Anda di halaman 1dari 11

Nama : Fery Wijayanto

NIM : 1174040049

Jur/Smt/Kls : PMI/ V/ B

Mata Kuliah : Patologi Sosial

Dosen : Drs. Wiryo Setiana, M.Si.

Tugas Mandiri

Tema : KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)

1. Ayat-ayat Al-Quran berkaitan dengan KKN

QS. Al-Baqarah ayat 188

‫اْلثْ ِم‬ ِ َّ‫اط ِل َوت ُ ْدلُوا ِب َها ِإلَى ا ْل ُحك َِّام ِلتَأ ْ ُكلُوا فَ ِريقًا ِم ْن أ َ ْم َوا ِل الن‬
ِ ْ ‫اس ِب‬ ِ َ‫َو ََل تَأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِبا ْلب‬
َ ‫َوأ َ ْنت ُ ْم ت َ ْع َل ُم‬
‫ون‬

Artinya : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Analisis :

Dari ayat diatas menjelaskan bahwasanya islam melarang orang-orang yang mencari
kekayaan dengan cara memakan harta orang lain secara bathil/dosa (mengambil harta orang lain
secara sadar/korupsi), juga melarang orang-orang yang mempermudah segala urusan yang
tujuannya berkaitan untuk keadilan dengan memberikan segelintir hartanya (sogok menyogok).
Bila dikaitkan dengan realita yang ada sekarang, isi ayat diatas memang benar adannya ini
dibuktikan dengan kehidupan sosial dimasyarakat sekarang yang memprihatinkan, dimana
orang-orang berpengaruh atau yang memiliki jabatan banyak sekali yang memakan harta
masyarakat untuk keuntungan pribadi (korupsi) juga memberikan sejumlah nominal untuk
mempermudah sebuah urusan kepada hakim (sogok menyogok).
Walaupun secara tidak langsung mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah,
tetapi mereka tetap melakukannya. Ini dikarenakan adanya tuntutan sosial di dalam masayarakat
terdapat sebuah pikiran bahwasanya seorang yang memiliki jabatan tinngi pasti lah kaya, dari
sini lah timbul nafsu untuk mendapatkan harta dengan menghalalkan segala cara. Dan ada
bebrapa faktor yang menyebabkan itu terjadi pertama keimanan seseorang itu rendah,kedua
terlalu fanatik dengan kehidupan duniawi dan yang terakhir memiliki polo pikir yang salah
sehinga menghalalkan segala cara dang hilangnya rasa malu. Dari Analisis diatas menjelaskan
bahwasanya apa yang dijelaskan ayat diatas menjelaskan perilaku patologi sosial yang didadasri
karena permasalahan keimanan dan sosial.

Qs. An-Nissa ayat 29

‫اض ِم ْن ُك ْم ۚ َو ََل‬
ٍ ‫ارةً ع َْن ت َ َر‬
َ ‫ُون تِ َج‬ ِ َ‫ِين آ َمنُوا ََل تَأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِبا ْلب‬
َ ‫اط ِل إِ ََّل أ َ ْن تَك‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذ‬
َ ‫َّللا ك‬
‫َان ِب ُك ْم َر ِحي ًما‬ َ ُ‫ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف‬
َ َّ ‫س ُك ْم ۚ إِ َّن‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”

Analisis :

Dari ayat diatas menjelaskan peringatan terhadap orang yang mengambil harta orang lain
secara bathil (korupsi) dan seruan dalam menjalankan suatu kesepakatan sebuah urusan harus
demi kebaikan bersama, bukan untuk menguntungkan suatu pihak saja dengan memberikan
sebuah harta agar disetujui (kolusi). Bukan tanpa alasan islam melarang perilaku diiatas karena
bila mana kita melakukannya kita akan merugikan banyak pihak termasuk diri kita sendiri.
Dalam realita sosial saat ini menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang baik dengan
korupsi ataupun kolusi dianggap sebagai hal yang sudah biasa, karena pada zaman sekarang
menganggap uang adalah segalanya dengan uang apapun bisa dilakukan (secara tidak langsung
sudah dalam perilaku patologi sosial). Padahal kalau kita sadari apa yang dilakukakn itu akan
mengarahkan kita kepada kehancuran, kalau tidak terkena jeratan hukum bisa dipastikan
walaupun banyak harta hidupnnya tidak akan tenang.
QS. Anfal ayat 27

َ ‫سو َل َوت َ ُخونُوا أ َ َما َناتِ ُك ْم َوأ َ ْنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُم‬


‫ون‬ ُ ‫الر‬
َّ ‫َّللا َو‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذ‬
َ َّ ‫ِين آ َمنُوا ََل ت َ ُخونُوا‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Analisis :

Dari ayat ini menjelaskan lebih condong terhadap kolusi dan nepotisme, alasannya karena
seseorang yang telah diberi amanat tertentu bisa sangat mudah mengkhianati amanat-amanat
tersebut demi sebuah harta yang diberikan sebagai pelicin (kolusi) atau demi menaikan martabat
keluarga walaupun dengan cara yang salah (nepotisme). Dalam realita saat ini bahwasannya
dalam mencapai suatu tujuan bahkan pekerjaan memang sangat sulit bila mana tidak
menggunaka uang sebagai pelican ataupun terdapat orang dalam, contohnya pada zaman
sekarang untuk lulus mendapatkan pekerjaan yang lulus adalah orang-orang yang memiliki uang
ataupun yang memiliki orang dalam dan ini pula termasuk perilaku patologi sosial yang memang
harus segera dihilangkan karena dapat merugikan banyak pihak.

Qs. Al-Maidah ayat 42

‫ع ْن ُه ْم‬ ْ ‫ع ْن ُه ْم ۖ َوإِ ْن ت ُ ْع ِر‬


َ ‫ض‬ َ ‫ض‬ ْ ‫ت ۚ فَ ِإ ْن َجا ُءوكَ فَاحْ ُك ْم بَ ْينَ ُه ْم أ َ ْو أَع ِْر‬ ِ ْ‫سح‬ َ ُ‫ب أَكَّال‬
ُّ ‫ون ِلل‬ ِ ‫ُون ِل ْل َك ِذ‬
َ ‫س َّماع‬
َ
َ ‫ِط‬
‫ين‬ ِ ‫ب ا ْل ُم ْقس‬ َّ ‫س ِط ۚ إِ َّن‬
ُّ ‫َّللاَ يُ ِح‬ ْ ‫ش ْيئ ًا ۖ َوإِ ْن َحك َْمتَ فَاحْ ُك ْم َب ْينَ ُه ْم بِا ْل ِق‬
َ َ‫فَلَ ْن يَض ُُّروك‬

Artinya : “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan
yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka
putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling
dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”
Analisis :

Ayat diatas menjelaskan mengenai putusan sebuah keadilan, dimana dalam mengambil
sebuah keputusan harus dengan perhitungan yang adil karena perkara ini berkaitan bukan hanya
perkara duniiawi saja tetapi pekara akhirat juga dan akan di pertanggung jawabkan didepan
Allah swt, maka dari itu janganlah kita dalam memutuskan suatu perkara dipengaruhi oleh
sebuah harta yang diberikan (kolusi) karena kita akan memakan harta yang haram dan apaa yang
diputuskan oleh kita adalah hanya kebohongan/dusta. Sedangkan dalam realita saat ini sudah
banyak kejadian hakim-hakim yang memutuskan perkara yang tidak adil buktinya orang2 yang
memiliki uang dia selalu lepas dari putusan bersalah walaupun kasus yang dilakukan sangat
parah seperti korupsi, tapi sebaliknya masyarakat kecil yang tidak memiliki uang pasti dijatuhi
hukuman yang sangat berat walaupun kasus yang dilakukan hanya nenek yang mencuri singkong
itu pun untuk cucunya yang kelaparan. Ini membuktikan hukum sekarang tumpul ketas runcing
kebawah, ini bisa terjadi karena hakim tergiur dengan nominal uang yang besar dan memiliki
kesempatan padahal ini adalah perilaku patologi sosial.

Qs. Al-Maidah ayat 161

َ ‫غ َّل َي ْو َم ا ْل ِق َيا َم ِة ۚ ث ُ َّم ت ُ َوفَّ ٰى ُك ُّل نَ ْف ٍس َما َك‬


‫س َبتْ َو ُه ْم ََل‬ ِ ْ ‫َان ِل َن ِبي ٍ أ َ ْن َيغُ َّل ۚ َو َم ْن َي ْغلُ ْل َيأ‬
َ ‫ت ِب َما‬ َ ‫َو َما ك‬
َ ‫يُ ْظلَ ُم‬
‫ون‬

Artinya : “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.
Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan
datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”

Analisis :

Ayat diatas menjelaskan bahwasanya kita harus mencontoh nabi dalam urusan harta milik
orang banyak, dijelaskan nabi sangatlah adil dalam mengurus harta rampasan walaupun dialah
seorang pemimpin tetapi tetap dalam hal ini beliau sangat adil dam amanah. Bila dikaitkan dalam
realita saat ini sangat jauh dari apa yang telah nabi contohkan dalam mengurusi harta yang
tujuannya untuk kemaslahatan bersama, sekarang para pemimpin yang notabennya telah
diamanatkan untuk mensejahterahkan rakyatnya malah tidak amanat dan malah memakan harta
rakyatnya sendiri ini bisa dibuktikan sudah banyak sekali pemimpin baik menteri, dpr, kepala
daerah bahkan sampai kebawah ini membuktikan bahwasannya keadaan sosial saat ini ada yang
salah dan memang harus adanya kajian mengapa banyak perilaku yang mengarah ke patologi
sosial.

2. Hadits-hadits berkaitan dengan KKN

Hadits Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Hibban.

َ ‫ش َي َوا ْل ُم ْرتَش‬
‫ِي‬ َّ َ ‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم ا‬
ِ ‫لرا‬ َّ َ ‫سو ُل‬ُ ‫ ( لَعَ َن َر‬:‫َوع َْن أَبِي ُه َر ْي َرةَ رضي هللا عنه قَا َل‬
َ َّ‫ص َّح َحهُ اِ ْب ُن ِحب‬
‫ان‬ َ ‫ َو‬,‫ِي‬ َّ ‫ َو َح‬,ُ‫سة‬
ُّ ‫س َنهُ اَلتِ ْر ِمذ‬ َ ‫فِي ا َ ْل ُحك ِْم ) َر َواهُ ا َ ْل َخ ْم‬

Artinya : “Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
melaknat penyuap dan penerima suap dalam masalah hukum. Riwayat Ahmad dan Imam Empat.
Hadits hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Ibnu Hibban”

Hadits Riwayat Abud Dawud dan Tirmidzi

‫شي‬ َّ َ ‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم ا‬


ِ ‫لرا‬ ُ ‫ ( لَعَ َن َر‬:‫ قَا َل‬-‫ع ْن ُه َما‬
َّ َ ‫سو ُل‬ َّ َ ‫ َر ِض َي‬- ‫َّللاِ ْب ِن ع َْم ِر ٍو‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ َ ‫ع ْب ِد‬
َ ‫َوع َْن‬
ُ‫ص َّح َحه‬ ُ ‫ِي ) َر َواهُ أَبُو د‬
ُّ ‫ َواَلتِ ْر ِمذ‬,َ‫َاود‬
َ ‫ِي َو‬ َ ‫َوا ْل ُم ْرتَش‬
Artinya : “ Dari Abdullah Ibnu Amar Ibnu al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat orang yang memberi dan menerima suap. Riwayat Abu
Dawud dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi

Hadits Riwayat Imam Ahmad

‫الرحْ َم ِن ْب ِن َز ْي ِد ْب ِن‬ َ ‫ب قَا َل َح َّدث َ ِني َم ْولَى ا ْل ُج َه ْينَ ِة ع َْن‬


َّ ‫ع ْب ِد‬ ٍ ْ‫س ِم ع َِن ا ْب ِن أَبِي ِذئ‬ ِ ‫َح َّدثَنَا َها‬
ِ ‫ش ُم ْب ُن ا ْلقَا‬
َ ‫سلَّ َم نَ َهى ع َْن النُّ ْه َب ِة َوا ْل ُخ ْل‬
‫س ِة‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫ِث ع َْن أَبِي ِه أَنَّه‬
َ ‫س ِم َع النَّبِ َّي‬ ُ ‫َخا ِل ٍد ا ْل ُج َهنِي ِ يُ َحد‬

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Al Qasim dari Ibnu Abu Dzi'b berkata;
Telah menceritakan kepadaku budak Al Juhainah dari Abdurrahman bin Zaid bin Khalid Al
Juhani menceritakan dari Bapaknya sesungguhnya telah mendengar Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam melarang dari nihbah (harta rampokan) dan Al khulsah (mengambil
harta dengan rahasia dengan cara yang tidak benar).”

Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim

‫سلَّ َم قَا َل َم ِن‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ أ َ َّن َر‬: ُ‫ع ْنه‬ َّ ‫س ِعي ِد ْب ِن َز ْي ِد ْب ِن ع َْم ِرو ْب ِن نُفَ ْي ٍل َر ِض َي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ
َ ‫س ْب ِع أ َ َر ِض‬
‫ين‬ َّ ُ‫ط َّوقَه‬
َ ‫َّللاُ إِيَّاهُ يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة ِم ْن‬ َ ‫ظ ْل ًما‬
ُ ‫ض‬ ِ ‫ش ْب ًرا ِم َن ْاْل َ ْر‬
ِ ‫ط َع‬ َ َ ‫ا ْقت‬

Artinya : “Said bin Zaid bin Amr bin Nufail radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Barangsiapa mengambil sejengkal
tanah secara dhalim, maka Allah akan mengalungkan di lehernya pada Hari Kiamat nanti dengan
setebal tujuh lapis bumi. (HR Al-Bukhari dan Muslim).”

Hadits Riwayat Ahmad

َّ ‫ظ ُم ا ْلغُلُو ِل ِع ْن َد‬
‫َّللاِ ع ََّز َو َج َّل‬ َ ‫ قَا َل « أ َ ْع‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ش َج ِع ِى ع َِن النَّ ِب ِى‬ ْ َ ‫ع َْن أ َ ِبى َمالِكٍ اْل‬
ِ ‫ار ْي ِن فِى اْل َ ْر‬
‫ض أ َ ْو فِى الد َِّار فَيَ ْقت َ ِط ُع أَ َح ُد ُه َما ِم ْن َح ِظ‬ َ ‫الرجْ لَ ْي ِن َج‬ َ ‫ض ت َ ِجد‬
ِ ‫ُون‬ ِ ‫ع ِم َن اْل َ ْر‬
ٌ ‫ذ َِرا‬
َ ‫س ْب ِع أ َ َر ِض‬
‫ين إِلَى يَ ْو ِم ا ْل ِقيَا َم ِة‬ َ ‫ط ِوقَهُ ِم ْن‬ َ َ ‫احبِ ِه ذ َِراعا ً فَ ِإذَا ا ْقت‬
ُ ُ‫طعَه‬ ِ ‫ص‬َ ».

Artinya : “Dari Abi Malik Al-Asyja’i dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Ghulul (pengkhianatan/ korupsi) yang paling besar di sisi Allah adalah korupsi sehasta tanah,
kalian temukan dua lelaki bertetangga dalam hal tanah atau rumah, lalu salah seorang dari
keduanya mengambil sehasta tanah dari bagian pemiliknya. Jika ia mengambilnya maka akan
dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi pada hari Qiyamat. (HR Ahmad)"

Analisis dari semua hadits diatas :

Tidak jauh berbeda dari ayat-ayat Al-Quran didalam hadits juga menegaskan larangan
terhadap orang-orang yang mencari harta dengan cara memakan harta orang lain secara bathil
dengan sdara (korupsi), memberikan sebuah harta untuk mempermudah melancarkan sebuah
urusan (kolusi) dan memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan
berdasarkan kemampuannya (nepotisme) atau dalam istilah arab dikenal dengan "atsarat at-
aqarab '' Dalam hadits-haddits diatas menjelaskan korupsi lebih berkonotasi penyalahgunaan
kepentingan umum (Mashalih Aminah), (termasuk di dalamnya negara, pemerintah,
masyarakat atau organisasi/perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau sekelompok orang.
Sedangkan kolusi cenderung berkonotasi penyalahgunaan kedudukan, wewenang dan jabatan,
untuk mewujudkan maksud dan kepentingan sekelompok orang yang berkepentingan sama.
Adapun Nepotisme berkonotasi pada pengutamaan kerabat dekat dalarn pengangkatan suatu
kedudukan dalarn pemerintahan atau perusahaan.

Dalam menganalisis hadits-hadits tujuannya adalah untuk memelihara kemashlahatan


(kebaikan dan kebahagiaan) manusia sekaligus menghindari mafsadat (ketidak mashlahatan,
kesengsaraan dan kehancuran di dunia maupun diakhirat. Menurut ahli ushul fiqh, ada lima
unsar pokok (dharuri) yang hams dipelihara dan diwujudkan dalam rangka menegakkan tujuan
hukum Islam, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta. Jadi memelihara
satu diantara lima perkara itu, adalah merupakan kepentingan yang bersifat primer bagi manusia.
Sama halnya dengan kolusi dan nepotisme, keduanya melanggar etika dan norma keagamaan.
Dalam hal tindakan nepotisme, Islam memberikan petunjuk mengenai pemilihan dan
pengangkatan sesorang untuk menjabat suatu kedudukan atas dasar pertimbangan kapabilitas
(kemampuan dan rasa tanggung jawab, profesionalitas, keahlian dan moralitas/Akhlakul
Karimah).

Dalam realita saat ini menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang baik dengan
korupsi ataupun kolusi dianggap sebagai hal yang sudah biasa, karena pada zaman sekarang
menganggap uang adalah segalanya dengan uang apapun bisa dilakukan (secara tidak langsung
sudah dalam perilaku patologi sosial). Ditambah berbagai kepentingan dan tingkat kekuatan
individu atau kelompok diperlukan sarana kontrol sosial yang menjamin tidak adanya perilaku
manusia yang mementingkan kepentingan sendiri dan berakibat merugikan orang lain.
Kehadiran hukum ditengah masyarakat memiliki arti penting karena hukum menvediakan aturan
hidup bersama dan menjadikan keadilan untuk semua.Namun persoalannva hukum dan
keadilan itu sendiri tidak jarang dihadapkan pada tantangan-tantangan praktis.Adanya
hukum yang tidak dapat ditegakkan terhadap orangorang besar seperti para penguasa dan para
kroninya bahkan telah menjadi fenomena hukum sejakdahulu kala, terbuktiNabi Muhammad
SAW, pernah menunjuk hal ini sebagai persoalan yang harus diberantas. Maka dari itu cara
yang paling tepat menyelesaiakn permasalah ini adalah dengan cara meningkatkn keimanan,
meluruskan pola pikir dan memperbaiki lingkungan sosial,
3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan KKN

Pasal 8

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau
orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga
yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil
atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.”

Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya,
atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan
dengan jabatannya.”

Pasal 12

Dipidana dengan dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):

a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya;
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
c. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili;
d. Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi
advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat
atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili;
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta,
menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
g. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta
atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada
dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah
menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan; atau
i. Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja.
Pasal 26A

Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2)
Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak
pidana korupsi juga dapat diperoleh dari:

a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan
secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
b. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau
didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang
tertuang di atas kertas,benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara
elektronik, yang berupa tulisan,suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka,
atau perforasi yang memiliki makna."

Pasal 38B

1) Setiap orang yang didakwa melakukan salah satu tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang-undang ini, wajib membuktikan sebaliknya
terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan, tetapi juga diduga berasal dari
tindak pidana korupsi.
2) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta benda sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, harta benda tersebut
dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan
seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk negara.
3) Tuntutan perampasan harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan oleh
penuntut umum pada saat membacakan tuntutannya pada perkara pokok.
4) Pembuktian bahwa harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan berasal dari
tindak pidana korupsi diajukan oleh terdakwa pada saat membacakan pembelaannya
dalam perkara pokok dan dapat diulangi pada memori banding dan memori kasasi.
5) Hakim wajib membuka persidangan yang khusus untuk memeriksa pembuktian yang
diajukan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).
6) Apabila terdakwa dibebaskan atau dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum dari
perkara pokok, maka tuntutan perampasan harta benda sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) harus ditolak oleh hakim.

Analisis :

Menurut saya walaupun sangat banyak aturan hukum yang ada untuk permasalahan KKN
(korupsi, kolusi dan nepotisme) hanya sebagai bentuk formalitas saja karena hukum yang seolah-
olah berlaku untuk para koruptor tapi pada kenyataannya aturan-aturan itu seperti tidak berguna.
Alasannya karena tingkat korupsi di Indonesia masih sangat tinngi, penanganan kasus tindak
pidanana koruppsi belum maksimal dan bagaimana tradisi korupsi, kolusi dan nepotisme ini
seperti sudah mengakar keseluruh lapisan masyarakat. Padahal kita tau meluasnya praktik
korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi ekonomi bangsa. Permasalahan korupsi
adalah permasalahan bersama bangsa Indonesia yang membutuhkan upaya dan partisipasi dari
setiap lapisan masyarakat. Harus ada kerja sama yang baik antar anggota masyarakat untuk ikut
aktif menanggulangi korupsi. Berdasarkan hasil riset, cara yang bersifat preventif terbukti lebih
efektif dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi karena dengan adanya benteng berupa
karakter anti koruptif maka dapat mencegah seseorang melakukan korupsi meskipun berada
dalam lingkungan yang terbiasa dengan perilaku koruptif.

Anda mungkin juga menyukai