PENDAHULUAN
1
7. Apa saja intervensi keperawatan pada perdarahan postpartum?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas penulis dapat menyimpulkan tujuan sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui tentang konsep tentang perdarahan postpartum
2. Untuk mengetahui apa pengertian tentang perdarahan postpartum
3. Untuk mengetahui apa saja etiologi tentang perdarahan postpartum
4. Untuk mengetahui patofisiologi tentang perdarahan postpartum
5. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis tentang perdarahan postpartum
6. Untuk mengetahui apa saja diagnosa keperawatan pada perdarahan postpartum
7. Untuk apa saja intervensi keperawatan pada perdarahan postpartum
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas penulis dapat menyimpulkan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi institusi pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di
bidang kesehatan sebagai bahan informasi.
2. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai materi tentang perdarahan
postpartum.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penilaian resiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya
pendarahan pascapersalinan. Penanganan aktif kala tiga sebaiknya di lakukan pada semua
nwanita yang bersalin karna hal ini dapat menurunkan insiden pendarahan pascaperalinan
akibat atonia uteri. Semua ibu pascapersalinan harus dipantau dengan ketat untuk
mendiagnosis perdarahan pascapersalinan.
3
Perdarahan Postpartum Primer Perdarahan Postpartum Sekunder
Definisi Definisi
a. Perdarahan ini berlangsung a. Perdarahan postpartum setelah
dalam 24 jam dengan pertama 24 jam pertama dengan jumlah
jumlah 500 cc atau lebih 500 cc atau lebih
Sebabnya 1. Tertinggalnya sebagian
a. Atonia uteri plasenta atau membrannya
b. Retensio Plasenta 2. Perlukaan terbuka kembali dan
c. Robekan jalan lahir menimbulkan perdarahan
1. Ruptur uteri inkomplet atau 3. Infeksi pada tempat implantasi
komplet plasenta.
2. Hematoma parametrium
3. Perlukaan servikal
4. Perlukaan vagina atau vulva
5. Perlukaan perineum
Menurut waktu yang terjadi di bagi atas dua bagian,yaitu:
5
c. Sisa Plasenta
Saat suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan-
perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang di sebabkan oleh retensi potongan-
potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus
menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, makauterus harus
dieksplorasi dan potongan plasenta di keluarkan.
d. Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia urteri. Perdarahan
pascapersalinan deangan uterus yang berkontraksi baik biasanya di sebabkan oleh
robekan serviks atau vagina. Setelah persalinan harus selalu di lakuakan pemeriksaan
vulva dan perineum.pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu di
lakukam setelah persalinan. Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam
jumlah yang bervariasi banyak. Perdarahan yang berasal dari robekan jalan lahir
selalu harus di evaluasi,yaitu sumber dan jumlah perdarahannya sehingga dapat di
atasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari prenium, vagina, serviks, dan robekan
uterus(ruptur uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan
lahir dengan perdarahan bersifat arteri atau pecahnya pembuluh darah.vena. untuk
dapat menetapkan sumber perdarahan,dapat di lakukan dengan pemeriksaan dalam
dan pemeriksaan spekulum. Setelah sumber perdarahan di ketahui dengan pasti,
perdarahan di hentikan dengan melakukan ligasi
e. Inversio Uteri
Invorsio urteri merupakan keadaan di mana fundus uteri masuk ke dalam
kavum urteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan. Pada inversio urteri,
bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam
menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali di temukan, dan dapat
terjadi tiba-tiba dalam kala tiga atau segera setelah plasenta keluar. Penyebab inversio
uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala tiga, yaitu menekan
fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dai
insersinya. .
2.3 Faktor Resiko
6
1. Penggunaan obat-obatan (anastesi umum, magnesium sulfat)
2. Partum presipitatus
3. Solusio plasenta
4. Persalinan traumatis
5. Uterus yang terlalau teregang (gameli,hidramion)
6. Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus
7. Partus lama
8. Grandemultipara
9. Plasenta previa
10. Persalinan dengan pacuan
2.4 Patofisiologi
7
Atonia Uteri Persalinan dengan tindakan Retensio Plasenta Inversio Uteri
(episiotomi), robekan servik, robekan
perineum
plasenta tidak dapat terlepas fundus uteri
Gejala umum
Gejala klinis umum terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>
500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah,haus, pusing, gelisah, letih dan dapat
9
terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ektermitas dingin,mual. Gejala klinis
berdasar kan penyebab:
1. Atonia Uteri
a. Gejala yang selaluada: Uterus tidak berkonstraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer).
b. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi
cepat dan kecil, ekstermitas dingin, gelisah, mual, dan lain-lain).
2. Robekan jalan lahir
a. Gejala yang selalu ada: Perdarahan segera, darah segar mengalirs etelah bayi
lahir, konstraksi uterus baik, plasenta baik.
b. Gejala yang kadang-kadang timbul: Pucat, lemah, menggigil.
3. Retensio plasenta
a. Gejala yang selalu ada: Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera
konstraksi uterus baik.
b. Gejala yang kadang-kadang timbul: Tali pusat putus akibat konstraksi
berlebihan,inversi uterus akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
4. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
a. Gejala yang selalu ada: Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah) tidak lengkap dan perdarahan segera.
b. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkonstraksi baik tetapi tinggi
fundus tidak berkurang.
5. Inversion uterus
a. Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali
pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
b. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogonik dan pucat.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
1. Atonia (sebelum/sesudahplasentalahir).
a. Kontraksi uterus lembek, lemah, danmembesar (fundus uteri masih tinggi).
b. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
10
c. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterutonika, kontraksi yang
lemah tersebut menjadi kuat.
2. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
a. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil speculum dan cari robekan.
c. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterutonika langsung uterus mengeras
tapi perdarahan tidak mengurang.
2.6 Komplikasi
1. Syok Hemoragie
Akibat terjadinya, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat
banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke
seluruh tubuh dan dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh
dan dapat menyebabkanhipolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat
dan tepat, maka akan dengan cepat dan tepat, maka akan menyebkan kerusakan atau
nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang di penuhi
90 % darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak
terselamatkan.
2. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan
hemostatis dalam darah, juga termasuk hemaktokrit darah. Anemia dapat berlanjut
menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga
akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.
3. Sindrom Sheehan (nekrosis hipofisis pars anterior)
Hal ini terjadi karena, akibat jangka dari perdarahan postpartum sampai syok.
Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis
kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi system endokrin.
11
2. USG: bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterine.
3. Teskongulasi (hitung trombosi, waktu prothrombin, waktu tromboplastin parsial,
fibrinogen dan produk pencegahan fibrin) dapat mengidentifikasi koagulopati.
4. Ultrasonografi: dapat mengungkapkan jaringan plasenta yang tertahan.10-14gr/dl. Ht
saat tidal hamil: 37%-47%, saat hamil: 32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-
10.000/mm3, saathamil: 5.000-15.000).
5. Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksipasca partum.
6. Golongan darah: menentukan Rh, ABO, dan percocokan silang.
7. Jumlah darahlengkap: menunjukkan penurunanHb/Ht dan peningkatan jumlah sel
darah putih (SDP). (Hbsaat tidakhamil: 12-16gr/dl, saat hamil.
2.8 Penatalaksanaan
1. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III,bila tidak berkontraksi
dengan kuat,uterus harus di urut :
a. Pijat dengan lembut boggi uterus,sambil menyokong uterus bagian bawah untuk
menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan.waspada terhadap kekuatan
pemijatan.pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus,mengakibatkan atonia uteri
yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Pendarahan yang
segnifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
b. Dorongan pada plasenta di upayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri.
Bila pendarahan berlanjut pengeluaran plaseta secara manual harus dilakukan.
c. Pantau tipe dan jumlah pendarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama
berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan
uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang
tertahan. Pendarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus
mengindikasikan pendarahan akibat adanya laserasi.
d. Berikan kompres es selama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang berisiko
mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk,gunakan rendan duduk
setelah 12 jam.
e. Pertahankan pemberian cairan IV dsn mulai carain IV ke dua dengan ukuran jarum
18,untuk pemberian produk darah jika di perlukan. Kirim contoh darah untuk
12
penentuan golongan dan pemeriksaan silang,jika pemeriksaan ini belum dilakukan
di ruang persalinan.
f. Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 m larutan RL atau saline normal,terbukti
efektif bila diberikan infus intra vena+ 10 m /menit bersama dengan memngurut
uterus secara efektif.
g. Bila cara di atas tidak efektif,ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV,dapat
merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik,untuk mengatasi
pendarahan dari tempat implantasi plasenta.
h. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukkan kateter
foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
i. Berikan oksigen melalui masker atau nasal kanul,dengan laju 7-10 L/menit bila
terdapat tanda kegawatan pernafasan.
2. Penatalaksanaa Umum
a. Ketahui secara patsti kondisi ibu bersalin sejak awal.
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman.
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat.
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan
dengan masalh dan komplikasi.
e. Atasi syok jika terjadi syok.
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah,lakukan pijatan
uterus,beri uterotonika 10 IV di lanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL
dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan
lahir.
h. Bila pendarahan tidak berlangsung,lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan antau cairan keluar masuk.
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama pasca persalinan dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
3. Penatalaksanaan Khusus
13
a. Atonia uteri
Bila terjadi pendarahan sebelum plasenta lahir (retensi plasenta), ibu harus segera
minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat,untuk daerah terpencil dimana
terdapat bidan,maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai
berikut :
a) Pasang infus
b) Pemberian uterotonika intravena III hingga unit oksitosina atau ergometrim
0,5 cc hingga 1 cc
c) Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus
d) Keluarkan plasenta dengan prasat crede,bila gagal lanjutkan dengan :
e) Plasenta manual (seyokyanya di rumah sakit)
f) Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah
g) Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau
kompresi aorta
Bila pendarahan terjadi setelah plansenta lahir,dapat dilakukan :
14
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit di jangkau,berilah tampon
pada liang segsama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang
infus dan pemberian uterotonika intravena.
15
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang
akan diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan,bila ekspulsi
tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat. Pasang infus oksitosin 20 unit /50
cc NS /RL dengan tetesan 40/menit. Bila perlu kombinasikan dengan nisoporostol
400 mg/regtal. Bila trkais terkontrol gagal melahirkan plasenta,lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus. Testorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
Lakukan transfusi darah diperlukan. Berikan anti biotik prefilaksis (ampicilin 2 gr
IV/oral tambah metronidazole 1g supp/oral).
c. Plasenta inkaserata
Tentukan diagnosis kerja siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan
kontriksi serviks yang kuat,terapi siapkan infus fluothane/eter untuk
menghilangkan kontraksi serviks yang kuat,tetapi siapkan infus oksitosin 20 untuk
500 NS/RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin
timbul. Bila bahan anastesi tidak tersedi,lakukan manufer sekrup untuk
melahirkan plasenta. Pasang spekulum sims sehingga ostium dan sebagian
plasenta tampak jelas. Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12,4 dan 8 dan
lepaskan spikulum. Tarik kedua ovum agar ostium,tali pusat dan plasenta tampak
jelas. Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta di isi perlawanan
agar dapat di jepit sebanyak mungkin,minta asisten untuk memegang klem
tersebut. Lakyukan hal yang sam pada plasenta konta lateral,sarukan kedua klem
tersebut,kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-
lahan.
d. Ruptur uteri
Berikan segera cairan isotonik (RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan
siapkan laparatomi. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan
plasenta,palsenta pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit
rujukan. Bila konserfasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan,lakukan oprasi uterus. Bila luka memgalami mekrosis yang luas
dan kondisi pasien menghawatirkan lakukan histeroktomi. Lakukan bilasan
16
peritonial dan pasang drain dari ovum abdomen. Antibiotik dan serum
antitektanus bila ada tanda-tanda infeksi.
e. Sisa plasenta
Penemuan secara dini,dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah
dilahirkan berikan antibiotik karena kemungkinan ada endometriosis lakukan
eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah ataua
jaringan,bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument,lakukan evaluasi sisa
plasenta dengan dilatasi dan kuret. Hb 8 gr % berikan transfusi atau berikan sulfat
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
g. Robekan serviks
Sering terjadi pada sisi lateral,karena serviks yang terjulur akan mengalami
robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.Bila kontraksi uterus
baik,plasenta lahir lengkap,tetapi terjadi pendarahan banyak maka segera lihat
bagian lateral bawak kiri dan kanan porsio.Jepitan klem ovum pada kedua sisi
17
porsio yang robek sehingga pendaran dapat segera dihentikan,jika setelah
eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain,lakukan penjahitan,jahitan
dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga robekan dapat
dijahit setelah tindakan periksa tanda vital,kontaksi uterus tingaa fundus uteri dan
pendarahan pasca tindakan.Berikan anti biotika profilaksis,kecuali bila jelas
ditemui tanda jelas infeksi bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi bila kadar
Hb dibawah 8 dr % berikan tranfusi darah.
18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PEMERIKSAAN FISIK
19
a) Uterus di observasi setiap 30 menit selama 4 hari post partum, kemudian
setiap 8 jam selama 3 hari meliputi fundus uteri dan posisi nya dan
konsistensinya.
b) Lochea di observasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak
dan bau.
c) Perineum di observasi setiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi,
luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas.
d) Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak.
e) Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum.
f) Tinggi fundus atau badan gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum
kehamilan (sub involusi).
d. Traktusurinarius. Di observa stiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi
lancer atau tidak, spontan dan lain-lain.
e. Trkatur gastro intestinal. Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.
f. Integritas Ego: mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.
Pencegahan
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan
penyelenggara pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat
perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang
sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan, akan tetapi., pada saat poses persalinan, semua
kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah
perdarahan persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Persiapan sebelum hamil untuk mempebaiki keadaan umum dan menganstipasi
setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan
persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
2. Mengenal factor predisposisi PPP seperti multipritas, anak besar, hamil kembar,
dan lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
20
5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun.
6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan
mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
Perdarahan anatomi uteri dapat dicegah dengan:
1. Melakukan secara rutin manejemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pascapersalinan
akibat atonia uteri.
2. Pemberian Misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 mg) segera setelah bayi
lahir.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pendarahan pervaginan yang melebihi 500 ml setelah bersalin di definisikan sebagai
perdarahan pascapersalinan. Terdapat beberapa masalah mengenai definisi ini :
a. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya kadang-kadang
hanya setengah dari sebenarnya.
b. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin
ibu.
c. Pendarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam dan
kondisi ini tidak di kenali sampai terjadi syok.
Jenis-jenis perdarahan postpartum ada dua yaitu perdarahan postpartum primer dan
perdarahan postpartum sekunder. Pendarahan pospartum bisa di sebabkan karena atonia
uteri, retensio plasenta, sisa Plasenta, robekan jalan lahir, inversio uteri. Gejala klinis
berupa perdarahan pervaginaan yang terus menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak
darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu: Ibu pucat, tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat dan kecil serta ekstremitas dingin.
4.2 Saran
1) Bagi Institusi Pendidikan
Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih
mengenai perdarahan postpartum.
2) Bagi Mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidak
lengkapan materi mengenai perdarahan postpartum.Kami mohon maaf, kamipun
sadar bahwa makalah yang kami buat tidaklah sempurna.Oleh karena itu kami
mengharap kritikdan saran yang membangun.
22
DAFTAR PUSTAKA
23