Anda di halaman 1dari 17

SURAT KETETAPAN PAJAK DAN SURAT TAGIHAN PAJAK

1. PENGERTIAN KETETAPAN

Dalam self assessment system, beban pembuktian untuk menyatakan bahwa pajak yang
terutang dalam SPT adalah tidak benar berada pada pihak fiskus (Dirjen Pajak), sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 12 ayat 3 UU KUP yg bunyinya “Apabila Dirjen Pajak mendapatkan
bukti jumlah pajak yg terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
benar, Dirjen Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.”

Proses pembuktian atau bukti yang diperoleh dapat berasal dan pemeriksaan atau adanya
keterangan ‘ain. Maka apabila dan bukti tersebut ternyata jumlah pajak yang terutang
menurut WP sebagaimana dilaporkan dalam SPT tidak benar, maka Dirjen Pajak menetapkan
jumlah pajak yang terutang dengan menerbitkan SURAT Ketetapan Pajak (SKP). Contoh :
PT XYZ adalah WP Badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang-barang
elektronik. PT XYZ melaporkan seluruh penghasilan tahun 2012 dan kredit pajaknya dalam
SPT Tahunan PPh badan Tahun 2012, dengan perincian sbb:

Penghasilan Neto Rp. 1.000.000.000,-


PPh terutang Rp. 282.500.000,-
Kredit Pajak Rp. 202.500.000,-
Pajak yang kurang dibayar Rp. 80.000.000,-

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa pajak yang dihitung dan dilaporkan PT
XYZ dalam SPT PPh Tahun 2012 tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi
yang sebenarnya sehingga PPh terutang kurang dilaporkan, maka Dirjen Pajak menetapkan
besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, yaitu dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
2. SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP).
A. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP KB).

SKP KB adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,
jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Dan definisi tersebut maka format
SKP KB adalah sebagaiberikut:
· Jumlah Pokok Pajak Rp.15.000.000,00\

· Jumlah Kredit Pajak Rp. 5.000.000,00

· Jumlah Kekurangan Pembayaran

Pokok Pajak Rp. 10.000.000,00

· Besarnya Sanksi Administrasi Rp. 2.000.000,00

·JumlahPajak Yang Masih Harus


Dibayar Rp. 12.000.000,00

Pasal 13 ayat 1 UU KUP menyatakan bahwa: “Dalam jangka waktu 5 (lima tahun) setelah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak,
Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP KB dalam hal-hal sebagai berikut:

 apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar;
 apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
 apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN dan
PPN BM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau
tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
 apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak
dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
 apabila kepada WP diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).
a. Pasal 13 ayat (2) menyatakan bahwa : Atas jumlah kekurangan pajak yg terutang
dalam SKP KB tersebut ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2
% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sampai dengan diterbitkannya SKP KB.

Contoh : PT XYZ adalah WP Badan yang melakukan usaha perdagangan barang - barang
elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2012 (tahun takwim) pada tgl 30 April
2013, dengan perincian sbb:

Penghasilan Kena Pajak Rp.1.000.000.000,-


PPh terutang Rp. 282.500.000,-
Kredit Pajak Rp. 202. 500.000,-
Pajak yang kurang dibayar Rp. 80. 000.000,-

Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut telah dibayar tgl 29 April 2010.

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Kena Pajak seharusnya adaiah
Rp.1.100.000.000,- sehingga PPh terutang seharusnya adalah Rp.312.500.000,00 dan
seandainya SKP KB diterbitkan tanggal 10 Oktober 2013, maka rincian SKP KB adalah
sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp.312.500.000,-
Jumlah Kredit Pajak Rp.282.500.000,-
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp. 30.000.000,-
Sanksi administrasi berupa bunga selama 10 bulan ( Januari s.d Oktober 2% x 10
bulan x Rp. 30.000.000,-) Rp. 6.000.000,-
Jumlah pajak yang masih harus Dibayar Rp. 36.000.000,-
b. Atas jumlah kekurangan pajak dalam SKP KB yang diterbitkan berdasar kan Pasal 13
ayat

(1) huruf b, c dan huruf d (angka 2, 3 dan 4 tersebut diatas), ditambah dengan sanksi
admnistrasi berupa kenaikan menurut pasal 13 ayat (3) UU KUP sebesar:

 50 % (lima puluh persen) dan Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar
dalam satu Tahun Pajak;
 100 % (seratus persen) dan Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong,
tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau
dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
 100 % (seratus persen) dan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

3. Daluwarsa Penerbitan SKP KB.

Daluwarsa penerbitan SKP KB diatur dalam Pasat 13 UU KUP yaitu sbb:

 Daluwarsa atau jangka waktu Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP KB adalah 5
(lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
 Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh WP dalam SPT menjadi
pasti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, tidak diterbitkan SKP.
 Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
lewat, SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 48 % dan jumlah pajak yg tidak atau kurang dibayar, apabila WP setelah
jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
atau tindak pidana Iainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
berdasarkan putusan pengadilan yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Sebagal contoh, atas PPh badan tahun pajak 2009 yang saat terutang pajaknya adalah akhir
Desember 2009, dalam jangka waktu sejak awal Januari 2010 sampai dengan akhir Desember
2014 Dirjen Pajak berhak menerbitkan SKP KB dengan kriteria di atas. Sejak awal Januari
2015, SKP KB hanya dapat diterbitkan (dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
48%) apabila WP dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak
pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
B. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKP KBT).

SKP KBT adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
teiah ditetapkan (Pasal 1 angka 17 UU KUP). Dan definisi tersebut maka

SKP KBT terdiri dari:


Jumlah Pajak Sebenarnya Rp.10.000.000,00
Jumlah Pajak Yang Telah Ditetapkan
(SKP KB) Rp. 6.000.000,00
Tambahan Jumlah Pajak Rp. 4.000.000,00
Besarnya Sanksi Administrasi Rp. 4.000.000,00
Tambahan Jumlah Pajak Yg Masih Harus Dibayar Rp. 8.000.000,00

Kewenangan dan kriteria penerbitan SKP KBT diatur dalam Pasal 15 ayat 1 UU KUP yang
berbunyi :“Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP KBT dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKP KBT”.
Yang dimaksud data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang
diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak terutang yang oleh WP belum
diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam SPT dan lampiran lampirannya
maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan. Selain itu,
yang termasuk dalam data baru adalah data yang semula belum terungkap, yaitu data yang:

a. tidak diungkapkan oleh WP dalam SPT beserta Iampirannya (termasuk laporan


keuangan); dan/atau

b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula WP tidak mengungkapkan data


dan/atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga.
tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundangu
undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.

c. Walaupun WP telah memberitahukan data dalam SPT atau mengungkapkannya pada


waktu pemeriksaan, tetapi apabila memberitahukannya atau
mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak
mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga
jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang dan yang seharusnya, hal tersebut
termasuk dalam pengertian data yang semula belum terungkap.

Contoh:

· Dalam SPT dan/atau laporan keuangan tertulis adanya biaya Gaji Rp.10.000.000,00,
sedangkan sesungguhnya biaya tersebut terdiri atas Rp.5.000.000,00 biaya gaji pegawai dan
Rp.5.000.000,00 sisanya adalah PPh yang ditanggung perusahaan (natura) yang tidak boleh
dibebankan sebagai biaya. Apabila pada saat penetapan semula WP tidak mengungkapkan
perincian tersebut sehingga fiskus tidak melakukan koreksi atas pengeluaran berupa biaya
PPh atau natura sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, data
mengenai pengeluaran berupa biaya PPh atau riatura tersebut tergolong data yang semula
belum terungkap.

· Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian sejumlah barang dan Pengusaha Kena
Pajak lain dan atas pembelian tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak penjual diterbitkan faktur
pajak. Barang-barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usahanya, seperti pengeluaran untuk kegiatan produksi,
distribusi, pemasaran, dan manajemen, dan sebagian lainnya tidak mempunyai hubungan
langsung. Seluruh faktur pajak tersebut dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh Pengusaha
Kena Pajak pembeli. Apabila pada saat penetapan semula Pengusaha Kena Pajak tidak
mengungkapkan rincian penggunaan barang tersebut dengan benar sehingga tidak dilakukan
koreksi atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut oleh fiskus, sebagai akibatnya Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. Apabila setelah tu
diketahui adanya data atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan yang
tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan
tersebut merupakan data yang semula belum terungkap.

Contoh penerbitan SKP KBT


Terhadap SPT PPh Pasal 21 Masa Desember 2011 a/n PT FGH telah dilakukan pemeriksaan
dan diterbitkan SKP KB tanggal 10 Oktober 2012 dengan perincian sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp. 100.000.000,00
Jumiah Kredit Pajak Rp. 90.000.000,00
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp. 10.000.000,00
Sanksi adm. bunga Pasal 13 (2) Rp. 2.000.000,00
Jumlah yang masih harus dibayar Rp. 12.000.000,00
Pada bulan Mel 2013 ditemukan data baru berupa objek PPh Pasal 21 yang belum dipotong
oleh PT FGH dan seharusnya dilaporkan dalam SPT Masa Desember 2011 dengan jumlah
pokok pajak Rp.20juta. Sehingga seharusnya jumlah pokok pajak pada Masa Desember 2009
adalah Rp.l20 juta. Misalkan setelah dilakukan pemeriksaan diterbitkan SKP.KBT tanggal 25
Mel 2013, maka rincian SKP.KBT adalah sebagai berikut:

Jumlah Pajak Rp.120.000.000,00


Jumlah Pajak yang telah ditetapkan Rp.100.000.000,00
Tambahan Jumlah Pajak Rp. 20.000.000,00
Besarnya sanksi administrasi (100%) Rp. 20.000.000,00
Tambahan jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp. 40.000.000,00

Daluwarsa atau jangka waktu Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP KBT diatur dalam Pasal
15 yaitu:
Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP.KBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang
setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKP KBT. Apabila jangka
wakttu 5 (lima) tahun tersebut telah lewat, SKP KBT tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 48 % dan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar,
dalam hal WP setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana dibidang perpajakan atau tindak pidana Iainnya yang dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

C. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKP LB)

SKP LB adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak Iebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak
terutang. (Pasal 1 angka 19 UU KUP). Kriteria penerbitan SKP LB diatur dalam Pasal 17 UU
KUP, dan dilakukan setelah melalui pemeriksaan atau setelah meneliti kebenaran
pembayaran pajak. SKP LB masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak yang Iebih dibayar jumlahnya ) lebih besar
daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
1. SKP LB Hasil Pemeriksaan.

“Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan SKP LB apabila jumlah kredit
pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang”.
(Pasal 17 ayat {1} UU KUP). SKP LB disini adalah akibat dilakukannya pemeriksaan atas
SPT yang disampaikan WP yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar dan tidak
disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Apabila WP setelah
menerima SKP LB, menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak, WP wajib
mengajukan permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). Hal ini
dapat terjadi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit pajak lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang (untuk PPh dan PPN) atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar
dari pada jumlah pajak yang terutang (untuk PPn BM).

Contoh : PT XYZ adalah WP Badan yang melakukan usaha perdagangan barang barang
elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2012 (tahun takwim) pada tgl 30 April
2013, dengan perincian sbb:
Penghasilan Kena Pajak Rp.1.000.000.000,00
PPh terutang Rp. 282.500.000,00
Kredit Pajak (Rp. 202.500.000,00)
Pajak yang kurang dibayar Rp. 80.000.000,00
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tgl 29 April 2013.
Apabila berdasarkan hash pemeriksaan ternyata Penghasilan Kena Pajak seharusnya adalah
Rp.900.000.000,00 sehingga PPh terutang seharusnya adalah Rp.252.500.000,00, maka
Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB dengan rincian sbb:
Pajak Yang Terutang Rp.252.500.000,00
Jumlah Kredit Pajak (Rp.282.500.000,00)
Jumlah Kelebihan Pembayaran Pajak (Rp. 30.000.000,00)

2. SKP LB Hasil Penelitian Kebenaran Pembayaran Pajak.

Pasal 17 ayat 2 menyatakan bahwa:”Berdasarkan permohonan WP, Dirjen Pajak, setelah


meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan SKP LB apabila terdapat pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan”. Menurut Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 dalam hal terdapat pembayaran pajak yang tidak
seharusnya terutang yaitu terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan yang dapat
berupa:
a. terlalu besar dipotong/dipungut;
b. seharusnya tidak dipotong/tidak dipungut dan pajak yang salah dipotong/dipungut tsb telah
disetorkan dan dilaporkan, WP yang melakukan pemotongan/pemungutan atau PKP yang
melakukan pemungutan tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipotong atau
dipungut tsb, maka terhadap:

· PPh yang salah dipotong atau dipungut tsb dapat diminta kembali oleh WP yang
dipotong/dipungut dengan surat permohonan, sepanjang belum dikreditkan.

· PPN dan PPn BM yang salah dipungut tsb dapat diminta kembali oleh PKP yang
dipungut dengan surat permohonan, sepanjang belum dikreditkan atau belum dibebankan
sebagai biaya.
Atas permohonan tersebut Dirjen Pajak setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak
dimaksud menerbitkan SKP LB dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak surat
permohonan diterima.

D. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKP Nihil).

SKP Nihil adalah Surat ketetapan yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak
(Pasal 1 angka 18 UU KUP). Ketentuan mengenai penerbitan SKP Nihil diatur dalam Pasal
17A yang berbunyi: “Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan SKP Nihil
apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang
terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran
pajak.” Hal ini dapat terjadi apabila:

 untuk PPh, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
 untuk PPN, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
 untuk PPnBM, jumlah pajak yg dibayar sama dengan jumlah pajak yg terutang atau
pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

Contoh PT ABC adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha industri garmen
menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2012 pada tgl 30 April 2013 yang menyatakan rugi,
dengan perincian sbb:
Rugi Neto Rp.1 .000.000.000,00
PPh terutang Rp. --
Kredit Pajak Rp. --
Pajak yang kurang/(lebih) dibayar Rp. N i h i l
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata rugi neto seharusnya adalah
Rp.400.000.000,00 dan PPh terutang tetap nihil. Karena berdasarkan hash pemeriksaan tidak
ada PPh terutang dan tidak ada kredit pajak maka selanjutnya Dirjen Pajak menerbitkan SKP
Nihil.

3. SURAT TAGIHAN PAJAK (STP).

STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa
bunga dan/atau denda (Pasal 1 angka 20 UU KUP). Dengan demikian fungsi STP
adalah untuk melakukan:

 tagihan pajak dan/atau


 tagihan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Menurut Pasal 14 ayat 1 UU KUP Dirjen dapat menerbitkan STP apabila:

 PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;


 dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagal akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
 WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
 pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak
atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
 pengusaha yang telah dikukuhkan sebagal PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara
lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN dan perubahannya,
selain:
o identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b UU
PPN 1984 dan perubahannya; atau
o identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya,
dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
 PKP melaporkan faktur pajak tidak sesual dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
 PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) UU PPN 1984 dan perubahannya.

A. STP untuk melakukan Tagihan Pajak

STP untuk melakukan tagihan pajak dapat diterbitkan dalam hal:

 PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;


 dan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagal akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
Yang dimaksud dengan penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian
tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STP yang diterbitkan akibat kasus di
atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya STP.

Contoh 1:
PPh Pasal 25 Tahun 2012 sebesar Rp.l00.000.000-/bulan jatuh tempo setiap tanggal 15.
Bulan Juni 2012, dibayar tepat waktu sebesar Rp.40.000.000,00. Berarti, PPh dalam tahun
berjalan kurang dibayar sebesar Rp.6ojuta. Atas kekurangan PPh Pasal 25 tersebut diterbitkan
STP pada tanggal 18 September 2012 dengan penghitungan sbb:
Kekurangan bayar PPh Pasal 25
bulan Juni 2012 Rp.60.000.000,00
Bunga = 3 x 2% x Rp.60.000.000,00 p. 3.600.000,00
Jumlah yang harus dibayar Rp.63.600.000,00
Tiga bulan dihitung sejak 1 Juli 2012 sampai dengan 18 September 2012.
Contoh 2:
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2012 yang disampaikan pada tanggal 31 Maret 2013
setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan PPh kurang
bayar sebesar Rp.1.000.000,00.
Misalkan atas kekurangan PPh tersebut diterbitkan STP pada tanggal 12 Juni 2013 dengan
penghitungan sbb:
- Kekurangan bayar PPh Rp.1.000.000,00
- Bunga = 6 x 2% x Rpl.000.00000 p. 120.000,00
- Jumlah yang harus dibayar Rp.1.120.000,00
Enam bulan dihitung yaitu sejak tanggal I Januari 2013 s/d 12 Juni 2013.

B. STP untuk menagih Sanksi Admnistrasi Bunga.

Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan terhadap WP yaitu sbb:

a. Pasal 8 ayat 2 KUP: dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yg


mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar;

b. Pasal 8 ayat 2a KUP: dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Masa yg


mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar;

c. Pasal 9 ayat 2a KUP: pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang dalam suatu
Masa Pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo;

d. Pasal 9 ayat 2b KUP : pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak yang terutang
berdasarkan SPT Tahunan PPh dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
penyampaian SPT Tahunan

e. Pasal 19 ayat 1 KUP: dalam hal jumlah pajak yang masih harus dibayar menurut
ketetapan, pada saat jatuh tempo tidak atau kurang dibayar;

f. Pasal 19 ayat 2 KUP: dalam hal WP diperbolehkan mengangsur atau menunda


pembayaran pajak;
g. Pasal 19 ayat 3 KUP: dalam hal WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT
Tahunan yang penghitungan sementara, pajak yang terutang kurang dan jumlah
pajak yang sebenarnya terutang

h. Pasal 14 ayat 1 huruf g: PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a)
UU PPN 1984 dan perubahannya.

Contoh : PT DEF membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh Tahun 2009 pada tanggal 20
Februari 2011, yang semula menyatakan jumlah pajak terutang sebesar Rpl00 juta dan kredit
pajak sebesar Rp80juta, dibetulkan seharusnya jumlah pajak terutang sebesar Rpl30 juta dan
kredit pajak tetap. Kekurangan pembayaran pajak sebesar Rp30j uta dibayar pada tanggal 18
Februari 2011.
Dan kasus di atas maka PT ABC dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan
Pasal 8 ayat 2 UU KUP sebesar:

2% x 10 x Rp30.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 1 Mei 2010 —20 Februari 2011 = 10 bulan.
DJP menerbitkan STP untuk menagih sanksi administrasi berupa bunga tsb.

C. STP untuk menagih Sanksi Administrasi Denda

a. Berkaitan dengan Faktur Pajak.

· Pasal 14 ayat 1 huruf d: pengusaha yang telah dikukuhkan sebagal PKP, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;

· Pasal 14 ayat I huruf e: pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
UU PPN 1984 dan perubahannya, 1. identitas pembefi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya; atau 2. identitas pembeli
serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan
huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP
pedagang eceran;
· Pasal 14 ayat I huruf f : PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan
masa penerbftan faktur pajak;

Terhadap pengusaha atau PKP tersebut, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dan Dasar Pengenaan Pajak (Pasal
14 ayat 4 UU KUP).
Contoh : PKP A pada tanggal 30 Mel 2010 menyerahkan BKP dengan harga jual Rp10juta
kepada PKP B. Pelunasan dilakukan oleh A pada tanggal 2 Juli 2010 dan bersamaan dengan
itu PKP A menerbitkan Faktur Pajak tertanggal 2 Juli 2009.

PKP A terlambat membuat Faktur Pajak Standar yang seharusnya paling lambat tanggal 30
Mel 2010. Apabila keterlambatan tersebut diketahui DJP misal melalui pemeriksaan, maka
PKP A dikenal sanksj administrasi berupa denda sebesar 2% x DPP (2% x Rp.10.000 000 00
= Rp.200.000,00) dan penagihannya dilakukan dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak
(STP).

b. Berkaitan dengan Penyampaian SPT.


Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan “Sanksi administrasi berupa denda apabila SPT tidak
disampaikan dalam jangka waktunya”.
SANKSI ADMINISTRASI

Sanksi denda:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1 7 (1) SPT Terlambat disampaikan :
Rp100.000 atau
a. Masa Per SPT
Rp500.000
Rp100.000 atau
b. Tahunan Per SPT
Rp 1.000.000
Dari jumlah pajak
2 8 (3) Pembetulan sendiri dan belum disidik 150% yang kurang
dibayar
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
14
3 PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau 2% Dari DPP
(4)
membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP
2% Dari DPP
yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap
PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai
2% Dari DPP
dengan masa penerbitan faktur pajak

Sanksi bunga:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
8 (2 Per bulan, dari jumlah
1. Pembetulan SPT Masa dan Tahunan 2%
dan 2a) pajak yang kurang dibayar
9 (2a Keterlambatan pembayaran pajak masa dan Per bulan, dari jumlah
2. 2%
dan 2b) tahunan pajak terutang
Per bulan, dari jumlah
3. 13 (2) Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB 2% kurang dibayar, max 24
bulan
SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 Dari jumlah paak yang
4. 13 (5) tahun karena adanya tindak pidana perpajakan 48% tidak mau atau kurang
maupun tindak pidana lainnya dibayar.
Per bulan, dari jumlah
5. 14 (3) a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar 2% pajak tidak/ kurang dibayr,
max 24 bulan
Per bulan, dari jumlah
b. SPT kurang bayar 2% pajak tidak/ kurang dibayr,
max 24 bulan
Per bulan, dari jumlah
PKP yang gagal berproduksi dan telah
14 (5) 2% pajak tidak/ kurang dibayr,
diberikan pengembalian Pajak Masukan
max 24 bulan
SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5
Dari jumlah pajak yang
6. 15 (4) tahun karena adanya tindak pidana perpajakan 48%
tidak atau kurang dibayar
maupun tindak pidana lainnya
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Per bulan, atas jumlah
7. 19 (1) 2%
Putusan Banding yang menyebabkan kurang pajak yang tidak atau
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
bayar terlambat dibayar kurang dibayar
Per bulan, bagian dari
8. 19 (2) Mengangsur atau menunda 2% bulan dihitung penuh 1
bulan
Atas kekurangan
9. 19 (3) Kekurangan pajak akibat penundaan SPT 2%
pembayaran pajak

Sanksi kenaikan:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya Dari pajak yang
1. 8 (5) 50%
SKP kurang dibayar
Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut
13 dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak
2.
(3) seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak
terpenuhinya Pasal 28 dan 29
Dari PPh yang tidak/
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar 50%
kurang dibayar
Dari PPh yang tidak/
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan 100% kurang dipotong/
dipungut
Dari PPN/ PPnBM
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar 100% yang tidak atau
kurang dibayar
Dari jumlah
15
3. Kekurangan pajak pada SKPKBT 100% kekurangan pajak
(2)
tersebut
TUGAS
SURAT KETETAPAN PAJAK DAN SURAT TAGIHAN PAJAK

LABORATORIUM ADMINISTRASI PAJAK

DISUSUN OLEH
Zhinta Anjani Dwi Fachlefi
151510713017

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS VOKASI
PERPAJAKAN
2017/2018

Anda mungkin juga menyukai