Anda di halaman 1dari 1

Meski Dilarang, Iklan Penjual "Follower"

Masih Marak di Instagram

KOMPAS.com - Instagram berulang kali menyatakan pihaknya melarang keras


akun-akun yang menjual jasa menambah pengikut (follower) untuk wira-wiri di
layanannya. Imbauan ini terakhir kali diumbar pada November 2018 lalu.

Ironisnya, Instagram masih saja menyediakan ruang bagi akun-akun tersebut


untuk beriklan via Instagram Stories. Setidaknya begitu menurut temuan
investigasi TechCrunch.

Tak kurang dari 17 akun penyedia jasa menambah followers yang otomatis
menyebar notifikasi dan komentar spam ke pengguna, kepergok memanfaatkan
iklan di Instagram untuk mempromosikan jasa mereka.

Baca juga: Instagram Akan Hapus "Like", Komentar, dan "Follower" Palsu

Temuan ini mengesankan Instagram tidak konsisten dengan kebijakannya,


bahkan cenderung oportunis. Instagram seakan melarang akun-akun penjual
follower beroperasi jika tak beriklan saja.

Merespons laporan dari TechCrunch, Instagram bergegas menghapus semua


iklan dari akun-akun penjual followers. Bukan cuma itu, akun-akunnya sendiri pun
diklaim cepat-cepat diblokir.

Namun, pembersihan itu cuma berlaku satu hari saja. Keesekon hari pasca
TechCrunch melapor ke Instagram, masih ditemukan lima akun penjual follower
yang membayar iklan promosi ke Instagram.

Pertanyaan besarnya, apakah Instagram benar-benar ingin memusnahkan akun-


akun spam dari layanannya atau cuma sebatas kata-kata saja? Lantas mengapa
aksi nyata baru dilakukan ketika ada laporan investigasi yang mengungkap
praktik ini?

Pelanggaran data pribadi

Terlepas dari pertanyaan yang cuma diketahui kebenarannya oleh Instagram, ada
baiknya menilik cerita di balik investigasi ini. Jurnalis TechCrunch, Josh Contine,
menceritakan secara runut proses penyelidikannya.

“Saya memulai investigasi ini sekitar bulan lalu, setelah melihat iklan Instagram
Stories dari akun bernama ‘GramGorillaʼ,” kata dia.

Iklan itu menampakkan seorang pria yang mengaku jumlah pengikutnya


bertambah setelah menggunakan layanan GramGorilla. Ada tautan khusus pada
iklan tersebut yang membawa pengguna ke proses transaksi.

Instagram mengiklankan layanan penyedia followers


palsu.(TechCrunch)

"Paket" follower yang ditawarkan beragam, mulai dari 46 dollar AS hingga 126
dollar AS (Rp 651.000 hingga Rp 1,7 jutaan) per bulan. Pengguna dijanjikan bisa
menambah 1.000 hingga 2.500 pengikut.

Baca juga: Mirip Snapchat, Pengguna Instagram Kini Bisa "Follow" dengan
"Nametag"

Taktik yang dilakukan layanan semacam GramGorilla ini bisa dibilang sebagai
bentuk pelanggaran data pribadi pengguna. Sebab, sang pembeli jasa harus
memberikan username dan password akun mereka.

Selanjutnya, GramGorilla dkk bakal otomatis menggunakan akun pengguna untuk


follow dan unfollow, like, serta berkomentar di akun Instagram orang lain yang tak
dikenal oleh pengguna.

Tujuan aktivitas spamming ini adalah memberikan notifikasi ke orang-orang asing


tersebut, sehingga memancing rasa penasaran dan keinginan untuk follow akun
sang pengguna jasa.

Trik mengurangi tanggung jawab

Selain GramGorilla, ada 16 layanan penjual followers lainnya yang dihimpun Josh
Contine.

Nama-namanya adalah SocialUpgrade, MagicSocial, EZ-Grow, Xplod Social,


Macurex, GoGrowthly, Instashop/IG Shops, TrendBee, JW Social Media
Marketing, YR Charisma, Instagrocery, Social Sensational, SocialFuse, We Grow
Social, IG Wildfire, dan Glamflare.

TrendBee dan Gramflare ditemukan masih beroperasi pasca Instagram mengaku


telah membersihkan semua layanan spam tersebut. Berikutnya, ada lagi lima
akun serupa yang ditemukan.

Masing-masing adalah FireSocial, InstaMason/IWentMissing, NexStore2019,


InstaGrow, dan Servantify, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Rabu
(16/1/2019).

Baca juga: Instagram Bisa Posting Foto dan Video ke Banyak Akun
Sekaligus, Begini Caranya

Josh Contine lantas menghubungi GoGrowthly untuk menanyakan apakah


pihaknya tahu soal kebijakan Instagram yang melarang keras bisnis tersebut.
Jawabannya cukup jujur dan berbahaya, sehingga sang perwakilan menolak
identitasnya diumbar.

“Kami tentu saja melanggar aturan Instagram. Kami masuk dan menumpang
layanan gratis mereka untuk menghasilkan duit dan tidak memberikan
pendapatan besar bagi mereka,” Josh Contine menuturkan.

“Instagram tak suka cara kami. Kami menggunakan proxy pribadi tergantung
pada lokasi geografis klien. Ini semacam trik untuk mengurangi segala bentuk
tanggung jawab,” ia menambahkan.

Melihat kesadaran dan optimisme penjual follower via spam tersebut, agaknya
Instagram perlu berstrategi lebih jitu untuk membasmi layanan-layanan penyedia
jasa macam ini.

Anda mungkin juga menyukai