Anda di halaman 1dari 73

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Stroke

1. Definisi Stroke

Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena

berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba – tiba. Jaringan otak

yag mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang pula

stroke disebut dengan CVA (Cerebrovascular Accident) (Auryn, 2009).

Stroke merupakan suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh

fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara

mendadak, berlangsung lebih 24 jam atau menyebabkan kematian, yang

semata-mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah ke otak karena

berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah

secara spontan (stroke pendarahan) (Budiman,2013).

Stroke atau gangguan perdarahan otak (GPDO) merupakan penyakit

neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara tepat karena

stroke merupakan masalah kesehatan yang dapat menyerang siapa saja

dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau usia (Muttaqin,

2012).

Berdasarkan beberapa pengertian stroke diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa stroke adalah suatu serangan mendadak yang terjadi di otak

menyebabkan defisit neurologis mendadak dan terjadi kerusakan pada

sebagian atau keseluruhan dari otak yang disebabkan oleh terganggunya

peredaran pada pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak, sehingga

dapat mengakibatkan kecacatan atau kematian secara mendadak.


10

2. Jenis Stroke

Menurut Sofwan, 2010 berdasarkan penyebabnya, stroke dibagi menjadi 2

tipe :

a. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh adanya

pembuluh darah dalam otak yang pecah, sehingga darah yang keluar

dari pembuluh darah tersebut dipaksa masuk ke dalam jaringan otak,

kemudian merusak sel-sel otak daerah tertentu, sehingga pada

akhirnya bagian otak yang terkena tidak dapat berfungsi dengan baik.

Stroke hemoragik dibagi lagi menjadi 2 tipe :

1) Perdarahan Subaraknoid (PSA)

Perdarahan subaraknoid terjadi di ruang suabaraknoid, yaitu ruang

sempit diantara otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak. Ini

biasa terjadi karena adanya rupturw atau robekan dari suatu

aneursima (arteri yang melebar).

2) Perdarahan Intra Serebral (PIA)

Pembuluh darah artri otak bagian dalam merupakan tempat

tersering dari perdarahan intraserebral. Pecahnya dinding

pembuluh darah arteri otak biasanya karena dinding arteri tersebut

rapuh dan menipis. Penyakit-penyakit yang menyebabkan dinding

tersebut menipis dan rapuh adalah hipertensi (peningkatan

tekanan darah), angiopati amiloid (pengendapan protein di

dinding-dinding arteri tersebut), aneurisma, tumor otak, maupun

trauma pada otak.


11

b. Stroke Iskemik

Stroke iskemik adalah stoke yang disebabkan karena adanya

hambatan atau sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu

sehingga darah otak yang di perdarahi oleh pembuluh darah tersebut

tidak mendapat pasokan energy dan oksigen, sehingga pada akhirnya

jaringan sel-sel otak didaerah tersebut mati dan tidak berfungsi lagi.

3. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan

Sistem persyarafan mendeteksi dan berespon terhadap perubahan yang

terjadi didalam dan luar tubuh. Bersama dengan kelenjar endokrin, sistem ini

mengendalikan aspek penting fungsi tubuh dan mempertahankan

homeostatis stimulasi sistem persyarafan memberikan respons yang lebih

cepat daripada aktivitas edoktrin (Ross & Wilson,2011).

Sistem persyarafan terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun

membentuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat

(SSP) terdiri atas otak dan medulla spinalis. Sedangkan sitem saraf tepi

(perifer) merupakan susunan saraf di luar sistem saraf yang membawa pesan

ke dan dari sistem pusat (Irianto, 2014). Secara ringkas sistem persarafan

dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Sistem Saraf Pusat (SSP)

SSP terdiri atas otak dan mendulla spinalis.

b. Sistem Saraf Tepi (SST)

SST terdiri atas neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis (SSS)

serta sitem saraf otonom/viseral (SSO)


12

1) Jaringan Saraf

a) Neuron

Susunan saraf pusat manusia mengandung sekitar 100 milar

neuron. Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit

anatomis dan fungsional sistem persarafan. Biasanya terdiri atas

dendrit sebagai bagian penerima rangsangan dari saraf-saraf lain

badan sel yang mengandung inti sel akson yang menjadi

perpanjangan atau serat tempat lewatnya sinyal yang dicetuskan

di dendrit dan badan sel serta terminal akson yang menjadi

pengirim sinyal listrik untuk disampaikan ke dendrit atau badan sel

neuron kedua dan apabila disusun saraf perifer, sinyal

disampaikan ke sel otot atau kelenjar.

Gambar 2.1. Neuron


Sumber : www.ilmudasar.com, diunduh pada tanggal 26 april
2019

b) Bagian-bagian saraf (neuron)

Neuoron memiliki karakter iritabilitas dan konduktivitas. Iritabilitas

adalah kemampuan untuk menganalisiasi impuls saraf dalam


13

berespon terhadap stimuli dari luar tubuh (misal sentuhan, cahaya)

dan tubuh (misal perubahan konsentrasi karbon dioksida dalam

darah memengaruhi pernapasan).

1) Badan sel

Sel saraf memiliki ukuran dan bentuk yang sangat beragam,

tetapi terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Badan

sel membentuk substansi grisea (gray matter) sistem

pernafasan dan ditemukan di perifer otak dan di tengah

medulla spinalis.

2) Akson

Tiap sel saraf hanya memiliki satu akson yang membawa

impuls saraf keluar sel tubuh. Akson biasanya lebih panjang

dari pada dendrit, kadang memiliki panjang 100 cm. Membran

akson disebut Aksolema dan membran ini menyelubungi

perpanjangan sitoplasma badan sel.

3) Dendrit

Dedrit berfungsi menerima dan membawa impuls yang datang

ke badan sel. Dendrit memiliki struktur yang sama dengan

akson, tetapi biasanya berukuran lebih pendek dan bercabang.

c) Tipe saraf

1) Saraf sensoris atau aferen

Saraf potensial aksi di bangkitkan oleh reseptor sensori pada

dendrit neuron ini, potenisial aksi di transmisikan ke medula

spinalis oleh serat saraf sensoris impuls selanjutnya dapat


14

melalui otak atau neuron arkus refleks penghubung di medula

spinalis.

2) Saraf eferen atau motorik

Saraf motorik berasal dari otak, medula spinalis, dan ganglia

otonom. Saraf ini menghantarkan impuls ke organ efektor, yaitu

otot dan kelenjar. Terdapat dua jenis saraf motorik, yaitu saraf

somatik yang terlibat dalam kontraksi dan refleks otot ranga

volunter, sedangkan saraf otonom (simpatik dan parasimpatik)

yang terlibat dalam kontraksi otot polos dan jantung serta

sekresi kelenjar.

3) Saraf campuran

Pada medulla spinalis, saraf sensoris dan motorik tersusun

dalam kelompok terpisah atau traktus. Diluar medula spinalis,

saraf sensoris dan motorik yang terselubung dalam selubung

jaringan ikat yang sama, disebut saraf campuran

2) Otak

Otak berisi 10 miliar neuron yang menjadi kompleks secara

kesatuan fungsional. Otak lebih kompleks dari pada batang otak.

Berat otak manusia kira-kira 2% dari berat badan orang dewasa. Otak

menerima 15% curah jantung, memerlukan oksigen tubuh, dan sekitar

400 kilokalori energi setiap harinya.


15

Gambar 2.2 . Ringkasan fungsional bagian-bagian sistem saraf

Pusat

Sumber : www.vdocuments.site, diunduh pada tanggal 26 April


2019

Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi

dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses

metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan

kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah

kostan. Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinyu,

tanpa ada masa istirahat. Bila aliran darah berhenti selama 10 detik

saja, maka kesadaran mungkin akan hilang, dan penghentian dalam

beberapa menit dapat menibulkan kerusakan yang reversibel.

Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan saraf tubuh.

Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200 cc.

Terdapat pertimbangan variasi akan besaran otak, yaitu otak laki-laki


16

10% lebih besar dari otak perempuan dan tidak ada kolerasi berarti

antara besar otak dengan tingkat intelegen. Seseorang dengan

ukuran otak kecil (750cc) dan ukuran otak besar (2100cc) secara

fungsional sama (Simon dan Schuster, 2011).

a) Jaringan otak

Jaringan gelatinosa dan medulla spinalis dilindungi oleh tulang

tengkorak dan tulang belakang. Dan oleh tiga lapisan

penyambung yaitu piameter, araknoid dan durameter.

Piameter langsung berhubung dengan otak dan jaringan

spinal, dan mengikuti kontur struktur ekstrenal otak dan jaringan

spinal, dan piameter merupakan lapisan vaskular yang memiliki

pembuluh darah yang berjalan menuju struktur interna SSP untuk

memberi nutrisi pada jaringan saraf.

b) Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal atau CSF (Cerebro Spinal Spluid) berperan

dalam melindungi otak, menjaga keseimbangan bahan-bahan

kimia susunan syaraf pusat (Haryani, 2009)

c) Ventrikel

Terdapat 4 ventrikel yang diberi nomor dari atas ke bawah dari

otak yaitu : ventrikel lateral kiri dan kanan pada hemisfer serebri,

ventrikel ke tiga pada diensepalon dan ventrikel ke empat pada

pons dan medulla. Ventrikel lateral dihubungkan dengan ventrikel

ke tiga oleh interventikuler foramen sedangkan ventrikel ke tiga

nyambung dengan ventrikel ke empat melewati celah sempit yang

disebut serebral aqua duktus di midbral/otak (Haryani,2009)


17

d) Sumplai darah

Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-

pembuluh darah yang bercabang-cabang. Hubungan erat satu

dengan yang lain sehingga dapat menamin suplai darah yang

adekuat untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri,

yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna yang memiliki

cabang beranastomosis membentuk sirkulasi arterious serebri

willisii.

Aliran vena otak tidak selalu paralel dengan suplai darah

arteri, pembuluh darah vena meninggalkan otak sinus dura yang

besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis

internal.

e) Serebrum

Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan yang

paling menonjol. Di sini terletak puasat-pusat saraf yang mengatur

semua kegiatan sensorik dan motorik,juga mengatur proses

penalaran, memori dan intelegensi. Hemisfer serebral kanan

mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri kiri

mengatur bagia tubuh bagian kanan (Ross & Wilson,2011).

f) Korteks serebri

Korteks serebri atau mental abu-abu (gray mattel) dari

serebrum mempunyai banyak lipatan yang disebut giri (tunggal

girus). Susunan seperti ini memungkinkan permukaan otak

menjadi luas (diperkirakan seluar 2200 cm²) yang terkandung

dalam rongga tengkorak yang sempit. Korteks serebri adalah


18

bagian otak yang paling maju dan bertanggung jawab untuk

mengindra lingkunga. Korteks serebri menenntukan perilaku yang

bertujuan dan beralasan.

Beberapa daerah tertentu darin korteks serebri setelah

diketahui memiliki fungsi yang spesifik. Pada tahun 1909 seorang

neuropsikiater Jerman, Korbinian Brodmann, telah membagi

korteks serebri menjadi 47 area (Ross & Wilson,2011).

(1) Lobus frontalis

Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks selebrum

bagian depan yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau

alur) dan di dasar sulkus lateral. Lobus forntalis bertanggung

jawab untuk perilaku yang bertujuan, penentuan keputusan

moral, dan pemikiran yang kompleks.

(2) Lobus parietalis

Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak di

belakang sulkus sentralis, ai atas fisura laterlaris, dan meluas

kebelakang ke fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan

area sensorik primer ontak untuk sensasi raba dan

pendengaran. Sel lobus parietalis bekerja sebagai area

asosiasi sekunder untuk menginterpretasikan rangsangan

yang datang.

(3) Lobus oksipitalis

Lobus ini terletak di sebeleh posterior lobus parientalis dan di

atas fisura parieta-oksipitalis, yang memisahkan dari


19

serebelum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama.

Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina mata.

(4) Lobus temporalis

Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang

berjalan ke bawah dari fisual lateralis dan ke sebelah posterior

dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus temporalis adalah area

asosiasi primer untuk informasi auditorik dan mencakup area

wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat

dalam interpretasi bau dan penyimpanan memori.

g) Serebelum

Serebelum terletak di dalam fosa krani posterior dan di tutupi

oleh durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang

memisahkan dari bagian posterior serebrum, aktivitas serebelum

berada dibawah kesadaran.

Ada dua fungsi utama serebelum, meliputi : 1) mengatur otot-

otot postural tubuh dan 2) melakukan program akan gerakan-

gerakan dalam keadaan sadar maupun bawah sadar. Serebelum

mengoordinasi penyesuain secara cepat dan otomatis dengan

memelihara keseimbangan tubuh. Serebelum merupakan pusat

refleks yang menggordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta

mengubah tonus, dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan

keseimbangan dan sikap tubuh (Price, 2012).

3) Batang otak

Batang otang terletak pada fose anterior. Batang otak terdiri atas

mesenfalon, pons, dan medula oblongata (Ross & Wilson, 2011).


20

a) Pons

Berada di depan serebelum, dibawah otak tengah. Pons

terdiri atas serat saraf yang membentuk jembatan antara dua

hemisfer serebelum, dan serat yang melalui antara posisi

otak yang lebih tinggi dan medua spinalis (Ross & Wilson,

2011).

b) Medulla oblongata

Medula Oblongata memanjang dari pons hingga medula spinalis.

Panjangnya sekitar 2,5 cm dan terletak tepat didalam kranium

diatas Foramen Magnum permukaan anterior dan posterior

ditandai oleh fisura sentral.bagian terluar terdiri dari atas substansi

ablikin yang melalui otak hingga medula spinalis, dan substansi

griesea yang terletak di tengah (Ross & Wilson, 2011).

4) Mesensefalon

Mesensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari

batang otak yang letaknya diatas pons. Bagian ini mencakup bagian

posterior, yaitu tektum yang terdiri atas kolikuli superior dan kolikuli

inferior dan serta bagian anterior, yaitu pedunkulus serebri. Kulikuli

superior berperan dalam refleks penglihatan dan koordinasi gerakan

penglihatan, kolikuli inferior berperan dalam refleks pendengaran,

misalnya menggerakan kepala kearah datangnya suara (Ross &

Wilson, 2011).
21

5) Diensefalon

Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan struktu

struktur yang ada di sekitar ventrikel ketiga dan membentuk inti

bagian dari serebrum. Diensefaion biasanya dibagi menjadi empat

wilayah yaitu thalamus, subtalamus. epitalamus, dan hipotalamus.

Dienssefalon memproses tangsang sensorik dan membantu

mencetuskan atau memodifikasi reaksi tubuh temadap rangsang-

tangsang tersebut (Ross & Wilson, 2011).

a) Talamus

Talamus merupakan stasiun relai yang penting dalam otak

dan juga merupakan pengintegrasi subkortikal yang penting.

Talamus bertindak sebagai pusat sensasi primitif yang tidak

kritis, yaitu individu dapat merasakan samar-samar nyeri,

tekanan, raba, getar dan suhu yang ekstrem.

b) Subtalamus

Subtalamus Merupakan nukleus ekstrapimidal diensefalon yang

panting. Subtalamus mempunyai hubungan dengan nucleus

ruber, substansia nigra dan globus palidus dari ganglia basalis.

Fungsinya belum diketahui sepenuhnya, tetapi lesi pada

subtalamus dapat menyebebkan dyskinesia dramatis yang

disebut hemibalismus.
22

c) Epitalamus

Epitalamus merupakan pita sempit jaringan saraf yang

membentuk atap diensefalon. Struktur utama area ini adalah

nucleus habenular den komisura, komisura postedor, striae

medullaris dan epifisis. Epitalamus berhubungan dengan sistem

limbik dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan

integrase informasi olfaktorius.

d) Hipotalamus

Hipotalamus terletak di bawah talamus. Hipotalamus berkaitan

dengan pengaturan rangsangan dari sistem saraf otonom perifer

yang menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.

6) Sistem Limbik Istilah Iimbik (limbus) betarti “batas” atau 'tepi'.

Sistem ini mempakan fungsional bukan anatomis serta mencangkum

komponen selebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Struktur utama

adalah girusinguli (kingulata), girus hipokampus dan hipokampus.

Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal di bawah ini.

a) Suatu pendirian atau nespons emosional yang mengarahkan

kepada tingkah laku individu.

b) Suatu respons sadar terhadap lingkungan.

c) Memberdayakan fungsi intelektual korteks selebri secata tidak

sadar dan memfungsikan secara otomatis batang otak untuk

merespons keadaan.

d) Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali

simpanan memori yang diperlukan.


23

e) Merespons suatu pengalaman dan ekspresi dalam perasaan,

terutama reaksi takut, marah dan emosi yang berhubungan

dengan perilaku seksual.

Sistem Iimbik memiliki hubungan timbal balik dengan banyak struktur

saraf sentral pada beberapa tingkat integrase termasuk neokorteks,

hipotalamus, dan sistem aktivasi reticular dari batang otak (Watson,

2009).

7) Saraf Kranial

Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar

meninggalkan tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang

disebut foramina (tunggal foramen). Terdapat 12 pasang saraf kranial

yang dinyatakan dengan nama atau angka romawi. Saraf-saraf

tensebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III),

troklearis (IV), trigeminus (V), Abdusen (VI), fasialis (VII),

vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), aksesorius

(XI) dan hipoglosus (XII).

Tabel 2.1 saraf kranial

SARAF KRANIAL KOMPONEN FUNGSI

I. Olfaktorius Sensorik Penciuman


II. Optikus Sensorik Penglihatan
III. Okulomotoris Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil bagian besar
gerakan ekstra okuler.
IV. Troklearis Motorik Gerakan mata kebawah dan
kedalam.
Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
V. (menutup rahang dan
mengunyah) gerakan rahang
Sensorik lateral
Kulit wajah : dua pertiga kulit
kepala
24

Mukosa mata: mukosa hidung


dan rongga mulut: lidah dan gigi
Reflex kornea atau reflex
mengedip
VI. Abdusen Motorik Defiasi mata kelateral
VII. Pasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah
termasuk otot dahi sekeliling
mata serta mulut
Lakrimasi dan salipasi
Sensorik Pengecapan dua pertega depan
lidah (rasa manis asam dan asin)
VIII. Cabang Sensorik Keseimbangan
vestibularis,
vestibulocoklearis
Cabang coklearis Sensorik pendengaran

IX. Glosofaringeus Motorik Faring: menelan dan refleks


muntah
Parotis salipasi
Sensorik
Faring: lidah posterior, termasuk
rasa pahit
X. Vagus Motorik Faring: menelan refleks muntah
Fonasi: visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah,
visceral leher, toraks, abdomen

XI. Aksesorius Motorik Otot stemo cleido mastoid dan


bagian atas dari otot travejius:
pergerakan kepala dan bahu
XII. Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah

Sumber : muttaqin, 2012

4. Etologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2012) stroke biasanya diakibatkan oleh :

a. Trombosis atau bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher.

Secara umum, trombosis tidak terjadi secara tiba-tiba, dan krhilangan

bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh

dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.


25

b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke

otak dari bagian tubuh yang lain. Emboli biasanya menyumbat arteri

serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral

(valante et al,2015)

c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama

karena konstriksi pada arteri yang menyuplai darah keotak.

d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien

dengan perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada

tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif.

Faktor risiko stroke :

Faktor risiko terjadinya stroke secara garis besar dapat dikelompokan

menjadi 2 yaitu, faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat

diubah (AHA, 2015).

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor genetik dan ras, usia, jenis

kelamin, dan riwayat stroke sebelumnya.

b. Faktor risiko yang dapat diubah

Faktor risiko yang dapat diubah adalah obesitas (kegemukan),

hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan alkohol

dan obat, dan pola hidup tidak sehat.


26

5. Patofisiologi

Patofisologis Menurut Muttaqin, (2012)

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.

Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya

pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang

disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat

berubah (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena

gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).

Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus

berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada aera yang

stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbelensi.

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai

emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak

yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan

kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih

besar dari pada area infark itu sendiri.

Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan

masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan

eema dan nekrosis diikuti trombisis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas

pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau

jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan

dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan

serebral jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering

menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular,


27

karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan

tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak

pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Jika sirkulasi serebral

terhambat dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan yang disebabkan

oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan

ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi

oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

Selain kerusakan parenkin otak, akibat volume perdarahan yang relatif

banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan

penurunan tekanan darah perfusi otak serta gangguan drainase otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat

menurunnya perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan

sekitarnya tertekan lagi.

Pathway

Faktor-faktor resiko stroke

Asterosklerosis, Katup jantung rusak, Aneurisma, malformasi,


hiperkoagulasi, asrtesis miokard infark, fibrilasi, arteriovenous
endokarditis

Penyumbatan pembuluh Pendarahan


Trombosis serebral intraserebral
darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara

Emboli serebral Perembesan darah ke


Perubahan darah oklusi
dalam parenkim otak


Iskemik jaringan otak
Stroke (cerebro Penekanan jaringan otak

vaskular accident) ↓
Edema dan kongesti
Infark otak, edema, dan
jaringan sekitar
hemiasi otak
Defisit neurologis
28

Kehilangan 1. Resiko Kerusakan terjadi Disfungdi


Infark
kontrol peningkatan pada lobus frontal bahasa dan
serebral
volunter TIK kapasitas, memori, komunikasi
atau fungsi
intelektual kortikal

2. Hemiplegia Hermiasi falk Kerusakan fungsi Disartia,


ketidakefekti dan serebri dan kognitif dan efek disfasia/afasia
fan perfusi hemiparesis foramen magrum psikologis apraksia
jaringan kompresi batang
serebral otak
4. gangguan Lapang perhatian 9.
mobilitas terbatas, kesulitan gangguan
Defresi saraf komunikasi
fisik pemahaman, lupa,
kardiovaskular verbal
kurang motivasi,
dan pernapasan
frustasi, labilitas,
Koma
kurang kerja sama

Kegagalan
kardiovaskuler
dan pernapasan
Intake nutrisi Kelemahan 10. Koping individu tidak efektif
tidak adekuat fisik umum 11. Perubahan proses berfikir
Kematian 12. Gangguan konsep diri

5. Perubahan
pemenuhan
nutrisi Kemampuan Disfungsi
batuk menurun, kandung kemih
kurang mobilitas dan saluran
fisik, dan pencernaaan
Penurunan Disfungsi persepsi 14. Resiko penurunan produksi sekret
kesadaran visual spasialdan pelaksanaan ibadah
kehilangan sensori

8. Risiko trauma
(cedera) 7. Gangguan
13. Perubahan 3. Risiko bersihan
persepsi sensorik nafas tidak efektif eliminasi urin
dan alvi

Penekanan jaringan 6. Risiko tinggi kerusakan


setempat integritas kulit

Gambar 2.3 Pathway


Sumber : Arif Muttaqin, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan,2012
29

6. Manifestasi Klinis

manifestasi klinis menurut Tarwoto, Wartonah dan Eros (2009) tergantung

dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan

adanya sirkulasi koleteral. Pada stroke gejala akut meliputi :

a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan

b. Tiba-tiba hilang rasa peka

c. Gangguan bicara dan Bahasa

d. Mulut moncong atau tidak simetris ketika menyeringai

e. Gangguan penglihatan

f. Gangguan daya ingat

g. Nyeri kepala hebat

h. Vertigo

i. Gangguan fungsi otak

j. Kesadaran menurun

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Doengoes, Moonmouse dan Gelssler

(2014):

a. Angiografi serebral

Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber

pendarahan seperli aneurisma atau malformasi vaskular.

b. Lumbal fungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal

menunjukan adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada


30

intrakranial. Peningkatan jum|ah protein menunjukan adanya proses

lmflamasi. Hasil pemerikksaan likuor masih normal (xantokrom) sewaktu

hari-hari pertama

c. CT scan

Pemindaian ini memperiihatkan secara spesifik letak edema, posisi

henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya

secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,

kadang pemadatan tedihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan

otak

d. MRI

MRI (Magnetic Resonance Imaging) menggunakan gelombang magnetik

untuk meneNtukan posisi besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil

pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi den infark

akibat dari hemoragik.

e. USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem

karotis )

f. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik

dalam jaringan otak

g. Pemeriksaan laboratorium

1) Lumbal fungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada

pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal

(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama


31

2) Pemeriksaan darah rutin

3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia. Gula darah dapat menjadi 250 mg di dalam serum dan

kemudian berangsur-angsur turun kembali

4) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan darah itu

sendiri

8. Komplikasi

Menurut Pudiastuti (2011), komplikasi stroke diantaranya :

a. Bekuan darah

Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan

cairan, pembengkakan. Selain itu juga menyebabkan embolisme paru

yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang

mengalirkan darah ke paru.

b. Dekubitus

Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi

kaki dan tumit bila memar ini tidak bisa dirawat bisa menjadi infeksi

c. Pneumonia

Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini

menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan selanjutnya

menimbulkan pneumonia.

d. Atrofi Atau Kekakuan Sendi

Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi.


32

Sedangkan menurut Tarwoto, dkk. (2009) komplikasi stroke yang lain

meliputi:

a. Kejang

b. Kontraktur

c. Tonus otot abnormal

d. Trombosis vena

e. Malnutrisi

f. Aspirasi

9. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan umum pada pasien stroke menurut Tarwoto, Wartonah

dan Eros (2009). antara lain :

a. Keperawatan

1) Pada fase akut

a) Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan

ventilator.

b) Monitor peningkatan tekanan intrakrania

c) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah

d) Monitor Jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG

e) Evaluasi status cairan dan elektrolit.

f) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsen, dan

cegah resiko injuri.

g) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung

dan pemberian makanan.

h) Cegah emboli paru dan trombopleblitis dengan antikoagulan


33

i) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan

pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks.

2) Fase rehabilitasi

a) Pertahankan nutrisi yang adekuat

b) Program manajemen bladder dan bowel

c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi

(ROM)

d) Pertahankan integritas kulit

e) Pertahankan komunikasi yang efektif

f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

g) Persiapan pasien pulang.

b. Medis

1) Pembedahan

Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter dari 3 cm atau volume

lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan

ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.

2) Terapi Obat-obatan

Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke

a) Stroke Iskemia

(1) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue

plasminogen)

(2) Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada artimia

jantung atau alfa beta, katropil, antagonis kalsium pada pasien

dengan hipertensi.
34

b) Stroke Hemoragik

(1) Anti hipertensi : Katropil, antagonis kalsium

(2) Diuretik : Manitol 20%, furosemide.

(3) Antikonvulsan : Fenitoin

B. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk

mengevaluasi dan mengidentivikasi status kesehatan klien (Setiadi,2012).

a. Identitas Klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam

masuk RS, nomor register, dan diagnosis medis.

b. Keluhan Utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan

adalah kelemahan anggota gerak sebagian, nyeri kepala, bicara pelo,

tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesedaran.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada penderita stroke dengan keluhan utama kelemahan anggota gerak

sebelah badan, biasanya klien mengeluhkan kesulitan menggerakan

anggota badan seperti tertindih suatu benda berat dan terasa kaku,

keluhan dirasakan bertambah apabila akan digerakan, kelemahan

anggota gerak dapat diukur dengan skala kekuatan otot dengan skala 0-

5 bergantung dari kondisi klien.


35

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,

penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang

lama, penggunaan obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat

adiktif, dan kegemukan. Pengkajian penggunaan obat-obatan yang

sering digunakan klien, seperti pemakaian anti hopertensi, anti lipidemia,

penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan

alkohol, dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini

dapat mendukung pegkajian dari riwayat penyakit sekarang dan

merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan

tindakan selanjutnya.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pengkajian Psikososiospiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas

mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian

mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk mengenal

respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga

ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien

yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa


36

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan

pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami

kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan berbicara. Pola persepsi

dan konsep diri menunjukan klien merasa tidak berdaya, tidak ada

harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan

stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahakan masalah

karena gangguan proses berfikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam

pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah

spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan atau

kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

g. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah kepada keluhan-keluhan

klien pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari

pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara

persistem dengan fokus pemeriksaan pada sistem saraf yang terarah

dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien (Price & Wilson, 2012).

a) Keadaan umum

Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami

gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara,

pada tanda-tanda vitall : tekanan darah meningkat, dan denyut nadi

bervariasi.

b) Sistem pernapasan

Pada saat diinpeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan


37

peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas

tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi

sekret dan kemampuan batuk menurun yang sering ditemukan pada

klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.

Pada klien dengan tingkat kesadaran kompos mentis, pengkajian

inpeksi pernapasan tidak terdapat kelainan. Palpasi toraks vokal

premitus seimbang antara kanan dan kiri. Auskultasi tidak

didapatkan bunyi napas tambahan.

c) Sistem kardiovaskuler

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan rejatan (syok

hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah

mengalami peningkatan.

d) Sistem persarafan

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada

lokasi pembuluh darah yang tersumbat, ukuran area yang

perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral. Lesi otak yang

rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.

(1) Pengkajian tingkat kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling

mendasar dan parameter yang paling penting yang

membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjangan klien dan

respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif

untuk disfungsi sistem perasarafan. Beberapa sistem

digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam

kewaspadaan dan keterjagaan.


38

(2) Pengkajian fungsi serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,

kemampuan bahasa,lobus prontal dan hemisfer.

(a) Status mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,

ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien

stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami

perubahan.

(b) Fungsi intelektual

Didapatkan penurunan ingatan dan memori baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Pada beberapa kasus

klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk

mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu

nyata.

(c) Kemampuan bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi

yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah

hemisfer yang dominan bagian pada bagian posterior dan

girus temporalis seperior (area wernicke) didapatkan

disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahsa

lisan ataupun tertulis.

(d) Lobus frontal

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan

jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas


39

memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi

mungkin rusak.

(e) Hemisfer

Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri

tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan

terhadap sisi koleteral sehingga kemungkinan terjatuh ke

sisi yang berlawanan tersebut.

(3) Pengkajian saraf kranial

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.

(a) saraf I (Olfaktori)

Biasanya pada klien stroke tidak ditemukan kelainan pada

fungsi penciuman

(b) Saraf II (Optikus)

Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori

primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan

hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau

lebih objek dalam era spasial) sering terlihat pada klien

dengan hemiplegia kiri.

(c) Saraf III, IV, dan VI ( Okulomotor, troklearis, dan abdusen)

Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi

otot didapatkan penurunan kemampuan gerakan

konjungtiva unilateral disisi yang sakit.

(d) Saraf V (Trigeminus)

Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis

saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi


40

gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah kesisi

ipsilateral, serta kelumpuhan sisi otot pterigoideus intermus

dan ekstermus.

(e) Saraf VII (Fasialis)

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah

asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

(f) Saraf VIII (Vestibulokoklearis)

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi

(g) Saraf IX dan X (Glosofaringeus dan vagus)

Kurangnya kemampuan menelan dan terdapat kesulitan

saat membuka mulut.

(h) Saraf XI (Aksesorius)

Tidak terdapat atropi otot stemokloidomastoideus dan

trapezius.

(i) Saraf XII (Hipoglosus)

Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan

fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

(4) Pengakajian sistem motorik

Stroke adalah penyakit saraf motorik atas dan mengakibatkan

kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.

(a) inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis

padasalah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang

berlawanan.

(b) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.

(c) Tonus otot. Didapatkan miningkat.


41

(d) Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan

tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan 0.

(e) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami

gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.

Pemeriksaan refleks terdiri dari pemeriksaan refleks

fisiologis dan refleks patologi.

e) Sistem perkemihan

Setelah stroke klien mungkin mengalami ikontinensia urine

sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan

kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung

kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang

kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama

periode ini, dilakukan kateterisasi intemiten dengan teknik steril.

f) Sistem pencernaan

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah

disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga

menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya

terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

g) Sistem muskuloskeletal

Stroke adalah penyakit yang mengakibatkan kehilangan kontrol

volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas

menyilang, gangguan pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan

kerusakan pada nuron motor atas pada sisi yang berlawanan.

Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah


42

tanda yang lain. Pada kulit jika klien kekurangan O2 kulit akan

tampak pucat dan jika kekurangan cairan turgor kulit akan buruk.

Selain itu juga perlu dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada

daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah

mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta

mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan

istirahat.

2. Analisa data

Tabel 2.2 analisa data


No Data Etiologi Masalah
DS : Faktor-faktor resiko stroke Resiko peningkatan TIK
1
Klien mengatakan nyeri ↓
kepala disertai Katup jantung rusak,
kelemahan miokard infark, fibrilasi,
DO: endokarditis
a. Mual ↓
b. Muntah Penyumbata pembuluh
c. Kejang darah otak oleh bekuan
d. Gelisah darah, lemak, dan udara
e. Demam ↓
f. Bingung Emboli serebral
g. Tekanan darah ↓
meningkat Stroke (cerebro vascular
accident)

Defisit neurologis

Resiko peningkatan TIK
DS: Faktor-faktor resiko stroke Ketidakefektipan
2
Keluarga mengatakan ↓ perfusi jaringan
43

klien mengalami Katup jantung rusak, serebral


penurunan kesadaran miokard infark, fibrilasi,
atau tidak sabar endokarditis
DO: ↓
a. perubahan tingkat Penyumbatan pembuluh
kesadaran darah otak oleh bekuan
b. gangguan atau darah, lemak, dan udara
kehilangan memori ↓
c. defisit sensorik Emboli serebral
d. perubahan tanda ↓
vital Stroke (cerebro vascular
e. perubahan pola accident)
istirahat ↓
f. nyeri akut atau Defisit neurologis
kronis ↓
g. perubahan reflek Infark serbral
h. perubahan ↓
kekuatan otot Perubahan perfusi
i. perubahan visual jaringan serebral
j. pergerakan tak
terkontrol
DS: Stroke (cerebro vascular Ketidakefektifan
3
Klien mengatakan accident) bersihan jalan nafas
sesak nafas dan ↓
kesulitan mengeluarkan Defisit neurologis
sekret ↓
DO: Kemampuan batuk
a. Kesulitan bernapas menurun, kurang mobilitas
b. Kemampuan batuk fisik, dan produksi sekret
menurun ↓
c. Terdapat Ketidak efektifan bersihan
akumulasi sekret jalan nafas
d. Terdengar bunyi
napas tambahan
ronchi
DS: Stroke (cerebro vascular Gangguan mobilitas
4
Klien mengatakan sulit accident) fisik
44

bergerak ↓
DO: Defisit neurologis
a. Kelemahan ↓
b. paristesia Kehilangan kontrol
c. paralisis volunter
d. tidak mampu ↓
e. kerusakan Hemplegia dan
koordinasi hemiparesis
f. keterbatasan ↓
rentang gerak Gangguan mobilitas fisik
g. penurunan
kekuatan otot
DS: Stroke (cerebro vascular Resiko trauma (cedera)
5
Klien mengatakan accident)
mengalami kelumpuhan ↓
anggota gerak Defisit neurologis
Keluarga mengatakan ↓
bahwa klien mengalami Penurunan perfusi
penurinan kesadaran jaringan serebral
DO: ↓
a. hemiplegia Koma
b. klien dengan ↓
bantuan atau Penurunan tingkat
menggunakan alat kesadaran
bantu ↓
c. berjalat lambat Gelisah
d. pasien tampak ↓
lemah Resiko trauma (cidera)
e. GCS <7
f. Gelisah
g. Kejang
h. Penurunan
sensorik motorik
DS: Penurunan tingkat Risiko gangguan
6
Klien mengatakan kesadaran integritas kulit
kesulitan melakukan ↓
aktivitas fisik Penekanan jaringan
45

DO: setempat
a. tirah baring ↓
b. terdapat Resiko gangguan
kemerahan integritas kulit
didaerah tertekan
(skapula, sakrum,
dan siku)
c. terdapat
peningkatan suhu
pada kulit daerah
tertekan
d. terdapat nyeri
pada daerah
tertekan
DS: Stroke (cerebro vaskuler Gangguan komunikasi
7
Klien mengeluh accident) verbal
kesulitan berbicara ↓
DO: Defisit neurologis
a. disartria ↓
b. afasia Disfungsi bahasa dan
c. kata kata tidak komunikasi
dimengerti ↓
d. tidak mampu Disartia, disfasia/afasia,
memahami bahasa apraksia
lisan dan tulisan ↓
Gangguan komunikasi
verbal
DS: Stroke (cerebro vaskuler Defisit perawatan diri
8
Klien mengatakan accident)
badan lumpuh sebagian ↓
atau seluruhnya Defisit neurologis
DO: ↓
a. klien bedrest Kehilangan kontrol
b. perubahan tanda volunter
vital ↓
c. penurunan tingkat Kelemahan fisik umum
kesadaran ↓
46

d. kerusakan Gangguan ADL


anggota-anggota ↓
gerak Defisit perawatan diri

DS: klien atau keluarga Stroke (cerebro vascular Resiko perubahan


9
mengatakan sulit accident) nutrisi kurang dari
menelan ↓ kebutuhan
DO Defisit neurologis
a. Klien menunjukan ↓
ketidakadekuatan Penurunan perfusi
nutrisi jaringan
b. Terjadi penurunan ↓
bb 20% atau lebih Koma
dari berat badan ↓
ideal Penurunan tingkat
c. Konjungtiva kesadaran
anemis ↓
d. Hb abnormal Intake nutrisi tidak adekuat
e. Sulit membuka ↓
mulut Resiko perubahan nutrisi
f. Sulit menelan kurang dari kebutuhan
g. Lidah sulit
digerakan
DS: Stroke (cerbro vascular Gangguan konsep diri
10
Klien mengtakan bahwa accident) citra tubuh
ia merasa lelah dengan ↓
penyakitnya Defisit neurologis
DO: ↓
a. Perasaan klien Kerusakan terjadi pda
tidak berdaya dan lobus frontal kapasitas,
putus asa memori atau fungsi
b. Emosi labil intelektual kortikal
c. Kesulitan ↓
mengekspresikan Kerusakan fungsi kognitif
a. Tidak kooperatif ↓
Lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam
47

pemahaman, lupa, kurang


motivasi, frustasi, labilitas
emosional

Gangguan konsep diri
DS: Penurunan perfusi Perubahan persepsi
11
Klien mengatakan jaringan serebral sensorik
kurang konsentrasi ↓
DO: Koma
a. Penglihatan ↓
berkurang/kabur Disfumgsi persepsi visual
b. Kehilangan sensor spasial dan kehilangan
pada sisi kolateral sensori
ekstremitas dan ↓
wajah Perubahan persepsi
c. Disorientasi waktu, sensorik
tempat, orang
d. Konsentrasi jelek,
perubahan proses
berpikir
DS Stroke (cerebro vascular Gangguan eliminasi alvi
12
Klien mengatakn sulit accident) (konstipasi) dan urin
BAB dan BAK ↓ (ikontinensia urine)
DO: Defisit neurologis
a. Konstipasi ↓
b. Kelemahan Disfungsi saluran kemih
c. Terdapat massa dan pencernaan
pada kolon ↓
d. Vesika urinaria Gangguan eliminasi urin
teraba penuh dan alvi
e. Bising usus tidak
terdengar
DO: Penurunan perfusi Risiko penurunan
13
a. Kelemahan fisik jaringan serebral pelaksanaan ibadah
b. Tirah baring ↓ spiritual
c. Tidak Koma
melaksanakan ↓
48

ritual keagamaan Risiko penurunan


d. Koping mekanisme pelaksanaan ibadah
tidak efektif spiritual
Sumber : Arif Muttaqin, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan,2012

3. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respons individu,

keluarga dan masnyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar

seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperwatan

sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi,2012).

Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan

stroke (Muttaqin, 2012) yaitu sebagai berikut:

1. Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya

peningkatan volume intrakranial, penekanan jaeingan otak dan

edema serebral.

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan

perdarahan intraserebral oklusi otak, vasospasme dan edema otak.

3. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan

dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan

mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.

4. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese atau

hemiflagia, kelemahan muskular pada ekstremitas.

5. Resiko tinggi terhadap terjadinya cidera/jatuh yang berhubungan

dengan penurunan kesadaran, gelisah, kejang.

6. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah

baring lama.
49

7. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan

neuromuskuler, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan

kontrol otot atau koordinasi ditandai oleh kelemahan untuk ADL,

seperti makan, mandi, mengatur suhu air, melipat atau memakai

pakaian.

8. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari

karusakan pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol

tonus otot fasial atau oral dan kelemahan secara umum.

9. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan

dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.

10. Gangguan konsep diri citra tubuh berhbungan dengan penurunan

sensori, penurunan penglihatan.

11. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penurunan

sensori, penurunan penglihatan.

12. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan

imobilisasi, asupan cairan tidak adekuat.

13. Gangguan eliminasi urin (ikontinensia urine) yang berhubungan

dengan disfungsi saluran kemih.

14. Resiko penurunan pelaksanaan ibadah spiritual yang berhubungan

dengan kelemahan neuromakular pada ekstremitas.

4. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah segala aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai tujuan yang diharapkan (outcome). (Doenges et al, 2013).


50

Rencana Tindakan Keperawatan Pada Klien Dengan Stroke

Tabel 2.3 intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


Dalam waktu 3 × 24 jam tidak 1. Kaji faktor dari situasi/keadaan 1. Deteksi dini untuk
1 Resiko peningkatan TIK
terjadi peningkatan TIK pada individu/penyebab memprioritaskan intervensi,
yang berhubungan dengan
klien. Dengan kriteria hasil: koma/peurunan perfusi mengkaji status neurologi
adanya peningkatan
1. Klien tidak gelisah jaringan dan kemungkinan tanda-tanda kegagalan untuk
volume intrakranial,
2. Klien tidak mengeluh nyeri penyebab peningkatan TIK menentukan perawatan atau
penekanan jaeingan otak
kepala tindakan pembedahan.
dan edema serebral.
3. Tidak ada mual dan muntah 2. Monitor tanda tanda vital 2. Adanya peningkatan tensi,
4. GCS : 15 E:4, V:5, M:6 setiap 4 jam bradikardia, disritmia, dispnea
5. Tidak terdapat papiledema merupakan tanda terjadinya
6. TTV dalam batas normal peningkatan TIK
3. Evaluasi pupil 3. Reaksi pupil dan pergerakan
kembali dari bola mata
merupakan tanda dari
gangguan nervus jika batang
otak terkoyak
4. Monitor tempratur dan 4. Panas merupakan refleks dari
pengaturan suhu lingkungan hipotalamus. Peningkatan
kebutuhan metabolisme dan
51

O2 akan menunjang
peningkatan TIK
5. Pertahankan kepala/leher 5. Perubahan kepala pada satu
pada posisi netral, usahakan sisi dapat menimbulkan
dengan sedikit bantal. Hindari penekanan pada vena
penggunaan bantal yang jugularis dan menghambat
tinggi pada kepala aliran darah otak
6. Berikan periode istirahat 6. Tindakan yang terus-menerus
antara tindakan perawatan dapat meningkatkan TIK
dan batasi lamanya prosedur
7. Kurangi rangsangan ekstra 7. Mengurangi respons
dan berikan rasa nyaman psikologis dan memberikan
seperti massage punggung, istirahat untuk mepertahankan
lingkungan yang tenang, TIK yang rendah
sentuhan yang ramah, dan
suasana/pembicaraan yang
tidak gaduh
8. Cegah/hindari terjadinya 8. Mengurangi tekanan
valsava manuver. intratorakal dan
intraabdominal sehingga
menghindari peningkatan TIK
52

9. Bantu pasien jika batuk, 9. Meningkatkan


muntah intrathorax/tekanan dalam
torak dan tekanan dalam
abdomen

10. Kaji peningkatan istirahat 10. Tingkah nonverbal meurpakan


dan tingkah laku pada pagi indikasi peningkatan TIK atau
hari memberikan refleks nyeri
dimana pasien tidak mampu
mengungkapkan keluhan
secara verbal

11. Palpasi pada pembesaran 11. Dapat meningkatkan respons


atau pelebaran bladder, automatik yang potensial
pertahankan drainage urine meningkatkan TIK
secara paten jika digunakan
dan juga monitor terdapatnya
konstipasi

12. Berikan penjelasan pada 12. Meningkatkan kerjasama


klien (jika sadar) dan keluarga dalam meningkatkan
tentang sebab akibat TIK perawatan klien dan
53

meningkat mengurangi kecemasan


13. Observasi tingkat 13. Perubahan kesadaran
kesadaran dengan GCS menunjukan peningkatan TIK
dan berguna menentukan
Kolaborasi
lokasi dan perkembangan
penyakit

14. Pemberian O2 sesuai 14. Mengurangi hipoksemia,


indikasi dapat meningkatkan
vasodilatasi serebral dan
volume darah serta
meningkatkan TIK
15. Berikan cairan intravena 15. Pemberian cairan mungkin
sesuai indikasi diinginkan untuk mengurangi
edema serebral

16. Berikan diuretik osmotik, 16. Diuretik digunakan pada fase


contohnya manitol, furosemid akut untuk mengalirkan dara
dari brain cell, mengurangi
edema serebral, dan TIK

17. Berikan steroid, contohnya 17. Untuk menurunkan inflamasi


54

deksametason, metil dan mengurangi edema


prednisolon jaringan
18. Antihipertensi 18. Digunakan pada hipertensi
kronis, karena manajemen
secara berlebihan akan
meningkatkan perluasan
kerusakan jaringan
19. Periperal vasodilator seperti 19. Digunakan untuk
cyclandilate, paverin, meningkatkan sirkulasi
isoxsupurine kolateral atau menurunkan
vasospasme
20. Monitor hasil laboratorium 20. Membantu memberikan
sesuai dengan indikasi seperti informais tentang efektivitas
protombin, LED pemberian obat
Perubahan perfusi jaringan Dalam waktu 2 × 24 jam 1. Berikan penjelasan kepada 1. Keluarga lebih berpartisipasi
2
serebral yang berhubungan perfusi jaringan otak dapat keluarga tentang sebab dalam proses penyembuhan
dengan perdarahan teratasi atau tercapai secara peningkatan TIK dan
intraserebral oklusi otak, normal. Dengan kriteria hasil: akibatnya
vasospasme dan edema 1. Klien tidak gelisah 2. Berikan klien (bed rest) 2. Perubahan pada tekanan
otak 2. Tidak ada keluhan nyeri dengan posisi terlentang intrakranial akan dapat
kepala tanpa bantal menyebabkan risiko terjadinya
3. Tidak ada mual dan kejang herniasi otak
55

4. GCS : 15 E:4, V:5, M:6 3. Monitor tanda-tanda status 3. Dapat mengurangi kerusakan
5. Pupil isokor neurologis dengan GCS otak lebih lanjut
6. Reflek cahaya (+) 4. Monitor tanda-tanda vital 4. Pada keadaan normal
7. Tanda-tanda vital normal dan hati-hati pada hipertensi autoregulasi mempertahankan
sistolik keadaan tekanan darah
sistemik berubah secara
fluktuasi. Sedangakan
peningkatan suhu dapat
menggambarkan proses
infeksi
5. Monitor input dan output 5. Hipertermi dapat
meningkatkan IWL dan
meningkatkan risiko dehidrasi
6. Bantu pasien untuk 6. Aktivitas ini dapat
membatasi muntah, batuk. meningkatkan TIK dan
Anjurkan pasien untuk tekanan intrakranial abdomen
mengeluarkan napas apabila
bergerak atau berbalik
tempat tidur
7. Anjurkan klien untuk 7. Batuk dan mengejan dapat
menghindari batuk dan meningkatkan TIK dan potensi
mengejan berlebihan terjadi perdarahan ulang
56

8. Ciptakan lingkungan yang 8. Ketenangan mungkin di-


tenang dan batasi perlukan untuk pencegahan
pengunjung terhadap perdarahan dalam
kasus stroke hemoragik
Kolaborasi : /lainnya
9. Berikan cairan perinfus 9. Meminimalkan fluktuasi pada
dengan perhatian ketat beban vaskuler dan TIK,
retriksi cairan dapat
menurunkan edema serebral
10. Monitor AGD bila diperlukan 10. Adanya kemungkinan asidosis
oksigen disertai dengan pelepasan
oksigen pada tingkat sel yang
menyebabkan iskemik serbral
11. Berikan terapi sesuai 11. Terapi yang diberikan
instruksi dokter, seperti: bertujuan menurunkan
Steroid, aminofel, antibiotika permeabilitas kapiler, me-
nurunkan edema serebri, me-
nurunkan metabolik sel/
konsumsi dan kejang
Dalam waktu 2 × 24 jam klien 1. Kaji keadaan jalan napas 1. Obstruksi mungkin disebabkan
3 Resiko ketidakefektifan
mampu meningkatkan dan oleh akumulasi sekeret.
bersihan jalan napas yang
mempertahankan keefektifan 2. Evaluasi pergerakan dada 2. Pergerakan dada yang simetris
berhubungan dengan
57

akumulasi sekret, jalannapas agar tetap bersih dan auskultasi suara napas dengan suara napas
kemampuan batuk dan mencegah aspirasi. kedua paru-paru (bilateral) menandakan jalan napas tidak
menurun, penurunan Dengan kriteria hasil: terganggu
mobilitas fisik sekunder, 1. bunyi napas terdengar 3. Lakukan penghisapan lendir 3. Penghisapan lendir tidak
dan perubahan tingkat bersih bila diperlukan, batasi durasi dilakukan terus-menerus, dan
kesadaran. 2. Ronki tidak terdengar penghisapan dengan 15 durainya dikurangi untuk
3. Trackheal tube bebas detik atau lebih. Gunakan mencegah bahaya hipoksia.
sumbatan kateter penghisap yang Diameter kateter penghisap
4. Menunjukan batuk yang sesuai, cairan fisiologis tidak boleh lebih dari 50%
efektif steril. Berikan oksigen 100% diameter jalan napas untuk
5. Tidak adalagi sebelum dilakukan mencegah hipoksia
penumpukan sekret pada penghisapan dengan
saluran pernapasan ambubag (hiperventilasi)
6. Frekuensi napas: 16-20 4. Anjurkan klien mengenai 4. Batuk yang efektif dapat
kali per menit teknik batuk selama mengeluarkan sekret dari jalan
penghisapan seperti; waktu napas
bernapas panjang, batuk
kuat, bersin jika ada indikasi
5. Antur posisi klien secara 5. Mengurangi pengeluaran
teratur (tiap 2 jam) sekret dan ventilasi segmen
paru-paru, mengurangi risiko
atelektasis
58

6. Berikan minum hangat jika 6. Membantu mengencerkan


keadaan memungkinkan sekret, mempermudah
pengeluaran sekret
7. Jelaskan kepada klien 7. Pengetahuan yang diharapkan
tentang kegunaan batuk akan membantu
yang efektif dan mengapa mengembangkan kepatuhan
terdapat penumpukan sekret klien terhadap rencana
disaluran pernapasan terapeutik
8. Ajarkan klien tentang 8. Batuk yang tidak terkoontrol
metode tepat mengontrol adalah melelahkan dan tidak
batuk efektif, meneybabkan frustasi
9. Napas dalam dan perlahan 9. Memungkinkan ekspansi paru
saat duduk setegak mungkin lebih luas
10. Lakukan pernapasan 10. Pernapasan adanya
diagfragma diagfragma menurunkan
frekuensi napas dan
meningkatkan ventilasi alveolar
11. Tahan napas selama 3-5 11. Meningkatkan volume udara
detik kemudian secara dalam paru mempermudah
perlahan-lahan, keluarkan pengeluaran sekresi sekret
sebanyak mungkin dari
mulut
59

12. Lakukan napas kedua, 12. Pengkajian ini membantu


tahan, dan batukkan dari mengevaluasi keefektifan
dada dengan melakukan 2 upaya batuk klien
betuk pendek dan kuat
13. Auskultasi paru sebelum dan 13. Sekresi kental sulit untuk dan
sesudah batuk dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada
atelektasis
14. Dorong atau berikan 14. Higiene mulut yang baik
perawatan mulut yang baik meningkatkan rasa
setelah batuk kesejahteraan dan mencegah
bau mulut
15. Lakukan fisioterapi dada 15. Mengatur ventilasi segmen
sesuai indikasi, seperti paru-paru dan pengeluaran
postural drainage, sekret
perkusi/penepukan
16. Kolaborasi pemberian obat 16. Mengatur ventilasi dan
bronkodilator sesuai indikasi, melepaskan sekret karena
seperti aminopilin, meta- relaksasi otot broncospasme
proterenol sulfat (alupent),
adoetharine hydrocoloid
(bronkosol)
60

Hambatan mobilita fisik Dalam waktu 2 × 24 jam klien 1. Kaji mobilitas yang ada dan 1. Mengetahui tingkat
4
yang berhubungan dengan mampu melaksanakan observasi terhadap kemampuan klien dalam
hemiparese atau aktivitas fisik sesuai dengan peningkatan kerusakan. Kaji melakukan aktivitas
hemiflagia, kelemahan kemampuannya. Dengan secara teratur fungsi motorik
muskular pada ekstremitas kritera hasil: 2. Lakukan program latihan 2. Meningkatkan koordinasi dan
1. Klien dapat ikut serta meningkatkan kekuatan otot ketangkasan, menurunkan
dalam program latihan kekakuan otot, dan mencegah
2. Tidak terjadi kontraktur kontraktur bila otot tidak
sendi digunakan
3. Bertambahnya kekuatan 3. Lakukan latihan postural 3. Latihan postural untuk
otot melawan kecenderungan
4. Klien menunjukan tindakan kepala dan leher tertarik ke
untuk meningkatikan depan dan ke bawah
mobilitas 4. Ubah posisi klien setiap 2 4. Mencegah terjadinya luka
jam tekan akibat tidur terlalu lama
pada satu sisi sehingga
jaringan yang tertekan akan
kekurangan oksigen
5. Anjurkan mandi hangat dan 5. Mandi hangan dan masase
masase otot membantu otot-otot rileks pada
aktivitas pasif dan aktif serta
mengurangi nyeri otot akibat
61

spasme yang mengakibatkan


kekakuan
6. Bantu klien melakukan 6. Untuk memelihara fleksibilitas
latihan ROM, perawatan diri sendi sesuai kemampuan
sesuai toleransi
7. Kolaborasi dengan ahli 7. Peningkatan kemampuan
fisioterapi untuk latihan fisik dalam mobilitas ekstremitas
klien dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dan fisioterapi
1. Pertahankan tirah baring 1. Minimalkan rangsang nyeri
5 Resiko tinggi terhadap Dalam waktu 3 × 24 jam risiko
yang sesuai pada klien akibat gesekan antara fragmen
terjadinya cidera/jatuh trauma tidak terjadi. Dengan
tulang dengan jaringan lunak di
yang berhubungan dengan kriteria hasil:
sekitarnya
penurunan kesadaran, 1. Klien mau
2. Minimalkan efek mobilitas 2. Oleh karena itu penurunan
gelisah, kejang. berpartisipasi terhadap
aktivitas fisik dan imobilisasi
pencegahan trauma
sering terjadi pada stroke
2. Dekubitus tidak terjadi
3. Pasang pagar tempat tidur 3. Pagar tempat tidur melindungi
3. Kontarktur sendi tidak
klien dengan hemiplegia
terjadi, klien tidak jatuh
terjatuh dari tempat tidur
dari tempat tidur
4. Gunakan cahaya yang 4. Klien dengan gangguan
cukup sensasi risiko trauma.
Gangguan visual meningkatkan
62

risiko klien dengan hemiplegia


mengalami trauma
5. Evaluasi tanda gejala 5. Meningkatkan perkembangan
perluasan cedera (seperti masalah klien
peningkatan nyeri, edema,
kelemahan)

Modifikasi pencegahan cedera :

6. Untuk menghindari risiko


6. Modifikasi lingkungan
cedera pada klien karena
lingkungan yang tidak
mendukung (misal lantai licin)
7. Latihan yang teratur setiap hari
7. Ajarkan teknik latihan
dapatmenguatkan otot dan
menghindari kontraktur sendi
8. Telapak kaki 90o dapat
8. Pertahankan sendi 90o
mencegah footdrop
terhadap papan kaki
1. Anjurkan untuk melakukan 1. Meningkatkan aliran darah
6 Resiko gangguan Dalam waktu 3 × 24 jam klien
latihan ROM dan mobilisasi kesemua daerah
integritas kulit yang mampu mempertahankan
jika mungkin
berhubungan dengan tirah keutuhan kulit. Dengan kriteria
2. Ubah posisi setiap 2 jam 2. Menghindari tekanan dan
63

baring lama. hasil: meningkatkan aliran darah


1. Klien mau berpartisispasi 3. Gunakan bantal air atau 3. Menghindari tekanan yang
terhadap pencegahan luka pengganjal yang lunak berlebih pada daerah yang
2. Mengetahui penyebab dan dibawah daerah-daerah menonjol
pencegahan luka yang menonjol
3. Tidak ada tanda-tanda 4. Observasi terhadap eritema 4. Hangat dan pelunakan jaringan
kemerahan atau luka dan kepucatan serta palpasi adalah tanda kerusakan
area sekitar terhadap jaringan
kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap mengubah
posisi
5. Jaga kebersihan kulit 5. Mempertahankan keutuhan
seminimal mungkin hindari kulit
trauma, panas terhadap kulit

1. Kaji kemampuan dan tingkat 1. Membantu dalam meng-


7 Defisit perawatan diri yang Dalam waktu 3 × 24 jam terjadi
penurunan dalam melakukan antisipasi dan merencanakan
berhubungan dengan peningkatan prilaku dan
ADL pertemuan kebutuhan individu
kelemahan neuromuskuler, perawatan diri. Dengan kriteria
2. Hindari apa yang tidak dapat 2. Klien dalam keadaan cemas
menurunnya kekuatan dan hasil:
dilakukan klien dan bantu dan tergantung hal ini
kesadaran, kehilangan 1. Klien dapat menunjukan
bila perlu dilakukan untuk mencegah
kontrol otot atau koordinasi perubahan gaya hidup
frustasi dan harga diri klien
ditandai oleh kelemahan untuk kebutuhan merawat
64

untuk ADL, seperti makan, diri 3. Sadarkan tingkah laku/ 3. Klien memerlukan empati,
mandi, mengatur suhu air, 2. Klien mampu melakukan sugesti tindakan pada tetapi perlu mengetahui
melipat atau memakai aktivitas perawatan diri perlindungan kelemahan. perawatan yang konsisten
pakaian. sesuai tingakat Pertahankan dukungan dan dalam menangani klien.
kemampuan pola pikir, izinkan klien Sekaligus meningkatkan harga
3. mengidentifikasi personal melakukan tugas, beri diri, memandirikan klien, dan
yang dapat membantu umpan balik positif untuk menganjurkan klien untuk terus
usahanya mencoba
4. Kaji kemampuan BAK. 4. Ketidakmampuan
Kemampuan menggunakan berkomunikasi dengan perawat
urinal, pispot, antarkan dapat menimbulkan masalah
kekamar mandi bila perlu pengosongan kandung kemih
5. Identifikasi kebiasaan BAB, 5. Meningkatkan latihan dan
anjurkan minum dan dapat mengurangi konstipasi
peningkatan aktivitas
6. Kolaborasi pemberian 6. Pertolongan utama terhadap
supositoria dan pelumas fungsi usu atau defekasi
feses/pencahar.
7. Konsul ke dokter untuk 7. Untuk mengembangkan terapi
terapi okupasi dan melengkapi kebutuhan
klien
1. Kaji tipe disfungsi misalnya 1. Membantu menentukan
8 Kerusakan komunikasi Dalam waktu 2 × 24 jam klien
65

verbal yang berhubungan dapat menunjukan pengertian klien tidak mengerti tentang kerusakan pada otak dan
dengan efek dari terhadap masalah komunikasi, kata-kata atau masalah menentukan kesulitan klien
karusakan pada area mampu mengekspresikan bicara atau tidak mengerti dengan sebagian atau seluruh
bicara di hemisfer otak, persaannya, mampu bahasa sendiri komunikasi
kehilangan kontrol tonus menggunakan bahasa isyarat. 2. Bedakan afasia dengan 2. Dapat menentukan pilihan
otot fasial atau oral dan Dengan kriteria hasil: disartia intervensi yang sesuai
kelemahan secara umum. 1. Terciptanya suatu 3. Lakukan metode percakapan 3. Klien dapat kehilangan
komunikasi dimana yang baik dan lengkap, beri kemampuan untuk memonitor
kebutuhan klien dapat kesempatan klien untuk ucapannya, komunikasinya se-
terpenuhi klarifikasi cara tidak sadar, dengan
2. Klien mampu merspons melengkapi dapat merealisasi-
setiap berkomunikasi kan pengertian klien dapat
secara verbal maupun mengklarifikasi percakapan
isyarat 4. Untuk menguji afasie ekspresif,
4. Perintahkan klien untuk misalnya dapat mengenal
menyebutkan nama suatu benda tersebut tetapi tidak
benda yang diperlihatkan mampu menyebut namanya
5. Untuk kenyamanan klien
5. Beri peringatan bahwa klien berhubungan dengan ketidak-
mangalami gangguan mampuan berkomunikasi
berbicara, beri bel bila perlu 6. Memberi komunikasi dasar
6. Pilih metode komunikasi sesuai dengan kondisi individu
66

alternatif misal menulis di-


papan tulis, menggambar
dan mendemostrasikan de-
ngan gerakan tangan
7. Antisipasi dan batu 7. Membantu menurunkan
kebutuhan klien frustasi karena ketergantungan
atau ketidakmampuan ber-
komunikasi
8. Ucapkan langsung kepada 8. Mengurangi kebingungan atau
klien berbicara pelan dan kecemasan terhadap ba-
tenang, gunakan pertanyaan nyaknya informasi, memajukan
dengan jawaban “ya” atau stimulasi komunikasi ingatan
“tidak” dan perhatikan dengan kata-kata
respon klien
9. Perhatikan percakapan klien 9. Memungkinkan klien dihargai
dan hindari berbicara karena kemampuan intelektual
sepihak klien masih baik
10. Kolaborasi untuk konsul 10. Mengkaji kemampuan verbal
dengan ahli terapi bicara individual dari sensori motorik
serta fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit dan
kebutuhan terapi
67

1. Evaluasi makanan klien 1. Klien mengalami kesulitan


9 Resiko perubahan nutrisi Dalam wakrtu 3 × 24 jam
menelan, klien beresiko
kurang dari kebutuhan kebutuhan nutrisi klien dapat
aspirasi akibat penurunan
yang berhubungan dengan terpenuhi. Dengan kriteria
refleks batuk
kelemahan otot hasil:
2. Observasi/timbang berat 2. Tanda kehilangan berat badan
mengunyah dan menelan. 1. Mengerti tentang fungsinya
badan jika memungkinkan (7-10%) dan kekurangan intake
nutrisi bagi tubuh
nutrisi menunjang terjadinya
2. Makanan yang disediakan
masalah katabolisme
sesuai kebutuhan nutrisi
3. Manajemen mencapai 3. Meningkatkan kemampuan
habis
kemampuan menelan: klien dalam menelan dan dapat
3. Berat badan dalam batas
a. makan setengah padat membantu pemenuhan nutrisi
maksimal
dengan sedikit air klien via oral. Tujuan lain
memudahakan untuk adalah mencegah terjadinya
ditelan kelelahan, memudahkan
b. klien dianjurkan untuk masuknya makanan, dan
menelan secara mencegah gangguan pada
berurutan lambung
c. klien diajarkan untuk
meletakan makanan
diatas lidah, menutup
bibir dan gigi, kemudian
menelan
68

d. klien dianjurkan untuk


menahan keplaa tetap
tegak untuk mengontrol
saliva jika
memungkinkan
e. masase otot wajah dan
leher sebelum makan
f. berikan makanan kecil
dan lunak

4. Monitor pemakaian alat 4. Pemanas elektrik digunakan


bantu untuk menjaga makanan tetap
hangat dan klien diizinkan
untuk istirahat selama waktu
yang ditetapkan untuk makan,
alat-alat khusus juga
membantu makan
5. Kaji fungsi sistem 5. Fungsi gastrointestinal sangat
gastrointestinal, yang penting untuk memasukan
meliputi bising usus, catat makanan. Ventilator dapat
terjadi perubahan pada menyebabkan kembung pada
lambug seperti mual, dan lambung
69

muntah. Observasi
perubahan pergerakan usus
6. Anjurkan pemberian cairan 6. Mencegah terjadinya dehidrasi
2.500 cc/hari selama tidak akibat penggunaan ventilator
terjadi gangguan jantung
7. Lakukan pemeriksaan 7. Memberikan informasi yang
laboratorium yang tepat tentang keadaan nutrisi
diindikasikan seperti: serum yang dibutuhkan klien
transferin, kreasinin, dan
glukosa
1. Kaji perubahan dari 1. Menentukan bantuan individual
10 Gangguan konsep diri citra Citra diri klien meningkat.
gangguan persepsi dan dalam menyusun rencana
tubuh berhbungan dengan Dengan kriteria hasil:
hubungan dengan derajat perawatan atau pemeliharaan
penurunan sensori, 1. Mampu menyatakan atau
ketidakmampuan intervensi
penurunan penglihatan. mengkomunikasikan
2. Identifikasi arti dari 2. Beberapa klien dapat
dengan orang terdekat
kehilangan atau disfungsi menerima dan mengatur
tentang situasi dan per-
pada klien perubahan sedangkan yang
ubahan yang sedang
lain mempunyai kesulitan
terjadi
membandingkan, mengenal
2. Mampu menyatakan pe-
dan mengatur kekurangnnya
nerimaan diri terhadap
3. Bantu dan ajarkan 3. Membantu meningkatkna
situasi
perawatan yang baik dan perasaan harga diri dan
3. Mengakui dan mengga-
70

bungkan perubahan ke memperbaiki kebiasaan mengontrol lebih dari satu area


dalam konsep diri dengan kehidupan
cara yang akurat tanpa 4. Anjurkan orang terdekat 4. Menghidupkan kembali
harga diri yang negatif untuk mengizinkan klien perasaan kemandirian dan
melakukan sebanyak- membantu perkembangan
bayaknya hal untuk dirinya harga diri
sesuai keadaan
5. Dukung perilaku atau usaha 5. Klien dapat beradaptasi
seperti peningkatan minat terhadap perubahan dan
atau partisipasi dalam pengertian tentang peran
aktivitas perawatan individu masa datang
6. Kolaborasi untuk merujuk 6. Dapat memfasilitai perubahan
pada ahli neuropsikologi jika peran yang penting untuk
ada indikasi perkembangan perasaan
1. Tentukan kondisi patologis 1. Untik mengetahui tipe dan
11 Gangguan persepsi Dalam waktu 3 × 24 jam
klien lokasi yang mengalami
sensori yang berhubungan diharapkan gangguan sensori
2. Kaji gangguan penglihatan 2. Untuk mempelajari kendala
dengan penurunan teratasi atau meningkatnya
terhadap perubahan yang berhubungan dengan
sensori, penurunan persepsi sensorik secara
persepsi disorientasi klien
penglihatan. optimal. Dengan kriteria hasil:
3. Latih klien untuk melihat 3. Agar klien tidak kebingungan
1. Adanya perubahan
suatu obyek dengan telaten dan lebih berkonsentrasi
kemampuan yang nyata
dan seksama
2. Tidak terjadi disorientasi
71

waktu, tempat, orang 4. Berbicaralah dengan klien 4. Memfokuskan perhatian klien,


secara tenang dan gunakan sehingga setiap masalah dapat
kalimat-kalimat pendek dimengerti
5. Tentukan ketajaman 5. Penemuan dan penanganan
penglihatan, kemudian catat awal komplikasi dapat
apakah satu atau dua mata mengurangi risiko kerusakan
terlibat. Observasi tanda- lebih lanjut
tanda disorientasi
6. Orientasikan klien terhadap 6. Meningkatkan keamanan
lingkungan mobilitas dalam lingkungan
7. Letakan barang yang 7. Komunikasi yang disampaikan
dibutuhkan/posisi bel dapat lebih mudah diterima
pemanggil dalam jangkuan dengan jelas
1. Berikan penjelasan kepada 1. Klien dan keluarga akan
12 Gangguan eliminasi alvi Dalam waktu 3 × 24 jam klien
klien dan keluarga tentang mengerti tentang penyebab
(konstipasi) yang tidak mengalami konstipasi.
penyebab konstipasi konstipasi
berhubungan dengan Dengan kriteria hasil:
2. Auskultasi bising usus, catat 2. Bising usus menandakan sifat
imobilisasi, asupan cairan 1. Klien dapat defekasi
lokasi dan karakteristiknya aktivitas peristaltik
tidak adekuat. secara spontan dan lancar
3. Anjurkan pada klien untuk 3. Diet seimbang tinggi serat
tanpa menggunakan obat
memakan makanan yang merangsang peristaltik dan
2. Konsistensi feses lembek
mengandung serat eliminasi reguler
berbentuk
4. Bila klien mampu minum, 4. Masukan cairan yang adekuat
3. Tidak teraba masa pada
72

kolon (scibala) berikan intake cairan yang membantu mempertahankan


4. Bising usus normal (15-30 cukup (2 liter per hari) jika konsistensi feses yang sesuai
×/menit tidak ada kontraindikasi pada usus dan membantu
eliminasi reguler
5. Lakukan mobilisasi sesuai 5. Aktivitas fisik reguler mem-
dengan keadilan klien bantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus otot ab-
domen dan merangsang nafsu
makan peristaltik
6. Kolaborasi dengan tim 6. Pelunak feses meningkatkan
dokter untuk pemberian efisiensi pembasahan air usus,
pelunak feses (laxatif, yang melunakanmasa feses
suppositoria, enema) dan membantu eliminasi
1. Kaji pola berkemih, dan catat 1. Mengetahui fungsi ginjal
13 Gangguan eliminasi urin Dalam waktu 2 × 24 jam pola
produksi urine tiap 6 jam
(ikontinensia urine) yang eliminasi optimal sesuai
2. Palpasi kemungkinan 2. Menilai perubahan akibat dari
berhubungan dengan kondisi klien. Dengan kriteria
adanya distensi kandung ikontinensia
disfungsi saluran kemih. hasil :
kemih
1. Produksi urin 50 cc/jam
3. Anjurkan untuk minum 3. Membantu mempertahankan
2. Klien dapat melakukan
2.000cc/hari fungsi ginjal
eliminasi dengan atau
4. Pasang well kateter 4. Membantu proses pengeluaran
tanpa menggunakan
urine
kateter
73

5. Lakukan bladder training 5. Membantu peningkatan


kemampuan dari pola eliminasi
urine pada klien dengan
gangguan komunikasi eliminai
urine
Resiko penurunan Dalam 1 × 24 jam kebutuhan 1. Kaji adanya indikasi 1. Bagi klien mendapatkan nilai
14
pelaksanaan ibadah spiritual terpenuhi. Dengan ketaatan dalam beragama tinggi pada do’a atau praktik
spiritual yang berhubungan kriteria hasil: spiritual lainnya praktek ini
dengan kelemahan 1. Klien melaksanakan ritual dapat memberikan arti dan
neuromakular pada ibadah sesuai toleransi tujuan serta dapat menjadi
ekstremitas. 2. Berdoa sesuai keyakinan sumber kenyamanan dan
3. Koping mekanisme efektif kekuatan
2. Bila klien mengizinkan 2. Meskipun klien yang tidak
tawarkan untuk berdoa menganut agama atau
bersama klien keyakinan yang sama, perawat
dapat membantu memenuhi
kebutuhan spiritualnya
3. Kaji sumber-sumber harapan 3. Mengetahui sumber koping
klien dan kekuatan klien mekanisme klien
memungkinkan perawat
memberikan intervensi
4. Ekspresikan pengertian dan 4. Menunjukan sikap tak menilai
74

penerimaan anda tentang dapat membantu mengurangi


pentingnya keyakinan dan kesulitan klien dapat
praktik religius atau spiritual mengekspresikan keyakinan
klien dan praktiknya
5. Berikan privasi ketenangan 5. Privasi dan ketenangan
dan waktu bagi klien untuk memberikan lingkungan yang
melaksanakan praktik memudahkan refresi dari
keagamaan perenungan bagi klien
6. Libatkan keluarga sebagai 6. Saling berbagi memungkinkan
support system perawat untuk mengidentifikasi
kekuatan dan kekhawatiran
yang dirasakan
Sumber : Arif Muttaqin, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan,2012
75

5. Tindakan Keperawatan ( Implementasi )

a. Pengertian tindakan keperawatan (implementasi)

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai tujuan

yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi

disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah

membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang

mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan, dan memfasilitasi koping. (Nursalam, 2011).

b. Tahap-tahap tindakan keperawatan

Ada 3 tahap tindakan keperawatan yaitu :

1) Tahap 1 : Persiapan

Persiapan ini meliputi kegiatan-kegiatan :

a) Review antisipasi tindakan keperawatan

b) Menganalisis pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan

c) Mengetahui yang mungkin timbul

d) Mempersiapkan peralatan yang diperlukan

e) Mempersiap-kan lingkungan yang kondusif

f) Mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik

2) Tahap 2 : Intervensi

Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan berdasarkan

kewenangan dan tanggung jawab secara profesional antara lain

adalah :
76

a) Independent

Suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk

dan perintah dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

Tipe tindakan independent keperawatan dapat dikategorikan

menjadi 4 yaitu:

(1) Tindakan diagnostik

Tindakan yang digunakan pada saat pengkajian

(pengimpulan data) dan digunakan untuk menegakan suatu

diagnosis keperawatan.

(2) Tindakan terapeutik

Tindakan untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi

masalah klien.

(3) Tindakan edukatif

Tindakan untuk merubah perilaku klien melalui promosi

kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada klien.

(4) Tindakan merujuk

Tindakan kerja sama dengan tim kesehatan lainnya.

Tindakan ini lebih ditekankan pada kemampuan perawat

dalam mengambil suatu keputusan klinik tentang keadaan

klien dan kemampuan perawat untuk bekerja sama dengan

profesi kesehatan lainnya.

b) Interdependent

Kegiatan yang memerlukan suartu kerja sama dengan tenaga

kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi

dan dokter.
77

c) Dependent

Pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan tersebut

menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilakukan.

3) Tahap 3 : Dokumentasi

Implementasi asuhan keperawatan harus diikuti oleh

pendokumentasian yang lengkap dan akurat terhadap suatu

kejadian yang terjadi dalam proses keperawatan. (Setiadi, 2012)

6. Evaluasi Keperawatan

a. Pengertian evaluasi keperawatan

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien,

keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. (Setiadi, 2012)

b. Tujuan evaluasi

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam

mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respons klien

terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat

mengambil keputusan :

1) Mengambil rencana asuhan keperawatan (jika klien telah mencapai

tujuan yang ditetapkan).

2) Memodifikasi rencana asuhan keperawatan (jika klien mengalami

kesulitan untuk mencapai tujuan).

3) Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan

waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan). (Nursalam, 2011).


78

c. Proses evaluasi

Proses evaluasi terdiri dari dua tahap, yaitu mengukur pencapaian

tujuan klien dan membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria

hasil sesuai tujuan.

d. Penentuan keputusan pada tahap evaluasi

Ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap ini, yaitu :

1) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan sehingga

mungkin dihentikan.

2) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan sehingga

perlu penambahan waktu, resources, dan intervesi sebelum tujuan

berhasil.

3) Klien dapat mencapai hasil yang telah ditentukan sehingga perlu :

a) Mengkaji ulang masalah atau respons yang lebih akurat

b) Membuat outcome baru, mungkin outcome pertama tidak

realistis atau mungkin klien tidak menghendaki terhadap tujuan

yang disusun oleh perawat.

c) Intervensi keperawatan harus dievaluasi dalam hal ketepatan

untuk mencapai tujuan sebelumnya. (Setiadi, 2012).

e. Jenis evaluasi

Evaluasi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu :

1) Evaluasi proses/berjalan (formatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan

perkembangan dengan berorientasikepada masalah yang dialami

oleh klien.

Format yang dipakai adalah format SOAP


79

2) Evaluasi akhir/hasil (sumatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara

tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara

keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu

ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah atau rencana

yang perlu dimodifikasi.

Format yang digunakan adalah SOAPIER.

a) S = Subjektif

Adalah perkembangan keadaan yang diarasakan, dikeluhkan

dan dikemukakan klien.

b) O = Objektif

Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau

tim kesehatan lain.

c) A = Analisis

Penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun objektif)

apakah perkembangan kearah perbaikan atau kemunduran.

d) P = Perencanaan

Rencana penanganan klien yang didasarkan pada hasil analisis

diatas yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya

apabila keadaan atau masalah belum teratasi. (Setiadi, 2012).

e) I = Implementasi

Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.


80

f) E = Evaluasi

Yaitu penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan

evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah klien

teratasi.

g) R = Reassesment

Bila hasil evluasi menunjukan masalah belum teratasi,

pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses

pengumpulan data subjektif, objektif, dan proses analisisnya.

(Setiadi, 2012).

7. Perncanaan Pulang (discharge planning)

Perencanaan pasien pulang ( NANDA, 2013)

a. Mencegah terjadinya luka dikulit akibat tekanan

b. Mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi

c. Memulai latihan dengan mengaktifkan batang tubuh atau torso

d. Mengontrol faktor resiko stroke

e. Kelola stres dengan baik

f. Mengetahui tanda dan gejala stroke

C. LANDASAN HUKUM

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka

mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebaai salah satu unsur

kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945.
81

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

nasional, dalam Undang-Undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan

ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan

sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

ekonomi. Sedangkan dalam Konstitusi Organisasi Sedunia (WHO) tahun 1948

desepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya adalah suatu hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa

membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya.

Hakikat pembangunan nasional adalah menciptakan manusia seutuhnya

serta membangun seluruh masyarakat indonesia menuju masyrakat adil dan

makmur berdasarkan pancasila dan undang-undang no. 25 tahun 2000 tentang

program pembangunan nasional. Sedangkan salah satu misi pembangunan

kesehatan tahun 2015 yaitu memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan

yang bermutu, merata dan terjangkau (Depkes RI, 2015).

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui

penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk etik, dan moral tinggi.

Mengenai keperawatan diatur secara komprehensif dalam peraturan perundang-

undangan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada

perawat dan masyarakat yaitu undang-undang Republik Indonesia Nomor 38

tahun 2014 tentang keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai