Anda di halaman 1dari 11

Dasar Hukum

—UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994 Tentang
Pajak Bumi dan Bangunan.

—KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

—KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai
Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

—KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang
Menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

—Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek
Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

—Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.Surat Edaran
Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak

—Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan dan Penjelasan Pembebasan PBB
atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial Untuk Kawasan Industri dan Real Estate.

Istilah Penting

—Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya;

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
perairan;

Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui
perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek
Pajak Pengganti;

Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data
obyek pajak menurut ketentuan undang-undang ini;

Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak;

Obyek PBB

Yang menjadi objek pajak adalah Bumi dan Bangunan


—Pengertian Bumi : Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.

—Pengertian Bangunan : Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan/atau perairan.

Yang termasuk pengertian bangunan adalah :

Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan
emplasemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;

jalan TOL;

—kolam renang;

pagar mewah;

—tempat olah raga;

—galangan kapal, dermaga;

taman mewah;

—tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;

fasilitas lain yang memberikan manfaat;

Subjek Pajak

—Subyek PBB : ( Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )

Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata :

—mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;

memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;

—memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau;

—memperoleh manfaat atas bangunan.

—Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut UU PBB.

—Apabila suatu objek pajak tidak diketahui secara jelas siapa yang akan menanggung pajaknya maka
yang menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak.

—Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti :


—Apakah ada perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur ?

—Siapa yang menanggung kewajiban pajaknya ?

—Dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan tersebut?

Tarif dan DPP PBB

—Tarif Pajak : ( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )

—Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen).

—Dasar Pengenaan PBB

—( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998)

—Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya Nilai Jual Objek
Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan
setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.

—Meskipun pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali, namun untuk
daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan nilai jual objek pajak cukup
besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam menetapkan nilai jual, Menteri
Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan asas self assessment.

—Nilai jual sebagai Dasar Pengenaan PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan kelompok
B (KMK-523/KMK.04/1998).

—Dalam hal ada objek pajak yang nilai jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai Jual Objek Pajak,
Nilai Jual Objek Pajak yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan.

Dasar Perhitungan Pajak

—Dasar Penghitungan Pajak

—( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002).


Yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) atau NJKP, yaitu
suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua
puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen).

—Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi
ekonomi nasional.

—Contoh :

—Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00 persentase Nilai Jual Objek Pajak misalnya 20%
maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak : 20% x Rp 1.000.000,00 = Rp200.000,00

—Dasar Penghitungan Pajak

—( Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994).

—Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai
Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah ini:

—Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) XXX

—Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOTKP) XXX -

—Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) XXX

—Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

—= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau

—= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)

—Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP

—Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.03/2014 tanggal 3 Februari 2014 menetapkan
NJOPTKP adalah Rp 12 juta

2. Tuan Ponco seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah pada tahun 2007, objek pertama
terletak di desa Wlingi, Blitar dan Objek kedua terletak di desa Bendo, Blitar. Diketahui bahwa untuk
objek pertama NJOP Bumi sebesar Rp. 8.000.000,- dam NJOP Bangunan sebesar Rp. 7.500.000,-. Untuk
Objek yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 9.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp.
6.000.000,-

Hitung PBB terhutang tahun 2007 Tuan Ponco atas kedua objek tersebut !

Jawab:

PBB Terhutang = Tarif (0,5%) x NJKP

NJKP = NJOP – NJOPTKP

Dimana NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan

NJOP Di desa Wlingi

NJOP Bumi = Rp. 8.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 7.500.000,-

Total Rp. 15.500.000,- Merupakan NJOP terbesar

NJOP di desa Bendo

NJOP Bumi = Rp. 9.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 6.000.000,-

Total Rp. 15.000.000,-

Desa Wlingi :

NJOP Bumi = Rp. 8.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 7.500.000,-

NJOP sbg dasar pengenaan PBB Rp. 15.500.000,- (NJOP Terbesar)


NJOPTK Rp. 12.000.000 –

NJOP utk

Perhitungan PBB Rp. 3.500.000,-

Desa Bendo :

NJOP Bumi = Rp. 9.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 6.000.000,-

NJOP sbg dasar pengenaan PBB Rp. 15.000.000,-

NJOPTK Rp. 0,- (-)

NJOP utk

Perhitungan PBB Rp. 15.000.000,-

PBB Terhutang = Tarif x NJKP

= 0,5% x 20% x Rp. 18.500.000,-

= Rp. 18.500

3. Tuan Poneng adalah seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah yang terletak di Blitar.
Objek pertama terletak di jalan semeru dan objek kedua terletak di jalan raya rinjani. Diketahui objek
pertama NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP bangunan Rp. 3.500.000,- (3,5 M)
sedangkan untuk yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP
Bangunan sebesar Rp. 4.500.000.000,- (4,5 M). Hitunglah PBB terhutang Tuan Poneng atas kedua objek
tersebut.

Jawab :

NJOP terbesar adalah terletak pada NJOP di Jalan Raya Rinjani dengan :

NJOP Bumi = Rp. 1. 000.000.000,-


NJOP Bangunan = Rp. 4.500.000.000,- +

NJOP sbg dasar

Pengenaan PBB = Rp. 5.500.000.000,-

NJOPTKP = Rp. 12.000.000,- (-)

NJOP utk

Perhitungan PBB Rp. 5.488.000.000,-

Jl. Semeru :

NJOP Bumi = Rp. 1.000.000.000,-

NJOP bangunan = Rp. 3.500.000.000,- +

NJOP sbg dasar

Pengenaan PBB = Rp. 4.500.000.000,-

NJOPTKP = Rp. 0,- (-)

NJOP utk

Perhitungan PBB = Rp. 4.500.000.000,-

NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan = Rp. 5.488.000.000 + Rp. 4.500.000.000,- =

Rp.9.988.000.000.

PBB Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,5% x 40% x 9.988.000.000.

= Rp. 19.970.000,-

4. Tuan Boni seorang pegawai negeri yang memiliki 2 buah rumah pada suatu Kawasan Real Estate
bernama Pondok Indah. Objek pertama terletak di Pondok Indah Estate dengan NJOP sebesar Rp.
28.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 23.500.000,- Untuk Objek kedua terletak di Puncak Dieng
dengan NJOP Bumi sebesar Rp. 31,000,000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 10.000.000,-. Hitunglah
PBB terhutang pada tahun 2007 dari Tuan Boni !

Jawab :

Rumah di kawasan Pondok Indah :

NJOP Bumi = Rp. 28.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 23.500.000,-

Total NJOP = Rp. 41. 500.000

Rumah di kawasan Puncak Dieng :

NJOP Bumi = Rp, 31.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp, 10.000.000,-

Total NJOP = Rp. 41.000.000,-

NJOP terbesar terletak Pada Rumah Di kawasan Pondok Indah.

NJOP Bumi = Rp. 28.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 23.500.000,-

NJOP sbg dasar

Pengenaan PBB = Rp. 41. 500.000,-

NJOPTKP = Rp 12. 000.000,- (-)

NJOP utk
Perhitungan PBB Rp 29.500.000,-.

Kemudian untuk Pondok Dieng Estate :

NJOP Bumi = Rp. 31.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 10.000.000,-

NJOP sbg dasar

Pengenaan PBB = Rp. 41.000.000,-

NJOPTKP = Rp. 0,- (-)

NJOP utk

Perhitungan PBB Rp. 41.000.000,-

PBB Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,15% x 20% x Rp. 70.500.000,-

= Rp. 70,500,-

PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan artinya besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan
objek,

Objek PBB terdiri dari dua hal yaitu bumi yang merupakan permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya dan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan,

Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan,

Sebelum objek pajak dikenakan PBB terlebih dahulu harus didaftarkan menggunakan sarana berupa
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) untuk objek berupa tanah dan Lampiran Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (LSPOP) jika ada bangunannya,
Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP),

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan setinggi-tingginya Rp.
12.000.000,- untuk setiap wajib pajak, sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4)
besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp. 10.000.000,-

Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP adalah 40% dari NJOP untuk
objek P3 serta objek PBB lainnya apabila NJOP ≥ 1 milyar rupiah dan sebesar 20% dari NJOP untuk objek
PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah.

Tarif PBB Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah flat sebesar 0.5%, sedangkan menurut UU Nomor 28
Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi 0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Perbandingan penerapan PBB antara UU No.12 Tahun 1994 dengan UU No. 28 Tahun 2009 :

bandingPBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan artinya besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek,

Objek PBB terdiri dari dua hal yaitu bumi yang merupakan permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya dan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan,

Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan,

Sebelum objek pajak dikenakan PBB terlebih dahulu harus didaftarkan menggunakan sarana berupa
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) untuk objek berupa tanah dan Lampiran Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (LSPOP) jika ada bangunannya,

Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP),

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan setinggi-tingginya Rp.
12.000.000,- untuk setiap wajib pajak, sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4)
besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp. 10.000.000,-

Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP adalah 40% dari NJOP untuk
objek P3 serta objek PBB lainnya apabila NJOP ≥ 1 milyar rupiah dan sebesar 20% dari NJOP untuk objek
PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah.

Tarif PBB Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah flat sebesar 0.5%, sedangkan menurut UU Nomor 28
Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi 0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Perbandingan penerapan PBB antara UU No.12 Tahun 1994 dengan UU No. 28 Tahun 2009 :
banding

Anda mungkin juga menyukai