan terhadap belanda di daerah Muarapalam. 1832, dipimpin oleh Tuanku Nan
Cerdik dan Tuanku Imam Bonjol melakukan penyerangan pos Belanda di Mangopo. 1833, terjadi
pertempuran besar di daerah Agam. 1834 hingga tahun 1835, pemerintah Belanda mulai
mengepung benteng Bonjol. Tahun 1837, pasukan Belanda melakukan penyerangan terhadap
benteng Bonjol. Pada tanggal 25 Oktkober 1837, benteng pertahanan Kota Bonjol jatuh ke tangan
Belanda. Imam Bonjol diasingkan ke Cianjur, kemudian dipindahkan ke Minahasa hingga wafat
dann dimakamkan di Pineleng.

b. Perang Diponegoro
Di lingkungan istana terdapat golongan yang memihak Belanda, banyak juga yang menentang
Kolonial Belanda, seperti Pangeran Diponegoro (putra Sultan Hamengku Buwono III). Kecurigaan
yang berlebihan ini pada akhirnya menimbulkan permusuhan dan peperangan yang disebut perang
Diponegoro.
1) Penyebab Umum Perang Diponegoro
a. Semakin menderitanya rakyat akibat kerja rodi dan berbagai macam pajak
b. Semakin sempitnya wilayah Kerajaan Mataram akibat dikuasai Belanda.
c. Selalu ikut campurnya Belanda dalam urusan pemerintahan Kerajaan Mataram.
d. Masuknya budaya barat ke dalam keraton yang bertentangan dengan ajaran agama.
e. Kecewanya kaum bangsawan akan aturan Van der Capellen yang melarang usaha perkebunan
swasta di wilayah Kerajaan Mataram.
f. Munculnya pejabat Kerajaan Mataram yang membantu pihak Belanda demi keuntungan pribadi.
2) Penyebab Khusus Perang Diponegoro
Dipengaruhi oleh persoalan pribadi. Terjadi pada tahun 1825, tindakan sewenang-wenang
Belanda yang telah memasang tonggak untuk membangun jalan raya yang melintasi makam leluhur
Pangeran Diponegoro tanpa izin. Perang antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda dibantu oleh
Kasunanan Surakarta, Mangkunegaran, dan Kesultanan Yogyakarta.
Menggungakann strategi atau siasat perang gerilya, pusat pertahanan yang selalu berpindah-
pindah seperti di Gua Selarong, Dekso, lereng Gunung Merapi, dan Bagelan(Purworejo). Terbukti
bahwa pada tahun 1825 sampai 1826, pasukan diponegoro memperoleh kemenangan hingga dapat
merebut daerah Pacitan, Purwodadi, dan Klaten.
Penggungaan sistem Benteng Stelsel oleh Belanda mempersulit pergerakan pasukan
Diponegoro dan hubungan komunikasi antar pasukan. Pada tahun 1828, Kiai Mojo bersedia untuk
diajak berunding oleh pihak Belanda namun gagal dan justru ia ditangkap dan diasingkan ke
Minahasa sampai wafat pada tahun 1849. Jendral De Kock mengajak berundingSentot Alibasa
Prawirodirjo, Tetapi selalu mengalami kegagalan. Pada tahun 1829, Sentot Alibasa Prawirodirjo
menyerah, ia dituduh memihak kaum Padri sehingga akhirnya ia diasingkan ke Cianjur dan
kemudian dipindahkan ke Bengkulu hingga wafat pada tahun 1855.
Pangeran Mangkubumi menyerah pada tahun 1829 dan putranya sendiri yang bernama
Dipokusumo beserta patihnya menyerah pula pada tahun 1830. Jendral de kock ditanggapi positif
oleh Pangeran Diponegoro dan disepakati bersama bahwa perundingan akan dilaksanakan pada
tanggal 28 Maret 1830 di kota Magelang. Pangeran Diponegoro dibawa ke Semarang dan Batavia
kemudian diasingkan lagi ke Manado. Ia kembali dipindahkan ke Makassar hingga wafat pada
tanggal 8 januari 1855
c. Perlawanan rakyat Aceh (1873-1904)
Aceh merupakan salah satu kerajaan di Indonesia yang kuat dan masih tetap bertahan hinga abad
ke-19. berdasarkan Traktat London tahun 1824 bangsa Inggris dan Belanda yang sudah pernah
berkuasa di Indonesia harus saling sepakat untuk menghormati keberadaan kerajaan Aceh.
Berdasarkan Perjanjian (Taktat) Sumatera tahun 1871 atau yang lebih dikenal dengan Traktat
London ke-3, pihak Inggris melepas tuntutannya terhadap daerah Aceh. Kerajaan Aceh berusaha
mencari bantuan ke Turki serta menghubungi Kedutaan Italia dan Kedutaan Amerika Serikat di
Singapura. Sementara bantuan dari Turki belum datang, pada bulan Maret 1873, perangnya ke
Kutaraja atau Banda Aceh di bawah pimpinan Jendral Kohler, berusaha merebut dan menduduki
ibu kota dan Istana Kerajaan Aceh. Kerajaan Aceh berhasil, tetapi dalam pertempuran
tersebut Jendral Kohler tewas tertembak. Mengawali terjadinya perang Aceh yang
berkepanjangan mulai tahun 1873 sampai 1904. pasukan Belanda melaksanakan
operasiKonsentrasi Stelsel sambil menggertak para pemimpin Aceh agar menyerah. Beberapa
pimpinan utama Aceh seperti Teuku Cik Di Tiro, Cut Nya’ Din, Panglima Polim, dan Cut Meutia
(bersama-sama dengan rakyat Aceh) untuk melancarkan serangan umum.
Pada bulan Desember 1873, Belanda mengirim pasukan perang ke Aceh dengan kekuatan 8.000
personil dibawah pimpinan Mayor Jendral Van Swiesten. Akan tetapi upaya Belanda untuk
menawan Sultan Mahmud Syah belum berhasil karena Sultan beserta para pejabat kerajaan telah
menyingkir ke Luengbata. Setelah Sultan Mahmud Syah meninggal karena sakit, ia digantikan oleh
putranya yang bernama Sultan Muhammad Daudsyah.
Setelah Teuku Cik Di Tiro sebagai pemimpin utama Aceh Wafat. Pucuk pimpinan
dilanjutkan oleh Teuku Umar dan Panglima Polim. Pada tahun 1893, Teuku Umar beserta
pasukannya memanfatkan kelengahan Belanda dengan tujuan mendapatkan senjata. Disambut baik
dan mendapat gelar Teuku Johan pahlawan. Pada tahun 1896, Teuku Umar bergabung kembali
dengan rakyat Aceh dengan membangun markas pertahanan Meulaboh.
Peristiwa Teuku Umar yang berhasil menyiasati Belanda dipandang sebagai kesalahan
besar Deykerhoff sebagai gubernur militer. Digantikan oleh Jendral Van Heutsz. Belanda
memeberi tugas kepada Dr. Snock Hurgronje untuk menyelidiki perilaku masyarakat Aceh. Dr.
Snock Hurgronje dalam menjalankan tugasnya menggunakan nama smaran, yaitu Abdul gafar.
Untuk mengalahkan Aceh, lebih cepat dan tepat, Belanda menggunakan Strategi sebagai
berikut :
1. menghancurkan dan menangkap seluruh pemimpin dan ulama dari pusat
2. membentuk pasukan gerak cepat (marschose marechausse)
3. semua pemimpin dan ulama yang tertangkap harus menandatangani perjanjian
4. setelah melakukan operasi militer, Belanda mengikuti kegiatan perdamaian rehabilitasi
(pasifikasi)
5. bersikap lunak terhadap para bangsawan.
Atas usulan Dr. Snock Hurgronje, pemerintah Belanda memberi tugas kepda Jendral
militer Van Heutsz. Pada tahun 1899, pasukan gerak cepat pimpinanVan Heutsz, is gugur pada
tahun 1899. dilanjutkan oleh istrinya Cut Nya’ Din, tetapi kemudian tertangkap dan diasingkan ke
Sumedang hingga akhir hayatnya.
Belanda menyandera keluarga raja dan keluarga Panglima Polim. Perlawanan Aceh
berikutnya dilanjutkan oleh Cut Meutia, tetapi perlawanan ini dapat dipadamkan dan pada tahun
1904 perang Aceh dinyatakan berakhir.

d. Perlawanan rakyat Bali


Keinginan Belanda untuk menguasai Bali dimualai sejak tahun 1841 dan seluruh raja di Bali dipaksa
menandatangani perjanjian yang isinya agar raja di Bali mengakui dan tunduk kepada pemerintah
Belanda.
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali selalu tidak berhasil karena Bali masih bersifat
konservatif (masih berlaku adat/ tradisi). Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di pantai
Buileleng dan dikenakan hukum tawan karang, yaitu selalu turut campur urusan kerajaan di Bali
dengan mengajukan tuntutan dengan isi sebagai berikut.
1) Membebaskan Belanda dari hukum Tawan Karang.
2) Kerajaan Bali mengakui pemerintahan Hindia Belanda.
3) Kerajaan Bali melindungi perdagangan milik pemerintah Belanda.
4) Semua raja di bali harus tunduk terhadap semua perintah colonial Belanda.
5) Sehingga pada tahun 1846 Belanda menyerang wilayah Bali Utara dan memaksa

Raja Buleleng untuk menandatangani perjanjian perdamaian


1) Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.
2) Pasukan Belanda ditempatkan di Buleleng.
3) Biaya perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.

Pada tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Belanda. Pos-pos
pertahanan Belanda di Bali diserbu dan semua senjata dirampas oleh gusti Jelantik. Pada tahun
1849, pasukan belanda datang dari Batavia untuk menyerbu dan menguasai seluruh pantai
Buleleng dan menyerbu benteng Jagaraga. Sejak runtuhnya Kerajaan Buleleng, perjuangan rakyat
Bali mulai lemah. Meskipun demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih berusaha
melakukan perlawanan terhadap Belanda.

e. Perlawanan Rakyat Palembang (1819-1825)


Sultan Badaruddin dahulu pernah menjadi Sultan Palembang dan kemudian diturunkan secara
paksa oleh pemerintah Inggris ketika masih berkuasa di Indonesia yaitu digantikan oleh Sultan
Najamuddin. Tahun 1819 Sultan Badaruddin selalu menghalangi setiap kapal Belanda yang
memasuki sungai Musi. Pada tahun 1821, Belanda dapat menguasai ibukota Palembang dan
menangkap Sultan Badaruddin. Sultan Badaruddin diasingkan ke Ternate. Perlawanan rakyat
Palembang sering terjadi pada tahun 1825.
f. Perlawanan Rakyat Banjar (1859-1863)
Yang menjadi daya tarik Belanda untuk menguasai Kalimantan Selatan yang saat itu
diperintah oleh Sultan Hidayat. Untuk menguasai Banjarmasin adalah dengan melakukan operasi
militer pada tahun 1859. Dalam pertempuran itu, Sultan Hidayat tertangkap oleh Belanda dan
diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Upaya Belanda untuk menguasai Banjamasin mengalami
kesulitan rakyat berupa untuk mempertahankan wilayahnya dan setiap kapal Belanda yang
memasuki pedalaman Banjarmasin (melalui Sungai Barito) akan dibakar oleh rakyat setempat.
Pada tahun 1863, pasukan Belanda melancarkan serangan bertubi-tubi ke seluruh wilayah
Banjarmasin, sehingga Pangeran Antasari gugur.
g. Perlawanan Rakyat Tapanuli (1878-1907)
Sekitar tahun 1873, bangsa Belanda mulai memasuki daerah Tapanuli Utara dengan alas an
memadamkan aktivitas pejuang-pejuang Padri dan para pemimpin dari Aceh. Pada tahun 1878,
Belanda mulai melancarkan gerakan militernya untuk menyerang daerah Tapanuli, sampai pada
akhirnya meletuslah Perang Tapanuli. Perang Tapanuli yang diawali dengan operasi militer yang
dilakukan oleh Jenderal Van Daalen di pedalaman Aceh tahun 1903-1904. Serdadu Belanda yang
mulai berdatangan di daerah di Sumatera Utara dibendung oleh rakyat Tapanuli yang dipimpin
oleh Raja Sisingamangaraja XII.

Anda mungkin juga menyukai