Anda di halaman 1dari 69

iii

ABSTRAK

Dunia industri saat ini telah berkembang pesat seiring modernya zaman,
terutama pada bidang produksi. Salah satu contohnya dari bidang produksi yaitu
plat aluminium. Setiap plat atau lembaran yang dihasilkan dapat memiliki sifat
yang berbeda-beda, misal ada yang tidak rata atau kekasaran permukaannya
melebihi standar yang diizinkan. Kebutuhan tersebut merupakan sesuatu yang
berusaha dipenuhi oleh industri manufaktur demi menjaga kualitas produk mereka
dimata konsumen.

Dalam praktikum pengukuran teknik ini, digunakan alat-alat ukur yaitu


mikrometer, jangka sorong, dial indicator, dan bevel protactor. Alat ukur
mikrometer dan jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi panjang dari
benda. Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam
dan kedalaman. Dial indicator digunakan untuk mengukur kerataan permukaan
bidang sedangkan bevel protactor digunakan untuk sudut diantara dua permukaan.

Setelah dilakukan percobaan, didapatkan hasil pengukuran diameter luar


(74mm), diameter dalam (56,3mm), kedalaman menggunakan jangka sorong
(41mm). Nilai diameter luar dengan mikrometer (5,4mm). Besar sudut dengan
bevel protactor (140°). Serta nilai ketinggian dengan dial indicator (631mm). Dari
masing-masing praktikan kemudian dilakukan analisa menggunkan software
minitab didapatkan mean dan standar deviasi dari data hasil praktikum.
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia industri pengukuran dapat digunakan sebagai alat komunikasi


nilai dari riset, operator, pengujian sampai dengan jaminan mutu terhadap produk
yang dihasilkan. Dalam suatu pengerjaan barang atau hasil produk tidak
semuanya dikatakan baik dan sesuai dengan harapan. Beberapa diantaranya ada
yang cacat baik material, berat, suhu dan lain-lain.

Untuk mengklasifikasikan hasil produk yang cacat atau tidak, salah satunya
adalah dengan cara pengukuran. Beberapa parameterdalam menentukan dimensi
suatu hasil produksi antara lain seperti ketinggian, kedalaman, kerataan, diameter
luar dan diameter dalam sangatlah diperlukan bagi suatu perusahaan dalam
pembuatan produk yang diinginkan.

Cara pembacaan hasil pengukuran juga merupakan faktor yang sangat


penting untuk menentukan ketepatan hasil pengukuran. Cara pembacaan ini
sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna maupun alat. Untuk itu
kompetensi pengguna alat ukur menjadi sangat penting. Sehingga dengan adanya
latar belakang diatas, sangatlah penting pula diadakan praktikum pengukuran
teknik.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara menggunakan alat ukur seperti: mikrometer, jangka


sorong, dial indicator dan bevel protactor?
2. Bagaimana menentukan presisi dan akurasi dari hasil pengukuran?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran?
3

1.3 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara menggunakan alat ukur seperti: mikrometer, jangka
sorong, dial indicator dan bevel protactor.
2. Mengetahui cara menentukan presisi dan akurasi dari hasil pengukuran.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran.

1.4 Batasan Masalah


Batasan Masalah dari praktikum ini antara lain:
1. Alat ukur sudah dikalibrasi dengan baik.
2. Spesimen yang diukur permukaannya dianggap rata.
3. Suhu ruangan dianggap tidak mempengaruhi hasil pengamatan.

1.5 Sistematika penulisan


Sistematika penulisa pada praktikum ini sebagai berikut:
Pada Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
praktikum, batasan masalah dan sistematika penulisan.
Pada Bab II Dasar Teori berisi pengertian pengukuran, metode pengukuran,
alat ukur dan cara menggunakannya yang meliputi: mikrometer, jangka sorong,
dial indicator, dan bevel protactor. Terdapat pula sifat-sifat alat ukur, presisi dan
akurasi serta penyimpangan pengukuran
Pada Bab III Metodologi Percobaan berisi peralatan percobaan, langkah-
langkah percobaan meliputi: mikrometer, jangka sorong, dial indicator dan bevel
protactor. Serta flowchart pengukuran untuk jangka sorong, mikrometer, dial
indicator, dan bevel protactor.
Pada Bab IV Analisa Data dan Pembahasan berisi pembahasan berisi
pembahasan hasil pengukuran dengan menggunakan mikrometer, jangka sorong,
dial indicator, dan bevel protactor.
Pada Bab V Kesimpulan dan Saran berisi kesimpulan dari praktikum yang
telah dilaksanakan serta saran untuk praktikum dimasa depan.
5

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengukuran
2.1.1 Pengertian Pengukuran
Pengukuran dalam arti yang cukup umum adalah membandingkan suatu
besaran dengan acuan / pembanding / referensi. Proses pengukuran akan
menghasilkan angka yang diikuti dengan nama besaran acuan ini. Bila tidak
diikuti nama besaran acuan, hasil pengukuran menjadi tidak berarti. Besaran
tersebut harus dibakukan (distandarkan).
Terdapat beberapa jenis metode pengukuran, yaitu :

1. Pengukuran Linear
Pengukuran Linear adalah proses pengukuran untuk mengetahui
dimensidari suatu benda kerja yang belum diketahui ukurannya.
Pengukuran Linear Pembacaan Langsung Alat ukur langsung adalah
alat ukur yang mempunyai skala ukur yangtelah dikalibrasi dan hasil
pengukuran dapat langsung dibaca pada skala tersebut. Pengukuran
Linear Pembacaan Tidak Langsung Pengukuran Linear pembacaan
tidak langsung yaitu pengukuran dengan instrumen pembanding,
maksudnya dengan membandingkan dimensi yang diperoleh dari hasil
pengukuran kemudian membacanya dengan bantuan alatukur
langsung. Pada pengukuran ini, kita melakukan dua kali proses
pengerjaan.
2. Pengukuran Sudut
Benda ukur menurut geometrisnya tidak selamanya mempunyai
dimensi ukuran dalam bentuk panjang. Akan tetapi adakalanya di
samping mempunyai dimensi panjang juga mempunyai dimensi
sudut.Ketepatan sudut benda kerja untuk maksud-maksud tertentu
ternyata sangat diperlukan, misalnya sudut blok V (V-block), sudut
alur berbentuk ekor burung, sudut ketirusan poros dan sebagainya.
6

Untuk itu, pengukuran sudut perlu dipelajari caranya. Prinsip-prinsip


pengukuran yang digunakan untuk pengukuran linier juga berlaku
untuk pengukuran sudut. dalam pembahasan pengukuran sudut akan
dibicarakan pengukuran sudut langsung dan tak langsung beserta alat
dan cara menggunakannya. Pengukuran Sudut langsung adalah kita
mendapat jarak mendatar langsung di lapangan.
3. Pengukuran Kerataan dan Kedataran
Pengukuran kerataan adalah pengukuran terhadap benda yang
mempunya permukaan yang sama tinggi atau sama rendah. Suatu
permukaan atau bidang dinyatakan datar apabila perubahan jarak tegak
lurus dari titik-titik itu terhadap sebuah bidang geometrik yang
sejajar permukaannya, mempunyai harga di bawah suatu harga
tertentu.

4. Pengukuran Profil
5. Pengukuran Ulir
6. Pengukuran Roda Gigi
7. Pengukuran Posisi
8. Pengukuran Kekasaran Permukaan
Pemeriksaan permukaan secara langsung adalah dengan
menggunakan peralatan yang dilengkapi dengan peraba yang
disebut stylus. Dalam pemeriksaan permukaan secara tidak langsung
atau membandingkan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan, antara
lain dengan meraba (touchinspection), melihat/mengamati
(visual inspection), menggaruk (scratch inspection), dengan
mikroskop (microscopic inspection) dan dengan potografi permukaan
(surface photographs).
Dalam menghadapi masalah pengukuran maka ditetapkan metoda atau
cara pengukuran yang terbaik dan jenis alat ukur menurut sifatnya. Berdasarkan
hal ini, roses pengukuran atau metode pengukuran dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
7

1. Pengukuran Langsung, adalah proses pengukuran dengan memakai


alat ukur langsung. Hasil pengukuran dapat langsung terbaca.
Merupakan cara yang lebih dipilih jika seandainy hal ini
dimungkinkan. Proses pengukuran dapat cepat diselesaikan. Alat ukur
langsung umumnya memiliki kecermatan yang rendah dan
pemaikaiannya dibatasi yaitu :
 Karena daerah toleransi ≤ kecermatan alat ukur
 Karena kondisi fisik objek ukur yang tak memungkinkan
digunakannya alat ukur langsung, atau
 Karena tidak cocok dengan imajinasi ragam daerah toleransi (tak
sesuai dengan jenis toleransi yang diberikan pada objek ukur misalnya
toleransi bentuk dan posisi sehingga memerlukan proses pengukuran
khusus).
Contoh pengukuran langsung adalah pengukuran tebal objek ukur
dengan memakai micrometer.

2. Pengukuran Tak Langsung, merupakan proses pengukuran yang


dilaksanakan dengan memakai beberapa jenis alat ukur berjenis
pembanding / komparator, standard an bantu. Perbedaan harga yang
ditunjukkan oleh skala alat ukur pembanding sewaktu objek ukur
dibandingkan dengan ukuran standar dapat digunakan untuk
menentukan dimensi objek ukur. Alat ukur pembanding umumnya
memiliki kecermatan yang tinggi, sementara alat ukur standar
memiliki kualitas (ketelitian) yang bisa diandalkan, maka proses
pengukuran tak langsung dapat dilaksanakan sebaik mungkin untuk
menghasilkan harga yang cermat serta dapat dipertanggungjawabkan
(teliti dan tepat). Proses pengukuran tak langsung umumnya
berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Contoh pengukuran ini
seperti pada alat ukur pembanding jenis pupitas (dial test indicator)
yang dipasangkan pada dudukan pemindah.
8

3. Pemeriksaan dengan Kaliber Batas


Dinamakan sebagai proses pemeriksaan karena tidak menghasilkan
data angka (numerik) seperti halnya yang dihasilkan proses
pengukuran. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan apakah objek
ukur (objek pemeriksaan) memiliki harga yang terletak di dalam atau
di luar daerah toleransi ukuran, bentuk, dan/atau posisi. Objek ukur
akan dianggap baik bila terletak di dalam daerah toleransi da
dikatakan jelek bila batas materialnya (permukaannya) berada di luar
daerah toleransi yang dimaksud. Proses pemeriksaan berlangsung
cepat dan cocok untuk menangani pemeriksaan kualitas geometrik
produk hasil proses produksi massal. Gambar 1.1.c merupakan
contoh proses pemeriksaan toleransi lubang dengan memakai kaliber
poros (go & not go gauges).

4. Perbandingan dengan Bentuk Acuan


Bentuk suatu produk (misalnya profil ulir atau roda gigi) dapat
dibandingkan dengan suatu bentuk acuan yang ditetapkan atau
dibakukan (standar) pada layar alat ukur proyeksi. Kebenaran bentuk
konis dapat diperiksa dengan menggunakan kaliber konis. Pada
prinsipnya pemeriksaan seperti ini tidaklah menentukan dimensi
ataupun toleransi suatu benda ukur secara langsung, akan tetapi lebih
kepada menentukan tingkat kebenarannya bila dibandingkan dengan
bentuk standar

5. Pengukuran Geometri Khusus


Berbeda dengan pemeriksaan secara perbandingan, pengukuran
geometri khusus benar-benar mengukur geometri yang bersangkutan.
Dengan memperhatikan imajinasi daerah toleransinya, alat ukur dan
prosedur pengukuran dirancang dan dilaksanakan secara khusus.
Berbagai masalah pengukuran geometri umumnya ditangani dengan
9

cara ini, misalnya kekasaran permukaan, kebulatan poros atau


lubang, geometri ulir, dan geometri roda gigi.
2.1.2 Metrologi

Metrologi adalah ilmu yang mempelajari pengukuran besaran teknik,


sedangkan metrologi industri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran dimensi
dan karakteristik geometrik suatu produk, menggunakan alat ukur sehingga
didapatkan hasil yang mendekati hasil yang sebenarnya.

2.2 Alat Ukur dan Cara Penggunaannya

2.2.1 Mikrometer

Mikrometer merupakan alat ukur linier langsung dengan tingkat ketelitian


yang lebih tinggi hingga mencapai 0,001 mm. Ada 3 macam mikrometer yaitu :
mikrometer dalam, mikrometer luar, dan mikrometer kedalaman. Mikrometer
dalam berfungsi untuk mengukur dimensi dalam, misalnya diameter silinder;
mikrometer luar untuk mengukur dimensi luar, misalnya tinggi nok, diameter
batang katup, dan mikrometer kedalaman untuk mengukur kedalaman, misal
kedalaman paku keling pada kampas kopling.
a) Macam – macam micrometer
1. Mikrometer luar (Outside Micrometer)

Gambar 2.1 : Mikrometer luar


Sumber : Buku Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Ukur, 2004

Alat ukur ini memepunyai bentuk yang bermacammacamyang


disesuaikan dengan bentuk benda yang akan diukur. Dalam bidang
10

otomotif biasanya micrometer luar digunakan untuk mengukur komponen


otomotif antara lain : tinggi nok, diameter batang katup, diameter jurnal
poros, dan sebagainya. Prinsip kerja alat ini mirip dengan mur dan baut.

Gambar 2.2 : Prinsip kerja mikrometer luar


Sumber : Buku Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Ukur, 2004

Pada gambar 2.2 dapat dilihat jika baut diputar satu kali, maka baut
tersebut akan bergerak satu ulir. Apabila jarak ulir 1 mm, baut akan
bergerak 2 mm dan seterusnya. Inilah prinsip pengukuran dengan
mikrometer. Pada alat ukur yang sebenarnya mur berarti inner sleeve dan
baut adalah spindle. Spindle merupakan poros panjang yang dapat
bergerak maju-mundur untuk menyesuaikan dimensi benda yang akan
diukur. Untuk menggerakkan spindle dilakukan dengan cara memutar
thimble. Apabila thimble diputar ke kanan, maka spindle akan mendekati
anvil. Pada saat mengukur benda kerja, jika jarak antara spindle dengan
benda kerja masih jauh, maka untuk mendekatkannya dengan cara
memutar thimble ke kanan. Namun apabila jarak antara ujung spindle
dengan benda kerja sudah dekat, maka untuk mendekatkannya dengan cara
memutar rathchet stoper sampai ujung spindle menyentuh benda kerja.
Lock clamp digunakan untuk mengunci spindle agar tidak dapat berputar
sehingga posisi skala pengukuran tidak berubah.
11

2. Mikrometer luar dengan landasan

Gambar 2.3 : Mikrometer luar dengan landasan


Sumber : http://sj-mc.com/sjmc5/upload/20091224135411671.jpg
Sebagai mikrometer luar, biasanya mempunyai kecermatan yang tinggi
(0,002 mm).
3. Mikrometer indikator

Gambar 2.4 : Mikrometer indikator


Sumber :
http://www.sometcz.com/en/images/stories/virtuemart/product/906.56
9-mikrometr-indikator-pasametr-ip54.jpg
Mikrometer indikator adalah gabungan antara mikrometer dengan jam
ukur. Sebagian dari rangka mikrometer dipakai sebagai tempat mekanisme
penggerak jarum dari jam ukur. Landasan tetap mikrometer dapat bergerak
dan berfungsi sebagai sensor. Jarak gerak landasan tetap sangat kecil
dengan demikian daerah ukur dari jam ukur sangat terbatas (0,02 mm)
akan tetapi mempunyai kecermatan pembacaan yang tinggi (0,001 mm).
Mikrometer indikator selain berfungsi sebagai mikrometer luar juga dapat
dipakai sebagai kaliber. Apabila dipakai sebagai mikrometer luar maka
pembacaan ukuran pada skala mikrometer dilakukan setelah jarum pada
indikator menunjuk angka nol. Meskipun mikrometer ini tidak dilengkapi
dengan gigi gelincir, maka tekanan pengukuran dapat dijaga secukupnya
12

dan selalu tetap. Fungsi dari jarum pembatas pada jam ukur mikrometer
sebagai batas atas dan batas bawah dari suatu daerah toleransi benda ukur
yang mempunyai ukuran dasar tertentu. Apabila mulut ukur telah distel
untuk suatu ukuran dasar, maka benda ukur dalam jumlah yang banyak
dapat diperiksa toleransinya dengan cepat dan mudah. Pengukuran
dilakukan dengan menekan tombol penekan yang akan memundurkan
landasan tetap sehingga benda ukur dapat masuk pada mulut ukur.
4. Mikrometer batas

Gambar 2.5 : Mikrometer batas


Sumber : http://www.instrument123.com/wp-
content/uploads/2016/02/micrometter.jpg
Dua buah mikrometr yang disatukan dapat igunakan sebagai kaliber
batas bagi benda ukur dengan suatu ukuran dasar tertentu dan daerah
toleransi tertentu. Mulut ukur dari mikrometer yang diatas diatur dan
dimatikan sehingga sesuai dengan kuran maksimum sedangkan mulut ukur
dari mikrometer yang dibawah sesuai dengan ukuran minimum.
Pengaturan jarak kedua mulut ukur dilakukan dengan bantuan alat ukur
standar (Blok ukur). Benda ukur yang baik harus masuk pada mulut ukur
diatas dan tidak masuk pada mulut ukur dibawah.
5. Mikrometer dalam (Inside Micrometer)

Gambar 2.6 : Mikrometer dalam


13

Sumber : Buku Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Ukur, 2004


Alat ukur yang dapat mengukur dimensi dalam dengan cara membaca
jarak antara dua muka ukur sferis yang saling membelakangi, yaitu sebuah
muka ukur tetap yang terpasang pada batang utama dan sebuah muka ukur
lainnya yang terletak pada ujung spindle yang dapat bergerak searah
dengan sumbunya, dan dilengkapi dengan sleeve dan thimble yang
mempunyai graduasi yang sesuai dengan pergerakan spindle. Mikrometer
sekrup dalam digunakan untuk mengukur garis tengah dari lubang suatu
benda.
6. Mikrometer digital

Gambar 2.7 : Mikrometer digital


Sumber : http://www.momentous-inst.com/news-detail/mengenal-mikrometer-
digital
Pembacaan dari hasil pengukuran itu biasanya dapat dilihat pada
penanda skala analog. Namun, disamping kedua jenis micrometer analog
yang telah disebutkan, terdapat pula jenis micrometer yang digital.
Perbedaan dari micrometer analog dan digital yang paling kentara adalah
dalam hal pembacaan hasil pengukuran, dimana dalam micrometer digital,
hasil pengukuran dapat dengan mudah dilihat di layar digital. Dengan
kelebihannya berupa presisi yang sangat teliti, micrometer jelas sangat
dibutuhkan di dalam dunia industri. Sebegitu populernya, mendapatkan
micrometer pun sangat mudah di pasaran dengan berbagai macam merek
dan jenis. Namun, kita tidak bisa sembarangan membeli micrometer untuk
kemudian di aplikasikan dalam industri.
Beberapa hal tetap harus dipertimbangkan sebelum membeli alat ini.
Hal pertama yang perlu dipertimbangkan adalah rentang pengukuran yang
14

ada dalam micrometer. Beberapa contoh rentang pengukuran dari


micrometer adalah 0-25 mm, 25- 50 mm, 50-75 mm, atau bahkan 75-100
mm. Anda tinggal memilih rentang pengukuran mana yang cocok dengan
yang kebutuhan. Hal berikutnya adalah pilihan output data, untuk hal ini,
kita perlu mengukur jarak, bentuk, dan layar, disamping itu kita juga dapat
mengecek ada berapa port yang nantinya akan dapat disambungkan ke
komputer atau tidak. Hal ketiga yang perlu dipertimbangkan adalah
adanya memori pengukuran atau tidak, yang mana dapat membuat harga
dari sebuah micrometer menjadi mahal. Kemudian, adanya sertifikat
kalibrasi dari micrometer ini juga dapat menjadi pertimbangan, dan untuk
yang terakhir adalah tentu saja harga dari micrometer tersebut, apakah
budget kita akan memenuhi harga micrometer yang dibutuhkan atau tidak.

2.2.2 Jangka Sorong

Jangka sorong biasa disebut vernier caliper, mistar geser atau schat matt.
Prinsip pengukuran pada mistar geser adalah selisih antara jarak rahang tetap dan
rahang bebas yang berfungsi sebagai penjepit benda kerja yang akan diukur.
Pembacaan ukuran menggunakan skala linear ( skala utama ) melalui garis indeks
yang terletak pada peluncur ( yang bersatu dengan rahang ukur gerak ).
Terdapat beberapa macam jangka sorong, diantaranya :
1. Jangka sorong nonius
Jangka sorong lebih teliti jika dibandingkan dengan mistar ukur karena
dibantu oleh skala nonius. Jangka sorong dengan skala nonius ketelitiannya
mencapai 0,1 ; 0,05 dan 0,02 mm.Seperti yang telah dijelaskan diatas,
pembacaan ukuran dilakukan dengan bantuan skala nonius. Jangka sorong
nonius memiliki bagian – bagian seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3
15

Gambar 2.8 : Bagian – bagian jangka sorong

Sumber : http://andijumliadi95.blogspot.com/2013/05/makalah-jangka-
sorong-dan-mikrometer.html

Keterangan dari tiap bagian dari jangka sorong nonius seperti pada gambar
diatas adalah sebagai berikut.

1. Out side jaws, digunakan unutk mengukur diameter luar atau lebar
dari benda ukur.
2. Inside jaws, digunakan untuk mengukur diameter dalam.
3. Depth probe, digunakan untuk mengukur kedalaman benda atau
kedalaman lubang.
4. Main scale, adalah skala utama dalam (mm)
5. Main scale, adalah scala utama dalam (Inchi)
6. Vernier, digunakan untuk menunjukkan skala keletlitian adau
interpolasi (skala nonius) dama (mm).
7. Vernier, digunakan untuk menunjukkan skala keletlitian adau
interpolasi (skala nonius) dama (Inchi).
8. Rotainer, digunakan untuk memudahkan mendorong movable part.

Cara membaca alat ukur ini adalah diawali dengan membuka rahang geser
jangka sorong kesebelah kanan untuk memudahkan memasukkan benda yang
akan diukur. Geser lagi rahang kesebelah kiri dengan rapat agar mendapatkan
hasil pengukuran yang optimal. Ada dua angka NOL pada jangka sorong di
bawah. Yang pertama pada skala atas, yang kedua di baris bawahnya agak
ketengah. Perhatikan garis yang berhimpit antara skala atas dan skala bawah,
cari yang nyambung dengan lurus garis atas dan bawahnya.
2. Jangka sorong digital

Gambar 2.9 : Jangka sorong digital


16

Sumber : http://www.shopclues.com/mitutoyo-digital-vernier-caliper-
150mm.html
Jangka sorong / caliper ada 2 jenis, yaitu versi digital dan versi analog.
Tentu saja jangka sorong / caliper yang versi digital lebih baik dibandingkan
dengan versi analog karena bisa mengurangi tingkat kesalahan dari operator
dalam melakukan kegiatan pengukuran. Dengan adanya kemajuan teknologi,
saat ini jangka sorong dengan display digital sudah banyak dijual di pasaran
menggantikan yang versi analog.
3. Jangka sorong jam

Gambar 2.10 : Jangka sorong jam


Sumber : http://etsworlds.blogspot.co.id/2015/04/jangka-sorong-mistar-
ingsut.html

Jangka sorong jam memakai jam ukur sebagaiganti skala nonius


dalammenginterpolasikan posisi garis indeks reltif terhadap skala pada batang
ukur. Gerakantranslasi peluncur diubah menjadi gerakan putaran jarum
penunjuk dengan perantaraan rodagigi pada poros jam ukur dan batang bergigi
yang dilekatkan di sepanjang batang ukur

2.2.3 Dial Indicator

Dial indicator adalah alat ukur yang banyak digunakan dalam dunia
permesinan. Prinsip kerja dari dial indicator adalah secara mekanisyaitu gerak
linear dari sensor akan diubah menjadi gerakan putar jarum jam penunjuk dengan
perantara batang bergerigi dan susunan roda gigi.

Pegas koil berfungsi sebagai penekan batang bergerigi sehingga sensor


selalu menekan ke bawah. Pegas spiral berfungsi sebagai penekan sistem
transmisi roda gigi agar permukaan gigi yang berpasangan selalu menekan pada
sisi yang sama. Bentuk dari dial indicator seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.
17

Gambar 2.11 : Dial indicator

Sumber : http://pakcipguru.blogspot.com/2009/01/media-gambar-dial-
indicator.html

Kecermatan skala dial indicator adalah 0,001 ; 0,002 dan 0,005 mm


dengan kapasitas ukur yang berbeda misalnya 20, 15, 10, 5, 2, dan 1 mm. Untuk
kapasitas ukur yang besar biasanya dilengkapi dengan jam kecil pada piringan
jam besar. Satu putaran penuh dari jarum jam yang besar sama dengan satu angka
dari jarum jam kecil. Pada tepi piringan ada kalanyadilengkapi dengan dua tanda
pembatas yang dapat diatur kedudukannya yang menyatakan batas atas dan batas
bawah toleransi ukuran benda kerja. Piringan skala dapat diputar untuk mengatur
posisi nol pada awal pengukuran.

Pembacaan menggunakan alat ukur ini diawali dengan membersihkan


benda kerja dari kotoran kemudian lakukan pengukuran. Pertama hidupkan aliran
magnet pada dial indicator tersebut dengan memindahkan tombol yang ada pada
bagian bawah ke posisi on. Posisikan jarum dial indicator tepat diatas permukaan
benda kerja sampai menyentuh atau terjadi gesekan antara jarum dengan benda
kerja. Kemudian benda kerja digeser ke kanan atau ke kiri apabila jarum pada dial
indicator itu berputar searah jarum jam maka benda kerja tersebut permukaan
yang cembung atau menonjol keatas, sedangkan apabila jarum pada dial indikator
berputar berlawanan dengan arah jarum jam maka benda tersebut cekung.
18

2.2.4 Bavel Protactor

Bevel protractor digunakan untuk pengukuran sudut antara dua permukaan


benda ukur dengan ketelitian lebih 5’. Konstruksi bevel protactor hampir sama
dengan busur derajat. Bagian - bagian utama dari bevel protactor yaitu:
1. Main scale, digunakan sebagai skala utama pengukuran sudut
dalam skala degree ( derajat ).
2. Vernier scale, digunakan sebagai skala pengukuran untuk skala
nonius.
3. Swivel plate, plate vernier scale, dapat digunakan untuk bergerak
berputar bersama plate.
4. Blade, bilah utama yang dapat diatur kedudukannya dengan kunci
yang terletak pada swivel blade.
5. Beam, merupakan plat datar yang dapat diputar untuk mengubah
skala utama.

Gambar 2.12 : Bevel protractor

Sumber : http://www.craftsmanspace.com/knowledge/vernier-bevel-
protractor.html

Contoh pengukuran menggunakan bevel protaktor seperti ditunjukkan pada


gambar 2.5.
19

Gambar 2.13 : Pengukuran dengan menggunakan bevel protaktor

Sumber : http://www.craftsmanspace.com/sites/default/files/free-knowledge-
articles/bevel_protractor_angles.jpg

Prinsip pembacaannya tidak jauh berbeda dengan prinsip pembacaan


mistar ingsut, hanya skala utama satuannya dalam derajat sedangkan skala nonius
dalam menit. Yang harus diperhatikan adalah pembacaan skala nonius harus
searah dengan arah pembacaan skala utama. Sebagai contoh lihat Gambar 2.8. di
bawah ini. Gambar tersebut menunjukkan ukuran sudut sebesar 50° 55’ (lima
puluh derajat lima puluh lima menit). Garis nol skala nonius berada di antara 50
dan 60 dari skala utama, tepatnya antara garis ke 50 dan 51. Ini berarti
penunjukkan skala utama sekitar 50 derajat lebih. Kelebihan ini dapat kita baca
besarnya dengan melihat garis skala nonius yang segaris dengan salah satu garis
skala utama. Ternyata yang segaris adalah garis angka 55 dari skala nonius. Jadi,
keseluruhan pembacaannya adalah 50 derajat 55 menit. Sehingga sudut dari benda
kerja yang kita ukur adalah 180o dikurangi 50o 55’ menjadi 129o 5’.

Gambar 2.14 : Pembacaan skala busur bilah.

Sumber : http://collections.infocollections.org/ukedu/en/d/Jgtz062ce/2.html
20

2.3 Sifat Umum Alat Ukur

2.3.1 Rantai Kalibrasi dan Keterlacakan

Kalibrasi (peneraan) pada dasarnya serupa dengan pengukuran yaitu


membandingkan suatu besaran dengan besaran standar. Sifat kalibrasi itu
mempunyai tingkat kebenaran yang berkaitan dengan harga sebenarnya. Harga
sebenarnya adalah harga yang dianggap benar dalam kaitannya dengan tingkat
kebenaran yang diperlukan oleh alat ukur yang di kalibrasi. Dengan menjalankan
system kalibrasi berantai, setiap alat ukur akan memiliki keterlacakan
(traceability) yaitu sampai sejauh mana mata rantai kalibrasi dirangkai.

Ada pun mata rantai kalibrasi sebagai berikut:

1. Tingkat 1 , Kalibrasi alat ukur kerja dengan memakai acuan alat ukur
standar kerja
2. Tingkat 2 , Kalibrasi alat ukur standar kerja dengan memakai acuan alat
ukur standar
3. Tingkat 3 , Kalibrasi alat ukur standar dengan acuan alat ukur standar
dengan tingkatan yang lebih tinggi (standar nasional atau yang telah ditera
ulang)
4. Tingkat 4 , Kalibrasi standar nasional dengan acuan standar meter
(internasional)

2.3.2. Kecermatan
Kecermatan alat ukur ditentukan oleh kecermatan skala dengan cara
pembacaannya. Satuan terkecil yang bisa ditunjukkan oleh alat ukur tersebut
merupakan tingkat kecermatannya. Kecermatan dirancang sesuai dengan
rancangan bagian pengubah dan penunjuk alat ukur dengan memperhatikan
kepekaan, keterbacaan, dan kapasitas ukur. Alat ukur dipilih dengan
kecermatannya yang dikaitkan dengan besar-kecilnya daerah toleransi objek ukur.
21

2.3.3. Kepekaan
Kepekaan alat ukur ditentukan terutama oleh bagian pengubah, sesuai dengan
prinsip kerja yang diterapkan padanya. Dalam hal ini, kepekaan alat ukur adalah
kemampuan alat ukur untuk menerima, mengubah dan meneruskan isyarat sensor.
Kepekaan bisa berkaitan dengan kecermatan dan keterbacaan skalaalat ukur.

Gambar 2.15. diagram kepekaan alat ukur.

(sumber: http://www.academia.edu/3636574/PENGUKURAN_TEKNIK_I_-_IV)

2.3.4. Keterbacaan
Keterbacaan merupakan kemampuan sistem penunjukan dari alat ukur untuk
memberikan harga pengukuran yang jelas dan berarti karena pengamat akan lebih
mudah dan cepat membaca hasil pengukuran. Secara umum keterbacaan penunjuk
digital dikatakan lebih tinggi dari pada keterbacaan skala dengan jarum penunjuk,
garis indeks atau garis indeks dengan skala nonius. Bagi alat ukur yang
menggunakan penunjukan skala, keterbacaannya tergantung pada pits (jarak antar
skala). Rancangan pits dibuat tipis agar meningkatakan keterbacaan.

2.3.5. Hiterisis
Histrisis adalah perbedaan atau penyimpangan yang timbul sewaktu
pengukuran secara berkesinambungan dari dua arah yang berlawanan (mulai dari
skala dari skala nol hingga skala maksimum kemudian diulangi dari skala
22

maksimum ke skala nol). Histerisis dapat muncu karena adanya gesekan pada
bagian pengubah alat ukur.

Gambar 2.16 histerisis yang mungkin ada saat mengkalibrasi dial indicator

(sumber: http://www.academia.edu/3636574/PENGUKURAN_TEKNIK_I_-_IV)

2.3.6 Kepasifan
Kepasifan adalah waktu yang digunakan “perjalanan isyarat” mulai dari
sensor sampai pada penunjuk. Kepasifan dengan kepekaan tidak ada keterkaitan.
Kepasifan alat ukur jenis mekanik yang disebabkan oleh pengaruh kelembaman
misalanya besarnya massa komponen dan pegas yang tidalk elastic sempurna.
Kepasifan rendah sangat menguntungkan sebab alat ukur cepat reaksinya.

2.3.7 Pergeseran
Pergeseran merupakan suatu penyimpangan yang membesar seiring
berjalannya waktu. Biasanya terjadi karena adanya perbedaan suhu.

2.3.8. Kestabilan Nol


Kestabilan Nol yaitu kemampuan alat ukur untuk kembali keposisi nol ketika
sensor tidak lagi berkerja. Kestabilan nol juga menjadi penyebab penyimpangan
tetapi degan harga yang tetap atau berubah-ubah secara rambang ( acak) tak stabil.
23

2.3.9. Pengambangan / Ketidakpastian


Pengambangan terjadi apabila jarum penunjuk selalu berubah posisi atau
angka terakhir berubah-ubah. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguann yang
menyebabkan perubahan yang kecil terhadap sensor.

2.4.Akurasi dan Presisi


Dalam percakapan sehari-hari, akurasi dan presisi adalah istilah yang
sering digunakan secara bergantian. Namun, makna ilmiah mereka sangat
berbeda. Akurasi adalah ukuran seberapa dekat suatu hasil pengukuran
dengan nilai yang benar atau diterima dari kuantitas besaran yang diukur.
Presisi adalah ukuran dari seberapa dekat serangkaian pengukuran satu sama
lain. Pengukuran yang tepat sangat mudah direproduksi (atau diulang
ditempat yang lain), bahkan jika pengukuran tidak dekat dengan nilai yang
benar.

Gambar 2.17 Ilustrasi perbedaan akurasi dan presisi pada anak panah (Sumber :
http://ilmualam.net/perbedaan-akurasi-dan-presisi.html)
Anak panah yang dilemparkan pada papan dart sangat membantu dalam
menggambarkan perbedaan antara akurasi dan presisi. Distribusi panah pada
papan dart menunjukkan perbedaan antara akurasi dan presisi. Asumsikan
bahwa tiga anak panah yang dilemparkan pada papan dart, dengan bagian
tengah papan yang berwarna biru (mata sapi) mewakili yang benar, atau
diterima, nilai apa yang diukur. Sebuah anak panah yang menimpa di dalam
mata sapi adalah sangat akurat, sedangkan anak panah yang mendarat jauh
24

dari mengenai mata sapi memiliki akurasi yang buruk. Gambar di atas
menunjukkan empat hasil yang mungkin :
1. Anak panah telah mendarat jauh dari satu sama lain dan jauh dari mata
sapi. Pengelompokan ini menunjukkan pengukuran yang tidak akurat,
juga tidak tepat.
2. Anak panah yang dekat satu sama lain, tetapi jauh dari mata sapi.
Pengelompokan ini menunjukkan pengukuran yang tepat, tetapi tidak
akurat. Dalam situasi laboratorium, presisi yang tinggi dengan akurasi
yang rendah sering dihasilkan dari kesalahan sistematis. Entah pengukur
membuat kesalahan yang sama berulang-ulang atau entah bagaimana alat
ukur mengalami cacat. Neraca yang buruk dikalibrasi dapat memberikan
pembacaan massa yang sama setiap waktu, tetapi akan jauh dari massa
sebenarnya dari benda.
3. Anak panah tidak berkumpul sangat dekat satu sama lain, tetapi
umumnya berpusat di sekitar mata sapi. Hal ini menunjukkan presisi
yang buruk, tapi akurasi cukup tinggi. Situasi ini tidak diinginkan dalam
situasi laboratorium karena akurasi yang “tinggi” mungkin hanya
kebetulan acak dan bukan merupakan indikator sejati keterampilan
pengukuran yang baik.
4. Panah berkumpul bersama dan telah menghantam mata sapi. Hal ini
menunjukkan presisi tinggi dan juga akurasi yang tinggi. Para ilmuwan
selalu berusaha untuk memaksimalkan keduanya dalam pengukuran
mereka.

2.5. Penyimpangan Pengukuran

Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu
alat ukur, benda ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil
pengukuran tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena
keterbatasan dari bermacam faktor. Yang diperoleh dari pengukuran adanya
hasil yang dianggap paling mendekati dengan harga geometris objek ukur.
Meskipun hasil pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih
25

juga terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang
juga sering menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan.
Lingkungan yang kurang tepat akan mengganggu jalannya proses
pengukuran.

2.5.1. Penyimpanan pengukuran karena alat ukur

Terdapat bermacam-macam sifat alat ukur. Jiks sifat-sifat yang


merugikan ini tidak diperhatikan tentu akan menimbulkan banyak kesalahan
dalam pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya
penyimpangan pengukuran sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang
akan dipakai harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan
disamping untuk mengecek kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari
sifat-sifat yang merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan,
pengambangan, dan sebagainya.

2.5.2. Penyimpangan pengukuan karena benda ukur

Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti
rol atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat
dari bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya.
Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau
tekanan dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk.
Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis
maka penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu,
tekanan kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.

Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun
menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang
mempunyai penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat
besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya.
Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi
26

lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak
tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya
tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577 kali panjang batang
dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.

Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar


posisinya mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus
diperhatikan betul-betul agar pengaruhnya terhadap benda kerja tidak
menimbulkan perubahan bentuk sehingga bisa menimbulkan penyimpangan
pengukuran.

2.5.3. Kesalahan pengukuran karena faktor si pengukur

Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga


didapatkan adanya penyimpangan pengukuran, walaupun
perubahan bentuk dari benda ukur sudah dihindari. Hal ini kebanyakan
disebabkan oleh faktor manusia yang melakukan pengukuran. Manusia
memang mempunyai sifat-sifat tersendiri dan juga mempunyai keterbatasan.
Sulit diperoleh hasil yang sama dari dua orang yang melakukan pengukuran
walaupun kondisi alat ukur, benda ukur dan situasi pengukurannya dianggap
sama. Kesalahan pengukuran dari faktor manusia ini dapat dibedakan antara
lain sebagai berikut: kesalahan karena kondisi manusia, kesalahan karena
metode yang digunakan, kesalahan karena pembacaan skala ukur yang
digunakan.

1. Kesalahan Karena Kondisi Manusia

Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses


pengukuran yang akibatnya hasil pengukuran juga kurang tepat.
Contoh yang sederhana, misalnya pengukur diameter poros dengan
jangka sorong. Bila kondisi badan kurang sehat, sewaktu mengukur
mungkin
27

badan sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur
sedikit mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu
hasil pengukurannya juga ada penyimpangan. Atau mungkin juga
penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai kaca mata sehingga
hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat
memang diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi
untuk pengukuran dengan ketelitian tinggi.

2. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan


Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan
pengukuran, tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal
ini tentu disebabkan metode pengukuran yang kurang tepat.
Kekurangtepatan metode yang digunakan ini berkaitan dengan cara
memilih alat ukur dan cara menggunakan atau memegang alat ukur.
Misalnya benda yang akan diukur diameter poros dengan ketelitian 0,1
milimeter. Alat ukur yang digunakan adalah mistar baja dengan
ketelitian 0,1 milimeter. Tentu saja hasil pengukurannya tidak
mendapatkan dimensi ukuran sampai 0,01 milimeter. Kesalahan ini
timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur.
Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan
mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung
sensor jam ukur, posisi mistar baja, posisi kedua rahang ukur jangka
sorong, posisi kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya. Bila
posisi alat ukur ini kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur
maka tidak bisa dihindari terjadinya penyimpangan dalam pengukuran.

3. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur

Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat


ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi
penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi karena
kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini
28

sering disebut, dengan istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi


pada si pengukur yang kurang memperhatikan bagaimana seharusnya
dia melihat skala ukur pada waktu alat ukur sedang digunakan. Di
samping itu, si pengukur yang kurang memahami pembagian divisi
dari skala ukur dan kurang mengerti membaca skala ukur yang
ketelitiannya lebih kecil
daripada yang biasanya digunakannya juga akan berpengaruh terhadap
ketelitian hasil pengukurannya.

Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam


proses pengukuran. Sebagai orang yang melakukan pengukuran harus
menetukan alat ukur yang tepat sesuai dengan bentuk dan dimensi
yang akan diukur. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang betul-
betul dianggap presisi tidak hanya diperlukan asal bisa membaca skala
ukur saja, tetapi juga diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam
menggunakan alat ukur. Ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh
seseorang yang akan melakukan pengukuran yaitu:

a. Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan


memiliki ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik
pengukuran.
b. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat
menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu
bagaimana cara mengatasinya.
c. Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi
bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan
bagaimana memeliharanya.

2.5. 4. Kesalahan karena faktor lingkungan


Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang
digunakan untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak
29

peralatan ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran


lainnya sudah tentu dapat menganggu jalannya proses pengukuran.
Disamping si pengukur sendiri merasa tidak nyaman juga peralatan ukur
bisa tidak normal bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel
pada muka sensor mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak
terkontrol oleh si pengukur. Ruang pengukuran juga harus terang, karena
ruang yang kurang terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam
membaca skala ukur yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil
pengukuran. Akan tetapi, untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya
tidak banyak diberi lampu penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang
digunakan tentu sedikit banyak akan mengakibatkan suhu ruangan menjadi
lebih panas. Padahal, menurut standar internasional bahwa suhu atau
temperatur ruangan pengukur yang terbaik adalah 20°C apabila temperatur
ruangan pengukur sudah mencapai 20°C, lalu ditambah lampu-lampu
penerang yang terlalu banyak, maka temperatur ruangan akan berubah.
Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan berubah dimensi ukurannya bila
terjadi perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari temperatur
lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan.
30
31

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1.Peralatan yang Digunakan


1. Mikrometer
2. Jangka sorng
3. Dial indicator
4. Bevel protactor
3.2.Langkah-langkah Percobaan
3.2.1. Mikrometer
1. Ketelitian atau ensure yang dipakai ditentukan dahulu
2. Permukaan benda ukur dan alat ukur dibersihkan
3. Kedudukan titik pada mikrometer diperiksa dan alat ditetel dahulu
4. Mulut ukur dibuka sampai melebihi dimensi ukur, poros digunakan
untuk membuka mulut ukur. Jangan sekali-kali menggunakan rahang
mikrometer
5. Pada waktu mengukur, pada penekanan poros ukur padda benda ukur
jangan terlalu keras, pembatas momen putar ketitik poros digunakan
untuk mencapai benda ukur
6. Pengukuran dilakukan dan dicatat pada lembar data
7. Pengukuran dilakukan sampai 5 kali

Gambar 3.1. Ilustrasi pengukuran dengan menggunakan mikrometer


(sumber: http://www.rcptv.com/spacetec-am/micrometer_parts.htm)
32

3.2.2. Jangka sorong


1. Kecermatan dari jangka sorong yang akan diukur ditentukan sebelum
dilakukan pengukuran
2. Bersihkan jangka sorong dan benda yang akan diukur sebelum
dilakukan pengukuran
3. Sebelum jangka sorong digunakan pastikan skala nonius dapat
bergeser bebas
4. Pastikan angka nol pada kedua skala tepat
5. Sewaktu mengukur usahakan benda yang diukur sedekat mungkin
dengan skala utama
6. Tempatkan jangka sorong tegak lurus pada benda yang berputar
kemudian diukur
7. Tekanan pengukuran jangan terlalu kuat karena akan menyebabkan
terjadinya pembengkokan pada rahang ukur maupun pada pengukuran
kedalaman
8. Kencangkan baut pengunci agar rahang tidak bergeser tetapi jangan
terlalu kuat karena dapat menimbulkan kerusakan pada alat ukur
9. Dalam membaca skala nonius upayakan setelah jangka sorong
diangkat dari benda kerja
10. Lakukan pengukuran diameter luar, diameter dalam, dan kedalaman
11. Catat hasil pengukuran
12. Ulangi langkah 10 hingga 11 sebanyak lima kali untuk masing-masing
pengukuran

Gambar 3.2. ilustrasi pengukuran diameter luar


(sumber:http://www.askmrtan.com/physics/1measurements/1measurements_print.html)
33

Gambar 3.3. ilustrasi pengukuran diameter dalam


(sumber: chamick.blogspot.com)

Gambar 3.4. ilustrasi pengukuran kedalaman


(sumber: chamick.blogspot.com)

3.2.3. Dial indicator


1. Set alat seperti gambar

Gambar 3.5. ilustrasi pengukuran dengan dial indicator


2. Lakukan pengukuran ketinggian benda ukur pada suatu titik
3. Catat hasil pengukuran benda kedalam lembar data
4. Lakukan langkah 1-2 sebanya 5 kali
34

3.2.4. Bevel protactor


1. Lakukan pengukuran seperti sudut alpha benda seperti dibawah ini

Gambar 3.6. sudut yang diukur pada benda kerja


2. Caat hasil pengukuran
3. Ulangi langkah 1-2 sebanyak 5 kali
35

3.3 Flowchart Pengukuran


3.3.1 Jangka Sorong

START

Jangka Sorong
Benda Ukur

Permukaan alat ukur dan benda ukur dibersihkan

Kedudukan titik 0 jangka sorong diperiksa

NO
Titik 0 Setting ulang
segaris

YES

Saat mengukur benda ukur ditempatkan tegak lurus dengan jangka sorong

Pengunci dikencangkan dan jangka sorong dilepas dengan hati-hati dari


benda ukur

Pembacaan hasil pengukuran dan dicatat pada lembar data

A
36

NO

N=5 N=n+1

YES

Pengukuran diameter
luar, dalam dan
kedalaman

Data hasil penguuran

END

3.3.2 Mikro Meter

START

Mikro meter
Benda Ukur
Penjepit mikromete

A
37

Permukaan alat ukur dan mulut ukur dibersihkan

Permukaan alat ukur dan mulut ukur dibersihkan

Titik 0 segaris? Setting ulang

Mulut ukur dibuka sampai melebihi dimensi benda ukur

Pada waktu mengukur,penekanan poros ukur pada benda ukur jangan


terlalu keras. Menggunakan pembatas momen putar ketika poros ukur saat
hampir mencapai permukaan benda ukur

n=5 n=n+1

Data hasil penguuran

END
38

3.3.3 Dial Indicator

START

Dial indicator Statif


Lok ukur 8mm Meja rata
Benda ukur

Peralatan disusun seperti pada gambar yang telah disediakan

Dengan pedoman blok ukur 8mm, statif diset sehingga skala utama
menunjuk angka 2

Permukaan alat ukur dan mulut ukur dibersihkan

Piringan skala kecil diputar untuk menentukan nilai nol

Benda ukur dan blok ukur digeser sehingga sensor pada dial indicator
tepat berada diatas daerah yang akan diukur

Hasil pengukuran dicatat

Benda ukur dan blok ukur digeser sehingga sensor pada dial indicator
tepat berada diatas blok ukur kembali

n=5 Setting ulang

A
39

Data hasil pengukuran

END

3.3.4 Bevel Protactor

START

Bevel protactor
Lensa pembesar
Benda ukur

Peralatan dibersihkan

Bilah utama dibersihkan pada salah satu garis sudut, dilanjutkan dengan
menempelkan belah vernier pada garis sudut yang lain. Sampai benar-
benar tidak ada celah

Pengukuran dikunci dengan memutar knob pengunci

Hasil pengukuran dibaca dengan bantuan lensa pembesar

Hasil pengukuran dicatat

Setting ulang
n=5

A
40

Data hasil pengukuran

END
42

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Acuan


Bidang Ukur Data Acuan
Diameter Dalam 74 mm
Jangka Sorong
Diameter Luar 56,35 mm
Kedalaman 41,1 mm
Mikrometer Diameter 5,43 mm
Bevel Protactor α 140°
Dial Indicator Perbedaan Ketinggian 631 mm

4.2 Data Praktikum


4.2.1 Pengukuran Diameter Luar dengan Jangka Sorong
no Bella Fahmy Iqbal Kelvin Maulika Prabowo Rama Diah Rovita Data
Acuan
1 73,95 74,1 73,95 73,9 73,3 73,95 74 73,95 73,9
2 73,95 74,1 73,95 74 73,5 73,9 73,9 73,95 73,95
3 74,05 74 73,95 73,95 73,8 73,8 74 73,9 73,9 74
4 74 74 73,95 73,95 73,7 73,8 73,9 73,95 74
5 74,05 74 74 73,95 73,75 74,05 73,95 72,9 73,9

4.2.2 Pengukuran Diameter Dalam dengan Jangka Sorong


no Bella Fahmy Iqbal Kelvin Maulika Prabowo Rama Diah Rovita Data
Acuan
1 56,25 56,1 56,45 56,95 56,35 56,3 56,2 56,45 56,3
2 56,25 56,2 56 56,5 56,5 56,3 56,2 56,4 56,3
3 56 56,1 56,35 56,55 56,5 56,25 56,25 56,35 55,3 56,35
4 56 56,4 56,3 56,5 56,3 55,95 56,15 56,2 56,15
5 56,1 56,35 56,35 56,55 56,4 56,95 56,3 56,45 56
43

4.2.3 Pengukuran Diameter Dalam dengan Jangka Sorong


no Bella Fahmy Iqbal Kelvin Maulika Prabowo Rama Diah Rovita Data
Acuan
1 40,8 40,85 41,1 40,75 40,75 40,9 40,9 40,8 40,85
2 40,8 40,85 41 40,8 41 41 40,8 40,8 41
3 40,75 40,75 40,7 40,85 40,8 40,85 40,85 40,8 40,7 41,1
4 40 40,8 40 40,8 40,8 40,9 40,9 40,8 40,9
5 40,75 40,85 40,9 40,8 40,7 40,95 40,8 40,85 41,1

4.2.4 Pengukuran Diameter Luar dengan Mikrometer


no Bella Fahmy Iqbal Kelvin Maulika Prabowo Rama Diah Rovita Data
Acuan
1 5,39 5,42 5,38 5,43 5,4 5,44 5,4 5,44 5,41
2 5,41 5,42 5,39 5,43 5,41 5,43 5,41 5,43 5,38
3 5,38 5,42 5,39 5,44 5,41 5,44 5,4 5,43 5,38 5,43
4 5,39 5,42 5,39 5,42 5,41 5,42 5,4 5,44 5,38
5 5,39 5,42 5,39 5,43 5,42 5,43 5,39 5,44 5,38

4.2.5 Pengukuran Sudut dengan Bevel Protactor


no Bella Fahmy Iqbal Kelvin Maulika Prabowo Rama Diah Rovita Data
Acuan
1 140 139,25 141,58 140,25 140,67 139,03 140,17 139,42 139,17
2 141 139,83 141,58 140,5 140,33 139,25 140,25 140,25 138
3 141 140 140 140,58 140,25 140,25 140,42 139,92 137,33 140°
4 140 140,33 141,33 140,33 140,25 140,08 140,25 139,92 139,17
5 141 140 141,58 140,25 140,33 140,92 140,33 139,75 139,42
44

4.2.6 Pengukuran Ketinggian dengan Dial Indicator


no Bella Fahmy Iqbal Kelvin Maulika Prabowo Rama Diah Rovita Data
Acuan
1 648 643 651 641 625 634 648 640 661
2 632 639 653 646 637 632 642 634 653
3 653 634 652 645 640 655 646 639 652 631
4 652 638 650 639 637 635 646 632 655
5 648 643 652 6,32 634 635 646 634 657

4.3 Contoh Perhitungan Mean dan Standar Deviasi

4.3.1. Contoh Perhitungan untuk Kedalaman Jangka Sorong

Data hasil pengukuran praktikum “Maulika”

40,75 mm 41,00 mm 40,80 mm 40,80 mm 40,70 mm


 𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1

𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑥̅ =
5

40,75+41,00+40,80+40,80+40,70
𝑥̅ = 5

𝑥̅ = 40,81 mm

 Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1
[(40,75 − 40,81)2 + (41,00 − 40,81)2 + (40,80 − 40,81)2 + (40,80 − 40,81)2 + (40,80 − 40,81)2
=
4
𝛿 = 3,975𝑥10¯3
45

4.3.2. Contoh Perhitungan untuk Diameter Luar Jangka Sorong

Data hasil pengukuran praktikum “Rovita”

73,9 mm 73,95 mm 73,9 mm 74 mm 73,9 mm

 𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1

𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑥̅ =
5

73,9+73,95+73,9+74+73,9
𝑥̅ = 5

𝑥̅ = 73.93 mm

 Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1

[(73,9 − 73.93)2 + (73,95 − 73.93)2 + (73,9 − 73.93)2 + (74 − 73.93)2 + (73,9 − 73.93)2
=
4
𝛿 = 2𝑥10¯3 𝑚𝑚

4.3.3. Contoh Perhitungan untuk Diameter Dalam Jangka Sorong

Data hasil pengukuran praktikum “Diah”

56,45 mm 56,40 mm 56,35 mm 56,20 mm 56,45 mm

 𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1
46

𝑋1+𝑋2+𝑋3+𝑋4+𝑋5
𝑥̅ = 5

56,45+56,40+56,35+56,20+56,45
𝑥̅ = 5

𝑥̅ = 56,37 mm

 Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1
[(56,45 − 56,37)2 + (56,40 − 56,37)2 + (56,35 − 56,37)2 + (56,20 − 56,37)2 + (56,45 − 56,37)2
=
4

𝛿 = 0,043 𝑚𝑚

4.3.4. Contoh Perhitungan untuk Mikrometer

Data hasil pengukuran praktikum “Rama”

5,40 mm 5,41 mm 5,40 mm 5,40 mm 5,39 mm

 𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1

𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑥̅ =
5

5,40+5,41+5,40+5,40+5,39
𝑥̅ = 5

𝑥̅ = 5,40 mm

 Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1
[(5,40 − 5,40)2 + (5,41 − 5,40)2 + (5,40 − 5,40)2 + (5,40 − 5,40)2 + (5,39 − 5,40)2
=
4
𝛿 = 2𝑥10¯4 𝑚𝑚
47

4.3.5. Contoh Perhitungan untuk Bevel Protactor

Data hasil pengukuran praktikum “Kelvin”

140,25° 140,5° 140,584° 140,33° 140,25°

 𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1

𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑥̅ =
5

140,25°+140,5°+140,584°+140,33°+140,25°
𝑥̅ = 5

𝑥̅ = 140,38°

 Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1
[(140,25° − 140,38°)2 + (140,5° − 140,38°)2 + (140,584° − 140,38°)2 + (140,33° − 140,38°)2 + (140,25° − 140,38°)2
=
4
𝛿 = 0,033°

4.3.6. Contoh Perhitungan untuk Dial Indikator

Data hasil pengukuran praktikum “Iqbal”

651 µm 653 µm 652 µm 650 µm 652 µm

 𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1

𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑥̅ =
5
48

651+653+652+650+652
𝑥̅ =
5

𝑥̅ = 651,6 µm

 Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1

[(651 − 651,6)2 + (653 − 651,6)2 + (652 − 651,6)2 + (650 − 651,6)2 + (652 − 651,6)2
=
4
𝛿 = 1,3 µm

4.4 Pembahasan Grafik


4.4.1 Jangka Sorong Diameter Luar
a. Grafik

Diameter Luar (Jangka Sorong)


74.2
Bella
74
Fahmy
Hasil Pengukuran (mm)

73.8
73.6 Iqbal
73.4 Kelvin
73.2
Maulika
73
72.8 Prabowo
72.6 Rama
72.4 Diah
72.2
Rovita
1 2 3 4 5

b. One Sample T
Ho : µ = 74 mm
Hi : µ tidak sama dengan 74 mm
One-Sample T: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama; Diah;
Rovita

Test of mu = 74 vs not = 74
49

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P


Bella 5 74,0000 0,0500 0,0224 (73,9379; 74,0621) 0,00 1,000
Fahmy 5 74,0400 0,0548 0,0245 (73,9720; 74,1080) 1,63 0,178
Iqbal 5 73,9600 0,0224 0,0100 (73,9322; 73,9878) -4,00 0,016
Kelvin 5 73,9500 0,0354 0,0158 (73,9061; 73,9939) -3,16 0,034
Maulika 5 73,6100 0,2074 0,0927 (73,3525; 73,8675) -4,21 0,014
Prabowo 5 73,9000 0,1061 0,0474 (73,7683; 74,0317) -2,11 0,103
Rama 5 73,9500 0,0500 0,0224 (73,8879; 74,0121) -2,24 0,089
Diah 5 73,730 0,464 0,208 ( 73,153; 74,307) -1,30 0,264
Rovita 5 73,9300 0,0447 0,0200 (73,8745; 73,9855) -3,50 0,025

c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10
H1 : Salah satu µ ada yang tidak sama

One-way ANOVA: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama;


Diah; ...

Source DF SS MS F P
Factor 8 0,7600 0,0950 3,03 0,010
Error 36 1,1270 0,0313
Total 44 1,8870

S = 0,1769 R-Sq = 40,28% R-Sq(adj) = 27,00%

Individual 95% CIs For Mean Based on


Pooled StDev
Level N Mean StDev --------+---------+---------+---------+-
Bella 5 74,000 0,050 (-------*-------)
Fahmy 5 74,040 0,055 (-------*-------)
Iqbal 5 73,960 0,022 (-------*-------)
Kelvin 5 73,950 0,035 (-------*--------)
Maulika 5 73,610 0,207 (-------*--------)
Prabowo 5 73,900 0,106 (-------*-------)
Rama 5 73,950 0,050 (-------*--------)
Diah 5 73,730 0,464 (-------*--------)
Rovita 5 73,930 0,045 (--------*-------)
--------+---------+---------+---------+-
73,60 73,80 74,00 74,20

Pooled StDev = 0,177

d. Pembahasan
Dari grafik perbandingan pengukuran diameter luar menggunakan jangka
sorong amtara data-data praktikan dengan data acuan sebesar 74 mm terlihat
bahwa diantara kesembilan ada dari satu praktikan yang rata rata datanya sama
dengan data acuan. Range hasil pengukuran praktikan adalah yang terbesar 74,040
mm dan yang terkecil adalah 73,610 mm.
50

Dari One Sample – T data hasil pengukuran diameter luar menggunakan


jangka sorong di atas dapat dilihat bahwa data hasil pengukuran yang didapatkan
oleh enam praktikan nilai P value-nya berbeda- beda. Dengan menggunakan CI 95
% nilai α adalah 5 % atau sama dengan 0,05. Jika nilai P value yang lebih besar
dari α menunjukkan bahwa data hasil pengukuran dapat diterima atau dapat
dianggap masih dalam batas toleransi yang diberikan terhadap data acuan dan
sebaliknya. Untuk hasil data pengukuran milik Bella nilai P value yang di
dapatkan 1,000 ; untuk Fahmy nilai P value yang didapatkan 0,178 ; untuk Iqbal
nilai P value yang didapatkan 0,016 ; untuk Kelvin nilai P value yang didapatkan
0,034 ; untuk Maulika nilai P value yang didapatkan 0,014 ; untuk Prabowo nilai
P value yang didapatkan 0,103 ; untuk Rama nilai P value yang didapatkan 0,089 ;
untuk Diah nilai P value yang didapatkan 0,264 ; untuk Rovita nilai P value yang
didapatkan 0,024. Dari kesembilan nilai P value diatas yang melebihi nilai α
adalah Bella, Fahmy, Prabowo, Rama, dan Diah. Hal ini menunjukkan data
mereka berempat dapat diterima atau dianggap masih dalam batas toleransi yang
diberikan terhadap data acuan.

Dari Anova di atas, data hasil pengukuran yang didapatkan oleh enam
praktikan ditunjukkan oleh garis range hasil pengukuran sebanyak enam garis
yang sejajar. Jika keenam garis yang sejajar tersebut dapat dipotong oleh satu
garis tegak lurus yang merupakan data acuan, maka data hasil pengukuran dapat
diterima atau dapat dianggap masih dalam batas toleransi yang diberikan terhadap
data acuan. Bila dari keenam garis tersebut ada yang tidak terpotong oleh garis
tegak lurus, maka data hasil pengukuran ditolak atau tidak dalam batas toleransi
yang diberikan terhadap data acuan. Untuk anova pada pengukuran diameter luar
menggunakan jangka sorong, terlihat bahwa ada 2 garis yang tidak terpotong,
sedangkan garis yang lainnya terpotong. Tetapi secara kelompok untuk data hasil
pengukuran diameter luar kelompok ini ditolak atau tidak dalam batas toleransi
yang diberikan terhadap data acuan. Dari 3 pembahasan di atas, didapatkan data
hasil pengukuran kelompok kami tidak sesuai dengan data acuan. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
51

1. Lingkungan

Temperatur lingkungan pada saat pengukuran tidak benar-benar terjaga. Hal


ini dikarenakan pada saat itu banyak orang yang keluar masuk.

2. Operator

Keterbatasan pengukur akan pengetahuan tentang alat ukur dan kesalahan


pembacaan hasil pengukuran menyebabkan hasil pengukuran yang tidak sesuai
dengan data acuan.

3. Benda Ukur

Terlalu kuatnya pengukur dalam mengunci atau menekan benda ukur pada
saat pengukuran menyebabkan benda berdeformasi, sehingga hasil pengukuran
tidak sesuai dengan data acuan.

4.4.2 Jangka Sorong Diameter Dalam

a. Grafik

Diameter Dalam (Jangka Sorong)


57.5
Bella
57
Fahmy
Hasil Pengukuran (mm)

56.5 Iqbal
56 Kelvin

55.5 Maulika
Prabowo
55
Rama
54.5
Diah
54 Rovita
1 2 3 4 5

b. One Sample T

Ho : µ = 56,35 mm
Hi : µ tidak sama dengan 56,35 mm
52

One-Sample T: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama; Diah;


Rovita

Test of mu = 56,35 vs not = 56,35

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P


Bella 5 56,1200 0,1255 0,0561 (55,9642; 56,2758) -4,10 0,015
Fahmy 5 56,2300 0,1396 0,0624 (56,0566; 56,4034) -1,92 0,127
Iqbal 5 56,2900 0,1710 0,0765 (56,0776; 56,5024) -0,78 0,477
Kelvin 5 56,6100 0,1917 0,0857 (56,3720; 56,8480) 3,03 0,039
Maulika 5 56,4100 0,0894 0,0400 (56,2989; 56,5211) 1,50 0,208
Prabowo 5 56,350 0,366 0,164 ( 55,896; 56,804) 0,00 1,000
Rama 5 56,2200 0,0570 0,0255 (56,1492; 56,2908) -5,10 0,007
Diah 5 56,3700 0,1037 0,0464 (56,2413; 56,4987) 0,43 0,688
Rovita 5 56,010 0,416 0,186 ( 55,494; 56,526) -1,83 0,142

c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10

H1 : Salah satu µ ada yang tidak sama

One-way ANOVA: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama;


Diah; ...

Source DF SS MS F P
Factor 8 1,2130 0,1516 3,17 0,008
Error 36 1,7200 0,0478
Total 44 2,9330

S = 0,2186 R-Sq = 41,36% R-Sq(adj) = 28,33%

Individual 95% CIs For Mean Based on


Pooled StDev
Level N Mean StDev --------+---------+---------+---------+-
Bella 5 56,120 0,125 (-------*-------)
Fahmy 5 56,230 0,140 (-------*-------)
Iqbal 5 56,290 0,171 (-------*-------)
Kelvin 5 56,610 0,192 (-------*-------)
Maulika 5 56,410 0,089 (-------*-------)
Prabowo 5 56,350 0,366 (-------*-------)
Rama 5 56,220 0,057 (-------*-------)
Diah 5 56,370 0,104 (-------*-------)
Rovita 5 56,010 0,416 (-------*-------)
--------+---------+---------+---------+-
56,00 56,25 56,50 56,75

Pooled StDev = 0,219

d. Pembahasan
Grafik diatas adalah adalah grafik pengukuran diameter dalam dengan
menggunakan alat ukur jangka sorong. Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa
nilai acuan dari diameter dalam benda kerja adalah 56,35 mm. Untuk Pengukuran
53

yang mendekati data acuan dilkukan oleh Prabowo, yaitu sebesar 56,35 mm.
Sedangkan untuk pengukuran yang paling menjauhi dari data acuan dilakukan
oleh Kelvin, yaitu sebesar 56,61 mm. Untuk pengukuran yang presisi adalah
Rama karena tidak terlalu mengalami fluktuasi. Sedangkan pengukuran yang
paling akurat adalah Prabowo karena grafik paling mendekati data acuan.

Data pada minitab One Sample T, P value Bella, Kelvin, Rama < α, Maka Ho
ditolak, sehingga hasil pengukuran orang-orang tersebut menjauhi data acuan.
Sedangkan pada pengukuran Fahmy, Iqbal, Maulika, Prabowo, Diah, Rovita > α,
maka Ho gagal ditolak, sehingga hasil pengukuran orang orang tersebut mendekat
data acuan. Dari perhitungan standar deviasi, data pengukuran Rama (StDev =
0,057) yang paling kecil sehingga pengukuran dari Rama adalah yang paling
presisi. Data pengukuran Rovita (StDev = 0,416) yang paling besar nilainya
sehingga pengukuran dari Rovita adalah yang paling tidak presisi.

Hasil pengukuran yang dilakukan 5 kali oleh 10 orang praktikan, pada


minitab One-Way Anova menghasilkan P value = 0,008. Dimana P value < α
sebesar 5% maka Ho ditolak. Sehingga hal ini dapat disimpulkan bahawa hasil
pengukuran praktikan satu dengan yang lainnya memiliki variasi yang tidak sama.

Kesalahan yang terjadi pada pengukuran diameter dalam jangka sorong


disebabkan kesalahan pemegangan yang benar oleh praktikan, pembacaan yang
tidak lurus sehingga menyebabkan kesalahan pengukuran.
54

4.4.3 Jangka Sorong Kedalaman

a. Grafik

Kedalaman (Jangka Sorong)


41.2
41 Bella

40.8 Fahmy
Hasil Pengukuran (mm)

40.6 Iqbal

40.4 Kelvin

40.2 Maulika
40 Prabowo
39.8 Rama
39.6 Diah
39.4 Rovita
1 2 3 4 5

b. One Sample T

Ho : µ = 41,1 mm
Hi : µ tidak sama dengan 41,1 mm

One-Sample T: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama; Diah;


Rovita

Test of mu = 41,1 vs not = 41,1

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P


Bella 5 40,620 0,347 0,155 ( 40,189; 41,051) -3,09 0,037
Fahmy 5 40,8200 0,0447 0,0200 (40,7645; 40,8755) -14,00 0,000
Iqbal 5 40,740 0,439 0,196 ( 40,195; 41,285) -1,83 0,141
Kelvin 5 40,8000 0,0354 0,0158 (40,7561; 40,8439) -18,97 0,000
Maulika 5 40,8100 0,1140 0,0510 (40,6684; 40,9516) -5,69 0,005
Prabowo 5 40,9200 0,0570 0,0255 (40,8492; 40,9908) -7,06 0,002
Rama 5 40,8500 0,0500 0,0224 (40,7879; 40,9121) -11,18 0,000
Diah 5 40,8100 0,0224 0,0100 (40,7822; 40,8378) -29,00 0,000
Rovita 5 40,9100 0,1517 0,0678 (40,7217; 41,0983) -2,80 0,049
55

c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10

H1 : Salah satu µ ada yang tidak sama

One-way ANOVA: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama;


Diah; ...

Source DF SS MS F P
Factor 8 0,3244 0,0406 1,02 0,442
Error 36 1,4370 0,0399
Total 44 1,7614

S = 0,1998 R-Sq = 18,42% R-Sq(adj) = 0,29%

Individual 95% CIs For Mean Based on


Pooled StDev
Level N Mean StDev --------+---------+---------+---------+-
Bella 5 40,620 0,347 (--------*--------)
Fahmy 5 40,820 0,045 (--------*--------)
Iqbal 5 40,740 0,439 (--------*--------)
Kelvin 5 40,800 0,035 (--------*--------)
Maulika 5 40,810 0,114 (--------*---------)
Prabowo 5 40,920 0,057 (--------*--------)
Rama 5 40,850 0,050 (--------*---------)
Diah 5 40,810 0,022 (--------*---------)
Rovita 5 40,910 0,152 (--------*---------)
--------+---------+---------+---------+-
40,60 40,80 41,00 41,20

Pooled StDev = 0,200

d. Pembahasan

Grafik diatas merupakan grafik pengukuran kedalaman, dari grafik diatas


diketahui data acuan kedalaman yang digunakan adalah 41,1 mm. Dari grafik
diatas juga dapat diketahui bahwa praktikan Bella data hasil pengukuran yang
didapatkan berada di bawah data acuan, nilainya naik dari 40,80 mm pada
percobaan 1 dan 2, kemudian turun dari 40,80 mm ke 40,75 mm, turun dari 40,75
ke 40,00mm dan naik dari 40,00 mm ke 40,75 mm. Praktikan Fahmy data hasil
pengukuran yang dihasilkan berada di bawah data acuan, nilainya tetap pada
percoban 1 dan 2 yakni 40,85 mm. kemudian turun dari 40,85 ke 40,75 dan naik
ke 40,80 kemudian naik lagi ke 40,85mm. Praktikan Iqbal data hasil pengukuran
yang didapatkan berada sama dengan data acuan yakni 41,1, nilainya turun dari
41,1 ke 41 mm, kemudian turun ke 40,7 mm, kemudian turun ke 40 dan naik lagi
56

ke 40,9. Praktikan Kelvin data hasil pengukuran yang dihasilkan berada di bawah
data acuan, nilainya naik dari 40,75 mm ke 40,80 mm, kemudian naik ke 40,85
mm dan turun ke 40,80 nsampai akhir. Praktikan maulika data hasil pengukuran
yang dihasilkan berada di bawah data acuan, nilainya naik dari 40,75 mm ke
41,00 mm, dan turun ke 40,80 sampai percobaan ke 4 dan turun ke 40,70.
Praktikan Bowo nilainya berada di bawah data acuan, nilainya naik dari 40,80 ke
41,00mm, kemudian turun ke 40,85 mm, kemudian naik lagi ke 40,90 mm dan
naik lagi ke 40,95mm. Praktikan Rama nilainya berada dibawah data acuan,
nilainya tutun dari 40,90 mm ke 40,8 mm kemudian naik lagi ke 40,85mm,
kemudian naik ke 40,90 dan turun lagi ke 40,80 mm. . Praktikan Vita dibawah
data acuan yakni 40,85 mm kemudian naik ke 41,00 mm dan kemdian turun lagi
ke 40,70 mm, setelah itu naik ke 40,90 dan data terakhir sama dengan data acuan
yakni 41,1mm. Dan yang terakhir praktikan Diah data hasil pengukuran yang
dihasilkan berada dibawah data acuan, nilainya naik dari 40,80 mm dan tetap
hingga percobaan ke 4 dan naik ke 40,85 mm.
Pada praktikum pengukuran teknik ini dilakukan pengujian hipotesa one-simple T
dan pengujian ANOVA sehingga diperoleh nilai rata-rata dan standar deviasi.
Dalam hal ini nilai rata-rata menunjukkan ketelitian dari pengukuran. Sedangkan
standar deviasi menentukan ketepatan dari pengukuran pada saat praktikum
tersebut. Dari One- Sample-T data hasil pengukuran kedalaman menggunakan
jangka sorong dapat dilihat bahwa data hasil pengukuran yang didapat oleh
delapan praktikan nilai P value-nya berbeda-beda. Dengan menggunakan CI 95%
nilai a adalah 5% atau sama dengan 0,05. Jika nilai P value yang lebih besar dari a
menunjukkan bahwa data hasil pengukuran dapat diterima atau dapat dianggap
masih dalam batas toleransi yang diberikan terhadap data acuan dan sebaliknya.
Untuk data hasil pengukuran didapatkan hasil nilai P: Bella mendapatkan nilai
0,037; Iqbal mendapatkan nilai 0,071; Rovita mendapatkan nilai 0,049; Kelvin
mendapatkan nilai 0,000; Rama mendapatkan nilai 0,000; Bowo mendapatkan
nilai 0,002; Diah mendapatkan nilai 0,000; Fahmy mendapatkan nilai 0,000.
Maulika mendapatkan nilai 0,005. Melalui nilai mean dari 5 kali percobaan dalam
9 praktikan, bisa diketahui bahwa nilai mean dari Bowo yang paling mendekati
57

nilai acuan, atau dengan kata lain pengukurannya mempunyai ketelitian yang
tinggi. Nilai standar deviasi Diah dan Kelvin hampir mendekati nilai 0, ini berarti
bahwa pengukuran mereka dikatakan yang paling tepat. Jadi, pada pengukuran
kedalaman diperoleh praktikan Bowo yang paling teliti, praktikan Iqbal yang
paling tidak teliti, dan praktikan Diah bersama Kelvin yang paling tepat, praktikan
Iqbal yang paling tidak tepat.

Dari data hasil minitab, semua P value dari pengukuran 9 Praktikan tidak
ada yang lebih besar dari α(0,05)berarti hasil pengukuran praktikan dinyatakan
gagal tolak atau diterima. Pada data praktikan ditemukan bahwa
Iqbal,vita,bella,kelvin,rama,bowo,diah,fahmy,maulika mempunyai hasil
pengukuran yang gagal tolak atau diterima. Pada Anova, bila ditarik garis lurus
keatas dari titik acuan, bisa dilihat data hasil pengukuran praktikan tidak sama
satu sama lain.

Setelah melihat data diatas, yang menyebabkan terjadinya kesalahan pada


pengukuran berasal dari ketidak ketelitian dari praktikan itu sendiri dalam
melakukan pengukuran.

4.4.4 Mikrometer Diameter Luar

a. Grafik

Diameter Luar (Mikrometer)


5.45
Bella
5.44
5.43 Fahmy
Hasil Pengukuran (mm)

5.42 Iqbal
5.41 Kelvin
5.4
Maulika
5.39
5.38 Prabowo
5.37 Rama
5.36 Diah
5.35 Rovita
1 2 3 4 5
58

b. One Sample T

Ho : µ = 5,43 mm
Hi : µ tidak sama dengan 5,43 mm

One-Sample T: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama; Diah;


Rovita

Test of mu = 5,43 vs not = 5,43

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P


Bella 5 5,39200 0,01095 0,00490 (5,37840; 5,40560) -7,76 0,001
Fahmy 5 5,42000 0,00000 0,00000 (5,42000; 5,42000) * *
Iqbal 5 5,38800 0,00447 0,00200 (5,38245; 5,39355) -21,00 0,000
Kelvin 5 5,43000 0,00707 0,00316 (5,42122; 5,43878) 0,00 1,000
Maulika 5 5,41000 0,00707 0,00316 (5,40122; 5,41878) -6,32 0,003
Prabowo 5 5,43200 0,00837 0,00374 (5,42161; 5,44239) 0,53 0,621
Rama 5 5,40000 0,00707 0,00316 (5,39122; 5,40878) -9,49 0,001
Diah 5 5,43600 0,00548 0,00245 (5,42920; 5,44280) 2,45 0,070
Rovita 5 5,38600 0,01342 0,00600 (5,36934; 5,40266) -7,33 0,002

* NOTE * All values in column are identical.

c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10

H1 : Salah satu µ ada yang tidak sama

One-way ANOVA: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama;


Diah; ...

Source DF SS MS F P
Factor 8 0,0157111 0,0019639 31,01 0,000
Error 36 0,0022800 0,0000633
Total 44 0,0179911

S = 0,007958 R-Sq = 87,33% R-Sq(adj) = 84,51%


Individual 95% CIs For Mean Based on
Pooled StDev
Level N Mean StDev -+---------+---------+---------+--------
Bella 5 5,39200 0,01095 (---*---)
Fahmy 5 5,42000 0,00000 (---*---)
Iqbal 5 5,38800 0,00447 (---*---)
Kelvin 5 5,43000 0,00707 (---*---)
Maulika 5 5,41000 0,00707 (---*---)
Prabowo 5 5,43200 0,00837 (---*---)
Rama 5 5,40000 0,00707 (---*---)
Diah 5 5,43600 0,00548 (---*---)
Rovita 5 5,38600 0,01342 (---*---)
-+---------+---------+---------+--------
5,380 5,400 5,420 5,440

Pooled StDev = 0,00796


59

d. Pembahasan

Pada grafik pengukuran diameter luar terlihat bahwa trendline masing –


masing praktikan memiliki bentuk yang relatif fluktuatif pada tiap percobaannya
kecuali Fahmy yang memiliki trendline yang relatif linear. Terlihat juga Rovita
memiliki hasil pengukuran yang paling jauh dari data acuan sebesar 5,43 mm
yaitu 5,38 mm. Untuk pengukuran yang sesuai dari data acuan adalah Kelvin
dengan hasil 5,43 mm. Untuk pengukuran yang paling presisi adalah Fahmy
karena grafik terlihat linear. Sedangkan yang paling akuran adalah Kelvin karena
nilai pada grafik memiki nilai pengukuran yang sama terhadap data acuan sebesar
5,43 mm.

Dari data minitab One Sample T, dari P value akan didapatkan dua kondisi
, yaitu ditolak dan gagal ditolak. Apabila P value < 5% maka Ho ditolak ,
sedangkan apabila P value > 5% maka Ho gagal ditolak. Dari hasil pengukuran
diatas maka didapat data Bella, Iqbal, Maulika, Rama dan Rovita P value < 5%
maka Ho ditolak ,sedangkan data Kelvin dan Prabowo P value > 5% maka Ho
gagal ditolak , Sehingga data Bella, Iqbal, Maulika, Rama dan Rovita menjauhi
data acuan. Dari data hasil perhitungan rata – rata, pengukuran Kelvin paling
sesuai data acuan yaitu sebesar 5,43 mm, dan data Kelvin adalah data yang paling
teliti. Untuk data yang nilainya paling tidak sesuai dari data acuan adalah data
Rovita sebesar 5,386 mm , maka data Rovita merupakan data yang tidak teliti.
Dari hasil perhitungan standar deviasi, kita dapat melihat kepresisian dari hasil
data beberapa kali pengukuran. Dari data terlihat Fahmy memiliki StDev = 0,000
yang nilainya relatif paling kecil sehingga pengukuran Fahmy yang paling presisi.
Data pengukuran dari Rovita memiliki nilai StDev = 0,01342 yang nilainya relatif
paling besar sehingga pengukuran dari Rovita yang paling tidak presisi.

Hasil pengukuran yang dilakukan sebanyak 5 kali oleh 9 orang praktikan,


pada minitap One-Way ANOVA menghasilkan P Value = 0,000 dimana P < 5 % ,
maka Ho ditolak. Sehingga hal ini dapat disimpulkan bahwa hasil pegukuran
praktikan satu dengan yang lainnya memiliki variasi nilai.
60

Kesalahan yang terjadi pada pengukuran Mikrometer diameter luar dapat


diakibatkan karena ketidak lurusan saat membaca skala pada mikrometer, posisi
mikrometer yang tidak tergak lurus dengan bidang ukur , dan cara pemegangan
mikrometer oleh praktikan kurang tepat.

4.4.5 Bevel Protactor

a. Grafik

Bevel Protactor
142

141 Bella
Fahmy
Hasil Pengukuran (mm)

140
Iqbal
139 Kelvin
Maulika
138
Prabowo
137
Rama
136 Diah
Rovita
135
1 2 3 4 5

b. One Sample T

Ho : µ = 140
Hi : µ tidak sama dengan 140

One-Sample T: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama; Diah;


Rovita

Test of mu = 140 vs not = 140

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P


Bella 5 140,600 0,548 0,245 (139,920; 141,280) 2,45 0,070
Fahmy 5 139,882 0,397 0,178 (139,389; 140,375) -0,66 0,543
Iqbal 5 141,214 0,687 0,307 (140,361; 142,067) 3,95 0,017
Kelvin 5 140,382 0,151 0,067 (140,195; 140,569) 5,67 0,005
Maulika 5 140,366 0,175 0,078 (140,149; 140,583) 4,69 0,009
Prabowo 5 139,906 0,770 0,345 (138,949; 140,863) -0,27 0,799
61

Rama 5 140,284 0,095 0,042 (140,166; 140,402) 6,70 0,003


Diah 5 139,852 0,302 0,135 (139,477; 140,227) -1,10 0,335
Rovita 5 138,618 0,907 0,406 (137,491; 139,745) -3,41 0,027

c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10

H1 : Salah satu µ ada yang tidak sama

One-way ANOVA: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama;


Diah; ...

Source DF SS MS F P
Factor 8 20,067 2,508 9,03 0,000
Error 36 10,001 0,278
Total 44 30,068

S = 0,5271 R-Sq = 66,74% R-Sq(adj) = 59,35%

Individual 95% CIs For Mean Based on


Pooled StDev
Level N Mean StDev ---------+---------+---------+---------+
Bella 5 140,600 0,548 (----*----)
Fahmy 5 139,882 0,397 (----*----)
Iqbal 5 141,214 0,687 (----*----)
Kelvin 5 140,382 0,151 (----*----)
Maulika 5 140,366 0,175 (----*---)
Prabowo 5 139,906 0,770 (----*----)
Rama 5 140,284 0,095 (----*----)
Diah 5 139,852 0,302 (----*---)
Rovita 5 138,618 0,907 (----*----)
---------+---------+---------+---------+
139,0 140,0 141,0 142,0

Pooled StDev = 0,527

d. Pembahasan

Pada grafik pengukuran bevel protactor dapat terlihat bahwa Rovita memiliki
hasil pengukuran yang paling menjauhi data acuan sebesar 138,618 mm. Untuk
pengukuran yang mendekati dengan data acuan dilakukan oleh Prabowo, yaitu
sebesar 139,906 mm. Untuk pengukuran yang paling presisi adalah Rama karena
grafik tidak terlalu fluktuasi. Sedangkan yang paling akurat adalah Prabowo
karena grafik mendekati nilai acuan sebesar 139,906 mm.
Data pada minitab One Sample T, P value Bella, Fahmy, Prabowo dan
Diah > α, maka Ho gagal ditolak. Sehingga hasil pengukuran Bella, Fahmy,
Prabowo dan Diah mendekati nilai acuan. Sedangkan P value Iqbal, Kelvin,
62

Maulika, Rama dan Rovita < α, maka Ho ditolak, sehingga hasil pengukuran
Iqbal, Kelvin, Maulika, Rama dan Rovita menjauhi data acuan. Dari hasil
perhitungan rata-rata, pengukuran Prabowo paling mendekati data acuan sebesar
139,906 mm, dan data Prabowo adalah yang paling teliti. Karena hasil
perhitungan rata-rata Rovita yang paling jauh dari data acuan sebesar 138,618
mm, maka pengukuran Rovita adalah yang paling tidak teliti. Dari perhitungan
standar deviasi, data pengukuran Rama (StDev = 0,095) yang paling kecil nilainya
sehingga pengukuran Rama yang paling presisi. Data pengukuran Rovita (StDev
= 0,907) yang paling besar nilainya sehingga pengukuran Rovita yang paling tidak
presisi.
Hasil pengukuran yang dilakukan sebanyak 5 kali oleh 9 orang praktikan,
pada minitab One-Way ANOVA menghasilkan P value = 0,000. Dimana P value
< α sebesar 5%, maka Ho ditolak. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil pengukuran praktikan satu dengan yang lainnya
memiliki variansi yang tidak sama.
Kesalahan yang terjadi pada pengukuran Bevel Protactor dapat
diakibatkan karena ketidaklurusan saat membaca skala pada Bevel Protactor,
posisi Bevel Protactor yang tidak tegak lurus dengan bidang ukur, cara
pemegangan bevel protactor oleh praktikan kurang tepat.
4.4.6 Dial Indicator
a. Grafik

Dial Indicator
670
Bella
660
Hasil Pengukuran (mm)

Fahmy
650
Iqbal
640
Kelvin
630
Maulika
620
Prabowo
610 Rama
600 Diah
1 2 3 4 5
63

b. One Sample T

Ho : µ = 631
Hi : µ tidak sama dengan 631

One-Sample T: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama; Diah;


Rovita

Test of mu = 631 vs not = 631

Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P


Bella 5 646,60 8,47 3,79 ( 636,08; 657,12) 4,12 0,015
Fahmy 5 639,40 3,78 1,69 ( 634,70; 644,10) 4,97 0,008
Iqbal 5 651,600 1,140 0,510 (650,184; 653,016) 40,40 0,000
Kelvin 5 640,60 5,59 2,50 ( 633,65; 647,55) 3,84 0,019
Maulika 5 634,60 5,77 2,58 ( 627,43; 641,77) 1,39 0,235
Prabowo 5 638,20 9,47 4,24 ( 626,44; 649,96) 1,70 0,164
Rama 5 645,600 2,191 0,980 (642,880; 648,320) 14,90 0,000
Diah 5 635,80 3,49 1,56 ( 631,46; 640,14) 3,07 0,037
Rovita 5 655,60 3,58 1,60 ( 651,16; 660,04) 15,37 0,000

c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10
H1 : Salah satu µ ada yang tidak sama
One-way ANOVA: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama;
Diah; ...

Source DF SS MS F P
Factor 8 2082,4 260,3 8,63 0,000
Error 36 1086,0 30,2
Total 44 3168,4

S = 5,492 R-Sq = 65,72% R-Sq(adj) = 58,11%

Individual 95% CIs For Mean Based on


Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---------+---------+---------+------
Bella 5 646,60 8,47 (-----*-----)
Fahmy 5 639,40 3,78 (-----*-----)
Iqbal 5 651,60 1,14 (-----*------)
Kelvin 5 640,60 5,59 (-----*-----)
Maulika 5 634,60 5,77 (-----*-----)
Prabowo 5 638,20 9,47 (-----*-----)
Rama 5 645,60 2,19 (-----*-----)
Diah 5 635,80 3,49 (-----*-----)
Rovita 5 655,60 3,58 (-----*------)
---+---------+---------+---------+------
632,0 640,0 648,0 656,0

Pooled StDev = 5,49


64

d. Pembahasan

Pada grafik pengukuran dial indicator dapat terlihat bahwa Rovita memiliki
hasil pengukuran yang paling menjauhi data acuan sebesar 655,60 mm. Untuk
pengukuran yang mendekati dengan data acuan dilakukan oleh Prabowo, yaitu
sebesar 638,2 mm. Untuk pengukuran yang paling presisi adalah Rama karena
grafik tidak terlalu fluktuasi. Sedangkan yang paling akurat adalah Maulika
karena grafik mendekati nilai acuan sebesar 634,60 mm.
Data pada minitab One Sample T, P value Bella, Fahmy, Prabowo dan
Diah > α, maka Ho gagal ditolak. Sehingga hasil pengukuran Bella, Fahmy,
Prabowo dan Diah mendekati nilai acuan. Sedangkan P value Iqbal, Fahmy, Rama
dan Rovita < α, maka Ho ditolak, sehingga hasil pengukuran Iqbal, Fahmy, Rama
dan Rovita menjauhi data acuan. Dari hasil perhitungan rata-rata, pengukuran
Maulika paling mendekati data acuan sebesar 634,60 mm, dan data Prabowo
adalah yang paling teliti. Karena hasil perhitungan rata-rata Rovita yang paling
jauh dari data acuan sebesar 655,6 mm, maka pengukuran Rovita adalah yang
paling tidak teliti. Dari perhitungan standar deviasi, data pengukuran Iqbal (StDev
= 1,140) yang paling kecil nilainya sehingga pengukuran Iqbal yang paling
presisi. Data pengukuran Prabowo (StDev = 9,47) yang paling besar nilainya
sehingga pengukuran Prabowo yang paling tidak presisi.
Hasil pengukuran yang dilakukan sebanyak 5 kali oleh 9 orang praktikan,
pada minitab One-Way ANOVA menghasilkan P value = 0,000. Dimana P value
< α sebesar 5%, maka Ho ditolak. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil pengukuran praktikan satu dengan yang lainnya
memiliki variansi yang tidak sama.
Kesalahan yang terjadi pada pengukuran Dial Indicator dapat diakibatkan
karena ketidaklurusan saat membaca skala pada Dial Indicator, posisi Dial
Indicator yang tidak tegak lurus dengan bidang ukur dan meja yang tidak rata
pada tempat Dial Indicator.
66

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Praktikum pengukuran teknik modul 1 dapat ditarik kesimpulan dari hasil


pengukuran 7 orang praktikan yang masing – masing melakukan
pengukaran sebanyak 5 kali yang dianalisamenggunakan grafik dan
software Minitab (One-Sample T dan One-Way Annova) untuk
mengetahui ketelitian dan keakuratan sebagai berikut :
1. Untuk pengukuran diameter luar dengan menggunakan jangka sorong
yang paling menjauhi data acuan adalah Maulika, dan yang paling
mendekati data acuan adalah Bella. Dan pengukuran yang paling
presisi dilakukan oleh Iqbal. Dan akurasi yang paling tinggi adalah
Bella.
2. Untuk pengukuran diameter dalam dengan menggunakan jangka
sorong yang paling menjauhi data acuan adalah Kelvin, dan yang
paling mendekati data acuan adalah Prabowo. Dan pengukuran yang
paling presisi dilakukan oleh Rama. Dan akurasi yang paling tinggi
adalah Prabowo.
3. Untuk pengukuran kedalaman dengan menggunakan jangka sorong
yang paling menjauhi data acuan adalah Bella. Dan yang paling
mendekati data acuan adalah Prabowo. Dan pengukuran yang paling
presisi dilakukan oleh Diah. Sedangkan akurasi yang paling tinggi
adalah Prabowo.
4. Untuk pengukuran mikrometer diameter luar yang paling menjauhi
data acuan adalah Rovita, dan yang paling mendekati adalah Kelvin.
Dan pengukuran yang paling presisi dilakukan oleh Fahmy. Sedangkan
akurasi yang paling tinggi adalah Kelvin.
5. Untuk pengukuran dengan bevel protactor yang paling menjauhi data
acuan adalah Rovita, dan yang paling mendekati data acuan adalah
Prabowo. Dan pengukuran yang paling presisi dilakukan oleh Rama.
Sedangkan akurasi yang paling tinggi adalah Prabowo.
6. Untuk pengukuran dengan menggunakan dial indicator yang paling
menjauhi data acuan adalah Rovita, dan yang paling mendekati data
acuan adalah Prabowo. Dan pengukuran yang paling presisi dilakukan
oleh Rama. Sedangkan akurasi yang paling tinggi adalah Maulika.
67

5.2 Saran

Beberapa saran dapat diajukan diantaranya:

1. Perawatan terhadap alat ukur harus diperhatikan karena terdapat alat


ukur yang sulit dioperasikan.

2. Setelah pengukuran selesai sebaiknya grader melihat seberapa besar


penyimpangan pengukuran yang dilakukan praktikan, supaya bisa
dilakukan pengukuran ulang apabila penyimpangan terlalu besar.

3. Sebaiknya dilakukan kalibrasi secara berkala pada alat ukur, supaya


hasil pengukuran lebih akurat.

Anda mungkin juga menyukai