Anda di halaman 1dari 18

EVALUASI dalam Kegiatan PELATIHAN dan PENGEMBANGAN

(Using Evaluation in Training & Development)

1. PENDAHULUAN
1.1. Pelatihan dan pengembangan staf merupakan bagian penting dalam menunjang peningkatan kinerja
baik organisasi dari tingkat pusat, unit dan individu, universitas/fakultas/jurusan dll. Oleh karena itu,
sangatlah penting bahwa pengalihan ilmu pengetahuan ke dunia kerja dinilai melalui suatu proses
pelatihan, pengembangan, pengkajian dan evaluasi, sehingga keberhasilan dan peningkatan
terhadap pencapaian keberhasilan organisasi secara keseluruhan dapat dibangun yang selanjutnya
pada akhirnya dapat didemonstrasikan atau dikontribusikankepada organisasi sesuai dengan
pembelajaran yang diperoleh.
1.2. Evaluasi merupakan suatu proses mencari tahu bagaimana proses pengembangan pelatihan yang
telah dilaksanakan mempengaruhi individu, tim dan organisasi.
1.3. Manfaat dari mengevaluasi pelatihan dan pengembangan adalah untuk:
- Meningkatkan efisiensi bisnis dengan mengaitkan upaya untuk melatih dan mengembangkan staf
untuk prioritas, tujuan dan sasaran operasional.
- Mengidentifikasi biaya yang efektif dan kegiatan atau program pelatihan yang berharga, yang
mengarah pada pembelajaran dan pengembangan terfokus yang lebih baik.
- Memastikan pengalihan ilmu ke dunia kerja.
- Menggunakan dan meneguhkan teknik yang dipelajari untuk membantu meningkatan kualitas
dan layanan pelanggan dalam organisasi.

- Membantu mendefiniskan sasaran pengembangan di masa mendatang

2. BERBAGAI DEFINISI DAN PENGERTIAN EVALUASI


Phillips (1991) mendefinisikan evaluasi sebagai proses sistematis untuk menentukan harga, nilai atau makna
sesuatu. Holli dan Colabrese (1998) mendefinisikan evaluasi sebagai perbandingan dari nilai yang diamati atau
kualitas dengan standar atau kriteria perbandingan. Evaluasi adalah proses pembentukan nilai penilaian tentang
kualitas program, produk dan tujuan.
Boulmetis dan Dutwin (2000) mendefinisikan evaluasi sebagai proses sistematis mengumpulkan dan
menganalisis data untuk menentukan apakah dan sejauh mana tujuan yang akan atau sedang dicapai.
Schalok (2001) mendefinisikan evaluasi efektivitas sebagai penentuan sejauh mana suatu program telah
memenuhi tujuan kinerja yang ditetapkan. Evaluasi, dalam bentuknya yang paling kasar, adalah perbandingan
tujuan dengan efek, yang menjawab pertanyaan tentang seberapa jauh pelatihan telah mencapai tujuannya.

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 1


Evaluasi bisa sulit karena tidak mudah menetapkan tujuan yang terukur dan bahkan sulit mengumpulkan informasi
hasil atau memutuskan pada tingkat apa evaluasi harus dilaksanakan.
Proses evaluasi pelatihan dan pengembangan didefinisikan oleh Hamblin (1974) sebagai "segala upaya
untuk memperoleh informasi (umpan balik) tentang pengaruh program pelatihan dan untuk mengukur nilai pelatihan
berdasarkan informasi tersebut. Dengan kata lain evaluasi dapat didefinisikan sebagai kumpulan sistematis dan
penilaian informasi untuk memutuskan cara terbaik dalam memanfaatkan sumber daya pelatihan yang tersedia demi
mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain evaluasi pelatihan mengacu pada proses pengumpulan dan
mengukur hasil guna menentukan keefektifan pelatihan yang telah dilaksanakan.
Desain evaluasi mengacu pada pengumpulan informasi - termasuk apa, kapan, bagaimana dan dari siapa -
yang akan digunakan untuk menentukan efektivitas program pelatihan (Noe, 2008).
Pelatihan dan pengembangan melibatkan seseorang untuk menilai apakah tujuan pelaksanaan pelatihan
dan pengembangan telah tercapai serta efektif. Keefektifan pelatihan mengacu pada manfaat yang diterima oleh
perusahaan dan peserta pelatihan. Manfaat bagi peserta pelatihan diantaranya adalah belajar keterampilan atau
perilaku baru. Manfaat bagi perusahaan diantaranya adalah peningkatan penjualan dan pelanggan lebih puas.
Namun, sangat sulit untuk mengukur efektivitas pelatihan dan pengembangan karena dampak jangka panjang pada
trainee dan organisasi bersifat abstrak (Prasad, 2005).

3. EVALUASI PELATIHAN: TUJUAN DAN KEBUTUHAN


Pelatihan dan pengembangan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi serta mengembangkan suatu cara
sistematis dalam melaksanakan kewajiban dan tugas yang diberikan oleh organisasi. Selain itu, pelatihan dan
pengembangan menjembatani jarak antara persyaratan kerja dan spesifikasi para pekerja sekarang ini. Pelatihan
seperti kegiatan organisasional lainnya memerlukan waktu, energi, dan uang. Pelatihan dan pengembangan adalah
investasi pada produktivitas karyawan dan mempertahankan mereka dengan memberikan perkembangan karir dan
kepuasan pekerjaan karyawan untuk jangka panjang. Oleh sebab itu, organisasi perlu mengetahui apakah investasi
mereka digunakan dengan efektif atau tidak. Karena alasan inilah evaluasi pelatihan dan pengembangan yang
berkesinambungan diperlukan. Evaluasi pelatihan dan pengembangan adalah penilaian dampak pelatihan pada
kinerja dan perilaku peserta pelatihan.
Pelatihan, seperti kegiatan organisasional lainnya memerlukan waktu, energi, dan uang. Pelatihan adalah
investasi penting dalam strategi yang mengarah pada promosi internal, rangkaian perencanaan dan pengembangan
karyawan. Pelatihan dan pengembangan adalah investasi pada produktivitas dan kesetiaan karyawan dengan
menyediakan perkembangan karir dan kepuasaan kerja karyawan dalam jangka panjang (Bowes, 2008). Oleh
sebab itu, organisasi perlu mengetahui apakah investasinya digunakan dengan baik atau tidak. Untuk inilah evaluasi
berkesinambungan mengenai pelatihan dan pengembangan diperlukan. Evaluasi mengenai pelatihan dan
pengembangan dinilai berdasarkan dampaknya terhadap kinerja dan sikap peserta pelatihan.

Karena pengeluaran untuk pelatihan dan pengembangan memerlukan biaya yang tinggi, sejumlah organisasi
mempertanyakan mengenai pengembalian investasi kegiatan ini. Ada penurunan kemauan dan kepercayaan untuk

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 2


mengeluarkan atau menghabiskan biaya bagi pelatihan dan pengembangan, sehingga pada akhirnya biaya
pelatihan dan pengembangan ditekan dan disesuaikan dengan kemampuan organisasi sehingga hasil akhirnya tidak
sesuai dengan tujuan.
Baldwin dan Ford telah memperkirakan bahwa “tidak lebih dari 10 persen pengeluaran pelatihan dan
pengembangan yang benar-benar bisa dimanfaatkan untuk pentransferan pekerjaan.”
Dalam konteks ini, penting sekali bagi mereka yang berada di lapangan untuk fokus pada evaluasi pelatihan
dan pengembangan dengan benar yang dapat menunjukkan serta mengkomunikasikan upaya pelatihan yang
dilaksanakan dapat benar benar membuahkan hasil.

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan suatu bagian penting dalam menunjang
peningkatan kinerja di tingkat organisasi dan individu. Oleh karena itu, sangatlah penting bahwa pengalihan ilmu
pengetahuan ke dunia kerja, dinilai melalui suatu proses pengkajian dan evaluasi, untuk mencapai keberhasilan
yang diinginkan oleh organisasi maupun individu. Pengembangan SDM yang dibangun dan didemonstrasikan
dapat dinilai berdasarkan seberapa besar kontribusi SDM dalam organisasi setelah memperoleh pembelajaran
dari suatu pelatihan yang bertujuan untuk pengembangan dan mencapai keberhasilan organisasi secara
keseluruhan.

Evaluasimerupakan suatu proses untuk mencari tahu bagaimana proses pengembangan pelatihan telah berhasil
mempengaruhi individu, tim dan organisasi.
Secara umum evaluasi adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi
suatu program. Dalam konteks evaluasi di lingkungan diklat, terdapat tiga istilah yang memiliki arti berbeda karena
tingkat penggunaan yang berbeda, yaitu istilah pengukuran (measurement), penilaian (evaluation) dan
pengambilan keputusan (decision making). Ketiga istilah ini berkaitan erat dan merupakan suatu rangkaian
aktivitas dalam evaluasi dalam dunia kediklatan

Pengukuran adalah suatu prosedur untuk mendapatkan informasi atau data secara kuantitatif, dengan
pemberian angka kepada suatu sifat atau karakteristik tertentu kepada seseorang berdasarkan aturan tertentu. Hasil
pengukuran berupa data kuantitatif dalam bentuk angka-angka (skor). Oleh karena itu, dalam pengukuran
dibutuhkan adanya alat ukur (instrumen) yang digunakan untuk mengumpulkan data. Sifat dari pengukuran adalah
obyektif. Pengukuran tidak membuahkan nilai atau baik buruknya sesuatu, tetapi hasil pengukuran dapat dipakai
untuk penilaian atau evaluasi

Penilaian (Evaluation) adalah kegiatan untuk mengetahui apakah suatu program telah berhasil dan efisien.
Penilaian bersifat kualitatif untuk menentukan apakah sesuatu (seseorang) tergolong kategori baik atau kurang,
tepat atau tidak tepat, dan kualitas lainnya. Penilaian pada dasarnya adalah pemberian pertimbangan (judgement)
terhadap skor atau angka-angka yang diperoleh melalui pengukuran. Dengan demikian dalam pertimbangan
memuat faktor-faktor yang bersifat subyektif dalam kadar tertentu (relatif).
Bowo Trahutomo – HRD Development Page 3
Pengambilan keputusan (kebijakan) adalah tindakan yang diambil oleh seseorang atau lembaga
berdasarkan data (informasi) yang telah diperoleh dengan memasukkan berbagai pertimbangan

Dari pengertian tersebut, jelas terlihat adanya tingkatan yang berbeda. Pengukuran tidak membuahkan
nilai atau baik buruknya sesuatu, tetapi hasil pengukuran dapat dipakai untuk membuat penilaian. Penilaian
memerlukan data yang baik mutunya dan salah satu sumbernya adalah hasil pengukuran. Namun demikian, tidak
menutup kemungkinan bahwa penilaian tetap dilakukan meskipun tanpa didahului oleh pengukuran. Demikian pula
halnya dengan pengambilan keputusan. Keputusan yang baik memerlukan hasil penilaian yang baik

Evaluasi program pelatihan dapat membantu organisasi mencapai tujuan yang berbeda selama program
pelatihan dilaksanakan. Evaluasi program pelatihan memiliki dua aturan dasar tujuan - pelatihan menilai efektivitas,
dan menggunakannya sebagai alat bantu pelatihan.
Tujuan utama dari evaluasi adalah untuk meningkatkan pelatihan dengan menemukan apakah proses
pelatihan dan pengembangan yang telah dilaksanakan telah berhasil mencapai tujuannya masing-masing. Karena
evaluasi mempengaruhi pembelajaran, oleh karena itu dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu pelatihan
(pengetahuan tentang hasil fasilitas belajar yang baik).

Tujuan lain dari evaluasi pelatihan adalah untuk:


• Menentukan apakah tujuan pelatihan dan pengembangan terpenuhi.
• Menentukan efektivitas berbagai komponen program pelatihan dan pengembangan (misalnya isi, alat
bantu pelatihan, fasilitas dan lingkungan, jadwal program, gaya presentasi, instruktur, dll)
• Menentukan apakah program pelatihan dan pengembangan membenarkan biaya.
• Memutuskan siapa (jumlah dan jenis calon peserta) harus berpartisipasi dalam program masa depan.
• Menilai mana peserta memperoleh paling atau setidaknya dari program tertentu.
• Mendapatkan wawasan praktis untuk merancang, mengembangkan dan menyampaikan program-program
masa depan yang lebih efektif.
• Menyesuaikan dengan pedoman kebijakan dan dokumentasi pelatihan serta pengembangan usaha
organisasi.
• Memeriksa tingkat transferpelajaran, yaitu sejauh mana seorang trainee menerapkannya kemampuan
barinya padapekerjaannya.
• Meihat apakah program pelatihan yang telah ditetapkan dapat memetakan kebutuhan peserta.

Bramley dan Newby (1984) mengidentifikasi empat tujuan utama evaluasi.


• Tanggapan: Menghubungkan hasil belajar dengan tujuan dan memberikan bentuk kontrol kualitas;
• Kontrol: Membuat link dari pelatihan untuk kegiatan organisasi dan mempertimbangkan efektivitas biaya;

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 4


• Penelitian: Menentukan hubungan antara pembelajaran, pelatihan dan transfer pelatihan untuk pekerjaan;
• Intervensi: Hasil evaluasi mempengaruhi konteks yang terjadi;

Perkembangan konsep evaluasi yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang lebih luas.Konsep tersebut pada
umumnya berkisar pada pandangan sebagai berikut:
1. Evaluasi tidak hanya diarahkan kepada tujuan diklat yang ditetapkan, tetapi juga terhadap tujuan-tujuan
yang tersembunyi, termasuk efek yang mungkin timbul
2. Evaluasi tidak hanya melalui pengukuran perilaku peserta diklat, tetapi juga melakukan pengkajian
terhadap komponen-komponen diklat, baik masukkan – proses – keluaran
3. Evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan,
tetapi juga untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan tersebut penting bagi peserta diklat dan bagaimana
peserta mencapainya
4. Mengingat luasnya tujuan dan obyek evaluasi, maka alat yang digunakan dalam pengukuran sangat
beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada tes, tetapi juga yang bukan tes.

4. TAHAPAN EVALUASI
Ada empat tahapan penting dimana pelatihan dan pengembangan harus dievaluasi:
a. Reaksi: Pada tahap ini, evaluasi memberikan informasi mengenai sikap dan pendapat para peserta
terhadap pembelajaran yang telah mereka lakukan, biasanya melalui formulir evaluasi atau lembar
komentar. Hal ini memberikan informasi yang bermanfaat yang mungkin membantu dalam memodifikasi
program kurikulum/pelatihan.Apakah pendapat peserta mengenai kegiatan pengembangan tersebut?

b. Pembelajaran yang dicapai: Evaluasi pada tahap ini melihat sejauh mana tujuan pembelajaran yang
telah dicapai. Evaluasi pembelajaran dapat terjadi selama kegiatan berlangsung dengan menggunakan
sesi interaktif, ujian dan aplikasi praktis dan setelah kegiatan tersebut, dengan pengujian kembali
pengetahuan dan keterampilan dan membandingkannya dengan hasil pra-pelatihan, mengamati
pengetahuan dan keterampilan baru peserta didik dalam konteksnya. Apakah peserta telah
mengetahui apa yang dimaksudkan? Apakah tujuan pembelajaran telah dicapai?

c. Kinerja: Evaluasi pada tahap ini melihat dampak dari pengalaman belajar pada kinerja individu/tim di
tempat kerja. Kunci dari evaluasi pada tingkat ini adalah perlunya memiliki kesepakatan atas tujuan
pembelajaran yang jelas sebelum pengalaman belajar itu sendiri, sehingga ketika evaluasi berlangsung,
terdapat berbagai langkah yang dapat digunkaan. Apakah pembelajaran tersebut dialihkan ke pekerjaan?
Bagaimana kegiatan pengembangan tersebut meningkatkan kinerja individu, misalnya
pengetahuan khusus atau pendekatan profesi?

d. Dampak Organisasi: Pada tingkat ini, evaluasi menilai dampak pembelajaran pada efektivitas
Bowo Trahutomo – HRD Development Page 5
organisasi, dan apakah hal tersebut adalah hemat biaya atau tidak dari segi organisasi.Bagaimana
kegiatan pengembangan ini mempengaruhi organisasi, individu atau unit dalam hal peningkatan
kinerja - misalnya, hasil yang lebih baik, kualitas atau standar yang meningkat, stabilitas
keuangan, jumlah keluhan yang berkurang, moral yang meningkat, citra profesi?

5. MODEL MODEL EVALUASI


Secara normatif program pelatihan dan pengembangan (training and development) sebagai bagian
integral dari proses pengembangan sumberdaya manusia (SDM) menjadi penting dan strategis dalam
mendukung visi dan misi organisasi. Untuk menjamin kualitas penyelenggaraan program pelatihan, maka
diperlukan suatu fungsi kontrol yang dikenal dengan evaluasi.
Evaluasi pelatihan memiliki fungsi sebagai pengendali proses dan hasil program pelatihan sehingga
akan dapat dijamin suatu program pelatihan yang sistematis, efektif dan efisien. Evaluasi pelatihan merupakan
suatu proses untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam program pelatihan.

Evaluasi pelatihan lebih difokuskan pada peninjauan kembali proses pelatihan dan kemudian menilai
hasil pelatihan serta dampak pelatihan yang dikaitkan dengankinerja SDM.
Akademisi menyatakan bahwa alasan utama terjadinya kegagalan dalam evaluasi adalah: perencanaan
yang tidak memadai, kurangnya objektivitas, kesalahan evaluasi dan semacamnya, interpretasi yang tidak
tepat dan penggunaan hasil yang tidak tepat. Masalah lainnya adalah kegagalan untuk evaluator dalam hal
teknik evaluasi adalah instrumen pengumpulan data yang digunakan tidak tepat dan fokus pada pokok
permasalahan /rincian yang tidak penting.

Terdapat model yang berbeda-beda yang digunakan oleh organisasi untuk mengevaluasi keefektivitasan
pelatihan sesuai dengan sifat dan anggaran organisasi. Beberapa model yang umum digunakan adalah
sebagai berikut:
a. Model Empat Level
Merupakan model evaluasi pelatihan yang dikembangkan pertama kali oleh Donald L. Kirkpatrick
dengan menggunakan empat level dalam membuat kategori hasil pelatihan.
Empat level tersebut adalah level reaksi (reactions), pembelajaran (learning), perilaku (behavior) dan hasil
(results).

Keempat level dapat dirinci sebagai berikut :


LEVEL 1: REACTIONS
Tujuan utama dari evaluasi reaksi adalah untuk meningkatkan kualitas program pelatihan, yang dalam
gilirannya mengarah ke peningkatan kinerja dengan mengukur reaksi peserta terhadap program pelatihan,

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 6


yang harus diukur segera setelah program. Evaluasi tingkat satu seharusnya tidak hanya mencakup
reaksi terhadap program keseluruhan (misalnya apakah Anda menyukai program tersebut.), tetapi juga
harus mencakup pengukuran reaksi dan sikap peserta terhadap komponen tertentu dari program, seperti
topik, isi, metodologi, instruktur dll.
Contoh alat evaluasi dan metode yang disarankan oleh para akademisi biasanya berbagai lembar
evaluasi diantaranya formulir tanggapan berdasarkan reaksi subyektif pengalaman pelatihan, reaksi
verbal yang dapat dicatat dan dianalisis, survei atau kuesioner setelah pelatihan, evaluasi secara online
atau penilaian oleh delegasi, yang diikuti dengan laporan lisan atau tertulis yang diberikan oleh delegasi
kembali kepada manajer saat kembali ke pekerjaan mereka dll.
Tahap evaluasi pertama dilakukan segera setelah pelatihan selesai diberikan. Umumnya ditujukan untuk
mengukur tingkat kepuasan peserta terhadap pelaksanaan pelatihan. Evaluasi yang paling sederhana
dan mudah dilakukan dengan menggunakan Check List.

Beberapa hal yang penting untuk dievaluasi adalah :


i. Isi pelatihan : seberapa jauh isi pelatihan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, baik dari segi
keragaman maupun kedalaman topik yang dibahas.
ii. Kualitas materi : seberapa baik kualitas materi yang dibagikan, presentasi audio dan visual yang
disajikan, dan peralatan lain yang digunakan selama pelatihan. Kualitas materi yang baik
menimbulkan kesan bahwa peserta mengikuti pelatihan yang bergengsi dan bukan pelatihan “asal-
asalan” saja.
iii. Metode pelatihan : seberapa sesuai metode pelatihan yang digunakan dengan topik yang dibahas.
Contoh, pelatihan security untuk para satpam harusnya lebih banyak dilakukan dalam metode
simulasi, role play, outbound dan games dibanding ceramah/kuliah.
iv. Logistik : seberapa layak akomodasi dan konsumsi yang diberikan serta fasilitas pelatihan lainnya.
Walaupun kelihatan sepele, akomodasi dan konsumsi dapat mempengaruhi konsentrasi.
v. Instruktur/fasilitator : seberapa fasih mereka memberikan pelatihan. Hal ini bergantung dari
kedalaman pemahamannya terhadap materi pelatihan, kemampuan melakukan presentasi materi
dan kemampuan mengelola situasi selama pelatihan.

Tahap evaluasi level satu (Reaksi) terdiri dari :


Evaluasi Tingkat belajar: Evaluasi pada tingkat ini ingin membedakan antara apa yang mereka
sudah tahu sebelum pelatihan dan apa yang mereka benar-benar pelajari selama program
pelatihan (Jeng & Hsu, nd.). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa evaluasi pembelajaran
adalah pengukuran peningkatan dalam pengetahuan atau kemampuan intelektual dari sebelum ke
setelah pengalaman belajar. Hasil belajar dapat mencakup perubahan pengetahuan, keterampilan
atau sikap. Sebagian kegiatan pelatihan akan menekankan pengetahuan, sebagian menekankan
keterampilan, sebagian menekankan sikap dan sebagian menekankan hasil belajar. Evaluasi

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 7


harus berfokus pada pengukuran apa yang tercakup dalamkegiatan pelatihan yaitu tujuan
pembelajaran. Jadi pertanyaan pada tingkat akan mendapatkan pra tes sebelum praktikum dan
tes setelah praktikum. Alat dan metode yang dapat digunakan dalam mengevaluasi tingkat belajar
penilaian atau tes sebelum dan sesudah pelatihan, wawancara atau pengamatan dapat digunakan
sebelum atau sesudah, meskipun ini adalah waktu memakan waktu dan dapat menjadi tidak
konsisten.
Evaluasi Tingkat Perilaku:adalah sejauh mana peserta pelatihan setelah diterapkan
pembelajaran dan mengubah perilaku mereka, dan ini dapat dilakuan segera dan beberapa bulan
setelah pelatihan, bergantung pada situasi. Evaluasi tingkat ini bertujuan mengukur transfer yang
telah terjadi dalam perilaku kerja / prestasi kerja karena program pelatihan. Pengujian kinerja ini
adalah untuk menunjukkan keterampilan peserta pelatihan dalam menerapkan apa yang dia
dipelajari di kelas. Ini melibatkan pengujian peserta "kemampuan untuk melakukan keterampilan
yang dipelajari pada saat bekerja, bukan di kelas. Perubahan perilaku kerja sulit untuk diukur
karena orang dapat berubah seiring waktu dan juga sulit untuk mengukur dan menafsirkan reaksi
dan evaluasi pembelajaran. Observasi dan wawancara lembur diperlukan untuk menilai perubahan,
relevansi perubahan dan keberlanjutan perubahan perilaku peserta. Pendapat peserta dalam
bentuk penilaian diri, tanggapan 360 - derajat adalah metode yang berguna untuk mengevaluasi
tingkat ini.
Evaluasi Tingkat Hasil: evaluasi tingkat Hasil adalah efek pada bisnis atau lingkungan yang
dihasilkan dari peningkatan kinerja peserta pelatihan. Tingkat empat hasil tidak terbatas
pengembalian investasi pelatihan (ROI). Hal ini juga dapat termasuk orang lain hasil utama yang
berkontribusi terhadap berfungsi dengan baik dari sebuah organisasi, termasuk hasil apapun
bahwa kebanyakan orang akan setuju adalah "baik untuk bisnis", Hasil yang baik perubahan
dalam hasil keuangan (seperti ROI positif atau keuntungan meningkat) atau perubahan variabel
yang seharusnya memiliki efek langsung kehandalan pada hasil keuangan pada titik yang sama di
masa depan.
Tujuan pada tingkat ini adalah untuk menilai biaya vs manfaat program pelatihan, yaitu misalnya dampak
terhadap organisasi dalam hal pengurangan biaya, peningkatan kualitas kerja, produktivitas yang lebih
tinggi, penurunan omset, hubungan baik antar sesama, peningkatan penjualan, sedikit keluhan, absensi
lebih rendah. Semangat kerja yang lebih tinggi, lebih sedikit kecelakaan kerja, lebih besar kepuasan kerja
dll . Mengumpulkan, mengorganisir dan menganalisa tingkat empat informasi dapat memakan sulit, waktu
dan lebih mahal daripada tiga tingkat lain, tetapi hasilnya seringkali cukup berharga bila dilihat dalam
keseluruhan konteks nilainya bagi organisasi.

LEVEL 2 : LEARNING
Tahap evaluasi ini pun relatif mudah dilakukan. Biasanya pada jam terakhir pelatihan. Tujuannya
mengukur tingkat pemahaman peserta atas materi pelatihan. Jika seorang peserta pelatihan tidak

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 8


dapat memahami materi pelatihan, bagaimana mungkin ia dapat mengaplikasikan perubahan dalam
kinerjanya? Beberapa metode di antaranya memberikan tes tertulis atau studi kasus pada peserta
pelatihan.
Simulasi pun dapat dilakukan, misalnya role play, in-basket atau teknik lainnya. Paling sederhana adalah
meminta peserta melakukan refleksi atau presentasi berupa rangkuman atas apa yang telah dipelajarinya.

LEVEL 3 : BEHAVIOR / APPLICATION


Tahap evaluasi ini ditujukan untuk mengukur implementasi peserta pelatihan di pekerjaan sehari-hari.
Informasi yang dibutuhkan adalah :
i. Tugas yang dikerjakan : proyek atau kegiatan rutin yang dilakukan sebagai bukti konkrit dari
implementasi peningkatan kemampuan peserta setelah mengikuti pelatihan. Contohnya, peserta
yang telah mengikuti pelatihan negosiasi dapat menyebutkan proyek tender yang berhasil
dimenangkannya.
ii. Tim yang terlibat : pihak-pihak yang mendukung kesuksesan dari tugas tersebut. Informasi ini perlu
diketahui untuk menilai seberapa besar peran peserta dalam kesuksesan tersebut.
iii. Waktu penerapan : kapan dan berapa lama implementasi tersebut dilakukan. Jika peserta terlibat
dalam proyek, maka ada batasan waktu tertentu. Berbeda dengan pengerjaan tugas rutin.
Jika implementasi tidak sesuai dengan harapan, analisis lebih lanjut perlu dilakukan. Misalnya,
adakah kesempatan bagi peserta untuk melakukan implementasi ? Faktor apa saja yang
mendukung implementasi terjadi ? Lalu faktor apa yang menghambat dan perlu diatasi ? Faktor
yang mendukung di antaranya adalah infrastruktur yang memadai, atasan yang terbuka, tim kerja
yang solid, dll. Sementara faktor yang menghambat adalah waktu yang sempit, dana yang terbatas,
resistensi terhadap perubahan, dll. Jangan sampai ditemukan kemalasan peserta sendiri sebagai
faktor penghambat.

LEVEL 4 : RESULTS / IMPACT


Tahap ini ditujukan untuk mengukur dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara
keseluruhan. Data historis (awal) harus tersedia untuk melakukan evaluasi tahap ini.
Beberapa aspek yang diukur antara lain :
i. Tangible, mencakup : (1) hasil kerja, seperti produktivitas, frekuensi, kecepatan, keuntungan, %
penyelesaian, (2) kualitas seperti deviasi, kecelakaan, komplain, produk gagal, (3) biaya, seperti
biaya operasional, pengeluaran mendadak, (4) waktu, seperti efisiensi, lembur.
ii. Intangible, mencakup : (1) kebiasaan kerja, seperti absensi, kelalaian, tepat waktu, (2) iklim kerja,
seperti komitmen, pengunduran diri, kerja sama, (3) keterampilan, seperti pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, (4) kepuasan, seperti kepuasan kerja, kepuasan pelanggan, (5) inisiatif,
seperti saran, penetapan tujuan, rencana strategis.

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 9


b. Model ROI (Return On Investment)
Model ROI yang dikembangkan oleh Jack Phillips merupakan level evaluasi terakhir untuk melihat
cost-benefit setelah pelatihan dilaksanakan. Kegunaan model ini agar pihak manajemen melihat
pelatihan bukan sesuatu yang mahal dan hanya merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan
merupakan suatu investasi. Sehingga dapat dilihat dengan menggunakan hitungan yang akurat
keuntungan yang dapat diperoleh setelah melaksanakan pelatihan. Hal ini tentunya dapat memberikan
gambaran lebih luas, apabila ternyata dari hasil yang diperoleh ditemukan bahwa pelatihan tersebut tidak
memberikan keuntungan baik bagi peserta maupun bagi lembaga.

Model evaluasi ini merupakan tambahan dari model evaluasi Kirkpatrick yaitu adanya level ROI (level 5),
pada level ini ingin melihat keberhasilan dari suatu program pelatihan dengan melihat dari Cost-Benefit-
nya, sehingga memerlukan data yang tidak sedikit dan harus akurat untuk menunjang hasil dari evaluasi
pelatihan yang valid.

Tahap ROI paling sulit dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi nilai balik modal dari
pelaksanaan pelatihan. Dibutuhkan waktu, biaya dan analisis data yang akurat untuk keberhasilan
evaluasi ini.
Salah satu cara untuk melihat pengaruh dari sebuah pelatihan, ada tiga strategi yang dapat dilakukan dan
diperhitungkan dengan cara yang sederhana yaitu :
i. Perbandingan antara kelompok peserta dan kelompok bukan peserta. Kinerja antara kelompok
peserta pelatihan dapat diperbandingkan dengan kelompok lain yang setara dan belum
mendapatkan pelatihan. Contohnya, cara menjawab telepon yang masuk dari kelompok
resepsionis peserta pelatihan Sopan Santun Bertelepon dibandingkan dengan kelompok yang
belum mendapatkan pelatihan. Secara kualitatif, cara menjawab yang lebih baik dapat
disimpulkan disebabkan oleh pelatihan tersebut.

ii. Perbandingan antara sebelum dan sesudah pelatihan. Kinerja antara sebelum dan sesudah
pelatihan dari kelompok yang sama diperbandingkan. Contohnya, penjualan retail sebelum
pelatihan direct selling dibandingkan dengan penjualan setelah pelatihan. Tentu saja analisis
yang dilakukan juga perlu memperhatikan tren kenaikan atau penurunan tanpa adanya pelatihan.

iii. Estimasi peserta terhadap presentase pengaruh pelatihan. Inilah perhitungan yang paling mudah
dilakukan. Peserta pelatihan diminta untuk mengungkapkan berapa persentase pengaruh
pelatihan terhadap perbaikan kinerjanya. Contohnya, peserta pelatihan Interconnecting Network
Device melaporkan bahwa 70% keberhasilan mengerjakan proyek Wireless Connection
disebabkan oleh aplikasi pelatihan. Sisanya, 30% lainnya oleh faktor-faktor lain, seperti proses
belajar sendiri, umpan balik atasan, dll.

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 10


c. Model CIPP/Certified Information Prifacy Professional
Model CIPP dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam's merupakan model untuk menyediakan berbagai
informasi bagi pembuat keputusan, jadi tujuan utama evaluasi ini adalah untuk membuat keputusan.
Empat fase evaluasi pada model ini adalah : evaluasi konteks,
evaluasi input, proses evaluasi dan evaluasi produk
Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa tujuan paling penting dari evaluasi adalah untuk meningkatkan
keberfungsian dari sebuah program.
Komponen dalam model evaluasi ini sebagai berikut :
i. Context (konteks) berfokus pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah
dan peluang yang mendasari pembuatan keputusan dari perencanaan program yang sedang
berjalan, berupa diagnostik yakni menemukan kesenjangan antara tujuan dengan dampak yang
tercapai.

Pada Evaluasi Konteks Ini memerlukan evaluasi pelatihan dan pengembangan analisis kebutuhan
serta merumuskan tujuan berdasarkan kebutuhan ini. Hal ini bertujuan untuk menentukan sejauh
mana tujuan dan sasaran dari program cocok dengan kebutuhan yang telah dinilai oleh organisasi,
apakah penilaian kebutuhan secara akurat diidentifikasi merupakan kebutuhan yang sebenarnya
dan tepat untuk organisasi dan budaya kerja yang relevan. Evaluasi Konteks adalah bagian dari
pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dari sebuah organisasi.

ii. Input (masukkan) berfokus pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan, implementasi
disain dan cost-benefit dari rancangan yang melayani pembuatan keputusan tentang perumusan
tujuan-tujuan operasional.
Evaluasi masukan merupakan penilaian terhadap rencana aksi program. Evaluasi seperti itu
membantu dalam menentukan kegiatan spesifik dan strategi serta prosedur untuk memastikan
bahwa telah dipilih pendekatan terbaik dalam hal kebutuhan yang dievaluasi dan tujuan serta
sasaran yang telah diidentifikasi. Ini melibatkan evaluasi kebijakan penentuan, anggaran, jadwal
dan prosedur untuk mengorganisasi program.

iii. Process (proses) memiliki fokus lain, yaitu menyediakan informasi untuk membuat keputusan day
to day decision making untuk melaksanakan program, membuat catatan atau “record”, atau
merekam pelaksanaan program dan mendeteksi atau pun meramalkan pelaksanaan program.
Evaluasi proses adalah aspek penting dari pelaksanaan sebuah program. Evaluasi proses
melibatkan evaluasi persiapan lembar reaksi, skala penilaian dan analisis catatan yang relevan
(Prasad, 2005). Evaluasi proses adalah penilaian berkesinambungan mengenai pelaksanaan
rencana aksi yang telah dikembangkan oleh organisasi. Evaluasi ini adalah pemantauan program
Bowo Trahutomo – HRD Development Page 11
yang sistematis dan berjalan. Evaluasi proses menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk
memandu pelaksanaan strategi program, prosedur dan kegiatan sebagai serta sarana untuk
mengidentifikasi keberhasilan dan kegagalan. Tujuan dari evaluasi proses evaluasi adalah
• memberikan tanggapan kepada organisasi dan karyawan mereka tentang sejauh mana
kegiatan yang telah dijadwalkan dilaksanakan sesuai rencana dan memanfaatkan waktu dan
sumber daya secara efisien;
• untuk memberikan bimbingan guna memodifikasi atau memberi penjelasan rencana aksi
program yang diperlukan, terutama karena tidak semua aspek dari rencana dapat diantisipasi
atau direncanakan terlebih dahulu;
• untuk menilai secara rutin sejauh mana personel program melakukan peraturan mereka dan
melaksanakan tanggung jawab mereka;
• untuk memberikan catatan tambahan mengenai program, bagaimana penerapannya dan
bagaimana membandingkan dengan apa yang dimaksudkan.

iv. Product (produk) berfokus pada mengukur pencapain tujuan selama proses dan pada akhir
program.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tujuan dari evaluasi produk adalah untuk mengukur,
menafsirkan dan menilai sejauh mana upaya perbaikan sebuah organisasi telah mencapai tujuan
jangka pendek dan jangka panjang.

Terdapat model model yang lain yang dipergunakan yang pada dasarnya mempunyai prinsip yang sama
diantaranya adalah :
Pendekatan C. CIRO: Model CIRO untuk evaluasi pelatihan manajerial diusulkan pada tahun 1970,
(Warr, Bird & Rackson, 1970). Model ini didasarkan pada evaluasi empat aspek pelatihan: konteks, input,
reaksi dan hasil. Menurut Tennant, Boonkrong dan Roberts (2002), model CIRO berfokus pada pengukuran
baik sebelum dan sesudah pelatihan dilaksanakan. Kekuatan utama dari model CIRO adalah bahwa tujuan
(konteks) dan peralatan pelatihan (input) diperhatikan.
Evaluasi Konteks berfokus pada faktor-faktor seperti identifikasi yang benar dari kebutuhan pelatihan dan
penetapan tujuan dalam kaitannya dengan budaya dan iklim organisasi .
Evaluasi masukan berkaitan dengan desain dan pengiriman pelatihan kegiatan. Evaluasi Reaksi mencermati
cara mendapatkan dan menggunakan informasi tentang kualitas pengalaman pelatihan.
Evaluasi hasil berfokus pada pencapaian yang diperoleh dari kegiatan dan dinilai pada tiga tingkatan:
langsung, pada pertengahan dan akhir evaluasi.
Evaluasi langsung bertujuan untuk mengukur perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap sebelum
peserta pelatihan kembali ke pekerjaan mereka .
Menurut Santos dan Stuart (2003) evaluasi pada saat pertengahan pelatuhan mengacu pada
dampak pelatihan terhadap kinerja dan bagaimana hasil belajar ditransfer kembali ke tempat kerja. Terakhir,
Bowo Trahutomo – HRD Development Page 12
evaluasi akhir mencoba untuk menilai dampak pelatihan pada departemen atau kinerja organisasi dalam hal
hasil keseluruhan.
Pendekatan Evaluasi D. Phillip: Dalam dekade terakhir, pelatihan profesional telah ditantang untuk
memberikan bukti bagaimana pelatihan finansial memberikan kontribusi untuk bisnis. Phillips (1996)
menyarankan untuk menambahkan tingkat lain untuk empat level pendekatan Kirk - Patrick untuk menghitung
return on investment (ROI) yang dihasilkan oleh pelatihan. Menurut James dan Roffe (2000), lima tingkatan
pendekatan evaluasi Plillips menerjemahkan nilai pelatihan ke nilai moneter yang berdampak pada ROI. Philips
memberikan kerangka kerja logis untuk melihat ROI baik dari sudut pandang kinerja manusia dan hasil bisnis.
Namun, pengukuran lebih jauh, membandingkan manfaat moneter dengan biaya program. Meskipun ROI
dapat dinyatakan dalam beberapa cara, biasanya ROI disajikan dalam persen atau rasio biaya / manfaat.
Meskipun hampir semua Organisasi HRD melakukan evaluasi untuk mengukur kepuasan, sangat sedikit yang
benar-benar melakukan evaluasi pada Tingkat ROI, mungkin karena ROI sering dianggap sebagai proses yang
sulit dan mahal.

Sejak didirikan Kirkpatrick menetapkan model asli nya, teoretikus lain dan Kirkpatrick sendiri,
menggunakan tingkatan kelima, yaitu ROI (Return on Investment/Pengembalian Invetasi). Tapi ROI dapat dengan
mudah disertakan dalam empat level Kirkpatrick yang asli pada tingkat "Hasil". Penyertaan dan relevansi tingkat
kelima dianggap hanya relevan jika penilaian pengembalian investasi dinyatakan mungkin akan diabaikan atau
dilupakan ketika mengacu hanya pada Tingkat "Hasil".
Ada beberapa pendekatan dan model evaluasi pelatihan lainnya. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya
bahwa evaluasi pelatihan itu sendiri adalah bagian yang kurang tersentuh dalam proses pelatihan dan
pengembangan, dimana metode evaluasi ini memiliki sisi teoritis tapi kurang pada sisi aplikasi praktis. Jadi model ini
sering tidak dibahas secara rinci, yaitu: Pendekatan Sistem Pelatihan Validasi (TVS/ Training Validation System
(Fitz-Enz, 1994), model Input, Proses, Output / Outcome (IPO) (Bushnell, 1990), pendekatan analisis investasi
pelatihan Hassett , model evaluasi lima tingkat Kaufman, Mahapatra dan Lai (2005) dan Sadri dan Synder (1995).

Pendekatan analisis investasi pelatihan Hassett berfokus pada empat bidang penting dan mengukur
pelatihan yaitu efektivitas analisis kebutuhan, pengumpulan informasi, analisis dan diseminasi. Model evaluasi lima
tingkat Kaufman memperluas lingkup pelatihan evaluasi dampak luar organisasi, termasuk bagaimana pelatihan
menguntungkan masyarakat dan lingkungan sekitarnya dalam organisasi.

Tabel Evaluasi lima Tingkatan Kaufman


Tingkat Bidang Evaluasi
1.a. Mengakftifkan Ketersediaan input kualitas seperti: sumber daya manusia, keuangan, dan
fisik.
1.b. Reaksi Metode, alat, dan proses keberterimaan dan efisiensi.

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 13


2. Akuisisi Penguasaan dan kompetensi individu dan kelompok kecil
3 Aplikasi Pemanfaatan individu dan kelompok kecil dalam organisasi.
4. Hasil Memberi kepada organisasi.
Organisasional
5. Hasil Sosial Memebri kepada masyarakat.

Sumber: Diadaptasi dair Bhattacharyya, Dipak. Kumar. Human Resource Research Methods. Ganga. Saran &
Grand Sons. 2007. halaman– 266.

Mahapatra dan Lai (2005) menyatakan bahwa akhir dari sebuah pelatihandapat dievaluasi pada lima
tingkat. Kelima tingkatan tersebut adalah; teknologi, reaksi, keterampilan akuisisi, transfer keterampilan dan efek
organisasi.
Dalam menilai perubahan yang terjadi setelah periode pelatihan, para peneliti dapat memanfaatkan salah
satu atau ketiga jenis konseptual berbeda dari perubahan: alfa, beta dan gamma (Sadri dan Synder, 1995). Dalam
perubahan alpha, Laporan perubahan peserta berisi antara waktu satu dan waktu dua (pra-dan-)-peringkat
setelahnya, karena didasarkan pada instrumen yang yang telah terus dikalibrasi. Perubahan beta mengacu pada
perubahan nyata di mana alat ukur telah dikalibrasi ulang oleh peserta selama interval pengukuran, yaitu persepsi
individu skala respon telah berubah. Perubahan Gamma mengacu pada situasi ketika peserta mengubah atau
mengonsep ulang beberapa informasi yang relevan (Iyer di. el., 2009).

6. TAHAPAN EVALUASI
Langkah 1 : Persiapan Evaluasi
Pada langkah ini terdapat tiga kegiatan pokok yang berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi yaitu : 1)
menentukan tujuan atau maksud evaluasi, 2) merumuskan informasi yang akan dicari atau memfokuskan
evaluasi dan 3) menentukan cara pengumpulan data.

Beberapa kriteria yang digunakan dalam merumuskan tujuan evaluasi adalah : (1) kejelasan, (2)
keterukuran, (3) kegunaan dan kemanfaatan, (4) relevansi dan kesesuaian atau compatibility.
Jadi tujuan evaluasi harus jelas, terukur, berguna, relevan dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan
program pendidikan dan pelatihan.

Dalam merumuskan informasi atau memfokuskan evaluasi harus berdasarkan kepada tujuan evaluasi.
Terdapat beberapa metode dalam merumuskan evaluasi melalui berbagai pernyataan atau cara yaitu :
(1) menganalisis objek
(2) menggunakan kerangka teoritis
(3) memanfaatkan keahlian dan pengalaman dari luar organisasi
(4) berinteraksi dengan audien kunci.
Bowo Trahutomo – HRD Development Page 14
Menentukan cara pengumpulan data, misalnya survei atau yang lain, ditentukan pula pendekatan dalam
pengumpulan data. Terdapat beberapa prosedur pengumpulan data dengan pendekatan kuantitatif, misalnya
observasi, tes, survei atau lainnya.

Langkah 2 : Mengembangkan Instrumen


Setelah metode pengumpulan data ditentukan, selanjutnya ditentukan pula bentuk instrumen yang akan
digunakan serta kepada siapa instrumen tersebut ditujukan (respondennya).
Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh instrumen evaluasi sebagai berikut : (1) validitas adalah
keabsahan instrumen dalam mengukur apa yang seharusnya diukur, (2) reliabilitas adalah ketetapan hasil yang
diperoleh, misalnya bila melakukan pengukuran dengan orang yang sama dalam waktu yang berlainan atau
orang yang lain dalam waktu yang sama, (3) objektivitas adalah upaya penerjemahan hasil pengukuran dalam
bilangan atau pemberian skor tidak terpengaruh oleh siapa yang melakukan, (4) standarisasi untuk
memastikan evaluator mempunyai persepsi yang sama dalam mengukur karena adanya petunjuk khusus
pengisian data, (5) relevansi adalah kepatuhan untuk mengembangkan berbagai pertanyaan agar sesuai
dengan maksud
instrumen, (6) mudah digunakan.

Langkah 3 : Mengumpulkan Data


Dalam melakukan pengumpulan data ini dilakukan dengan berbeda-beda pada masing-masing level. Pada
level reaksi data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dengan menggunakan metode survei. Kemudian
pada level pembelajaran data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dengan menggunakan tes. Selanjutnya
pada level perilaku, data yang dikumpulkan melalui observasi atau dapat juga dengan rencana aksi (action
plan), yaitu rencana tahapan tindakan yang akan dilakukan oleh peserta pelatihan dalam
mengimplementasikan hasil pelatihan yang telah diikuti. Dalam hal ini para peserta harus mempunyai suatu
sasaran peningkatan kinerja/kompetensi yang bersangkutan dalam unit kerja masing-masing yang kemudian
diukur dengan mengunakan patokan kinerja/kompetensi yang bersangkutan. Kemudian yang terakhir, yaitu
pada level hasil/dampak, dalam hal ini data yang dikumpulkan dapat melalui atasan, peserta pelatihan,
bawahan atau rekan kerja (client).

Langkah 4 : Mengolah dan Menganalisis Data


Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, maka langkah berikutnya adalah mengolah dan menganalisis
data. Dalam menganalisis data dan menafsirkannya (menginterpretasikan) harus berdasarkan hasil data yang
telah berhasil didapatkan. Kemudian menyajikannya dalam bentuk
yang mudah dipahami dan komunikatif.

Langkah 5 : Menyusun Laporan

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 15


Melaporkan merupakan langkah terakhir kegiatan evaluasi pelatihan. Laporan disusun dengan format yang
telah disepakati oleh tim. Langkah terakhir evaluasi ini erat kaitannya dengan tujuan diadakannya evaluasi.
Langkah-langkah tersebut dapat dengan digunakan untuk menjawab sejauh mana evaluasi pelatihan yang
akan dilakukan dan bagaimana pelaksanaan proses pelatihan dari awal hingga akhir sehingga memberikan
hasil untuk improvisasi pada pelatihan-pelatihan selanjutnya

7. TANGGUNG JAWAB ATAS HASIL EVALUASI


Tanggung jawab atas evaluasi pengembangan staf terletak pada
tingkatan berikut ini :

a. Individu:
• Dibuat Formulir Aplikasi dan Rekam Pengembangan Staf dari suatu organisasi yang mensyaratkan
para individu untuk mengidentifikasi tujuan mereka sehubungan dengan pengembangan strategis
dan prioritas pelatihan serta peran pekerjaan untuk kegiatan pengembangan yang diminta.
(Formulir dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan organisasi)
• Catatan diskusi antara individu dan manajernya setelah kegiatan pengembangan dilakukan
seharusnya memungkinkan suatu penilaian apakah tujuan pembelajaran telah dicapai. Diskusi yang
sedang berlangsung antara manajer dan individu akan memungkinkan untuk menilai apakah individu
tersebut telah mampu mengalihkan pembelajaran untuk pekerjaan setelah skala waktu yang wajar.

b. Manajer:
Manajer bertanggung jawab untuk memastikan bahwa staf telah mengidentifikasi tujuan pembelajaran
untuk setiap kegiatan pelatihan dan pengembangan yang mereka rencanakan yang akan dilakukan dan
menyetujui metode yang akan digunakan guna mengevaluasi pembelajaran (pedoman pedoman
tambahan bagi manajer diatur dalam lampiran tersendiri).
Manajer seharusnya mengadakan diskusi dengan anggota staf setelah kegiatan pengembangan telah
selesai dilakukan untuk mendiskusikan pembelajaran tersebut, dan untuk mengidentifikasi berbagai cara
di mana penerapan pembelajaran pada pekerjaan dapat dinilai. Manajer seharusnya memastikan bahwa
pelatihan yang dilakukan selama tahun berjalan ditinjau dan dievaluasi sebagai bagian dari Professional
DevelopmentReviewatau Tinjauan Pengembangan Profesi (PDR) tahunan.

Mis. contoh pada sebuah fakultas Devisi Rencana Pengembangan Staf Fakultas membutuhkan agar
setiap tahunnya menetapkan perencanaan kegiatan pengembangan staf mereka dan memberikan
penjelasan mengenai bagaimana mereka akan dievaluasi. Para Dekan dan Direksi seharusnya menilai
seluruh upaya pengembangan staf mereka dengan meninjau kemajuan terhadap rencana mereka. Hal
ini disarankan untuk kegiatan pengembangan staf setempat yang memiliki ukuran yang signifikan atau
Bowo Trahutomo – HRD Development Page 16
ruang lingkup kegiatan evaluasi yang harus melibatkan penilaian terhadap reaksi pembelajaran yang
dicapai, kinerja dan dampak organisasi. Tingkat evaluasi ini akan bermanfaat dalam mengevaluasi
dampak dari kegiatan pengembangan pada pencapaian tujuan dan sasaran bisnis. Evaluasi dapat
dilakukan melalui berbagai cara, misalnya formulir umpan balik yang dilengkapi oleh peserta, laporan
yang terfokus pada kelompok , wawancara tatap muka atau survei berbasis kuesioner. Panduan lebih
lanjut tentang bagaimana melakukan evaluasi seperti itu dapat diberikan oleh Organization
Development and Training atau Organisasi Pengembangan dan Pelatihan (ODT).
Pengelola Pelatihan Pusat: Semua program pelatihan yang disampaikan oleh pengelola pelatihan pusat
akan dinilai melalui formulir pengkajian Universitas pada akhir kursus / pelatihan saja. Pada tingkat ini,
evaluasi dapat memberikan informasi tentang sikap peserta dalam belajar, tetapi tidak mengukur
seberapa banyak pembelajaran mereka yang sebenarnya. Di samping itu, para penyedia pelatihan pusat
akan menggunakan berbagai ujian dan latihan yang tepat untuk mengukur pembelajaran para peserta
selama kegiatan pengembangan atau pelatihan.

Organisasi Pengembangan dan Pelatihan / Organization Development and Training(ODT): ODT


akan melaksanakan evaluasi tindak lanjut atas sampel terpusat yang disampaikan melalui
kursus/program pelatihan dan pengembangan, 3-6 bulan setelah kegiatan dilakukan untuk mengukur
bagaimana pembelajaran yang telah berlangsung telah diterapkan di tempat kerja. Di samping itu, ODT
akan melakukan latihan evaluasi dampak organisasi terhadap intervensi pelatihan atau program yang
dipilih untuk menilai dampak pembelajaran pada efektivitas organisasi dan apakah hal tersebut hemat
biaya dari segi organisasi.

8. KESIMPULAN
Evaluasi pelatihan adalah aspek yang terpenting dari pelatihan dan pengembangan. Ini adalah subyek yang
telah banyak dibahas tapi tidak dilaksanakan secara mendalam. Ada berbagai alasan yang telah dibahas
sebelumnya. Salah satu alasan utamanya adalah bahwa semua model bersifat deskriptif dan subyektif, indikator
untuk mengevaluasi pelatihan dan pengembangan adalah tidak jelas diberikan dan diuraikan. Dari pembahasan di
atas ditemukan bahwa model Kirkpatrick banyak digunakan di tingkat reaksi, tetapi dalam berbagai kasus apa yang
seharusnya menjadi indikator utama di tingkat reaksi dan tingkat lainnya tidak dijelaskan dengan baik. Jadi setelah
membahas berbagai macam model untuk mengevaluasi pelatihan dan pengembangan, dapat disarankan bahwa
ada cukup banyak model untuk evaluasi pelatihan. Model evaluasi harus dimodifikasi lebih lanjut dengan
memberikan indikator utamanya dan menjelaskan dengan benar mengenai setiap masalah sehingga evaluasi
pelatihan dan pengembangan dapat dilaksanakan dengan benar dan lebih efektivitas.

Kepustakaan :

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 17


1. Harshit Topno, 2012. Evaluation of training and Development : An analysis of various models. IOSR
Journal of Business and Management (IOSR-JBM) ISSN: 2278-487X. Volume 5, Issue 2 (Sep-Oct. 2012),
PP 16-22 www.iosrjournals.org
2. The Manchester Metropolitan University Head Of Organisation Development And Training ,
http://www.mmu.ac.uk/humanresources/
devandtrain/cpd/

Bowo Trahutomo – HRD Development Page 18

Anda mungkin juga menyukai