Anda di halaman 1dari 1

RISNASARI ROSMAN

Jurusan Sastra Indonesia, UNPAD

Wing Kardjo Menyadarkan Bangsa dengan “Salju”


Korupsi, pemerkosaan, pembunuhan, dan kasus-kasus biadab lainnya kini dapat
dengan mudah kita temui. Para pelakunya seperti tidak punya rasa malu, kepada
manusia dan terutama kepada Tuhan. Entah apa yang ada di pikiran mereka ketika
melakukan perbuatan keji itu. Percayakah mereka dengan keberadaan Tuhan dan
kehidupan kekal kelak?

Saya sama sekali tidak meragukan keberadaan Tuhan, juga tidak ragu dengan
adanya kehidupan selanjutnya setelah mati. Ini membuat saya merinding ketika
membaca puisi “Salju” karya Wing Kardjo. Beliau mengingatkan dan mungkin
menyadarkan pembaca bahwa nanti, setelah kita menyadari limpahan dosa dalam diri,
kita akan kelimpungan mencari matahari (sumber kehidupan, Tuhan). Penyebabnya,
ketika bencana (salju), menyebabkan pohon kehilangan daun (pelaku).

Daun adalah tempat menyimpan makanan. Prosesnya pun membutuhkan


matahari, fotosintesis. Saat pohon tidak mampu berfotosintesis, ia berada dalam
kehampaan. Hidup segan, mati pun tak mau. Oleh karena itu, mencari matahari satu-
satunya jalan untuk mencairkan salju (kebekuan hati). Padahal, mencari matahari saat
(musim) salju turun, merupakan hal yang mustahil.

Salju yang artinya air membeku, bisa dianalogikan menjadi bencana besar untuk
diri, hati membeku. Banyak penyebabnya, misalnya kesombongan, ketamakan, dan
keangkuhan. Sia-sia bila hidup telah berlumur dosa (ketika tubuh kuyub), maka pintu
tertutup akan membuat si pelaku menjadi bertambah kacau mencari lindungan.

Bait ke-3 dan ke-4: Ke manakah/lari mencari/api, ketika bara hati/padam,


tak/berani... Semakin akhir, penggalan-penggalan larik semakin tidak beraturan. Kesan
saya ini menunjukkan kekacauan pikiran, kebingungan pelaku mencari lindungan dan
mencari api untuk mencairkan salju. Tapi, sesungguhnya api ada dalam diri pelaku.
Hanya, mustahil bila bara untuk membuat api telah padam (bara hati padam). Satu
satunya jalan ialah Ke manakah/lari selain mencuci diri, bertaubat.
Di negeri yang masih kacau-balau: korupsi merajalela, pemerkosaan terjadi di
berbagai tempat, nyawa seseorang seperti nyamuk, saya rasa puisi “Salju” karya Wing
Kardjo masih relevan. Saat orang-orang “angkuh” mengalami bencana (salju) lalu tak
mampu hidup (pohon kehilangan daun), mereka akan sibuk mencari perlindungan (ke
manakah). Jika saat itu tiba, menyadari perbuatan (mencuci diri) dengan bertaubat
menjadi satu-satunya jalan mencari ketenangan hati.

Anda mungkin juga menyukai