Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ABSTRAK
Dunia industri saat ini telah berkembang pesat seiring modernya zaman,
terutama pada bidang produksi. Salah satu contohnya dari bidang produksi yaitu
plat aluminium. Setiap plat atau lembaran yang dihasilkan dapat memiliki sifat
yang berbeda-beda, misal ada yang tidak rata atau kekasaran permukaannya
melebihi standar yang diizinkan. Kebutuhan tersebut merupakan sesuatu yang
berusaha dipenuhi oleh industri manufaktur demi menjaga kualitas produk mereka
dimata konsumen.
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk mengklasifikasikan hasil produk yang cacat atau tidak, salah satunya
adalah dengan cara pengukuran. Beberapa parameterdalam menentukan dimensi
suatu hasil produksi antara lain seperti ketinggian, kedalaman, kerataan, diameter
luar dan diameter dalam sangatlah diperlukan bagi suatu perusahaan dalam
pembuatan produk yang diinginkan.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengukuran
2.1.1 Pengertian Pengukuran
Pengukuran dalam arti yang cukup umum adalah membandingkan suatu
besaran dengan acuan / pembanding / referensi. Proses pengukuran akan
menghasilkan angka yang diikuti dengan nama besaran acuan ini. Bila tidak
diikuti nama besaran acuan, hasil pengukuran menjadi tidak berarti. Besaran
tersebut harus dibakukan (distandarkan).
Terdapat beberapa jenis metode pengukuran, yaitu :
1. Pengukuran Linear
Pengukuran Linear adalah proses pengukuran untuk mengetahui
dimensidari suatu benda kerja yang belum diketahui ukurannya.
Pengukuran Linear Pembacaan Langsung Alat ukur langsung adalah
alat ukur yang mempunyai skala ukur yangtelah dikalibrasi dan hasil
pengukuran dapat langsung dibaca pada skala tersebut. Pengukuran
Linear Pembacaan Tidak Langsung Pengukuran Linear pembacaan
tidak langsung yaitu pengukuran dengan instrumen pembanding,
maksudnya dengan membandingkan dimensi yang diperoleh dari hasil
pengukuran kemudian membacanya dengan bantuan alatukur
langsung. Pada pengukuran ini, kita melakukan dua kali proses
pengerjaan.
2. Pengukuran Sudut
Benda ukur menurut geometrisnya tidak selamanya mempunyai
dimensi ukuran dalam bentuk panjang. Akan tetapi adakalanya di
samping mempunyai dimensi panjang juga mempunyai dimensi
sudut.Ketepatan sudut benda kerja untuk maksud-maksud tertentu
ternyata sangat diperlukan, misalnya sudut blok V (V-block), sudut
alur berbentuk ekor burung, sudut ketirusan poros dan sebagainya.
6
4. Pengukuran Profil
5. Pengukuran Ulir
6. Pengukuran Roda Gigi
7. Pengukuran Posisi
8. Pengukuran Kekasaran Permukaan
Pemeriksaan permukaan secara langsung adalah dengan
menggunakan peralatan yang dilengkapi dengan peraba yang
disebut stylus. Dalam pemeriksaan permukaan secara tidak langsung
atau membandingkan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan, antara
lain dengan meraba (touchinspection), melihat/mengamati
(visual inspection), menggaruk (scratch inspection), dengan
mikroskop (microscopic inspection) dan dengan potografi permukaan
(surface photographs).
Dalam menghadapi masalah pengukuran maka ditetapkan metoda atau
cara pengukuran yang terbaik dan jenis alat ukur menurut sifatnya. Berdasarkan
hal ini, roses pengukuran atau metode pengukuran dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
7
2.2.1 Mikrometer
Pada gambar 2.2 dapat dilihat jika baut diputar satu kali, maka baut
tersebut akan bergerak satu ulir. Apabila jarak ulir 1 mm, baut akan
bergerak 2 mm dan seterusnya. Inilah prinsip pengukuran dengan
mikrometer. Pada alat ukur yang sebenarnya mur berarti inner sleeve dan
baut adalah spindle. Spindle merupakan poros panjang yang dapat
bergerak maju-mundur untuk menyesuaikan dimensi benda yang akan
diukur. Untuk menggerakkan spindle dilakukan dengan cara memutar
thimble. Apabila thimble diputar ke kanan, maka spindle akan mendekati
anvil. Pada saat mengukur benda kerja, jika jarak antara spindle dengan
benda kerja masih jauh, maka untuk mendekatkannya dengan cara
memutar thimble ke kanan. Namun apabila jarak antara ujung spindle
dengan benda kerja sudah dekat, maka untuk mendekatkannya dengan cara
memutar rathchet stoper sampai ujung spindle menyentuh benda kerja.
Lock clamp digunakan untuk mengunci spindle agar tidak dapat berputar
sehingga posisi skala pengukuran tidak berubah.
11
dan selalu tetap. Fungsi dari jarum pembatas pada jam ukur mikrometer
sebagai batas atas dan batas bawah dari suatu daerah toleransi benda ukur
yang mempunyai ukuran dasar tertentu. Apabila mulut ukur telah distel
untuk suatu ukuran dasar, maka benda ukur dalam jumlah yang banyak
dapat diperiksa toleransinya dengan cepat dan mudah. Pengukuran
dilakukan dengan menekan tombol penekan yang akan memundurkan
landasan tetap sehingga benda ukur dapat masuk pada mulut ukur.
4. Mikrometer batas
Jangka sorong biasa disebut vernier caliper, mistar geser atau schat matt.
Prinsip pengukuran pada mistar geser adalah selisih antara jarak rahang tetap dan
rahang bebas yang berfungsi sebagai penjepit benda kerja yang akan diukur.
Pembacaan ukuran menggunakan skala linear ( skala utama ) melalui garis indeks
yang terletak pada peluncur ( yang bersatu dengan rahang ukur gerak ).
Terdapat beberapa macam jangka sorong, diantaranya :
1. Jangka sorong nonius
Jangka sorong lebih teliti jika dibandingkan dengan mistar ukur karena
dibantu oleh skala nonius. Jangka sorong dengan skala nonius ketelitiannya
mencapai 0,1 ; 0,05 dan 0,02 mm.Seperti yang telah dijelaskan diatas,
pembacaan ukuran dilakukan dengan bantuan skala nonius. Jangka sorong
nonius memiliki bagian – bagian seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3
15
Sumber : http://andijumliadi95.blogspot.com/2013/05/makalah-jangka-
sorong-dan-mikrometer.html
Keterangan dari tiap bagian dari jangka sorong nonius seperti pada gambar
diatas adalah sebagai berikut.
1. Out side jaws, digunakan unutk mengukur diameter luar atau lebar
dari benda ukur.
2. Inside jaws, digunakan untuk mengukur diameter dalam.
3. Depth probe, digunakan untuk mengukur kedalaman benda atau
kedalaman lubang.
4. Main scale, adalah skala utama dalam (mm)
5. Main scale, adalah scala utama dalam (Inchi)
6. Vernier, digunakan untuk menunjukkan skala keletlitian adau
interpolasi (skala nonius) dama (mm).
7. Vernier, digunakan untuk menunjukkan skala keletlitian adau
interpolasi (skala nonius) dama (Inchi).
8. Rotainer, digunakan untuk memudahkan mendorong movable part.
Cara membaca alat ukur ini adalah diawali dengan membuka rahang geser
jangka sorong kesebelah kanan untuk memudahkan memasukkan benda yang
akan diukur. Geser lagi rahang kesebelah kiri dengan rapat agar mendapatkan
hasil pengukuran yang optimal. Ada dua angka NOL pada jangka sorong di
bawah. Yang pertama pada skala atas, yang kedua di baris bawahnya agak
ketengah. Perhatikan garis yang berhimpit antara skala atas dan skala bawah,
cari yang nyambung dengan lurus garis atas dan bawahnya.
2. Jangka sorong digital
Sumber : http://www.shopclues.com/mitutoyo-digital-vernier-caliper-
150mm.html
Jangka sorong / caliper ada 2 jenis, yaitu versi digital dan versi analog.
Tentu saja jangka sorong / caliper yang versi digital lebih baik dibandingkan
dengan versi analog karena bisa mengurangi tingkat kesalahan dari operator
dalam melakukan kegiatan pengukuran. Dengan adanya kemajuan teknologi,
saat ini jangka sorong dengan display digital sudah banyak dijual di pasaran
menggantikan yang versi analog.
3. Jangka sorong jam
Dial indicator adalah alat ukur yang banyak digunakan dalam dunia
permesinan. Prinsip kerja dari dial indicator adalah secara mekanisyaitu gerak
linear dari sensor akan diubah menjadi gerakan putar jarum jam penunjuk dengan
perantara batang bergerigi dan susunan roda gigi.
Sumber : http://pakcipguru.blogspot.com/2009/01/media-gambar-dial-
indicator.html
Sumber : http://www.craftsmanspace.com/knowledge/vernier-bevel-
protractor.html
Sumber : http://www.craftsmanspace.com/sites/default/files/free-knowledge-
articles/bevel_protractor_angles.jpg
Sumber : http://collections.infocollections.org/ukedu/en/d/Jgtz062ce/2.html
20
1. Tingkat 1 , Kalibrasi alat ukur kerja dengan memakai acuan alat ukur
standar kerja
2. Tingkat 2 , Kalibrasi alat ukur standar kerja dengan memakai acuan alat
ukur standar
3. Tingkat 3 , Kalibrasi alat ukur standar dengan acuan alat ukur standar
dengan tingkatan yang lebih tinggi (standar nasional atau yang telah ditera
ulang)
4. Tingkat 4 , Kalibrasi standar nasional dengan acuan standar meter
(internasional)
2.3.2. Kecermatan
Kecermatan alat ukur ditentukan oleh kecermatan skala dengan cara
pembacaannya. Satuan terkecil yang bisa ditunjukkan oleh alat ukur tersebut
merupakan tingkat kecermatannya. Kecermatan dirancang sesuai dengan
rancangan bagian pengubah dan penunjuk alat ukur dengan memperhatikan
kepekaan, keterbacaan, dan kapasitas ukur. Alat ukur dipilih dengan
kecermatannya yang dikaitkan dengan besar-kecilnya daerah toleransi objek ukur.
21
2.3.3. Kepekaan
Kepekaan alat ukur ditentukan terutama oleh bagian pengubah, sesuai dengan
prinsip kerja yang diterapkan padanya. Dalam hal ini, kepekaan alat ukur adalah
kemampuan alat ukur untuk menerima, mengubah dan meneruskan isyarat sensor.
Kepekaan bisa berkaitan dengan kecermatan dan keterbacaan skalaalat ukur.
(sumber: http://www.academia.edu/3636574/PENGUKURAN_TEKNIK_I_-_IV)
2.3.4. Keterbacaan
Keterbacaan merupakan kemampuan sistem penunjukan dari alat ukur untuk
memberikan harga pengukuran yang jelas dan berarti karena pengamat akan lebih
mudah dan cepat membaca hasil pengukuran. Secara umum keterbacaan penunjuk
digital dikatakan lebih tinggi dari pada keterbacaan skala dengan jarum penunjuk,
garis indeks atau garis indeks dengan skala nonius. Bagi alat ukur yang
menggunakan penunjukan skala, keterbacaannya tergantung pada pits (jarak antar
skala). Rancangan pits dibuat tipis agar meningkatakan keterbacaan.
2.3.5. Hiterisis
Histrisis adalah perbedaan atau penyimpangan yang timbul sewaktu
pengukuran secara berkesinambungan dari dua arah yang berlawanan (mulai dari
skala dari skala nol hingga skala maksimum kemudian diulangi dari skala
22
maksimum ke skala nol). Histerisis dapat muncu karena adanya gesekan pada
bagian pengubah alat ukur.
Gambar 2.16 histerisis yang mungkin ada saat mengkalibrasi dial indicator
(sumber: http://www.academia.edu/3636574/PENGUKURAN_TEKNIK_I_-_IV)
2.3.6 Kepasifan
Kepasifan adalah waktu yang digunakan “perjalanan isyarat” mulai dari
sensor sampai pada penunjuk. Kepasifan dengan kepekaan tidak ada keterkaitan.
Kepasifan alat ukur jenis mekanik yang disebabkan oleh pengaruh kelembaman
misalanya besarnya massa komponen dan pegas yang tidalk elastic sempurna.
Kepasifan rendah sangat menguntungkan sebab alat ukur cepat reaksinya.
2.3.7 Pergeseran
Pergeseran merupakan suatu penyimpangan yang membesar seiring
berjalannya waktu. Biasanya terjadi karena adanya perbedaan suhu.
Gambar 2.17 Ilustrasi perbedaan akurasi dan presisi pada anak panah (Sumber :
http://ilmualam.net/perbedaan-akurasi-dan-presisi.html)
Anak panah yang dilemparkan pada papan dart sangat membantu dalam
menggambarkan perbedaan antara akurasi dan presisi. Distribusi panah pada
papan dart menunjukkan perbedaan antara akurasi dan presisi. Asumsikan
bahwa tiga anak panah yang dilemparkan pada papan dart, dengan bagian
tengah papan yang berwarna biru (mata sapi) mewakili yang benar, atau
diterima, nilai apa yang diukur. Sebuah anak panah yang menimpa di dalam
mata sapi adalah sangat akurat, sedangkan anak panah yang mendarat jauh
24
dari mengenai mata sapi memiliki akurasi yang buruk. Gambar di atas
menunjukkan empat hasil yang mungkin :
1. Anak panah telah mendarat jauh dari satu sama lain dan jauh dari mata
sapi. Pengelompokan ini menunjukkan pengukuran yang tidak akurat,
juga tidak tepat.
2. Anak panah yang dekat satu sama lain, tetapi jauh dari mata sapi.
Pengelompokan ini menunjukkan pengukuran yang tepat, tetapi tidak
akurat. Dalam situasi laboratorium, presisi yang tinggi dengan akurasi
yang rendah sering dihasilkan dari kesalahan sistematis. Entah pengukur
membuat kesalahan yang sama berulang-ulang atau entah bagaimana alat
ukur mengalami cacat. Neraca yang buruk dikalibrasi dapat memberikan
pembacaan massa yang sama setiap waktu, tetapi akan jauh dari massa
sebenarnya dari benda.
3. Anak panah tidak berkumpul sangat dekat satu sama lain, tetapi
umumnya berpusat di sekitar mata sapi. Hal ini menunjukkan presisi
yang buruk, tapi akurasi cukup tinggi. Situasi ini tidak diinginkan dalam
situasi laboratorium karena akurasi yang “tinggi” mungkin hanya
kebetulan acak dan bukan merupakan indikator sejati keterampilan
pengukuran yang baik.
4. Panah berkumpul bersama dan telah menghantam mata sapi. Hal ini
menunjukkan presisi tinggi dan juga akurasi yang tinggi. Para ilmuwan
selalu berusaha untuk memaksimalkan keduanya dalam pengukuran
mereka.
Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu
alat ukur, benda ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil
pengukuran tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena
keterbatasan dari bermacam faktor. Yang diperoleh dari pengukuran adanya
hasil yang dianggap paling mendekati dengan harga geometris objek ukur.
Meskipun hasil pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih
25
juga terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang
juga sering menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan.
Lingkungan yang kurang tepat akan mengganggu jalannya proses
pengukuran.
Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti
rol atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat
dari bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya.
Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau
tekanan dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk.
Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis
maka penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu,
tekanan kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.
Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun
menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang
mempunyai penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat
besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya.
Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi
26
lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak
tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya
tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577 kali panjang batang
dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.
badan sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur
sedikit mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu
hasil pengukurannya juga ada penyimpangan. Atau mungkin juga
penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai kaca mata sehingga
hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat
memang diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi
untuk pengukuran dengan ketelitian tinggi.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
START
Jangka Sorong
Benda Ukur
NO
Titik 0 Setting ulang
segaris
YES
Saat mengukur benda ukur ditempatkan tegak lurus dengan jangka sorong
A
36
NO
N=5 N=n+1
YES
Pengukuran diameter
luar, dalam dan
kedalaman
END
START
Mikro meter
Benda Ukur
Penjepit mikromete
A
37
n=5 n=n+1
END
38
START
Dengan pedoman blok ukur 8mm, statif diset sehingga skala utama
menunjuk angka 2
Benda ukur dan blok ukur digeser sehingga sensor pada dial indicator
tepat berada diatas daerah yang akan diukur
Benda ukur dan blok ukur digeser sehingga sensor pada dial indicator
tepat berada diatas blok ukur kembali
A
39
END
START
Bevel protactor
Lensa pembesar
Benda ukur
Peralatan dibersihkan
Bilah utama dibersihkan pada salah satu garis sudut, dilanjutkan dengan
menempelkan belah vernier pada garis sudut yang lain. Sampai benar-
benar tidak ada celah
Setting ulang
n=5
A
40
END
42
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑥̅ =
5
40,75+41,00+40,80+40,80+40,70
𝑥̅ = 5
𝑥̅ = 40,81 mm
Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1
[(40,75 − 40,81)2 + (41,00 − 40,81)2 + (40,80 − 40,81)2 + (40,80 − 40,81)2 + (40,80 − 40,81)2
=
4
𝛿 = 3,975𝑥10¯3
45
𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1
𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑥̅ =
5
73,9+73,95+73,9+74+73,9
𝑥̅ = 5
𝑥̅ = 73.93 mm
Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1
[(73,9 − 73.93)2 + (73,95 − 73.93)2 + (73,9 − 73.93)2 + (74 − 73.93)2 + (73,9 − 73.93)2
=
4
𝛿 = 2𝑥10¯3 𝑚𝑚
𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1
46
𝑋1+𝑋2+𝑋3+𝑋4+𝑋5
𝑥̅ = 5
56,45+56,40+56,35+56,20+56,45
𝑥̅ = 5
𝑥̅ = 56,37 mm
Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1
[(56,45 − 56,37)2 + (56,40 − 56,37)2 + (56,35 − 56,37)2 + (56,20 − 56,37)2 + (56,45 − 56,37)2
=
4
𝛿 = 0,043 𝑚𝑚
𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1
𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑥̅ =
5
5,40+5,41+5,40+5,40+5,39
𝑥̅ = 5
𝑥̅ = 5,40 mm
Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1
[(5,40 − 5,40)2 + (5,41 − 5,40)2 + (5,40 − 5,40)2 + (5,40 − 5,40)2 + (5,39 − 5,40)2
=
4
𝛿 = 2𝑥10¯4 𝑚𝑚
47
𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1
𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑥̅ =
5
140,25°+140,5°+140,584°+140,33°+140,25°
𝑥̅ = 5
𝑥̅ = 140,38°
Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1
[(140,25° − 140,38°)2 + (140,5° − 140,38°)2 + (140,584° − 140,38°)2 + (140,33° − 140,38°)2 + (140,25° − 140,38°)2
=
4
𝛿 = 0,033°
𝑀𝑒𝑎𝑛
𝑛
𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑
𝑛
𝑖=1
𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + 𝑋4 + 𝑋5
𝑥̅ =
5
48
651+653+652+650+652
𝑥̅ =
5
𝑥̅ = 651,6 µm
Standar Deviasi
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝛿=
𝑛−1
[(651 − 651,6)2 + (653 − 651,6)2 + (652 − 651,6)2 + (650 − 651,6)2 + (652 − 651,6)2
=
4
𝛿 = 1,3 µm
73.8
73.6 Iqbal
73.4 Kelvin
73.2
Maulika
73
72.8 Prabowo
72.6 Rama
72.4 Diah
72.2
Rovita
1 2 3 4 5
b. One Sample T
Ho : µ = 74 mm
Hi : µ tidak sama dengan 74 mm
One-Sample T: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama; Diah;
Rovita
Test of mu = 74 vs not = 74
49
c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10
H1 : Salah satu µ ada yang tidak sama
Source DF SS MS F P
Factor 8 0,7600 0,0950 3,03 0,010
Error 36 1,1270 0,0313
Total 44 1,8870
d. Pembahasan
Dari grafik perbandingan pengukuran diameter luar menggunakan jangka
sorong amtara data-data praktikan dengan data acuan sebesar 74 mm terlihat
bahwa diantara kesembilan ada dari satu praktikan yang rata rata datanya sama
dengan data acuan. Range hasil pengukuran praktikan adalah yang terbesar 74,040
mm dan yang terkecil adalah 73,610 mm.
50
Dari Anova di atas, data hasil pengukuran yang didapatkan oleh enam
praktikan ditunjukkan oleh garis range hasil pengukuran sebanyak enam garis
yang sejajar. Jika keenam garis yang sejajar tersebut dapat dipotong oleh satu
garis tegak lurus yang merupakan data acuan, maka data hasil pengukuran dapat
diterima atau dapat dianggap masih dalam batas toleransi yang diberikan terhadap
data acuan. Bila dari keenam garis tersebut ada yang tidak terpotong oleh garis
tegak lurus, maka data hasil pengukuran ditolak atau tidak dalam batas toleransi
yang diberikan terhadap data acuan. Untuk anova pada pengukuran diameter luar
menggunakan jangka sorong, terlihat bahwa ada 2 garis yang tidak terpotong,
sedangkan garis yang lainnya terpotong. Tetapi secara kelompok untuk data hasil
pengukuran diameter luar kelompok ini ditolak atau tidak dalam batas toleransi
yang diberikan terhadap data acuan. Dari 3 pembahasan di atas, didapatkan data
hasil pengukuran kelompok kami tidak sesuai dengan data acuan. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
51
1. Lingkungan
2. Operator
3. Benda Ukur
Terlalu kuatnya pengukur dalam mengunci atau menekan benda ukur pada
saat pengukuran menyebabkan benda berdeformasi, sehingga hasil pengukuran
tidak sesuai dengan data acuan.
a. Grafik
56.5 Iqbal
56 Kelvin
55.5 Maulika
Prabowo
55
Rama
54.5
Diah
54 Rovita
1 2 3 4 5
b. One Sample T
Ho : µ = 56,35 mm
Hi : µ tidak sama dengan 56,35 mm
52
c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10
Source DF SS MS F P
Factor 8 1,2130 0,1516 3,17 0,008
Error 36 1,7200 0,0478
Total 44 2,9330
d. Pembahasan
Grafik diatas adalah adalah grafik pengukuran diameter dalam dengan
menggunakan alat ukur jangka sorong. Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa
nilai acuan dari diameter dalam benda kerja adalah 56,35 mm. Untuk Pengukuran
53
yang mendekati data acuan dilkukan oleh Prabowo, yaitu sebesar 56,35 mm.
Sedangkan untuk pengukuran yang paling menjauhi dari data acuan dilakukan
oleh Kelvin, yaitu sebesar 56,61 mm. Untuk pengukuran yang presisi adalah
Rama karena tidak terlalu mengalami fluktuasi. Sedangkan pengukuran yang
paling akurat adalah Prabowo karena grafik paling mendekati data acuan.
Data pada minitab One Sample T, P value Bella, Kelvin, Rama < α, Maka Ho
ditolak, sehingga hasil pengukuran orang-orang tersebut menjauhi data acuan.
Sedangkan pada pengukuran Fahmy, Iqbal, Maulika, Prabowo, Diah, Rovita > α,
maka Ho gagal ditolak, sehingga hasil pengukuran orang orang tersebut mendekat
data acuan. Dari perhitungan standar deviasi, data pengukuran Rama (StDev =
0,057) yang paling kecil sehingga pengukuran dari Rama adalah yang paling
presisi. Data pengukuran Rovita (StDev = 0,416) yang paling besar nilainya
sehingga pengukuran dari Rovita adalah yang paling tidak presisi.
a. Grafik
40.8 Fahmy
Hasil Pengukuran (mm)
40.6 Iqbal
40.4 Kelvin
40.2 Maulika
40 Prabowo
39.8 Rama
39.6 Diah
39.4 Rovita
1 2 3 4 5
b. One Sample T
Ho : µ = 41,1 mm
Hi : µ tidak sama dengan 41,1 mm
c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10
Source DF SS MS F P
Factor 8 0,3244 0,0406 1,02 0,442
Error 36 1,4370 0,0399
Total 44 1,7614
d. Pembahasan
ke 40,9. Praktikan Kelvin data hasil pengukuran yang dihasilkan berada di bawah
data acuan, nilainya naik dari 40,75 mm ke 40,80 mm, kemudian naik ke 40,85
mm dan turun ke 40,80 nsampai akhir. Praktikan maulika data hasil pengukuran
yang dihasilkan berada di bawah data acuan, nilainya naik dari 40,75 mm ke
41,00 mm, dan turun ke 40,80 sampai percobaan ke 4 dan turun ke 40,70.
Praktikan Bowo nilainya berada di bawah data acuan, nilainya naik dari 40,80 ke
41,00mm, kemudian turun ke 40,85 mm, kemudian naik lagi ke 40,90 mm dan
naik lagi ke 40,95mm. Praktikan Rama nilainya berada dibawah data acuan,
nilainya tutun dari 40,90 mm ke 40,8 mm kemudian naik lagi ke 40,85mm,
kemudian naik ke 40,90 dan turun lagi ke 40,80 mm. . Praktikan Vita dibawah
data acuan yakni 40,85 mm kemudian naik ke 41,00 mm dan kemdian turun lagi
ke 40,70 mm, setelah itu naik ke 40,90 dan data terakhir sama dengan data acuan
yakni 41,1mm. Dan yang terakhir praktikan Diah data hasil pengukuran yang
dihasilkan berada dibawah data acuan, nilainya naik dari 40,80 mm dan tetap
hingga percobaan ke 4 dan naik ke 40,85 mm.
Pada praktikum pengukuran teknik ini dilakukan pengujian hipotesa one-simple T
dan pengujian ANOVA sehingga diperoleh nilai rata-rata dan standar deviasi.
Dalam hal ini nilai rata-rata menunjukkan ketelitian dari pengukuran. Sedangkan
standar deviasi menentukan ketepatan dari pengukuran pada saat praktikum
tersebut. Dari One- Sample-T data hasil pengukuran kedalaman menggunakan
jangka sorong dapat dilihat bahwa data hasil pengukuran yang didapat oleh
delapan praktikan nilai P value-nya berbeda-beda. Dengan menggunakan CI 95%
nilai a adalah 5% atau sama dengan 0,05. Jika nilai P value yang lebih besar dari a
menunjukkan bahwa data hasil pengukuran dapat diterima atau dapat dianggap
masih dalam batas toleransi yang diberikan terhadap data acuan dan sebaliknya.
Untuk data hasil pengukuran didapatkan hasil nilai P: Bella mendapatkan nilai
0,037; Iqbal mendapatkan nilai 0,071; Rovita mendapatkan nilai 0,049; Kelvin
mendapatkan nilai 0,000; Rama mendapatkan nilai 0,000; Bowo mendapatkan
nilai 0,002; Diah mendapatkan nilai 0,000; Fahmy mendapatkan nilai 0,000.
Maulika mendapatkan nilai 0,005. Melalui nilai mean dari 5 kali percobaan dalam
9 praktikan, bisa diketahui bahwa nilai mean dari Bowo yang paling mendekati
57
nilai acuan, atau dengan kata lain pengukurannya mempunyai ketelitian yang
tinggi. Nilai standar deviasi Diah dan Kelvin hampir mendekati nilai 0, ini berarti
bahwa pengukuran mereka dikatakan yang paling tepat. Jadi, pada pengukuran
kedalaman diperoleh praktikan Bowo yang paling teliti, praktikan Iqbal yang
paling tidak teliti, dan praktikan Diah bersama Kelvin yang paling tepat, praktikan
Iqbal yang paling tidak tepat.
Dari data hasil minitab, semua P value dari pengukuran 9 Praktikan tidak
ada yang lebih besar dari α(0,05)berarti hasil pengukuran praktikan dinyatakan
gagal tolak atau diterima. Pada data praktikan ditemukan bahwa
Iqbal,vita,bella,kelvin,rama,bowo,diah,fahmy,maulika mempunyai hasil
pengukuran yang gagal tolak atau diterima. Pada Anova, bila ditarik garis lurus
keatas dari titik acuan, bisa dilihat data hasil pengukuran praktikan tidak sama
satu sama lain.
a. Grafik
5.42 Iqbal
5.41 Kelvin
5.4
Maulika
5.39
5.38 Prabowo
5.37 Rama
5.36 Diah
5.35 Rovita
1 2 3 4 5
58
b. One Sample T
Ho : µ = 5,43 mm
Hi : µ tidak sama dengan 5,43 mm
c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10
Source DF SS MS F P
Factor 8 0,0157111 0,0019639 31,01 0,000
Error 36 0,0022800 0,0000633
Total 44 0,0179911
d. Pembahasan
Dari data minitab One Sample T, dari P value akan didapatkan dua kondisi
, yaitu ditolak dan gagal ditolak. Apabila P value < 5% maka Ho ditolak ,
sedangkan apabila P value > 5% maka Ho gagal ditolak. Dari hasil pengukuran
diatas maka didapat data Bella, Iqbal, Maulika, Rama dan Rovita P value < 5%
maka Ho ditolak ,sedangkan data Kelvin dan Prabowo P value > 5% maka Ho
gagal ditolak , Sehingga data Bella, Iqbal, Maulika, Rama dan Rovita menjauhi
data acuan. Dari data hasil perhitungan rata – rata, pengukuran Kelvin paling
sesuai data acuan yaitu sebesar 5,43 mm, dan data Kelvin adalah data yang paling
teliti. Untuk data yang nilainya paling tidak sesuai dari data acuan adalah data
Rovita sebesar 5,386 mm , maka data Rovita merupakan data yang tidak teliti.
Dari hasil perhitungan standar deviasi, kita dapat melihat kepresisian dari hasil
data beberapa kali pengukuran. Dari data terlihat Fahmy memiliki StDev = 0,000
yang nilainya relatif paling kecil sehingga pengukuran Fahmy yang paling presisi.
Data pengukuran dari Rovita memiliki nilai StDev = 0,01342 yang nilainya relatif
paling besar sehingga pengukuran dari Rovita yang paling tidak presisi.
a. Grafik
Bevel Protactor
142
141 Bella
Fahmy
Hasil Pengukuran (mm)
140
Iqbal
139 Kelvin
Maulika
138
Prabowo
137
Rama
136 Diah
Rovita
135
1 2 3 4 5
b. One Sample T
Ho : µ = 140
Hi : µ tidak sama dengan 140
c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10
Source DF SS MS F P
Factor 8 20,067 2,508 9,03 0,000
Error 36 10,001 0,278
Total 44 30,068
d. Pembahasan
Pada grafik pengukuran bevel protactor dapat terlihat bahwa Rovita memiliki
hasil pengukuran yang paling menjauhi data acuan sebesar 138,618 mm. Untuk
pengukuran yang mendekati dengan data acuan dilakukan oleh Prabowo, yaitu
sebesar 139,906 mm. Untuk pengukuran yang paling presisi adalah Rama karena
grafik tidak terlalu fluktuasi. Sedangkan yang paling akurat adalah Prabowo
karena grafik mendekati nilai acuan sebesar 139,906 mm.
Data pada minitab One Sample T, P value Bella, Fahmy, Prabowo dan
Diah > α, maka Ho gagal ditolak. Sehingga hasil pengukuran Bella, Fahmy,
Prabowo dan Diah mendekati nilai acuan. Sedangkan P value Iqbal, Kelvin,
62
Maulika, Rama dan Rovita < α, maka Ho ditolak, sehingga hasil pengukuran
Iqbal, Kelvin, Maulika, Rama dan Rovita menjauhi data acuan. Dari hasil
perhitungan rata-rata, pengukuran Prabowo paling mendekati data acuan sebesar
139,906 mm, dan data Prabowo adalah yang paling teliti. Karena hasil
perhitungan rata-rata Rovita yang paling jauh dari data acuan sebesar 138,618
mm, maka pengukuran Rovita adalah yang paling tidak teliti. Dari perhitungan
standar deviasi, data pengukuran Rama (StDev = 0,095) yang paling kecil nilainya
sehingga pengukuran Rama yang paling presisi. Data pengukuran Rovita (StDev
= 0,907) yang paling besar nilainya sehingga pengukuran Rovita yang paling tidak
presisi.
Hasil pengukuran yang dilakukan sebanyak 5 kali oleh 9 orang praktikan,
pada minitab One-Way ANOVA menghasilkan P value = 0,000. Dimana P value
< α sebesar 5%, maka Ho ditolak. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil pengukuran praktikan satu dengan yang lainnya
memiliki variansi yang tidak sama.
Kesalahan yang terjadi pada pengukuran Bevel Protactor dapat
diakibatkan karena ketidaklurusan saat membaca skala pada Bevel Protactor,
posisi Bevel Protactor yang tidak tegak lurus dengan bidang ukur, cara
pemegangan bevel protactor oleh praktikan kurang tepat.
4.4.6 Dial Indicator
a. Grafik
Dial Indicator
670
Bella
660
Hasil Pengukuran (mm)
Fahmy
650
Iqbal
640
Kelvin
630
Maulika
620
Prabowo
610 Rama
600 Diah
1 2 3 4 5
63
b. One Sample T
Ho : µ = 631
Hi : µ tidak sama dengan 631
c. ANOVA
Ho : µ1= µ2= µ3= µ4= µ5= µ6= µ7= µ8= µ9= µ10
H1 : Salah satu µ ada yang tidak sama
One-way ANOVA: Bella; Fahmy; Iqbal; Kelvin; Maulika; Prabowo; Rama;
Diah; ...
Source DF SS MS F P
Factor 8 2082,4 260,3 8,63 0,000
Error 36 1086,0 30,2
Total 44 3168,4
d. Pembahasan
Pada grafik pengukuran dial indicator dapat terlihat bahwa Rovita memiliki
hasil pengukuran yang paling menjauhi data acuan sebesar 655,60 mm. Untuk
pengukuran yang mendekati dengan data acuan dilakukan oleh Prabowo, yaitu
sebesar 638,2 mm. Untuk pengukuran yang paling presisi adalah Rama karena
grafik tidak terlalu fluktuasi. Sedangkan yang paling akurat adalah Maulika
karena grafik mendekati nilai acuan sebesar 634,60 mm.
Data pada minitab One Sample T, P value Bella, Fahmy, Prabowo dan
Diah > α, maka Ho gagal ditolak. Sehingga hasil pengukuran Bella, Fahmy,
Prabowo dan Diah mendekati nilai acuan. Sedangkan P value Iqbal, Fahmy, Rama
dan Rovita < α, maka Ho ditolak, sehingga hasil pengukuran Iqbal, Fahmy, Rama
dan Rovita menjauhi data acuan. Dari hasil perhitungan rata-rata, pengukuran
Maulika paling mendekati data acuan sebesar 634,60 mm, dan data Prabowo
adalah yang paling teliti. Karena hasil perhitungan rata-rata Rovita yang paling
jauh dari data acuan sebesar 655,6 mm, maka pengukuran Rovita adalah yang
paling tidak teliti. Dari perhitungan standar deviasi, data pengukuran Iqbal (StDev
= 1,140) yang paling kecil nilainya sehingga pengukuran Iqbal yang paling
presisi. Data pengukuran Prabowo (StDev = 9,47) yang paling besar nilainya
sehingga pengukuran Prabowo yang paling tidak presisi.
Hasil pengukuran yang dilakukan sebanyak 5 kali oleh 9 orang praktikan,
pada minitab One-Way ANOVA menghasilkan P value = 0,000. Dimana P value
< α sebesar 5%, maka Ho ditolak. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil pengukuran praktikan satu dengan yang lainnya
memiliki variansi yang tidak sama.
Kesalahan yang terjadi pada pengukuran Dial Indicator dapat diakibatkan
karena ketidaklurusan saat membaca skala pada Dial Indicator, posisi Dial
Indicator yang tidak tegak lurus dengan bidang ukur dan meja yang tidak rata
pada tempat Dial Indicator.
66
BAB 5
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran