Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

PERDARAHAN POST PARTUM

Disusun Oleh:
Titik Fadhilah
1810221003

Pembimbing:
dr. Hary Purwoko SpOG K-FER

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN – UPN ”VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
PERIODE 22 Juli 2019- 28 September 2019

i
LEMBAR PENGESAHAN
KOORDINATOR KEPANITERAAN ILMU KEBIDANAN DAN
KANDUNGAN

REFERAT

Perdarahan Post Partum

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan


Klinik di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:
Titik Fadhilah
1810221003

Telah Disetujui Dan Disahkan Oleh Pembimbing:

dr. Hary Purwoko SpOG KFER

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kebesaran Allah SWT karena rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Perdarahan Post
Partum”. Referat ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kebidanan dan
Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Selesainya referat ini tidak
terlepas dari peran serta dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Hary Purwoko SpOG K-FER selaku dokter pembimbing dan teman teman Co-Ass
yang telah membantu dalam pembuatan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis sangat
memerlukan kritik dan saran agar dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan
referat selanjutnya. Semoga referat ini dapat berguna bagi para pembaca.

Ambarawa, Juli 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................i


KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................2
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan
1,2,3
abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk
menetukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan
disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan
perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat
dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi
>100/menit, kadar Hb >8 g /dL.1
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal
terbanyak.1 Data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal
disebabkan oleh perdarahan postpartum dan diperkirakan 100.000 kematian
maternal tiap tahunnya. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari
10-60 %. Frekuensi perdarahan post partum berdasarkan laporan-laporan baik di
negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5%
sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh gambaran etiologi antara lain: atonia
uteri (50-60%) sisa plasenta (23-24%), retensio plasenta (16-17%), laserasi jalan
lahir (4-5%), kelainan darah (0,50,8%).4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan
abdominal.1,2,3 Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk
menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan
disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan
perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat
dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi >
100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL.2
Definisi lain menyebutkan perdarahan post partum adalah perdarahan 500
cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir. 2 Menurut waktu terjadinya dibagi
atas dua bagian:1,2
a. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam pertama setelah anak lahir.
b. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang
terjadi antara 24 jam sampai 6 minggu setelah anak lahir.

II.2 Epidemiologi
Angka kejadian perdarahan post partum setelah persalinan pervaginam
yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan
yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.6,7
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian
maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,
kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.8

2
II.3 Etiologi
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan post partum,
faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri,
perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan
darah.6,9,10
1. Tone Dimished: Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk
berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan
postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat
myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi
ketika myometrium tidak dapat berkontraksi.

Gambar 1. Atonia Uteri

Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek


pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala
III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam
usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus.
Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Beberapa
hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi:6,7,8
 Manipulasi uterus yang berlebihan
 General anestesi (pada persalinan dengan operasi)

3
 Uterus yang teregang berlebihan:
o Kehamilan kembar
o Fetal macrosomia (berat janin antara 4500 – 5000 gram)
o Polihidramnion
 Kehamilan lewat waktu
 Partus lama
 Grande multipara (fibrosis otot-otot uterus)
 Anestesi yang dalam
 Infeksi uterus (chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia)
 Plasenta previa
 Solutio plasenta
2. Tissue
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal
itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena: plasenta
belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi
belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi
perarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan
yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

Gambar 2. Retensio Plasenta

Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:


 Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva)

4
 Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis
menembus desidua sampai miometrium – sampai dibawah
peritoneum (plasenta akreta – perkreta)

Gambar 3. Perlekatan Plasenta

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada
bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio
plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari
kasus perdarahan post partum.
Penemuan ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic
mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika
perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late post partum
hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu
dilakukan dilatasi dan kuretase.
3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan post partum disebabkan oleh trauma jalan
lahir
a. Ruptur uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa
menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat

5
operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin.
Ruptur uterus sering terjadi akibat jaringan parut sectio caesarea
sebelumnya.

Gambar 4. Ruptur Uterus


b. Inversio uteri
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri,
sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri.
Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta
keluar. Inversio uteri dapat dibagi:
 Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar
dari ruang tersebut
 Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina
 Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar
terletak diluar vagina

6
Gambar 5. Klasifikasi Inversio Uteri

Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri ialah perasat


crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada
tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix
uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan
keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (15 – 70 %). Reposisi
secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan
penderita.

Gambar 6. Reposisi Uterus Pervaginam

7
c. Laserasi jalan lahir
Laserasi dapat mengenai uterus, serviks, vagina, atau vulva, dan
biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan
pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum
atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang
persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan
vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan
dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa
jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.

Gambar 7. Derajat Laserasi


Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika
mengenai arteri atau vena yang besar jika episitomi luas, jika ada
penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan
antara persalinan dan perbaikan episitomi.

8
Gambar 8. Episiotomi
Perdarahan yang terus terjadi dan kontraksi uterus baik akan
mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episiotomi. Ketika
laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan
maka repair adalah solusi terbaik.
4. Thrombin
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa:
 Hipofibrinogenemia
 Trombocitopeni
 Idiopathic thrombocytopenic purpura
 HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count)
 Disseminated Intravascular Coagulation
 Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8
unit

II.4 Faktor Resiko


Riwayat perdarahan post partum pada persalinan sebelumnya merupakan
faktor resiko paling besar untuk terjadinya perdarahan post partum sehingga
segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya.
Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan post partum:7,8
a. Grande multipara
b. Perpanjangan persalinan
c. Chorioamnionitis
b. Kehamilan multiple
c. Injeksi magnesium sulfat
d. Perpanjangan pemberian oxytocin

9
II.5 Diagnosis
Dapat disebut perdarahan post partum bila perdarahan terjadi sebelum,
selama, setelah plasenta lahir. Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan
postpartum:
a. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
b. Penurunan tekanan darah
c. Peningkatan detak jantung
d. Penurunan hitung sel darah merah (hematokrit)
e. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan
ditatalaksana sesuai penyebabnya.11 Perdarahan postpartum dapat berupa
perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat
jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes
perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan
menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.9
Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan
tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok.
Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta
atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan akan
berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir
perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan
lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar
jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk
mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan
postpartum:9
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban: apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari:
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim

10
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium: bleeding time, Hb, Clot Observation test dan
lain-lain.

Tabel 1. Penilaian Klinik Etiologi Perdarahan Post Partum2


Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
 Uterus tidak berkontraksi dan  Syok Atonia uteri
lembek  Bekuan darah pada
 Perdarahan segera setelah anak serviks atau posisi
lahir telentang akan
menghambat aliran darah
keluar
 Darah segar mengalir segera  Pucat Robekan jalan
setelah bayi lahir  Lemah lahir
 Uterus berkontraksi dan keras  Menggigil
 Plasenta lengkap
 Plasenta belum lahir setelah 30  Tali pusat putus akibat Retensio plasenta
menit traksi berlebihan
 Perdarahan segera  Inversio uteri akibat
 Uterus berkontraksi dan keras tarikan
 Perdarahan lanjutan
 Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi tetapi Retensi sisa
tidak lengkap tinggi fundus tidak plasenta
 Perdarahan segera berkurang
 Uterus tidak teraba  Neurogenik syok Inversio uteri
 Lumen vagina terisi massa  Pucat dan limbung
 Tampak tali pusat (bila plasenta
belum lahir)
 Sub-involusi uterus  Anemia Endometritis atau
 Nyeri tekan perut bawah dan  Demam sisa fragmen
pada uterus plasenta
 Perdarahan sekunder (terinfeksi atau
tidak)

11
II.6 Pencegahan dan Manajemen
II.6.1 Pencegahan Perdarahan Post Partum
a. Perawatan masa kehamilan9
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak
saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan
melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang
mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan
untuk bersalin di rumah sakit.
b. Persiapan persalinan6
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,
golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan
di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk
persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat
sebaiknya langsung dilakukan transfusi.
c. Persalinan6
Setelah bayi lahir, lakukan masase uterus dengan arah gerakan circular
atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik.
Masase yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama
ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal
myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan
kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan post
partum.
d. Penanganan Aktif Kala Tiga
o Pemberian suntikan oksitosin
- Segera berikan bayi yang telah terbungkus kain kepada ibu untuk
diberi ASI
- Letakkan kain bersih diatas perut ibu
- Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain
- Memberitahukan pada ibu ia akan disuntik

12
- Selambat-lambatnya dalam waktu dua menit setelah bayi lahir,
segera suntikan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bawah paha kanan
bagian luar
o Melakukan penegangan tali pusat terkendali
- Berdiri disamping ibu
- Pindahkan klem kedua yang telah dijepit sewaktu kala dua persalinan
pada tali pusat sekitar 5-10 cm dr vulva
- Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (alas dengan kain)
tepat dibawah tulang pubis, gunakan tangan lain untuk meraba
kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat melakukan
peregangan pada tali pusat, tangan pada dinding abdomen menekan
korpus uteri ke bawah dan atas (dorso-kranial) korpus.
- Tegangkan kembali tali pusat ke arah bawah bersamaan dengan itu,
lakukan penekanan korpus uteri kea rah bawah dan cranial hingga
plasenta terlepas dari tempat implantasinya
- Jika plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan
tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya
plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat. Setelah plasenta
terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong ke
introitus vagina. Tetap tegang ke arah bawah mengikuti arah jalan
lahir.
- Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, teruskan kelahiran
plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Pegang plasenta
dengan kedua tangan rata dengan lembut putar plasenta hingga
selaput terpilin
- Lakukan penarikan secara lembut dan perlahan-lahan untuk
melahirkan selaput ketuban
- Jika terjadi selaput robekan pada selaput ketuban saat melahirkan
plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan
seksama
o Melakukan masase fundus uteri
- Letakkan telapak tangan pada fundus uteri

13
- Jelaskan tindakan ini kepada ibu dan mungkin merasa tidak nyaman
- Dengan lembut gerakkan tangan secara memutar pada fundus uteri,
agar uterus berkontraksi. Jika tidak berkontraksi dalam waktu 15
detik, lakukan penatalaksaan atonia uteri
- Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap
dan utuh
- Periksa uterus setelah satu hingga dua menit memastikan uterus
berkontraksi dengan baik, jika belum diulangi rangsangan taktil
fundus uteri
- Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama
pasca persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca
persalinan.

Gambar 9. Penanganan Aktif Kala Tiga

e. Kala Tiga dan Kala Empat

14
 Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Studi
memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien
yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan
peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik
berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak
ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti
mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan
postpartum sebesar 40%.
 Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit
setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada
untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan
terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah
yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen,
dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta
dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati. Apabila
dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi
untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
 Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk
“manual plasenta“ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual
plasenta. Apabila 30 menit setelah bayi lahir plasenta belum dilahirkan
manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi, tidak menunggu
plasenta lahir secara spontan.
 Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan
lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup.
Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus
yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.

II.6.2 Manajemen Perdarahan Post Partum


Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat
mungkin.7,8
Terapi pada pasien dengan perdarahan post partum mempunyai 2 bagian pokok:8

15
1) Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan perdarahan post partum memerlukan penggantian cairan
dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau
terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.
Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk memudahkan
pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi
cairan cepat.
- Pemberian cairan: berikan normal saline atau ringer laktat
- Transfusi darah: bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
- Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine
(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam
1jam 30 cc atau lebih)
2) Manajemen penyebab perdarahan post partum
Tentukan penyebab perdarahan postpartum :
a. Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan
di fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah
di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak
berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras
dan pemberian oksitocin. Pengosongan kandung kemih bisa
mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan
selanjutnya.
Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut,
letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya
dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior.
Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah
pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan
perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine.

16
Gambar 10. Kompresi Bimanual Interna

Gambar 11. Kompresi Bimanual Eksterna

b. Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar
dilepaskan dengan penanganan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh
adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Pada retensio plasenta,
sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan
perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala tiga) dan harus
diantisipasi dengan melakukan plasenta manual, meskipun kala
plasenta belum lewat setengah jam.

17
Gambar 12. Meregang tali pusat

Gambar 13. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas
fundus

Gambar 14. Mengeluarkan plasenta



c. Sisa plasenta

18
Sebagian kecil dari plasenta yang tertinggal dalam uterus disebut
sisa plasenta. Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek
setelah kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan
pemberian uterotonica lakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara
manual/digital atau kuret. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi
secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi
kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian
uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan
massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian
uterotonica.
Pemberian antibiotik spectrum luas setelah tindakan eksplorasi dan
manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi
uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi.
Pemasangan tamponade uterovaginal juga cukup berguna untuk
menghentikan perdarahan selama persiapan operasi .

G
ambar
16.
eksplora
si ke
dalam
rahim

d. L
a
s
erasi jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus
sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut.
Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir
dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah

19
diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas
puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi
perdarahan setelah penjahitan selesai.
Hematoma jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila
terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penatalaksanaannya
bisa dilakukan insisi dan drainase. Apabila hematom sangat besar
curiga sumber hematoma karena pecahnya arteri, cari dan lakukan
ligasi untuk menghentikan perdarahan.
e. Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri,
sisa plasenta dan laserasi jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik
maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan
darah. Lanjutkan dengan pemberian produk darah pengganti
(trombosit, fibrinogen).

Terapi pembedahan
o Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah
tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk
memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari
tempat ruptur uteri ataupun hematoma. Reparasi tergantung tebal tipisnya
ruptur. Pastikan reparasi benar-benar menghentikan perdarahan dan tidak
ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar
lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah
pembedahan ditemukan uterus intak dan tidak ada perlukaan ataupun rupture
lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.
o Ligasi arteri
 Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal
dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke
uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.
 Ligasi arteri ovarii

20
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan
 Ligasi arteri iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua traktus
genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar
pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan
berikutnya adalah histerektomi.
o Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang
berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini
walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan
subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila
berasal dari segmen bawah rahim, servix, fornix vagina.

Rekomendasi pencegahan dan manajemen perdarahan post partum menurut


FIGO:
Pencegahan:
1. Oksitosin
Merupakan profilaksis pertama, pemberian pada menit pertama setelah
persalinan 10 IU/mL atau 5 IU bolus perlahan.
2. Ergometrin/Metilergometrin
0,2 mg IM pada menit pertama setelah persalinan.
3. Misoprostol
600 mirkrogram oral pada menit pertama setelah persalinan, bila oksitosin
tidak tersedia.
Manajemen:
1. Oksitosin
10 IU IM atau 5 IU bolus perlahan atau 20-40 IU/L drip
2. Misoprostol
800 mikrogram sublingual
3. Ergometrin/Metilergometrin
0,2 mg IM dapat diulang 2-4 jam dengan dosis maksimum 1 mg/hari
4. Syntometrin

21
Kombinasi dari oksitosin 5IU dan ergometrin 0,5 mg. pemberian IM
5. Carbetocin
100 mikrogram IM atau IV
6. Carboprost
0,25 mg IM setiap 15 menit (maksimum 2 mg per hari)

Tabel 2. Obat Uterotonika, menurut USAID


Obat Cara Kerja dan Efek Samping
Efektivitas
Oksitosin Onset: 2- 3 menit Belum diketahui kontraindikasinya untuk
(ekstrak hipofisis Lama kerja: 15- pemakaian pasca persalinan
anterior) 30 menit Tidak ada/minimal efek samping
Jika untuk induksi persalinan, jangan gunakan
oksitosin sebelum 6 jam setelah pemberian
dosis misoprostol
Misoprostol Onset: 3-5 menit Belum diketahui kontraidikasinya untuk
(E1 analog Konsentrasi pemakaian pasca persalinan
prostaglandin) tertinggi dalam Efek samping: menggigil dan kenaikan suhu
darah pada 18- tubuh sementara
34 menit
Lama kerja 75
menit
Syntometrin Kombinasi kerja Kontraindikasinya sama dengan ergometrin
(kombinasi dari 5IU cepat oksitosin (pada wanita yang mempunyai riw. hipertensi,
oksitosin dan 0,5 mg dan kerja preeklamsi, eklamsi, penyakit jantung, dan
ergometrin) ergometrin yang plasenta inkarserata)
terus-menerus Hanya digunakan pada pasca persalinan
Efek samping: mual, muntah, sakit kepala, dan
TD meningkat
Ergometrin (Preparat Onset: 6- 7 menit Kontraindikasi pada wanita yang mempunyai
Ergot) (IM) riw. hipertensi, preeklamsi, eklamsi, penyakit
Lama Kerja: 2- 4 jantung, dan riw. retensi plasenta.
jam Hanya digunakan pada pasca persalinan
Menyebabkan kontraksi kuat uterus-resiko
plasenta inkarserata
Efek samping: mual, muntah, sakit kepala, dan
hipertensi.
Jangan digunakan bila obat sudah berubah
warna

22
BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan post partum merupakan salah satu penyumbang terbesar angka


kematian ibu. Perdarahan post partum adalah perdarahan yang lebih dari 500 cc
pada persalinan pervaginam atau 1000 cc pada persalinan abdominal atau yang
dapat mengganggu hemodinamik ibu. Perdarahan post partum dibagi menjadi
dini (kurang dari 24 jam post partum) dan lambat (lebih dari 24 jam post partum).
Penyebab dari perdarahan post partum adalah atonia uteri, tertinggalnya sebagian
atau seluruhnya dari plasenta, trauma jalan lahir, dan gangguan pembekuan darah.
Faktor risiko terjadinya perdarahan post partum banyak dan beragam sehingga
angka kejadian perdarahan post partum tinggi, terutama di Indonesia dimana
banyak persalinan terjadi bukan di rumah sakit.
Perdarahan post partum adalah suatu keadaan, bukan sebuah diagnosis
sehingga harus dicari tahu penyebabnya untuk menegakkan diagnosis. Melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik, dan pemeriksaan penunjang
yang baik dan benar maka diagnosis akan dengan cepat ditegakkan. Setelah
diagnosis ditegakkan, maka pasien dapat memperoleh penangan segera.
Penanganan perdarahan post partum yang terpenting adalah menghentikan
perdarahan sesuai dengan penyebabnya dan mengganti jumlah darah yang hilang.
Prognosis perdarahan post partum umumnya baik jika ditangani dengan baik dan
cepat. Jika terlambat ditangani, pasien dapat mengarah pada syok bahkan
kematian. Kejadian perdarahan post partum dapat dicegah dengan memimpin kala
II dan III dengan lege artis dan suntikan uterotonika segera setelah bayi lahir.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Komite Medik RSUP dr. Sardjito, 2000, Perdarahan Post Partum dalam
Standar Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta: Penerbit Medika
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
2. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed),
2002, Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR – POGI bekerjasama
dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage,
http://www.emedicine.com
4. Nugroho T. 2012, Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
5. Cunningham F G, Gant NF. Williams Obstetri. Edisi ke-21. Volume 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2011
6. The International Federation of Gynecology and Obstetrics. Prevention and
Treatment of Postpartum Hemorrhage in Low Resourse Settings. FIGO
Guidelines. International Journal Gynecology and Obstetrics 2012; 117: 108-
118
7. World Health Organization. WHO recommendations for the preventiom and
treatment of postpartum haemorrhage. WHO Guidelines 2012.
8. United Stated Agency International Development. Fact Sheets: Uterotonic
Drugs for the Prevention and Treatment of PostpartumHemorhage.
Prevention od Postpartum Hemorrhage Initiative 2008: 1-10
9. Mochtar, R. Sinopsis Obstetris. Edisi Kedua Jilid Satu. Jakarta: EGC. 1998
10. Mansjoer, A, et all. Perdarahan Pasca Persalinan. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ke tiga Jilid Pertama. Jakarta, Media Aesculapius FKUI.
2002.
11. DeCherney, A H. Nathan, L. Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment. Ninth edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
2003

24

Anda mungkin juga menyukai