Anda di halaman 1dari 11

Sehingga seseorang bisa saja membawa anjing yang diduga sehat dari daerah

yang tertular rabies ke daerah yang masih bebas. Pola seperti inilah yang
menyebabkan rabies menyebar dari satu daerah ke daerah lain.

Rabies pada manusia telah menimbulkan banyak korban. Dari tahun 1977
hingga 1978, sebelas provinsi mencatat 142 kasus rabies pada manusia. Selama
periode 1979 sampai dengan 1983, telah dilaporkan 298 kasus rabies dengan
rata-rata 60 kasus per tahun. Penyebaran daerah rabies terus berjalan. Pada
kurun 1990-an, kejadian di Pulau Sumatera per tahun tidak kurang dari 1000
kasus hewan ditemukanmenderita rabies.

A. HIV

Virus HIV dan penyakit AIDS merupakan satu jenis penyakit yang sangat
ditakuti dunia saat ini. Itu karena belum ditemukan obatnya. Sejauh ini baru
ditemukan obat untuk memperlambat daya kerja virus dan penyakit ini. Tetapi,
penyembuhan secara tuntas belum ditemukan obatnya.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah mikro organisme yang


menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune
Defficiency Syndroms) kumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem
kekebalan tubuh manusia yang diakibatkan oleh virus yang disebut HIV.

Sedangkan, Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune


Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi
(atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat


HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang
yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik
ataupun mudah terkena tumor. Itulah yang sangat ditakuti.

Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan


virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Asal dan
Penemu HIV/AIDS - Belum diketahui kapan dan darimana HIV/AIDS muncul,
penemunya adalah : 1. Dr. Luc Montaigner 2. Dr. Robert Gallo 3. J. Levy 4.
Komisi Taksonomi International.

Françoise Barré-Sinoussi, seorang ilmuwan berkebangsaan Perancis yang lahir


di Paris pada tanggal 30 Juli 1947. Penemuannya berawal dari ketertarikannya
terhadap penellitian.

Setelah kebingungannya terhadap masa depan apa yang akan ia jalani, antara
dunia kedokteran atau biomedis, ia akhirnya memilih untuk memasuki Faculty
of Sciences pada tahun 1966, University of Paris.

Menjelang akhir pendidikannya, ia mencari laboratorium untuk mendapatkan


pengalaman. Setelah beberapa bulan pencariannya tidak menelurkan hasil,
akhirnya seorang teman mengenalkannya pada sebuah grup yang bekerja dalam
laboratorium.

Grup tersebut dipimpin oleh Jean-Claude Chermann di Institut Pasteur di


Marnela-Coquette. Saat itu Chermann sedang mempelajari hubungan antara
retrovirus dengan kanker pada tikus. Barré-Sinoussi menghabiskan waktunya
lebih banyak di laboratorium dan hanya menunjukkan kehadiran di kampus
untuk melakukan ujian.

Sesaat setelah masuk ke dalam grup Chermann, Jean-Claude menawarkannya


sebuah proyek PhD. Proyeknya untuk menganalisis kegunaan sintesis molekul
yang dapat menghambat reverse transcriptase untuk mengontrol leukemia yang
disebabkan oleh friend virus.
Pada tahun 1982, Luc Montagnier, seorang ilmuwan, dihubungi oleh seorang
ahli virologi asal Perancis. Ahli virologi tersebut bekerja sama dengan Will
Rozenbaum, seorang klinisi yang menyadari adanya epidemiologi penyakit
baru yang menyerang orang-orang.

Luc kemudian mengajak Barré-Sinoussi untuk bekerja sama meneliti fenomena


baru ini. Luc membutuhkan bantuan Barré-Sinoussi untuk menentukan apakah
retrovirus yang sedang ditelitinya dengan timnya memiliki pengaruh pada
penyakit yang baru-baru itu muncul.

Setelah mendapatkan persetujuan dari ketua timnya, akhirnya mereka bekerja


dengan tekun untuk menentukan apakah retrovirus ditemukan pada pasien
dengan penyakit baru tersebut (yang kemudian dikenal dengan AIDS).

Pada bulan desember 1982, diadakanlah pertemuan antara klinisi, grup tempat
Barré-Sinoussi bekerja, dan Willy Rozenbaum. Berdasarkan observasi klinis,
penyakit ini menyerang sel imun, namun turunnya kadar limfosit CD4 (sel
pertahanan tubuh) sangat menghambat isolasi virus dari sel-sel yang jarang
pada pasien dengan AIDS.

Setelah menunggu isolasi limfosit dari biopsi kelenjar getah bening pasien, sel-
sel itu dites untuk aktivitas reverse trancriptase.

Mereka menamakan virus yang baru diisolasi tersebut sebagai


Lymphadenopaty Associated Virus (LAV), yang kemudian dinamakan Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Setelah itu mereka berpikir untuk
memvisualisasikan virus tersebut dan dengan bantuan mikroskop dari Charles
Dauguet, gambaran awal dari virus diterbitkan pada Februari 1983.

Virus yang telah ditemukan kemudian diisolasi, diamplifikasi (diperbanyak),


dan dikarakteristikan. Kemudian laporan pertama diterbitkan dalam Science
pada bulan Mei 1983.
Pada bulan-bulan berikutnya, penelitian mengenai virus ini diperdalam, melalui
kerja sama dengan ahli biologi molekular dari Institute Pasteur, beserta klinisi-
klinisi, akhirnya data-data yang terkumpul cukup menguatkan bahwa LAV atau
HIV merupakan agen penyebab AIDS.

Tahun 1983 merupakan awal karir Barré-Sinoussi di Institut Pasteur sampai


akhirnya beliau ditunjuk untuk menjadi Kepala Unit Biologi Retrovirus pada
tahun 1992, yang kemudian berubah nama menjadi Unit Regulasi Infeksi
Retroviral pada tahun 2005.

Kunjungan pertamanya adalah ke Afrika pada tahun 1987, kemudian ke


Vietnam tahun 1988 sebagai langkah awal kolaborasi dengan negara-negara di
Asia. Kunjungan tersebut membuka matanya, betapa perbedaan kebudayaan
dan keadaan yang mengerikan, menggerakannya untuk berkolaborasi dengan
negara yang memiliki sumber daya terbatas.

Pada tahun 2008 lalu Françoise Barré-Sinoussi menerima anugerah Nobel


dalam bidang kedokteran atas penemuannya terhadap virus yang bernama HIV.
Pada tanggal 27 Juli 2012, The International AIDS Society (IAS) dalam
International AIDS Conference (AIDS 2012) di Washington-DC
mengumumkan Françoise Barré-Sinoussi, PhD. ditunjuk sebagai Presiden IAS
yang baru, dengan masa tugas selama 2 tahun.

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung


antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan
tubuh yang mengandung HIV. Penularan dapat terjadi melalui hubungan
seksual, transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi
selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan
cairan-cairan tubuh tersebut.

Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-
Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah
menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia.
Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan
bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak
pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini
merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah.

AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa
pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-
anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga
memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber
daya manusia di sana.

Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan


parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia
di semua negara.

B. KUSTA

Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai
penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang
sebelumnya, diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae,
hingga ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas Texas
pada tahun 2008. Yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan
Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy.
Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan
Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai
patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra.
Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya
untuk menghargai jerih payah penemunya. Melainkan juga karena kata leprosy
dan leper mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang
netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya
diderita oleh pasien kusta

Bukti pertama kali penyakit Kusta ini menjangkit manusia dari hasil penelitian
sebuah kerangka berumur 4.000 tahun yang ditemukan di India memiliki bukti
arkeologis paling awal kusta. Sebuah studi baru melaporkan. Temuan, rinci
pada 27 Mei jurnal online PLoS ONE, juga merupakan bukti pertama untuk
penyakit pada prasejarah India dan menyoroti bagaimana penyakit mungkin
telah menyebar dalam sejarah manusia awal.

Padahal tidak ada lagi ancaman kesehatan publik yang signifikan di sebagian
besar belahan dunia, kusta masih menjadi salah satu penyakit menular yang
paling sedikit dipahami. Studi dari gen bakteri ini, rinci pada Isu Jurnal Science
di tahun 2005, telah menyarankan dua asal usul penyakit kusta ini, Satu
berpendapat penyakit ini mungkin berasal di Afrika selama masa Late
Pleistocene dan kemudian menyebar dari Afrika saat setelah 40.000 tahun yang
lalu, ketika kepadatan populasi manusia yang kecil. Penelitian yang lain
menunjukkan penyakit ini bermigrasi dari india saat pengembangan pusat pusat
kota besar.

Sumber-sumber sejarah mendukung penyebaran awal penyakit dari Asia ke


Eropa dengan Alexander tentara besar setelah 400 SM, Referensi tertulis paling
awal untuk penyakit ini diduga berada di dalam Atharva Veda, teks suci Umat
Hindu sebelum milenium pertama teks ini berisi set himne Sansekerta yang
ditujukan untuk menggambarkan masalah kesehatan, penyebab dan perawatan
yang tersedia di India kuno. Tetapi bukti skeletal untuk penyakit sebelumnya
terbatas pada jangka waktu 300 hingga 400 SM di Mesir dan Thailand.

Bukti lainnya terdapat pada Kerangka baru ditemukan dimakamkan sekitar


tahun 2000 SM di Rajasthan, India, di lokasi Balathal. Dari 3700-1800 SM,
Balathal merupakan pemukiman agraria besar di pinggiran pendudukan Indus
(atau Harappa). Pemakaman jarang dalam tradisi Hindu kecuali orang yang
sangat dihormati atau tidak layak untuk dikremasi, kategori yang mencakup
orang buangan, wanita hamil, anak di bawah 5, korban sihir atau kutukan, dan
penderita kusta. kerangka lepra dikebumikan dalam kandang batu besar yang
telah diisi dengan abu vitrifikasi dari dibakar kotoran sapi, yang memurnikan
paling suci dan zat dalam tradisi Veda.

Yang terakhir setengah dari SM milenium ketiga adalah periode kompleksitas


sosial dalam peradaban ini, ditandai dengan urbanisasi, sistem penulisan, bobot
standar dan langkah-langkah, arsitektur monumental, dan jaringan perdagangan
yang membentang ke Mesopotamia dan di luarnya.

Kehadiran kusta di India menjelang akhir periode ini menunjukkan bahwa


Bakteri M. leprae ada di Asia Selatan setidaknya 4000 tahun yang lalu, yang
memberikan dukungan untuk gagasan bahwa penyakit bermigrasi antara Afrika
dan Asia selama periode urbanisasi, meningkatnya kepadatan populasi , dan
jaringan perdagangan antar-benua pada dahulu kala.

Gwen Robbins, dari Appalachian State University dan salah satu anggota tim
yang mempelajari kerangka, saat ini sedang mencoba untuk mengekstrak DNA
kuno dari kerangka untuk menentukan apakah strain M. leprae menginfeksi
individu dari Balathal mirip dengan strain umum di Afrika, Asia dan Eropa hari
ini. Setiap bukti DNA akan membantu memperjelas jalur perjalanan penyakit
di seluruh dunia.

kerangka saat ini sekarang bertempat di Deccan Tinggi Pasca Sarjana Research
Institute di Pune, India.
Penelitian ini didanai oleh American Institute of Studies India, George Franklin
Dales Foundation, Fulbright, dan University of Oregon Graduate School.

C. KATARAK
Katarak merupakan salah satu penyakit tertua di dunia. Bukti adanya penyakit
tersebut tergambarkan pada sebuah patung kayu Mesir yang berasal dari tahun
2457 S.M yang menggambarkan seorang pendeta yang sedang membaca. Pada
patung tersebut ada lapisan putih yang diukirkan pada mata kiri patung, yang
menggambarkan katarak.
Kata katarak berasal dari bahasa Latin ‘cataracta’, yang artinya air terjun.
Sebutan itu diberikan karena mata penderita katarak berwarna putih kelabu
seperti air terjun yang mengalir deras.

Operasi katarak juga diketahui sebagai operasi tertua di dunia. Beberapa ukiran
pada dinding kuil dan makam raja-raja kuno Mesir menggambarkan alat-alat
yang dipakai dalam operasi katarak. Catatan detail mengenai prosedur operasi
katarak sendiri terrekam sejarah sejak abad ke 5 SM. Sebuah jurnal berbahasa
Sansekerta yang ditulis oleh Maharesi Sushutra, ahli bedah India kuno,
menjelaskan mengenai operasi katarak dengan teknik couching.

Teknik itu adalah mengoperasi katarak dengan memindahkan lensa mata yang
terkena katarak ke lokasi ke posisi lain. Teknik ini bisa membuat pasien
kembali melihat, namun pandangan tetap buram karena posisi lensa mata yang
salah.

Selain itu, prosedur ini juga pernah dilakukan di Cina pada abad ke 2 SM.
Sedangkan dunia Barat menerapkan teknik ini pada tahun 29 SM, seperti
disebutkan oleh Aulus Cornelius Celsus dalam tulisan De Medicinae.
Meski demikian, prosedur ini dinilai berbahaya dan tidak berhasil
menyembuhkan katarak. Sebaliknya, metode ini menimbulkan berbagai
komplikasi dan, pada beberapa kasus, justru menimbulkan kebutaan
permanen.

Baru pada abad ke 10 Masehi, mulai ditemukan cara yang lebih aman dalam
operasi katarak. Seorang dokter Persia bernama Muhammad bin Zakariya al-
Razi mengaplikasikan teknik operasi katarak melalui penyedotan katarak. Ia
menggunakan jarum suntik berongga untuk menghisap katarak. Al-Razi
menyebutkan bahwa jarum itu sendiri sudah ditemukan sejak abad ke 2 Masehi
oleh dokter Yunani, Anthyllus.

Operasi katarak era modern ditandai oleh penemuan metode operasi katarak
oleh Jacques Daviel, seorang dokter dari Paris pada tahun 1748. Tidak seperti
metode pada masa kuno sebelumnya, metode yang dilakukan oleh Daviel ini
benar-benar mengangkat katarak dari lensa mata. Kemudian, baru pada tahun
1940-an mulai ditemukan cara memasang lensa buatan pada pasien katarak.
Metode tersebut ditemukan oleh dokter mata asal Inggris, Sir Nicholas Harold
Lloyd Ridley pada tahun 1949.

Sedangkan teknik operasi katarak paling modern, fakoemulsifikasi, ditemukan


pada tahun 1967, oleh Charles Kelman. Metode ini menggunakan gelombang
suara ultrasonik untuk memecah katarak tanpa perlu melakukan penyayatan
besar pada mata. Metode ini memungkinkan seseorang langsung beraktivitas
normal setelah operasi. Operasi ini juga berlangsung sangat cepat, hanya perlu
waktu sekitar 15 menit.

Meski teknik ini sudah cukup lama dikenal, baru sedikit dokter spesialis mata
di Indonesia yang menguasai teknik ini. Salah satunya adalah dr. Erry
Dewanto, dokter spesialis mata asal Surabaya. “Teknik ini sangat aman apabila
dilakukan oleh dokter mata yang sudah ahli. Dari studi American
Ophtalmology pada tahun 2006, tingkat keberhasilan operasi katarak dengan
metode fakoemulsifikasi mencapai 92%,” jelasnya. | American Academy of
Ophthalmology

D. CAMPAK
Muhammad Ibn Zakariyya al-Razi atau dalam bahasa Latin dikenal sebagai
Rhazes, dilahirkan di Kota al- Ray dekat Teheran pada 865 M atau 251 H.
Karya tulis bidang kedokterannya memiliki pengaruh besar di dunia Islam dan
juga Eropa pada abad pertengahan. Selama hidupnya al-Razi menyusun lebih
dari 200 buku yang terkait dengan pengobatan, farmasi, filosofi, dan musik.
Dia adalah dokter atau tabib pertama dalam sejarah yang mendeskripsikan
secara detail gejala dan tanda-tanda dari cacar air (small pox) dan campak
(measles) berdasarkan pemeriksaan klinis. Ia juga orang pertama yang
membedakan antara dua jenis penyakit ini, saat ini dikenal dengan perbedaan
diagnosis.
Al-Razi mampu mendeskrispsikan setiap penyakit secara detail dan terpisah
tidak seperti ilmuwan Arab dan Yunani sebelumnya yang menganggap cacar
air dan campak adalah satu jenis penyakit. Kedua penyakit ini sangat nyata
dijelaskan dalam bukunya Kitab al-Jadari wa ‘l-Hasba atau terjemahannya
Cacar Air dan Campak. Naskah buku ini disimpan di Perpustakaan Universitas
Leiden, Belanda.

Anda mungkin juga menyukai