COMPARTMENT SYNDROME
PENYUSUN :
PEMBIMBING :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul
“Compartment Syndrome”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
dr.Soeselo Slawi.
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian referat
ini, terutama kepada dr. Wahyu Rosharjanto, Sp.OT selaku pembimbing, atas
waktu dan pengarahannya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para dokter dan staff Ilmu
Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soeselo Slawi, serta rekan-rekan
seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat penulis perlukan demi melengkapi referat ini.
Akhir kata, semoga Tuhan membalas kebaikan semua pihak dan referat ini
hendaknya membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, profesi, dan
masyarakat luas.
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................v
DAFTAR ARTI SINGKATAN.......................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1
1.1 Pendahuluan..............................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................3
2. Tinjauan pustaka.........................................................................................................3
2.1 Anatomi.....................................................................................................................3
2.2 Definisi sindrom kompartemen.................................................................................6
2.3 Epidemiologi sindrom kompartemen........................................................................6
2.4 Klasifikasi sindrom kompartemen............................................................................6
2.5 Etiologi dan faktor risiko sindrom kompartemen.....................................................7
2.6 Patofisiologi sindrom kompartemen.........................................................................8
2.7 Manifestasi klinik sindrom kompartemen................................................................9
2.8 Penegakkan diagnosis sindrom kompartemen..........................................................9
2.9 Diagnosis banding sindrom kompartemen...............................................................11
2.10 Penatalaksanaan sindrom kompartemen................................................................12
2.10.1 Fasciotomy..........................................................................................................12
2.10.2 Perawatan luka post operatif...............................................................................14
2.11 Komplikasi sindrom kompartemen........................................................................15
2.11 Prognosis karsinoma nasofaring............................................................................15
BAB III .........................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................17
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR ARTI SINGKATAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dengan penutupan vakum. Selanjutnya dirawat dengan penutupan primer melalui
prosedur pencangkokan kulit.(1,3)
Sindrom kompartemen merupakan keadaan yang serius sehingga evaluasi
pemerikaan serta penanganan harus segera diberikan secepatnya. Apabila hal
tersebut tidak dilakukan, gangguan mikrosirkulasi akan berpotensi menyebabkan
kerusakan neuromuscular yang ireversibel dan meninggalkan gejala sisa atau
sequalae. Oleh karena itu, melalui makalah ini diharapkan para pembaca dapat
mengenal sindrom kompartemen. Adanya pengetahuan mengenai sindrom
kompartemen mulai dari definisi, gejala yang dirasa dan terutama penatalaksanaan
yang tepat akan dapat membantu menanggulangi permasalahan akibat sindrom
kompartemen.(4)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi
Kompartemen merupakan kumpulan otot yang dilapisi oleh fasia. Pada
lengan atas, kompartemen otot terbagi menjadi bagian anterior/ fleksor/ volar dan
posterior/ ekstensor/ dorsal. Anterior kompartemen terdiri dari muskulus brachialis,
biceps brachii, coracobrachialis. Neurovascular terdiri dari nervus
musculocutaneus, nervus medianus, nervus radialis serta arteri brachialis.
Sedangkan posterior kompartemen terdiri dari musculus triceps brachii.(2)
3
Pembagian kompartemen pada lengan bawah serupa dengan kompartemen
lengan atas, terbagi atas kompartemen anterior/ fleksor/ volar dan posterior/
ekstensor/ dorsal. Pada kompartemen anterior, superficial layer terdiri dari
muskulus pronator teres, flexor carpi radialis, palmaris longus dan flexor carpi
ulnaris. Muskulus flexor digitorum superfisialis membentuk middle layer, serta
deep layer yang tersusun atas muskulus flexor digitorum profundus, flexor pollicis
longus dan pronator quadratus. Kompartemen sindrom jarang ditemukan pada otot
otot lengan bawah. Pada kompartemen posterior, superficial layer terdiri dari
muskulus ekstensor anconeus, ekstensor digiti communis, ekstensor digiti minimi,
dan ekstensor carpi ulnaris. Sedangkan deep layer tersusun atas supinator, abductor
pollicis longus, ekstensor pollicis brevis-longus, dan ekstensor indicis proprius.
Kompartemen tangan terdiri dari muskulus hypothenar, thenar, adductor pollicis,
nervus interosseus dorsal dan nervus interosseus palmar.(2,5)
4
Pada ekstremitas inferior, tepatnya di tungkai atas, kompartemen anterior
terdiri dari muskulus quadriceps, vastus lateralis-intermedius, dan rectus femoris.
Kompartemen posterior terdiri dari biceps femoris, semitendinous,
semimembranosus dan nervus sciaticus. Kompartemen medial terdiri dari
muskulus adductor magnus-brevis, gracillis, arteri dan vena femoralis.(2)
5
Kompartemen merupakan sekumpulan otot yang disertai oleh nervus,
pembuluh darah dan dikelilingi oleh lapisan atau fascia. Sindrom kompartemen
pertama kali dideskripsikan oleh Richard von Volkmann (1881), sebagai kondisi
peningkatan tekanan pada ruang fibro-oesseus yang menyebabkan penurunan
perfusi jaringan dan struktur lain yang berada di dalam ruang tersebut.(4,6,7)
6
diistirahatkan. Kondisi ini dapat didiagnosis dari riwayat pasien dan dikonfirmasi
dengan pengukuran tekanan pada kompartemen sebelum dan setelah berolah raga.
Apabila diagnosis terlewat, CECS dapat menyebabkan iskemik dan infark.
Kompartemen sindrom kronik jarang ditemukan pada daerah lengan bawah.(3,8)
2.5 Etiologi dan faktor risiko sindrom kompartemen
Etiologi dibedakan menjadi peningkatan volume pada ruang yang sempit dan
ekspansi kompartemen yang terbatas (akibat peningkatan tekanan eksternal).
Peningkatan volume kompartemen dapat disebabkan oleh perdarahan akibat
fraktur dan koagulopati, ektravasasi dari infusion intravena atau interosseous,
edema atau akumuluasi purulent material, serta penggunaan otot yang berlebihan.
(4)
7
Tromboemboli
8
2.7 Manifestasi klinik sindrom kompartemen
Gejala 5P (pain, pulselessness, paresthesia, pallor, paralysis) merupakan
gejala dari iskemik, bukan gejala langsung pada sindrom kompartemen. Gejala
umum yang dapat ditemui pada sindrom kompartemen antara lain rasa nyeri hebat,
rasa nyeri diperberat dengan peregangan otot atau pergerakan pasif, tense swelling
atau ketegangan pada otot, serta hipoestesi. Nyeri merupakan gejala dini yang
paling penting, pada anak-anak tampak gelisah dan memerlukan terapi analgesik
lebih banyak dari sebelumnya. Pallor atau pucat diakibatkan oleh menurunnya
perfusi ke daerh tersebut. Pulselesness yaitu menurun atau hilangnya denyut nadi.
Paresthesia atau rasa kesemutan. Paralysis merupakan late sign akibat
menurunnya sensasi saraf.(4,5)
9
kompartemen terjadi ketika tekanan di dalam kompartemen meningkat hingga 20
mmHg di bawah tekanan diastolik. Namun, tekanan yang lebih dari 30 mmHg
merupakan nilai batas untuk dilakukan tindakan pembedahan. Pengukuran lain
yang dapat digunakan yaitu delta pressure. Delta pressure adalah perbedaan antara
tekanan darah diastolik pasien dan tekanan kompartemen yang diukur, nilai kurang
dari atau sama dengan 30 mmHg bermakna diagnostik (ΔP = tekanan diastolik -
tekanan intracompartmental).(4,5,12)
Sebelum dilakukan pengukuran, siapkan peralatan terlebih dahulu seperti
spuit steril 18G yang terisi larutan normal saline, tapered chamber stem, monitor.
Selanjutnya, tempatkan jarum pada tapered chamber stem. Lepaskan tutup pada
jarum suntik yang sudah diisi sebelumnya dan kencangkan. Buka penutup monitor
dan letakkan tapered chamber stem dan jarum suntik ke dalam monitor, tutup
monitor untuk mengamankan perangkat. Keluarkan cairan dari jarum suntik
melalui batang dan jarum hingga terlihat cairan keluar dari ujung jarum, jangan
sampai tersisa udara di dalamnya. Atur monitor agar tekanan awal 0 mmHg.
Suntikkan jarum ke lokasi yang telah ditentukan. Suntikkan perlahan-lahan kurang
dari 3/10 cc saline ke dalam kompartemen. Tunggu sampai tekanan
intrakompartemen terlihat pada monitor.(4,10)
10
kondisi hipoksia intra kompartemen. Pemeriksaan non invasif lain yang dianjurkan
antara lain ultrasonic device, dan laser doppler flowmetry.(5,7)
11
Gambar 2.6 Algoritma tatalaksana sindrom kompartemen. Pasien yang sadar
dengan pasien penurunan kesadaran memiliki pendekatan diagnosis yang
berbeda.(4)
Pada regio lengan bawah, insisi palmar dilakukan untuk melepaskan
kompartemen anterior. Sedangkan insisi dorsal untuk release kompartemen
posterior.(2,3)
12
Gambar 2.7 Insisi pada kompartemen syndrome lengan bawah. Insisi dapat
dilakukan melalui midforearm volar maupun dorsal.(2)
Pada region femur (thigh) terbagi menjadi tiga kompartemen (anterior,
posterior dan medial). Insisi anterior lateral digunakan untuk menangani sindrom
kompartemen anterior dam posterior. Sayatan dimulai dari ruang introchanter ke
kondilus lateral femur, fascia yang membungkus muskulus vastus lateralis akan
terbuka dan menurunkan tekanan kompartemen anterior. Terdapat beberapa teknik
fasiotomi pada tungkai bawah regio cruris (leg), antara lain single incision
fasciotomy dengan fibulektomi, single incision fasciotomy tanpa fibulektomi, dan
two-incision fasciotomy (anterilateral dan posteromedial).(7,9)
13
Metode perawatan luka lain adalah negative pressure wound therapy
(NPWT). Dressing NPWT menerapkan tekanan subatmosfer untuk luka melalui
dressing busa berpori, untuk mengurangi tekanan dan edema ekstravaskular dalam
kompartemen dan mengurangi risiko infeksi. Namun NPWT memiliki risiko lebih
tinggi untuk dilakukan pencangkokan kulit. Penutupan luka yang kini dianjurkan
adalah dengan shoelace technique. Dimana luka ditutup dengan loop vascular yang
ditambatkan dengan staples kulit dan secara bertahap akan dikencangkan semakin
rapat. Metode ini mengurangi risiko pencangkokkan kulit. (7)
14
pemeriksaan urin untuk menemukan myoglobinuria. Hiperkalemi juga dapat terjadi
akibat pemecahan otot.(10)
BAB III
KESIMPULAN
15
ketegangan pada otot, serta hipoestesi. Penengakkan diagnosis dilakukan melalui
anamnesis gejala yang dikeluhkan pasien, pemeriksaan, serta pengukuran tekanan
kompartemen.(4,5)
Apabila terdapat kecurigaan sindrom kompartemen akut, maka tindakan
yang harus dilakukan adalah menyingkirkan semua pembalut, bebat atau gips yang
ada pada ekstremitas dan mengelevasikan tungkai setinggi jantung agar sirkulasi
kompartemen lebih lancar. Tindakan fasciotomy merupakan terapi definitif dari
sindrom kompartemen, dan harus segera dilakukan setelah tegak diagnosis.
Komplikasi yang dapat ditemukan adalah kerusakan neuromuskular yang
ireversibel, dapat ditandai dengan rasa nyeri yang tidak tertahankan, delayed
fracture union, Volkmann’s ischemic contracture, deficit neurologi, gangrene,
nekrosis jaringan, infeksi, penurunan fungsi hingga amputasi.(4,6)
Angka morbiditas dan mortalitas akan meningkat ketika fasiotomi
dilakukan setelah 24 jam paska onset, dan meningkatkan risiko untuk dilakukan
amputasi. Mortalitas berhubungan dengan gagal ginjal dan sepsis.(10,11)
DAFTAR PUSTAKA
16
8. Chatterjee R. Diagnosis of chonic exertional compartment syndrome in
primary care. British Journal of General Practice 2015:560-562.
9. Percival TJ, White JM, Ricci MA. Compartment syndrome in the setting of
vascular injury. Carleton Univ Jour 201;23(2):119-124.
10. Garner MR, Taylor SA, Gausden E, Lyden JP. Compartment syndrome:
Diagnosis, management, and unique concerns in twenty-first century. HSSJ
2014;10(8):143-152.
11. Smith J. Compartment syndrome. JAAPA 2013;26(9):48-49.
12. Beniwal RK, Bansal A. Osteofascial compartment pressure measurement in
closed limb injuries – Whitesides’ technique revisited. Journal of Clinical
Orthopaedics and Trauma 2016;7(1):225-228.
13. Irawan H. 2014. Medika Artikel-Sindrom kompartemen. Avalaible from: .
https://www.researchgate.net/profile/Hendry_Irawan3/publication/323111001_
Sindrom_Kompartemen/links//Sindrom-Kompartemen.pdf [Accesed on July
14, 2019].
14. Chandraprakasam T, Kumar RA. Acute compartment syndrome of forearm and
hand. Indian Journal of Plasic Surgery 2011;44(2):212-218.
15. Wilder RP, Magrum E. Compartment Syndrome. Clin Sports Med
2010;29(1):429-435.
17