Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Leukopenia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-
sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh
yang lain (Mansjoer, 2002).

Penyakit kanker darah menduduki peringkat tertinggi kanker pada anak. Namun,
penanganan kanker pada anak di Indonesia masih lambat. Itulah sebabnya lebih dari 60%
anak penderita kanker yang ditangani secara medis sudah memasuki stadium lanjut.
Pengobatan penyakit leukemia memerlukan waktu yang lama. Paling cepat lima tahun,
bahkan bisa lebih, apalagi jika saat ditemukan penyakitnya sudah mencapai stadium tiga.
Pengobatannya sendiri merupakan kombinasi antara operasi, radioterapi, dan kemoterapi.
Jadi, tidak berbeda dengan pengobatan kanker pada orang dewasa.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menetapkan beberapa rumusan
masalah, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian leukopenia ?
2. Apa etiologi leukopenia ?
3. Apa tanda dan gejala leukopenia ?
4. Bagaimana patofisiologi leukopenia ?
5. Bagaimana pengobatan leukopenia ?
6. Bagaimana pencegahan leukopenia ?
7. Bagaimana pathway leukopenia dan leukemia ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien leukopenia dan leukemia ?

1.3 Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah di atas, penulis dapat merumuskan tujuan
penulisan dari makalah ini, di antaranya:

1
1. untuk mengetahui pengertian leukopenia;
2. untuk mengetahui etiologi leukopenia;
3. untuk mengetahui tanda dan gejala leukopenia;
4. untuk mengetahui patofisiologi leukopenia;
5. untuk mengetahui pengobatan leukopenia;
6. untuk mengetahui pencegahan leukopenia;
7. untuk mengetahui pathway leukopenia;
8. untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien leukopenia.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

2
Leukopenia berasal dari kata leukosit yang ditambah dengan akhiran penia
(dalam bahasa Yunani, penia berarti kemiskinan). Jadi leukopenia adalah suatu keadaan
berkurangnya jumlah leukosit dalam darah, yaitu kurang dari atau sama dengan 5000 /
mm3. (Dorland,1994)

Leukopenia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-
sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh
yang lain (Mansjoer, 2002). Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
leukopenia adalah suatu kondisi klinis di mana sumsum tulang memproduksi sangat
sedikit sel darah putih pada sirkulasi perifer, yaitu kurang dari atau sama dengan 5000
leukosit/mm3.

2.2 Etiologi

Infeksi virus (virus onkogenik) dan sepsis bakterial yang berlebihan dapat
menyebabkan leukopenia.

Dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:

a. Faktor eksogen
 Radiasi berlebih terhadap Sinar x, sinar radioaktif.
 Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti
neoplastic agen).
 Penyebab tersering adalah keracunan obat seperti fenotiazin (yang paling
sering), begitu juga clozapine yang merupakan suatu neuroleptika atipikal.
Obat antitiroid, sulfonamide, fenilbutazon, dan chloramphenicol juga dapat
menyebabkan leukopenia.
 Kemoterapi untuk pengobatan keganasan hematologi atau untuk keganasan
lainnya, analgetik dan antihistamin jika sering serta makin banyak
digunakan.
b. Faktor endogen
 Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam).
 Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom
Down).
 Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).

2.3 Klasifikasi Leukopenia

3
Klasifikasi leukopenia didasarkan atas penyebabnya, yaitu

1. Neutropenia
Penyebabnya karena infeksi virus, campak, demam thypoid toksin, rickettsia dari
tifus, faktor fisik (radiasi pengion), obat-obatan (sulfanilamides, barbiturat,
cytostaties), bensol, kekurangan vitamin B12, asam folat, anafilaksis shock,
hypersplenism, juga karena kelainan genetik.
2. Eosinopenia
Penyebabnya yaitu meningkatnya kadar stres, syndrom Cushing, kortikosteroid,
penyakit menular, corticotrophin dan kortison.
3. Limfopenia
Penyebabnya karena faktor keturunan dan immunodeficiency, stres, radiasi
penyakit, tuberkulosis militer.
4. Monocytopenia
Penyebabnya karena batang myeloid tertekan ditembak dari sumsum tulang
hemopoiesis (misalnya, dalam penyakit radiasi, kondisi septik parah, dan
agranulocytosis).

2.4 Manifestasi Klinis

Indikator yang paling umum dari leukopenia adalah neutropenia (pengurangan


jumlah neutrofil dalam leukosit). Jumlah neutrofil juga dapat menjadi indikator yang
paling umum dari risiko infeksi. Jika leukopenia ringan, orang tidak akan menunjukkan
gejala apapun, hanya dalam kasus yang berat gejala mulai muncul.

Tanda dan gejala leucopenia yaitu :

1. Pasien tidak menunjukkan gejala sampai terjadi infeksi.


2. Pilek tak sembuh-sembuh.
3. Pucat, lesu, mudah terstimulasi.
4. Demam dengan ulserasi merupakan keluhan yang tersering.
5. Anoreksia, mual, muntah.
6. Rasa malaise umum ( rasa tidak enak, pusing).
7. Berat badan menurun.
8. Perdarahan gusi, memar tanpa sebab.
9. Nyeri tulang dan persendian.
10. Nyeri abdomen.
11. Nyeri kepala.
12. Tukak pada membran mukosa
13. Takikardi
14. Disfagia

Jika leukopenia telah masuk ke tahap berat, gejala klinis yang biasa muncul :

4
a) Anemia, yaitu penurunan jumlah sel darah merah dan hemoglobin.
b) Menorrhaggia, yaitu perdarahan yang berat dan berkepanjangan saat periode
menstruasi.
c) Metrorrhaggia, yaitu perdarahan dari rahim, tetapi bukan karena menstruasi dan hal
ini merupakan indikasi dari beberapa infeksi.
d) Neurasthenia, yaitu kondisi yang ditandai oleh kelelahan, sakit kepala, dan
mengganggu keseimbangan emosional.
e) Trombositopenia, yaitu penurunan jumlah trombosit yang abnormal dalam darah.
f) Stomatitis, yaitu suatu peradangan pada lapisan mukosa struktur di dalam mulut,
seperti pipi, gusi, lidah, bibir, dan lain-lain.
g) Pneumonia, yaitu peradangan yang terjadi di paru-paru karena kongesti virus atau
bakteri.
h) Abses hati, yaitu jenis infeksi bakteri yang terdapat dalam hati. Hal ini relative jarang
terjadi tetapi fatal akibatnya jika tidak ditangani.
i) Kelelahan, sakit kepala, dan demam adalah gejala yang sering terjadi. Selain itu
pasien juga mengalami hot flashes, rentan terhadap berbagai infeksi, ulkus oral, dan
mudah marah.

2.5 Patofisiologi Leukopenia

Leucopenia terjadi karena berawal dari berbagai macam penyebab. Berikut ini
akan dijelaskan patofisilogi penyakit leukopenia.

Radiasi sinar X dan sinar ‫( ل‬gamma) yang berlebihan serta penggunaan obat -
obatan yang berlebihan, akan menyebabkan kerusakan sumsum tulang. Dengan rusaknya
sumsum tulang, maka kemampuan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah
(eritrosit, leukosit, dan trombosit) pun menurun (dalam kasus ini dikhususkan leukosit
yang mengalami penurunan). Kondisi tersebut akhirnya akan mengakibatkan neutropenia
(produksi neutrofil menurun), monositopenia (produksi monosit menurun), dan
eosinopenia (produksi eosinofil menurun). Selain itu, jika seseorang mengidap penyakit
immunodefisiensi, seperti HIV AIDS, maka virus HIV akan menyerang CD4 yang
terdapat di limfosit T dalam sirkulasi perifer. Kondisi ini akan menyebabkan limfosit
hancur sehingga mengalami penurunan jumlah, yang disebut dengan limfopenia.

Oleh karena penyebab-penyebab di atas yang berujung pada menurunnya jumlah


komponen-komponen leukosit (neutropenia, eosinopenia, monositopenia, limfopenia)
maka terjadilah leukopenia.

5
Patofisiologi terjadinya penyakit

Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang
dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan
jumlah leukosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ
menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri
tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan
jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi,
epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan
makanan.

2.6 Komplikasi dan Prognosis

a) Anemia,
Penurunan jumlah sel darah merah dan hemoglobin.
b) Menorrhaggia,
Perdarahan yang berat dan berkepanjangan saat periode menstruasi.
c) Metrorrhaggia,
Perdarahan dari rahim, tetapi bukan karena menstruasi dan hal ini merupakan indikasi
dari beberapa infeksi.
d) Neurasthenia,
Kondisi yang ditandai oleh kelelahan, sakit kepala, dan mengganggu keseimbangan
emosional.
e) Trombositopenia
Penurunan jumlah trombosit yang abnormal dalam darah.
f) Stomatitis,
Suatu peradangan pada lapisan mukosa struktur di dalam mulut, seperti pipi, gusi, lidah,
bibir, dan lain-lain.
g) Pneumonia,
Peradangan yang terjadi di paru-paru karena kongesti virus atau bakteri.
h) Abses hati,
Terjadi infeksi bakteri yang terdapat dalam hati. Hal ini relative jarang terjadi tetapi fatal
akibatnya jika tidak ditangani.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik

6
1. Pemeriksaan labolatorium
- Dilakukan pemeriksaan sel darah lengkap (CBC), termasuk manual
diferensial dalam kasus mengevaluasi leukopenia. Hati-hati terhadap
evaluasi noda darah perifer yang memberikan informasi tentang sel darah
merah (RBC) dan morfologi trombosit.
- Pemeriksaan sumsum tulang dan biopsi sampel dengan teknik sitometri
arus.
- Pemeriksaan microbiologic cultur darah, luka, dan cairan tubuh dapat
dilihat pada pasien demam.
- Pengujian antibodi antineutrophil harus dilakukan pada pasien dengan
riwayat autoimun sugestif dari neutropenia dan pada mereka yang tidak
jelas penyebab leukopenia.
- Dalam bawaan neutropenia dan neutropenia siklik, analisis genetik harus
dilakukan.
2. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum.
3. Pemeriksaan pungsi lumbal pengambilan cairan Bone Merrow
4. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel
kanker ke organ tersebut.
2.8 Pemeriksaan fisik
 Inspeksi: kelemahan, pucat, turgor kulit kering, adanya infeksi / mudah
terkena infeksi (jika adanya luka), adanya luka yang menandakan kelemahan
imun tubuh (sariawan/ stomatitis), nafas cepat dan dangkal.
 Palpasi: Adanya nyeri tekan pada area yang sakit dan teraba panas, suhu
tubuh menunjukkan peningkatan.
 Auskultasi : ditemukan ronchi.
2.9 Pengobatan
a. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
b. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
c. Sitostatika.
Selain sitostatika yang lama (6 - merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya.
d. Prednisone.
Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat efek samping berupa alopesia,
stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih
berhati-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
7
e. Infeksi sekunder dihindarkan.
f. Imunoterapi.
Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan
yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae
bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya
tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia
yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang
spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan
sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.

Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan


masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai
pola dasar pengobatan sebagai berikut:

1. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat
tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast
dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi
yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis
biasa.
4. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap
3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14
hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia
meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah
leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada
reinduksi.

6. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan
dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

8
2.10 Pencegahan

Cara paling efektif untuk menangani leukopenia adalah dengan mengatasi


penyebabnya (simptomatik). Belum ada pola makan atau diet yang berhubungan untuk
menambah jumlah sel darah putih. Setiap obat yang dicurigai harus dihentikan. Apabila
granulosit sangat rendah pasien harus dilindungi oleh setiap sumber infeksi. Kultur dari
semua orifisium (misal: hidung, mulut) juga darah sangat penting. Dan jika demam harus
ditangani dengan antibiotik sprektrum luas sampai organisme dapat ditemukan. Higiene
mulut juga harus dijaga. Irigasi tenggorokan dengan salin panas dapat dilakukan untuk
menjaga agar tetap bersih dari eksudat nekrotik. Tujuan penanganan, selain pemusnahan
infeksi adalah menghilangkan penyebab depresi sumsum tulang. Fungsi sumsum tulang
akan kembali normal secara spontan (kecuali pada penyakit neoplasma) dalam 2 atau 3
minggu, bila kematian akibat infeksi dapat dicegah.

9
BAB III.

PATHWAY

Imun defisiensi Radiasi sinar X, penggunaan Kompensasi


Spt. HIV dan AIDS obat-obatan yang berlebihan Efek kemoterapi tubuh

Menyerang CD4 Anoreksia, mual,


Disfungsi sum-sum tulang muntah

Limfosit T4 hancur,
S. Pernafasan
leukosit turun
Kebutuhan
Leukosit menurun
nutrisi kurang
Imunitas turun dari kebutuhan
Peradangan pd
jar. paru tubuh
Menurunnya Menurunnya Menurunnya
Infeksi opurtunitas
neutrofil monosit eosinofil
Sesak
S. pencernaan S. integumen
neutropenia Monositopenia eosinopenia
Gg. Infeksi jamur Peradangn
Pertukaran Kulit Menurunkan sistem Resiko
gas pertahanan tubuh infeksi
Peradangan sekunder
mulut Timbul lesi bercak kulit Gatal, nyeri, bersisik

10
Sulit menelan, Kerusakan integritas kulit
Gg. Keb nutrisi krg dr keb tubuh Gangg. Rasa nyaman
mual
BAB IV.

ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian

Ruangan :

Tgl. / Jam MRS : Data disamping tujuannya yaitu untuk


mempermudah dalam melakukan pengenalan
Dx. Medis :
dan pendataan terkait pelayanan yang
nantinya akan diberikan kepada pasien.
No. Reg. :

TGL/Jam Pengkajian :

I. Biodata

A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan :untuk membangun hubungan saling percaya sehingga
mempermudah dalam melakukan asuhan keperawatan

2. Tempat tgl lahir/usia :untuk membantu melakukan pengukuran dosis dalam


pemberian medikasi atau pengobatan.

3. Jenis kelamin :Bisa terjadi pada wanita maupun laki-laki

4. Agama :untuk mengkaji status spiritual sehingga kebutuhan baik


fisik, psikis dan spiritual dapat dipenuhi

5. Pendidikan :tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tindakan


pencegahan terhadap leukopenia oleh penderita.

6. Alamat :untuk mengkaji status lingkungan tempat tinggal yang


mungkin mempengaruhi keadaan sakitnya, seperti radiasi

11
7. Tgl masuk :untuk melihat bagaimana perkembangan status
kesehatannya dari hari ke hari semakin baik atau buruk
selama dilakukan perawatan.

8. Tgl pengkajian :untuk memastikan perkembangan status kesehatan pada


saat itu.

9. Diagnosa medik :untuk mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pasien

10. Rencana terapi : teroid dan vitamin yang diresepkan oleh dokter untuk
mengaktifkan sumsum tulang untuk menghasilkan lebih
banyak sel darah putih. Beberapa terapi seperti terapi
sitokin dan kemoterapi digunakan untuk pengobatan
leukopenia.Identitas Orang tua

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas b.d peradangan pada paru-paru
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d peradangan pada kulit
3. Kerusakan integritas kulit b.d peradangan pada kulit
4. Resiko infeksi b.d penurunan sistem pertahanan tubuh sekunder
5. kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual muntah

4.3 Intervensi

Diagnosa 1:Gangguan pertukaran gas b.d peradangan pada paru-paru

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam masalah gangguan


pertukaran gas pasien teratasi

Kriteria hasil:

1. RR 16-24x/menit
2. pasien tampak tidak sesak
3. nilai AGD dalam batas normal

No Intervensi Rasional

1 Kaji/awasi secara rutin kulit Sianosis mungkin perifer atau sentral


keabu-abuan dan sianosis sentral
dan membrane mukosa.
mengindikasi kan beratnya

12
hipoksemia.

2 Palpasi fremitus Penurunan getaran vibrasi diduga


adanya pengumplan cairan/udara.

Tachicardi, disritmia, dan perubahan


tekanan darah dapat menunjukan
3 Awasi tanda vital dan irama jantung efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.

Dapat memperbaiki atau mencegah


Berikan oksigen tambahan
memburuknya hipoksia.
4 sesuai dengan indikasi

Diagnosa 2:Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d peradangan pada kulit

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien menunjukkan


pengurangan nyeri

Kriteria Hasil:

- Skala nyeri 3
- Kulit tampak tidak merah
- Pasien mengatakan nyerinya berkurang

No Intervensi Rasional

13
1 Lakukan pengkajian nyeri secara Untuk mengetahui penyebab, derjat
komprehensif termasuk lokasi, nyeri, sehingga dapat menentukn
karakteristik, durasi, frekuensi, intervensi selanjutnya
kualitas dan faktor presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari


Nyeri akibat perdangan pada kulit
ketidaknyamanan
2 dapat digambarkan dengan pasien
tampak memegangi area yang sakit

Kontrol lingkungan yang dapat Memberikan suasana relaks dan


mempengaruhi nyeri seperti suhu tenang untuk membantu mengurangi
3 ruangan, pencahayaan dan nyeri
kebisingan

Kolaborasi pemberian analgesik


Membantu mengurangi nyeri dan
dan antiinflamasi
mengobati peradangan pada kulit

Diagnosa 3: Kerusakan integritas kulit b.d peradangan pada kulit

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam pasien menunjukkan perbaikan pada area
kulit

Krteria Hasil:

1. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan


2. pasien melaporkan tidak adanya rasa gatal, nyeri
3. sensasi dan warna kulit normal

No Intervensi Rasional

1 Anjurkan pasien menggunakan Untuk menghindari gesekan

14
pakaian yang longgar sehingga tidak memperparah kondisi
kulit

Untuk menghindari kontaminasi


2 Jaga kebersihan kulit agar tetap
bakteri sehingga tidak memperparah
bersih
kondisi kulit

Warna kulit tampak merah bisa


Monitor kulit akan adanya diakibatkan oleh efek inflamasi
3
kemerahan
tampak memegangi area yang sakit

Kolaborasi dengan ahli gizi terkait


Untuk membantu proses
4 pemberian diet tinggi protein,
penyembuhan dari kerusakan
mineral dan vitamin
integritas kulit

Diagnosa 4 : Resiko infeksi b.d penurunan sistem pertahanan tubuh sekunder

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam pasien tidak menunjukkan


tidak adanya infeksi

Kriteria Hasil:

1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
No Intervensi Rasional

1 Pertahankan teknik aseptif Untuk menghindari adanya


kontaminasi yang menyebabkan
15
adanya infeksi

Mengantisipasi adanya infeksi

2 Monitor tanda dan gejala infeksi


sistemik dan lokal

Meningkatan kebutuhan nutris dan


Tingkatkan intake nutrisi energi sehingga diharapkan daya
3
tahan tubuh meningkat

Mengantisipasi adanya infeksi pada


kulit
Inspeksi kulit dan membran mukosa
4
terhadap kemerahan, panas,
Untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi
Kolaborasi pemberian terapi
5 antibiotik

Diagnosa 5 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia mual, muntah

Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, mual muntah dapat teratasi
sehingga kbutuhan nutrisi klien

Kriteria Hasil:

1. Mual dan muntah berkurang


2. pasien dapat mengahbiskan porsi makannya
No Intervensi Rasional

1 Kaji pola nutrisi klien dan Sebagai data untuk melakukan


perubahan yang terjadi. tindakan keperawatan dan

16
pengobatan selanjutnya

Timbang berat badan klien. Berat badan dapat menunjukkan


perubahan status nutrisi klien
2

Kaji faktor penyebab gangguan Biasanya pada pasien leukopenia


pemenuhan nutrisi terdapat manifestasi klinis kesulitan
3 menelan
Diet porsi kecil dan dalam keadaan
hangat membantu mengurangi mual
Berikan diet dalam kondisi hangat
dan muntah
dan porsi kecil tapi sering

4
Pemberian diet yang tepat akan
membantu pemenuhan nutrisi pasien

4. Kolaborasi dengan tim kesehatan


5 lain dalam penentuan diet klien

4.4 Implementasi

No Diagnosa Implementasi

17
1. Gangguan 1. Telah dikaji atau diawasi secara rutin kulit
pertukaran gas b.d dan membrane mukosa.
2. Telah dilakukan Palpasi fremitus.
peradangan pada
3. Telah diawasi tanda vital dan irama
paru-paru.
jantung.
4. Telah diberikan oksigen tambahan sesuai
dengan indikasi.

2. Gangguan rasa 1. Telah dilakukan pengkajian nyeri secara


nyaman: Nyeri b.d komprehensif termasuk lokasi,
peradangan pada karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
kulit. dan faktor presipitasi.
2. Telah dilakukan observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Telah dilakukan pengontrolan lingkungan
yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
4. Telah dilakukan kolaborasi pemberian
analgesik dan anti inflamasi.

3. Kerusakan integritas 1. Telah dianjurkan pasien menggunakan


kulit b.d peradangan pakaian yang longgar.
2. Telah dijaga kebersihan kulit agar tetap
pada kulit.
bersih.
3. Telah dilakukan monitor kulit akan
adanya kemerahan.
4. Telah dilakukan kolaborasi dengan ahli
gizi terkait pemberian diet tinggi protein.
mineral dan vitamin

4 Resiko infeksi b.d 1. Telah dipertahankan teknik aseptif.


2. Telah dimonitor tanda dan gejala infeksi
penurunan sistem
sistemik dan lokal.
pertahanan tubuh
3. Telah ditingkatkan intake nutrisi.
sekunder. 4. Telah di inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan, panas.
5. Telah dilakukan kolaborasi pemberian

18
terapi antibiotik

5. Ketidakseimbangan 1. Telah dikaji pola nutrisi klien dan


nutrisi kurang dari perubahan yang terjadi.
2. Tlah ditimbang berat badan klien.
kebutuhan tubuh
3. Telah dikaji faktor penyebab gangguan
berhubungan dengan
pemenuhan nutrisi.
anoreksia mual, 4. Telah diberikan diet dalam kondisi hangat
muntah. dan porsi kecil tapi sering.
5. Telah dilakukan kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dalam penentuan diet
klien.

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Leukopenia adalah suatu kondisi klinis di mana sumsum tulang memproduksi sangat
sedikit sel darah putih pada sirkulasi perifer, yaitu kurang dari atau sama dengan 5000
leukosit/mm3. Penyebabnya adalah infeksi virus (virus onkogenik) dan sepsis bakterial
yang berlebihan. Ada beberapa klasifikasinya yaitu neutropenia, eosinopenia, limfopenia
dan monocytopenia. Sedangkan leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat
pembentuk darah. Insiden paling tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 3 dan
5 tahun yaitu ALL (Acute Lymphoid Leukemia). Anak perempuan menunjukkan
prognosis yang lebih baik daripada anak laki-laki. Dan ANLL (Acute Nonlymphoid
Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia pada anak. Dan resiko terkena
penyakit ini meningkat pada anak yang mempunyai kelainan kromosom bawaan seperti

19
Sindrom Down. Etiologi pasti masih belum diketahui. Namun terdapat berbagai faktor
predisposisi seperti genetik, lingkungan, saudara kandung, virus, dan lain sebagainya.

5.2 Saran

Untuk perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada


klien dengan pielonefritis.
Untuk klien dan keluarga diharapkan dapat melakukan pengobatan secara optimal
untuk kesembuhan penyakitnya.
Untuk mahasiswa agar lebih memahami tentang pielonefritis agar dapat melakukan
asuhan keperawatan pada klien dengan pielonefritis secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah (alih bahasa: Yasmin Asih).
Jakarta: EGC
Dorland, A Newman. 1994. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta : EGC
Falah, Rosul. 2010. Auhan Keperawatan pada Anak dengan Leikemia.
http://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-
anak-leukimia/ (3 oktober 2013)
Handayani, Wiwik & Andi Sulistyo Hariwibowo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, A. Azis Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

20
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Merdeka

Price, Sylvia A & Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC

Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-Surgical Nursing (alih bahasa: Joko Setyono).
Ed. I. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
(alih bahasa: Agung Waluyo, dkk). Jakarta: EGC

Soeparman, Sarwono Waspadji. 1998. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai